Al Irsyad

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 7

PENDAHULUAN

Lahirnya beberapa organisasi Islam di Indonesia lebih banyak karena didorong oleh mulai
tumbuhnya sikap patriotism dan rasa nasionalisme serta sebagai respons terhadap
kepincangankepincangan yang ada di kalangan masyarakat Indonesia pada akhir abad
ke 19 yang mengalami kemunduran total sebagai akibat ekploitasi politik pemerintah
colonial Belanda. Langkah pertama diwujudkan dalam bentuk kesadaran berorganisasi.
Walaupun banyak berbagai cara yang di lakukan oleh Belanda dengan tujuan untuk
membendung pergolakan rakyat Indonesia ekonomi, politik social dan terutama melalui
media pendidikan islam namun mereka tidak membawa hasil yang memuaskan, malahan
berakibat sebaliknya makin menumbuhkan kesadaran tokoh-tokoh organisasi islam
bagaimana untuk melawan penjajah Belanda itu sendiri, dengan cara menumbuhkan dan
mengembangkan sikap dan rasa nasionalisme di kalangan rakyat dengan melalui
pendidikan. Dengan sendirinya kesadaran berorganisasi yang dijiwai oleh perasaan
nasionalisme yang tinggi, menimbulkan perkembangan dan era baru di lapangan
pendidikan dan pengajaran. Dan dengan demikian lahirlah Perguruan-perguruan
Nasional, yang di topang oleh usaha-usaha swasta (partikelir).
Dalam pembahaasan ini akan membahas sebuah organisasi social yang diddirikan di
Jakarta tahun 17 Juli 1905. Organisasi ini terbuka untuk semua muslim tidak memandang
asal-usul, tapi mayoritas anggotanya adalah orang Arab. Yang berperan besar dalam
organisasi ini adalah para ulama asal Arab Hadramaut dan juga pemuda Alawiyyin,
seperti Habib Abubakar bi Ali bin Abubakar bin Umar Shahab, Sayid Muhammad Al-Fakir
Ibn. Abn. Al Rahman Al Mansyur, Idrus bin Ahmad Shahab, Ali bin Ahmad Shahab,
Abubakar bin Abdullah Alatas, Muhammad bin Abdurrahman Shahab, Abubakar bin
Muhammad Alhabsyi dan Syechan bin Ahmad Shahab. Di tangan ulama-ulama inilah
Jamiatul Khair tumbuh pesat.
Organisasi social ini bergerak dalam dua bidang, yang pertama, pendirian dan
pembinaan satu sekolah pada tingkat dasar , yang kedua mengirimkaan anak-anak ke
turki untuk melanjutkan pendidikan. Sedangkan bidang kedua ini mempunyai sedikit
hambatan yaitu karena kekurangan biaya dan kemunduran khilafat.
Dalam pembahasan makalah ini saya akan membahas tentang dua organisasi yang
masuk ke Indonesia, yakni Al irsyad dan Jamiatul khoir beserta para tokoh tokhnya dan
juga ajaran ajarannya.
BAB II
AL IRSYAD DAN JAMIATUL KHOIR
A.

Al irsyad

Muhammadiyah Al-Irsyad dan Persatuan Islam merupakan tiga serangkai organisasi Islam
pembaharu yg paling berpengaruh di Indonesia. Pada awal abad XX telah lahir sejumlah
tokoh elit Muslim. Mereka memiliki semangat pembaharuan dalam pemikiran
keagamaan. Semangat reformasi itu datang bersamaan dgn maraknya perkembangan
ide-ide reformasi yg berkembang di Timur Tengah. Pada pertengahan abad XVIII di Jazirah
Arab muncullah gerakan yg dipimpin oleh Muhammad bin Abdul Wahhab . Gerakan ini
merupakan tanggapan nyata dari pemikiran Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan muridnya
yg terkenal Ibn Qayyim Al-Jauziyah dua orang tokoh reformis Islam yg memberi ciri awal
munculnya renesans dunia Islam utk kembali kepada kemurnian Al-Quran dan AsSunnah.
Pada awal pekembangannya Islam di Indonesia terutama pula Jawa yg juga pusat
Kerajaan Hindu-Jawa mengalami tantangan yg sungguh berat. Di mana pada umumnya

keadaan masyarakat sudah memiliki keyakinan yg mendarah daging dgn kebudayaan


Hindu yg kental. Akan tetapi perkembangan agama Islam di Indonesia terutama di Jawa
menjadi pesat diantaranya krn peran yg cerdik dan kemampuan berdakwah yg handal
dari tokoh-tokohnya pada jaman yg terkenal dgn sebutan Wali Sanga/Wali sembilan.
Tokoh Islam yg terkemuka pada jamannya itu berdakwah menyebarkan agama dgn
contoh ketauladanan dan kemampuan spiritualnya yg tinggi serta mengikuti atau
menyiasati keadaan tradisi dan kebudayaan setempat dgn mendahulukan pemahaman
tata cara beribadah dan mengesampingkan pemahaman aqidah. Sehingga tidak terjadi
pergolakan atau kegaduhan dgn tradisi masyarakat setempat. Hal ini mungkin menurut
pertimbangan tokoh-tokoh Islam yg arif pada jamannya itu sebagai metode dakwah yg
tepat dgn berpegang teguh kepada bil hikmah wal mauizhah hasanah.Dan pada
masanya nanti diharapkan akan datang para pendakwah dan mubaligh yg gigih
mengajarkan pemahaman aqidah yg murni.
Keadaan perkembangan agama Islam dgn wawasan aqidah yg kurang tersebut pada
umumnya di kalangan masyarakat terus berjalan sampai kemudian muncul tokoh-tokoh
muda reformis dgn menekankan kepada pemahaman aqidah yg murni bersumber dari AlQuran dan As-Sunnah. Dari sinilah kemudian perkembangan pemikiran Islam mulai
tumbuh dan tidak dipungkiri merupakan hal yg mesti terjadi adl perang urat saraf
pergolakan pemikiran antara pro pembaharu dgn pemikiran moderat gaya Wali
Sembilan. Kelompok tersebut bermuara sampai sekarang pada kelompok-kelompok
terbesar di Indonesia yaitu dari kalangan NU yg moderat dan kelompok elitis kalangan
cendekiawan yaitu Muhammadiyah Al-Irsyad dan Persis yg pro pembaharu yg merupakan
tiga serangkai yg tidak terpisahakan hingga saat ini.
Walaupun sekarang terlihat pola-pola pemikiran NU cenderung terjadi perubahan dimana
yg dahulunya hanya menganut satu mazhab yaitu Imam Syafii dgn ciri khas tradisi keNu-annya sekarang sudah banyak pemikirannya yg lintas mazhab tetapi dikalangan
bawah perbedaan di dua kelompok besar itu sangat kental. Sehingga kita dapat melihat
warga NU jumatan di masjid NU warga Muhammadiyah Jumatan di masjid
Muhammadiyah hanya krn persoalan masalah adzan dalam shalat Jumat dimana utk
warga Nahdliyin dengan menggunakan dua adzan sementara kalangan Muhamadiyah
hanya satu adzan. Ini adalah salah satu perbedaan furuiyah yg memang mesti terjadi
dan tidak mungkin menyatukan fisi hal-hal semacam ini. Sehingga mujtahid terkenal di
abad ini Syaikh Yusuf Qardawi menyatakan bahwa merupakan hal yg bodoh dan mustahil
menyatukan semua pendapat di dalam Islam dalam masalah furu krn tabiat agama
Islam memang menghendaki adanya bergamai macam penafsiran atau perbedaan selain
berbagai macam factor lainnya.
B.

Sejarah berdiri dan tokoh - tokohnya

Al-Irsyad berdiri setelah berdirinya Jamiat Khair yaitu organisasi yg didirikan warga
keturunan Arab di Jakarta yg hanya khusus bergerak dalam bidang pendidikan. Salah
satu tokoh penting dan sangat berpengaruh adl Ahmad Soorkatty dari keturunan Sudan
waktu itu termasuk wilayah Mesir.
Ahmad Surkati dilahirkan di pulau Arqu daerah Dunggulah Sudan. Ia sudah menghafal AlQuran di usia mudanya berkat ketekunan dan kasih sayang ayahnya menggembleng
anaknya yg juga merupakan ulama besar yg terkenal. Setelah ayahnya meninggal dunia
ia melanjutkan belajarnya ke Al-Azhar Mesir. Sampai kemudian melanjutkan belajar di
Makkah dan dgn thesisnya tentang Al-Qadha wal Qadar ia meraih gelar Al Allamah dgn
asuhan guru besar Syaikh Muhammad bin Yusuf Alkhayaath dan Syaikh Syuaib bin Musa
Almaghribi.
Pengembaraannya ke Indonesia bermula dari permintaan Jamiat Khair di Indonesia utk
mengajar. Melalui perantaraan Syaikh Muhammad bin Yusuf Al-Khayyath dan Syaikh

Husain bin Muhammad Al-habsyi sampailah maksud Surkati utk memenuhi permintaan
Jamiat Khair dgn membawa bekal keyakinan mati di Jawa dgn berjihad lbh suci
daripada mati di Makkah tanpa jihad. Akan tetapi setelah beberapa lama terjadi
ketidakharmonisan hubungan antara pihak Jamiat Khair dgn Surkati akhirnya Surkati
keluar dan kemudian setelah berdiri dan berkembangnya pendidikan madrasah Al-Irsyad
ia menjadi pengajar di madrasah Al-Irsyad. Keberadaan Surkati di Al-Irsyad meroketkan
organisasi tersebut jauh meninggalkan Jamiat Khair. Di samping memang Jamiat Khair
terdapat banyak kelemahan di dalam sosiokulturalnya di antaranya masih memandang
tentang perbedaan status sosial.
Kedatangan Surkati di pulau Jawa bulan Maret 1911 ternyata kemudian menjadi peristiwa
penting dalam sejarah perkembangan Islam di Indonesia yaitu sejarah pekembangan
faham pembaharuan Islam di Indonesia terutama krn kegiatannya yg suka bergelut
dalam bidang pendidikan ketimbang keorganisasian Al-Irsyad itu sendiri.
Pada saat Ahmad Surkati mengujungi sahabatnya Awad Sungkar Al-Urmei di Solo tahun
1912 dalam perjalanannnya bertemu dgn tokoh pribumi yg sedang asyik membaca
majalah Almanar dan mengaguminya krn kemampuannya membaca bahasa Arab. Di
samping itu memang krn jalan pikirannya yg sama tentang pemahaman pemurnian
aqidah sehingga keduanya menjadi akrab. Dalam pertemuan dan perkenalannya inilah
terjadi tukar pikiran antara keduanya sampai pada kesimpulan yg mengandung tekad
mereka berdua utk sama-sama mengembangkan pemikiran Muhammad Abduh di
Indonesia.
Pada waktunya di kemudian berkembang pesatlah organisasi pembaharu yg menjadi
terkenal dan besar di Indonesia hingga saat ini yaitu Al-Irsyad Al-Islamiyah dan kemudian
menyusul pada tahun 1912 berdiri Muhamadiyah oleh Ahmad Dahlan di Yogyakarta. Dan
pada tahun 1923 berdiri pula organisasi yg sepaham yaitu Persatuan Islam di Bandung.
Di dalam akte pendirian dan Anggaran Dasar Al-Irsyad yg disahkan oleh Gubernur
Jenderal Hindia Belanda tercatat pengurus pertamanya adalah
Salim bin Awad Balweel sebagai ketua.
Muhammad Ubaid Abud sebagai sekretaris.
Said bin Salim Masyabi sebagai bendahara.
Saleh bin Obeid bin Abdat sebagai penasehat.
Setelah keluarnya beslit dari Gubernur Jenderal itu pada hari Selasa tanggal 19 Syawwal /
31 Agustus 1915 telah diadakan Rapat Umum Anggota. Dalam rapat itu diputuskan
susunan pengurus utk kepentingan intern
Salim bin Awad Balweel sebagai ketua.
Saleh bin Obeid bin Abdat sebagai wakil ketua.
Muhammad Ubaid Abud sebagai sekretaris.
Said bin Salim Masyabi sebagai bendahara.
Pengurus ini dilengkapi dgn 19 orang sebagai komisaris yg berkewajiban mengawasi
jalannya perhimpunan dgn berbagai permasalahan yg dihadapinya yaitu
Jafar bin Umar Balfas

Abdullah bin Salmin bin Mahri

Abdullah bin Ali Balfas


C.

Abdullah

Jamiatul Khoir

Jam;iat Khair adalah sebuah organisasi social yang ditekankan bergerak di bidang
pendidikan. Jam;iat Khair pada awalnya bergerak di sekolah dasar. Sekolah dasar Jam;iat
Khair bukan semata-mata mempelajari pengetahuan agama tetapi juga mempelajari
pengetahuan umum lainnya seperti lazimnya suatu sekolah dasar biasa, misalnya
berhitung , sejarah kebudayaan islam, ilmu bumi, bahasa inggris dan sebagainya.
Kurikulum sekolah dan jenjang kelas-kelas telah disusun dan terorganisir dan bahasa
pengantar yang dipergunakan untuk mengajar dan setiap harinya yaitu bahasa Indonesia
dan bahasa melayu.
Untuk memenuhi tenaga guru yang berkualitas Jamiat Khair mendatangkan guru-guru
dari daerah sendiri ataupun daerah luar negri, salah satunya yaitu Haji Muhammad
Mansyur (1907) seorang guru dari padang di minta untuk mengajar di sekolah Jamiat
Khair karena beliau berpengetahuan yang luas baik dalam bidang agama maupun
bahasa terutama bahasa melayu. Dan al- Hasyimi di datingkan dari Tunisia sekitar tahun
1911 yang di samping mengajar juga memperkenalkan gerakan kepanduan dan olah
raga di lingkungan sekolah Jamiat Khair.
Pada bulan Desember 1923 (Jumadil Awal1342) didirikan gedung Jamiat Khair di Tanah
Abang yang mempunyai 8 lokal. Kemudian ditambah 2 lokal, sehingga menjadi 10 lokal.
Jamiat Khair terdiri beberapa tingkat yaitu:

Tingkat Tahdiriah Lamanya 1tahun

Tingkat Ibtidaiyah Lamanya 6 tahun

Tingkat Tsanawiyah Lamanya 3 tahun

Mereka yang yang telah di anggap lulus dari Tsanawiyah dapat menyambung
pelajarannya ke Mesir atu ke Mekah. Dan untuk zaman sekarang tinggal di tambah
dengan bagian P.G.A. Pertama lamanya 4 tahun (Menurut rencana japenda), yang di
terima masuk Tsanawiyah ialah murid-murid tamatan Ibtidaiyah dan yang diterima P.G.A.
ialah murid-murid tamatan S.R.
Jamiatul Khair banyak mendatangkan surat kabar dan majalah dari Timur Tengah.
Organisasi ini juga melakukan korespondensi (surat-menyurat) dengan tokoh-tokoh
pergerakan dan surat kabar luar negeri. Dengan demikian kabar-kabar mengenai
kekejaman penjajah Belanda di Indonesia dapat sampai ke dunia luar, antara lain karena
melalui Jamiatul Khair. Snouck Hurgronje, seorang orientalis yang berperan besar dalam
penaklukan Aceh, dengan terang-terangan bahkan menuding Jamiatul Khair
membahayakan pemerintah Belanda. Melalui siswa-siswanya, Jamiatul Khair ikut
berkontribusi dalam perjuangan membebaskan tanah air dari cengkeraman para
penjajah serta melakukan syiar islam ke seluruh nusantara.
Salah seorang guru yang terkenal adalah Syaikh Ahmad Surokati dari sudan. Dia tampil
sebagai tokoh pemikiran-pemikiran baru dalam masyarakat Islam Indonesia. Salah satu
pemikirannya adalah bahwa tidak adanya perbedaan di antara sesame muslim.
Kedudukan muslim adalah sama, baik keturunan, harta, ataupun pangkat beliau tidak
menjadi penyebab adanya diskriminasi dalam islam. Pemikiran ini muncul setelah terjadi
pertikaian di kalangan masyarakat Arab yang berkaitan dengan hak istimewa bagi
kalangan sayyid( gelar yang di sandang bagi mereka yang memounyai garis keturunan
dengan Nabi Muhammad SAW). Di antara yang diperdebatkan adalah larangan kawin

bagi wanita sayyid dengan orang yang bukan keturunan sayyid. Bila bertemu dengan
oaring sayyid, maka orang yang tidak dari keturunan sayyid, baik Arab atau orang
Indonesia, harus mencium tangannya. Apabila tidak melakukannya, bisa menimbulkan
pertikaian sehingga terjadi perpecahan di kalangan al-Jamiat Khair.
Organisasi Pembaharuan Islam ini berkantor di daerah Pekojan di Tanjung Priok (Jakarta).
Oleh karena perkembangannya dari waktu ke waktu semakin pesat, maka pusat
organisasi ini dipindahkan dari Pekojan ke Jl. Karet, Tanah Abang. Organisasi ini dikenal
banyak melahirkan tokoh-tokoh Islam, terdiri dari tokoh-tokoh gerakan pembaharuan
agama Islam antara lain, Kyai Haji Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah), HOS
Tjokroaminoto (pendiri Syarikat Islam), H. Samanhudi (tokoh Sarekat Dagang Islam), dan
H. Agus Salim. Bahkan beberapa tokoh perintis kemerdekaan juga merupakan anggota
atau setidaknya mempunyai hubungan dekat dengan Jamiatul Khair.
Awalnya memusatkan usahanya pada pendidikan, namun kemudian memperluasnya
dengan dakwah dan penerbitan surat kabar harian Utusan Hindia di bawah pimpinan Haji
Umar Said Cokroaminoto (Maret 1913). Kegiatan organisasi juga meluas dengan
mendirikan Panti Asuhan Piatu Daarul Aitam. Di Tanah Abang, Habib Abubakar bersama
sejumlah Alawiyyin juga mendirikan sekolah untuk putra (aulad) di Jl. Karet dan putri
(banat) di Jl. Kebon Melati serta cabang Jamiatul Khair di Tanah Tinggi Senen.
Pemimpin-pemimpin Jamiatul Khair mempunyai hubungan yang luas dengan luar negeri,
terutama negeri-negeri Islam seperti Mesir dan Turki. Mereka mendatangkan majalahmajalah dan surat-surat kabar yang dapat membangkitkan nasionalisme Indonesia,
seperti Al-Mu'ayat, Al-Liwa, Al-ittihad, dan lainnya. Tahun 1903 Jamiatul Khair
mengajukan permohonan untuk diakui sebagai sebuah organisasi atau perkumpulan dan
tahun 1905 permohonan itu dikabulkan oleh Pemerintah Hindia Belanda dengan catatan
tidak boleh membuka cabang-cabangnya di luar di Batavia.
D.

Kampung Pakojan

Sebelum ditetapkan sebagai kampung arab, daerah Pekojan dahulu dihuni oleh muslim
Koja (Muslim India). Sampai kini masih terdapat Gang Koja, yang telah berganti nama
menjadi Jalan Pengukiran II. Di sini terdapat sebuah Masjid kuno Al Anshor yang dibangun
pada 1648 oleh para muslim India. Tak jauh dari tempat ini, kira-kira satu kilometer
perjalanan, terdapat Masjid Kampung Baru yang dibangun pada pertengahan abad ke-18.
Di Pekojan masih banyak terdapat bangunan-bangunan peninggalan tempo dulu.
Misalnya Masjid Langgar Tinggi, yang dibangun pada abad ke-18. Masjid ini telah
diperluas oleh Syaikh Said Naum, seorang Kapiten arab. Ia memiliki beberapa kapal
dagang dan tanah yang luas di Tanah Abang, yang sebagian telah diwakafkannya untuk
tempat pemakaman. Di dekat Langgar Tinggi terdapat sebuah jembatan kecil yang
dinamai Jembatan Kambing. Dinamakan demikian, karena sebelum dibawa untuk
disembelih di pejagalan (sekarang bernama Jalan Pejagalan), kambing harus melewati
jembatan yang melintasi Kali Angke ini terlebih dahulu. Para pedagang di sini telah
berdagang secara turun-temurun selama hampir 200 tahun.
Terdapat juga Masjid An Nawier, yang merupakan tempat ibadah yang terbesar di
Pekojan. Masjid ini pada tahun 1920 diperluas oleh Habib Abdullah bin Husein Alaydrus,
seorang kaya raya yang namanya diabadikan menjadi Jalan Alaydrus, di sebelah kanan
Jalan Gajahmada. Pendiri Masjid ini adalah Habib Utsman bin Abdullah bin Yahya.
Di dekat Masjid An Nawier, terdapat Az Zawiyah, sebuah bangunan untuk ibadah dan
pendidikan islam yang didirikan oleh Habib Ahmad bin Hamzah Alatas, seorang ulama
asal Hadhramaut. Beliau juga merupakan guru dari Habib Abdullah bin Muhsin Alatas,
seorang ulama besar yang kemudian berdakwah di daerah Bogor.
Banyak tokoh-tokoh besar yang berasal dan memiliki kaitan sejarah dengan kampung

Pekojan. Di antaranya adalah Habib Utsman bin Abdullah bin Yahya yang pernah
menjabat sebagai mufti di Betawi. Juga Habib Ali bin Abdul Rahman Al Habsyi, pendiri
majlis taklim Kwitang yang sempat belajar pada Habib Utsman di Pekojan. Ada juga
seorang ulama besar asli kelahiran Pekojan yang merupakan guru dari syaikh Nawawi Al
Bantani. Beliau adalah syaikh Junaid Al Batawi yang sampai akhir hayatnya menjadi guru
dan imam di Masjidil Haram. Syaikh Junaid Al Batawi juga diakui sebagai Syaikhul
Masyayikh (Mahaguru) dari ulama-ulama madzhab Syafi'i mancanegara pada abad ke-18.
beliau pulalah yang pertama kali memperkenalkan nama Betawi di luar Indonesia
BAB III
KESIMPULAN
Muhammadiyah Al-Irsyad dan Persatuan Islam merupakan tiga serangkai organisasi Islam
pembaharu yg paling berpengaruh di Indonesia. Pada awal abad XX telah lahir sejumlah
tokoh elit Muslim. Mereka memiliki semangat pembaharuan dalam pemikiran
keagamaan. Semangat reformasi itu datang bersamaan dgn maraknya perkembangan
ide-ide reformasi yg berkembang di Timur Tengah. Pada pertengahan abad XVIII di Jazirah
Arab muncullah gerakan yg dipimpin oleh Muhammad bin Abdul Wahhab . Gerakan ini
merupakan tanggapan nyata dari pemikiran Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan muridnya
yg terkenal Ibn Qayyim Al-Jauziyah dua orang tokoh reformis Islam yg memberi ciri awal
munculnya renesans dunia Islam utk kembali kepada kemurnian Al-Quran dan AsSunnah.
Al-Irsyad berdiri setelah berdirinya Jamiat Khair yaitu organisasi yg didirikan warga
keturunan Arab di Jakarta yg hanya khusus bergerak dalam bidang pendidikan. Salah
satu tokoh penting dan sangat berpengaruh adl Ahmad Soorkatty dari keturunan Sudan
waktu itu termasuk wilayah Mesir. Ahmad Surkati dilahirkan di pulau Arqu daerah
Dunggulah Sudan. Ia sudah menghafal Al-Quran di usia mudanya berkat ketekunan dan
kasih sayang ayahnya menggembleng anaknya yg juga merupakan ulama besar yg
terkenal. Setelah ayahnya meninggal dunia ia melanjutkan belajarnya ke Al-Azhar Mesir.
Sampai kemudian melanjutkan belajar di Makkah dan dgn thesisnya tentang Al-Qadha
wal Qadar ia meraih gelar Al Allamah dgn asuhan guru besar Syaikh Muhammad bin
Yusuf Alkhayaath dan Syaikh Syuaib bin Musa Almaghribi.
Jam;iat Khair adalah sebuah organisasi social yang ditekankan bergerak di bidang
pendidikan. Jam;iat Khair pada awalnya bergerak di sekolah dasar. Sekolah dasar Jam;iat
Khair bukan semata-mata mempelajari pengetahuan agama tetapi juga mempelajari
pengetahuan umum lainnya seperti lazimnya suatu sekolah dasar biasa, misalnya
berhitung , sejarah kebudayaan islam, ilmu bumi, bahasa inggris dan sebagainya.
Kurikulum sekolah dan jenjang kelas-kelas telah disusun dan terorganisir dan bahasa
pengantar yang dipergunakan untuk mengajar dan setiap harinya yaitu bahasa Indonesia
dan bahasa melayu.
Sebelum ditetapkan sebagai kampung arab, daerah Pekojan dahulu dihuni oleh muslim
Koja (Muslim India). Sampai kini masih terdapat Gang Koja, yang telah berganti nama
menjadi Jalan Pengukiran II. Di sini terdapat sebuah Masjid kuno Al Anshor yang dibangun
pada 1648 oleh para muslim India. Tak jauh dari tempat ini, kira-kira satu kilometer
perjalanan, terdapat Masjid Kampung Baru yang dibangun pada pertengahan abad ke-18.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Bahy, Muhammad.1986. Pemikiran Islam Modern. Jakarta : Pustaka Panjimas.
Asmuni, Yusran. 1998. Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan dalam
Dunia Islam. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Hamka. 2005. Sejarah Umat Islam. Singapura : Pustaka Nasional Pte Ltd.
Nasution, Harun. 1996. Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan.

Jakarta : PT. Bulan Bintang.


Nasution, Harun. 2003. Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan.
Jakarta : PT. Bulan Bintan

http://ikhwan-perbaungan.blogspot.co.id/2014/02/makalah-al-irsyad-danjamiatul-khoir.html

Anda mungkin juga menyukai