Tugas Kasus Order Fiktif Lazada Sebesar RP 22 Juta
Tugas Kasus Order Fiktif Lazada Sebesar RP 22 Juta
Tugas Kasus Order Fiktif Lazada Sebesar RP 22 Juta
Seorang bernama Irfan Rinaldi menjelaskan soal order fiktif atas nama istrinya ke e-commerce Lazada
Indonesia. Hal ini ia sampaikan melalui Twitter pada Senin (22/1) lalu. Hal ini bermula dari sang istri
yang tidak melakukan transaksi apapun, namun mendapat notifikasi jika ada order senilai 22 juta.
Melalui akun pribadinya @IrfanRinaldi, ia menyebut bahwa sang istri tidak mendapatkan notifikasi
OTP atau One Time Password, tidak ada SMS masuk dari bank, dan tiba-tiba CS Bank menelepon soal
anomali transaksi senilai 22 juta ke Lazada. Irfan sempat menanyakan soal absennya OTP ketika
memproses pembayaran via kartu kredit. Cuitan Irfan akhirnya sampai ke Chief Marketing Officer
Lazada, Achmad Alkatiri. Sang CMO langsung menanggapi cuitan tersebut dan berargumen bahwa
OTP selalu ada jika transaksi di atas 750 ribu rupiah. Bahkan jika di bawah 750 ribu, digunakan risk
engine algo. Selanjutnya Sang CMO menanyakan apakah kartu kredit milik sang istri hilang atau tidak,
ditanggapi dengan jawaban bahwa kartu kredit masih di tangan sang istri. Hal ini ditanyakan karena si
pembobol harus tahu CV atau kode verifikasi yang jadi tiga angka terakhir di bagian belakang kartu
kredit. Akhirnya hal ini diinvestigasi dengan kesimpulan sementara bahwa si pembobol masuk ke
email sang istri untuk tahu CVV kartu kreditnya dan melakukan transaksi, dengan email yang benar-
benar sama tapa menggantinya. Hari berikutnya, Irfan akhirnya mengupdate kasus ini kembali lewat
Twitter, di mana Lazada melalui perwakitalnnya yakni Juniati Riwu yang merupakan Wakil Presiden
CS Lazada Indonesia. Dalam email tersebut, Lazada memberikan pernyataan tertulis bahwa situs e-
commerce tersebut akan memproses refund sebesar 22.475.000 Rupiah.
Sumber: https://www.merdeka.com/teknologi/kasus-order-fiktif-lazada-sebesar-22-juta-ini-
kronologisnya.html
Soal:
1. Transaksi elektronik atau transaksi secara online merupakan aplikasi yang sangat banyak
digunakan dari kegiatan siber dan hal itu memunculkan permasalahan dimana merebak pula
kejahatan siber (cyber-crime). Berikan pendapat saudara bagaimana upaya yang dapat dilakukan
untuk mencegah penyalahgunaan teknologi informasi dalam kegiatan transaksi elektronik.
Jawab:
Menurut pendapat saya, Di Indonesia, pemerintah telah mengeluarkan berbagai peraturan
hukum yang mengatur tindak pidana penipuan serta transaksi elektronik atau jual beli online.
Peraturan-peraturan tersebut antara lain termuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana,
Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999, Undang-Undang Informasi dan
Transaksi Elektronik Nomor 11 Tahun 2008, Undang-Undang Perdagangan Nomor 7 Tahun 2014,
dan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi
Keuangan. Meskipun demikian, penerapan aturan-aturan tersebut masih belum optimal di
Indonesia. Untuk mengatasi penyalahgunaan teknologi informasi dalam transaksi elektronik,
diperlukan upaya maksimal dalam mengoptimalkan peran penegak hukum. Hal ini melibatkan
peningkatan fasilitas, pengetahuan, dan pelatihan bagi aparat penegak hukum di bidang cyber
serta kerjasama dengan Internet Service Provider (ISP) untuk memperkuat keamanan sistem
informasi. Pemerintah Indonesia juga telah membentuk berbagai badan pengawasan, seperti Id-
SIRTII/CC untuk mengawasi lalu lintas data dan satgas Cybercrime yang khusus menangani tindak
pidana terkait dengan kejahatan siber. Namun, masih diperlukan peraturan yang lebih
komprehensif yang secara khusus mengatur tentang e-commerce di Indonesia. Dengan
meningkatnya transaksi jual beli online, keberadaan peraturan yang jelas dan tegas akan menjadi
landasan penting untuk menekan angka kejahatan cybercrime dalam e-commerce.
2. Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi telah merambah hingga ke sektor bisnis
dengan menjamurnya e-commerce. Analisis oleh saudara termasuk ke dalam tipe e-commerce
manakah sistem perdagangan di Lazada serta jelaskan mekanisme dari sistem tersebut.
Jawab:
Berdasarkan analisis saya, Lazada termasuk dalam kategori e-commerce Business-to-Customer
(B2C), karena tujuan utama perusahaan adalah menarik pelanggan untuk melakukan transaksi di
situs web Lazada. E-commerce tipe Business to Customer ini fokus pada penjualan eceran kepada
konsumen individu. Mekanisme sistem B2C melibatkan toko online dengan alamat website, di
mana penjual memiliki stok produk dan dapat menjualnya kepada pelanggan. Kemudahan dalam
membangun website telah menyebabkan banyaknya toko virtual yang beroperasi di dunia maya.
Tipe Business to Customer ini melibatkan proses transaksi langsung antara produsen barang atau
jasa dengan konsumen akhir, dan B2C ini dikenal karena kemampuannya dalam memberikan
informasi lebih lengkap dengan harga yang lebih terjangkau dibandingkan dengan toko ritel
konvensional. Salah satu keunggulan utama dari tipe Business to Customer adalah kebebasan
penuh yang dimiliki oleh situs e-commerce, di mana perusahaan dapat mengubah tampilan
sesuai keinginan dan bahkan membuat blog untuk meningkatkan optimisasi mesin pencari (SEO)
untuk toko online mereka.
3. Seperti halnya transaksi konvensional, dalam setiap kegiatan transaksi online maka ada hak-hak
yang harus dilindungi dari konsumen. Analisis oleh saudara hubungan antara kegiatan e-
commerce dengan hukum perlindungan konsumen apabila dikaitkan dengan kasus Lazada.
Jawab:
Menurut analisis saya, dalam studi kasus yang telah disebutkan, hubungan antara transaksi e-
commerce dan perlindungan konsumen menegaskan pentingnya perlindungan konsumen dalam
setiap transaksi jual-beli online. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1998 tentang
Perlindungan Konsumen, tujuan dari perlindungan konsumen adalah untuk memberikan
kepastian hukum yang memastikan bahwa konsumen mendapatkan perlindungan yang cukup
dalam memperoleh barang dan jasa, dengan harapan dapat meningkatkan kualitas dan mutu
barang atau jasa yang ditawarkan. Dalam kasus Lazada yang telah dijelaskan, terjadi
ketidakpenuhan terhadap hak-hak dan kewajiban konsumen serta pelaku usaha. Pelanggaran
terhadap hak konsumen ini disebabkan oleh kelalaian atau praktik kejahatan yang tidak jujur.
Undang-undang Perlindungan Konsumen menetapkan hak-hak konsumen, seperti hak atas
kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam menggunakan barang atau jasa, hak untuk
memilih, dan hak untuk mendapatkan barang serta jaminan atas barang yang dijanjikan. Di
samping itu, Undang-undang tersebut juga mengatur kewajiban dari pelaku usaha, salah satunya
adalah memberikan ganti rugi atau kompensasi jika terjadi kerugian pada konsumen. Dalam
konteks ini, konsumen memiliki hak untuk memperoleh ganti rugi atas kerugian yang dialami,
sementara pelaku usaha memiliki kewajiban untuk memberikan kompensasi kepada konsumen
yang mengalami kerugian. Pelaku usaha yang melakukan tindakan kejahatan dalam transaksi
elektronik dapat dikenakan sanksi sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik, yang menyatakan bahwa penyebaran berita bohong atau
menyesatkan yang mengakibatkan kerugian dalam transaksi elektronik dapat dikenakan pidana
penjara dan denda. Dengan demikian, pentingnya perlindungan konsumen dalam transaksi e-
commerce sangatlah jelas, dan upaya-upaya penegakan hukum serta pemberian sanksi terhadap
pelaku kejahatan merupakan langkah yang diperlukan untuk memastikan keamanan dan
kepercayaan dalam melakukan transaksi online.