LP DM

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN DIABETES MILITUS (DM)

Oleh:

Komang Onik Rasmini 20089014032

SEMESTER V

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BULELENG

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

2022
LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN DIABETES MILITUS (DM)

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Definisi
Diabetes melitus merupakan sekumpulan gangguan metabolik yang ditandai
dengan peningkatan kadar glukosa darah(hiperglikemia) akibat kerusakan
pada sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya (smelzel dan Bare,2015).
Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit atau gangguan
metabolik dengan karakteristik hipeglikemia yang terjadi karena kelainan
sekresi urin, kerja insulin, atau kedua – duanya (ADA,2017)
Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit kronik yang terjadi ketika pankreas
tidak cukup dalam memproduksi insulin atau ketika tubuh tidak efisien
menggunakan insulin itu sendiri. Insulin adalah hormon yang mengatur
kadar gula darah. Hiperglikemia atau kenaikan kadar gula darah, adalah efek
yang tidak terkontrol dari diabetes dan dalam waktu panjang dapat terjadi
kerusakan yang serius pada beberapa sistem tubuh, khususnya pada
pembuluh darah jantung (penyakit jantung koroner), mata (dapat terjadi
kebutaan), ginjal (dapat terjadi gagal ginjal) (WHO, 2011)
Diabetes Mellitus (kencing manis) adalah suatu penyakit dengan
peningkatan glukosa darah diatas normal. Dimana kadar diatur tingkatannya
oleh hormon insulin yang diproduksi oleh pankreas (Shadine, 2010)
2. Etiologi

Menurut Smeltzer 2015 Diabetes Melitus dapat diklasifikasikan


kedalam 2 kategori klinis yaitu:
1. Diabetes Melitus tergantung insulin (DM TIPE 1)
a. Genetik

Umunya penderita diabetes tidak mewarisi diabetes type 1 namun


mewarisi sebuah predisposisis atau sebuah kecendurungan
genetik kearah terjadinya diabetes type 1. Kecendurungan genetik
ini ditentukan pada individu yang memiliki type antigen HLA
(Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA ialah kumpulan gen
yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi & proses
imunnya. (Smeltzer 2015 dan bare,2015)
b. Imunologi
Pada diabetes type 1 terdapat fakta adanya sebuah respon
autoimum. Ini adalah respon abdomal dimana antibodi terarah
pada jaringan normal tubuh secara bereaksi terhadap jaringan
tersebut yang dianggapnya sebagai jaringan asing. (Smeltzer
2015 dan bare,2015)
c. Lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang
menimbulkan destruksi selbeta. (Smeltzer 2015 dan bare,2015)
2. Diabetes melitus tidak tergantung insulin (DM TIPE II)
Menurut Smeltzel 2015 Mekanisme yang tepat yang menyebabkan
resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II
masih belum diketahui. Faktor genetik memegang peranan dalam
proses terjadinya resistensi insulin.
Faktor-faktor resiko :
 Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65
th)
 Obesitas
 Riwayat keluarga

3. Patofisiologi
Menurut Smeltzer,Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe I terdapat
ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel sel beta
prankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun.Hiperglikemi puasa
terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Disamping
glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dihati meskipun
tetap berada dalam darah menimbulkan hiperglikemia prospandial.jika
kosentrasi glukosa daram darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat
menyerap kembali glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa
tersebut muncul dalam urine(glikosuria). Ketika glukosa yang
berlebihan dieksresikan kedalam urine,ekresi ini akan disertai
pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan, keadaan ini
dinamakan diuresis ostomik,sebagai akibat dari kehilangan cairan
berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dal
berkemih(poliurea),dan rasa haus (polidipsi). (Smeltzer 2015 dan
Bare,2015).Difisiensi insulin juga akan menganggu metabilisme protein
dalam lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat
mengalami peningkatan selera makan (polifagia), akibat menurunan
simpanan kalori. Gejala lainya kelelahan dan kelemahan . dalam keadaan
normal insulin mengendalikan glikogenolisis(pemecahan glikosa yang
tersimpan) dan glukoneogenesis(pembentukan glukosa baru dari asam
asam amino dan subtansi lain). Namun pada penderita difisiensi
insulin,proses ini akan terjadi tampa hambatan dan lebih lanjut akan turut
menimbulkan hipergikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan
lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang
merupakan produk smping pemecahan lemak. Badan keton merupakan
asam yang menganggu keseimbangan asam basa tubuh apabila
jumlahnya berlebih. Ketoasidosis yang disebabkan dapat menyebabkan
tanda tanda gejala seperti nyeri abdomen mual, muntah, hiperventilasi
,mafas berbaun aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan
penurunan kesadaran,koma bahkan kematian. Pemberian insulin bersama
cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat
kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi serta
ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan kadar gula darah yang
sering merupakan komponen terapi yang penting. (Smeltzer 2015 dan
Bare,2015)

DM tipe II merupakan suatu kelainan metabolik dengan karakteristik


utama adalah terjadinya hiperglikemia kronik. Meskipun pula
pewarisannya belum jelas, faktor genetik dikatakan memiliki peranan
yang sangat penting dalam munculnya DM tipe II. Faktor genetik ini
akan berinterksi dengan faktor faktor lingkungan seperti gaya hidup,
obesitas,rendah aktivitas fisik,diet, dan tingginya kadar asam lemak
bebas(Smeltzer 2015 dan Bare,2015). Mekanisme terjadinya DM tipe II
umunya disebabkan karena resistensi insulin dan sekresi insulin.
Normalnya insulin akan terkait dengan reseptor khusus pada permukaan
sel.sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut,terjadi
suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel.
Resistensi insulin DM tipe II disertai dengan penurunan reaksi intra sel.
Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi
pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin
dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah,harus terjadi
peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. (Smeltzer 2015 dan
Bare,2015).Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini
terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan
dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun
demikian, jika sel sel B tidak mampu mengimbangi peningkatan
kebutuhan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadinya
DM tipe II. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang berupakan
ciri khas DM tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang
adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton
yang menyertainya, karena itu ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada
DM tipe II, meskipun demikian, DM tipe II yang tidak terkontrol akan
menimbulkan masalah akut lainya seperti sindrom Hiperglikemik
Hiporosmolar Non-Ketotik(HHNK). (Smeltzer 2015 dan Bare,2015)
Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat(selama bertahun
tahun) dan progesif, maka DM tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi.
Jika gejalannya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan,
seperti: kelelahan, iritabilitas, poliuria,polidipsia, luka pada kulit yang
lama sembuh, infeksi vagina atau pandangan kabur (jika kadar
glukosanya sangat tinggi.). (Smeltzer 2015 dan Bare,2015).
4. W0C
5. Klasifikasi
A. Diabetes Melitus tipe 1 adalah penyakit gangguan metabolik yang ditandai
oleh kenaikan kadar gula darah akibat destruksi (kerusakan) sel beta pancreas
karena suatu sebab tertentu yang menyebabkan produksi insulin tidak ada
sama sekali sehingga penderita sangat memerlukan tambahan insulin dari
luar.
B. Diabetes Melitus tipe 2 adalah penyakit gangguan metabolik yang ditandai
oleh kenaikan kadar gula darah akibat penurunan sekresi insulin oleh sel beta
pankreas dan atau fungsi insulin (resistensi insulin)
C. Diabetes Melitus tipe lain adalah penyakit gangguan metabolik yang ditandai
oleh kenaikan kadar gula darah akibat defek genetik fungsi sel beta, defek
genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, karena obat
atau zat kimia, infeksi, sebab imunologi yang jarang, sindrom genetic lain
yang berkaitan dengan DM
D. Diabetes Melitus tipe Gestasional adalah penyakit gangguan metabolik yang
ditandai oleh kenaikan kadar gula darah yang terjadi pada wanita hamil,
biasanya terjadi pada usia 24 minggu masa kehamilan, dan setelah
melahirkan gula darah kembali normal.

6. Manifestasi Klinis

Menurut PERKENI gejala dan tanda tanda DM dapat digolongkan


menjadi 2 yaitu:

1) Gejala akut penyakit DM


Gejala penyakit DM bervariasi pada setiap, bahkan mungkin tidak
menunjukan gejala apapun sampai saat tertentu. Pemulaan gejala
yang ditunjukan meliputi:
a) Lapar yang berlebihan atau makan banyak(poliphagi)
Pada diabetes,karena insulin bermasalah pemaasukan gula
kedalam sel sel tubuh kurang sehingga energi yang dibentuk
pun kurang itun sebabnya orang menjadi lemas. Oleh karena
itu, tubuh berusaha meningkatkan asupan makanan dengan
menimbulkan rasa lapar sehingga timbulah perasaan selalu
ingin makan
b) Sering merasa haus(polidipsi)
Dengan banyaknya urin keluar, tubuh akan kekurangan air
atau dehidrasi.untu mengatasi hal tersebut timbulah rasa haus
sehingga orang ingin selalu minum dan ingin minum manis,
minuman manis akan sangat merugikan karena membuat
kadar gula semakin tinggi.
c) Jumlah urin yang dikeluarkan banyak(poliuri)

Jika kadar gula melebihi nilai normal , maka gula darah akan
keluar bersama urin,untu menjaga agar urin yang keluar, yang
mengandung gula,tak terlalu pekat, tubuh akan menarik air
sebanyak mungkin ke dalam urin sehingga volume urin yang
keluar banyak dan kencing pun sering.Jika tidak diobati maka
akan timbul gejala banyak minum, banyak kencing, nafsu
makan mulai berkurang atau berat badan turun dengan cepat
(turun 5-10 kg dalam waktu 2-4 minggu), mudah lelah dan
bila tidak lekas diobati, akan timbul rasa mual (PERKENI,
2015) .
2) Gejala kronik penyekit DM
Gejala kronik yang sering dialami oleh penderita DM (PERKENI,
2015) adalah:
a) Kesemutan
b) Kulit terasa panas atau seperti tertusuk tusuk jarum
c) Rasa tebal dikuli
d) Kram
e) Mudah mengantuk
f) Mata kabur
g) Biasanya sering ganti kaca mata
h) Gatal disekitar kemaluan terutama pada wanita
i) Gigi mudah goyah dan mudah lepas
j) Kemampuan seksual menurun
k) Dan para ibu hamil sering mengalami keguguran atau
kematian janin dalam kandungan atau dengan bayi berat lahir
lebih dari 4kg.
7. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :


1. Pemeriksaan darah

Tabel 2.1 Kadar Glukosa Darah

No Pemeriksaan Normal

1 Glukosa darah sewaktu >200 mg/dl


Glukosa darah puasa
2 Glukosa darah 2 jam setelah makan >140 mg/dl

3 >200 mg/dl

(Menurut WHO (World Health Organization) ,2015)

2. Pemeriksaan fungsi tiroid


peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat meningkatkan glukosa darah dan
kebutuhan akan insulin.
3. Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan
dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna
pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ).
4. Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai
dengan jenis kuman.

8. Penatalaksanaan
A. Penatalaksanaan Keperawatan

Menurut PERKENI 2015 komponen dalam penatalaksan DM yaitu:


a. Diet

Syarat diet hendaknya dapat:

1) Memperbaiki kesehatan umum penderita


2) Mengarahkan pada berat badan normal
3) Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetic
4) Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita
Prinsip diet DM,adalah:
1) Jumlah sesuai kebutuhan
2) Jadwal diet ketat
3) Jenis: boleh dimakan/ tidak

Dalam melaksanakan diet diabetes sehari hari hendaknya diikuti


pedoman 3 J yaitu:
1) Jumlah kalori yang diberikan harus habis,jangan dikurangi atau
ditambah
2) Jadwal diet harus sesuai dengan intervalnya
3) Jenis makanan yang manis harus dihindari

Penentuan jumlah kalori diet DM harus disesuaikan oleh status gizi


penderita,penetuan gizi dilaksankan dengan menghitung percentage of
relative body weight( BPR=berat badan normal) dengan rumus:
BPR= BB(kg) X 100%
TB(cm) -100
Keterangan :
1) Kurus (underweight) :BPR<90%
2) Normal (ideal) :BPR 90% -110%
3) Gemuk (overweight) :BPR >110%
4) Obesitas apabila :BPR> 120%
a) Obesitas ringan :BPR 120% -130%
b) Obesitas sedang :BPR 130% - 140%
c) Obesitas berat :BPR 140 – 200%
d) Morbid :BPR > 200%

b. Olahraga
Beberapa kegunaan olahraga teratur setiap hari bagi penderita DM adalah:
1) Meningkatkan kepekaan insulin, apabila dikerjakan setiap 11/2 jam
sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada penderita
dengan kegemukan atau menambah jumlah reseptor insulin dan
meningkatkan sensivitas insulin dengan reseptornya
2) Mencegah kegemukan bila ditambah olahraga pagi dan sore
3) Memperbaiki aliran perifer dan menanbah suplai oksigen
4) Meningkatkan kadar kolestrol – high density lipoprotein
5) Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka olahraga akan
dirangsang pembentukan glikogen baru
6) Menurunkan kolesterol(total) dan trigliserida dalam darah karena
pembakaran asam lemak menjadi lebih baik
c. Edukasi/penyuluhan

Harus rajin mencari banyak informasi mengenai diabetes dan


pencegahannya. Misalnya mendengarkan pesan dokter, bertanya pada
dokter, mencari artikel mengenai diabetes
d. Pemberian obat-obatan
Pemberian obat obatan dilakukan apabila pengcegahan dengan cara
(edukasi,pengaturan makan,aktivitas fisik) belum berhasil, bearti harus
diberikan obat obatan
e. Pemantauan gula darah
Pemantauan gula darah harus dilakukan secara rutin ,bertujuan untuk
mengevaluasi pemberian obat pada diabetes. Jika dengan melakukan lima
pilar diatas mencapai target,tidak akan terjadi komplikasi.
f. Melakukan perawatan luka
a) Pengertian
Melakukan tindakan perawatan menganti balutan, membersihkan luka
pada luka kotor
b) Tujuan
 Mencegah infeksi
 Membantu penyembuhan luka
c) Peralatan
 Bak Instrumen yang berisi
o Pinset Anatomi
o Pinset Chirurgis
o Gunting Debridemand
o Kasa Steril
o Kom: 3 buah
 Peralatan lain terdiri dari:
o Sarung tangan
o Gunting Plester
o Plester atau perekat
o Alkohol 70%/ wash bensin
o Desinfektant
o NaCl 0,9%
o Bengkok: 2 buah,1 buah berisi larutan desinfektan
o Verband
o Obat luka sesuai kebutuhan
d).Prosedur Pelaksanaan

 Tahap pra interaksi


o Melakukan Verifikasi program terapi
o Mencuci tangan
o Menempatkan alat di dekat pasien dengan benar
 Tahap orientasi
o Memberikan salam dan menyapa nama pasien
o Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada
keluarga/klien
o Menanyakan kesiapan klien sebelum kegiatan dilakukan.
 Tahap kerja
o Menjaga Privacy
o Mengatur posisi pasien sehingga luka dapat terlihat jelas
o Membuka peralatan
o Memakai sarung tangan
o Membasahi plaster dengan alkohol/wash bensin dan buka
dengan menggunakan pinset
o Membuka balutan lapis terluar
o Membersihkan sekitar luka dan bekas plester
o Membuka balutan lapis dalam
o Menekan tepi luka (sepanjang luka) untuk mengeluarkan
pus
o Melakukan debridement
o Membersihkan luka dengan menggunakan cairan NaCl
o Melakukan kompres desinfektant dan tutup dengan kassa
o Memasang plester atau verband
o Merapikan pasien
 Tahap Terminasi
o Melakukan evaluasi tindakan yang dilakukan
o Berpamitan dengan klien
o Membereskan alat-alat
o Mencuci tangan
o Mencatat kegiatan dalam lembar/ catatan keperawatan
g. Melakukan observasi tingkat kesadaran dan tanda tanda vital
h. Menjaga intake cairan elektrolit dan nutrisi jangan sampai terjadi
hiperhidrasi
i. Mengelola pemberian obat sesuai program

9. Penatalaksanaan Medis
a. Terapi dengan Insulin

Terapi farmakologi untuk pasien diabetes melitus geriatri tidak berbeda


dengan pasien dewasa sesuai dengan algoritma, dimulai dari monoterapi
untuk terapi kombinasi yang digunakan dalam mempertahankan kontrol
glikemik. Apabila terapi kombinasi oral gagal dalam mengontrol glikemik
maka pengobatan diganti menjadi insulin setiap harinya. Meskipun
aturanpengobatan insulin pada pasien lanjut usia tidak berbeda dengan
pasien dewasa, prevalensi lebih tinggi dari faktor-faktor yang
meningkatkan risiko hipoglikemia yang dapat menjadi masalah bagi
penderita diabetes pasien lanjut usia. Alat yang digunakan untuk
menentukan dosis insulin yang tepat yaitu dengan menggunakan jarum
suntik insulin premixed atau predrawn yang dapat digunakan dalam terapi
insulin. 16 Lama kerja insulin beragam antar individu sehingga diperlukan
penyesuaian dosis pada tiap pasien. Oleh karena itu, jenis insulin dan
frekuensi penyuntikannya ditentukan secara individual.
Umumnya pasien diabetes melitus memerlukan insulin kerja sedang pada
awalnya, kemudian ditambahkan insulin kerja singkat untuk mengatasi
hiperglikemia setelah makan. Namun, karena tidak mudah bagi pasien
untuk mencampurnya sendiri, maka tersedia campuran tetap dari kedua
jenis insulin regular (R) dan insulin kerja sedang ,Idealnya insulin
digunakan sesuai dengan keadaan fisiologis tubuh, terapi insulin diberikan
sekali untuk kebutuhan basal dan tiga kali dengan insulin prandial untuk
kebutuhan setelah makan. Namun demikian, terapi insulin yang diberikan
dapat divariasikan sesuai dengan kenyamanan penderita selama terapi
insulin mendekati kebutuhan fisiologis.
b. Obat Antidiabetik Oral
1. Sulfonilurea

Pada pasien lanjut usia lebih dianjurkan menggunakan OAD generasi


kedua yaitu glipizid dan gliburid sebab resorbsi lebih cepat, karena
adanya non ionic-binding dengan albumin sehingga resiko interaksi
obat berkurang demikian juga resiko hiponatremi dan hipoglikemia

lebih rendah. Dosis dimulai dengan dosis rendah. Glipizid lebih


dianjurkan karena metabolitnya tidak aktif sedangkan 18 metabolit
gliburid bersifat aktif.Glipizide dan gliklazid memiliki sistem kerja
metabolit yang lebih pendek atau metabolit tidak aktif yang lebih
sesuai digunakan pada pasien diabetes geriatri. Generasi terbaru
sulfoniluera ini selain merangsang pelepasan insulin dari fungsi sel
beta pankreas juga memiliki tambahan efek ekstrapankreatik.
2. Golongan Biguanid Metformi
pada pasien lanjut usia tidak menyebabkan hipoglekimia jika
digunakan tanpa obat lain, namun harus digunakan secara hati-hati
pada pasien lanjut usia karena dapat menyebabkan anorexia dan
kehilangan berat badan. Pasien lanjut usia harus memeriksakan
kreatinin terlebih dahulu. Serum kretinin yang rendah disebakan
karena massa otot yang rendah pada orangtua.
3. Penghambat Alfa Glukosidase/Acarbose
Obat ini merupakan obat oral yang menghambat alfaglukosidase, suatu
enzim pada lapisan sel usus, yang mempengaruhi digesti sukrosa dan
karbohidrat kompleks. Sehingga mengurangi absorb karbohidrat dan
menghasilkan penurunan peningkatan glukosa postprandial.Walaupun
kurang efektif dibandingkan golongan obat yang lain, obat tersebut
dapat dipertimbangkan pada pasien lanjut usia yang mengalami
diabetes 19 ringan. Efek samping gastrointestinal dapat membatasi
terapi tetapi juga bermanfaat bagi mereka yang menderita sembelit.
Fungsi hati akan terganggu pada dosis tinggi, tetapi hal tersebut tidak
menjadi masalah klinis.

4. Thiazolidinediones Thiazolidinediones
memiliki tingkat kepekaan insulin yang baik dan dapat meningkatkan
efek insulin dengan mengaktifkan PPAR alpha reseptor. Rosiglitazone
telah terbukti aman dan efektif untuk pasien lanjut usia dan tidak
menyebabkan hipoglekimia. Namun, harus dihindari pada pasien
dengan gagal jantung. Thiazolidinediones adalah obat yang relatif .
10. Komplikasi

Kadar glukosa darah yang tidak terkontrol pada penderita DM tipe II akan
menyebabkan berbagai komplikasi. Komplikasi DM tipe II terbagi menjadi
dua berdasarkan lama terjadinya yaitu komplikasi akut dan komplikasi kronik
(Smeltzel dan Bare, 2015; PERKENI , 2015)
a. Komplikasi Akut
o Ketoasidosis Diabetik (KAD)
KAD merupakan komplikasi akut DM yang di tandai dengan peningkatan
kadar glukosa darah yang tinggi (300-600 mg/dl), disertai dengan adanya
tanda dan gejala asidosis dan plasma keton (+) kuat. Osmolaritas plasma
meningkat (300-320 mOs/Ml) dan terjadi peningkatan anion gap
(PERKENI,2015).
o Hipoglikemi
Hipoglikemi ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah hingga
mencapai <60 mg/dL. Gejala hipoglikemia terdiri dari gejala adrenergik
(berdebar, banyak keringat, gemetar, rasa lapar) dan gejala neuro-
glikopenik (pusing, gelisah, kesadaran menurun sampai koma) (PERKENI,
2015).
o Hiperosmolar Non Ketonik (HNK)

Pada keadaan ini terjadi peningkatan glukosa darah sangat tinggi (600-
1200 mg/dl), tanpa tanda dan gejala asidosis,osmolaritas plasma sangat
meningkat (330-380 mOs/ml),plasma keton (+/-), anion gap normal atau
sedikit meningkat (PERKENI, 2015).
b. Komplikasi Kronis (Menahun)
Menurut Smeltzer 2015,kategori umum komplikasi jangka panjang terdiri
dari:
o Makroangiopati: pembuluh darah jantung, pembuluh darah tepi,
pembuluh darah otak
o Mikroangiopati: pembuluh darah kapiler retina mata (retinopati diabetik)
dan Pembuluh darah kapiler ginjal (nefropati diabetik)
o Neuropatid : suatu kondisi yang mempengaruhi sistem saraf, di mana
serat-serat saraf menjadi rusak sebagai akibat dari cedera atau penyakit
o Komplikasi dengan mekanisme gabungan: rentan infeksi,
o Ulkus

a. Konsep Penyakit Ulkus Diabetikum Pada Diabetes Mellitus Tipe 2


1. Pengertian

Ulkus diabetikum merupakan kerusakan yang terjadi sebagian


(Partial Thickness) atau keseluruhan (Full Thickness) pada daerah
kulit yang meluas ke jaringan bawah kulit, tendon, otot, tulang atau
persendian yang terjadi pada seseorang yang menderita penyakit
Diabetes Melitus (DM), kondisi ini timbul akibat dari peningkatan
kadar gula darah yang tinggi. Apabila ulkus kaki berlangsung lama,
tidak dilakukan penatalaksanaan dan tidak sembuh, luka akan
menjadi terinfeksi. Ulkus kaki, infeksi, neuroarthropati dan
penyakit arteri perifer merupakan penyebab terjadinya gangren dan
amputasi ekstremitas pada bagian bawah.
2. Penyebab ulkus diabetikum
Penyebab dari ulkus kaki diabetik ada beberapa komponen yaitu
meliputi neuropati sensori perifer, trauma, deformitas, iskemia,
pembentukan kalus, infeksi dan edema. faktor penyebab terjadinya
ulkus diabetikum terdiri dari 2 faktor yaitu faktor endogen dan
eksogen. Faktor endogen yaitu genetik metabolik, angiopati
diabetik, neuopati diabetik sedangkan faktor eksogen yaitu trauma,
infeksi, dan obat.
3. Klasifikasi ulkus diabetikum
Klasifikasi ulkus diabetik adalah sebagai berikut:
 Derajat 0 : Tidak ada lesi yang terbuka, luka masih dalam
keadaan utuh dengan adanya kemungkinan disertai kelainan
bentuk kaki seperti “claw, callus” Derajat I : Ulkus superfisial
yang terbatas pada kulit.
 Derajat II : Ulkus dalam yang menembus tendon dan tulang.
 Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa adanya
osteomielitis.
 Derajat IV : Gangren yang terdapat pada jari kaki atau bagian
distal kaki dengan atau tanpa adanya selulitis.
 Derajat V : Gangren yang terjadi pada seluruh kaki atau
sebagian pada tungkai.
B. ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
Asuhan keperawatan pada tahap pertama yaitu pengkajian. Dalam pengkajian
perlu dikaji biodata pasien dan data data untuk menunjang diagnosa. Data
tersebut harus seakurat akuratnya, agar dapat digunakan dalam tahap
berikutnya, meliputi nama pasien,umur, keluhan utama
2. Riwayat Kesehata
a. Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan nyeri, kesemutan pada
esktremitas,luka yang sukar sembuh Sakit kepala, menyatakan seperti mau
muntah, kesemutan, lemah otot, disorientasi, letargi, koma dan bingung.
b. Riwayat kesehatan lalu
Biasanya klien DM mempunyai Riwayat hipertensi, penyakit jantung
seperti Infark miokard.

c. Riwayat kesehatan keluarga


Biasanya Ada riwayat anggota keluarga yang menderita DM.

3. Pengkajian Pola Gordon


a. Pola persepsi
Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan persepsi dan
tatalaksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak
gangren pada kaki diabetik, sehingga menimbulkan persepsi negatif
terhadap diri dan kecendurangan untuk tidak mematuhi prosedur
pengobatan dan perawatan yang lama,lebih dari 6 juta dari penderita DM
tidak menyadari akan terjadinya resiko kaki diabetik bahkan mereka takut
akan terjadinya amputasi (Debra Clair,Jounal Februari 201)
b. Pola nutrisi metabolik
Akibat produksi insulin yang tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin
maka kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga menimbulkan
keluhan sering kencing, banyak makan, banyak minum, berat badan
menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan
terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengarui
status kesehatan penderita. Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor
kulit jelek , mual muntah.
c. Pola eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang
menyebabkan pasien sering kencing(poliuri) dan pengeluaran glukosa
pada urine(glukosuria). Pada eliminasi alvi relatif tidak ada gangguan.
d. Pola ativitas dan latihan
e. Persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh menyebabkan penderita
mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang sukar sembuh ,
lamanya perawatan, banyaknya baiaya perawatan dan pengobatan
menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan peran pada
keluarga (self esteem)
f. Peran hubungan
Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan penderita
malu dan menarik diri dari pergaulan.
g. Seksualitas
Angiopati daoat terjadi pada pebuluh darah diorgan reproduksi sehingga
menyebabkan gangguan potensi sek,gangguan kualitas maupun ereksi seta
memberi dampak dalam proses ejakulasi serta orgasme. Adanya perdangan

pada vagina, serta orgasme menurun dan terjadi impoten pada pria. Risiko
lebih tinggi terkena kanker prostat berhubungan dengan nefropatai.
h. Koping toleransi
Lamanya waktu perawatan,perjalannya penyakit kronik, persaan tidak
berdaya karena ketergantungan menyebabkan reasi psikologis yang
negatif berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung, dapat menyebabkan
penderita tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang
kontruktif/adaptif.
i. Nilai kepercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta luka
pada kaki tidak menghambat penderita dalam melaksanakan ibadah tetapi
mempengarui pola ibadah penderita.
4. Pemeriksaan fisik

a. Pemeriksaan Vital Sign


Yang terdiri dari tekanan darah, nadi, pernafasan, dan suhu. Tekanan darah
dan pernafasan pada pasien dengan pasien DM bisa tinggi atau normal,
Nadi dalam batas normal, sedangkan suhu akan mengalami perubahan jika
terjadi infeksi.
b. Pemeriksaan Kulit
Kulit akan tampak pucat karena Hb kurang dari normal dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit akan tidak elastis. kalau sudah terjadi
komplikasi kulit terasa gatal.
c. Pemeriksaan Kepala dan Leher

Kaji bentuk kepala,keadaan rambut Biasanya tidak terjadi pembesaran


kelenjar tiroid, kelenjar getah bening, dan JVP (Jugularis Venous
Pressure) normal 5-2 cmH2.
d. Pemeriksaan Dada (Thorak)
Pada pasien dengan penurunan kesadaran acidosis metabolic pernafasan
cepat dan dalam.
e. Pemeriksaan Jantung (Cardiovaskuler)
Pada keadaan lanjut bisa terjadi adanya kegagalan sirkulasi.
f. PemriksaanAbdomen Dalam batasnormal
g. Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus Sering BAK
h. Pemeriksaan Muskuloskeletal

Sering merasa lelah dalam melakukan aktifitas, sering merasa kesemutan


i. Pemeriksaan Ekstremitas
Kadang terdapat luka pada ekstermitas bawah bisa terasa nyeri, bisa terasa
baal
j. Pemeriksaan Neurologi
GCS :15, Kesadaran Compos mentis Cooperative(CMC)
5. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakstabilan gula darah berhubungan dengan resistensi insulin
2. Nyeri Akut berhubungan dengan Agen cedera fisik
3. Infeksi b.d peningkatan Leukosit
4. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan imobilitas

27
28
6. RENCANA KEPERAWATAN
N DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI
O
1 Ketidakstabilan gula Setelah dilakukan tindakan keperawatan  Manajemen hiperglikemia
darah selama 1x 24 jam maka ketidakstabilan gula Observasi :
b.d resistensi insulin darah membaik
KH : - Identifikasi kemungkinan penyebab
hiperglikemia
 Kestabilan kadar glukosa darah - Monitor tanda dan gejala hiperglikemia
membaik
Terapeutik :
 Status nutrisi membaik
 Tingkat pengetahuan - Berikan asupan cairan oral
meningkat
Edukasi :
- Ajurkan kepatuhan terhadap diet dan
olah raga
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian insulin 6 Iu

 Edukasi program pengobatan


Observasi :
- Identifikasi pengobatan yang
direkomendasi
Terapeutik :
- Berikan dukungan untuk menjalani
program pengobatan dengan baik dan

29
benar
Edukasi:
- Jelaskan mamfaat dan efek samping
pengobatan
- Anjurkan mengosomsi obat sesuai
indikasi

2 Nyeri Akut b.d Agen cedera Setelah dilakukan tindakan Keperawatan 1  Manajemen nyeri
fisik x24 jam diharapkan nyeri menurun
KH : Observasi :
 Tingkat nyeri menurun - Identifikasi identifikasi lokasi,
 Penyembuhan luka membaik karakteristik, durasi, frekuensi,
 Tingkat cidera menurun kualitas,intensitas nyeri
- Identifikasi skala nyeri
Terapeutik :
- Berikan teknik non farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

Edukasi:
- Jelaskan penyebab dan periode dan
pemicu nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik

30
 Edukasi teknik nafas dalam
Observasi :
- Identifikasi kesiapan dan kemampuan
menerima informasi
Terapeutik :
- Sediakan materi dan media pendidikan
kesehatan
Edukasi:
- Jelaskan tujuan dan mamafaat teknik
nafas dalam
- Jelaskan prosedur teknik nafas dalam

3 Infeksi b.d peningkatan Setelah dilakukan tintdakan keperawatan  Pengcegahan Infeksi


Leukosit selama 1x 24 jam maka tingkat infeksi
menurun Observasi
KH : - Monitor tanda dan gejala infeksi lokal
 Tingkat nyeri menurun dan sistematik
 Integritas kulit dan jaringan
membaik Terapetik
 Kontrol resiko meningkat
- Berikan perawatan kulit pada area
edema
- Cuci tangan sebelum dan sesudah
kontak dengan pasien dan lingkungan
pasien

31
Edukasi
- Jelaskan tanda dan gejala infeksi
- Ajarkan cara memeriksa kondisi luka
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik

 Perawatan luka
Observasi :
- Monitor karakteristik luka (drainase,
warna ukuran, bau)
- Monitor tanda tanda infeksi
Terapeutik :
- Lepaskan balutan dan plester seccara
perlahan
- Bersihkan dengan Nacl
- Bersihkan jaringan nikrotik
- Berikan salaf yang sesuai kekulit
- Pertahan teknik steril saat
melakkanperawtan luka

Edukasi:
- Jelaskan tanda,gejala infeksi
Kolaborasi:
- Kolaborasi prosedur debridement

32
4 Intoleransi Aktivitas b.d Setelah dilakukan tintdakan keperawatan  Terapi aktivitas
imobilitas selama 1x 24 jam intoleransi aktivitas
membaik Observasi :
KH : - Identifikasi defisit tingkat aktivitas
 Toleransi aktivitas membaik - Identifikasi kemapuan berpartisipasi
 Tingkat keletihan menurun dalam aktivitas tertentu

Terapeutik :
- Fasilitasi pasien dan keluarga
dalam menyesuiakan lingkungan
untuk mengakomodasi aktivitas
yang di pilih
- Libatkan keluarga dalam aktivitas
Edukasi:
- Ajarkan cara melakukan aktivitas
yang dipilih

 Manajenen program latihan


Observasi :
- Identifikasi pengetahuan dan
pengalaman aktivitas fisik
sebelumnya
- Identifikasi kemampuan pasien
beraktivitas

Terapeutik :
- Motivasi untuk memulai/
33
melanjutkan aktivitas fisik
Edukasi:
- Jelaskan mamnfaat aktivitas fisik

34
7. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Implementasi keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang dilakukan

oleh perawat maupun tenaga medis lain untuk membantu pasien dalam

proses penyembuhan dan perawatan serta masalah kesehatan yang dihadapi

pasien yang sebelumnya disusun dalam rencana keperawatan (Nursallam,

2011).

8. EVALUASI

Menurut Nursalam, 2011 , evaluasi keperawatan terdiri dari dua jenis yaitu :

1. Evaluasi formatif. Evaluasi ini disebut juga evaluasi berjalan dimana

evaluasi dilakukan sampai dengan tujuan tercapai

2. Evaluasi somatif , merupakan evaluasi akhir dimana dalam metode

evaluasi ini menggunakan SOAP.


DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association (ADA), (2013). Diakses tgl 11


juni 2017 Diabetes bacic. Http://www.diabetes.org/
diabetes-bacics

Biologi Gonzaga.(2010). Diakses tanggal 02 Februari 2010.


http://biologigonz.blogspost.com

(IDF). (2015) . Idf diabetes altas sixth edition. Diakses pada tanggal 15 april
2016 dari http://www.idf.org/sites/default/files/Atlas-poster-2015_EN.pdf

PERKERNI.(2015).Konsensus pengelolaan dan pencegahan Diabetes Melitus


Tipe 2 di Indonesia. Jakarta :PERKERNI

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas ).2017. Badan penelitian dan


pengembangan Kesehatan

PPNI DPP SDKI Pokja Tim, 2018. Standar Diagnosia Keperawatan


Indonesia Edisi 1 : Jakarta: DPP PPNI

PPNI DPP SIKI Pokja Tim, 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Edisi 1 : Jakarta: DPP PPNI

PPNI DPP SLKI Pokja Tim, 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia
Edisi 1 : Jakarta: DPP PPNI

Shadine,M,2010. Mengenal Penyakit Diabetes Melitus. Jakarta : Penebit Keenbooks

Smeltzer, S.C dan B,G Bare. 2015. Baru Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth. Jakarta : EGC

Tarwoto, dkk, 2012. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem


Endokrin. Jakarta: Trans Info Mediaq

Anda mungkin juga menyukai