LP Diabetes Mellitus

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MELITUS

A. KONSEP PENYAKIT
1. DEFINISI
Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan atau mengalihkan” (siphon).
Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna manis atau madu. Penyakit diabetes melitus
dapat diartikan individu yang mengalirkan volume urine yang banyak dengan kadar glukosa
tinggi. Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai dengan ketidakadaan
absolute insulin atau penurunan relative insensitivitas sel terhadap insulin (Corwin, 2009).
Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan
metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata,
ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan
mikroskop elektron (Mansjoer dkk, 2007)
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2005, diabetus merupakan suatu
kelompok panyakit metabolik dengan karakterristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan
sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
Diabetes Mellitus (DM) adalah kelainan defisiensi dari insulin dan kehilangan toleransi
terhadap glukosa ( Rab, 2008)
DM merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kelainan kadar glukosa
dalam darah atau hiperglikemia yang disebabkan defisiensi insulin atau akibat kerja insulin yang
tidak adekuat (Brunner & Suddart, 2002).

2. KLASIFIKASI
Dokumen konsesus tahun 1997 oleh American Diabetes Association’s Expert Committee
on the Diagnosis and Classification of Diabetes Melitus, menjabarkan 4 kategori utama diabetes,
yaitu: (Corwin, 2009)
1. Tipe I: Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM)/ Diabetes Melitus tergantung
insulin (DMTI)
Lima persen sampai sepuluh persen penderita diabetik adalah tipe I. Sel-sel
beta dari pankreas yang normalnya menghasilkan insulin dihancurkan oleh proses
autoimun. Diperlukan suntikan insulin untuk mengontrol kadar gula darah.
Awitannya mendadak biasanya terjadi sebelum usia 30 tahun.
2. Tipe II: Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)/ Diabetes Mellitus tak
tergantung insulin (DMTTI)
Sembilan puluh persen sampai 95% penderita diabetik adalah tipe II.Kondisi
ini diakibatkan oleh penurunan sensitivitas terhadap insulin (resisten insulin) atau
akibat penurunan jumlah pembentukan insulin. Pengobatan pertama adalah dengan
diit dan olah raga, jika kenaikan kadar glukosa darah menetap, suplemen dengan
preparat hipoglikemik (suntikan insulin dibutuhkan, jika preparat oral tidak dapat
mengontrol hiperglikemia). Terjadi paling sering pada mereka yang berusia lebih
dari 30 tahun dan pada mereka yang obesitas.
3. DM tipe lain
Karena kelainan genetik, penyakit pankreas (trauma pankreatik), obat, infeksi,
antibodi, sindroma penyakit lain, dan penyakit dengan karakteristik gangguan
endokrin.
4. Diabetes Kehamilan: Gestasional Diabetes Melitus (GDM)
Diabetes yang terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak mengidap
diabetes.

3. ETIOLOGI
1. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)
a. Faktor genetic :
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi
mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya
diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang
memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA
merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi
dan proses imun lainnya.
b. Faktor imunologi :
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini
merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal
tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya
seolah-olah sebagai jaringan asing.
c. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai
contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat
memicu proses autoimun yang dapat menimbulkan destuksi sel β pancreas.
2. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic
diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai
pola familiar yang kuat.DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin
maupun dalam kerja insulin.Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel
sasaran terhadap kerja insulin.Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-
reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang
meningkatkan transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien dengan
DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat
disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada
membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek reseptor
insulin dengan system transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan
dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada
akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan
euglikemia (Price, 1995 cit Indriastuti 2008). Diabetes Melitus tipe II disebut juga
Diabetes Melitus tidak tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent
Diabetes Melitus (NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-
bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi
terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II,
diantaranya adalah:
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
d. Kelompok etnik

4. PATOFISIOLOGI
Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk
menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun.
Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak terukur oleh hati.Di
samping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun
tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat menyerap
kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam
urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke dalam urin, ekskresi
ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan
diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami
peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan 
(polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan
kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan
glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari dari asam-
asam amino dan substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan
terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping
itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton
yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang
menggangu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis
yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen,
mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan
menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian insulin bersama
cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik
tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai
pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan komponen terapi yang penting.
Diabetes tipe II.Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan
dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin
akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin
dengan resptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di
dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel
ini.
Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan
glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya glukosa dalam
darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita
toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan
kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat.
Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan
insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun terjadi
gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM tipe II, namun masih terdapat
insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi
badan keton yang menyertainya.Karena itu ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes
tipe II.Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan
masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketoik
(HHNK).
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia lebih dari
30 tahun dan obesitas.Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama
bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa
terdeteksi.Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat
mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka pada kulit yang lama sembuh-
sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika kadra glukosanya sangat tinggi).
Pathway Diabetes Melitus

5. MANIFESTASI KLINIS
1. Diabetes Tipe I
a. hiperglikemia berpuasa
b.  glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia
c. keletihan dan kelemahan
d.  ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi, nafas bau
buah, ada perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)
2. Diabetes Tipe II
a. lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
b. gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung, poliuria,
polidipsia, luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi vaginal, penglihatan
kabur
c. komplikasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular perifer)

6. DATA PENUNJANG
1. Glukosa darah: gula darah puasa > 130 ml/dl, tes toleransi glukosa > 200 mg/dl, 2
jam setelah pemberian glukosa.
2. Aseton plasma (keton) positif secara mencolok.
3. Asam lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meningkat
4. Osmolalitas serum: meningkat tapi biasanya < 330 mOsm/I
5. Elektrolit: Na mungkin normal, meningkat atau menurun, K normal atau peningkatan
semu selanjutnya akan menurun, fosfor sering menurun.
6. Gas darah arteri: menunjukkan Ph rendah dan penurunan HCO3
7. Trombosit darah: Ht meningkat (dehidrasi), leukositosis dan hemokonsentrasi
merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
8. Ureum/kreatinin: mungkin meningkat atau normal
9. Insulin darah: mungkin menurun/ tidak ada (Tipe I) atau normal sampai tinggi (Tipe
II)
10. Urine: gula dan aseton positif
11. Kultur dan sensitivitas: kemungkinan adanya ISK, infeksi pernafasan dan infeksi
luka.

7. KOMPLIKASI
Komplikasi yang berkaitan dengan kedua tipe DM (Diabetes Melitus) digolongkan sebagai
akut dan kronik (Mansjoer dkk, 2007)
1. Komplikasi akut
Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan jangka pendek dari
glukosa darah
a. HIPOGLIKEMIA/ KOMA HIPOGLIKEMIA
Hipoglikemik adalah kadar gula darah yang rendah. Kadar gula darah
yang normal 60-100 mg% yang bergantung pada berbagai keadaan.Salah satu
bentuk dari kegawatan hipoglikemik adalah koma hipoglikemik. Pada kasus
spoor atau koma yang tidak diketahui sebabnya maka harus dicurigai sebagai
suatu hipoglikemik dan merupakan alasan untuk pembarian glukosa. Koma
hipoglikemik biasanya disebabkan oleh overdosis insulin.Selain itu dapat pula
disebabkan oleh karana terlambat makan atau olahraga yang berlebih.
Diagnosa dibuat dari tanda klinis dengan gejala hipoglikemik terjadi bila
kadar gula darah dibawah 50 mg% atau 40 mg% pada pemeriksaaan darah jari.
Penatalaksanaan kegawat daruratan:
1) Pengatasan hipoglikemi dapat diberikan bolus glukosa 40% dan biasanya
kembali sadar pada pasien dengan tipe 1.
2) Tiap keadaan hipoglikemia harus diberikan 50 cc D50 W dalam waktu 3-
5 menit dan nilai status pasien dilanjutkan dengan D5 W atau D10 W
bergantung pada tingkat hipoglikemia
3) Pada hipoglikemik yang disebabkan oleh pemberian long-acting insulin
dan pemberian diabetic oral maka diperlukan infuse yang berkelanjutan.
4) Hipoglikemi yang disebabkan oleh kegagalan glikoneogenesis yang
terjadi pada penyakit hati, ginjal, dan jantung maka harus diatasi factor
penyebab kegagalan ketiga organ ini.
b. SINDROM HIPERGLIKEMIK HIPEROSMOLAR NON KETOTIK
(HHNC/ HONK).
HONK adalah keadaan hiperglikemi dan hiperosmoliti tanpa terdapatnya
ketosis. Konsentrasi gula darah lebih dari 600 mg bahkan sampai 2000, tidak
terdapat aseton, osmolitas darah tinggi melewati 350 mOsm perkilogram, tidak
terdapat asidosis dan fungsi ginjal pada umumnya terganggu dimana BUN
banding kreatinin lebih dari 30 : 1, elektrolit natrium berkisar antara 100 – 150
mEq per liter kalium bervariasi.
Penatalaksanan kegawat daruratan:
Terapi sama dengan KAD (Ketoasidosis Diabetic) dengan skema
IV Cairan
1 sampai 12 jam NaCl 0,9% bila natrium 130 mEq/liter atau osmolitas plasma
330 mOsm/liter
NaCl 0.45% bila diatas 145 mEq/liter

Dibutuhkan 8 sampai 12 liter dari cairan selama 24 jam


menggantikan air yang hilang selama 12 jam

Bila gula darah 250 sampai 300 mg/dl berikan 5% dekstrose


Insulin
Permulaan Jam IV bolus 0.15 unit/kg RI
berikutnya 5 sampai 7 unit/jam RI
Elektrolit
Permulaan Bila serum K+ lebih besar dari 3.5
mEq/liter berikan 40 mEq/liter secara secara intravena untuk
mempertahankan kadar cairan setengahdari KCl dan
setengah dari KPO4

Jam kedua dan Bila jumlah urin cukup dan serum kalsium kurang dari 5.5
jam berikutnya mEq/liter, berikan 20-30 mEq/liter K+

Untuk mengatasi dehidrasi diberikan cairan 2 jam pertama 1 - 2 liter


NaCl 0,2 %. Sesudah inisial ini diberikan 6 – 8 liter per 12 jam. Untuk
mengatasi hipokalemi dapat diberikan kalium.Insulin lebih sensitive
dibandingkan ketoasidosis diabetic dan harus dicegah kemungkinan
hipoglikemi. Oleh karena itu, harus dimonitoring dengan hati – hati yang
diberikan adalah insulin regular, tidak ada standar tertentu, hanya dapat
diberikan 1 – 5 unit per jam dan bergantung pada reaksi. Pengobatan tidak
hanya dengan insulin saja akan tetapi diberikan infuse untuk menyeimbangkan
pemberian cairan dari ekstraseluler keintraseluler.
c. KETOASIDOSIS DIABETIC (KAD)
DM Ketoasidosis adalah komplikasi akut diabetes mellitus yang ditandai
dengan dehidrasi, kehilangan elektrolit dan asidosis.
Tidak adanya insulin atau tidak cukupnya  jumlah insulin yang nyata,
yang dapat disebabkan oleh :
1) Insulin tidak diberikan atau diberikan dengan dosis yang dikurangi
2) Keadaan sakit atau infeksi
3) Manifestasi pertama pada penyakit diabetes yang tidak terdiagnosis dan
tidak diobati.
Rehidrasi
1) Jam pertamaberi infuse 200 – 1000 cc/ jam dengan NaCl 0,9 %
bergantung pada tingkat dehidrasi
2) Jam kedua dan jam berikutnya 200 – 1000 cc NaCl 0,45 % bergantung
pada tingkat dehidrasi
3) 12 jam pertama berikan dekstrosa 5 % bila kadar gula darah antara 200 –
300 mg/ 100 cc, ganti dengan dextrose 10 % bila kadar gula darah sampai
150 mg/ 100 cc.
Kehilangan elektrolit.Pemberian Kalium lewat infus harus dilakukan meskipun
konsentrasi kalium dalam plasma normal.
Elektrolit
Permulaan Bila serum K+ lebih besar dari 3.5
mEq/liter berikan 40 mEq/liter secara secara
intravena untuk mempertahankan kadar cairan
setengahdari KCl dan setengah dari KPO4

Jam kedua dan Bila jumlah urin cukup dan serum kalsium
jam berikutnya kurang dari 5.5 mEq/liter, berikan 20-30
mEq/liter K+
Insulin
Skema pemberian insulin adalah sebagai berikut:
2. Komplikasi kronik
Umumnya terjadi 10 sampai 15 tahun setelah awitan.
a. Makrovaskular (penyakit pembuluh darah besar), mengenai sirkulasi koroner,
vaskular perifer dan vaskular serebral.
b. Mikrovaskular (penyakit pembuluh darah kecil), mengenai mata (retinopati)
dan ginjal (nefropati). Kontrol kadar glukosa darah untuk memperlambat atau
menunda awitan baik komplikasi mikrovaskular maupun makrovaskular.
c. Penyakit neuropati, mengenai saraf sensorik-motorik dan autonomi serta
menunjang masalah seperti impotensi dan ulkus pada kaki.
d. Rentan infeksi, seperti tuberkulosis paru dan infeksi saluran kemih
e. Ulkus/ gangren/ kaki diabetik

8. PENATALAKSANAAN
1. Medis
Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar
glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta
neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar glukosa
darah normal tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktivitas
pasien. Ada lima komponen dalam penatalaksanaan DM, yaitu :
a. Diet
Syarat diet DM hendaknya dapat :
1) Memperbaiki kesehatan umum penderita
2) Mengarahkan pada berat badan normal
3) Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik
4) Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita
5) Menarik dan mudah diberikan
Prinsip diet DM, adalah :
1) Jumlah sesuai kebutuhan
2) Jadwal diet ketat
3) Jenis : boleh dimakan / tidak
Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti pedoman 3 J
yaitu:
1) jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan  dikurangi atau
ditambah
2) jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya
3) jenis makanan yang manis harus dihindari
Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Mellitus harus disesuaikan oleh status
gizi penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung Percentage of
Relative Body Weight (BBR = berat badan normal) dengan rumus :

    
1) Kurus (underweight)    BBR < 90 %
2) Normal (ideal)              BBR 90% - 110%
3) Gemuk (overweight)    BBR > 110%
4) Obesitas apabila         BBR > 120%
a) Obesitas ringan        BBR 120 % - 130%
b) Obesitas sedang      BBR 130% - 140%
c) Obesitas berat          BBR 140% -  200%
d) Morbid                    BBR >200 %
Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk penderita  
DM yang bekerja biasa adalah :
1) Kurus (underweight)    BB X 40-60 kalori sehari
2) Normal (ideal)              BB X 30 kalori sehari
3) Gemuk (overweight)    BB X 20 kalori sehari
4) Obesitas apabila          BB X 10-15 kalori sehari

b. Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah :
1) Meningkatkan kepekaan insulin, apabila dikerjakan setiap 1 1/2  jam
sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada penderita
dengan kegemukan atau menambah jumlah reseptor insulin dan
meningkatkan sensivitas insulin dengan reseptornya.
2) Mencegah kegemukan bila ditambah latihan pagi dan sore
3) Memperbaiki aliran perifer dan menambah suplai oksigen
4) Meningkatkan kadar kolesterol – high density lipoprotein
5) Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan
dirangsang pembentukan glikogen baru.
6) Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena
pembakaran asam lemak menjadi lebih baik.
c. Penyuluhan
Penyuluhan merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada
penderita DM, melalui bermacam-macam cara atau media misalnya: leaflet,
poster, TV, kaset video, diskusi kelompok, dan sebagainya.
d. Obat
1) Mekanisme kerja sulfanilurea
Obat ini bekerja dengan cara menstimulasi pelepasan insulin yang
tersimpan, menurunkan ambang sekresi insulin dam meningkatkan
sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa. Obat golongan ini
biasanya diberikan pada penderita dengan berat badan normal dan masih
bisa dipakai pada pasien yang berat badannya sedikit lebih.
2) Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain
yang dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu :
a) Biguanida pada tingkat prereseptor → ekstra pankreatik
 Menghambat absorpsi karbohidrat
 Menghambat glukoneogenesis di hati
 Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
b) Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor
insulin
c) Biguanida pada tingkat pascareseptor: mempunyai efek
intraselluler
3) Insulin
Indikasi penggunaan insulin
a) DM tipe I
b) DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD
c) DM kehamilan
d) DM dan gangguan faal hati yang berat
e) DM dan gangguan infeksi akut (selulitis, gangren)
f) DM dan TBC paru akut
g) DM dan koma lain pada DM
h) DM operasi
i) DM patah tulang
j) DM dan underweight
k) DM dan penyakit Graves

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. PENGKAJIAN

Asuhan keperawatan pada tahap pertama yaitu pengkajian. Dalam pengkajian perlu di data
biodata pasiennya dan data-data lain untuk menunjang diagnosa. Data-data tersebut harus yang
seakurat-akuratnya, agar dapat di gunakan dalam tahp berikutnya. Misalnya meliputi  nama
pasien, umur, keluhan utama, dan masih banyak lainnya.

-  Riwayat Kesehatan

Riwayat kesehatan sekarang :

Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan nyeri, kesemutan pada ekstremitas bawah, luka
yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan bola mata cekung, Sakit kepala, menyatakan seperti
mau muntah, kesemutan, lemah otot, disorientasi, letargi, koma dan bingung.

Riwayat kesehatan lalu

Biasanya klien DM mempunyai Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti Infart miokard

Riwayat kesehatan keluarga

Biasanya Ada riwayat anggota keluarga yang menderita DM

 
- Pengkajian Pola Gordon

1. Pola persepsi

Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan persepsi dan tata laksana hidup sehat karena
kurangnya pengetahuan tentang dampak gangren kaki diabetuk sehingga menimbulkan persepsi
yang negatif terhadap dirinya dan kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur pengobatan
dan perawatan yang lama, lebih dari 6 juta dari penderita DM tidak menyadari akan terjadinya
resiko Kaki diabetik bahkan mereka takut akan terjadinya amputasi (Debra Clair, journal februari
2011).

2. Pola nutrisi metabolik

Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin maka kadar gula darah tidak
dapat dipertahankan sehingga menimbulkan keluhan sering kencing, banyak makan, banyak
minum, berat badan menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan
terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan
penderita. Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek, mual/muntah.

3. Pola eliminasi

Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang menyebabkan pasien


sering kencing (poliuri) dan pengeluaran glukosa pada urine ( glukosuria ). Pada eliminasi alvi
relatif tidak ada gangguan.

4. Pola aktivitas dan latihan

Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan tidur,


tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan bahkan sampai terjadi koma. Adanya
luka gangren dan kelemahan otot – otot pada tungkai bawah menyebabkan penderita tidak
mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal, penderita mudah mengalami
kelelahan.

5. Pola tidur dan istirahat


Istirahat tidak efektif Adanya poliuri, nyeri pada kaki yang luka , sehingga klien mengalami
kesulitan tidur.

6. Kognitif persepsi

Pasien dengan gangren cenderung mengalami neuropati / mati rasa pada luka sehingga tidak
peka terhadap adanya nyeri. Pengecapan mengalami penurunan, gangguan penglihatan .

7. Persepsi dan konsep diri

Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan penderita mengalami gangguan
pada gambaran diri. Luka yang sukar sembuh, lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan
dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan peran pada keluarga (
self esteem ).

8. Peran hubungan

Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan penderita malu dan menarik diri dari
pergaulan.

9. Seksualitas

Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi sehingga menyebabkan
gangguan potensi sek, gangguan kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak pada proses
ejakulasi serta orgasme. Adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme menurun dan
terjadi impoten pada pria. risiko lebih tinggi terkena kanker prostat berhubungan dengan
nefropati.(Chin-Hsiao Tseng on journal, Maret 2011)

10. Koping toleransi

Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, perasaan tidak berdaya karena
ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah
tersinggung dan lain – lain, dapat menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan
mekanisme koping yang konstruktif / adaptif.
11. Nilai keprercayaan

Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta luka pada kaki tidak
menghambat penderita dalam melaksanakan ibadah tetapi mempengaruhi pola ibadah penderita.

- Pemeriksaan Fisik

Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat badan dan tanda – tanda
vital.

1. Kepala dan leher

Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga kadang-kadang
berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental,
gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda,
diplopia, lensa mata keruh.

2. Sistem integumen

Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka, kelembaban dan shu kulit
di daerah  sekitar ulkus dan gangren, kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.

3. Sistem pernafasan

Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM mudah terjadi infeksi.

4. Sistem kardiovaskuler

Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau   berkurang, takikardi/bradikardi, hipertensi/
hipotensi, aritmia, kardiomegalis.

5. Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase, perubahan berat badan,
peningkatan lingkar abdomen, obesitas.

6. Sistem urinary

Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat berkemih.

7. Sistem muskuloskeletal

Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat lelah, lemah dan nyeri,
adanya gangren di ekstrimitas.

8. Sistem neurologis

Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek lambat, kacau
mental, disorientasi.

 Analisa data dan Masalah

Data yang sudah terkumpul selanjutnya dikelompokan dan dilakukan analisa serta sintesa data.
Dalam mengelompokan data dibedakan atas data subyektif dan data obyektif dan berpedoman
pada teori Abraham Maslow yang terdiri dari :

1. Kebutuhan dasar atau fisiologis


2. Kebutuhan rasa aman
3. Kebutuhan cinta dan kasih sayang
4. Kebutuhan harga diri
5. Kebutuhan aktualisasi diri 

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnose keperawatan yang muncul pada pasien yang mengalami penyakit diabetes militus:

1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d gangguan keseimbangan


insulin, makanan dan aktivitas jasmani.
2. Resiko syok b.d ketidakmampuan elektrolit kedalam sel tubuh, hipovolemia.
3. Kerusakan integritas jaringan b.d nekrosis kerusakan jaringan (nekrosis luka gengrene).
4. Resiko infeksi b.d trauma pada jaringan, proses penyakit (diabetes mellitus).
5. Retensi urine b.d inkomplit pengosongan kandung kemih, sfingter kuat dan poliuri.
6. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d penurunan sirkulasi darah ke perifer, proses
penyakit (DM).
7. Resiko ketidakseimbangan elektrolit b.d gejala poliuria dan dehidrasi.
8. Keletihan b.d kadar gula darah tinggi

3. Intervensi Keperawatan

Tabel Intervensi

N Diagnosa Perencanaan Rasional


Tujuan Intervensi
o
1. Ketidakseimbanga Setelah dilakukan a.    Kaji adanya alergi a. Penting
n nutrisi kurang perawatan 3×24 makanan untuk
dari kebutuhan jam nutrisi pasien mengetahui
b.    Kolaborasikan
tubuh tercukupi. pasien
dengan ahli gizi untuk
mempunyai
Kriteria hasil: menentukan makanan
alergi atau
yang tepat untuk pasien
tidak, karena
1.        
DM
dengan
peningkatan berat
megetahuinya
badan pasien c.    Anjurkan pasien
kita bisa
untuk meningkatkan
2.         berat memberikan
intake Fe, protein,
badan pasien makanan yang
Vitamin C
ideal tidak
d.   Ajarkan pasien menyebabkan
3.         mampu
bagaimana membuat alergi pada
mengidentifikasi
catatan makanan harian. pasien
kebutuhan nutrisi e.    Monitor adanya b. kolaborasi
penurunan berat badan dengan ahli
4.         tidak ada
gizi yaitu untuk
tanda malnutrisi f.     Monitor jumlah
mengetahui
nutrisi dan kandungan
makanan yang
kalori
tidak pantang
untuk pasien
g.    Monitor kalori dan
DM
intake nutrisi.

c. pasien
h.    Brikan informasi
menjaga pola
tentang kebutuhan
makannya
nutrisi.
seimbang
sesuai yang di
anjurkan.

d. menjaga
asupan nutrisi
yang diberikan
pada pasien
sehinga tidak
terjadi
penurunan
berat badan

e. Tetap
memantau
status nutrisi
pada pasien
sehingga tidak
terjadinya
kekurangan
nutrisi dan
kalori

f. Untuk
mengetahui
nutrisi dan
kalori, tetap
simbang

g. Informasi
yang di berikan
dapat
memotivasi
pasien untuk
meningkatkan
intake nutrisi
2. Resiko syok Setelah dilakukan   a.  Monitor tanda awal a. Melihat
perawatan 1×24 syok adanya gejala
jam pasien tidak awal syok agar
b.  Monitor suhu dan
menunjukkan dapat ditangani
pernapasan
adanya tanda dan lebih dini
gejala terjadinya
c.  Monitor fungsi
b. Monitor ttv
resiko syok.
neurologis
pada pasien
Kriteria hasil: untuk
d.  Monitor fungsi renal
mendeteksi
1.         Nadi
e.  Monitor tekanan nadi adanya
dalam batas
ketidaknormala
normal 70- f.   Monitor status cairan
n pada pasien
80x/menit input, output
sehingga dapat
dilakuakan
2.         Tidak ada g.  Catat gas darah arteri tindakan segera
kelainan irama dan oksigen.
c. pasien dan
jantung.
h.  Ajarkan keluarga dan keluarga perlu
3.         Tidak ada pasien tentang tanda dan mengerti tanda
kelainan gejala datangnya syok. dan gejala syok
frekuensi nafas agar dapat
i.   Ajarkan keluarga dan
dan irama mengatasi
pasien tentang langkah
pernapasan. gejala syok dan
untuk mengatasi gejala
memebrikan
syok
pertolongan
pertama.
3. Kerusakan Setelah dilakukan a.    Anjurkan pasien a.              
integritas jaringan perawatan 3×24 menggunakan pakaian Pakaian
jam kerusakan yang longgar. longgar dapat
integritas kulit memberikan
b.    Observasi luka:
pada pasien ruang yang
lokasi, dimensi,
teratasi. longgar
kedalaman luka,
sehingga tidak
Kriteria hasil: jaringan nekrotik, tanda-
ada gesekan
tanda infeksi local,
dan tekanan
1.         Luka
formasi traktus.
kulit  atau luka
tampak sembuh
dengan baju.
c.    Ajarkan keluarga
2.         Perfusi
tentang luka dan
b.             
jaringan normal
perawatan luka
Observasi luka
3.         Tidak ada untuk
d.   Lakukan tehnik
tanda-tanda dilakukan
perawatan luka dengan
infeksi perawatan
steril.
luka.
4.         Ketebalan
e.    Jaga kulit agar tetap
dan tekstur c.              
jaringan normal bersih dan kering Pasien dan
keluarga perlu
5.         Pasien f.     Berikan posisi yang
mengerti
menunjukkan mengurangi tekanan
bagaimana
pemahaman pada luka.
merawat luka
dalam proses
yang benar
g.    Kolaborasi dengan
perbaikan kulit
ahli gizi pemberian diet
dan mencegah d.            
TKTP (tinggi kalori
terjadinya cidera Menjaga kulit
tinggi protein)
dan luka agar
tetap bersih
sehingga tidak
terjadi
kerusakan
integritas
jaringan

e.              
Kolaborasi diet
TKTP
membantu
pasien tetap
dalam keadaan
normal
jaringan juga
normal.
4. Resiko infeksi Setelah dilakukan a.    Monitor tanda dan a.              
perawatan selama gejala infeksi sistemik Melihat adanya
2×24 jam resiko dan lokal. gejala infeksi
infeksi pada untuk
b.    Monitor kerentanan
pasien teratasi dilakukan
pengobatan
Kriteria Hasil: terhadap infeksi
infeksi

1.         Klien c.    Bersihkan


b.             
bebas dari tanda lingkungan setelah
Selau menjaga
dan gejala infeksi dipakai pasien lain
kebersihan
untuk
2.         Klien d.   Cuci tangan sebelum
menghindari
mampu dan sesudah melakukan
infeksi
mencegah tindakan keperawatan
timbulnya infeksi
c.              
e.    Pertahankan tehnik
Cuci tangan
3.         Jumlah aspesis pada pasien yang
meruapakan
leukosit dalam beresiko
salah satu
batas normsl
f.     Inspeksi kulit dan tindakan untuk
4.         Pasien membrane mukosa mencegah
melakukan terhadap kemerahan, infeksi
perilaku hidup panas drainase
d.            
sehat
g.    Ajarkan pasien dan Pengetahuan
keluarga tanda dan mengenai
gejala infeksi gejala infeksi
bagi pasien dan
h.    Ajarkan cara
keluarga
menghindari infeksi
penting agar
dapat
dilakukan
pertolongan
segera jika
timbul gejala
infeksi
5. Retensi urine Setelah dilakukan a.     Monitor intake dan a.         
perawatan selama output cairan. Melihat
1×24 jam retensi balance cairan
b.     Monitor
urine pada pasien yang masuk
penggunaan obat
sembuh. ketubuh agar
antikolionergik.
dapat dinilai
Kriteria hasil:
jumlah urine
c.     Monitor derajat
yang
1.         Kandung distensi bladder
dikeluarkan.
kemih kososng
d.    Instruksikan pada
secara penuh
b.        
pasien dan keluarga
Menyediakan
2.         Tidak ada untuk mancatat output
privacy untuk
residu urin >100- urine.
membantu
200 cc
e.     Sediakan privacy pasien tetap
3.         Bebas untuk eliminasi terjaga privacy
dari ISK nya
f.     Stimulasi reflex
4.         Tidak ada bladder dengan kompres c.         
spasme bladder dingin pada abdomen Memberikan
kompres dingin
5.         Balance g.     Katerisasi jika perlu
pada abdomen
cairan seimbang
untuk stimulasi
h.     Monitor tanda dan
reflex bladder
gejala ISK (panas,
hematuria, perubahan
d.        Monitor
baud an konsistensi
gejala dan
urine)
tanda ISK agar
dapat
ditemukan
segera dan
diobati segera.
6. Ketidakefektifan Setelah dilakukan a.       Monitor adanya a. Tetap
perfusi jaringan perawatan 1×24 daerah tertentu yang menjaga
perifer jam pasien tidak hanya peka terhadap keseimbangan
menunjukkan panas/dingin/tajam/tump suhu pada
gangguan perfusi ul pasien
jaringan perifer
b.       Monitor adanya c. Memberikan
kriteria hasil: paretase intruksi kepada
keluarga untuk
1.           Tidak c.       Instruksikan
keluarga bisa
ada tanda keluarga untuk
memantau
peningkatan mengobservasi kulit jika
adanya lesi
tekanan ada lesi atau laserisasi
atau tidak pada
intracranial (tidak
pasien
d.      Monitor adanya
lebih dari
sehingga jika
tromboplebitis
15mmHG)
terdapat lesi,
e.       Kolaborasikan keluarga segera
2.           Tidak
pemberian analgetik memberitahuka
ada ortostatik
n kepada
hipertensi
perawat
3.          
e. Kolaborasi
Berkomunikasi
dengan tenaga
dengan jelas
kesehatan lain
4.           Tekanan dengan
systole dan memberikan
diastole dalam analgesic agar
rentang normal meringankan
110-125/60-70 rasa nyeri pada
mmHg luka
7. Resiko Setelah dilakukan a.              Ukur masukan a. Memantau
ketidakseimbanga perawatan 2×24 dan keluaran cairan dan cairan yang
n elektrolit jam elektrolit. masuk dan
ketidakseimbanga keluar pada
b.             
n elektrolit pasien pasien untuk
Kolaborasikan
teratasi mengetahui
pemberian cairan dan
apakah sama
Kriteria hasil: elektrolit IV sesuai
atau tidak
program.
intake dan
1.        
output
Mempertahankan c.              Berikan
urin output dorongan untuk
b. Melakukan
normal memperbanyak masukan
kolaborasi
cairan.
dengan tenaga
2.         Nadi
kesehatan lain
normal 70-80 d.             Ukur dan
untuk
x/mnt pantau elektrolit.
memberikan
3.         Tekanan e.              Pantau tanda- cairan dengan
darah normal tanda vital untuk melalui IV
110-125/60-70 mendeteksi dehidrasi:
c. Memberikan
mmHg takikardia, hipotensi
dorongan pada
ortostatik.
4.         Tidak ada pasien dapat
tanda dehidrasi memotivasi
pasien supaya
5.         Tidak ada
memperbanyak
rasa haus
cairan yang
berlebihan
masuk

d. tetap
mengontrol
elektrolit yang
masuk pada
pasien
e. Mengontrol
ttv pada pasien
untuk menjaga
pasien dari
terjadinya
dehidrasi
8. Keletihan Setelah dilakukan a.       Observasi adanya a.   Membatasi
perawatan 2×24 pembatasan klien dalam aktivitas agar
jam pasien tidak melakukan aktivitas. pasien tidak
lagi mengalami banyak
b.       Dorong untuk
keletihan. mengeluarkan
mengungkapkan
energy untuk
Kriteria Hasil: perasaan terhadap
beraktifitas dan
keterbatasan.
mengurangi
1.         Glukosa
adanya efek
darah adekuat c.       Kaji adanya faktor
keletihan
yang menyebabkan
2.        
kelelahan.
b.  Dengan
Peningkatan
dapat
energy dan d.      Monitor nutrisi dan
diketahuinya
merasa lebih baik sumber energy yang
faktor
adekuat.
3.         Kualitas penyebab
hidup meningkat e.       Monitor pasien kelelahan maka
akan adanya kelelahan akan dapat
4.         Istirahat
fisik dan emosi secara segera
cukup
berlebihan. ditangani dan
keletihan tidak
5.        
f.       Monitor respon
akan terjadi
Kecemasan
kardiovaskuler terhadap
menurun
aktivitas. c.   Manfaatkan
adanya energy
6.        
g.       Monitor pola tidur
Mempertahankan dan lamanya yang adekuat
kemampuan tidur/istirahat pasien untuk
berkonsentrasi membantu
h.       Dukungan pasien
dalam aktifitas
dan keluarga untuk
mengungkapkan d.  Dengan
perasaan berhubungan bantuan saat
dengan perubahan hidup beraktifitas
yang disebabkan dapat
keletihan. membantu
meringankan
i.        Bantu aktivitas
keletihan pada
sehari hari sesuai dengan
pasien tetapi
kebutuhan.
harus juga
dimandirikan
j.        Tingkatkan tirah
jika keletihan
baring dan pembatasan
pada pasien
aktivitas (tingkatkan
sudah tidak
periode istirahat)
terjadi
k.       Konsultasikan
e.   Asupan
dengan ahli gizi untuk
makanan yang
meningkatkan asupan
tinggi gizi
makanan yang berenergi
dapat
tinggi.
meningkatkan
energy untuk
aktifitas dan
keletihan tidak
akan terjadi.

4. IMPLEMENTASI
Fase implementasi dari proses keperawatan mengikuti rumusan dari rencana keperawatan.
Implementasi mengacu pada intervensi yang telah disusun. Aktivitas semua orang yang terlibat
dalam implementasi di koordinasi oleh perawat (Smaltzer & Bare, 2002).

Implementasi merupakan pengelolaan yang berupa perwujudan dari asuhan keperawatan


yang meliputi tindakan-tindakan yang telah direncanakan, melaksanakan hasil kolaborasi, yang
dilaksanakan berdasarkan pertimbangan rasional perawat (Hidayat, 2001)

5. EVALUASI

Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan dan diarahkan untuk menentukan
respon pasien terhadap intervensi keperawatan dan sebatas mana tujuan-tujuan sudah tercapai.
Rencana keperawatan member landasan bagi evaluasi, diagnose keperawatan, dan masalah-
masalah kolaboratif, tujuan-tujuan, intervensi keperawatan & hasil yang diperkirakan
memberikan paduan yang spesifik yang menentukan focus evaluasi (Smaltzer & Bare, 2002)
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth.2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta: EGC

Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi


6. Jakarta: EGC

Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC

Indriastuti, Na. 2008. Laporan Asuhan Keperawatan Pada Ny. J Dengan Efusi Pleura dan
Diabetes Mellitus Di Bougenvil 4 RSUP dr Sardjito Yogyakarta. Yogyakarta: Universitas
Gadjah Mada

Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New


Jersey: Upper Saddle River

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius

Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC)  Second Edition. New


Jersey: Upper Saddle River

Rab, T. 2008. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: Penerbit PT Alumni

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima


Medika

https://www.academia.edu/30602197/LAPORAN_PENDAHULUAN_DIABETES_MELITUS
Diakses Senin, 5 November 2018

https://nuzulaekawardhani.wordpress.com/2016/11/21/askep-pada-pasien-dm/ Diakses Senin, 5


November 2018

Anda mungkin juga menyukai