Mini Riset 2
Mini Riset 2
Mini Riset 2
MINI RISET
Oleh
TRENDI MAHENDRA
NIM 501163222
Kata Kunci : Desain Pembelajaran, Media Interaktif Berbasis CAI, Hasil belajar.
A. PENDAHULUAN
Perkembangan teknologi yang melaju dengan cepat danvilmu
pengetahuan di Indonesia yang harus mengikuti perkembangan teknologi
informasi dan komunikasi. Oleh karenanya, dunia pendidikan ini tidak dapat
dipisahkan dari berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi karena
kemajuan teknologi berjalan sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan (Ana
Maritsa dkk, 2021). Hal ini karena teknologi informasi dan komunikasi
mempunyai pengaruh penting dalam ilmu pengetahuan dimana dalam ilmu
pengetahuan para peserta didik di ajarkan tentang gejala dan fakta alam dan
dengan adanya teknologi ini manusia megunakan teknologi untuk menerapkan
ilmu pengetahuan tersebut (Dian Rahadian, 2017). Sejalan dengan kondisi di
SDN 046/XI Koto Tengah untuk menyadari pentingnya peran teknologi yang
tepat sasaran untuk memastikan berjalannya layanan Pendidikan bagi peserta
didik di sekolah terpencil sebagaimana contohnya internet dapat dimanfaatkan
sebagai referensi tambahan dalam media pembelajaran.
Upaya yang dilakukan oleh SDN 046/XI Koto Tengah dalam
meningkatkan kemajuan sekolah dan pendidikan dengan mengadakan inovasi
yang positif pada media interaktif merupakan usaha sadar yang dilaksanakan
sebagai bentuk respon terhadap pesatnya perkembangan IPTEK. Sebagai tenaga
pendidik, harapan guru adalah sekolah didorong supaya tidak ketinggalan dalam
hal mengenai canggihnya teknologi dengan menyediakan perangkat elektronik
yang mendukung proses pembelajaran. Sarana dan prasarana yang baik dan
lengkap akan menjadikan kegiatan pembelajaran berjalan dengan efektif dan
efisien (Hariza Noor Perdani, 2019). Pada tahun 2021, di SDN 046/XI Koto
Tengah sudah tersedia beberapa perangkat IPTEK seperti Infokus, Proyektor
Layar Tancap dan Wifi sebagai sarana pendukung dalam menciptakan media
pembelajaran berbasis computer seperti halnya menggunakan proyeksi, grafis,
dan pemanfaatan lingkungan sekitar sebagai media pembelajaran.
Hal ini harus sejalan dengan kesiapan sumber daya manusia dalam
melaksanakan proses pembelajaran berbasis teknologi tersebut. Misalnya guru
mesti membuat desain pembelajaran yang sejalan dengan penggunaan IPTEK
agar tercapainya tujuan pembelajaran secara efektif. Oleh karenanya, guru
dituntut mampu membuat sketsa atau pola atau outline atau rencana pembelajaran
yang efektif dan menarik (Nuryati dkk, 2017). Dengan demikian, salah satu cara
yang dilakukan dengan mengkombinasikan metode, media, dan strategi
pembelajaran merupakan hal yang bersifat kreatif untuk dapat meningkatkan
kebermanfaatan dalam penggunaan IPTEK. Harapannya adalah melalui
penambahan media belajar computer kedalam proses pembelajaran dalam kelas
akan mengatasi permasalahan yang ada dengan merubah pola belajar siswa
menjadi lebih aktif sehingga meningkatkan minat siswa dalam mengikuti mata
pelajaran IPAS khususnya pada materi perkembangbiakan tumbuhan.
Selanjutnya, guru juga melakukan modifikasi pada proses pembelajaran dengan
adanya kombinasi metode, media dan strategi terhadap penggunaan IPTEK yang
akan menambah keterampilan guru di era kekinian.
Penggunaan media pembelajaran interaktif berbasis computer dirancang
sebagai upaya peningkatan pengetahuan siswa karena media computer assisted
instruction memiliki ciri khas menyenangkan, interaktif, artistik juga bervariasi
(Mellinda Yustita Ramadhina dkk, 2023). Sebagai bentuk Upaya dalam
menemukan media ajar yang sesuai dengan kebutuhan dan dinilai sesuai dengan
kondisi nyata peserta didiknya maka Selanjutnya pemilihan media berbasis
computer assisted instruction dikarenakan mengikuti trend modernisasi yang
cenderung sesuai perkembangan teknologi saat ini, pada pengembangan ini
computer sebagai media yang berfungsi sebagai pengoptimalan fasilitas yang
tersedia di SDN 045/XI Koto Tengah untuk alternatif strategi memecahakan
permasalahan yang ada.
Selain itu, tenaga pendidik mampu mendesain pembelajaran sesuai dengan
prosedur yang telah ditetapkan serta sesuai dengan kebutuhan dan tantangan
Pendidikan yang ada lingkungan sekolah tersebut seperti masalah geografis yaitu
jarak antara SDN 045/XI Koto Tengah dengan pusat Pendidikan di Kota Sungai
Penuh, keterbatasan alokasi dana dan terbatasnya tenaga pendidik yang sesuai
dengan keahlian dan keterampilan. Pada Pada tanggal 04 September 2022,
Universitas Terbuka dan Pemerintah Kota Sungai Penuh Berdasarkan MoU pada
tanggal 04 September 2022 di UT Convention Center. Berdasarkan kerja sama
tersebut, Pemerintah Kota Sungai Penuh mendorong guru-guru yang ada
ditingkatan SMP dan SD melanjutkan Pendidikan ke jenjang S2 dan S3 dengan
menggunakan layanan Non TTM seperti e-learning dan perpustakaan digital
sehingga keterampilan guru dalam mengimplementasikan Media Interaktif
semakin meningkat semisalnya Computer Assisted Instruction.
Berdasarkan hal tersebut peneliti akan mengembangkan materi
Perkembangbiakan Tumbuhan dengan Menggunakan Media Interaktif Berbasis
Computer Assisted Instruction. Dengan judul “Pendesainan Pembelajaran IPAS
Menggunakan Media Interaktif Berbasis Computer Assisted Instruction Pada
Materi Perkembangbiakan Tumbuhan di Kelas VI SD 046/XI Koto Tengah”.
1. Identitifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasi beberapa
permasalahan berikut :
1) Tuntutan yang perkembangan teknologi informasi dan komunikasi pada
penggunaan media ajar yang sesuai dengan kebutuhan dan dinilai tidak
sesuai dengan kondisi nyata peserta didiknya mengarahkan siswa untuk
berpikir procedural dan menyulitkan siswa untuk memahami materi
secara mendalam.
2) Pembelajaran IPAS masih banyak yang belum maksimal dalam
memfasilitasi interaksi antara guru dan peserta didik, sehingga ada
keluhan yang dialami siswa dalam mempelajari materi dari buku teks
pelajaran yakni susah memahami materi IPA karena memerlukan
pemahaman konsep dan berhubungan dengan kehidupan sehari-hari.
2. Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah, agar permasalahan yang dikaji lebih
terarah maka masalah-masalah tersebut peneliti batasi sebagai berikut :
1) Penelitian ini dilakukan di kelas V SD No. 046/XI Koto Tengah pada
satu pokok bahasan tentang operasi hitung pada pecahan.
2) Pendekatan pembelajaran yang digunakan adalah pendekatan Realistic
Mathematics Education (RME).
3) Pengembangan Pembelajaran yang dimaksud adalah pengembangan
yang lebih menekankan terhadap penanaman konsep yang benar dari
sebuah permasalahan matematika.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, permasalahan penelitian dapat
dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut :
1) Bagaimana Pendesainan Pembelajaran IPAS Menggunakan Media Interaktif
Berbasis Computer Assisted Instruction Pada Materi Perkembangbiakan
Tumbuhan di Kelas VI SD 046/XI Koto Tengah ?
2) Bagaimana kelayakan Desain Pembelajaran IPAS Menggunakan Media
Interaktif Berbasis Computer Assisted Instruction Pada Materi
Perkembangbiakan Tumbuhan di Kelas VI SD 046/XI Koto Tengah?
3) Bagaimana efektifitas Desain Pembelajaran IPAS Menggunakan Media
Interaktif Berbasis Computer Assisted Instruction Pada Materi
Perkembangbiakan Tumbuhan di Kelas VI SD 046/XI Koto Tengah?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
1) Mendesain Media Interaktif Berbasis Computer Assisted Instruction dalam
Pembelajaran IPAS Pada Materi Perkembangbiakan Tumbuhan di Kelas VI
SD 046/XI Koto Tengah.
2) Menguji kelayakan Desain Pembelajaran IPAS Menggunakan Media
Interaktif Berbasis Computer Assisted Instruction Pada Materi
Perkembangbiakan Tumbuhan di Kelas VI SD 046/XI Koto Tengah.
3) Menguji efektifitas Desain Pembelajaran IPAS Menggunakan Media
Interaktif Berbasis Computer Assisted Instruction Pada Materi
Perkembangbiakan Tumbuhan di Kelas VI SD 046/XI Koto Tengah.
D. Manfaat Penelitian
Seiring dengan perkembangan zaman yang dinamis dalam dunia pendidikan perlu
adanya perubahan yang inovatif, dituntut untuk terus memajukan pendidikan di
Indonesia menjadikan penelitian dan pengembangan menjadi hal yang sangat
penting. Pentingnya penelitian dan pendesainan yaitu :
1) Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan wawasan
terhadap media pembelajaran, serta mendorong peneliti untuk kreatif, inovatif
dalam membuat media pembelajaran menggunakan perangkat lunak,
memberikan ide dan inovasi untuk meningkatkan kualitas mutu sekolah, dan
peneliti berharap dengan adanya penelitian ini bisa dijadikan bahan
pertimbangan atau koreksi dalam penerapan
2) Penelitian ini diharapkan menjadi bahan referensi bagi guru mengenai salah
satu alternatif pembelajaran untuk mengembangkan desain pembelajaran
IPAS.
3) Hasil penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan yang sangat berharga
bagi sekolah dalam rangka menyempurnakan pembelajaran khususnya desain
pembelajaran IPAS.
4) Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengalaman
serta bahan perbandingan dan pertimbangan dalam penelitian selanjutnya bagi
peneliti lainnya.
E. KAJIAN TEORI
a. Teori Belajar Behavioristik
Menurut teori behavioristik, adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat
dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Dengan kata lain, belajar
merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya
untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi stimulus dan
respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika ia dapat menunjukkan
perubahan tingkah laku. Sebagai contoh, anak belum dapat berhitung perkalian.
Walaupun ia sudah berusaha giat, dan gurunya sudah mengajarkannya dengan
tekun, namun jika anak tersebut belum dapat mempraktekkan perhitungan
perkalian, maka ia belum dianggap belajar. Karena ia belum dapat menunjukan
perubahan perilaku sebagai hasil belajar.
Menurut teori ini yang terpenting adalah masukan atau Input yang berupa
stimulus dan keluaran atau Output yang berupa respon. Dalam contoh di atas,
stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa, misalnya daftar
perkalian, alat peraga, pedoman kerja, atau cara-cara tertentu, untuk membantu
belajar siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Menurut teori
behavioristik, apa yang terjadi diantara stimulus dan respon dianggap tidak
penting diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang
dapat diamati hanyalah stimulus dan respon. oleh sebab itu, apa saja yang
diberikan guru (stimulus) dan apa yang dihasilkan siswa (respon), semuanya
harus dapat diamati dan diukur.
Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu
hal yang penting untuk melihat terjadi tidaknya perubahan tingkah laku.
Kelebihan Teori Behavioristik: (1) Membisakan guru untuk bersikap jeli dan
peka terhadap situasi dan kondisi belajar. (2) Guru tidak membiasakan
memberikan ceramah sehingga murid dibiasakan belajar mandiri. Jika murid
menemukan kesulitan baru ditanyakan pada guru yang bersangkutan. (3) Mampu
membentuk suatu prilaku yang diinginkan mendapatkan pengakuan positif dan
prilaku yang kurang sesuai mendapat penghargaan negative yang didasari pada
prilaku yang tampak. (4) Dengan melalui pengulangan dan pelatihan yang
berkesinambungan, dapat mengoptimalkan bakat dan kecerdasan siswa yang
sudah terbentuk sebelumnya. Jika anak sudha mahir dalam satu bidang tertentu,
akan lebih dapat dikuatkan lagi dengan pembiasaan dan pengulangan yang
berkesinambungan tersebut dan lebih optimal. (5) Bahan pelajaran yang telah
disusun hierarkis dari yang sederhana sampai pada yang kompleks dengan tujuan
pembelajaran dibagi dalam bagian-bagian kecil yang ditandai dengan pencapaian
suatu ketrampilan tertentu mampu menghasilakan suatu prilaku yang konsisten
terhadap bidang tertentu. (6) Dapat mengganti stimulus yang satu dengan stimuls
yang lainnya dan seterusnya sampai respons yang diinginkan muncul. (7) Teori
ini cocok untuk memperoleh kemampuan yang membutuhkan praktek dan
pembiasaan yang mengandung unsure-unsur kecepatan, spontanitas, dan daya
tahan. (8) Teori behavioristik juga cocok diterapakan untuk anak yang masih
membutuhkan dominasi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus
dibiasakan, suka meniru, dan suka dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung.
Kekurangan Teori Behavioristik: (1) Sebuah konsekwensi untuk
menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah siap. (2) Tidak setiap
pelajaran dapat menggunakan metode ini. (3) Murid berperan sebagai pendengar
dalam proses pembelajaran dan menghafalkan apa di dengar dan di pandang
sebagai cara belajar yang efektif. (4) Penggunaan hukuman yang sangat dihindari
oleh para tokoh behavioristik justru dianggap sebagai metode yang paling efektif
untuk menertibkan siswa. (5) Murid dipandang pasif, perlu motifasi dari luar, dan
sangat dipengaruhi oleh penguatan yang diberikan oleh guru. (6) Murid hanya
mendengarkan dengan tertib penjelsan dari guru dan mendengarkan apa yang
didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif sehingga inisiatf siswa
terhadap suatu permasalahan yang muncul secara temporer tidak bisa
diselesaikan oleh siswa. (7) Cenderung mengarahakan siswa untuk berfikir linier,
konvergen, tidak kreatif, tidak produktif, dan menundukkan siswa sebagai
individu yang pasif. (8) Pembelajaran siswa yang berpusat pada guru (teacher
cenceredlearning) bersifat mekanistik dan hanya berorientasi pada hasil yang
dapat diamati dan diukur. (9) Penerapan metode yang salah dalam pembelajaran
mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran yang tidak menyenangkan bagi
siswa, yaitu guru sebagai center, otoriter, komunikasi berlangsung satu arah, guru
melatih, dan menentukan apa yang harus dipelajari murid.
Teori behaviorisme yang menekankan adanya hubungan antara stimulus
(S) dengan respons (R) secara umum dapat dikatakan memiliki arti yang penting
bagi siswa untuk meraih keberhasilan belajar. Caranya, guru banyak memberikan
stimulus dalam proses pembelajaran, dan dengan cara ini siswa akan merespons
secara positif apa lagi jika diikuti dengan adanya reward yang berfungsi sebagai
reinforcement (penguatan terhadap respons yang telah ditunjukkan). Oleh karena
teori ini berawal dari adanya percobaan sang tokoh behavioristik terhadap
binatang, maka dalam konteks pembelajaran ada beberapa prinsip umum yang
harus diperhatikan. Menurut Mukinan (1997: 23), beberapa prinsip tersebut
adalah: (1) Teori ini beranggapan bahwa yang dinamakan belajar adalah
perubahan tingkah laku. Seseorang dikatakan telah belajar sesuatu jika yang
bersangkutan dapat menunjukkan perubahan tingkah laku tertentu. (2) Teori ini
beranggapan bahwa yang terpenting dalam belajar adalah adanya stimulus dan
respons, sebab inilah yang dapat diamati. Sedangkan apa yang terjadi di
antaranya dianggap tidak penting karena tidak dapat diamati. (3) Reinforcement,
yakni apa saja yang dapat menguatkan timbulnya respons, merupakan factor
penting dalam belajar. Respons akan semakin kuat apabila reinforcement (baik
positif maupun negatif) ditambah.
2) Aktivitas pembelajaran
Aktifitas pembelajaran yang dirancang dengan seksama agar tujuan
pembelajaran dapat tercapai.
3) Dugaan proses belajar siswa
Peneliti menduga di awal tentang bagaimana kegiatan pembelajaran
akan berlangsung dan utamanya adalah proses belajar siswa selama
kegiatan tersebut. Dengan dugaan-dugaan ini, peneliti dapat
mengantisipasi segala kemungkinan di lapangan.
c) Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) mengacu
pada indikator pembelajaran yang akan dicapai. Pada penelitian ini, RPP
dibuat sebagai pedoman pokok peneliti dalam melaksanakan desain
pembelajaran di kelas. RPP juga dirancang dengan memperhatikan
komponen, prinsip, dan syarat-syarat RPP yang baik dan mengacu pada
indikator pencapaian yaitu pada pemahaman konsep siswa dan unsur
realita yang ada di kelas. Langkah dan tahap pembelajaran di dalam RPP
dibuat lebih sederhana dan mengaitkan dengan lingkungan yang ada
didalam kelas.
Perencanaan pembelajaran yang dipersiapkan peneliti adalah
memahami kurikulum, menguasai bahan ajar, menyusun program
pengajaran, melaksanakan program pengajaran dan menilai program
pengajaran dan hasil proses belajar mengajar yang telah dilaksanakan
serta perencanaan pembelajaran yang dibuat dalam kesatuan utuh yang
memiliki komponen (tujuan, materi, pengalaman belajar dan evaluasi)
yang satu sama lain saling berinteraksi yang sesuai dengan spesifikasi
materi ajar dan lingkungan belajar siswa (kebutuhan siswa dan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi).
d) Penyusunan Lembar Kerja Siswa (LKS)
Lembar Kerja Siswa(LKS) berisi petunjuk praktikum, percobaan,
materi untuk berdiskusi, kuis, tugas portofolio, dan soal-soal latihan
maupun segala bentuk petunjuk yg mampu mengajak siswa beraktivitas
dalam proses pembelajaran. Dalam hal ini peneliti menyusun LKS dengan
mempertahatikan berbagai hal yang ada di lingkungan siswa seperti
Memperhatikan adanya perbedaan individual, terkaan pada proses untuk
menemukan konsep-konsep, Memiliki variasi stimulus melalui berbagai
media dan kegiatan siswa yang dapat mengembangkan kemampuan
komunikasi sosial, emosional, moral, dan estetika pada diri siswa.
Sebelum pelaksanaan pembelajaran di kelas, peneliti perlu
menyiapkan bahan ajar yang diperlukan dalam proses pembelajaran.
Bahan ajar yang lengkap akan membantu peneliti dalam mengajar, dan
membantu siswa dalam proses belajar. Suatu bahan ajar ikut menentukan
pencapaian tujuan pembelajaran. Lembar kegiatan siswa atau sering
disingkat dengan LKS yang dibuat peneliti untuk membantu pelaksanaan
pembelajaran di kelas merupakan bagian dari suatu bahan ajar.
Pada penelitian ini, siswa tidak hanya mendengarkan penjelasan
menggunakan alat peraga, namun siswa juga diberikan LKS yang telah
peneliti siapkan untuk melihat sejauh mana pemahaman siswa terhadap
materi yang telah dipelajari pada pertemuan tersebut. Peneliti merancang
LKS yang mengaitkan unsur-unsur realita yang ada di dalam kelas agar
pada saat pengerjaan LKS pemahaman siswa menjadi mudah dinilai dan
indikator keberhasilan pembelajaran menjadi sederhana sehingga
membuat adanya keterlibatan unsur realita untuk menguji pemahaman
siswa.
1
Ibid., hal 3
2
Erman Suherman dkk. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. (Bandung: Universitas
Pendidikan Indonesia, 2003), hal 6
Proses pembelajaran matematika realistik menggunakan masalah
kontekstual sebagai titik awal dalam belajar matematika. Masalah kontekstual
yang dimaksud adalah masalah-masalah nyata dan konkrit yang dekat dengan
lingkungan siswa dan dapat diamati atau dipahami oleh siswa dengan
membayangkan. Dalam hal ini siswa melakukan aktivitas matematika horizontal,
yaitu siswa mengorganisasikan masalah dan mencoba mengidentifikasi aspek
matematika yang ada pada masalah tersebut. Siswa bebas mendeskripsikan,
menginterprestasikan dan menyelesaikan masalah kontekstual dengan caranya
sendiri dengan pengetahuan awal yang dimiliki, kemudian dengan atau tanpa
bantuan guru menggunakan matematika vertikal (melalui abstraksi dan
formulasi), sehingga tiba pada tahap pembentukan konsep. Setelah dicapai
pembentukan konsep, siswa mengaplikasikan konsep-konsep tersebut kembali
pada masalah kontekstual, sehingga dapat memahami konsep.
Model skematis proses pembelajaran yang merupakan proses
pengembangan ide-ide dan konsep-konsep yang dimulai dari dunia nyata yang
disebut matematisasi konseptual oleh De Lange dilukiskan dalam gambar berikut
:
Dunia nyata
3
Ariyadi Wijaya, Pendidikan Matematika Realistik, (Yogjakarta : Graha Ilmu, 2012), hal 21
yang dimaksudkan adalah pengamatan yang tidak hanya bertujuan untuk
mendapatkan jawaban dari sebuah permasalahan matematika yang diberikan,
namun disertai dengan pengembangan berbagai langkah-langkah atau proses
dari penyelesaian permasalahan matematika yang digunakan.
2. Penggunaan model untuk matematisasi progresif
Dalam Realistic Mathematics Education (RME), model digunakan
dalam melakukan matematisasi secara progresif. 4 Model yang dimaksudkan
disini bukan berarti “alat peraga”, melainkan suatu bentuk representatif dari
suatu masalah. Penggunaan model untuk matematika representatif sangat
penting dalam mengembangkan dan membangun konsep matematika siswa.
3. Pemanfaatan hasil kerja siswa
. Siswa bebas untuk mengembangkan proses pemecahan masalah
sehingga diperoleh suatu strategi yang bervariasi. Hal ini akan bermanfaat
dalam membantu siswa memahami konsep matematika, tetapi juga sekaligus
mengembangkan aktivitas dan kreatifitas siswa.
4. Interaktivitas
Proses belajar seseorang bukan hanya suatu proses individu melainkan
juga secara bersamaan merupakan suatu proses sosial.5 Manfaat dari interaksi
siswa dalam pembelajaran matematika dapat meningkatkan dan
mengembangkan kemampuan kognitif dan afektif siswa secara simultan.
Proses ini dimaksudkan agar pembelajaran matematika tidak hanya
mengajarkan pengetahuan yang bersifat kognitif, tetapi juga menanamkan
potensi afektik siswa.
5. Keterkaitan Antar Konsep Matematika
Konsep-konsep dalam matematika tidak bersifat parsial, namun
banyak konsep matematika yang memiliki keterkaitan. 6 Dalam pembelajaran
matematika konsep-konsep matematika antara satu dengan yang lain memiliki
tidak bisa dipisahkan. Dalam pembelajaran matematika keterkaitan konsep
matematika harus dipertimbangkan karena diharapkan dapat membangun
lebih dari satu konsep matematika secara bersamaan.
4
Ibid , hal 22
5
Ariyadi Wijaya, Pendidikan Matematika Realistik, (Yogjakarta : Graha Ilmu, 2012), hal 23
6
Ibid, hal. 24
F. PEMBAHASAN
1. Lokasi dan Pelaksanaan Penelitian
1) Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Dasar 046/XI Koto Tengah Sungai
Penuh dengan subjek penelitian adalah siswa kelas V. Jumlah siswa
sebanyak 22 siswa yang terdiri dari 10 laki - laki dan 12 perempuan.
2) Pelaksanaan Penelitian
Kegiatan penelitian ini dilaksanakan dalam 6 kali pertemuan. Pertemuan
dilaksanakan mulai dari hari Kamis tanggal 05 Oktober 2023. Pembelajaran
dilaksanakan selama 2 x 35 menit, dimulai pukul 08.00 dan berakhir pukul
09.10 WIB.
2. Tahapan pelaksanaan penelitian
a. Tahapan Pelaksanaan Penelitian
1) Dokumentasi
Dalam penelitian ini dokumentasi adalah alat pengumpulan data
yang paling utama. Dokumentasi yang digunakan adalah foto proses
pembelajaran yang akan menjadi pelengkap dari penggunaan metode
observasi dan wawancara.
2) Analisis Hasil Kerja Siswa
Analisis hasil kerja siswa dilakukan secara deduktif, peneliti terjun
ke lapangan, mempelajari, mengalisis, menafsirkan, dan menarik
kesimpulan dari fenomena di lapangan.7 Untuk melakukan perkembangan
suatu desain maka kemampuan matematika siswa harus dipertimbangkan.
Oleh karena itu, setiap pertemuan pembelajaran di perlukan analisa hasil
kerja siswa sebelumnya. Analisa hasil kerja siswa adalah analisis
mengenai kemampuan matematika siswa dalam pemahaman konsep
matematika, keaktifan, dan kemampuan siswa dalam menyelesaikan
pemecahan masalah matematika yang diberikan.
3) Catatan Lapangan
Dalam Design Research sangat diperlukannya catatan lapangan
guna memberikan informasi yang mendalam tentang keefektifitasan suatu
desain untuk merevisi desain pembelajaran selanjutnya. Catatan lapangan
7
S. Margon, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta : PT. Renika Cipta, 2010), hal. 38
berisi mengenai kelebihan dan kelemahan dari penggunaan HLT pada
setiap pertemuan yang akan menjadi tolak ukur dalam perbaikan HLT
pada pertemuan berikutnya.
4) Hypothetical Learning Trajectory (HLT)
Dalam design research, proses pelaksanaan penelitian dipandu
oleh suatu instrument yang disebut Hypothetical Learning Trajectory
(HLT) sebagai perluasan dari percobaan pikiran (tought experiment) yang
dikembangkan oleh Freudenthal. Simon mendefinisikan HLT sebagai
berikut :
The hypothetical learning trajectory is made up of three
components: the learning goal that defines the direction, the learning
activities, and the hypothetical learning process a prediction of how the
students’ thinking and understanding will evolve in the context of the
learning activities (p. 136). (HTL terdiri dari tiga komponen : tujuan
pembelajaran yang mendefinisikan arah (tujuan pembelajaran), kegiatan
belajar, dan hipotesis proses belajar untuk memprediksi bagaimana pikiran
dan pemahaman siswa akan berkembang dalam konteks kegiatan belajar.
HLT digunakan sebagai bagian dari apa yang disebut siklus
mengajar matematika (Mathematical Learning Cycle) untuk satu atau dua
pembelajaran, atau bahkan untuk lebih dari dua pembelajaran. HLT dapat
menghubungkan antara teori pembelajaran (instructional theory) dan
percobaan pembelajaran secara konkrit. HLT digunakan untuk
membimbing proses percobaan pembelajaran agar sesuai dengan
spesifikasi materi dan hipotesis pembelajaran yang sudah ditentukan
dalam bentuk HLT8. Dengan begitu, HLT merupakan bentuk konkrit atau
pengkonkritan teori pembelajaran. Sebaliknya, teori pembelajaran
dibentuk dari pengembangan HLT. Karena HLT, memuat tiga komponen,
yaitu tujuan pembelajaran, kegiatan pembelajaran dan hipotesis
pembelajaran, maka keberadaannya sangat penting dalam seluruh tahapan
Design Research.
8
Dindin Abdul Muiz Lidinillah, Educational Design Research : a Theoretical Framework for
Action, (Bandung : Jurnal Pendidikan, 2014), hal. 12 -13
Berdasarkan HLT, untuk setiap pertemuan peneliti akan
mendefinisikan tujuan pembelajaran siswa dalam materi operasi hitung
pada pecahan. Peneliti akan merancang bahan ajar yang akan digunakan
dalam pembelajaran berdasarkan pendekatan Realistic Mathematics
Education (RME). Dalam proses pembelajaran yang dilakukan peneliti
akan memprediksi bagaimana pikiran dan pemahaman siswa akan
berkembang pada materi operasi hitung pada pecahan tersebut. Selama
percobaan pembelajaran, HLT berfungsi sebagai pembimbing (guideline)
untuk peneliti tentang apa yang akan difokuskan dalam proses
pembelajaran, wawancara, dan observasi.
b. Prosedur Penelitian
Proses penelitian pada design research meliputi langkah-langkah seperti
halnya proses perancangan pendidikan (educational design), yaitu analisis,
perancangan, evaluasi dan revisi yang merupakan proses siklikal yang berakhir
pada keseimbangan antara yang ideal dengan prakteknya.
1) Thought Experiment (persiapan dan desain)
Selanjutnya, peneliti melakukan persiapan dan membuat desain
pembelajaran yang berhubungan dengan penelitian ini, antara lain :
a) Menyusun jadwal kegiatan penelitian berdasarkan silabus pembelajaran
b) Membuat desain pengajaran dan pembelajaran baik berupa RPP maupun
HLT guna memaksimalkan pembelajaran matematika pada pendekatan
Realistic Mathematics Education.
2) Instruction Experiment (eksperimen pengajaran)
Pada tahap ini dikumpulkan data yang diperlukan meliputi proses
pembelajaran yang terjadi di kelas serta proses berpikir siswa baik dari
perspektif sosial yang mencakup norma sosial kelas, sosio-matematik dan
praktik matematik di kelas maupun persfektif psikologi mencakup pandangan
(beliefs) tentang peran sendiri di kelas serta tentang aktivitas matematika;
pendangan dan nilai matematik secara khusus; serta konsepsi dan aktivitas
matematika.
3) Improvement Theory (Perbaikan Teori)
Tujuan tahap ini adalah menganalisis data-data yang telah diperoleh
untuk mengatahui apakah mendukung atau tidak sesuai dengan konjektur yang
telah dirancang. Data yang dianalisis meliputi dokumentasi proses pembelajaran
dan hasil interview terhadap siswa dan guru, lembar hasil pekerjaan siswa dan
catatan lapangan yang memuat proses penelitian dari awal. Setelah dilakukan
analisis selanjutnya akan dilakukan revisi desain pembelajaran agar dapat
meningkatkan poduktifitas pembelajaran dalam pembelajaran matematika pada
materi operasi himpunan.
DAFTAR PUSTAKA
Alhaq, A., Asnawati, R., & Sutiarso, S.. 2014. Pengaruh Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe TPS Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa. Jurnal
Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Lampung, 2(7).
Eristiani, S., Jayanta, I., & Suarjana, I. 2020. Model Pembelajaran Student Facilitator
And Explaining Berbantuan Media Pembelajaran Sederhana Terhadap Motivasi
dan Hasil Belajar Matematika. Ilmiah Pendidikan Profesi.