Snedds 2

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 124

FORMULASI DAN UJI KARAKTERISTIK SEDIAAN SNEDDS

EKSTRAK ETANOL BAWANG DAYAK (Eleutherine palmifolia (L.)


MERR.) DENGAN VARIASI PERBANDINGAN SURFAKTAN-
KOSURFAKTAN DAN MINYAK KELAPA SAWIT

SKRIPSI

Oleh:
IHDA MAHILA ALAWIYAH
NIM. 16670019

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2020
FORMULASI DAN UJI KARAKTERISTIK SEDIAAN SNEDDS
EKSTRAK ETANOL BAWANG DAYAK (Eleutherine palmifolia (L.)
MERR.) DENGAN VARIASI PERBANDINGAN SURFAKTAN-
KOSURFAKTAN DAN MINYAK KELAPA SAWIT
HALAMAN JUDUL SKRIPSI

SKRIPSI

Diajukan Kepada:
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat dalam
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

OLEH:
IHDA MAHILA ALAWIYAH
NIM. 16670019

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2020

i
FORMULASI DAN UJI KARAKTERISTIK SEDIAAN SNEDDS
EKSTRAK ETANOL BAWANG DAYAK (Eleutherine palmifolia (L.)
MERR.) DENGAN VARIASI PERBANDINGAN SURFAKTAN-
KOSURFAKTAN DAN MINYAK KELAPA SAWIT
HALAMAN PERSETUJUAN

SKRIPSI

Oleh:
IHDA MAHILA ALAWIYAH
NIM. 16670019

Telah Diperiksa dan Disetujui untuk Diuji:


Tanggal: 8 Juli 2020

Pembimbing 1 Pembimbing 2

apt. Rahmi Annisa, M.Farm apt. Alif Firman F., M.Biomed


NIP. 19890416 20170101 2 123 NIP. 19920607 201903 1 017

Mengetahui,
Ketua Jurusan Farmasi

apt. Abdul Hakim,M. P. I., M. Farm


19761214 200912 1 002

ii
FORMULASI DAN UJI KARAKTERISTIK SEDIAAN SNEDDS
EKSTRAK ETANOL BAWANG DAYAK (Eleutherine palmifolia (L.)
MERR.) DENGAN VARIASI PERBANDINGAN SURFAKTAN-
KOSURFAKTAN DAN MINYAK KELAPA SAWIT
HALAMAN PENGESAHAN

SKRIPSI

Oleh:
IHDA MAHILA ALAWIYAH
NIM. 16670019

Telah Dipertahankan di Depan Dewan Penguji Skripsi


Dan Dinyatakan Diterima Sebagai Salah Satu Persyaratan
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Tanggal: 8 Juli 2020

Penguji Utama : Dewi Sinta Megawati., M.Sc (…………)


NIP. 19840116 20170101 2 125
Ketua Penguji : apt. Alif Firman Firdausy, M. Biomed. (…………)
NIP. 19920607 201903 1 017
Sekretaris Penguji : apt. Rahmi Annisa, M.Farm (…………)
NIP. 19890416 201701012 123
Anggota Penguji : Dr. apt. Roihatul Muti’ah, M.Kes. (…………)
NIP. 19800203 200912 2 003

Mengesahkan,
Ketua Program Studi Farmasi

apt. Abdul Hakim, M.P.I., M.Farm.


19761214 200912 1 002

iii
HALAMAN PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Ihda Mahila Alawiyah

NIM : 16670019

Program Studi : Farmasi

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Judul Penelitian : Formulasi Dan Uji Karakteristik Sediaan Snedds Ekstrak


Etanol Bawang Dayak (Eleutherine palmifolia (L.) Merr.)
Dengan Variasi Perbandingan Surfaktan-Kosurfaktan Dan
Minyak Kelapa Sawit

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-banar
merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan data,
tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai hasil tulisan atau pikiran saya
sendiri, kecuali dengan mencantumkan sumber cuplikan pada daftar pustaka.
Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil jiplakan,
maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Malang, 8 Juli 2020

Yang membuat pernyataan,

Ihda Mahila Alawiyah


NIM. 16670019

iv
MOTTO

~‫َع َد ِاء‬ ْ َ‫ْج ْب َن َع ِن ال َْه ْي َج ِاء ۞ َولَ ْو تَ َوال‬


َ ‫ت ُزَم ُر األ‬ ُ ‫ْع ُد ال‬
ُ ‫~الَ أَق‬
“Aku takan putus asa dalam meraih cita-cita sejati, walau cobaan datang silih
berganti menghadangku. Aku tidak akan duduk bertopang dagu karna
pertempuran, meski menghadapi gelombang musuh yang datang silih berganti”.

‫َم ْن َج َّد َو َج َد‬


“Barang siapa bersungguh-sungguh, maka ia akan mendapatkan”.

v
HALAMAN PERSEMBAHAN

Bismillahirrohmanirrohim
Kuucapkan beribu syukur atas nikmat-Mu Ya Allah
Atas segala kekuatan dan Kemudahan yang Engkau limpahkan
Sholawat serta salam selalu terhaturkan kepada Rasulullah SAW
Ku persembahkan Skripsi ini :
Untuk bapakku Muhamad Kholik, ibuku Ni’matus Sa’adah yang telah ikhlas
membimbing dan mendidikku
Ku harap Engkau selalu dalam naungan kasih sayang-Nya
Untuk adikku M. Ali Fikri M dan seluruh keluarga besarku yang selalu
mensupportku untuk terus berjuang
Untuk teman-teman Farmasyifa 2016
Saudara-saudaraku di PPTQ As-Sa’adah
Dan segenap insan yang hadir setulus hati dengan tebaran kasih sayang dan
pembelajarannya
Terimakasih atas doa dan dukungannya selama ini
Terimakasih…

vi
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan

hidayahnya dapat menyelesaikan penulisan proposal penelitian ini. Penulisan

proposal ini ditujukan untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan dalam jenjang

perkuliahan Sarjana Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN

Maulana Malik Ibrahim Malang. Dalam penulisan ini tidak lepas dari hambatan dan

kesulitan. Namun, berkat bimbingan dan bantuan nasihat serta kerjasama dari

banyak pihak, khususnya dosen pembimbing segala hambatan dapat diatasi dengan

baik

Penulis menyadari bahwa proposal ini masih jauh dari sempurna, sehingga

kritik dan saran yang membangun yang penulis harapkan dari para pembaca.

Selanjutnya, dalam penulisan proposal ini penulis mendapat banyak sekali

mendapat hambatan. Sehingga dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan

ucapan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada:

1. Prof. Dr. H. Abdul Haris, M.Ag, selaku rektor Universitas Islam Negeri

Maulana Malik Ibrahim Malang.

2. Prof. Dr. dr. Yuyun Yueniwati PW, M.Kes, Sp. Rad (K) selaku Dekan

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Maulana Malik Ibrahim

Malang.

3. apt. Abdul Hakim, S.Si, M.PI, selaku KaProdi Farmasi UIN Maulana Malik

Ibrahim Malang.

vii
4. apt. Rahmi Annisa, M.Farm., selaku dosen pembimbing utama yang

dengan sabar memberikan ilmu, pengarahan, bimbingan, nasehat, waktu,

tenaga, dan petunjuk selama penyusunan skripsi.

5. apt. Alif Firman F., M. Biomed, selaku dosen pembimbing dua yang telah

membantu penulis dalam penyusunan skripsi.

6. Kedua orang tua serta adik tercinta yang tak pernah putus memberikan

penulis doa dan dukungan sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi

ini.

7. Ummah Khusnul Inayah, selaku pengasuh PPTQ As-Sa’adah, yang selalu

memberikan dukungan dan doa kepada penulis.

8. Ainun Maghfiroh, Ikfina Biha Ridha, Inka Silvia, Laila Fathiyatul, Fika

Qurrotul Aini, Sayyidati Herlina dan Miladu Ahadi A, yang telah

membantu, mendukung untuk menyelesaikan penulisan skripsi.

9. Saudara kamar A5: Mbak Lia, Uus, Nita, Titin, Shafira, Destin yang selalu

menemani dan memberikan support.

10. Teman- teman PPTQ As-Sa’adah dan teman seperjuangan Farmasyifa yang

selalu memberikan dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan

penulisan skripsi ini.

11. Teman – teman lain yang namanya tidak bisa penulis sebutkan satu persatu

yang telah membantu penulis selama ini.

viii
Akhir kata, semoga bantuan dan doa dibalik penulisan proposal skripsi ini

menjadi berkah serta mendapat ganjaran dari Allah SWT.

Penulis.

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL SKRIPSI ........................................................................... i


HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN ........................................................................... iv
MOTTO ............................................................................................................. v
HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................ vi
KATA PENGANTAR ...................................................................................... vii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xv
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiv
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................. xvi
ABSTRAK...................................................................................................... xvii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 9
1.3 Tujuan Penelitian...................................................................................... 9
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................. 10
1.5 Batasan Penelitian .................................................................................. 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 12
2.1 Sistem Penghantaran .............................................................................. 12
2.1.1 Definisi Sistem Penghantaran ................................................................. 12
2.1.2 Macam Sistem Penghantaran .................................................................. 12
2.1.3 Sistem Penghantaran Tertarget Pasif ....................................................... 13
2.1.4 Nanopartikel ........................................................................................... 14
2.2 Self-Nanoemulsifying Drug Delivery System (SNEDDS) ........................ 15
2.2.1 Definisi SNEDDS................................................................................... 15
2.2.2 Keunggulan SNEDDS ............................................................................ 15
2.2.3 Kelemahan SNEDDS ............................................................................. 16
2.3 Mekanisme Pembentukan SNEDDS ....................................................... 16
2.4 Mekanisme Kerja SNEDDS ................................................................... 18

x
2.5 Komponen Penyusun SNEDDS .............................................................. 19
2.5.1 Minyak ................................................................................................... 19
2.4.1.1. Minyak Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) ..................................... 20
2.5.2 Surfaktan ................................................................................................ 21
2.5.3 Kosurfaktan ............................................................................................ 25
2.5.4 HLB (Hydrophile-Lipophile Balance)..................................................... 28
2.6 Bawang Dayak (Eleutherine palmifolia (L.) Merr.)................................. 29
2.6.1 Klasifikasi dan Morfologi ....................................................................... 29
2.6.2 Kandungan Kimia................................................................................... 30
2.6.3 Manfaat .................................................................................................. 30
2.6.4 Bioaktivitas Bawang Dayak (Eleuthrine palmifolia (L.)) ........................ 31
2.7 Karakterisasi SNEDDS ........................................................................... 33
2.7.1 Uji % Transmitan ................................................................................... 33
2.7.2 Uji pH .................................................................................................... 34
2.7.3 Uji Waktu Emulsifikasi .......................................................................... 34
2.7.4 Uji Viskositas ......................................................................................... 35
2.7.5 Uji Ukuran Partikel................................................................................. 35
2.7.6 Uji Stabilitas Pengenceran dengan Berbagai Media ................................ 36
2.7.7 Uji Stabilitas Termodinamik ................................................................... 36
2.8 Instrumen ............................................................................................... 37
2.8.1 Spektrofotometri UV-VIS....................................................................... 37
2.8.1.1 Instrumen UV-VIS ............................................................................... 38
2.8.1.2 Tipe Instrumen Spektrofotometer ......................................................... 40
2.8.2 PSA (Particle Size Analyzer) .................................................................. 42
BAB III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN .. 44
3.1 Kerangka Konseptual ............................................................................. 44
3.2 Uraian Kerangka Konseptual .................................................................. 45
3.3 Hipotesis Penelitian ................................................................................ 46
BAB IV METODE PENELITIAN ................................................................... 47
4.1 Jenis dan Rancangan Penelitian .............................................................. 47
4.2 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian ............................................. 47

xi
4.3 Sampel Penelitian ................................................................................... 47
4.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional .......................................... 48
4.4.1 Variabel Penelitian ................................................................................. 48
4.4.2 Definisi Operasional ............................................................................... 48
4.5 Alat dan Bahan Penelitian ....................................................................... 51
4.5.1. Alat Penelitian ........................................................................................ 51
4.5.2. Bahan Penelitian ..................................................................................... 51
4.6 Skema Kerja Penelitian........................................................................... 52
4.6 Tahapan Penelitian ................................................................................. 53
4.6.1 Pembuatan ekstrak bawang dayak (Eleutherine palmifolia) .................... 53
4.6.2 Optimasi Rancangan Formulasi SNEDDS Menggunakan Metode HLB .. 53
4.7.1.1. Preparasi SNEDDS .............................................................................. 55
4.7.1.2. Preparasi SNEDDS ekstrak bawang dayak ........................................... 58
4.8 Evaluasi Karakteristik Fisika Kimia SNEDDS ekstrak bawang dayak..... 58
4.8.1 Uji %Transmitan ..................................................................................... 58
4.8.2 Penentuan Waktu Emulsifiikasi .............................................................. 58
4.8.3 Pengukuran pH ....................................................................................... 59
4.8.4 Pengukuran Viskositas ........................................................................... 59
4.8.5 Pengukuran Ukuran Partikel ................................................................... 59
4.8.6 Uji Stabilitas Pengenceran ...................................................................... 60
4.8.7 Uji Termodinamika SNEDDS ................................................................ 60
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 61
5.1 Optimasi Komposisi Bahan SNEDDS .................................................... 61
5.1.1 Optimasi Komposisi Surfaktan, Kosurfaktan dan Minyak ....................... 61
5.1.2 Pemilihan Formula SNEDDS .................................................................. 68
5.2 Uji Karakteristik Sediaan SNEDDS dengan ekstrak bawang dayak ......... 68
5.2.1 Uji Visualisasi Sediaan............................................................................ 69
5.2.2 Uji % Transmitan .................................................................................... 70
5.2.3 Uji Ukuran Partikel ................................................................................. 71
5.2.4 Uji pH ..................................................................................................... 73
5.2.5 Uji Viskositas........................................................................................ 744

xii
5.2.6 Uji Pengenceran dengan Berbagai Media .............................................. 755
5.2.7 Uji Stabilitas Termodinamika ................................................................ 766
BAB VI PENUTUP ......................................................................................... 79
6.1 Kesimpulan ............................................................................................ 79
6.2 Saran ...................................................................................................... 79
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 811
LAMPIRAN ..................................................................................................... 89

xiii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Gambar Penyusun SNEDDS ......................................................... 17

Gambar 2.2 Kelapa Sawit ........................................................................................19

Gambar 2.3 Struktur Kimia Tween 80 .............................................................. 23

Gambar 2.4 Struktur Kimia Tween 20 .............................................................. 23

Gambar 2.5 Struktur Kimia Span 20 ................................................................. 24

Gambar 2.6 Struktur Kimia Trancutol............................................................... 24

Gambar 2.7 Struktur Polietylen Glykol (PEG 400) ........................................... 26

Gambar 2.7 Mekanisme surfaktan dalam emulsi ............................................... 27

Gambar 2.8 Bawang Dayak Eleutherine palmifolia (L.) Merr.. ......................... 28

Gambar 2.9 Struktur Kimia Naftakuinon (C10H6O2).......................................... 29

Gambar 2.10 Instrumen dalam UV-VIS ............................................................ 38

Gambar 2.11 Spektrofotometer double beam (berkas ganda) ............................ 39

Gambar 3.1 Kerangka Konseptual .................................................................... 42

Gambar 4.1 Skema Kerja Penelitian ................................................................. 50

Gambar 5.1 Uji Visualisasi Sediaan SNEDDS EBD ......................................... 72

Gambar 5.2 Uji Heating Cooling Cycle ............................................................ 80

Gambar 5.3 Uji Freeze Thaw Cycle .................................................................. 81

xiv
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Karakteristik material penyusun SNEDDS ......................................... 51

Tabel 4.2 Rasio Komponen SNEDDS ............................................................... 51

Tabel 4.3 Rasio Campuran Surfaktan pada Berbagai Nilai HLB ........................ 52

Tabel 4.3.1 Perbandingan Minyak : Surfaktan : Kosurfaktan (1:8:1) .................. 52

Tabel 4.3.2 Perbandingan Minyak : Surfaktan : Kosurfaktan (1:7:2) .................. 52

Tabel 4.3.3 Perbandingan Minyak : Surfaktan : Kosurfaktan (2:7:1) .................. 52

Tabel 4.4 Keseluruhan Formula SNEDDS ......................................................... 53

Tabel 5.1 Hasil eliminasi formula SNEDDS EBD dengan uji organoleptis ........ 64

Tabel 5.2 Data Uji % Transmitan SNEDDS tanpa EBD .................................... 66

Tabel 5.3 Uji Waktu Emulsifikasi SNEDDS tanpa EBD .................................... 68

Tabel 5.4 Uji Ukuran Partikel SNEDDS tanpa EBD .......................................... 69

Tabel 5.5 Uji Transmitan (%) SNEDDS EBD ................................................... 73

Tabel 5.6 Uji Ukuran Partikel SNEDDS EBD .................................................. 74

Tabel 5.7 Hasil perolehan Polydispesity Index (PDI) ......................................... 75

Tabel 5.8 Uji waktu emulsifikasi SNEDDS EBD dengan berbagai media .......... 76

Tabel 5.9 Uji pH SNEDDS EBD ....................................................................... 76

Tabel 5.10 Uji Viskositas SNEDDS EBD .......................................................... 77

Tabel 5.11 Uji Pengenceran SNEDDS EBD dengan Berbagai Media ................ 78

xv
DAFTAR SINGKATAN

SNEDDS : Self-Nanoemulsifying Drug Delivery System


EBD : ekstrak bawang dayak
HLB : Hydrophile-Lipophile Balance
O/W : Oil in Water
W/O : Water in Oil
GI : Gastrointestinal
PEG : Polietilen Glikol
EBD : ekstrak bawang dayak
SIF : Simulated Intestinal Fluid
SGF : Simulated Gastro Fluid
NaOH : Natrium Hidroksida
nm : Nanometer
PSA : Particle Size Analyzer
cP : centiPoise
SD : Standart Deviasi

xvi
ABSTRAK

Alawiyah, Ihda Mahila. 2020. Formulasi Dan Uji Karakteristik Sediaan SNEDDS Ekstrak
Etanol Bawang Dayak (Eleutherine palmifolia (L.) Merr.) Dengan Variasi
Perbandingan Surfaktan-Kosurfaktan Dan Minyak Kelapa Sawit. Skripsi.
Jurusan Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. Universitas Islam
Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.

Pembimbing: (I) apt. Rahmi Annisa, M. Farm


(II) apt. Alif Firman F., M.Biomed

Self-Nanoemulsifying Drug Delivery System (SNEDDS) merupakan sistem


pemberian obat yang stabil secara termodinamika dan mampu meningkatkan kelarutan dan
bioavailabilitas bahan aktif. ekstrak bawang dayak (EBD) merupakan bahan aktif yang
dikembangkan untuk meningkatkan efektifitas terapi. Penelitian ini bertujuan untuk
formulasi, karakterisasi, dan studi stabilitas SNEDDS yang stabil dengan ekstrak bawang
dayak dengan menggunakan pendekatan HLB dan rasio perbandingan komponen.
Formulasi menggunakan komponen terdiri minyak, surfaktan, dan kosurfaktan.
Komponen terdiri dari minyak kelapa sawit, kombinasi surfaktan hidrofilik (tween 80,
tween 20) dan lipofilik (span 20, transcutol) serta kosurfaktan PEG 400. Enam puluh
formula dengan HLB berkisar 11-15 dan rasio 1:8:1, 1:7:2, dan 2:7:1 diformulasikan
dengan penambahan EBD dan diuji karakteristik.
Dua formula dipilih yaitu F13 (HLB 13) dan F34 (HLB 14) dari rasio berturut-
turut 1:8:1 dan 1:7:2. Hasil uji karakteristik menunjukkan pemisahan fase dan pengujian
%T <90% dengan ukuran partikel F13 berkisar 10-200 nm dan F34 <10-200 nm. Nilai
viskositas dan pH pada berbagai pengenceran menunjukkan kedua formula stabil dan
mampu terlarut dalam SGF dan SIF. Stabilitas termodinamika menunjukkan sediaan tidak
stabil. Formula SNEDDS ekstrak bawang dayak dengan minyak kelapa sawit (long-chain
trygliceride) belum stabil dalam membentuk formula SNEDDS.

Kata kunci: SNEDDS, self-nanoemusification, uji karakteristik, minyak kelapa sawit, HLB

xvii
ABSTRACT

Alawiyah, Ihda Mahila. 2020. Formulation and Characteristics Test of SNEDDS


Preparation of Dayak Onion (Eleutherine palmifolia (L.) Merr.) Ethanol Extract
with Comparative Variation of Surfactant-Cosurfactant and Palm Oil. Thesis.
Department of Pharmacy Faculty of Medicine and Health Sciences. Maulana
Malik Ibrahim State Islamic University of Malang..

Supervisor: (I) apt. Rahmi Annisa, M. Farm


(II) apt. Alif Firman F., M.Biomed

Self-Nanoemulsifying Drug Delivery System (SNEDDS) is a thermodynamically


stable drug delivery system that is able to increase the solubility and bioavailability of
active ingredients. Dayak Onion Extract (EBD) is an active ingredient that was developed
to increase the effectiveness of therapy. This study aims to formulate, characterize, and
study stability of stable SNEDDS with Dayak onion extract using the HLB approach and
component ratio ratio.
The formulation uses components consisting of oil, surfactants and cosurfactants.
Components consist of palm oil, a combination of hydrophilic surfactants (tween 80, tween
20) and lipophilic (span 20, transcutol) and PEG 400 cosurfactants. Sixty formulas with
HLB range from 11-15 and a ratio of 1: 8: 1, 1: 7 : 2, and 2: 7: 1 formulated with the
addition of EBD and tested characteristics.
Two formulas were chosen namely F13 (HLB 13) and F34 (HLB 14) of the 1: 8: 1
and 1: 7: 2 successive ratios. The characteristic test results showed phase separation and%
T test <90% with F13 particle size ranging from 10-200 nm and F34 <10-200 nm. Viscosity
and pH values at various dilutions indicate that both formulas are stable and can dissolve
in SGF and SIF. Thermodynamic stability indicates an unstable preparation. SNEDDS
Formula Dayak Onion Extract with palm oil (long-chain trygliceride) is unstable in forming
the SNEDDS formula.

Keywords: SNEDDS, self-nanoemusification, characteristic test, palm oil, HLB

xviii
‫احدى محيلة علوية صياغة وخصائص اختبار تحضير ‪ SNEDDS‬من البصل ‪Dayak (Eleutherine palmifolia‬‬
‫‪ ).(L.) Merr‬مستخلص اإليثانول مع اختالفات في الفاعل بالسطح ‪ Cosurfactant -‬وزيت النخيل مقارنة‪.‬‬
‫أطروحة‪ .‬قسم الصيدلة كلية الطب والعلوم الصحية‪ .‬جامعة موالنا مالك إبراهيم اإلسالمية في ماالنغ‪.‬‬

‫يدلي‬
‫الص ّ‬‫الصيدلة‪ّ ،‬‬
‫مشرف ‪( :‬أ) افت‪ .‬رحمي النساء‪ ،‬الماجستير في ّ‬
‫الصيدلي‬
‫(أأ) افت‪ .‬الف فيرمان فيرداوسي‪ ،‬الماجستير في الطّب العلمي‪ّ ،‬‬

‫قادرا على زيادة قابلية‬


‫نظام توصيل األدوية ذاتية النانو )‪ (SNEDDS‬هو نظام توصيل دوائي مستقر ديناميكيًا حراريًا ً‬
‫المكونات النشطة للذوبان والتوافر البيولوجي )‪. Dayak Onion Extract (EBD‬هو مكون نشط تم تطويره لزيادة فعالية‬
‫العالج‪ .‬تهدف هذه الدراسة إلى صياغة وتوصيف ودراسة استقرار ‪ SNEDDS‬المستقر مع خالصة البصل ‪ Dayak‬باستخدام‬
‫نهج ‪ HLB‬ونسبة المكون‪.‬‬

‫تستخدم التركيبة مكونات تتكون من الزيت ‪ ،‬المواد الخافضة للتوتر السطحي ‪ ،‬والعوامل الخارجية‪ .‬تتكون المكونات‬
‫من زيت النخيل ومزيج من الفاعالت بالسطح المحبة للماء ‪ (tween 80‬و )‪ tween 20‬ومحبة للدهون (تمتد ‪ 02‬و‬
‫)‪transcutol‬و ‪ PEG 400 cosurfactants.‬ستون صيغة مع ‪ HLB‬تتراوح من ‪ 11-11‬ونسبة ‪ 1 :8 :1‬و ‪: 7 :1‬‬
‫‪ ، 0‬و ‪ 1 :7 :0‬مصاغ مع إضافة ‪ EBD‬والخصائص المختبرة‪.‬‬

‫تم اختيار صيغتين هما )‪ F13 (HLB 13‬و )‪ F34 (HLB 14‬من نسب متتالية ‪ 1 :8 :1‬و ‪ .0 :7 :1‬أظهرت‬
‫نتائج االختبار المميزة فصل الطور واختبار‪ ٪T <90 ٪‬مع حجم جسيمات ‪ F13‬تتراوح بين ‪ 022-12‬نانومتر و ‪F34‬‬
‫‪ <10-200‬نانومتر‪ .‬تشير قيم اللزوجة ودرجة الحموضة في التخفيفات المختلفة إلى أن كال الصيغتين مستقرة وقادرة على الذوبان‬
‫في ‪ SGF‬و ‪ SIF.‬يشير االستقرار الديناميكي الحراري إلى إعداد غير مستقر‪ .‬إن مستخلص البصل ‪SNEDDS Formula‬‬
‫‪Dayak‬مع زيت النخيل ‪ (trygliceride‬طويل السلسلة) غير مستقر في تشكيل صيغة ‪SNEDDS‬‬

‫‪ ،HLB‬التحريك الذاتي النانو ‪ ،‬االختبار المميز ‪ ،‬زيت النخيل ‪SNEDDS ،‬الكلمات الرئيسية ‪:‬‬

‫‪xix‬‬
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Faktor utama dasar pengembangan teknologi untuk terapi farmasetis ada

tiga macam yaitu menciptakan sistem yang efektif (effectiveness), menekan efek

bahaya pada sistem jika diaplikasikan (safety), dan membuat agar sistem dapat

diterima dengan baik oleh pasien (acceptability). Pada saat ini perkembangan

teknologi penghantaran obat telah berkembang pesat sebagai upaya untuk

melahirkan obat baru dengan sifat yang ideal, mulai dari penemuan struktur obat

baru hasil sintesis origin maupun hasil modifikasi, kuantifikasi hubungan struktur-

aktivitas hingga mencapai tentang pengembangan formulasinya (Martien dkk.,

2012).

Teknologi formulasi sediaan farmasi dan sistem penghantaran obat

memiliki peranan penting dalam proses penemuan terapi farmaseutis. Beberapa

pertimbangan yang mempengaruhi seperti kesetimbangan ion molekul,

kesetimbangan hidrofilik-lipofilik, proses biofarmasetika, metabolisme dan

biodegradasi, afinitas obat-reseptor, pertimbangan fisiologis, serta

biokompatibilitas dari sistem menjadi faktor utama yang umum dilakukan dalam

penelitian (Martien dkk., 2012).

Pentingnya perkembangan teknologi telah dijelaskan dalam Al-Qur’an

bahwa hendaknya kita berusaha mengembangkan kemampuan dengan

memanfaatkan akal dan sarananya untuk menggali pengetahuan sehingga mampu

1
2

memberi manfaat pada kehidupan manusia. Dalam firman Allah QS. Al_Baqarah

ayat 164 yang berbunyi:

َ َّ‫ار َو ْالفُ ْل ِك الَّتِي تَجْ ِري فِي ْالبَحْ ِر بِ َما يَ ْنفَ ُع الن‬
َ ‫ا‬ ِ ‫ف اللَّ ْي ِل َوالنَّ َه‬ ِ ‫ت َو ْاْل َ ْر‬
ْ ‫ض َو‬
ِ ‫اختِ ََل‬ ِ ‫س َم َاوا‬ ِ ‫إِ َّن فِي خ َْل‬
َّ ‫ق ال‬

ِ‫ا‬
ِ َ‫الري‬
ِ ‫يف‬ِ ‫ْ ِر‬ َ ‫اء ِم ْن َماءٍ فَأَحْ يَا ِب ِه ْاْل َ ْر‬
َّ َ‫ض بَ ْع َد َم ْوتِ َها َوب‬
ْ َ ‫ث فِي َها ِم ْن ُك ِل دَابَّ ٍة َوت‬ َّ ‫َو َما أ َ ْنزَ َل اللَّهُ ِمنَ ال‬
ِ ‫س َم‬

َ‫ت ِلقَ ْو ٍم يَ ْع ِقلُون‬ ِ ‫اء َو ْاْل َ ْر‬


ٍ ‫ض ََليَا‬ َ ‫ب ْال ُم‬
ِ ‫س َّخ ِر بَيْنَ ال َّس َم‬ ِ ‫س َحا‬
َّ ‫َوال‬

Artinya: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih

bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang

berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu

dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di

bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan

antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran

Allah) bagi kaum yang memikirkan).

Terkait penjelasan ayat diatas diterangkan bahwa dalam ayat ini Allah ‫ﷻ‬

“menuntun” manusia untuk mau melihat, memperhatikan dan memikirkan segala

yang ada dan terjadi di sekitarnya dengan menyebutkan ciptaan-ciptaan Nya.

Memahami kehebatan, kecanggihan dan keharmonisan jagat raya ini telah membuat

tidak sedikit ilmuwan semakin menyadari dan yakin bahwa sesungguhnya semua

yang ada di alam semesta ini sengaja direncanakan, dibuat, diatur, dan dipelihara

oleh-Nya. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa manusia

pada kesimpulan bahwa.hendaklah kita mampu memberi inovasi dengan sesuatu

yang telah diberi Allah berupa akal pikiran sehingga mampu memanfaatkan dan

mengembangkan sarana teknologi dengan baik, produktif dan inovatif dalam


3

pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, seperti halnya dalam bidang

teknologi dan formulasi sediaan farmasi (Kementrian Agama RI., 2010).

Pengembangan teknologi formulasi yang telah banyak dilirik peneliti akhir-

akhir ini adalah mengenai nanoteknologi. Tujuan utama dalam merancang

nanopartikel sebagai sistem penghantaran obat adalah untuk mengontrol ukuran

partikel, sifat permukaan dan pelepasan agen farmakologis aktif sehingga obat

mencapai target spesifik (Nugroho dkk., 2018).

Nanoemulsi merupakan sediaan yang stabil secara termodinamik, disperse

transparan dari minyak dan air yang distabilisasi oleh interfasial film molekul

surfaktan dan kosurfaktan dan memiliki ukuran droplet kurang dari 100 nm (Shafiq-

Un-Nabi et al., 2007). Bentuk dan ukuran mempunyai pengaruh dalam proses

kelarutan, absorbsi dan distribusi obat. Pengaruh ukuran diameter ini telah

disebutkan dalam beberapa sumber yang menyebutkan bahwa sifat khas akan

muncul dengan diameter di bawah 100 nm, namun dalam sistem nanopartikel sulit

untuk disamakan dalam batasan tersebut sebagai sistem penghantar obat (Martien

dkk., 2012).

Sistem nanopartikel ini mempunyai beberapa kelebihan dengan

kemampuan untuk meningkatkan absorbsi, membantu melarutkan obat bersifat

lipofilik, meningkatkan bioavailabilitas, dapat digunakan untuk pemberian obat

rute oral, topikal, dan intravena, tidak menimbulkan masalah creaming, flokulasi,

koalesen, dan sedimentasi, tegangan permukaan yang tinggi, dan stabil secara

termodinamik (Kumar dan Soni, 2017). Teknik sederhana dalam pembentukan


4

nanopartikel dapat dicapai dengan sistem dalam matriks seperti nanosfer dan

nanokapsul, nanoliposom, nanoemulsi, dan SNEDDS (Martien dkk., 2012).

Self Nano Emulsifiying Drug Delivery System (SNEEDS) merupakan salah

satu pengembangan sistem penghantar obat yang mampu menembus jaringan sel

dengan mempertimbangkan sifat fisikokimia bahan aktif dan bahan tambahan

dalam formulasi sediaan sehingga mempengaruhi sediaan nanoemulsi yang

dihasilkan, seperti ukuran droplet, distribusi ukuran, dan waktu emulsifikasi. Self

Nano Emulsifiying Drug Delivery System (SNEEDS) merupakan pengembangan

sistem penghantaran obat dengan kelarutan yang rendah (Date et al., 2010).

SNEEDS secara subtansial terbukti meningkatkan bioavailabilitas obat lipofilik

atau obat berbasis minyak melalui pemberian oral. Hal ini dipengaruhi oleh

komposisi atau bahan yang digunakan, yaitu nanoemulsi minyak dalam air, berupa

tetesan minyak yang terdispersi di dalam fase air. Tipe air dalam minyak, dimana

tetesan air terdispersi dalam fase minyak (Kumar dan Soni, 2017).

Komponen penyusun SNEEDS dipengaruhi oleh fase minyak, surfaktan

dan kosurfaktan (Huda dan Iis Wahyuningsih., 2016). Fase minyak akan

mempengaruhi ukuran droplet dan stabilitas nanoemulsi yang terbentuk. Fase

minyak akan membentuk ukuran medium disperse dengan pengaruh dari komposisi

surfaktan dan kosurfaktan. Peran minyak dalam sediaan ini adalah sebagai

pembawa utama zat aktif dan sebagai penentu ukuran droplet emulsi yang

terbentuk. Minyak kelapa sawit yang digunakan dalam fase minyak ini memiliki

fungsi yang dapat mempengaruhi kelarutannya dalam air (Marpaung, 2014).


5

Pada penelitian ini, minyak merupakan basis obat dalam SNEDDS,

digunakan minyak kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) yaitu minyak pangan

dengan asam lemak dominan rantai panjang yang penting untuk menurunkan

tingkat unsaturasi dan penting untuk mencegah degradasi oksidatif dan

mempengaruhi kelarutan obat dalam air (Marpaung, 2014). Ditinjau dari kesehatan,

minyak kelapa sawit mempunyai keunggulan jika dibandingkan dengan minyak

nabati lainnya karena mengandung beta karoten sebagai pro-vitamin A dan vitamin

E. Vitamin E selalu diunggulkan ampuh untuk memerangi radikal bebas karena

vitamin E membantu melawan radikal bebas, yang bermanfaatbagi kulit dan

membantu mencegah pembentukan kerutan dengan mencegah kerusakan oksidatif

yang disebabkan oleh sinar ultraviolet. Betakaroten merupakan provitamin A yang

akan diubah menjadi vitamin A. Vitamin A ini berguna bagi proses metabolisme

(Departemen Perindustrian, 2007).

Penelitian yang menggunakan minyak kelapa sawit sebagai fase minyak

telah beberapa kali dilakukan. Menurut Setiawan et al (2018) Formulasi SNEDDS

buah merah/ kelapa sawit (palm oil) menunjukkan baik ukuran partikel (193.1 ±

1.68), potensial zeta (-43.26 ± 0.11mV), dan Indeks polidispersitas (0,50 ± 0,01).

Komposisi selanjutnya adalah surfaktan dan kosurfaktan ini memiliki peran

penting sebagai stabilitas sediaan yang mempengaruhi homogenitas, kelarutan obat,

absorbsi, dan ukuran partikel (Anindhita et al., 2016). Surfaktan untuk memperkecil

ukuran droplet atau tetesan emulsi dan penstabil zat aktif dalam jangka waktu lama

pada tempat absorbsi sehingga tidak ada pengendapan dalam saluran cerna.

Diantara surfaktan yang digunakan adalah Transcutol, Span 20, Tween 80, dan
6

Tween 20. Span 20 merupakan surfaktan non-ionik yang mempunyai nilai HLB

8,6. Ester sorbitan atau span 20 ini lebih sering digunakan dalam kombinasi

bersama bermacam-macam proporsi polysorbate untuk menghasilkan emulsi atau

krim, baik tipeoil in water(o/w) atauwater in oil (w/o). Kadar yang digunakan

apabila dikombinasikan dengan pengemulsi hidrofilik lain adalah 1-10% (Rowe et

al., 2009). Tween 20 mampu larut 2,965 ± 0,014 dan lebih baikdaripada surfaktan

lain, termasuk Cremophor RH 40, Labrafil M1944, Labrasol, dan Tween 80 (Syukri

et al., 2018). Tween 80 merupakan surfaktannon-ionik dengan nilai HLB 15 yang

stabil untukemulsi o/w dan aman bagi tubuh (Huda et al., 2016).

Kosurfaktan berfungsi untuk membantu surfaktan dalam menemukan

tegangan permukaan air dan minyak, meningkatkan disolusi zat aktif, dan

memperbaiki absorbsi zat aktif (Huda dan Iis Wahyuningsih., 2016). Kosurfaktan

yang digunakan adalah PEG yang mempunyai sifat stabil, mudah larut dalam air

hangat, tidak beracun, non-korosif, tidak berbau, tidak berwarna, memiliki titik

lebur yang sangat tinggi (580°F), tersebar merata, higroskopik (mudah menguap)

dan juga dapat mengikat pigmen.PEG 400 sebagai fase kosurfaktan karena

memenuhi kriteria pembentukan sediaan SNEDDS yang baik yaitu memiliki

ukuran partikel ≤ 200 nm, indeks polidispersitas (IP) ≤ 0.7, potensial zeta ≥ 30 mV

dan % transmitan 70-100% (Nugroho dkk, 2018). Jumlah surfaktan-kosurfaktan

dengan minyak juga mempengaruhi besar kecilnya tetesan emulsi yang dihasilkan.

Jumlah surfaktan-kosurfaktan harus lebih banyak dari jumlah minyak agar saat

teremulsi di dalam air, minyak mampu tertutupi sehingga menghasilkan ukuran

tetesan dalam rentang nanometer (Anindhita et al., 2016).


7

Jumlah perbandingan antara minyak, surfaktan dan kosurfaktan dalam

penelitian ini menggunakan 3 perbandingan variasi antara ketiga komponen

pembentuk, yaitu 1:8:1, 1:7:2, 2:7:1 (Winarti dkk., 2016). Hal ini juga dipengaruhi

oleh nilai HLB dengan berbagai rasio surfaktan-kosurfaktan dan minyak digunakan

untuk mendapatkan SNEDDS yang paling stabil. SNEDDS dengan HLB antara 11-

15 yang merupakan rentan yang stabil dalam pembuatan sistem SNEDDS. Semakin

tinggi nilai HLB maka menunjukkan sifat surfaktan yang hidrofilik, sehingga lebih

larut dalam air (Winarti dkk., 2016).

Penelitian mengenai SNEDDS telah banyak dikembangkan oleh beberapa

peneliti karena sistem ini mempunyai kemampuan untuk meningkatkan kelarutan

dan ketersediaan hayati. Hal ini memungkinkan SNEDDS untuk mengatasi

beberapa permasalah obat baru seperti menaikkan kelarutan, absorbsi dan stabilitas

obat yang sukar larut dalam air, sehingga SNEDDS mampu berkembang sebagai

alternatif perkembangan pemberian obat oral yang bersifat lipofilik (Patel et al.,

2011; Gupta et al., 2011). Ketersediaan hayati obat mampu meningkat karena

system SNEDDS yang memiliki ukuran nano dengan membentuk emulsi minyak

dalam air dengan ukuran partikel <100 nm dengan adanya cairan lambung setelah

administrasi oral, sehingga bioavailabilitas dalam tubuh akan meningkat secara

signifikan karena terjadi peningkatan disolusi dan absorbsi oral suatu obat (Nazzal

et al., 2002, Joshi e al., 2013). Disebutkan pula, sistem ini juga mampu

meningkatkan permeabilitas obat melalui membrane biologis karena kandungan

minyak atau lipid dan surfaktan dalam formulasi (Gupta et al., 2011).
8

Pada penelitian ini, dilakukan pengembangan sediaan nanoemulsi SNEDDS

ini akan dikembangkan pada penelitian ini dengan komponen yang digunakan

adalah ekstrak bahan alam. Pada sediaan ekstrak bahan alam yang sudah

dikembangkan menghasilkani efektifitas terapi dengan dosis yang cukup besar,

kelarutannya rendah dan bioavailabilitas oral yang kurang maksimal. Sistem

SNEDDS yang merupakan salah satu penghantaran obat dengan komposisi

campuran minyak, surfaktan, kosurfaktan dan bahan obat alam mampu membentuk

nanoemulsi minyak dalam air yang akan terbentuk dalam saluran cerna secara

spontan dengan ukuran nanoemulsi (Patel et al., 2011& Makadia et al., 2013).

Sehingga sistem SNEDDS ini dimanfaatkan karena mampu meningkatkan absorbsi

dan ketersediaan hayati obat di dalam tubuh terutama untuk obat yang memiliki

kelarutan rendah di dalam air (Nasr et al., 2016; Zhang et al., 2011), mampu

menstabilkan produk alami dan pembawa sistem ini juga mampu meningkatkan

ketersediaan hayati bahan bioaktif alami (Basalious et al., 2010).

Pemanfaatan SNEEDS salah satunya dengan mengkombinasi bahan alam

karena penggunaan bahan alam yang kurang nyaman jika digunakan secara oral

sehingga digunakan sediaan SNEDDS untuk mengatasi masalah di atas. SNEEDS

sendiri memiliki keuntungan dengan kemampuannya untuk memberikan obat

dalam bentuk terlarut dalam lumen saluran cerna atau Gastrointestinal (GI),

sehingga area antarmuka tersedia lebih besar sebagai tempat penyerapan obat

(Nugroho dkk., 2018). Pemanfaatan bahan alam yang dilakukan dalam penelitan

kali ini adalah menggunakan ekstrak bawang dayak dengan senyawa metabolit
9

sekunder naftakuinon yang memiliki bioaktivitas sebagai antikanker dan

antioksidan yang biasanya terdapat di dalam sel vakuola dalam bentuk glikosida.

Beberapa penelitian telah menunjukkan pemanfaatan system SNEEDS

dalam penghantaran obat dengan komposisi minyak dan bahan alam seperti ekstrak

Jinten Hitam (Nigella sativa) teruji sebagai imunostimulan, berbeda dalam

penelitian Nugroho dkk (2018) yang menyebutkan penggunaan formulasi SNEDDS

dengan ekstrak Daun Karamunting (Rhodomuyrtus tomentosa (Ait.) Hassk) sebagai

antioksidan. Tujuan dari penelitian ini diharapkan menjadi inovasi bagi

perkembangan sistem penghantaran obat dengan ekstrak bahan alam dengan

menggunakan berbagai macam konsentrasi surfaktan-kosurfaktan dengan minyak

yang digunakan sehingga dapat memperbaiki ketersediaan hayati zat aktif dalam

tubuh.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah perbandingan surfaktan, kosurfaktan dan minyak kelapa sawit dapat

menghasilkan rancangan formula SNEDDS (Self-Nanoemulsiying Drug

Delivery System) yang baik?

2. Apakah formula SNEDDS ekstrak bawang dayak (EBD) menggunakan

perbandingan surfaktan, kosurfaktan dan minyak kelapa sawit memenuhi

syarat uji karakteristik fisikokimia sediaan farmasi?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah mengembangkan sediaan SNEDDS

(Self-Nanoemulsifying Drug Delivery System) dengan bahan aktif ekstrak bawang


10

dayak (Eleutherine palmifolia (L.) Merr) yang dapat digunakan sebagai terapi anti

kanker.

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan Khusus penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui rancangan terbaik formula SNEDDS (Self Nano-

Emulsifiying Drug Delivery System) menggunakan perbandingan minyak

kelapa sawit, surfaktan dan kosurfaktan.

2. Untuk mengetahui karakteristik sediaan SNEDDS (Self Nano-Emulsifiying

Drug Delivery System) menggunakan perbandingan minyak, surfaktan dan

kosurfaktan kelapa sawit dengan bahan aktif ekstrak bawang dayak

(Eleutherine palmifolia (L.) Merr).

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah mampu mengetahui uji karakteristik fisik

sediaan pada sistem penghantaran SNEDDS (Self Nano-Emulsifiying Drug

Delivery System) dengan variasiperbandingn surfaktan, kosurfaktan dan minyak.

1.5 Batasan Penelitian

Batasan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Penelitian ini melakukan formulasi SNEDDS (Self –Nanoemulsifying Drug

Delivery System) dengan bahan aktif Bawang Dayak yang diperoleh dari

Tenggarong, Kalimantan Timur.

2. Fase minyak yang digunakan adalah minyak sawit, sedangkan surfaktan yang

digunakan adalah Tween80, Tween 20, Span 20, dan Trancutol, sementara

kosurfaktan yang digunakan adaah PEG 400.


11

3. Rancangan yang telah dilakukan dengan berbagai perbandingan minyak:

surfaktan: kosurfaktan sebesar 1:8:1; 1:7:2; 2:7:1.

4. Uji karakteristik meliputi uji % transmitan, uji waktu emulsifikasi, uji pH, uji

viskositas, uji ukuran parttikel, uji stabilitas pengenceran dengan cairan SGF

dan SIF, uji stabilitas termodinamika.

5. Uji kadar bahan aktif ekstrak bawang dayak dilakukan dengan instrument

spektrofotometer UV-Vis.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Penghantaran

2.1.1 Definisi Sistem Penghantaran

Sistem penghantaran obat atau drug delivery system merupakan suatu istilah

yang menjelaskan bagaimana suatu obat dapat sampai ke tempat target aksinya.

Tujuan utama pengembangan sistem penghantaran tertarget adalah untuk

meningkatkan kontrol dosis obat pada tempat spesifik seperti pada sel, jaringan,

atau organ, sehingga akan mengurangi efek samping yang tidak diinginkan pada

organ non target (Yuda, 2017).

Konsep sistem penghantaran obat tertarget mulai dikembangkan pada awal

abad 20 ketika Paul Erlich menemukan konsep “magic bullet” yang menekankan

pada penghantaran obat yang ditujukan pada target spesifik. Kebanyakan sistem

penghantaran obat bersifat tertarget pasif, sehingga untuk mengkonversi menjadi

sistem penghantaran tertarget aktif, sistem penghantaran obat dibuat lebih pintar

melalui penggabungan dengan ligan yang dapat dikenali oleh reseptor pada target

sel. Keuntungan sistem penghantaran tertarget selain dapat mengurangi toksisitas

dengan mengurangi efek samping yang ditimbulkan, juga dapat meningkatkan

kepatuhan pasien dan mereduksi biaya pemeliharaan kesehatan (Winarti, 2013).

2.1.2 Macam Sistem Penghantaran

Sistem penghantaran obat tertarget dapat dibedakan menjadi 2, yaitu sistem

tertarget aktif dan tertarget pasif. Sistem penghantaran tertarget pasif bertujuan

meningkatkan konsentrasi obat pada tempat aksi melalui pengurangan interaksi

12
13

yang tidak spesifik dengan mendesain sifat fisikakimia sistem penghantaran yang

digunakan, meliputi: ukuran, muatan permukaan, hidrofobisitas permukaan,

sensitivitas pada pemicu, dan aktivitas permukaan sehingga dapat mengatasi barier

anatomi, seluler, dan subseluler dalam penghantaran obat. Contoh sistem

penghantaran jenis ini yaitu: liposom, mikro/nanopartikel, misel, dan konjugat

polimer. Sebaliknya sistem penghantaran tertarget aktif merupakan sistem

penghantaran tertarget pasif yang dibuat lebih spesifik dengan penambahan

“homing device” yaitu suatu ligan yang dapat dikenali oleh suatu reseptor spesifik

kemudian berinteraksi dengan reseptor tersebut yang bertujuan untuk

meningkatkan konsentrasi obat pada tempat yang diinginkan (Winarti,2013).

2.1.3 Sistem Penghantaran Tertarget Pasif

Desain sistem penghantaran obat yang baik dan berhasil digunakan dalam

terapi harus memperhatikan barier yang harus dilalui oleh obat sehingga sampai

pada tempat aksi. Selain itu pemahaman tentang sifat unik tertentu dari target sel

dan jaringan juga perlu dipertimbangkan agar dapat mendesain sistem penghantaran

yang dapat mengakumulasi obat pada target aksi. Terdapat 3 pertimbangan utama

untuk membentuk sistem penghantaran yang stabil, antara lain yaitu :

(1) Sistem tersebut harus memiliki stabilitas fisikakimia yang cukup sehingga obat

tidak terdisosiasi atau terdekomposisi dari sistem penghantarnya sebelum

mencapai tempat aksi.

(2) Setelah sampai pada target aksi, sistem penghantar harus melepaskan obat

dalam jumlah yang cukup untuk menimbulkan efek terapi.


14

(3) sistem penghantar yang digunakan (carrier) harus terdegradasi dan dapat

dieliminasi dari tubuh untuk menghindari toksisitas jangka panjang atau

imunogenisitas.

2.1.4 Nanopartikel

Nanopartikel adalah sistem koloid dengan ukuran antara 10-6-10-9 terbuat

dari berbagai macam bahan dalam berbagai komposisi. Vektor nanopartikel

meliputi: liposom, misel, dendrimers, nanopartikel lipid padat, nanopartikel logam,

semikonduktor nanopartikel dan polimer nanopartikel. Nanopartikel sangat baik

untuk penargetan tumor karena sifat unik yang mampu melekat pada tumor padat.

Pertumbuhan tumor padat yang cepat menyebabkan drainase limfatik pembuluh

darah yang jelek serta peningkatan efek permeabilitas dan retensi (EPR) yang

memungkinkan nanopartikel terakumulasi di lokasi tumor. Penelitian menunjukkan

bahwa sistem penghantaran nanopartikel memungkinkan konsentrasi obat pada

tumor mencapai 10 - 100 kali lipat lebih tinggi dibandingkan ketika pemberian obat

bebas. Selain pentargetan tumor secara pasif melalui efek EPR, lokalisasi

intratumoral nanopartikel dapat lebih ditingkatkan dengan pentargetan aktif melalui

konjugasi partikel dengan molekul kecil pengenal tumor spesifik seperti asam folat,

tiamin, dan antibodi atau lektin (Kayser, 2005).

Nanoemulsi merupakan sediaan yangstabil secara termodinamik, disperse

transparan dari minyak dan air yangdistabilisasi oleh interfasial film

molekulsurfaktan dan kosurfaktan dan memilikiukuran droplet kurang dari 100 nm

(Shafiq-Un-Nabi, 2007). Terdapat berbagai keunggulan dari nanopartikel salah

satunya ialah kemampuan untuk menembus ruang-ruang antar sel yang hanya dapat
15

di tembus oleh ukuran partikel koloidal (Buzea et al., 2007). Pembentukan

nanopartikel juga dapat dibuat dengan berbagai teknik yang sederhana.

Nanopartikel pada sediaan farmasi dapat berupa sistem obat dalam matriks seperti

nanosfer dan nanokapsul, nanoliposom, nanoemulsi, dan sebagai sistem yang

dikombinasikan dalam perancah (scaffold) dan penghantaran transdermal (Martien

dkk., 2012).

2.2 Self-Nanoemulsifying Drug Delivery System (SNEDDS)

2.2.1 Definisi SNEDDS

SNEDDS adalah salah satu formulasi nanopartikel berbasis minyak atau

lemak. SNEDDS merupakan campuran isotropik antara minyak, surfaktan, dan

kosurfaktan yang dapat membentuk nanoemulsi secara spontan ketika kontak

dengan cairan lambung (Makadia et al., 2013). Formulasi sediaan SNEDDS akan

meningkatkan disolusi dari zat aktif dengan cara memfasilitasi pembentukan fase

tersolubilisasi dan meningkatkan transpor melalui sistem limfatik usus, serta

menghindari effluks glikoprotein-P (gp-P), sehingga dapat meningkatkan absorpsi

dan bioavailabilitas zat aktif dari saluran cerna (Singh et al., 2009).

2.2.2 Keunggulan SNEDDS

Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa SNEDDS mampu

meningkatkan bioavailabilitas sehingga mampu meningkatkan efek dari obat.

Keunggulan nanoemulsi minyak dalam air ialah kemampuan membawa obat yang

bersifat hidrofobik di dalam minyak sehingga dapat teremulsi di dalam air dan pada

akhirnya akan meningkatkan kelarutan obat tersebut ketika berada didalam tubuh

(Shafiq-Un-Nabi et al., 2007). SNEDDS memiliki kelebihan, diantaranya dapat


16

mempercepat waktu kelarutan senyawa lipofilik, mampu mengurangi adanya First

Pass Effect, dan meningkatkan absopsi (Kyatanwar et al., 2010).

Proses nanoemulsi terjadi secara spontan tanpa bantuan energi, sediaan

memenuhi kriteria SNEDDS apabila suatu sediaan mampu teremulsi dengan agitasi

yang lembut (Pouton, 2000). SNEDDS mampu menjadi sistem penghantaran obat

yang baik untuk obat protein maupun obat dengan tingkat absorpsi yang rendah.

Formulasi SNEDDS yang optimal dipengaruhi oleh sifat fisikokimia dan

konsentrasi minyak, surfaktan, kosurfaktan, rasio masing-masing komponen, pH

dan suhu emulsifikasi terjadi, serta sifat fisikokimia obat (Date et al., 2010).

2.2.3 Kelemahan SNEDDS

Beberapa kelemahan dari pengahantaran obat dengan sistem SNEDDS ini

diantaranya adalah kurangnya predikatif yang baik dalam model in vitro untuk

penilaian formulasi, Metode pemecahan obat secara sederhana tidak berfungsi,

karena formulasitergantung pada pencernaan sebelum rilis obat. Model in vitro

membutuhkan pengembangan dan validasi lebih lanjut. Formulasi berbasis

prototipe lipid yang berbeda perlu dikembangkan dan diuji in vivo. Ketidakstabilan

obat kimia dan konsentrasi surfaktan yang tinggidalam formulasi (sekitar 30-60%)

dapat mengiritasi GIT (Gastrointestinal Track), solvent co-volatile dapat bermigrasi

ke cangkang lunak atau keraskapsul gelatin, menghasilkan presipitasi obat lipofilik

(Sharma et al., 2012).

2.3 Mekanisme Pembentukan SNEDDS

Mekanisme emulsifikasi energy rendah mendasari mekanisme emulsifikasi

spontan SNEDDS melalui penambahan bertahap fase air ke dalam fase minyak,
17

pada suhu konstan dan pengadukan ringan yang berkesesuaian dengan proses yang

terjadi dalam lambung. Penelitian terhadap fase pembentukan dari komponen

penyusun nanoemulsi menunjukkan bahwa komposisi terbentuknya lamellar liquid

crystallinepenting diperlukan dalam membentuk nanoemulsi (Forgiarini et al.,

2001). Sebagai contoh, nanoemulsifikasi spontan dapat terjadi pada campuran

Cremophor EL dan Miglyol 812 yang digunakan juga sebagai fase minyak dalam

pembuatan SNEDDS PGV-0 (Sadurni et al., 2005).

Proses pembuatan SNEDDS tetap mempertimbangkan komposisi campuran

yang digunakan sebab proses yang sama dapat menghasilkan respon yang berbeda

akibat adanya pengaruh konsentrasi surfaktan. Sebagai contoh pada sistem

nanoemulsi MCT/capsantin dengan surfaktan Tween 80 dan Span 20,

menghasilkan respon yang berbeda antara batas bawah campuran sebesar 5% dan

batas atas 10%. Pada batas bawahnya, kenaikan kecepatan putar stirrer mampu

memperkecil ukuran partikel, sedangkan pada batas atasnya kenaikan kecepatan

putar stirrer tidak memberikan efek. Contoh lainnya, pemanasan mampu

menurunkan viskositas SNEDDS sehingga kelarutan minyak terhadap surfaktan

non-ionik ditingkatkan dan tegangan muka berkurang (Saberi et al., 2013; Komaiko

dan McClements, 2015).

Secara substansial SNEDDS terbukti meningkatkan bioavailabilitas obat

lipofilik melalui pemberian oral. Perkembangan teknologi memungkinkan

SNEDDS memecahkan masalah terkait penghantaran obat dengan kelarutan dalam

air yang buruk (Makadia et al., 2013).


18

Metode SNEDDS lebih dipilih daripada metode nanoemulsi yang

mengandung air karena lebih stabil dan lebih kecil volumenya sehingga

memungkinkan untuk dijadikan bentuk sediaan hard atau soft gelatin capsule.

Metode SNEDDS juga dapat meningkatkan kelarutan obat yang sukar larut dalam

air dengan melewati tahapan disolusi obat (Gupta et al., 2011).

Formulasi SNEEDS yang optimal dipengaruhi oleh sifat fisikokimia dan

konsentrasi minyak, surfaktan, kosurfaktan, rasio masing-masing komponen, pH

dan suhu emulsifikasi terjadi, serta sifat fisikokimia obat (Date et al., 2010).

Gambar 2.1 Gambar Penyusun SNEDDS (Zhao, 2015)

2.4 Mekanisme Kerja SNEDDS

Mekanisme SNEDDS dalam penghantarannya yang berbasis lipid terdiri

dari beberapa fase. Fase yang pertama yaitu fase pencernaan dimana terjadi proses

autokalitik yang mana lipid akan mengalami penghancuran fisik menjadi emulsi

saat kontak dengan cairan lambung untuk selanjutnya terjadi hidrolisis Trigliserida

menjadi asam lemak dan selanjutnya menjadi campuran micelle dengan garam

empedu. Fase berikutnya yaitu fase absorbsi dimana terjadi proses penghantaran

obat melalui difusi pasif, difusi terfasilitasi dan transport aktif menuju sel. Fase
19

yang terakhir adalah fase sirkulasi dimana dilakukan proses seleksi ukuran partikel.

Obat dengan sistem penghantaran berbasis lipid memiliki nilai log P >5 dengan

solubilitas TG >50 mg/ml yang akan memasuki sistem penghantaran dengan sistem

limfatik dan langsung menuju target sel (Debnath et al., 2011).

2.5 Komponen Penyusun SNEDDS

2.5.1 Minyak

Karakteristik fisikokimia fase minyak seperti kepolaran dan

viskositassangat mempengaruhi formula SNEDDS dalam beberapa hal yaitu

kemampuanuntuk membentuk nanoemulsi secara spontan, ukuran tetesan

nanoemulsi, dan kelarutan obat dalam sistem. Lipofilisitas dan konsentrasi fase

minyak dalam SNEDDS proporsional terhadap ukuran tetesan nanoemulsi yang

didapat (Makadia et al., 2013).

Oleh karena itu, dalam formulasi dapat juga digunakan campuran

minyakdan trigliserida rantai medium (6-12 karbon) untuk mendapatkan

emulsifikasi dan drug loading yang bagus. Trigliserida rantai medium ini

mempunyai kapasitas solven yang tinggi dan resisten terhadap oksidasi (Debnath

et al., 2011). Sehingga campuran minyak dan trigliserida akan menghasilkan

karakteristik fase minyak yang dibutuhkan dalam sistem SNEDDS (Makadia et al.,

2013).

Umumnya, minyak dengan rantai trigliserida yang panjang (13-21 karbon)

yang mempunyai berbagai derajat saturasi digunakan untuk formulasi SNEDDS.

Trigliserida rantai panjang memiliki keunggulan berupa kemampuan meningkatkan

transpor obat melalui limfatik sehingga mengurangi metabolisme lintas pertama,


20

sementara trigliserida, digliserida ataupun monogliserida rantai medium memiliki

kemampuan solubilisasi obat hidrofobik yang lebih baik. Namun, trigliserida rantai

panjang sulit untuk teremulsifikasi dibandingkan dengan trigliserida rantai

menengah, digliserida atau ester asam lemak. (Sapra et al., 2012).

Selain itu, minyak nabati juga banyak dipilih dalamformulasi karena lebih

mudah didegradasi oleh mikroorganisme sehingga lebih ramah lingkungan. Minyak

nabati yang umum digunakan dalam formulasi SNEDDS yaitu olive oil, corn oil,

soya bean oil, dan virgin coconut oil (VCO) (Patel et al., 2010).

2.4.1.1. Minyak Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq)

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) berasal dari Afrika Barat.

Tetapi ada sebagian berpendapat justru menyatakan bahwa kelapa sawit berasal

darikawasan Amerika Selatan yaitu Brazil. Hal ini karena spesies kelapa sawit

banyak ditemukan di daerah hutan Brazil dibandingkan Amerika. Pada

kenyatannya tanaman kelapa sawit hidup subur di luar daerah asalnya,

sepertimalaysia, Indonesia, Thailand, dan Papua Nugini. Bahkan, mampu

memberikan hasil produksi perhektar yang lebih tinggi (Fauzi, 2012).

Gambar 2.2 Kelapa Sawit (Hariyadi, 2014).

Pada Proses Pengempresan, minyak sawit tedapat 2 jenis minyak CPO dan

CPOK. CPO kaya akan dengan asam palmitat (C16) sedangkan CPOK kaya akan
21

asam laurat (C12) dan asam miristat (C14). Pada prakteknya CPO lebih banyak

diproses menjadi minyak sawit (Hariyadi, 2014).

Menurut penelitian yang telah menggunakan minyak kelapa sawit sebagai

fase minyak oleh Setiawan et al (2018). Formulasi SNEDDS buah merah/ kelapa

sawit (palm oil) menunjukkan baikukuran partikel (193.1 ± 1.68), potensial zeta (-

43.26 ± 0.11mV), dan Indeks polidispersitas (0,50 ± 0,01).

2.5.2 Surfaktan

Selain minyak, surfaktan juga merupakan komponen vital dalam formulasi

SNEDDS (Makadia et al., 2013). Surfaktan yang berasal dari alam lebih aman

dalam penggunaannya dibanding surfaktan sintetis. Namun, surfaktan alami

mempunyai kemampuan self-emulsification yang lebih rendah sehingga jarang

digunakan untuk formulasi SNEDDS (Singh et al., 2009). Komposisi surfaktan

dalam formulasi SNEDDS tidak boleh terlalu banyak karena dapat mengakibatkan

iritasi saluran cerna. Surfaktan yang bersifat amfifilik dapat melarutkan dalam

jumlah banyak jenis obat hidrofobik (Sapra et al., 2012).

Surfaktan berperan dalam memperkecil ukuran tetesan emulsi, serta

menjaga zat aktif dalam jangka waktu lama pada tempat absorpsi, sehingga tidak

terjadi pengendapan dalam saluran cerna. Tween 80 merupakan surfaktan non-ionik

dengan nilai HLB 15 yang stabil untuk emulsi o/w dan aman bagi tubuh (Rowe et

al., 2009). Tween 20 sebagai surfaktan yang berikatan dengan co-surfaktan akan

mampu meningkatkan stabilitas termodinamika formulasi nanoemulsi dan mampu

meningkatkan fluiditas antarmuka (Syukri et al., 2018). Transcutol dalam

penelitian Basalious et al (2010) menyebutkan bahwa transcutol yang terpilih


22

menjadi co-surfaktan dalam pengembangan formulasi SNEDDS bertujuan untuk

meningkatkan kemampuan pemuatan obat.

Surfaktan merupakan salah satu komponen penting dalampembuatan

SNEDDS. Surfaktan adalah zat yang dalam struktur molekulnya memiliki bagian

lipofil dan hidrofil. Molekul surfaktan memiliki bagian polar yang suka akan air

(hidrofilik) dan bagian non polar yang suka dengan minyak/lemak (lipofilik)

(Fudholi, 2013).

Kemampuan emulsifikasi surfaktan menentukan kemampuan

SNEDDSterdispersi secara cepat dalam kondisi pengadukan ringan. Surfaktan juga

meningkatkan kemampuan minyak dalam melarutkan obat (Patel et al., 2010).

Surfaktan nonionik yang larut air (polioksietilen-20-sorbitan monooleat) banyak

digunakan dalam formulasi SNEDDS. Surfaktan jenis ini juga lebih aman,

biokompatibel dan tidak terpengaruh oleh pH jika dibandingkan dengan jenis

surfaktan ionik (Singh et al., 2009).

Surfaktan dengan nilai HLB < 10 bersifat hidrofobik (ex. Sorbitan

monoester) dan dapat membentuk nanoemulsi air dalam minyak (w/o). Sedangkan

surfaktan dengan nilai HLB > 10 bersifat hidrofilik (ex. polisorbat 80) dan dapat

membentuk nanoemulsi minyak dalam air (o/w). Dalam beberapa formulasi, dapat

digunakan campuran surfaktan hidrofobik dan hidrofilik untuk membentuk

nanoemulsi dengan karakteristik yang diinginkan (Debnath et al., 2011).

Surfaktan berfungsi untuk menurunkan tegangan antarmuka dan

berpengaruh besar terhadap proses pembentukan nanoemulsi, serta ukuran tetesan

nanoemulsi. Kemampuan SNEDDS terdispersi secara cepat dalam kondisi


23

pengadukan ringan ditentukan oleh kemampuan emulsifikasi surfaktan (Patel et al.,

2011). Surfaktan dalam SNEDDS dapat berupa sebagai surfaktan tunggal atau

kombinasi beberapa surfaktan (Date et al., 2010). Surfaktan yang berbeda

diskrining untuk melihat kemampuan emulsifikasi fase minyak yang dipilih.

Surfaktan dipilih berdasarkan transparansi dan kemudahan emulsifikasi (Patel et

al., 2011).

Secara umum, surfaktan untuk SNEDDS harus sangat hidrofilikdengan

HLB berkisar antara 15 – 21 (Rowe et al., 2009). Penggunaan surfaktan nonionik

dengan nilai HLB tinggi akan membantu dalam pembentukan nanoemulsi o/w

dengan cepat dalam media berair. Surfaktan nonionik lebih sering digunakan

mengingat sifatnya yang kurang terpengaruh oleh pH, aman, dan biokompatibel

sehingga penggunaan surfaktan nonionik lebih sering daripada ionik dan umumnya

surfaktan nonionik diizinkan untuk penggunaan melalui rute oral (Azeem et al.,

2009).

Konsentrasi surfaktan berperan dalam pembentukan tetesan berukuran

nanoemeter. Banyaknya jumlah obat hidrofobik yang ingin dilarutkan dalam sistem

SNEDDS membutuhkan surfaktan dalam konsentrasi yang besar juga. Oleh karena

itu, konsentrasi surfaktan dalam sistem SNEDDS harus disesuaikan agar tidak

terlalu besar dan menimbulkan efek yang tidak baik pada kulit dan saluran cerna

(Singh et al., 2009).

Pemilihan surfaktan untuk pembuatan sediaan SNEDDS adalah surfaktan

nonionik dengan sifat yang lebih cenderung hidrofilik ditandai dengan nilai

HLB antara 15-21. Surfaktan nonionik dipilih karena ketoksikan, efek samping
24

yang rendah, kurang terpengaruh terhadap pH, serta aman. Struktur dari surfaktan

yang mempengaruhi atau memiliki efek penetrasi minyak kedalam lapisan

surfaktan untuk pembentukan ukuran partikel nano adalah gugus rantai alkil.

Surfaktan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Tween80, Tween 20, Span

20, dan transcutol.

Tween 80 memiliki nama kimia polyoxyethylene 20 sorbitan monooleat dan

memiliki rumus molekul C64H124O26. Tween 80 memilikI HLBsebesar 15 yang

sesuai untuk sediaan SNEDDS. Tween 20 dan Tween80 dikategorikan sebagai

Generally Regarded As Nontoxic And Nonirritant (Rowe et al., 2009).

Gambar 2.3 Struktur Kimia Tween 80 (Rowe et al., 2009)

Tween 20 (HLB16,7) adalah turunan dari Sorbitan mono-9- octadecanoate

polyoxy-1,2-ethanediyl yang merupakan kompleks campuran dari polioxiethilen

ether yang biasa digunakan secara luas sebagai emulsifier atau agen pengemulsi

atau agen pendispersi pada suatu sediaan farmasi. Nama lain dari tween 20 adalah

polysorbate 20, polyoxyethylene sorbitan.

Gambar 2.4 Struktur Kimia Tween 20 (Rowe et al., 2009)


25

Gambar 2.5Struktur Kimia Span 20 (Rowe et al., 2009)

Transcutol atau diethylene glycol monoethyl ether merupakan cairan

higroskopis tidak berwarna larut dalam air, aseton dan alcohol, namun tidak larut

dalam minyak mineral serta sedikit larut dalam minyak nabati. Transcutol memiliki

berat molekul 134,2 dengan rumus kimia C6H14O13 (Komisi Farmakope Eropa,

2013).

Gambar 2.6 Struktur Kimia Transcutol (Rowe et al., 2009)

2.5.3 Kosurfaktan

Molekul rantai pendek atau kosurfaktan dapat membantu menurunkan

tegangan antar muka sehingga dapat mengecilkan ukuran partikel nanoemulsi

(Debnath et al., 2011). Alkohol rantai pendek yang biasa digunakan sebagai

kosurfaktan tidak hanya mampu menurunkan tegangan muka antara air dan minyak
26

saja, namun juga dapat meningkatkan mobilitas ekor hidrokarbon surfaktan

sehingga lebih mudah terlarut dalam minyak (Debnath et al., 2011; Thakur et al.,

2013).

Kosurfaktan dalam formulasi SNEDDS juga berfungsi untukmeningkatkan

drug loading dalam sistem SNEDDS. Kosurfaktan mempengaruhi emulsification

time dan ukuran tetesan nanoemulsi sistem (Makadia et al.,2013). Namun,

kosurfaktan alkohol memiliki keterbatasan yaitu dapat menguap keluar dari sel

dalam sediaan soft gelatin kapsul sehingga menyebabkan presipitasi obat (Singh et

al., 2009).

Kosurfaktan dalam formulasi SNEDDS dapat meningkatkan disolusi dari

zat aktif, serta memperbaiki dispersibilitas dan absorpsi zat aktif. Propilen glikol

merupakan kosurfaktan yang dapat membantu absorpsi obat (Rowe et al., 2009).

Senyawa amfifilik kosurfaktan memiliki afinitas terhadap air dan minyak.

Secara umum, kosurfaktan yang dipilih berupa alkohol rantai pendek karena

mampu mengurangi tegangan antarmuka, meningkatkan fluiditas antarmuka, dan

mampu meningkatkan pencampuran air dan minyak karena partisinya diantara dua

fase tersebut (Azeem et al., 2009).

Kosurfaktan yang umum digunakan adalah solven organik dan alcohol

rantai pendek (etanol sampai butanol), propilen glikol, alkohol rantai medium, dan

amida (Patel et al., 2010). Kosurfaktan berupa senyawa amfifilik seperti propilen

glikol, polietilen glikol, dan glikol ester memiliki afinitas terhadap fase air dan

minyak (Makadia et al., 2013).


27

Kosurfaktan yang dapat digunakan dalam formulasi SNEDDS ini yaitu

polietilen glikol (PEG). PEG mempunyai sifat stabil, mudah larut dalam air hangat,

tidak beracun, non-korosif, tidak berbau, tidak berwarna, memiliki titik lebur yang

sangat tinggi (580°F), tersebar merata, higoskopik (mudah menguap) dan juga

dapat mengikat pigmen. PEG mempunyai bobot mokekul antara 200-30.000. PEG

400 sebagai fase kosurfaktan karena memenuhi kriteria keberterimaan sediaan

SNEDDS yang baik yaitu memiliki ukuran partikel ≤ 200 nm, indeks polidispersitas

(IP) ≤ 0.7, potensial zeta ≥ 30 mV dan % transmitan 70-100% (Nugroho dkk, 2018).

Polyethylen Glikol merupakan senyawa yang memiliki sinonim Carbowax,

Carbowax Sentry, Lipoxol, Lutrol E, macrogola, PEG, Pluriol E, Polyoxyethylene

glycol. Nama kimianya yaitu -Hydro- -hydroxypoly(oxy-1,2-ethanediyl). Rumus

kimia dari PEG 400 adalah HOCH2(CH2OCH2)mCH2OH dimana (m) merupakan

angka gugus oxyethylene dengan nilai 8,7. PEG 400 memiliki berat molekul

sebesar 190-210 (Rowe et al. 2009).

PEG 400 berupa cairan kental, tidak berwarna, dan transparan. PEG 400

merupakan hasil kondensasi dari polimer etilen glikol. PEG 400 merupakan slah

satu pembawa yang digunakan sebagai bahan tambahan dalam formulasi untu

meningkatkan kelarutan obat (Sinko, 2006). PEG 400 digunakan sebagai

kosurfaktan karena senyawa ini mampu membantu kelarutan zat terlarut dalam

medium dispers dengan meningkatkan fleksibilitas lapisan di sekitar area droplet

(Lawrence and Ress., 2000). Keunggulan PEG 400 adalah tidak mahal, mudah

terdegradasi dalam tubuh, tidak mudah terbakar, toksisitasnya rendah, dan mudah
28

larut bersama solven organik dan memiliki nilai HLB 11,6 dikategorikan sebagai

generally regarded as nontoxic and nonirritant material (Rowe et al. 2009).

Penelitian yang dilakukan oleh Talegaonkar et al., (2011) menunjukkan

bahwa PEG 400 yang digunakan sebagai kosurfaktan dengan konsentrasi 10-20%

dapat menghasilkan nanoemulsi yang jernih dan stabil serta u kuran drople

t<100nm.

Gambar 2.7 Struktur Polietylen glycol 400 (PEG 400) (Rowe et al., 2009)

2.5.4 HLB (Hydrophile-Lipophile Balance)

Hydrophile-lipophile balance (HLB) merupakan suatu ukuran untuk

menunjukkan keseimbangan antara gugus hidrofil dan lipofil. Salah satujenis

surfaktan yang memiliki karakteristik spesifik yakni HLB adalah surfaktan non

ionic. Berdasarkan hal tersebut, setiap zat memiliki nilai HLB yang menunjukkan

polaritas zat tersebut. Kisaran lazimnya antara 1-20. Semakin tinggi nilai HLB,

surfaktan semakin bersifat hidrofilik. Emulsi dengan potensi gugus hidrofilik lebih

besar mempunyai viskositas yang lebih encer (Mollet dan Grubbermann, 2001).

Dua faktor yang menjadi pertimbangan dalam menentukan pilihan

surfaktan adalah HLB dan faktor safety. HLB berfungsi untuk menentukan ukuran

droplet SNEDDS yang dihasilkan(Constantinides 1995).


29

Gambar 2.8Mekanisme surfaktan dalam emulsi (Mason et al., 2006).

Karakteristik self-emulsifying yang baik (waktu emulsifikasi, penentuan

drug loading, persen transmitan), dapat ditentukan apabila komponen surfaktan

memberikan nilai HLB yang tinggi sehingga akan memberikan dropletemulsi

yang bertipe O/W, yang akan mendukung dispersi dropletyang cepat dalam

pengadukan ringan pada media cairan pencernaan (Constantinides 1995).

2.6 Bawang Dayak (Eleutherine palmifolia (L.) Merr.)

2.6.1 Klasifikasi dan Morfologi

Klasifikasi tumbuhan salam menurut Firdaus (2014) adalah sebagaiberikut:

Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Liliales
Famili : Liliaceae
Genus : Eleutherine
Spesies : Eleutherine palmifolia (L.) Merr.

Gambar 2.9 Bawang Dayak Eleutherine palmifolia (L.) Merr.(Azhari,


2018).
30

Bawang dayak memiliki bentuk sama seperti bawang merah, yaitu umbi lapis.

Hanya saja untuk ukuran masih lebih besar bawang dayak dan untuk struktur lebih

tebal daripada bawang merah. Di mana di atas umbi tersebut terdapat daun

berwarna hijau yang memiliki panjang 20-30 cm. Bawang Dayak dapat hidup di

daerah tropis, di Indonesia sendiri terdapat di Kalimantan dan Jawa (Galingging,

2009).

2.6.2 Kandungan Kimia

Menurut Ahmad (2013) dalam bawang dayak (Eleutherine palmifolia (L.)

Merr.) terdapat beberapa golongan metabolit sekunder pada bawang dayak telah

diketahui antara lain alkaloid, glikosida, flavonoid, fenolik, steroid dan zat tannin.

Umbi bawang dayak mengandung senyawa-senyawa bioaktif satunya yaitu

flavonoid. Flavonoid termasuk senyawa fenolik alam yang berpotensial sebagai

antioksidan. Fungsi flavonoid sebagai antijamur dan antibakteri (Christoper dkk,

2017).

2.6.3 Manfaat

Bawang dayak (Eleutherine palmifolia(L.) Merr.) secara tradisional telah

digunakan sebagai antidiabetes, antiinflamasi, antimikroba, dan antikanker. Selain

itu, bawang dayak juga merupakan salah satu tanaman yang mengandung senyawa

fenolik, flavonoid dan tanin yang memiliki aktivitas antioksidan yang kuat (Pakki,

2016). Umbi bawang dayak (Eleutherine palmifolia(L.) Merr.) dapat menghambat

bakteri gram positif S. Aureus dan anti kanker (Christoper dkk, 2017).
31

2.6.4 Bioaktivitas Bawang Dayak (Eleuthrine palmifolia (L.))

Bawang Dayak termasuk salah satu tanaman hias pada umumnya bagian

tanaman yang digunakan yaitu umbi dan daun (Mangan, 2009). Tanaman bawang

dayak memiliki banyak manfaat di antaranya sebagai antikanker payudara,

mencegah penyakit jantung, immunostimulan, antiinflamasi, antitumor serta anti

bleeding agent (Saptowalyono, 2007). Bawang dayak mengandung senyawa

metabolit sekunder golongan naftokuinon dan turunannya seperti elecanin,

eleutherine, eleuthrol, eleutherinon. Naftokuinon dikenal sebagai antimikroba,

antifungal, antiviral, dan antiprasitik. Selain terdapat didalam sel vakuola dalam

bentuk glikosida dan kandungan senyawa kimia lain dari tumbuhan umbi bawang

dayak adalah flavonoid (Hidayah, et al., 2015). Selain itu, naftokiunon memiliki

bioaktivitas sebagai antikanker dan antioksidan yang biasanya terdapat di dalam sel

vakuola dalam bentuk glikosida (Babula et al., 2005).

Gambar 2.10 Struktur Kimia Naftakuinon (C10H6O2) (Rowe et al., 2009)

Penelitian mengenai bawang dayak telah beberapa dilakukan dengan

aktivitas antikanker. Ekstrak etanol bawang dayak memiliki efek aktivitas terhadap

sel kanker kolon HT29 dengan nilai LC50 3,125 mg/ml dan terbukti dapat menekan

mutasi pada gen p53 (Yusni, 2008) bawang dayak juga dilaporkan memiliki efek

aktivitas terhadap sel kanker kolorektal. Eleutherine dan senyawa elecanin


32

menghambat transkipsi TCF/β-catenin pada sel kanker kolorektal SW480

tergantung dari besar dosisnya. Kedua senyawa ini juga menunjukkan aktivitas

yang selektif terhadap kolorektal (Mardaniangsih, 2012).

Keberadaan tumbuh-tumbuhan merupakan berkah dan nikmat Allah SWT

yang diberikan kepada seluruh makhluknya. Allah SWT berfirman:

ً ‫) َمت َا‬03( ‫) َوفَا ِك َهةً َوأَبًّا‬03( ‫غ ْلبًا‬


‫عا‬ ْ َ‫) َو ِعنَبًا َوق‬72( ‫فَأ َ ْنبَتْنَا فِي َها َحبًّا‬
ُ َ‫) َو َحدَائِق‬72( ‫) َوزَ ْيتُونًا َونَ ْخ ًًل‬72( ‫ضبًا‬

)07( ‫لَكُ ْم َو ِِل َ ْنعَامِ كُ ْم‬

Artinya : “lalu Kami tumbuhkan biji-bijian di bumi itu, anggur dan sayur-mayur,

zaitun dan pohon kurma. kebun-kebun (yang) lebat, dan buah-buahan serta

rumput-rumputan, untuk kesenangan kalian dan untuk binatang-binatang ternak

kalian.”

Ayat di atas menjelaskan tentang kuasa Allah SWT menciptakan biji-bijian,

sayur-sayuran, buah-buahan serta rumput yang bisa jadi bahan makanan bagi

manusia dan ternak. Setiap unsur makanan ini memiliki khasiat unik bagi tubuh

manusia yang bisa diteliti dalam kehidupan kita, dan banyak hal lain dari unsur-

unsur ini yang dapat dipelajari untuk mencerahkan dan memberikan pandangan

mendalam akan keajaiban yang terkandung di dalam unsur tersebut (Imani,2005).

Keterkaitan dengan penelitian ini adalah tumbuhan yang diciptakan Allah

dengan berbagai macam jenis yang didalamnya terkandung beribu manfaat bagi

manusia agar dikembangkan dengan sebaik mungkin seperti tumbuhan bawang

dayak dengan pemformulasian sediaan dengan proses sistem penghantaran dalam

tubuh mampu memberikan efek antikanker dalam tubuh


33

2.7 Karakterisasi SNEDDS

Karakteristik SNEDDS dipengaruhi oleh komponen penyusunnya, yaitu

fase minyak, surfaktan dan kosurfaktan. Komponen minyak dalam formulasi

SNEDDS berperan dalam menentukan ukuran emulsi yang terbentuk serta

kapasitas zat aktif yang dapat dibawa karena minyak merupakan pembawa utama

zat aktif dalam SNEDDS. Surfaktan berperan dalam memperkecil ukuran tetesan

emulsi, serta menjaga zat aktif dalam jangka waktu lama pada tempat absorpsi,

sehingga tidak terjadi pengendapan dalam saluran cerna. Tween 80 merupakan

surfaktan non-ionik dengan nilai HLB 15 yang stabil untuk emulsi o/w dan aman

bagi tubuh. Kosurfaktan dalam formulasi SNEDDS dapat membantu surfaktan

dalam menurunkan tegangan permukaan air dan minyak, meningkatkan disolusi

dari zat aktif, serta memperbaiki dispersibilitas dan absorpsi zat aktif. Propilen

glikol merupakan kosurfaktan yang dapat membantu absorpsi obat (Huda, 2016).

Cara utama penilaian swa-emulsifikasi adalah evaluasi visual. Berbagai cara

untuk mengkarakterisasi SNEDDS disusun di bawah ini:

2.7.1 Uji % Transmitan

Pengujian persen transmitan dilakukan untuk mengukur kejernihan

nanoemulsi yang terbentuk. Pengukuran persen trasnmitan merupakan satu faktor

penting dalam melihat sifat fisik nanoemulsi yang terbentuk. Pengukuran dilakukan

dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 650 nm

dan menggunakan akuades sebagai blanko. Jika hasil persen transmitan sampel

mendekati persen transmitan akuades yakni 100%, maka sampel tersebut memiliki
34

kejernihan atau transparansi yang mirip dengan air (Patel, 2011; Chabib dkk.,

2017).

Persen transmitan (%T) digunakan untuk mengukur kejernihan secara

kuantitatif dari larutan atau sistem disperse. Nilai persen transmitan yang tinggi

artinya ukuran globul semakin kecil (Abdassah, 2017).

2.7.2 Uji pH

Untuk memastikan bahwa formulasi emulsi memenuhi kriteria parameter

pH (6-7) maka dilakukan uji pH. Pengukuran pH masing-masing formula dilakukan

dengan menggunakan pH meter. Diambil 10 mL SNEDDS EBD, kemudian

elektroda dimasukkan kedalam SNEDDS EBD lalu dicatat angka yang ditunjukkan

pH meter (Annisa dkk.,2017).

2.7.3 Uji Waktu Emulsifikasi

Waktu emulsifikasi dilakukan untuk menentukan seberapa cepat formula

SNEDDS membentuk emulsi (Zhao, 2015). Suatu formula SNEDDS harus mampu

membentuk emulsi secara spontan setelah kontak langsung dengan cairan gastrik,

hal tersebut merupakan parameter penting dalam formulasi SNEDDS. Pemilihan

minyak, surfaktan dan kosurfaktan dalam formula SNEDDS sangat penting dalam

kaitannya terhadap terjadinya emulsifikasi spontan ketika berada pada saluran cerna

(Sahumena, 2014), semakin cepat waktu emulsifikasi maka akan meningkatkan

absorpsi dari obatnya (Kaur et al., 2013), termasuk tingkat A untuk waktu

emulsifikasi kurang dari satu menit, dan memiliki penampilan kebiruan yang

transparan atau bening (Winarti et al., 2018).


35

2.7.4 Uji Viskositas

Viskositas menunjukkan sifat dari cairan untuk mengalir. Makin kental

suatu cairan, maka semakin besar kekuatan yang diperlukan agar cairan dapat

mengalir. Besarnya viskositas dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu,

ukuran molekul, konsentrasi larutan, serta gaya tarik menarik antar molekul (Martin

dan Cammarata, 2008).

Pengukuran viskositas dilakukan untuk melihat kekentalan SNEDDS yang

dihasilkan karena pengaruh penambahan bahan lain seperti surfaktan serta

pengaruh dari teknik pembuatan.Viskositas yang rendahpada suhu ruang berguna

untuk aplikasi mikroemulsi pada produk pangan cair seperti minuman (Cho et al.,

2008). Pengukuran viskositas menggunakan viskosimeter cone and plate. Plate

stasioner membentuk bagian bawah cangkir sampel yang dapat dipindahkan, dan

diisi dengan 0,5 mL-2,0 mL SNEDDS EBD. Sistem akurat dalam ± 1,0 % dari

jangkauan skala penuh. Reproducibility ± 0,2%. Alat bekerja pada kisaran suhu 0-

100oC. Sampel SNEDDS diletakkan pada sample cup, sampel dipastikan bebas

gelembung dan tersebar merata pada permukaan cup. Selanjutnya sample cup

dipasangkan kembali pada viskometer, viskometer dinyalakan, lalu dibiarkan

beberapa saat sampai pembacaan stabil (Annisa et al.,2016).

2.7.5 Uji Ukuran Partikel

Rerata ukuran partikel dan distribusi ukuran partikel diukur menggunakan

alat Partikel Size Analysis (PSA). Ini adalah faktor penting dalam kinerja Self-

emulsifying karena menentukan tingkat dan tingkat pelepasan obat, serta stabilitas
36

emulsi. Penentuan ukuran partikel dilakukan menggunakan alat particle size

analyzer (PSA) (Zhao, 2015).

2.7.6 Uji Stabilitas Pengenceran dengan Berbagai Media

Stabilitas ekstrak bawang dayak dalam nanoemulsion setelah pengenceran

dengan air, SGF dan SIF diperiksa dengan memantau konsentrasi ekstrak bawang

dayak utuh selama inkubasi pada suhu kamar. SNEDDS ditambahkan ke 100 mL

air suling, cairan usus buatan (SIF), dan cairan lambung buatan (SGF). Campuran

kemudian dihomogenisasi dengan vortex selama 2 menit dan diinkubasi selama 2

jam pada suhu 37oC (Astuti et al., 2018; Ren, 2009). Pengujian ini dilakukan untuk

melihat interaksi sediaan SNEDDS dengan cairan lambung sehingga membentuk

sistem emulsifikasi sendiri (Self-emulsification).

2.7.7 Uji Stabilitas Termodinamik

Nanoemulsion adalah suatu sistem, yang secara termodinamik stabil dan

diproduksi dengan adanya minyak, surfaktan, dan co-surfaktan tanpa pemisahan

fasa, creaming, atau cracking. Ini membedakan nanoemulsion dan macroemulsion,

yang secara kinetik tidak stabil dan dapat menyebabkan pemisahan fase

(McClements, 2012).

a. Siklus pemanasan-pendinginan (Heating-cooling cycle)

Siklus pemanasan-pendinginan dilakukan tiga kali pada suhu antara 4°C

dan 45°C masing-masing disimpan selama minimal 48 jam. Formulasi-formulasi

yang bertahan dari temperatur-temperatur ini tanpa retak, creaming, pemisahan

fasa, koalesensi, atau inversi fasa dipilih untuk uji tegangan beku-cair. Nanoemulsi

yang dihasilkan diamati untuk masalah ketidakstabilan (Syukri, et. all, 2018).
37

b. Siklus beku-mencair (Freeze-thaw cycle)

Tes pembekuan mencair dilakukan tiga siklus dalam kisaran suhu −20°C -

+25°C disimpan untuk setidaknya 48 jam masing-masing. Nanoemulsi yang

dihasilkan diamati untuk masalah ketidakstabilan (Syukri, et. all, 2018).

2.8 Instrumen

2.8.1 Spektrofotometri UV-Vis

Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitan atau absorban

suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Metode yang digunakan sering

disebut dengan spektrofotometri. Spektrofotometri dapat dianggap sebagai

perluasan suatu pemeriksaan visual dengan studi yang lebih mendalam dari

absorbsi energi. Absorbsi radiasi oleh suatu sampel diukur pada berbagai panjang

gelombang dan dialirkan oleh suatu perekam untuk menghasilkan spektrum tertentu

yang khas untuk komponen yang berbeda.

Teknik spektroskopi pada daerah ultra violet dan sinar tampak disebut

spektroskopi UV-Vis. Spektrofotometri ini merupakan gabungan antara

spektrofotometri UV dan Visible. Spektrofotometer UV-Vis merupakan alat dengan

teknik spektrofotometer pada daerah ultra-violet dan sinar tampak. Alat ini

digunakan guna mengukur serapan sinar ultra violet atau sinar tampak oleh suatu

materi dalam bentuk larutan. Konsentrasi larutan yang dianalisis sebanding dengan

jumlah sinar yang diserap oleh zat yang terdapat dalam larutan tersebut. Metoda

penyelidikan dengan bantuan spektrometer disebut spektrometri. Dalam

spektrometer modern, sinar yang datang pada sampel diubah panjang

gelombangnya secara kontinu. Hasil percobaan diungkapkan dalam spektrum


38

dengan absisnya menyatakan panjang gelombang (atau bilangan gelombang atau

frekuensi) sinar datang dan ordinatnya menyatakan energi yang diserap sampel

(Kusnanto, 2013).

2.8.1.1 Instrumen UV-Vis

Spektrofotometer adalah alat yang terdiri dari spektrometer dan fotometer.

Spektrofotometer menghasilkam sinar dari spektrum dengan panjang gelombang

tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan

atau yang diarbsorbsi. Jadi spektrofotometer digunakan untuk mengukur energi

secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan

sebagai fungsi dari panjang gelombang. Kelebihan spektrofotometer dibandingkan

dengan fotometer adalah panjang gelombang dari sinar putih dapat lebih terseleksi

dan ini diperoleh dengan alat pengurai seperti prisma, grating ataupun celah optis.

Spektrofotometer terdiri dari :

1. Sumber Cahaya

Sumber energi cahaya yang biasa untuk daerah tampak, ultraviolet dekat,

dan inframerah dekat adalah sebuah lampu pijar dengan kawat rambut terbuat dari

wolfram (tungsten). Lampu ini mirip dengan bola lampu pijar biasa, daerah panjang

gelombang (λ) adalah 350 – 2200 nm. Di bawah kira-kira 350 nm, keluaran lampu

wolfram itu tidak memadai untuk spektrofotometer dan harus digunakan sumber

yang berbeda. Paling lazim adalah lampu tabung tidak bermuatan (discas) hidrogen

(atau deuterium) 175 ke 375 atau 400 nm. Lampu hidrogen atau lampu deuterium

digunakan untuk sumber pada daerah ultraviolet (UV).


39

2. Monokromator

Monokromator adalah alat yang berfungsi untuk menguraikan cahaya

polikromatis menjadi beberapa komponen panjang gelombang tertentu

(monokromatis) yang bebeda (terdispersi).

Ada 2 macam monokromator yaitu : Prisma dan Grating (kisi difraksi).

Keuntungan menggunakan kisi difraksi : Dispersi sinar merata, Dispersi lebih baik

dengan ukuran pendispersi yang sama, Dapat digunakan dalam seluruh jangkauan

spectrum.

Cahaya monokromatis ini dapat dipilih panjang gelombang tertentu yang

sesuai untuk kemudian dilewatkan melalui celah sempit yang disebut slit. Ketelitian

dari monokromator dipengaruhi juga oleh lebar celah (slit width) yang dipakai.

Monokromator berfungsi sebagai penyeleksi panjang gelombang, yaitu mengubah

cahaya yang berasal dari sumber sinar polikromatis menjadi cahaya monokromatis.

3. Sel sampel

Berfungsi sebagai tempat meletakan sampel, UV-Vis menggunakan kuvet

sebagai tempat sampel. Kuvet biasanya terbuat dari kuarsa atau gelas, namun kuvet

dari kuarsa yang terbuat dari silika memiliki kualitas yang lebih baik. Hal ini

disebabkan yang terbuat dari kaca dan plastik dapat menyerap UV sehingga

penggunaannya hanya pada spektrofotometer sinar tampak (Vis). Kuvet biasanya

berbentuk persegi panjang dengan lebar 1 cm. Kuvet harus memenuhi syarat- syarat

sebagai berikut :

a. Tidak berwarna sehingga dapat mentransmisikan semua cahaya.

b. Permukaannya secara optis harus benar- benar sejajar.


40

c. Harus tahan (tidak bereaksi) terhadap bahan- bahan kimia.

d. Tidak boleh rapuh.

e. Mempunyai bentuk (design) yang sederhana.

4. Detektor

Berfungsi menangkap cahaya yang diteruskan dari sampel dan

mengubahnya menjadi arus listrik. Syarat-syarat sebuah detektor :

a. Kepekaan yang tinggi

b. Perbandingan isyarat atau signal dengan bising tinggi

c. Respon konstan pada berbagai panjang gelombang.

d. Waktu respon cepat dan signal minimum tanpa radiasi.

e. Signal listrik yang dihasilkan harus sebanding dengan tenaga radiasi(Larry,

1988).

2.8.1.2 Tipe Instrumen Spektrofotometer

Pada umumnya terdapat dua tipe instrumen spektrofotometer, yaitu single-

beam dan double-beam.

1. Single-beam instrument

Pada spektrofotometer ini hanya terdapat satu berkas sinar yang dilewatkan

melalui cuvet. Single-beam instrument dapat digunakan untuk kuantitatif dengan

mengukur absorbansi pada panjang gelombang tunggal. Single-beam

instrument mempunyai beberapa keuntungan yaitu sederhana, harganya murah, dan

mengurangi biaya yang ada merupakan keuntungan yang nyata. Beberapa

instrumen menghasilkan single-beam instrument untuk pengukuran sinar ultra


41

violet dan sinar tampak. Panjang gelombang paling rendah adalah 190 sampai 210

nm dan paling tinggi adalah 800 sampai 1000 nm (Skoog, DA, 1996).

Gambar 2.11 Gambar Instrumen dalam UV – Vis (Day, 2002)

2. Double-beam instrument

Double-beam dibuat untuk digunakan pada panjang gelombang 190 sampai

750 nm. Double-beam instrument dimana mempunyai dua sinar yang dibentuk oleh

potongan cermin yang berbentuk V yang disebut pemecah sinar. Sinar pertama

melewati larutan blangko dan sinar kedua secara serentak melewati sampel,

mencocokkan foto detektor yang keluar menjelaskan perbandingan yang ditetapkan

secara elektronik dan ditunjukkan oleh alat pembaca (Skoog, DA, 1996).

Gambar 2.12 Spektrofotometer double beam (berkas ganda)(Day, 2002)


42

2.8.2 PSA (Particle Size Analyzer)

Ukuran partikel dan distribusi ukuran partikel merupakan suatukarakteristik

khusus dalam sistem nanopartikel. Suatu materi dikatakan nanopartikel jika

memiliki ukuran partikel di bawah 100 nm. Prinsip pengukuran alat PSA ini

berdasarkan pada hamburan cahaya laser oleh partikel-partikel dalam sampel.

Cahaya yang berasal dari laser dipancarkan melalui pinhole (jarum kecil) kemudian

dikirim ke partikel dalam sampel. Partikel-partikel dalam sampel menghamburkan

kembali cahayanya melalui pinhole dan masuk ke detektor. Sinyal analog yang

terdeteksi diubah menjadi sinyal digital yang kemudian diolah menjadi deret hitung

(Anonimous - HORIBA).

Ada banyak cara atau metode yang digunakan untuk menentukan ukuran

partikel dari nanopartikel. Cara yang paling sering digunakan untuk menentukan

ukuran suatu partikel adalah dengan metode PCS (Photon Correlation

Spectroscopy) dan DLS (Dynamic Light Scattering). PCS dapat digunakan untuk

menentukan ukuran partikel dengan cara mendispersikan sampel dalam medium

cair. Pada kondisi ini, partikel-partikel sampel akan bergerak secara acak mengikuti

aturan gerak Brown. PCS akan mengukur ukuran partikel dengan cara

menembakkan partikel-partikel yang bergerak acak dengan menggunakan laser.

PCS akan menentukan distribusi ukuran partikel rata-ratanya, sedangkan DLS

digunakan untuk menentukan ukuran partikel dengan cara memasukkan partikel

kecil di dalam suspensi yang bergerak dalam pola acak. Pengukuran dilakukan

dengan prinsip bahwa partikel yang lebih besar akan bergerak dengan lambat

dibandingkan dengan partikel yang lebih kecil (Jahanshashi et al., 2008).


43

Keunggulan penggunaan Particle Size Analyzer (PSA) untuk mengetahui

ukuran partikel adalah sebagai berikut:

a) Lebih akurat dan mudah digunakan, pengukuran partikel dengan menggunakan

PSA lebih akurat jika dibandingkan dengan pengukuran partikel dengan alat lain

seperti TEM ataupun SEM. Hal ini dikarenakan partikel dari sampel yang akan

diuji didispersikan ke dalam sebuah media sehingga ukuran partikel yang terukur

adalah ukuran dari single particle.

b) Hasil pengukuran dalam bentuk distribusi, sehingga dapat

menggambarkankeseluruhan kondisi sampel, yang berarti penyebaran ukuran

rata-rata partikel dalam suatu sampel.

c) Rentang pengukuran dari 0,6 nanometer hingga 7 mikrometer (Rusli, 2011).


BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Konseptual

Tanaman Bawang Dayak memiliki kandungan senyawa Naftakuinon

Bahan aktif Ekstrak EtanolUmbi Memiliki aktivitas


sukar larut Bawang Dayak sebagai anti kanker
dalam air,
bioavailabili
Suspensi Emulsi Sirup
tas rendah, Absorbsi obat besar,
dosis terapi laju disolusi cepat,
rendah SNEDDS (Self Nanoemulsifyng Drug target spesifik,
Delivery System) pelepasan terkendali

minyak kelapa sawit Surfaktan Transcutol,


Span 20 (Hidrofobik) Kosurfaktan PEG 400
(menurunkan tingkat unsaturasi,
Tween 20, Tween 80 (memenuhi kriteria pembentukan
mencegah degradasi oksidatif dan
(Hidrofilik) sediaan SNEDDS yang baik)
mempengaruhi kelarutan obat
dalam air

Optimasi
) Formulasi SNEDDS (Minyak : Surfaktan : Kosurfaktan)
1:8:1, 1:7:2, 2:7:1dengan menggunakan HLB 11-15 dengan tipe
o/w

Uji Karakteristik SNEDDS

Uji % Transmitan, Uji Waktu Emulsifikasi, Uji pH, Uji Viskositas, Uji Ukuran
Partikel, Uji Stabilitas Pengenceran, Uji Stabilitas Termodinamika

Gambar 3.1 Tabel Kerangka Konseptual

Keterangan gambar : Yang dilakukan


Tidak dilakukan

44
45

3.2 Uraian Kerangka Konseptual

Umbi bawang dayak memiliki kandungan senyawa fitokimia yakni alkaloid,

glikosida, flavonoid, fenolik, steroid dan tannin. Secara empiris bawang dayak

sudah dipergunakan masyarakat local sebagai obat berbagai jenis penyakit seperti

kanker payudara, obat bisul, kanker usus, mencegah stroke dan mengurangi sakit

perut setelah melahirkan. Selain itu, daun tanaman ini juga dapat digunakan sebagai

pelancar air susu ibu (Galingging, 2009). Selain itu bawang dayak memiliki

metabolit sekunder golongan naftokuinon dan turunannya yang dikenal pula

sebagai antimikroba, antifungal dan memiliki bioaktivitas sebagai antikanker dan

antioksidan yang biasanya terdapat di dalam sel vakuola dalam bentuk glikosida.

Berdasarkan penelitian yang membuktikan bahwa umbi bawang dayak

memiliki bioaktivitas sebagai antikanker dalam hal ini dibuat dalam bentuk sediaan

farmasi. Ekstrak tersebut dibuat dengan system penghantaran SNEEDS (Self-

nanoemulsifying Drug Delivery System). Pemilihan sediaan ini dikarenakan

memiliki banyak kelebihan diantaranya system penghantaran yang baik untuk obat

dengan tingkat absorpsi yang rendah, dan meningkatkan bioavailabilitas obat (Date

et al., 2010).

Formulasi SNEDDS yang optimal dipengaruhi oleh sifat fisikokimia dan

konsentrasi minyak, surfaktan, kosurfaktan, rasio masing-masing komponen, pH

dan suhu emulsifikasi terjadi (Date et al., 2010). Dalam penelitian ini minyak yang

digunakan adalah variasi perbandingan minyak kelapa sawit yang mampu

menurunkan tingkat unsaturasi, mencegah degradasi oksidatif dan mempengaruhi

kelarutan obat dalam air, dengan tambahan variasi surfaktan tween 20 dengan
46

polysorbat lain menghasilkan emulsi baik, tween 20 dengan kelarutan baik 2,965 ±

0,014, tween 80 HLB stabil untuk emulsi o/w dan aman bagi tubuh, dan transcutol

dengan kosurfaktan PEG 400 yang mampu memenuhi kriteria pembentukan

sediaan SNEDDS yang baik. Selanjutnya akan dilakukan uji karakteristik SNEEDS

yang meliputi pengujian uji % transmitan, uji waktu emulsifikasi, uji pH, uji

viskositas, uji ukuran parttikel, uji stabilitas pengenceran dengan cairan SGF dan

SIF, uji stabilitas termodinamika.

3.3 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka konseptual di atas, dapat dirumuskan hipotesa

penelitian sebagai berikut:

1. Perbandingan surfaktan, kosurfaktan dan minyak kelapasawit dapat

menghasilkan rancangan formula SNEDDS (Self-Nanoemulsifying Drug

Delivery System).

2. Formula SNEDDS ekstrak bawang dayak (EBD) menggunakan

perbandingan surfaktan, kosurfaktan dan minyak kelapa sawit memenuhi

syarat uji karakteristik fisikokimia sediaan.


BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah true experimental. Penelitian ini

terdiri dari 2 tahapan, yaitu :

1. Pembuatan self-nanoemulsifying drug delivery systems (SNEDDS) dengan

bahan aktif ekstrak bawang dayak menggunakan variasikonsentrasi minyak,

surfaktan, dan kosurfaktan.

2. Pengujian evaluasi karakteristik fisika kimia self-nanoemulsifying drug

delivery systems (SNEDDS) EBD, meliputi: % transmitan, waktu

emulsifikasi, ukuran partikel, uji pH, viskositas, termodinamik SNEDDS dan

stabilitas formula SNEDDS.

4.2 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2020- Maret 2020,

bertempat di Laboratorium Teknologi Farmasi dan Laboratorium Analisis

Farmasi Jurusan Farmasi Universitas Islam Maulana Malik Ibrahim Malang

4.3 Sampel Penelitian

Sampel penelitian yang digunakan untuk penelitian adalah Sampel yang

digunakan dalam penelitian ini adalah bagian umbi tanaman Eleutherine

palmifolia yang didapatkan dari Kota Tenggarong, Kalimantan Timur. Sampel

yang digunakan dideterminasi di Materia Medika, Batu Jawa Timur dengan

nomor determinasi074/342A/102.7/2018.

47
48

4.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

4.4.1 Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini, diantaranya :

1. Variebel bebas adalah variasi konsentrasi minyak, surfaktan dan

kosurfaktan dalam komponen formula self-nanoemulsifying drug delivery

systems (SNEDDS) ekstrak bawang dayak (Eleutherine palmifolia (L.)

Merr).

2. Variabel terikatadalah karakteristik SNEDDS % transmitan, waktu

emulsifikasi, ukuran partikel, uji pH, viskositas, stabilitas dengan berbagai

pengenceran dan stabilitas termodinamika.

3. Variabel Kontrol meliputi suhu, kecepatan pengadukan dan metode

pembuatan sediaan self-nanoemulsifying drug delivery systems

(SNEDDS).

4.4.2 Definisi Operasional

1. Ekstrak yang digunakan adalah ekstrak Etanol 96%, Umbi Bawang Dayak.

2. Variasi konsentrasi minyak, surfaktan dan kosurfaktan merupakan komponen

formula SNEDDS yang digunakan dalam formula SNEDDS. Minyak yang

digunakan adalah minyak kelapa sawit. Surfaktan yang digunakan

merupakan campuran surfaktan hidrofilik (tween 20, tween 80) dengan

surfaktan lipofilik (span 20 dan transcutol). Kosurfaktan yang digunakan

adalah polietilen glikol 400.

3. Metode pembuatan optimasi menggunakan pendekatan HLB, suhu

pembuatan 25o C, kecepatan pengadukan 100 rpm selama 10 menit.


49

4. Variasi konsentrasi minyak, surfaktan dan kosurfaktan merupakan besaran

konsentrasi formula dalam %(b/b), kemudian diformulasikan dengan

pendekatan HLB.

5. HLB merupakan suatu ukuran untuk menunjukkan keseimbangan antara

gugus hidrofil dan lipofil. Pemilihan surfaktan didasarkan pada nilai HLB

yang diperlukan untuk membentuk nanoemulsi O/W. HLB surfaktan

kombinasi yang digunakan adalah 11-15.

6. Karakteristik fisika kimia SNEDDS terbaik merupakan karakterisasi untuk

menampilkan beberapa karakter SNEDDS ekstrak bawang dayak yang terdiri

dari:

a. Uji %transmitan : Uji % transmitan dilakukan untuk melihat kemampuan

larutan sampel dalam meneruskan cahaya yang ditembakkan dari

spektrofotometri UV sedangkan nilai % transmitan suatu formula

menggambarkan kemampuan proses emulsifikasi dari suatu surfaktan (Anton

& Vandamma, 2011). Semakin tinggi nilai % transmitan maka semakin baik

kemampuan surfaktan yang digunakan dalam proses emulsifikasi (Abdassah.,

2017).

Persen transmitan (%T) digunakan untuk mengukur kejernihan secara

kuantitatif dari larutan atau sistem disperse. Nilai persen transmitan yang tinggi

artinya ukuran globul semakin kecil (Abdassah, 2017).Nilai absorbansi yang

mendekati 100% menunjukkan bahwa ukuran tetesan dispersi yang dihasilkan

oleh SNEDDS telah mencapai ukuran nanometer, yang secara visual tampak

dari transparansi sistem yang terbentuk (Bali dkk., 2010).


50

b. Uji pH : merupakan pH yang diperoleh dari pengukuran SNEDDS EBD dengan

menggunakan pH meter (Zhao, 2015). Parameter yang digunakan adalah 7,0 ±

0,1 hingga 42,0 ± 0,2 centipoise (Zhao, 2015).

c. Viskositas : Pengukuran viskositas dilakukan untuk melihat kekentalan

SNEDDS EBD yang dihasilkan karena pengaruh penambahan bahan lain

seperti surfaktan serta pengaruh dari teknik pembuatan. Pengukuran viskositas

dilakukan dengan menggunakan viscometer Brookfield Cone and Plate. Nilai

parameter viskositas ini adalah 238,92 – 251,36 cP (Beandrade, 2018).

d. Ukuran partikel: merupakan ukuran partikel yang diperoleh dari pengukuran

SNEDDS EBD dengan menggunakan Particle size analyzer (PSA) Nanowave

II Microtec. Parameter uji ini memiliki nilai ukuran partikel 10 – 200 nm

(Syukri et al., 2016)

e. Uji waktu emulsifikasi : Perhitungan waktu emulsifikasi dilakukan terhadap

formula nanoemulsi dalam media aquades tmenggunakan alat magnetic

stirrer yang dijaga konstan kecepatannya dan dalam suhu ruangan (Patel et

al., 2011). Penentuan emulsification time dilakukan untuk memperoleh

gambaran kemudahan SNEDDS membentuk emulsi saat berada dalam tubuh.

Pengerjaan waktu emulsifikasi hanya memerlukan sedikit energi sebagaimana

emulsifikasi tersebut akan terjadi karena gerak peristaltik di saluran

pencernaan. Emulsification time yang singkat dimediasi oleh kerja surfaktan

dan kosurfaktan yang mampu dengan segera membentuk lapisan antarmuka

minyak dan air (Huda dan Iis Wahyuningsih, 2016).

f. Uji Stabilitas Pengenceran dengan Berbagai Media :


51

1. SGF : merupakan simulasi cairan lambung dengan pH yang digunakan adalah

pH 1,0 dan 3,0 yang merupakan media asam (Syukri et al., 2018; Zhao, 2015).

2. SIF : merupakan simulasi cairan usus dengan pH yang digunakan adalah buffer

phospat dengan kisaran 7,0 hingga 9,0 (Syukri et al., 2018; Zhao, 2015).

Stabilitas fisik ditandai dengan tidak adanya agregat, endapan, dan pemisahan

fase (Astuti et al., 2018).

g. Uji Stabilitas Termodinamika : merupakan uji stabilitas dengan hasil formulasi

yang bertahan dari temperatur-temperatur tanpa retak, creaming, pemisahan

fasa, koalesensi, atau inversi fasa (Syukri et al., 2018).

4.5 Alat dan Bahan Penelitian

4.5.1. Alat Penelitian

Instrumen yang dipergunakan pada penelitian ini antara lain: Rotary

evaporator (Camag), Particle Size Analyzer (PSA) Nanowave II (Microtec),pH

meter digital (pH-700), viskosimeter Brookfield (Cone and Plate),

Spectrophotometer UV (Shimadzu UV-1800), hot plate stirrer (Dragon Lab MS-

H), sentrifuse (Hettich Rotofix 32), magnetic stirrer, mikropipet (soccorex) dan

alat-alat gelas.

4.5.2. Bahan Penelitian

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak bawang

dayak, miyak kelapa sawit, tween 80 (Merck, Germany), transcutol (Gattefose,

France), tween 20, span 20, PEG 400 (Brataco, Indonesia), Etanol, HCl, NaoH,

KH2PO4 pro analisa (Merck, Germany), aquades.


52

4.6 Skema Kerja Penelitian


Optimasi rancangan formula SNEDDS dengan pendekatan metode HLB
ekstrak bawang dayak (Elautherine palmifolia L.
(Merr.))
HLB :Kombinasi campuran surfaktan HLB 11-15
- Komponen minyak: surfaktan: ko-surfaktan (1:8:1; 1:7:2; 2:7:1)

Kombinasi minyak, surfaktan, dan ko-surfaktan dipilih untuk pembuatan formula SNEDDS EBD

Karakteristik fisika kimia Self-Nanoemulsifying Drug Delivery Systems (SNEDDS) EBD: Persen
transmitanNilai mendekati 100%

Tidak Ya

Uji Waktu Emulsifikasi< 1 menit

Tidak Ya

Uji pH: nilai pH 6,5-9,0

Ya Tidak

Uji Viskositas: nilai viskositas 234,69 – 255,71 cP

Ya Tidak

Uji Ukuran partikel: nilai 10-200 nm

Ya Tidak

Uji Stabilitas : SGF: 3,4 tanpa enzim&SIF: 6,8 tanpa enzim


Pengenceran

Tidak Ya

Uji Stabilitas Termodinamika : Tidak memisah

Tidak Didapatkan rancangan formula SNEDDS EBD terbaik

Gambar 4.1 Gambar Skema Kerja Penelitian


53

4.6 Tahapan Penelitian

4.6.1 Pembuatan ekstrak bawang dayak (Eleutherine palmifolia)

UAE (Ultrasound-Assisted Extraction) merupakan metode ekstraksi yang

efisien dan mampu mengekstraksi senyawa dalam waktu yang singkat.

Gelombang yang dihasilkan mampu mengubah materi secara fisik maupun kimia

dengan meningkatkan penetrasi pelarut kedalam serbuk simplisia padat

(Kumcuoghu et al., 2014).

Prosedur yang dilakukan pada proses ekstraksi yaitu serbuk halus tiap

bawang dayak ditimbang, kemudian tiap bagian tanaman tersebut dimasukkan

kedalam gelas erlenmeyer dan ditambahkan pelarut etanol 96% dengan

perbandingan 1:20. Proses selanjutnya, diekstraksi dengan UAE selama 2 menit

dengan 3 kali replikasi. Hasil dari proses UAE, tiap bagian tanaman bawang dayak

dimasukkan ke dalam labu evaporasi, kemudian dipasang pada rotary evaporator.

Semua rangkaian alat rotary evaporator dipasang. Suhu diatur 50oC kemudian

pelarut akan menguap hingga mengahasilkan ekstrak kental. Ekstrak kental

bawang dayak di keringkan menggunakan oven dengan suhu 40 oC sampai tekstur

ekstrak menjadi pekat.

4.6.2 Optimasi Rancangan Formulasi SNEDDS Menggunakan Metode

HLB

Berbagai komponen berupa minyak yang terdiri dari minyak kelapa sawit,

surfaktan (Tween 80, Tween 20, Span 20, dan Transcutol), dan kosurfaktan (PEG

400) yang digunakan untuk komponen SNEDDS diantaranya adalah dengan

menggunakan perbandingan 1:8:1, 1:7:2, 2:7:1.


54

Tabel 4.1 Rasio Komponen SNEDDS


Komponen Rasio
1 2 3
Surfaktan-Kosurfaktan 8:1 7:2 7:1
minyak kelapa sawit 1 1 2
5
Diperoleh nilai HLB tiap komponen minyak, surfaktan, dan kosurfaktan

sebagai berikut:

Tabel 4.2 Karakteristik material penyusun SNEDDS


Komponen Nama Bahan HLB
Minyak Kelapa sawit 10
Surfaktan Tween 20 16,70
Tween 80 15,00
Span 20 8,60
Transcutol 4,20
Kosurfaktan Polyetilen Glikol 19,80

Pemilihan surfaktan didasarkan pada nilai HLB yang diperlukan untuk

membentuk nanoemulsi O/W dengan nilai HLB yang seharusnya lebih besar dari

10 (Kommuru et al., 2011). Dua surfaktan hidrofilik (tween 80, tween 20)

dicampur dengan dua surfaktan lipofilik (span 20 dan transcutol) sehingga

terbentuk 4 kombinasi biner surfaktan dengan kisaran HLB 11-15 (Tabel 4.1).

HLBmix setiap campuran surfaktan dihitung dengan persamaan berikut :

HLBmix = fAHLBA + fBHLBB

Keterangan :
HLBA dan HLBB : nilai surfaktan A dan B
fA : berat fraksi surfaktan A
fB : berat fraksi surfaktan B
55

Tabel 4.3 Rasio Campuran Surfaktan pada Berbagai Nilai HLB


Tabel 4.3.1Perbandingan Minyak : Surfaktan : Kosurfaktan (1:8:1)
Rasio Campuran Surfaktan (% b/b (g))
HLB Tween Tween Tween Tween
mix 80/Span 20 80/Transcutol 20/Span 20 20/Transcutol
11 30/50 50,37/29,63 23,7/56,3 43,52/36,48
12 42,5/37,5 57,77/22,23 33,58/46,42 49,92/30,8
13 55/25 65,2/14,8 43,46/36,54 56,32/23,68
14 67,5/12,5 72,6/7,1 53,3/26,7 62,72/17,8
15 80/0 80/0 63,21/16,79 69,12/10,88

Tabel 4.3.2 Perbandingan Minyak : Surfaktan : Kosurfaktan (1:7:2)


Rasio Campuran Surfaktan (% b/b (g))
HLB
Tween Tween Tween Tween
mix
80/Span 20 80/Transcutol 20/Span 20 20/Transcutol
11 26,25/43,75 44,07/25,93 20,74/49,26 38,08/31,92
12 37,2/32,8 50,56/19,44 29,4/40,6 43,68/26,32
13 48,13/21,87 57,04/12,96 38,02/31,98 49,28/20,72
14 59,1/10,9 63,52/6,48 46,67/23,33 54,88/15,12
15 70/0 70/0 55,31/14,69 60,48/9,52

Tabel 4.3.3 Perbandingan Minyak: Surfaktan : Kosurfaktan (2:7:1)


Rasio Campuran Surfaktan (% b/b (g))
HLB Tween Tween Tween Tween
mix 80/Span 20 80/Transcutol 20/Span 20 20/Transcutol
11 26,25/43,75 44,07/25,93 20,74/49,26 38,08/31,92
12 37,2/32,8 50,56/19,44 29,4/40,6 43,68/26,32
13 48,13/21,87 57,04/12,96 38,02/31,98 49,28/20,72
14 59,1/10,9 63,52/6,48 46,67/23,33 54,88/15,12
15 70/0 70/0 55,31/14,69 60,48/9,52

4.7.1.1. Preparasi SNEDDS

SNEDDS dibuat dari komponen minyak, surfaktan, dan kosurfaktan

dengan komposisi yang sesuai sehingga terbentuk campuran isotropik yang stabil.

Dalam preparasi sediaan SNEDDS, minyak kelapa sawit, surfaktan (tween 20,

tween 80, span 20, dan transcutol), serta sebagai kosurfaktan adalah polietilen

glikol (Tabel 4.1)


56

Prosedur preparasi SNEDDS yaitu surfaktan hidrofilik dan lipofilik

distirer 200 rpm 10 menit kemudian kosurfaktan propilen glikol ditambahkan dan

distirer selama 10 menit, terakhir ditambahkan minyak sedikit demi sedikit dan

distirer selama 10 menit. Variasi dilakukan terhadap rasio surfaktan dan

kosurfaktan dan minyak yang digunakan untuk memprediksi SNEDDS agar

diperoleh sediaan SNEDDS yang paling stabil (Tabel 4.2).

Sediaan SNEDDS yang dipreparasi dengan rasio di atas dengan HLB

berkisar 11-15 disimpan selama 24 jam dan diamati adanya pemisahan fase.

Sediaan yang paling stabil dengan komposisi surfaktan paling rendah, komponen

minyak paling tinggi dan HLB tertinggi sebagai rancangan formula SNEDDS

untuk ekstrak bawang dayak (Winarti dkk., 2016).

Tabel 4.4 Keseluruhan Formula SNEDDS


Rasio Minyak Campuran Surfaktan(% b/b) PEG
HLB Kelapa 4000
mix Sawit (mL)
(mL) Tween Tween Tween Tween 20/
80/Span 20 80/Transcutol 20/Span 20 Transcutol
F. 1 1 30/50 - - - 1
F. 2 1 42,5/37,5 - - - 1
F. 3 1 55/25 - - - 1
F. 4 1 67,5/12,5 - - - 1
F. 5 1 80/0 - - - 1
F. 6 1 - 50,37/29,63 - - 1
F. 7 1 - 57,77/22,23 - - 1
F. 8 1 - 65,2/14,8 - - 1
F. 9 1 - 72,6/7,1 - - 1
F. 10 1 - 80/0 - - 1
F. 11 1 - - 23,7/56,3 - 1
F. 12 1 - - 33,58/46,42 - 1
F. 13 1 - - 43,46/36,54 - 1
F. 14 1 - - 53,3/26,7 - 1
F. 15 1 - - 63,21/16,79 - 1
F. 16 1 - - - 43,52/36,48 1
F. 17 1 - - - 49,92/30,8 1
F. 18 1 - - - 56,32/23,68 1
57

F. 19 1 - - - 62,72/17,8 1
F. 20 1 - - - 69,12/10,88 1
F. 21 1 26,25/43,75 - - - 2
F. 22 1 37,2/32,8 - - - 2
F. 23 1 48,13/21,87 - - - 2
F. 24 1 59,1/10,9 - - - 2
F. 25 1 70/0 - - - 2
F. 26 1 - 44,07/25,93 - - 2
F. 27 1 - 50,56/19,44 - - 2
F. 28 1 - 57,04/12,96 - - 2
F. 29 1 - 63,52/6,48 - - 2
F. 30 1 - 70/0 - - 2
F. 31 1 - - 20,74/49,26 - 2
F. 32 1 - - 29,4/40,6 - 2
F. 33 1 - - 38,02/31,98 - 2
F. 34 1 - - 46,67/23,33 - 2
F. 35 1 - - 55,31/14,69 - 2
F. 36 1 - - - 38,08/31,92 2
F. 37 1 - - - 43,68/26,32 2
F. 38 1 - - - 49,28/20,72 2
F. 39 1 - - - 54,88/15,12 2
F. 40 1 - - - 60,48/9,52 2
F. 41 2 26,25/43,75 - - - 1
F. 42 2 37,2/32,8 - - - 1
F. 43 2 48,13/21,87 - - - 1
F. 44 2 59,1/10,9 - - - 1
F. 45 2 70/0 - - - 1
F. 46 2 - 44,07/25,93 - - 1
F. 47 2 - 50,56/19,44 - - 1
F. 48 2 - 57,04/12,96 - - 1
F. 49 2 - 63,52/6,48 - - 1
F. 50 2 - 70/0 - - 1
F. 51 2 - - 20,74/49,26 - 1
F. 52 2 - - 29,4/40,6 - 1
F. 53 2 - - 38,02/31,98 - 1
F. 54 2 - - 46,67/23,33 - 1
F. 55 2 - - 55,31/14,69 - 1
F. 56 2 - - - 38,08/31,92 1
F. 57 2 - - - 43,68/26,32 1
F. 58 2 - - - 49,28/20,72 1
F. 59 2 - - - 54,88/15,12 1
F. 60 2 - - - 60,48/9,52 1
58

4.7.1.2. Preparasi SNEDDS ekstrak bawang dayak

Rancangan formula SNEDDS hasil optimasi yang terdiri atas minyak,

surfaktan, dan kosurfaktan ditambahkan 50 mg ekstrak bawang dayak kemudian

dicampur hingga homogen dengan magnetic stirrer selama 10 menit. Disimpan

pada suhu 25oC untuk selanjutnya dilakukan karakterisasi.

4.8 Evaluasi Karakteristik Fisika Kimia SNEDDS ekstrak bawang dayak

4.8.1Uji %Transmitan

Formulasi SNEDDS diencerkan dengan aquades sebanyak 5 mL. Campuran

dihomogenisasi dengan vortex selama 30 detik. Kemudian transmitan diperiksa

menggunakan Spectrophotometer UV (Shimadzu UV-1800) pada panjang

gelombang 650 nm dengan aquades sebagai blanko untuk mengetahui

kejernihannya (Anindhita, 2016., Pratiwi et al., 2017., Syukri, 2018., Huda dan Iis

Wahyuningsih, 2016). Kemampuan membentuk nanoemulsi atau formula

transparansi pada uji transmitan adalah dengan nilai >90% ( Winarti dkk., 2018).

4.8.2 Penentuan Waktu Emulsifiikasi

Formula SNEDDS dievaluasi secara visual untuk menentukan waktu

emulsifikasi menggunakan magnetic stirrer. Sebanyak 100 µL SNEDDS EBD

diteteskan ke dalam beaker berisi 100 mL SGF pH 1,2 suhu 37 oC dengan

pengadukan 200 rpm. Waktu untuk emulsifikasi ditentukan sebagai waktu

SNEDDS untuk membentuk campuran homogen setelah pengadukan (Basalious

et al., 2010).Hasil waktu emulsifikasi yang stabil jika <120 detik (Winarti dkk.,

2018).
59

4.8.3 Pengukuran pH

Pengukuran pH masing-masing formula dilakukan dengan menggunakan pH

meter. Diambil 10 mL SNEDDS EBD, kemudian elektroda dimasukkan kedalam

SNEDDS EBD lalu dicatat angka yang ditunjukkan pH meter dengan parameter

uji ini memiliki nilai pH 6,5-9,0 (Zhao, 2015; Annisa dkk., 2017)

4.8.4 Pengukuran Viskositas

Pengukuran viskositas menggunakan viskosimeter Brookfield cone and

plate. Plate stasioner membentuk bagian bawah cangkir sampel yang dapat

dipindahkan, dan diisi dengan 0,5 mL-2,0 mL SNEDDS EBD. Sistem akurat

dalam ± 1,0 % dari jangkauan skala penuh. Reproducibility ± 0,2%. Alat bekerja

pada kisaran suhu 0-100oC. Sampel SNEDDS diletakkan pada sample cup, sampel

dipastikan bebas gelembung dan tersebar merata pada permukaan cup.

Selanjutnya sample cup dipasangkan kembali pada viskometer, viskometer

dinyalakan, lalu dibiarkan beberapa saat sampai pembacaan stabil (Annisa et al.,

2017). Parameter yang digunakan adalah 7,0 ± 0,1 hingga 42,0 ± 0,2 centipoise

(Zhao, 2015).

4.8.5 Pengukuran Ukuran Partikel

Pengukuran ukuran partikel rata-rata dan distribusi ukuran partikel SNEDDS

EBD dilakukan dengan menggunakan Particle Size Analyzer (PSA) Nanowave II

Microtec. Ditimbang 1,0 g SNEDDS, ditambahkan aquades hingga volume 10

mL, kemudian dimasukkan ke dalam kuvet. Kuvet yang digunakan harus bersih

dari busa dan lemak. Kuvet yang telah diisi sampel dimasukkan ke dalam sample

holder. Alat dinyalakan dan dipilih menu particle size. Alat akan mengukur
60

sampel selama 10 menit. Data yang dihasilkan merupakan ukuran partikel yang

dihitung dari fluktuasi rata-rata intensitas hamburan cahaya. Parameter uji ini

memiliki nilai ukuran partikel 10-200 nm (Syukri et al., 2016).

4.8.6 Uji Stabilitas Pengenceran

Formula diencerkan dengan media aquades, simulasi cairan lambung/SGF

pada pH 1,2 tanpa enzim (mengandung 0,1523 MgCl2, 0,1470g CaCl2, 0,0931g

KCl, 1,75850g NaCl, 0,4200g NaHCO3 dalam 500 mL aquades) dan simulasi

cairan usus/SIF pada pH6,8 tanpa enzim ( mengandung 1,00 g NaCl dan 1,3 g HCl

dalam 500 mL aquades) (Astuti et al., 2018). Pengenceran dihomogenkan dengan

magnetic stirrer 200 rpm 37oC, kemudian diinkubasi selama 2 jam pada suhu

ruangan untuk selanjutnya dilakukan uji pengenceran dengan pH.

4.8.7 Uji Termodinamika SNEDDS

Pengujian termodinamika dilakukan 10 mL SNEDDS EBD dengan

sentrifugasi 3500 rpm selama 30 menit. Selanjutnya dimasukkan pada dua vial

dan disimpan pada suhu -20oC dan lainnya pada suhu 25o C. pengamatan

dilakukan setelah penyimpanan selama 24 jam ( Winarti et al., 2016).


BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Optimasi Komposisi Bahan SNEDDS

5.1.1 Optimasi Komposisi Surfaktan, Kosurfaktan dan Minyak

Pada tahap optimasi komposisi minyak, surfaktan dan kosurfaktan

dilakukan dengan mencampurkan setiap perbandingan komposisi surfaktan dan

kosurfaktan (tween 80, tween 20, span 20, dan transcutol) yang homogen dengan

minyak kelapa sawit sebagai minyak pembawa. Perbandingan yang digunakan

adalah 1:8:1, 1:7:2, dan 2:7:1 dengan tujuan untuk mengetahui formula sediaan

SNEDDS yang mampu terbentuk dengan sempurna dan stabil. Optimasi dibuat

berdasarkan perbandingan tersebut dengan perhitungan yang sudah ditetapkan

pada tabel 5.1, kemudian mencampurkan komposisi bahan SNEDDS seperti

minyak: surfaktan: kosurfaktan. Dilakukan pengocokan manual agar sediaan

tercampur secara homogen dan diamati selama 24 jam. Optimasi ini bertujuan

untuk menentukan rasio komposisi bahan yang paling stabil ditandai dengan tidak

adanya pemisahan fase komponen bahan setelah proses pencampuran setelah

didiamkan selama 24 jam.

Tabel 5.1. Hasil pengamatan bentuk sediaan formula SNEDDS EBD secara
visual
Minyak Campuran Surfaktan(% b/b)
Rasio PEG
Kelapa Tween Keterang
HLB Tween20/ Tween20/S Tween 20/ 400
Sawit 80/Transcu an
mix Span 20 pan 20 Transcutol (mL)
(mL) tol
F. 1 1 30/50 - - - 1 KJ/TP*
F. 2 1 42,5/37,5 - - - 1 KJ/TP*
F. 3 1 55/25 - - - 1 KJ/TP*
F. 4 1 67,5/12,5 - - - 1 KJ/TP*
F. 5 1 80/0 - - - 1 KJ/TP*
F. 6 1 - 50,37/29,63 - - 1 KJ/P

61
62

F. 7 1 - 57,77/22,23 - - 1 KJ/P
F. 8 1 - 65,2/14,8 - - 1 KJ/P
F. 9 1 - 72,6/7,1 - - 1 KJ/P
F. 10 1 - 80/0 - - 1 KJ/TP*
F. 11 1 - - 23,7/56,3 - 1 KJ/TP*
F. 12 1 - - 33,58/46,42 - 1 KJ/TP*
F. 13 1 - - 43,46/36,54 - 1 KJ/TP*
F. 14 1 - - 53,3/26,7 - 1 KJ/P
F. 15 1 - - 63,21/16,79 - 1 KJ/P
F. 16 1 - - - 43,52/36,48 1 KJ/P
F. 17 1 - - - 49,92/30,8 1 KJ/P
F. 18 1 - - - 56,32/23,68 1 KJ/P
F. 19 1 - - - 62,72/17,8 1 KJ/P
F. 20 1 - - - 69,12/10,88 1 KJ/P
26,25/43,7
F. 21 1 - - - 2 KJ/TP*
5
F. 22 1 37,2/32,8 - - - 2 KJ/TP*
48,13/21,8
F. 23 1 - - - 2 KJ/P
7
F. 24 1 59,1/10,9 - - - 2 KJ/P
F. 25 1 70/0 - - - 2 KJ/P
F. 26 1 - 44,07/25,93 - - 2 KJ/P
F. 27 1 - 50,56/19,44 - - 2 KJ/P
F. 28 1 - 57,04/12,96 - - 2 KJ/P
F. 29 1 - 63,52/6,48 - - 2 KJ/P
F. 30 1 - 70/0 - - 2 KJ/P
F. 31 1 - - 20,74/49,26 - 2 KJ/TP*
F. 32 1 - - 29,4/40,6 - 2 KJ/TP*
F. 33 1 - - 38,02/31,98 - 2 KJ/TP*
F. 34 1 - - 46,67/23,33 - 2 KJ/TP*
F. 35 1 - - 55,31/14,69 - 2 KJ/P
F. 36 1 - - - 38,08/31,92 2 KJ/P
F. 37 1 - - - 43,68/26,32 2 KJ/P
F. 38 1 - - - 49,28/20,72 2 KJ/P
F. 39 1 - - - 54,88/15,12 2 KJ/P
F. 40 1 - - - 60,48/9,52 2 KJ/P
26,25/43,7
F. 41 2 - - - 1 KJ/P
5
F. 42 2 37,2/32,8 - - - 1 KJ/P
48,13/21,8
F. 43 2 - - - 1 KJ/P
7
F. 44 2 59,1/10,9 - - - 1 KJ/P
F. 45 2 70/0 - - - 1 KJ/P
F. 46 2 - 44,07/25,93 - - 1 KJ/P
F. 47 2 - 50,56/19,44 - - 1 KJ/P
F. 48 2 - 57,04/12,96 - - 1 KJ/P
63

F. 49 2 - 63,52/6,48 - - 1 KJ/P
F. 50 2 - 70/0 - - 1 KJ/P
F. 51 2 - - 20,74/49,26 - 1 KJ/P
F. 52 2 - - 29,4/40,6 - 1 KJ/P
F. 53 2 - - 38,02/31,98 - 1 KJ/P
F. 54 2 - - 46,67/23,33 - 1 KJ/P
F. 55 2 - - 55,31/14,69 - 1 KJ/P
F. 56 2 - - - 38,08/31,92 1 KJ/P
F. 57 2 - - - 43,68/26,32 1 KJ/P
F. 58 2 - - - 49,28/20,72 1 KJ/P
F. 59 2 - - - 54,88/15,12 1 KJ/P
F. 60 2 - - - 60,48/9,52 1 KJ/P
Keterangan : KJ = Kuning jernih
TP = Tidak Pisah
P = Pisah
* = jernih dan tidak ada pemisahan fase

Dari optimasi tersebut, dapat diketahui bahwa komposisi bahan yang

mampu menghasilkan fase homogen terdapat pada 15 formula yang terdiri dari

F1, F2, F3, F4, F5, F10, F11, F12, F13, F21, F22, F31, F32, F33 dan F34.

Diantaranya pada formula tersebut terdiri dari surfaktan tween 80 dan span 20

dengan perbandingan komposisi bahan minyak surfaktan dan kosurfaktan 1:8:1

(F1, F2, F3, F4, F5), surfaktan tween 80 dan transcutol perbandingan 1:8:1 (F10),

surfaktan tween 20 dan span 20 perbandingan 1:8:1 (F11, F12, F13), surfaktan

tween 80 dan span 20 perbandingan 1:7:2 (F21, F22), surfaktan tween 20 dan span

20 perbandingan 1:7:2 (F31, F32, F33, F34).

5.1.2 Pemilihan Formula SNEDDS

Pemilihan formula SNEDDS bertujuan untuk menentukan formula yang

menghasilkan emulsi dengan kejernihan nilai %transmitan yang mendekati

tranmitansi aquades sebesar 100%. Transmitan (%) diperoleh melalui pengamatan

kekeruhan (turbidimetri) dengan spektrofotometri.


64

Pemilihan ini dilakukan pada ke 15 formula yang terpilih di atas. 100 μl

sediaan SNEDDS dilarutkan ke dalam 100 ml cairan SIF (Artificial Intestinal

Fluid) atau cairan dengan pH hampir sama dengan pH usus. Pengamatan

%transmitan ini menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 650 nm

dengan syarat memiliki nilai nilai % transmitan >90% (Winarti dkk., 2018) dan

hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 5.2. Data Uji % Transmitan SNEDDS tanpa EBD


No. HLB Formula %T
1 11 F1 13.341
2 12 F2 35.817
3 13 F3 57.863
4 14 F4 65.407
5 15 F5 66.693
6 15 F10 66.818
7 11 F11 33.684
8 12 F12 46.352
9 13 F13 94.362*
10 11 F21 21.703
11 12 F22 49.458
12 11 F31 20.404
13 12 F32 23.114
14 13 F33 27.956
15 14 F34 90.936*
Keterangan : * nilai %T > 90%.

Hasil pengamatan %transmitan pada panjang gelombang 650 nm pada

tabel diatas menunjukkan formula dengan transmitan tinggi yaitu F13 dan F34.

Emulsi yang semakin jernih dan memiliki nilai transmitan mendekati aquades

menandakan terbentuknya tetesan emulsi yang semakin kecil sehingga

diperkirakan memiliki ukuran tetesan 10-200 nm (Syukri et al., 2016).


65

Ukuran fase terdispersi sangat mempengaruhi penampilan emulsi akan

jernih atau keruh, hal ini karena ukuran droplet-droplet minyak yang terdispersi

dalam air. Bila sistem emulsi yang memiliki ukuran droplet sangat kecil dilewati

cahaya, maka berkas cahaya akan diteruskan sehingga warna larutan terlihat

transparan dan Transmitan yang dihasilkan semakin besar (Sahumena, 2014).

Hasil yang rendah mampu dipengaruhi karena jumlah komposisi antara

komponen pembentuk tidak sesuai dan mempengaruhi kejernihan sediaan karena

fase minyak yang semakin tinggi namun komposisi surfaktan yang dipakai kurang

dapat melingkupi minyak kelapa sawit. Maka semakin tinggi komposisi fase

minyak, diperlukan surfaktan yang lebih banyak pula untuk dapat melingkupi zat

aktif tersebut sehingga diperoleh ukuran partikel yang kecil dengan penampilan

SNEDDS semakin jernih dan %Transmitan yang besar mendekati 100%.

Kemudian hasil uji transmitan yang terpilih akan dilanjutkan pada uji waktu

emulsifikasi.

Perhitungan waktu emulsifikasi bertujuan untuk mendapatkan gambaran

sediaan SNEDDS dapat dengan mudah terbentuk emulsi ketika berada dalam

tubuh karena adanya gerakan peristaltik pada saluran cerna, sehingga sediaan

SNEDDS diencerkan dengan berbagai media yang pH nya sesuai dengan pH pada

cairan di dalam saluran cerna.

Hasil pengukuran waktu emulsifikasi diperoleh bahwa kedua formula

yakni formula F13 dan F34, keduanya mampu membentuk emulsi dengan baik

pada cairan lambung (SGF) dan pada cairan usus (SIF).

Tabel 5.3. Uji Waktu Emulsifikasi SNEDDS tanpa EBD


Formula HLB SGF SIF
66

(detik) (detik)
F13 13 64 detik 51 detik
F34 14 30 detik 40 detik

Menurut penelitian Winarti et al., (2016) Sediaan SNEDDS yang

menunjukkan hasil terbaik adalah dengan nilai kurang dari 2 menit. Pada

perhitungan waktu emulsifikasi diatas menunjukkan formula F13 dan F34

memiliki waktu kurang dari 2 menit sehingga dapat disimpulkan bahwa kedua

formula optimum dalam membentuk sistem SNEDDS di dalam saluran cerna.

Kemampuan pembentukan formula menjadi homogen saat dicampurkan

dengan cairan SIF dapat ditinjau dari kemampuan minyak dengan asam lemak

rantaikarbon panjang yang dikombinasikan denga surfaktan tertentu. Surfaktan

dengan HLB 11-15 yang digunakan dapat berpenetrasi ke minyak membentuk

lapisan surfaktan sehingga mampu membentuk emulsi secara spintan (Rao dan

Shao, 2008).

Selain minyak dan surfaktan, kosurfaktan juga berpengaruh terhadap

pembentukan nanoemulsi, yakni PEG 400 yang mampu menyisipkan pada ruang

antar molekul surfaktan dilapisan film globul. Hal ini menyebabkan terbentuknya

konformasi rapat antarmuka yang menghasilkan tegangan permukaan renda dan

menyebabkan terbentuknya nanoemulsi yang stabil.

Pemilihan minyak, surfaktan dan ko-surfaktan dalam formula SNEDDS

sangat penting dalam kaitannya terhadap terjadinya emulsifikasi spontan ketika

berada pada saluran cerna (Sahumena, 2014), semakin cepat waktu emulsifikasi

maka akan meningkatkan absorpsi dari obatnya (Kaur dkk., 2013).


67

Hasil terbaik dari uji waktu emulsifikasi tersebut akan dilanjutkan dengan

uji ukuran partikel dengan syarat sediaan SNEDDS memiliki rentaan ukuran

antara 10-200 nm (Syukri et al., 2016).

Tabel 5.4. Uji Ukuran Partikel dan PDI SNEDDS tanpa EBD
ukuran droplet
Nilai PDI
Formula HLB (nm)
SGF SIF SGF SIF
F13 13 90 104,5 0,18 0,10
F34 14 102,3 17,44 0,10 0,09
Berdasarkan hasil yang tersaji pada tabel diatas bahwa rentang ukuran partikel

adalah 10-200 nm. Perolehan ukuran partikel nanoemulsi pada kedua formula

menunjukkan nilai kisaran pada rentang yang diberikan. Hal ini menunjukkan

bahwa kedua formula optimum dalam membentuk tetesan emulsi yang sesuai

untuk di cerna dalam saluran cerna tubuh.

Allah berfirman dalam surat al Hijr ayat 21:

ٍ ُ‫َو ِإ ْن م ِْن ش َْي ٍء ِإ اَّل ِع ْندَنَا خَزَ ا ِئنُهُ َو َما نُن َِزلُهُ ِإ اَّل ِبقَدَ ٍر َم ْعل‬
‫وم‬

Artinya :

“Dan tidak ada sesuatupun melainkan pada sisi Kamilah khazanahnya, dan

Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran yang tertentu.”

Shihab (2000) menafsirkan bahwa Allah SWT yang memiliki segala

sesuatu dan Dia-lah yang memiliki perbedaan yang terdiri atas berbgaia macam

jenis dan raganya. Maka jelaslah Allah SWT telah menentukan segala ciptan-Nya

berdasarkan ukuran yang telah ditetapkan. Setiap ciptan pasti memiliki perbedaan

antara satu sama lain. Hal ini bila dikaitkan dengan penelitian tentang nanoemulsi,

maka ukuran yang dihasilkan dalam formulasi sediaan SNEDDS minyak kelapa
68

sawit dengan ekstrak bawang dayak mempunyai kemampuan sendiri untuk

meningkatkan bioavailabilitas obat sebagai sediaan oral.

5.2 Uji Karakteristik Sediaan SNEDDS dengan ekstrak bawang dayak

Uji karakteristik sediaan SNEDDS dengan ekstrak bawang dayak ini

dilakukan pada formula yang lolos dalam pemilihan formula SNEDDS tanpa

ekstrak bawang dayak yang dijelaskan di atas. Formula yag terpilih dari pemilihan

formula SNEDDS adalah F13 dan F34. Perolehan ini didapatkan formula dengan

perbandingan 1:8:1 pada HLB 13 dan 1:7:2 pada HLB 14. Menurut penelitian

Syukri et al (2019) menyebutkan bahwa pada rasio tersebut mampu menghasilkan

komposisi yang stabil setelah dilakukan pengenceran, ukuran tetesan yang baik

serta memenuhi syarat untuk uji stabilitas. Penggunaan minyak nabati khususnya

minyak kelapa sawit juga disebutkan dalam penelitian Syukri et al (2019)

menyebutkan bahwa eksipien yang berbasis lipid seperti asam lemak dan gliserida

serta kombinasi surfaktan ionik- non ionic mampu meningkatkan fluiditas

membran. Obat lipofilik dan trigliserida rantai panjang akan masuk dalam system

limfatik dan menghindari metabolism obat yang terjadi di hati.

Kedua formula ini stabil dalam proses pemilihan yang dilakukan evaluasi

sediaan SNEDDS dengan beberapa uji seperti uji visualisasi sediaan, uji

transmitan (%), uji waktu emulsifikasi dan uji ukuran partikel. Setelah didapat

seleksi formula yang paling stabil ditandai dengan homogennya percampuran

komposisi SNEDDS yaitu minyak, surfaktan dan koosurfaktan maka selanjutnya

formula yang lolos akan dilakukan uji karakteristik fisik dari sediaan SNEDDS

dengan ekstrak bawang dayak.


69

5.2.1 Uji Visualisasi Sediaan

Formula yang tepilih kemudian di buat kembali dengan menambahkan

ekstrak bawang dayak. Sediaan dibuat sesuai dengan perbandingan komposisi

bahan sediaan SNEDDS yaitu dengan pebandingan 1:8:1 dan 1:7:2 yang masing

masing bahannya menggunakan minyak kelapa sawit: Tween 20/Span 20: PEG

400 dan ditambahkan 0,05 gr ekstrak bawang dayak.

Pembuatan dilakukan dengan mencampurkan masing-masing komponen

bahan sesuai dengan jumlah yang terlah dihitung menggunakan magnetic stirrer

sampai kesemua bahan homogen dan memperkecil ukuran partikel. Kemudian

sediaan di letakkan ke dalam vial dan didiamkan selama 24 jam pada suhu kamar

yang selanjutnya akan diamati homogenitas.

Dari hasil optimasi tersebut diketahui komposisi bahan pada masing

masing formula menunjukkan bahwa kedua formula terjadi pemecahan atau tidak

terjadinya homogenitas setelah didiamkan selama 24 jam. Beberapa percobaan

mengenai cara preparasi bahan atau pencampuran bahan telah dilakukan dan

diamati selama 24 jam tetap menghasilkan sediaan yang tidak stabil atau tidak

homogen selama 24 jam. Hal ini sesuai dengan Sapra et al (2012) yang

menyebutkan trigliserida rantai panjang memiliki keunggulan berupa kemampuan

meningkatkan transpor obat melalui limfatik sehingga mengurangi metabolisme

lintas pertama, sementara trigliserida, digliserida ataupun monogliserida rantai

medium memiliki kemampuan solubilisasi obat hidrofobik yang lebih baik. Dan

juga trigliserida rantai panjang sulit untuk teremulsifikasi dibandingkan dengan

trigliserida rantai menengah, digliserida atau ester asam lemak.


70

Pemisahan juga terjadi kemungkinan dari beberapa faktor seperti berat

jenis minyak kelapa sawit sebesar 0.9 serta tidak larut dalam air tetapi larut dalam

pelarut nonpolar seperti dietil eter, benzena, kloroform dan heksana sedangkan

dalam ekstraksi EBD pelarut yang digunakan adalah etanol yang mampu

membantu senyawa dalam bawang dayak terlarut dalam etanol. Selanjutnya,

sediaan SNEDDS EBD pada F13 dan F34 tetap di lanjutkan pada uji karakteristik

sediaan SNEDDS.

Beberapa uji karakteristik yang dilakukan pada penelitian berikut adalah

uji % transmitan, uji ukuran partikel, uji waktu emulsifikasi, pengukuran ph,

pengukuran viskositas, uji stabilitas pengenceran dengan berbagai media, uji

freeze thaw.

Gambar 5.1. Uji Visualisasi sediaan SNEDDS EBD. Tampak pemisahan fase
setelah sediaan didiamkan selama 24 jam dalam suhu ruang (tanda
panah).

5.2.2 Uji % Transmitan

Formula terpilih yang sudah ditambahkan dengan ekstrak bawang dayak

selanjutnya dilakukan uji %transmitan. Prosedur yang dilakukan sama dengan uji

transmitan (%) saat pemilihan formula. 100 μl SNEDDS dihomogenkan dengan

100 ml larutan SIF. Kemudian dlakukan pengamatan kejernihan larutan


71

menggunakan spektrofotometri pada panjang gelombang 650 nm. Hasil

pengamatan pada F13 dan F34 mencapai rata rata dari 3 kali pengujian

transmitansi sebesar.

Tabel 5.5. Uji Transmitan (%) SNEDDS EBD


Formula Replikasi HLB %Transmitan Rerata ± SD
1 49.193
F13 49.903 ±807,32
2 13 49.734
3 50.781
1 50.441
F34 2 14 51.022 53.849 ± 5408,05
3 60.085
Keterangan: SD: Standart Deviasi

Hasil pengamatan dengan panjang gelombang 650 nm seperti pada tabel

diatas menunjukkan bahwa kedua formula dinilai kurang stabil. Hal tersebut

ditunjukkan dengan nilai %transmitan rendah tidak sesuai dengan penelitian

Syukri et al (2016) menyatakan bahwa suatu formula mampu membentuk

nanoemulsi formula transparansi apabila nilai uji transmitan adalah >90%,

diperkirakan partikel pada F13 dan F34 memiliki ukuran partikel yang besar yakni

di atas 10 -200 nm, yang merupakan parameter uji sediaan SNEDDS yang baik.

5.2.3 Uji Ukuran Partikel

Karakterisasi ukuran tetesan dilakukan untuk mengetahui ukuran tetesan

nanoemulsi. Ukuran partikel ini mempengaruhi pada area permukaan antarmuka

yang lebih besar untuk penyerapan obat. Ukuran nanoemulsi memiliki ukuran

tetesan kurang dari 200 nm (Syukri dkk., 2019). Semakin kecil tetesan, semakin

besar area penyerapan dan semakin cepat pelepasan obat yang dapat memberikan

area permukaan yang lebih besar yang memungkinkan lipase pankreas

terhidrolisis dan mempromosikan lebih banyak pelepasan obat (Winarti dkk.,

2016). Ukuran droplet nanoemulsi dipengaruhi oleh rasio minyak tehadap


72

surfaktan dan semakin besar ukuran partikel, semakin keruh globul minyak dan

sistem nanoemulsi (Winarti dkk., 2016).

Tabel 5.6. Hasil Uji Ukuran Partikel SNEDDS EBD


SGF SIF
Rerata ± Rerata ±
Formula Replikasi HLB (ukuran (ukuran SD SD
tetesan tetesan (SGF) (SIF)
(nm)) (nm))
1 88,6 86,2 93,13 ± 106,43 ±
F13 2 13 93,5 118,6 4,36 17,64
3 97,3 114,5
1 1,33 32,6 50,17 ±
1,14 ± 0,16
F34 2 14 1,05 62 15,52
3 1,04 55,9
Keterangan:
SD: Standart Deviasi
SIF: Simulation Intestinal Fluid (simulasi cairan usus)
SGF: Simulatiun Gastro Fluid (simulasi cairan lambung)

Berdasarkan hasil yang tersaji pada tabel 5.6 menunjukkan bahwa tetesan

nanoemulsi pada F13 telah berada pada rentang 10-200 nm yang memberikan

gambaran bahwa formula ini telah terbentuk dengan sempurna pada pengenceran

menggunakan SIF ataupun SGF. Namun pada formula F34 nilai yang muncul

menunjukkan rentang yang jauh dari parameter yang diberikan. Sediaan F34

setelah pengenceran memiliki penampilan tidak transparansi dan keruh sehingga

bisa dikategorikan sebagai mikroemulsi. Perolehan hasil tetesan SNEDDS telah

mencapai hasil yang sesuai.

Ketidakstabilan pada uji ini pada saat penambahan cairan SIF dapat

diamati visualisasi transparansi sediaan tampak keruh dikarenakan kemampuan

membentuk nanoemulsi atau formula transparansi pada uji transmitan adalah

dengan nilai <90%, sehingga diperkirakan sediaan pada kedua formula tersebut

memiliki ukuran partikel yang besar atau tidak berkisar 10 -200 nm.
73

Sedangkan pada nilai Polydispersity Index (PDI) diketahui jika nilai dari

1 menunjukkan keseragaman ukuran nanoemulsi yang terbentuk. Nilai PI kurang

dari satu memiliki fungsi indikator distribusi ukurannya homogen yang bisa

digunakan untuk preparasi nanoemulsi reabilitas yang baik.

Tabel 5.7. Hasil perolehan Polydispesity Index (PDI)


PengenceranSGF Rerat Pengenceran SIF Rerat
Formula HLB a± a±
R1 R2 R3 SD R1 R2 R3 SD
0,10 ± 0,164 0,126 0,27 ±
F13 13 0,1015 0,0945 0,0975 0,505
0,00 4 8 0,21
0,11 ± 0,108 0,118 0,212 0,15 ±
F34 14 0,0480 0,1470 0,1217
0,05 8 5 2 0,06
5.2.4 Pengukuran pH

Pengujian selanjutnya adalah uji pH pada sediaan formula SNEDDS. Uji

yang bertujuan untuk mengetahui kadar pH pada sediaan SNEDDS sudah

memenuhi standart parameter agar udah terpenetrasi pada usus dengan pH 6-9

(Zhao, 2015). Hasil yang ditampilkan tidak menunjukkan perbedaan signifikan

dalam 3 kali replikasi pada masing masing formula.

Tabel 5.9. Pengukuran pH SNEDDS EBD


Uji pH SNEDDS EBD
Formula HLB Rerata ± SD
R1 R2 R3
F13 13 9,1 9,0 8,9 9±0,1
F34 14 7,8 8,4 8,7 8,3±0,46
Keterangan : R= Replikasi

Tabel diatas menunjukkan bahwa pada F13 dan F34 memberikan hasil

yang bervariasi. Hasil ini sama dengan penelitian McClements (2015)

menyatakan bahwa pH 6-8 nanoemulsi minyak dalam air menggunakan surfaktan

akan menghasilkan muatan negatif yang besar untuk mencegah droplet untuk

saling mendekat dan teragregasi sehingga nanoemulsi dapat bertahan stabil.


74

Dalam hal ini sesuai dengan penelitian Zhao, (2015) yang menyatakan bahwa

sediaan SNEDDS akan meningkat dalam penetrasi di usus dalam kisaran pH 6-9

yang merupakan pH dari usus.

5.2.5 Uji Viskositas

Uji viskositas dilakukan dengan tujuan untuk melihat kekentalan

SNEDDS yang dihasilkan karena pengaruh penambahan bahan lain seperti

surfaktan serta pengaruh dari teknik pembuatan. Hasil dari uji viskositas jika

menunjukkan hasil yang lebih rendah akan mampu mempengaruhi hasil dari

ukuran partikel (Shafiq-Un-Nabi et al., 2007). Dari hasil pengujian ini dapat

diamati pada tabel, bahwa pada F13 dan F34 menunjukkan hasil yang signifikan.

Nilai yang muncul sesuai dengan penelitian menunjukkan peningkatan viskositas

formulasi dengan meningkatnya proporsi surfaktan dalam formulasi dengan nilai

untuk formulasi optimal mulai dari 7,0 ± 0,1 hingga 42,0 ± 0,2 centipoise,

tergantung pada komposisi formulasi (Zhao, 2015).

Tabel 5.10. Uji Viskositas SNEDDS EBD


Uji Viskositas SNEDDS EBD (cP)
Formula HLB Rerata ± SD
R1 R2 R3

F13 13 29,13 32,41 29,93 30,49 ± 1,71

F34 14 15,02 34,65 35,11 28,26 ± 11,47


Keterangan:
R1: Replikasi 1 R3: Replikasi 3 cP: Centipoise
R2: Replikasi 2 SD: Standart Deviasi

Dari hasil yang di dapatkan, dapat diambil kesimpulan bahwa hasil

viskositas SNEDDS ekstrak bawang dayak menggunakan minyak kelapa sawit

memenuhi nilai standart yang diberikan.


75

5.2.6 Uji Pengenceran dengan Berbagai Media

Uji ini dilakukan dengan mengencerkan SNEDDS EBD dengan berbagai

media. Pengujian ini dilakukan untuk mendapatkan sediaan yang stabil pada

berbagai pengencerah dengan pH yang berbeda. Pengenceran mempengaruhi

profil pelepasan obat dan kemungkinan pengendapan obat dalam pengenceran

rendah (in vivo) yang secara signifikan dapat menghambat penyerapan (Syukri et

al., 2018). Media yang digunakan adalah media dengan pH usus (SIF), media pH

lambung (SGF), dan aquades.

Tabel 5.11. Uji Pengenceran SNEDDS EBD dengan Berbagai Media


Rer Rer Pengenceran Rer
For PengenceranSGF Pengenceran SIF
HL ata ata Aquades ata
mul
B ± ± ±
a R1 R2 R3 R1 R2 R3 R1 R2 R3
SD SD SD

7,4
1,23
±1,0
F13 13 1,3 1,3 1,1 ± 7,4 7,4 7,4
9E- 8,67
0,12
15 8,8 8,7 8,5 ±
1,1 7,47 0,15
F34 14 1,2 1,1 1,0 ± 7,4 7,5 7,5 ±
0,1 0,06
Keterangan:
R1: Replikasi 1 R3: Replikasi 3
R2: Replikasi 2 SD: Standart Deviasi

Hasil yang disajikan pada tabel di atas merupakan pengukuran pH pada

masing-masing formula setelah pengenceran dengan pH yang sudah disetarakan

pada pH cairan di saluran pencernaan yakni cairan lambung, cairan usus dan

aquades. Data menunjukkan bahwa dari formula yang tersedia stabil pada

pengenceran dengan media cairan lambung maupun cairan usus. Hasil ini sesuai

dengan penelitian Zhao (2015) yang menyatakan bahwa lingkungan fisiologis

memiliki rentang pH bervariasi dari pH 1,2 (pH dalam lambung) hingga 7,4 dan

lebih besar (pH darah dan usus). Nilai pH nanoemulsi yang dihasilkan aman
76

digunakan sebagai bahan dasar obat karena sesuai dengan pH usus halus (7-7,24)

sebagai organ utama penyerapan obat (Jusnita dkk., 2019).

5.2.7 Uji Stabilitas Termodinamika

Optimasi yang stabil pada pemilihan formula SNEDDS yang baik adalah

tidak menunjukkan adanya perubahan bermakna pada sediaan SNEEDDS. Sistem

yang spontan harus dapat membentuk SNEDDS pada saluran cerna khususnya

saluran usus. Formula yang stabil adalah yang mampu menahan creaming,

cracking, atau endapan yang selanjutnya akan dilakukan pada formula terpilih

untuk mengikuti siklus pendinginan, pemanasan dan sentrifugasi sebagai uji

stabilitas sediaan SNEDDS. Stabilitas ini dilakukan untuk mengetahui formulasi

pada siklus pemanasan-pendinginan serta siklus beku-cair untuk menghilangkan

metastabilitas. Formulasi yang memenuhi syarat ditnjukkandnegan tidak adanya

kekeruhan, pemisahan fase, atau tanda-tanda presipitasi obat (Syukri et al., 2018).

a. Heating Cooling Cycle

Uji ini dilakukan dalam 48 jam menggunakan suhu 4̊ C dan 45̊ C dengan

3 kali pertukaran suhu pada masing-masing formula. Suhu ini diberikan untuk

mengamati apakah sediaan terjadi tanda-tanda ketidakstabilan seperti creaming

dan cracking.

Pada pengamatan hari pertama, kedua formula terdapat dua fase yaitu

bening dan keruh yang merupakan tanda bahwa kedua formula tidak stabil karena

kedua formula terjadi creaming. Kemudian kedua formula dipindah atau ditukar

pada suhu berbeda dan diamati selama 48 jam. Setelah itu didapat hasil bahwa

kedua formula tetap terdapat dua pemisahan fase bening dan keruh. Setelah itu,
77

sediaan ditukarkan pada suhu awal dan diamati selama 48 jam lagi. Hasil terakhir

tetap terdapat pemisahan fase. Hal ini menandakan bahwa sediaan tidak stabil

dalam proses panas-dingin. Kemungkinan terjadinya pemisahan pada F13 dan F34

dijelaskan dalam penelitian Hadning (2011) bahwa ukuran partikel berpengaruh

terhadap pemisahan fasa. Jika ukuran sediaan semakin kecil maka semakin besar

energy bebas permukaan yang memungkinkan terjadinya pemisahan fasa.

(a) (b)
Gambar 5.2 (a) Uji heating-cooling cycle pada suhu 45̊C (b) Uji heating-
cooling cycle pada suhu Suhu 4̊C. Sediaan terdapat 2 fase bening dan keruh
setelah dilakukan uji 3 siklus dengan lama penyimpanan 48 jam.

b. Freeze Thaw Cycle

Uji freeze thaw dilakukan dengan 3 kali siklus dengan satu siklus pada

suhu -20̊ dan 25̊ C dengan lama penyimpanan tiap siklus 48 jam. Pengaruh freeze

thaw ini terhadap sediaan F13 dan F34 adalah mengamati ada atau tidaknya tanda

ketidakstabila sediaan pada masing formula seperti adanya cracking atau

creaming.

Hasil yang didapat pada siklus pertama adalah terdapat pemisahan fase

pada suhu 25̊ C dan pada suhu -20̊ C terjadi pembekuan dengan sediaan yang

keruh. Kemudian sediaan ditukar dengan suhu yang berbeda pada masing-masing

sediaan dan diamati selama 48 jam dan didapatkan hasil pada masing masing

sediaan pada tiap suhu yaitu tetap terdapat pemisahan fase bening dan keruh pada
78

sediaan dengan penyimpanan di suhu 25̊ C dan pada suhu -20̊ C adanya

pembekuaan dengan sediaan keruh.

(a) (b)
Gambar 5.3 (a) uji Freze thaw cycle pada suhu 25̊C (b) uji freeze thaw cycle
pada suhu -20̊C. Sediaan mengalami cracking dilakukan uji 3 siklus dengan
lama penyimpanan 48 jam.

Dari seluruh uji yang telah dilakukan bahwa sediaan SNEDDS EBD

dengan minyak kelapa sawit belum memenuhi kriteria sebagai sediaan

nanoemulsi. Beberapa faktor yang mempengaruhi seperti minyak kelapa sawit

yang merupakan minyak dengan golongan rantai panjang, preparasi yang kurang

tepat sampai pengamatan dalam tiap uji yang kurang teliti menjadi bahan

pertimbangan dalam ketidakstabilan uji sediaan SNEDDS ekstrak bawang dayak

ini. Diharapkan dalam penelitian selanjutnya bisa diamati kembali uji stabilitas

sediaan nanoemulsi khususnya SNEDDS dengan komposisi minyak kelapa sawit

yang mampu menjadi alternatif pengobatan herbal dengan bioavailabilitas yang

tinggi.
BAB VI

PENUTUP

6.1 Kesimpulan

1. Perbandingan surfaktan, kosurfaktan dan minyak kelapa sawit dapat

menghasilkan rancangan formula SNEDDS (Self-Nanoemulsiying Drug

Delivery System) yang baik.

2. Formula SNEDDS ekstrak bawang dayak (EBD) menggunakan

perbandingan surfaktan, kosurfaktan dan minyak kelapa sawit belum

memenuhi syarat uji karakteristik fisikokimia sediaan farmasi diantaranya

%transmitan <90%, ukuran partikel kurang dari rentang 10-200nm,

stabilitas termodinamika diantaranyafreeze thaw, cooling cycle dan

sentifugasi tidak terbentuk sediaan yang homogen sehingga timbul tanda

sediaan tidak stabil seperti creaming saat pengamatan uji. Namun pada uji

karakteristik lain seperti uji waktu emulsifikasi, uji pH, uji viskositas, dan

uji pengenceran dengan berbagai media mampu menghasilkan nilai sesuai

dengan parameter uji.

6.2 Saran

1. Perlu dilakukan penyusunan kembali komponen yang stabil untuk optimasi

sediaan SNEDDS EBD dengan minyak kelapa sawit.

2. Perlu dilakukan uji stabilitas termodinamika pada sediaan SNEDDS

ekstrak bawang dayak dengan minyak kelapa sawit sebagai pembawa

dengan tujuan untuk meningkatkan stabilitas sediaan.

79
80

3. Perlu dilakukan formulasi SNEDD minyak kelapa sawit menggunakan

bahan aktif dari ekstrak tumbuhan lain.


DAFTAR PUSTAKA

Abdassah, Marline. (2017). Nanopartikel dengan Gelasi Ionik. Farmaka, 15 (1), 51.
Agrawal OP, Satish A. (2012). An Overview of New Drug Delivery System:
Microemulsion. Asian Journal of Pharmaceutical Science & Technology,
2(1), 5.
Anindhita, Metha Anung dan Nila Oktaviani. 2016. Formulasi Self Nano Eulsifiying
Drug Delivery System (SNEDDS) Ekstrak Daun Pepaya (Carica papaya L.)
dengan Virgin Coconut Oil (VCO) sebagai Minyak Pembawa. Jurnal Pena
Medika. Vol. 6(2).
Annisa, Rahmi., Esti Hendradi., dan Dewi Melani. 2016. Pengembangan Sistem
Nanostructured Lipid Carriers (Nlc) Meloxicam Dengan Lipid
Monostearin Dan Miglyol 808 Menggunakan Metode Emulsifikasi. J. Trop.
Pharm. Chem. 2016. Vol 3. No. 3.
Anonimous. Manual Book LB-550 Dynamic Light Scattering. HORIBA

Astuti, Ika Yuni, Marchaban, Ronny Martien, dan Agung Endro Nugroho. 2018.
Physical Characterization and Dissolution Study of Pentagamavunon-0
Loaded Self Nano-Emulsifying Drug Delivery System. Indonesian J.
Pharm. 29(2), 60-65.
Azeem, A., Rizwan, M., Ahmad, F.J., Iqbal, Z., Khar, R.K., Aqil, M., Talegaonkar,
S., 2009, Nanoemulsion Components Screening and Selection: a Technical
Note, AAPS PharmSciTech., 10(1), 69-76.
Azhari, Azwan Bin Mohamed. 2018. Efektivitas ekstrak bawang dayak
(Eleutherine palmifolia (L)) Terhadap Pertumbuhan Stapilococcus aureus
Isolat Pus Infeksi Odontogenik.Skripsi Sarjana. Sumatera Utara: Fakultas
Kedokteran Gigi, Universitas Sumatera Utara.
Babula, P., Mikelova, R., Patesil, D., Adam, V., Kizek, R., Havel, L., 2005.
Simultaneous Determination of 1,4 Naphtoquinone, Lawsone, Juglone and
Plumbgin by Liquid Chromathography with UV Detection. Biomed paper.
149 (25).
Bali, V., Ali, M. & Ali, J. 2010. Study of Surfactant Combinations and
Development of a Novel Nanoemulsion for Minimising Variations in
Bioavailability of Ezetimibe. Colloids and Surfaces Biointerfaces; 76; 410-
420
Basalious, Emad B., Nevine Shawky., dan Shaimaa M. Badr-Eldin. 2010.
SNEDDSContaining Bioenhanchers for Improvement of Dissolution and
Oral Absorption of Lacidipine. I: Development and Optimization.
International Journal of Pharmaceutics. 391 (203-2011).

81
82

Beandrade, Maya Uzia. 2018. Formulasi dan Karakterisasi SNEDDS Ekstrak Jinten
Hitam (Nigella sativa) dengan Fase Minyak Ikan Hiu Cucut Botol
(Centrophorus sp) serta Uji AKtivitas Imunostimulan. Journal of
Pharmaceutical Science and Clinical Research. Vol. 01 (50-61).
Buzea, C., Blandino, I.I.P., dan Robbie, K. 2007. Nanomaterial and nanoparticles:
sources and toxicity. Biointerphases. Vol 2: MR170– MR172.
Constantinides PP. 1995. Lipid microemulsion for improving drug dissolusion and
oral absorption: physical and biopharmaceutical aspects. Pharm Res 12:
1561-1572.
Chabib, Lutfi, Dimas Adhi Pradana, Jamalullail, Nadya Aqliyah H, 2017,
Karakterisasi Formulasi SNEDDS Nano Kurkumin Sebagai Anti Artritis
Rematoid, Prosiding Seminar Nasional seri 7, Menuju Masyarakat Madani
dan Lestari.
Cho, Y.H., Kim, S., Bae, E.K., Mok, C.K. dan Park, J. 2008. Formulation of a
cosurfactant-free o/w microemulsion using nonionic surfactant mixtures.
Journal of Food Scince 73 (3): E115-E121.

Christoper woris, Diana natalia, dan Sari rahmayanti. 2017. Uji Aktivitas Antijamur
Ekstrak Etanol Umbi Bawang Dayak (Eleutherine Americana (Aubl) Merr.
Ex K. Heyne) Terhadap Trichophyton Mentagrophytes Secara Invitro.
Jurnal Kesehatan Andalas: 6 (3)
Date, A.A., Desai, N., Dixit, R., dan Nagarsenker, M. 2010.
Selfnanoemulsifyingdrug delivery systems: formulation insights,
applications and advances. Nanomedicine, 5: 1595–1616.
Debnath, S., Satayanarayana, dan Kumar, G.V. 2011. Nanoemulsion-A Method to
Improve The Solubility of Lipophilic Drugs,Int. J. Adv. Pharm. Sci., 2: 72–
83.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya (Bandung: CV.
Diponegoro, 2004), hlm. 75.
Departemen Perindustrian. 2007. Gambaran Sekilas Industri Minyak Kelapa Sawit.
Jakarta.

Fauzi,Yan. 2012. Kelapa Sawit. Penebar Swadaya. Jakarta


Firdaus T. Efektivitas ekstrak bawang dayak (Eleutherine Palmifolia) dalam
menghambat pertumbuhan bakteri staphylococcus aureus. Skripsi.
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. 2014.
Forgiarini A., Iglesias E., Anderez J., & Salager J. L. 1995. A new methode
toestimate the stability of short-life foams, Colloid Surface A: Physicochem.
Eng. Aspect 98 167-174.
83

Fudholi, A. 2013. Disolusi dan Pelepasan Obat In-vitro, Pustaka Pelajar,


Yogyakarta, p.115.
Galingging RY. 2009. Bawang Dayak (Eleutherine Palmifolia) Sebagai Tanaman
Obat Multifungsi. Warta Penelitian dan Pengembangan. Vol 15, No 3: 2-4.
Gupta, P. 2010. Callusing in Stevia rebaudiana (Natural Sweetener) for
SteviolGlycoside Production. International Journal of Agricultural
andBiological Sciences. 1:1.
Hariyadi, Purwiyatno. 2014. Mengenal Minyak Sawit dengan Beberapa Karakter
Unggulnya. Jakarta Pusat: GAPKI (Gabungan) Gabungan Pengusaha
Kelapa Sawit Indonesia.
Hidayah, A. S., Mulkiya, K., dan Purwanti, L. 2015. Ujian Aktivitas Antioksidan
Umbi Bawang Dayak (Eleutherine palmifolia Merr.). Prosiding Penelitian
Spesia Unisba.
Huda, Nurul dan Iis Wahyuningsih. 2016. Karakterisasi Self Nano Emulsifiying
Drug Delivery Sistem (SNEEDS) Minyak Buah Merah (Pandanus
Conoideus Lam.) Jurnal Farmasi dan Ilmu Kefarmasian Indonesia. Vol. 3
(2).
Imani, AKF. 2006. Tafsir nurul Quran. Jakarta: Al-Huda.
Jahanshashi dan Babaei. 2008.Protein Nanoparticel: A Unique System as Drug
Delivery Vehicle. J. Biotechnology. 7:4926-4934.
Joshi, K. 2013. Therapeutic Efficiency of Centella asiatica (L) Urb.
AnUnderutilized Green Leafy Vegetable” An Overreview. Int. J. Pharm.
Bio. Sci., 4 (1): 135-149.
Kaur, G., Pankaj, C. & Halikumar, S. L. 2013. Formulation Development of
SelfNanoemulsifying Drug Delivery System (SNEDDS) of Celecoxib for
Improvement of Oral Bioavailability. Pharmacophore; 4(4); 120- 133.
Kayser, O., Lemke, A., Trejo, N., H. 2005. The Impact of Nanobiotechnology on
The Delivery of New Drug Delivery System. Current Pharmaceutical
Biotechnology.
Komaiko, J., dan McClements, D.J. 2015. Food-grade nanoemulsion filled
hydrogels formed by spontaneous emulsification and gelation: optical
properties, rheology, and stability, Food Hydrocolloid., 46, 67–75.
Komisi Farmakope Eropa. 2005. European Pharmacopoeia 5.0. Uppsala, Dewan
Eropa.
Kyatanwar, A. U., Jadhav, K. R., & Kadam, V. J. (2010). Self micro-emulsifying
drug delivery system (SMEDDS): Review. J Pharm Res, 3(1): 75-83.
84

Lawrence, M.J., and Ress, G.D. 2000. Microemulsion-based Media as Novel Drug
Delivery System, Adv. Drug delivery Rev., 45(1): 89-121.
Makadia, H. A., Bhatt, A.Y., Parmar, R. B., Paun, J. S., & Tank, H.M. 2013. Self-
Nano Emulsifying Drug Delivery System (SNEDDS): Future Aspect, Asian
Journal of Pharmaceutical Research, 3(1), 21-27.
Mangan, Y. 2009. Solusi Mencegah dan Mengatasi kanker. Jakarta: Agromedia
Pustaka.
Mansor, T .S. T., Che Man, Y. B., Shuhaimi, M., Abdul Afiq, M. J., dan Ku Nurul,
F. K. M. 2012. Physicochemical Properties of Virgin Coconut Oil Extracted
from Different Processing Methods, International Food Research Journal,
19(3):837-745.

Mardaningsih, Fitri et al. 2012. Pengaruh Konsentrasi Etanol Dan Suhu Spray
Dryer Terhadap Karakteristik Bubuk Klorofil Daun Alfalfa (Medicago
Sativa L.) Dengan Menggunakan Binder Maltodekstrin. Dalam Jurnal
Teknosains Pangan Vol 1 No 1 Oktober 2012.
Martien, Ronny,. Adhyatmika,. Iramie D. K. Irianto,. Verda Farida,. Dian Purwita
Sari. 2012. Perkembangan Teknologi Nanopartikel Sebagai Sistem
Penghantaran Obat. Majalah Farmaseutik. Vol. 8 (1).
Marpaung YG. 2014. Formulasi Nanoemulsi Minyak Sawit dengan High Pressure
Homogenizer. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Mason TG, Wilking JN, Meleson K, Chang CB, Graves SM. 2006. Nanoemulsions:
formation, structure, and physical properties. J Phys Condens Matter 18:
635-666.
McClements, D.J., 2012. Nanoemulsions versus Microemulsions: Terminology,
Differences, and Similarities. Soft Matter, 8: 1719-1729.
McClements, D.J. 1995. Advances in The Application of Ultrasound in
FoodAnalysis and Processing. Trends Food Science Technology. 6. Hlm
293-299
Mollet, H dan Grubberman A. 2001. Formulation Technology Emulsions,
Suspensions, Solid Form, diterjemahkan oleh Payne, H.R., Wiley-vch,
Weinheim, pp. 59-85.
Nasr, A., Gardouh, A., & Ghorab, M. 2016. Novel Solid Self-Nanoemulsifying
Drug Delivery System(S-SNEDDS) for Oral Delivery of Olmesartan
Medoxomil: Design, Formulation, Pharmacokinetic and Bioavailability
Evaluation. MDPI Pharmaceutics Journal. 8(20):1-29.
Nazzal, S., Smalyukh, I. I., Lavrentovich, O. D., & Khan, M. A. 2002.Preparation
and In vitro Characterization of a Eutectic Based Semisolid
85

Selfnanoemulsified Drug Delivery System (SNEDDS) of Ubiquinone:


Mechanism and Progress of Emulsion Formation, International Journal of
Pharmaceutics, 235 (1), 247-265.

Nugroho, Bambang Hermawan dan Nilam Permata Sari. 2018. Formulasi Self Nano
Emulsifiying Drug Delivery System (SNEEDS) Ekstrak DAun Karamunting
(Rhodomyrtus tomentosa (Ait.) Hassk).
Pahan, I. 2012. Panduan Lengkap Kelapa Sawit: Manajemen Agribisnis dariHulu
Hingga Hilir. Jakarta: Penebar Swadya. 411 hal.
Patel, M. J., Patel, N. M., Patel, R. B., dan Patel, R. P. 2010. Formulation and
Evaluation of Self-Microemulsifying Drug Delivery System of Lovastatin,
Asian. J. Pharm. Sci., 5: 266-267.

Patel, J., Kadam, C., Vishwajith, V. & Gopal, V. 2011. Formulation, Design,
andEvaluation of Orally Disintegrating Tablets of Loratadine Using Direct
Compression Process, Int. J. Pharm. Biol. Sci., 2(2), 389-400.
Pouton, C.W., 2000. Lipid formulations for oral administration of drugs: non-
emulsifying, self-emulsifying and self-microemulsifying drug delivery
systems. Eur. J. Pharm. Sci, 11: 93–98.
Pratiwi, Liza dkk. 2018. Uji Stabilitas Fisik dan Kimia Sediaan SNEDDS (Self-
nanoemulsifying Drug Delivery System) dan Nanoemulsi Fraksi Etil Asetat
Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.). Traditional Medicine Journal.
Vol. 23(2).

PTPN VII. 2006. Vademecum Kelapa Sawit. Medan: Sumatera Utara.


Rao, S. V. R., & Shao, J. (2008). Selfnanoemulsifying drug delivery systems
(SNEDDS) for oral delivery of protein drugs : I. Formulation Development,
Int J Pharm, 362(2-3), 7-8.
Ren, Fuzheng, Qiufang Jing, Jingbin Cui, Jianming Chen & Yongjia Shen. 2013.
Self-Nanoemulsifying Drug Delivery System (SNEDDS) of Anethole
Trithione by Combined Use of Surfactants. Journal of Dispersion Science
andTechnology. 30:5, 664-670

Rowe, R. C., Sheskey, P. J., dan Owen, S. C. 2009. Handbook of Pharmaceutical


Excipients, 6 th Ed., Pharmaceutical Press, London, hal. 782-785.
Rusli, P. R. 2011. Pembuatan dan Karakterisasi Nanopartikel Titanium Dioksida
Fasa Anatase dengan Metode Sol Gel (Skripsi). Universitas Negeri Medan.
Medan.
Saberi, M., Akhoondinasab MR., Akhoondinasab M. 2013. Comparison of Healing
Effect of Aloe Vera Extract and Silver Sulfadiazine in Burn Injuries in
Experimental Rat Model. Original Article. Vol. 3 (1); 29-34.
86

Sadurní, N., Solans, C., Azemar, N., and García-Celma, M.J. 2005. Studies on the
Formation of O/W Nano-Emulsions, by Low-Energy Emulsification
Methods, Suitable for Pharmaceutical Applications, Eur. J. Pharm. Sci., 26,
438-445.
Sahumena, M. H. 2014. Pengembangan Nanopartikel Ketoprofen dengan Teknik
SNEDDS dan Uji Aktifitas Antiinflamasi. Tesis Program Pasca Sarjana;
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Sapra, K., Sapra, A., Singh, S.K., dan Kakkar, S. 2012. Self emulsifying drug
delivery system: A tool in solubility enhancement of poorly soluble drugs.
Indo global journal of pharmaceutical sciences, 2: 313–332.
Saptowalyono CA. 2007. Bawang Dayak, Tanaman Obat Kanker yang Belum
Tergarap. www.kompas.com [15 Juni 2007]
Setiawan, Satria Dwi et al., 2018. Study of Nano-Emulsifying Drug Delivery
Sistem (SNEDDS) Loaded red Fruit Oil (Pandanusconoides Lamk.) As An
Eliminated Cancer Cell MCF-7. International Journal of Drug Delivery
Technology 2018; 8(4); 229-232.
Shafiq-Un-Nabi, S., Shakeel, F., Talegaonkar, S., Ali, J., Baboota, S., Ahuja, A.,
dkk. 2007. Formulation development and optimization using nanoemulsion
technique: a technical note. AAPS pharmscitech. 8: E12–E17.
Sharma, Vijay., Pratiush Saxena., Lalit Singh dan Pooja Singh. 2012. Self
Emulsifying Drug Delivery System; A Novel Approach. Journal of
Pharmacy Research. Vol. 5 (1).
Shihab, Quraish. 2002. Tafsir al Misbah(Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran).
Jakarta : Lentera Hati.
Singh, KK dan Shah, HC. 2009. Xanthan Gum In: Rowe, R.C., Sheskey, P.J. dan
Weller P.J. (eds.) Handbook of Pharmaceutical Excipients 6 th Edition,
Minneapolis, Pharmaceutical Press.
Sinko, J.S., (Eds). 2006. Martin’s Physical Pharmacy and Pharmaceutical Sciences
: Phisical Chemical and Biopharmaceutical Principles in The
Pharmaceutical Sciences, Lippincontt William and Wilkins. USA.
Skoog D.A, D. M. West and F. J. Holler, Fundamentals of Analytical Chemistry,
7th Edition, Saunders College Publishing, Philadelphia, 1996.
Sudjadi. 1986. Metode Pemisahan. Kanisius. Yogyakarta.
Sudarmadji, S. 2003. Mikrobiologi Pangan. PAU Pangan dan Gizi UGM.
Yogyakarta.
Syukri Y., et al. 2018. Novel Self-Nano Emulsifying Drug Delivery System
(SNEDDS) of andrographolide isolated from Andrographis paniculata
87

Nees: Characterization, in-vitro and in-vivo assessment. Journal of Drug


Delivery Science and Technology ( 47).
Syukri Y., Agung E.N., Ronny M., dan Endang L. 2015. Validasi Penetapan Kadar
Isolat Andrografolid dari Tanaman Sambiloto (Andrographis paniculata
Nees) Menggunakan HPLC. J. Sains Farmasi dan Klinis 2 (4). 8-14.
Talegaonkar, S., Tariq, M., and Alabood, R.M. 2011. Design and Development of
O/W Nanoemulsion for the Transdermal Delivery of Ondansentron, Bulletin
of Pharmaceutical Research. 1(3): 18-30
Thakur R., M, N. Kumar., Puttachari, S., S, U. Shankar M., dan S, Shudeer, P. 2012.
Approaches to Development of Solid-Self Micron Emulsifying Drug
Delivery System: Formulation Techniques and Dosage Forms-A
Review,Asian. J. Pharm. Life. Sci.,2(2), 214-218.
Tiyaboonchai W. 2003. Chitosan nanoparticles: A promising system for drug
delivery. Naresuan Univ. J. Vol. 11, No. 3.
Winarti, Lina. 2013. Sistem Penghantaran Obat Tertarget, Macam, Jenis-Jenis
Sistem Penghantaran, Dan Aplikasinya. Stomatognatic (J. K. G Unej) Vol.
10 No. 2.
Winarti, Lina., Suwaldi, Ronny Martien, dan Lukman Hakim. 2016. Formulation
Of Self-Nanoemulsifying Drug Delivery System Of Bovine Serum Albumin
Using Hlb (Hydrophilic-Lypophilic Balance) Approach. Indonesian J.
Pharm. Vol. 27. No. 3 : 117 – 127.

Wirnarti, Suwaldi, Matin, Hakim. 2018.Formulation of Insulin Self


Nanoemulsifying Drug Delivery System and Its In Vitro-In Vivo Study .
Indonesian J. Pharm. Vol. 29, No. 3, Hal: 158-166.
Yuda Aulia P. 2017. Pembuatan Mikropartikel Poli Asam Laktat (Pal) Sebagai
Sistem Penghantar Obat (Drug Delivery) [Skripsi]. Bandar Lampung:
Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.
Yuliani, Sri Hartati., Medaliana Hartini., Syephanie, Bety Pudyastuti dan Enade
Perdana Istyastono. 2016. Perbandingan Stabilitas Fisis Sediaan
Nanoemulsi Minyak Biji Delima dengan Fase Minyak Long-Chain
Triglyceride dan Medium-Chain Triglyceride. Traditional Medicine
Journal. Vol. 21 (2).

Yusni, M. A. 2008. Perbedaan Pengaruh Pemberian Fraksi Etanolik Bawang Dayak


(Eleutherine palmifolia, (L.) Merr) Dengan 5-Fluorouracil Terhadap
Penghambatan Pertumbuhan Galur Sel Karsinoma Kolon HT29 Dan
Ekspresi P53 Mutan.[Skripsi]. Fakultas Kedokteran. Universitas Sebelas
Maret. Solo. Hal. 34-38.
88

Zhang, J., Peng, Q., Shi, S., Zhang, Q., Sun, X., Gong, T., & Zhang, Z. 2011.
Preparation,Characterization, and In Vivo Evaluation of A Self-
Nanoemulsifying Drug Delivery System (SNEDDS) Loaded With Morin-
Phospholipid Complex. International Journal of Nanomedicine. 6(1):3405-
3414.

Zhao, T. 2015. Self-Nanoemulsifying Drug Delivery System (SNEDDS) for the


Oral Delivery of Lipophilic Drugs. Thesis Departement Industrial
Engineering; University of Trento, Italy.
89

LAMPIRAN I

PERHITUNGAN HLB SURFAKTAN CAMPURAN

Nilai HLB Surfaktan

Tween 20 : 16,70

Tween 80 : 15,00

Span 20 : 8,60

Transcutol : 4,20

Nilai HLB butuh (x) : 11-15

A. Perbandingan 1 : 8 : 1  surfaktan 80 %
1. HLB mix 11 :
Tween 20 / Transcutol :

Tween 20 = 11 – 4,20 x 80% = 43,52%

16,70 – 4,20

Transcutol = 80% - 43,52 = 36,48%

Tween 80 / Span 20 :

Tween 80 = 11 – 8,60 x 80% = 30%

15,00 – 8,60

Span 20 = 80% - 30 = 50%

Tween 20 / Span 20 :

Tween 20 = 11 – 8,60 x 80% = 23,7%

16,70 – 8,60

Span 20 = 80% - 23,7 = 56,3%

Tween 80 / Transcutol:

Tween 80 = 11 – 4,20 x 80% = 50,37%


90

15,00 – 4,20

Transcutol = 80% - 50,37 = 29,63%

2. HLB mix 12 :
Tween 20 / Transcutol :

Tween 20 = 12 – 4,20 x 80% = 49,92%

16,70 – 4,20

Transcutol = 80% - 49,92 = 30,8%

Tween 80 / Span 20 :

Tween 80 = 12 – 8,60 x 80% = 42,5%

15,00 – 8,60

Span 20 = 80% - 42,5 = 37,5%

Tween 20 / Span 20 :

Tween 20 = 12 – 8,60 x 80% = 33,58%

16,70 – 8,60

Span 20 = 80% - 33,58 = 46,42%

Tween 80 / Transcutol:

Tween 80 = 12 – 4,20 x 80% = 57,77%

15,00 – 4,20

Transcutol = 80% - 57,77 = 22,23%

3. HLB mix 13 :
Tween 20 / Transcutol :

Tween 20 = 13 – 4,20 x 80% = 56,32%

16,70 – 4,20

Transcutol = 80% - 56,32 = 23,68%

Tween 80 / Span 20 :
91

Tween 80 = 13 – 8,60 x 80% = 55%

15,00 – 8,60

Span 20 = 80% - 55 = 25%

Tween 20 / Span 20 :

Tween 20 = 13 – 8,60 x 80% = 43,46%

16,70 – 8,60

Span 20 = 80% - 43,46 = 36,54%

Tween 80 / Transcutol:

Tween 80 = 13 – 4,20 x 80 % = 65,2%

15,00 – 4,20

Transcutol = 80% - 65,2 = 14,8%

4. HLB mix 14 :
Tween 20 / Transcutol :

Tween 20 = 14 – 4,20 x 80% = 62,72

16,70 – 4,20

Transcutol = 80% - 62,72 = 17,8

Tween 80 / Span 20 :

Tween 80 = 14 – 8,60 x 80% = 67,5

15,00 – 8,60

Span 20 = 80% - 67,5 = 12,5

Tween 20 / Span 20 :

Tween 20 = 14 – 8,60 x 80% = 53,3

16,70 – 8,60

Span 20 = 80% - 53,3 = 26,7

Tween 80 / Transcutol:
92

Tween 80 = 14 – 4,20 x 80% = 72,6

15,00 – 4,20

Transcutol = 80% - 72,6 = 7,1

5. HLB mix 15 :
Tween 20 / Transcutol :

Tween 20 = 15 – 4,20 x 80% = 69,12

16,70 – 4,20

Transcutol = 80% - 69,19 = 10,88

Tween 80 / Span 20 :

Tween 80 = 15 – 8,60 x 80% = 80

15,00 – 8,60

Span 20 = 80% - 80 = 0

Tween 20 / Span 20 :

Tween 20 = 15 – 8,60 x 80% = 63,21

16,70 – 8,60

Span 20 = 80% - 63,21 = 16,79

Tween 80 / Transcutol:

Tween 80 = 15 – 4,20 x 80% = 80

15,00 – 4,20

Transcutol = 80% - 80 = 0

B. Perbandingan 1 : 7 : 2 & 2 : 7 : 1  surfaktan 70%


1. HLB mix 11 :
Tween 20 / Transcutol :

Tween 20 = 11 – 4,20 x 70% = 38,08

16,70 – 4,20
93

Transcutol = 70% - 38,08 = 31,92

Tween 80 / Span 20 :

Tween 80 = 11 – 8,60 x 70% = 26,25

15,00 – 8,60

Span 20 = 70% - 26,25 = 43,75

Tween 20 / Span 20 :

Tween 20 = 11 – 8,60 x 70% = 20,74

16,70 – 8,60

Span 20 = 70% - 20,74 = 49,26

Tween 80 / Transcutol:

Tween 80 = 11 – 4,20 x 70% = 44,07

15,00 – 4,20

Transcutol = 70% - 44,07 = 25,93

2. HLB mix 12 :
Tween 20 / Transcutol :

Tween 20 = 12 – 4,20 x 70% = 43,68

16,70 – 4,20

Transcutol = 70% - 43,68 = 26,32

Tween 80 / Span 20 :

Tween 80 = 12 – 8,60 x 70% = 37,2

15,00 – 8,60

Span 20 = 70% - 37,2 = 32,8

Tween 20 / Span 20 :

Tween 20 = 12 – 8,60 x 70% = 29,4

16,70 – 8,60
94

Span 20 = 70% - 29,4 = 40,6

Tween 80 / Transcutol:

Tween 80 = 12 – 4,20 x 70% = 50,56

15,00 – 4,20

Transcutol = 70% - 50,56 = 19,44

3. HLB mix 13 :
Tween 20 / Transcutol :

Tween 20 = 13 – 4,20 x 70% = 49,28

16,70 – 4,20

Transcutol = 70% - 49,28 = 20,72

Tween 80 / Span 20 :

Tween 80 = 13 – 8,60 x 70% = 48,13

15,00 – 8,60

Span 20 = 70% - 48,13 = 21,87

Tween 20 / Span 20 :

Tween 20 = 13 – 8,60 x 70% = 38,02

16,70 – 8,60

Span 20 = 70% - 38,02 = 31,98

Tween 80 / Transcutol:

Tween 80 = 13 – 4,20 x 70% = 57,04

15,00 – 4,20

Transcutol = 70% - 57,04 = 12,96

4. HLB mix 14 :
Tween 20 / Transcutol :
95

Tween 20 = 14 – 4,20 x 70% = 54,88

16,70 – 4,20

Transcutol = 70% - 54,88 = 15,12

Tween 80 / Span 20 :

Tween 80 = 14 – 8,60 x 70% = 59,1

15,00 – 8,60

Span 20 = 70% - 59,1 = 10,9

Tween 20 / Span 20 :

Tween 20 = 14 – 8,60 x 70% = 46,67

16,70 – 8,60

Span 20 = 70% - 46,67 = 23,33

Tween 80 / Transcutol:

Tween 80 = 14 – 4,20 x 70% = 63,52

15,00 – 4,20

Transcutol = 70% - 63,52 = 6,48

5. HLB mix 15 :
Tween 20 / Transcutol :

Tween 20 = 15 – 4,20 x 70% = 60,48

16,70 – 4,20

Transcutol = 70% - 60,48 = 9,52

Tween 80 / Span 20 :

Tween 80 = 15 – 8,60 x 70% = 70

15,00 – 8,60

Span 20 = 70% - 70 = 0

Tween 20 / Span 20 :
96

Tween 20 = 15 – 8,60 x 70% = 55,31

16,70 – 8,60

Span 20 = 70% - 55,31 = 14,69

Tween 80 / Transcutol:

Tween 80 = 15 – 4,20 x 70% = 70

15,00 – 4,20

Transcutol = 70% - 70 = 0
97

LAMPIRAN II

LANGKAH KERJA PREPARASI SNEDDS EBD


a. Proses Pembuatan ekstrak bawang dayak

No. Perlakuan Gambar

Ditimbang serbuk simplisia Bawang


1.
Dayak 25 gr

Simplisia dimasukkan ke dalam beaker


2. glass dan ditambahkan etanol 96% 250
ml

Dilakukan ekstraksi dengan UAE


3.
selama 3 X 2 menit
98

Ekstrak cair disaring untuk


4.
mendapatkan cairannya

Dimaukkan Rotary Evaporator untuk


5.
mendapatkan ekstrak kental

Ekstrak kental dimasukkan ke dalam


6.
oven dengan suhu 40̊C
99

b. Proses preparasi dan uji karakteristik SNEDDS tanpa EBD


No. Perlakuan Gambar

Dipersiapkan alat dan bahan komposisi


1.
SNEDDS

Dilakukan penimbangan komposisi


2. SNEDDS (minyak+ surfaktan +
kosurfaktan)

3. Didiamkan selama 24 jam

4. Diamati hasil uji organoleptis

Dilakukan uji %transmitan, dieleminasi


5. jika hasil tidak sesuai dengan parameter (
>90% )

Hasil yang lolos dilanjutkan pada uji


ukuran partikel, dieleminasi jika hasil
6.
tidak sesuai dengan parameter (ukuran
partikel 10-200 nm)
100

Hasil yang baik dilanjutkan pada uji


7. waktu emulsifikasi, dielemenasi hasil jika
tidak sesuai parameter ( waktu <2 menit)

Kemudian dilanjutkan uji waktu


emulsifikasi dengan mencampurkan
8.
100μl dengan 100 ml cairan simulasi SIF
dan SGF

c. Proses preparasi dan uji karakteristik SNEDDS EBD


No. Perlakuan Gambar

Formula yang lolos pada tabel b, akan


1. ditimbang kembali sesuai dengan
perhitungan SNEDDS + EBD

Distirrer agar terhomogenkan secara


sempurna

2. Didiamkan selama 24 jam, -

Diamati organoleptisnya (terjadi


3.
pemisahan fase)

Dilakukan uji %transmitan, dengan


4. menambahkan 100 μl formula ke 100 ml
SIF
101

Diamati hasil (jika >90% hasil stabil)


5.
menunjukkan nilai <90%

Dilanjutkan uji waktu emulsifikasi.


Menambahkan masing-masing 100 μl
6. formula pada 100 ml SIF dan SGF dan
dilakukan pengadukan dengan stirrer pada
suhu 37̊C dan 200 rpm

Diamati terbentuknya homogenitas sediaan


7.
< 2menit

Dilanjutkan uji ukuran partikel. Diambil


100 μl campuran masing-masing formula -
8.
dengan cairan SGF dan SIF. Dimasukkan
pada alat PSA

Diamati hasil yang menunjukkan ukuran


9.
partikel pada rentang 10-200 nm

Dilanjutkan uji pH. Menggunakan pH


10.
meter

Diamati hasil yang memiliki nilai pH 6,5-


11.
9,0
102

(Uji Viskositas). Dimasukkan sampel ke


12.
dalam spindle.

Diamati hasil viskositas dengan nilai 7,0 ±


13.
0,1 hingga 42,0 ± 0,2 centipoise

(Uji pengenceran dengan berbagai media).


14. Di homogenkan masing-masing formula
100 μl dengan 100 ml cairan SIF dan SGF

Diamati hasil. Cairan di uji dengan pH


15. pada masing-masing pencampuran
simulasi SIF (3,6) dan SGF (1,2)

(Uji stabilitas termodinamika). Masing-


16. masing formula di lakukan uji heating- -
cooling dan freeze thaw

Dimasukkan 2ml formula dilarutkan


17. dengan aquades 50 ml. dibagi dalam
beberapa vial.
103

Suhu 25̊C

(freeze thaw cycle) dimasukkan pada suhu


-20̊C, 25̊C. dilakukan 3 kali siklus. Dan
18.
diamati adanya perubahan fisik dari Suhu -20̊C
sediaan formula

Suhu 45̊C

(heating-cooling cycle) dimasukkan pada


suhu 4̊C, dan 45̊C. dilakukan 3 kali siklus.
19.
Dan diamati adanya perubahan fisik dari Suhu 4̊C
sediaan formula

(sentrifugasi) diambil 10 ml formula


diletakkan pada tabug sentrifugasi.
Kemudian diletakkan dalam alata
20.
sentrifugasi dan di set dengan kecepatan
3500 rpm selama 30 menit. Diamati
perubahan fisik formula.
104

Suhu 25̊C

Didapatkan pemisahan fase fisik formula.


21. Kemudian diletakkan di dalam suhu -20̊C
dan 25̊C. diamatai perubahan fisik. Suhu -20̊C

Anda mungkin juga menyukai