Jurnal Reading A Bawah
Jurnal Reading A Bawah
Jurnal Reading A Bawah
1. PROBLEM/POPULATION :
Pemasangan WSD merupakan hal yang menyakitkan dan pengalaman yang membuat
frustasi bagi pasien. Studi menunjukkan bahwa pasien yang menjalani pemasangan
mengalami nyeri mulai dari skala sedang sampai berat. WSD adalah pipa khusus yang
dimasukkan ke rongga pleura dengan perantaraan trokar atau klem penjepit bedah (Arin,
2022). Bekas luka yang tidak enak dilihat juga menyebabkan stres tambahan pada pasien.
Nyeri saat melepas WSD timbul saat akan membuka jahitan (Loho, Hatibie, Tangkilisan,
Sukanto, & Langi, 2022).
Efektivitas terapi farmakologi dalam mengurangi nyeri pada saat dan pada saat pelepasan
chest tube dapat membawa perbaikan, namun penggunaan terapi non farmakologi merupakan
tanggung jawab perawat dan diperlukan untuk mengurangi penggunaan analgetik berlebihan
pada pasien. Nyeri merupakan pengalaman yang umum terjadi pada setiap orang, baik karena
adanya kerusakan jaringan aktual ataupun tidak (Apriliza, & Zulaikha, 2018). Nyeri sebagai
pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan terkait dengan kerusakan
jaringan aktual atau potensial (Raja, Carr, Cohen, Finnerup, Flor, Gibson, & Vader, 2020).
Pengalaman sensorik dan emosional akibat kerusakan jaringan yang sebenarnya menyebabkan
ketidaknyamanan bagi pasien (Bayındır,Curuk, & Oguzhan, 2017). Selain itu, nyeri juga
menimbulkan rangsangan saraf simpatis yang akan menyebabkan pelepasan epinefrin yang
mengakibatkan peningkatan frekuensi tekanan darah, curah jantung, dan resistensi pembuluh
darah perifer (Potter, Perry, Stockert, & Hall, 2021).
Penelitian kuantitatif menggunakan quasi-experimental dengan desain repeated-measures
pada pasien intervensi gangguan respirasi yang terpasang water sealed drainage (WSD) di
Rumah Sakit Umum Persahabatan Jakarta Timur pada bulan Mei - Juni 2023 dengan jumlah
sampel 20 partisipan. Kriteria inklusi yaitu bersedia berpartisipasi, pasien dewasa usia >18
tahun, sepenuhnya sadar dan berorientasi, mampu memahami dan mengikuti perintah, tidak
memiliki gangguan penglihatan maupun pendengaran, terpasang WSD minimal 24 jam, dan
pasien dengan skala nyeri 4 – 6 dengan skala nyeri Visual Analogue Scale (VAS). Sedangkan
kriteria eksklusi yaitu skala nyeri rendah dan tinggi dengan menggunakan skala nyeri VAS,
kondisi lemah/penurunan kesadaran, pasien mendapatkan analgetik intravena per drip, dan
pasien tidak bersedia. Instrumen dalam penelitian ini yaitu media edukasi berupa leaflet dan
video pembelajaran intervensi slow deep breathing exercise dan instrumen penilaian pre dan
post pelaksanaan evidence based nursing practice (EBNP) yaitu VAS untuk mengukur tingkat
nyeri partisipan sebelum (pre) dan setelah (post) intervensi slow deep breathing exercise.
Sebelum diberikan edukasi, kedua kelompok dilakukan pre-test berupa pengukuran tanda-
tanda vital meliputi tekanan darah, pernafasan, suhu tubuh, nadi, dan saturasi oksigen dengan
skala nyeri menggunakan VAS. Dilanjutkan pada kelompok intervensi diberikan inform
consent tentang slow deep breathing exercised menggunakan media leaflet dan video.
Kemudian dilakukan latihan selama 15 menit, diulangi sebanyak 2 kali dalam sehari yaitu
pada pagi dan sore hari. Sedangkan pada kelompok kontrol hanya diberikan edukasi
menggunakan media leaflet. Setelah melakukan latihan slow deep breathing exercise pada
hari ketiga, kedua kelompok dilakukan post-test intensitas nyeri
2. INTERVENSI
Perawat mempunyai peranan penting dalam penanganan pada saat keluarnya WSD. Peran
perawat untuk meningkatkan pelayanan kesehatan dan kepuasan pasien melalui peningkatan
pendidikan dan keterlibatan pasien. Dalam hal ini, intervensi keperawatan yang digunakan
mencakup tiga domain utama yakni, pengurangan risiko komplikasi, peningkatan psikologis,
dan kualitas hidup (Ekasari, Riasmini, & Hartini, 2019). Penatalaksanaan nyeri secara
farmakologis meliputi penggunaan obat opioid (narkotika), obat NSAID (Non-steroidal anti-
inflamasi drugs), dan analgesik penyerta atau ko-analgesik (Kozier, Erb, Berman, & Snyder,
2011). Sedangkan penatalaksanaan non farmakologi meliputi relaksasi dan imajinasi
terbimbing, distraksi, musik, stimulasi kulit, pemijatan, pemberian sensasi hangat dan dingin,
herbal, dan penurunan persepsi nyeri (Potter, Perry, Stockert, & Hall, 2021). Apabila nyeri
tidak diobati maka dapat menimbulkan gangguan lain pada tubuh termasuk pada paru, seperti
perkembangan paru-paru, penurunan kapasitas paru untuk bernafas, dan kesulitan batuk yang
nantinya akan menyebabkan infeksi paru (Milyarona, & Sijabat, 2022). Teknik non
farmakologis slow deep breathing dilakukan untuk mengurangi nyeri yang dirasakan pasien,
terutama pada saat pasien sedang dirawat karena diharapkan nyeri yang dirasakan akan
berkurang (Rustini, & Tridiyawati, 2022).
Slow deep breathing dapat merangsang respon saraf otonom melalui pelepasan
neurotransmiter endorfin yang berpengaruh terhadap penurunan respon saraf simpatis yang
berfungsi meningkatkan aktivitas tubuh dan meningkatkan respon parasimpatis untuk
menurunkan aktivitas tubuh (Trybahari, Busjra, & Azzam, 2019). Saraf-saraf pada slow deep
breathing ini berdampak pada vasodilatasi pembuluh darah sehingga memudahkan oksigen
mengalir ke bagian otak yang diharapkan lebih tercukupi. Relaksasi pernapasan yang lambat
merupakan suatu teknik pernafasan, berhubungan dengan perubahan fisiologis yang dapat
membantu memberikan respon relaksasi (Sofiah, & Roswah, 2022). Teknik pernafasan dalam
lambat (SDBRE) disebut juga peregangan dengan kombinasi pernafasan dalam dan
pernafasan lambat. Teknik ini membuat sistem saraf pusat yaitu otak dan sumsum tulang
belakang memproduksi hormon endorfin yang berguna untuk mengurangi nyeri (Supriyanto,
Sukartini, Setiawan, Zamroni, & Maimuna, 2023).
Relaksasi nafas dalam lambat juga dapat diartikan sebagai teknik relaksasi sederhana
berupa proses paru-paru menghirup oksigen sebanyakbanyaknya. Gaya pernafasan yang pada
dasarnya dilakukan secara perlahan, dalam dan rileks sehingga membuat seseorang merasa
lebih tenang (Fatika Sari, Sajidin, & Ibnu, 2022). Latihan slow deep breathing terbukti
mampu mengurangi nyeri secara signifikan, relaksasi ini juga dapat meningkatkan ventilasi
paru-paru. Terapi non farmakologi slow deep breathing exercise dapat diberikan dalam waktu
5 sampai 10 menit perhari. Pemberian terapi relaksasi nafas dalam lambat selama 15 menit
dapat menurunkan intensitas nyeri (Ainah, & Wibowo, 2018).
3. COMPERATION
Tidak Ada Perbandingan
4. OUTCOMES
Pengaruh pemberian intervensi slow deep breathing exercise (SDBRE) dapat mengurangi
nyeri pada pasien yang terpasang water sealed drainage (WSD) yang dirawat di ruang rawat
inap rumah sakit umum Persahabatan Jakarta. Hasil ini sesuai dengan penelitian-penelitian
sebelumnya terkait pemberian intervensi. Penelitian terdahulu tentang latihan nafas dalam
lambat didapatkan bahwa nafas dalam lambat dapat memperbaiki efisiensi ventilasi dengan
meningkatkan alveolar, memperbaiki oksigenasi arteri dengan meningkatkan volume alveolar
dan pertukaran gas pada tingkat membran kapiler alveolar (Borges, Lobinger, Javelle,
Watson, Mosley, & Laborde, 2021). Hasil ini sejalan dengan penelitian lain yang
menunjukkan penurunan intensitas nyeri setelah mendapatkan intervensi berupa terapi slow
deep breathing dengan bermain meniup baling-baling. Sehingga diharapkan hal tersebut dapat
membantu mengurangi nyeri pada anak yang dilakukan penyuntikan anestesi sirkumsisi
(Wahyuni, Setyawati, & Inayah, 2015).
Slow deep breathing exercise merupakan suatu teknik latihan pernapasan yang terbentuk
dari teknik pernapasan yoga yang dikembangkan. Teknik ini bisa mengurangi nyeri karena
membantu kerja saraf simpatis dengan meningkatkan inhibitory pusat rhythms yang dapat
pada menurunnya hasil akhir simpatis. Pengurangan hasil akhir simpatis dapat mengurangi
hasil hormon epinefrin yang diterima oleh reseptor alfa sehingga dapat memprovokasi otot
polos dari pembuluh darah, sehingga terjadinya vasodilatasi yang akan menurunkan pressure
perifer juga membuat sakit menurun. Ketika peregangan terdapat perpanjangan serabut otot,
menurunnya impuls saraf ke otak, berkurangnya kerja otak, dan manfaat badan yang lain, ciri
dari respon peregangan dibuktikan dengan berkurangnya denyut jantung, hasil nafas, dan
menurunnya tingkat nyeri
DAFTAR PUSTAKA
Wulansari, N., Rayasari, F., & Anggraini, D. (2023). Slow deep breathing exercise untuk
mengurangi nyeri selama pelepasan water seal-drainage (WSD) pada pasien
pneumothorax. Holistik Jurnal Kesehatan, 17(6), 487-496.