Liberal
Liberal
Liberal
Kabinet ini merupakan zeken kabinet, karena terdiri atas para pakar dan
ahli dibidangnya. Kabinet ini mengalamani tantangan berat, berupa gerakan
separatis disejumlah daerah dan beberapa pemberontakan lain sehingga
mengakibatkan kabinet ini runtuh.
Kabinet Ali Sastroamidjojo I (31 Juli 1953 - 12 Agustus 1955).
Dua bulan setelah mundurnya Kabinet Wilopo terbentuk kabinet baru
yaitu Kabinet Ali Sastroamidjojo. Kabinet Ali mendapat dukungan dari
PNI dan NU, sedangkan Masyumi memilih sebagai oposisi. Kabinet Ali
mempunyai program 4 pasal:
a. Program dalam negeri antara lain meningkatkan keamanan dan
kemakmuran dan segera diselenggarakan pemilihan urnum.
b. Pembebasan Irian Barat secepatnya.
c. Program luar negeri antara lain pelaksanaan politik bebas-aktif
dan peninjauan kembali Persetujuan KMB.
d. Penyelesaian pertikaian politik.
Meskipun keamanan dan kemakmuran menjadi program utama,
realisasinya memang sangat sulit. Kabinet Ali juga mendapatkan
kesulitan dari Persatuan Ulama Seluruh Aceh (PUSA) pimpinan Daud
Beureueh yang menuntut Aceh sebagai provinsi dan meminta perhatian
penuh atas pembangunan daerah. Daud Beureueh menilai bahwa tuntutan
itu diabaikan, sehingga ia menyatakan Aceh menjadi bagian dari Nil
(Negara Islam Indonesia) buatan Kartosuwiryo (September 1953). Usaha
meningkatkan kemakmuran mengalami kegagalan karena inflasi dan
korupsi yang meningkat.
Kegagalan yang menyebabkan jatuhnya Kabinet Ali adalah
masalah Angkatan Darat. Setelah Peristiwa 17 Oktober, Nasution
mengundurkan diri sebagai KSAD. la digantikan oleh Bambang Sugeng.
Sementara itu, perwira-perwira AD yang anti dan pro Peristiwa 17
Oktober berhasil memulihkan persatuan dan menandatangani Piagam
Yogyakarta (25 Februari 1955). Oleh karena tugasnya dirasakan sangat
berat, Bambang Sugeng mohon berhenti dan dikabulkan oleh pemerintah.
Kemudian pemerintah mengangkat Bambang Utoyo sebagai KSAD baru.
Akan tetapi Angkatan Darat yang berada di bawah pejabat KSAD yang
dikepalai oleh Zulkifli Lubis menolak. Ketika Bambang Utoyo dilantik
pada tanggal 27 Juni 1955, TNI-AD memboikot pengangkatan itu.
Bambang Utoyo adalah KSAD yang tidak pernah berkantor di Markas
Besar Angkatan Darat (MBAD).
Akibat peristiwa tersebut dan berbagai kemelut yang lain, kabinet
ini dinilai gagal. Banyak partai yang menarik menterinya dari kabinet.
Akhirnya pada tanggal 24 Juli 1955, Ali Sastroamidjojo mengembalikan
mandatnya kepada wakil presiden (karena saat itu presiden sedang
menunaikan ibadah haji). Namun di balik kegagalan Kabinet Ali, kabinet
tersebut masih memiliki kesuksesan, di antaranya adalah menyiapkan
pemilihan umum dan menyelenggarakan Konferensi Asia Afrika.
https://docs.google.com/kabinet ali Sastroamidjojo/2003/diakses pada
tanggal 2 Juli 2013
KESIMPULAN
Berdasar hasil pembahasan diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa :
1. Sistem pemerintahan dalam bidang politik yang dianut pada masa
Demokrasi Parlementer, atau yang dikenal juga dengan sebutan
Demokrasi Liberal adalah sistem kabinet parlementer. Sistem
pemerintahan tersebut berlandaskan pada UUDS 1950 (Undang-Undang
Dasar Sementara Republik Indonesia tahun 1950).
2. Sistem pemerintahan ini menetapkan bahwa kabinet atau para menteri
bertanggung jawab kepada parlemen. Sistem kabinet parlementer juga
menerapkan sistem pemungutan suara (voting) yang digunakan dalam
pemilihan umum (Pemilu), mosi, dan demonstrasi sebagai bentuk rakyat
dalam mengekspresikan hak untuk ikut serta dalam berpolitik. Selain itu,
adanya sistem multipartai pada masa ini menyebabkan terciptanya
golongan mayoritas dan minoritas dalam masyrakat, serta adanya sikap
mementingkan kepentingan golongan partai politik masing-masing
daripada kepentingan bersama.
3. Adapun kebijakan-kebijakan untuk mengatasi persoalan-persoalan
ekonomi antara lain : a)Meminta penundaan pembayaran utang sebesar
US$ 5,8 milyar pada pertemuan Paris Club ke-3 dan mengalokasikan
pembayaran utang luar negeri sebesar Rp 116.3 triliun. b)Kebijakan
privatisasi BUMN. Privatisasi adalah menjual perusahaan negara di dalam
periode krisis dengan tujuan melindungi perusahaan negara dari intervensi
kekuatan-kekuatan politik dan mengurangi beban negara. Hasil penjualan
itu berhasil menaikkan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,1 %.
SARAN