Ekonomi Indonesia Dan Struktur Ekonomi Koloneal

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masalah ekonomi merupakan masalah mendasar yang terjadi disemua
negara. Oleh karena itu, dalam menyikapi permasalahan ekonomi tiap negara,
masing-masing negara menganut sistem ekonomi yang sesuai dengan kondisi dan
ideologi negara yang bersangkutan. Sistem menurut Chester A. Bernard, adalah
suatu kesatuan yang terpadu, yang di dalamnya terdiri atas bagian-bagian dan
masing-masing bagian memiliki ciri dan batas tersendiri. Suatu sistem pada
dasarnya adalah “organisasi besar” yang menjalin berbagai subjek (atau objek)
serta perangkat kelembagaan dalam suatu tatanan tertentu. Subjek atau objek
pembentuk sebuah sistem dapat berupa orang-orang atau masyarakat, untuk suatu
sistem sosial atau sistem kemasyarakatan dapat berupa makhluk-makhluk hidup
dan benda alam, untuk suatu sistem kehidupan atau kumpulan fakta, dan untuk
sistem informasi atau bahkan kombinasi dari subjek-subjek tersebut.
Perangkat kelembagaan dimaksud meliputi lembaga atau wadah tempat
subjek (objek) itu berhubungan, cara kerja dan mekanisme yang menjalin
hubungan subjek (objek) tadi, serta kaidah atau norma yang mengatur hubungan
subjek (objek) tersebut agar serasi. Kaidah atau norma yang dimaksud bisa berupa
aturan atau peraturan, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis, untuk suatu
sistem yang menjalin hubungan antar manusia. Secara toritis, pengertian sistem
ekonomi dapat dikatakan sebagai perpaduan dari aturan-aturan atau cara-cara
yang menjadi satu kesatuan dan digunakan untuk mencapai tujuan dalam
perekonomian. Sedangkan menurut Gilarso ( 1992:486 ) sistem ekonomi adalah
keseluruhan cara untuk mengordinasikan perilaku masyarakat (para konsumen,
produsen, pemerintah, bank, dan sebagaiannya) dalam menjaankan kegiatan
ekonomi (produksi, distribusi, konsumsi, investasi, dan sebagaiannya) sehingga
menjadi satu kesatuan yang teratur dan dinamis, dan kekacauan dapat dihindari.
Lalu menurut McEachren, sistem ekonomi dapat diartikan sebagai seperangkat
mekanisme dan institusi untuk menjawab pertanyaan apa, bagaimana, dan untuk
siapa barang dan jasa diproduksi.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sistem Perekonomian Di Indonesia?
2. Bagaimana model sistem Ekonomi Kerakyatan?
3. Apa Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Perekonomian di
Indonesia?
4. Bagaimana Kondisi perekonomian Indonesia Saat ini?
5. Bagaimana Perubahan Ekonomi Indonesia dari VOC ke Hindi Belanda?

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sistem Perekonomian Di Indonesia


Indonesia tidak menganut Sistem ekonomi tradisional, Sistem ekonomi
komando, Sistem ekonomi pasar, maupun Sistem ekonomi campuran. Sisten
ekonomi yang diterapkan di Indonesia adalah Sistem Ekonomi Pancasila, yang di
dalamnya terkandung demokrasi ekonomi maka dikenal juga dengan Sistem
Demokrasi Ekonomi. Demokrasi Ekonomi berarti bahwa kegiatan ekonomi
dilakukan dari, oleh, dan untuk rakyat di bawah pengawasan pemerintah hasil
pemilihan rakyat. Dalam pembangunan ekonomi masyarakat berperan aktif,
sementara pemerintah berkewajiban memberikan arahan dan bimbingan serta
menciptakan iklim yang sehat guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Salah satu ciri positif demokrasi ekonomi adalah potensi, inisiatif, daya
kreasi setiap warga negara dikembangkan dalam batas-batas yang tidak merugikan
kepentingan umum. Negara sangat mengakui setiap upaya dan usaha warga
negaranya dalam membangun perekonomian. Adapun ciri negatif yang harus
dihindari dalam sistem perekonomian kita karena bersifat kontradiktif dngan nilai-
nilai dan kepribadian bangsa Indonesia adalah sebagai berikut :
1. Sistem ”Free Fight Liberalism”, yang menumbuhkan eksploitasi manusia dan
bangsa lain;
2. Sistem “Etatisme”, negara sangat dominan serta mematikan potensi dan daya
kresi unit-unit ekonomi di luar sektor negara
3. Pemusatan kekuatan ekonomi pada suatu kelompok dalam bentuk monopoli
yang merugikan masyarakat.
4. Landasan perekonomian Indonesia adalah pasal 33 Ayat 1, 2, 3, dan 4 UUD
1945 hasil Amendemen, yang berbunyi sebagai berikut :
5. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas
kekeluargaan;
6. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara da menguasai hajat hidup
orang banyak dikuasai oleh negara;

3
7. Bumi, air, dan kekayaan ala yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh
negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
8. Perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi ekonomi
dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan,
berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan
kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
Selain tercantum dalam penjelasan Pasal 33 UUD 1945, demokrasi
ekonomi tercantum dalam Tap MPRS No. XXII/MPRS/1996 sebagai cita-cita
sosial dengan ciri-cirinya. Selanjutnya, setiap Tap MPR tentang GBHN
mencantumkan demokrasi ekonomi sebagai dasar pelaksanaan pembangunan
dengan ciri-ciri positif yang selalu harus dipupuk dan dikembangkan. Ciri-ciri
positif diuraikan dalam poin-poin berikut:
1. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas
kekeluargaan;
2. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara da menguasai hajat hidup
orang banyak dikuasai oleh negara;
3. Bumi, air, dan kekayaan ala yang terkandung si dalamnya dikuasai oleh
negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
4. Perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi ekonomi
dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan,
berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan
kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
5. Warga memiliki kebebasan dalam memilih pekerjaan dan penghidupan yang
layak;
6. Hak milik perseorangan diakui pemanfaatannya tidak boleh bertentangan
dengan kepentingan masyarakat;
7. Potensi, inisiatif, dan daya kreasi setiap warga negara dikembangkan salam
batas-batas yang tidak merugikan kepentingan umum;
8. Sumber-sumber kekayaan dan keuangan negara digunakan dengan
pemufakatan lembaga-lembaga perwakilan rakyat;
9. Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.

4
Pemikiran tokoh- tokoh ekonomi yang ikut mewarnai sistem ekonomi kita,
diantaranya :
1. Pemikiran Mohammad Hatta (Bung Hatta)
Bung Hatta selain sebagai tokoh Proklamator bangsa Indonesia, juga
dikenal sebagai perumus pasal 33 UUD 1945. bung Hatta menyusun pasal 33
didasari pada pengalaman pahit bangsa Indonesia yang selama berabad-abad
dijajah oleh bangsa asing yang menganut sitem ekonomi liberal-kapitalistik.
Penerapan sistem ini di Indonesia telah menimbulkan kesengsaraan dan
kemelaratan, oleh karena itu menurut Bung Hatta sistem ekonomi yang baik untuk
diterapkan di Indonesia harus berasakan kekeluargaan
2. Pemikiran Wipolo
Pemikiran Wipolo disampaikan pada perdebatan dengan Wijoyo Nitisastro
tentang pasal 38 UUDS (pasal ini identik dengan pasal 33 UUD 1945), 23
september 1955.menurut Wilopo, pasal 33 memiliki arti SEP sangat menolak
sistem liberal, karena itu SEP juga menolak sector swasta yang merupakan
penggerak utama sistem ekonomi liberal-kapitalistik
3. Pemikiran Wijoyo Nitisastro
Pemikiran Wijoyo Nitisastro ini merupakan tanggapan terhadap pemikiran
Wilopo. Menurut Wijoyo Nitisastro, pasal 33 UUD 1945 sangat ditafsirkan
sebagai penolakan terhadap sector swasta.
4. Pemikiran Mubyarto
Menurut Mubyarto, SEP adalah sistem ekonomi yang bukan kapitalis dan
juga sosialis. Salah satu perbedaan SEP dengan kapitalis atau sosialis adalah
pandangan tentang manusia. Dalam sistem kapitalis atau sosialis, manusia
dipandang sebagai makhluk rasional yang memiliki kecenderungan untuk
memenuhi kebutuhan akan materi saja.
5. Pemikiran Emil Salim
Konsep Emil Salim tentang SEP sangat sederhana, yaitu sistem ekonomi
pasar dengan perencanaan. Menurut Emil Salim, di dalam sistem tersebutlah
tercapai keseimbangan antara sistem komando dengan sistem pasar. “lazimnya
suatu sistem ekonomi bergantung erat dengan paham-ideologi yang dianut suatu
negara Sumitro Djojohadikusumo dalam pidatonya di hadapan School of

5
Advanced International Studies di Wasington, AS Tanggal 22 Februari 1949,
menegaskan bahwa yang dicita-citakan bangsa Indonesia adalah suatu macam
ekonomi campuran. Lapangan-lapangan usaha tertentu akan dinasionalisasi dan
dijalankan oleh pemerintah, sedangkan yang lain-lain akan terus terletak dalam
lingkungan usaha swasta.

B. Sistem Ekonomi Kerakyatan


Ekonomi kerakyatan adalah sistem ekonomi yang berbasis pada kekuatan
ekonomi rakyat. Dimana ekonomi rakyat sendiri adalah sebagai kegiatan ekonomi
atau usaha yang dilakukan oleh rakyat kebanyakan (popular) yang dengan secara
swadaya mengelola sumberdaya ekonomi apa saja yang dapat diusahakan dan
dikuasainya, yang selanjutnya disebut sebagai Usaha Kecil dan Menegah (UKM)
terutama meliputi sektor pertanian, peternakan, kerajinan, makanan, dsb., yang
ditujukan terutama untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dan keluarganya tanpa
harus mengorbankan kepentingan masyarakat lainnya. Secara ringkas Konvensi
ILO169 tahun 1989 memberi definisi ekonomi kerakyatan adalah ekonomi
tradisional yang menjadi basis kehidupan masyarakat local dalam mempertahan
kehidupannnya. Ekonomi kerakyatan ini dikembangkan berdasarkan pengetahuan
dan keterampilan masyarakat local dalam mengelola lingkungan dan tanah mereka
secara turun temurun. Aktivitas ekonomi kerakyatan ini terkait dengan ekonomi
sub sisten antara lain pertanian tradisional seperti perburuan, perkebunan, mencari
ikan, dan lainnnya kegiatan disekitar lingkungan alamnya serta kerajinan tangan
dan industri rumahan. Kesemua kegiatan ekonomi tersebut dilakukan dengan
pasar tradisional dan berbasis masyarakat, artinya hanya ditujukan untuk
menghidupi dan memenuhi kebutuhan hidup masyarakatnya sendiri. Kegiatan
ekonomi dikembangkan untuk membantu dirinya sendiri dan masyarakatnya,
sehingga tidak mengekploitasi sumber daya alam yang ada.
Gagasan ekonomi kerakyatan dikembangkan sebagai upaya alternatif dari
para ahli ekonomi Indonesia untuk menjawab kegagalan yang dialami oleh negara
negara berkembang termasuk Indonesia dalam menerapkan teori pertumbuhan.
Penerapan teori pertumbuhan yang telah membawa kesuksesan di negara-negara
kawasan Eropa ternyata telah menimbulkan kenyataan lain di sejumlah bangsa

6
yang berbeda. Salah satu harapan agar hasil dari pertumbuhan tersebut bisa
dinikmati sampai pada lapisan masyarakat paling bawah, ternyata banyak rakyat
di lapisan bawah tidak selalu dapat menikmati cucuran hasil pembangunan yang
diharapkan itu. Bahkan di kebanyakan negara negara yang sedang berkembang,
kesenjangan sosial ekonomi semakin melebar. Dari pengalaman ini, akhirnya
dikembangkan berbagai alternatif terhadap konsep pembangunan yang bertumpu
pada pertumbuhan. Pertumbuhan ekonomi tetap merupakan pertimbangan
prioritas, tetapi pelaksanaannya harus serasi dengan pembangunan nasional yang
berintikan pada manusia pelakunya.
Pembangunan yang berorientasi kerakyatan dan berbagai kebijaksanaan
yang berpihak pada kepentingan rakyat. Dari pernyataan tersebut jelas sekali
bahwa konsep, ekonomi kerakyatan dikembangkan sebagai upaya untuk lebih
mengedepankan masyarakat. Dengan kata lain konsep ekonomi kerakyatan
dilakukan sebagai sebuah strategi untuk membangun kesejahteraan dengan lebih
mengutamakan pemberdayaan masyarakat. Menurut Guru Besar, FE UGM ( alm )
Prof. Dr. Mubyarto, sistem Ekonomi kerakyatan adalah system ekonomi yang
berasas kekeluargaan, berkedaulatan rakyat, dan menunjukkan pemihakan
sungguh – sungguh pada ekonomi rakyat Dalam praktiknya, ekonomi kerakyatan
dapat dijelaskan juga sebagai ekonomi jejaring ( network ) yang menghubung –
hubungkan sentra – sentra inovasi, produksi dan kemandirian usaha masyarakat
ke dalam suatu jaringan berbasis teknologi informasi, untuk terbentuknya jejaring
pasar domestik diantara sentara dan pelaku usaha masyarakat.
Sebagai suatu jejaringan, ekonomi kerakyatan diusahakan untuk siap
bersaing dalam era globalisasi, dengan cara mengadopsi teknologi informasi dan
sistem manajemen yang paling canggih sebagaimana dimiliki oleh lembaga “
lembaga bisnis internasional, Ekonomi kerakyatan dengan sistem kepemilikan
koperasi dan publik. Ekomomi kerakyatan sebagai antitesa dari paradigma
ekonomi konglomerasi berbasis produksi masal ala Taylorism. Dengan demikian
Ekonomi kerakyatan berbasis ekonomi jaringan harus mengadopsi teknologi
tinggi sebagai faktor pemberi nilai tambah terbesar dari proses ekonomi itu
sendiri. Faktor skala ekonomi dan efisien yang akan menjadi dasar kompetisi
bebas menuntut keterlibatan jaringan ekonomi rakyat, yakni berbagai sentra-sentra

7
kemandirian ekonomi rakyat, skala besar kemandirian ekonomi rakyat, skala besar
dengan pola pengelolaan yang menganut model siklus terpendek dalam bentuk
yang sering disebut dengan pembeli .
Berkaitan dengan uraian diatas, agar sistem ekonomi kerakyatan tidak
hanya berhenti pada tingkat wacana, sejumlah agenda konkret ekonomi
kerakyatan harus segera diangkat kepermukaan. Secara garis besar ada lima
agenda pokok ekonomi kerakyatan yang harus segera diperjuangkan. Kelima
agenda tersebut merupakan inti dari poitik ekonomi kerakyatan dan menjadi titik
masuk ( entry point) bagi terselenggarakannya system ekonomi kerakyatan dalam
jangka panjang = Peningkatan disiplin pengeluaran anggaran dengan tujuan utama
memerangi praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) dalam segala
bentuknya; Penghapusan monopoli melalui penyelenggaraan mekanisme ;
persaingan yang berkeadilan ( fair competition) ; Peningkatan alokasi sumber-
sumber penerimaan negara kepada pemerintah daerah.; Penguasaan dan
redistribusi pemilikan lahan pertanian kepada petani penggarap ; Pembaharuan
UU Koperasi dan pendirian koperasi-koperasi dalam berbagai bidang usaha dan
kegiatan. Yang perlu dicermati peningkatan kesejahteraan rakyat dalam konteks
ekonomi kerakyatan tidak didasarkan pada paradigma lokomatif, melainkan pada
paradigma fondasi. Artinya, peningkatan kesejahteraan tak lagi bertumpu pada
dominasi pemerintah pusat, modal asing dan perusahaan konglomerasi, melainkan
pada kekuatan pemerintah daerah, persaingan yang berkeadilan, usaha pertanian
rakyat sera peran koperasi sejati, yang diharapkan mampu berperan sebagai
fondasi penguatan ekonomi rakyat. Strategi pembangunan yang memberdayakan
ekonomi rakyat merupakan strategi melaksanakan demokrasi ekonomi yaitu
produksi dikerjakan oleh semua untuk semua dan dibawah pimpinan dan
pemilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakat lebih
diutamakan ketimbang kemakmuran orang seorang. Maka kemiskinan tidak dapat
ditoleransi sehingga setiap kebijakan dan program pembangunan harus memberi
manfaat pada mereka yang paling miskin dan paling kurang sejahtera. Inilah
pembangunan generasi mendatang sekaligus memberikan jaminan sosial bagi
mereka yang paling miskin dan tertinggal.

8
Yang menjadi masalah, struktur kelembagaan politik dari tingkat
Kabupaten sampai ke tingkat komunitas yang ada saat ini adalah lebih merupakan
alat control birokrasi terhadap masyarakat. Tidak mungkin ekonomi kerakyatan di
wujudkan tanpa restrukturisasi kelembagaan politik di tingkat Distrik. Dengan
demikian persoalan pengembangan ekonomi rakyat juga tidak terlepas dari
kelembagaan politik di tingkat Distrik. Untuk itu mesti tercipta iklim politik yang
kondusif bagi pengembangan ekonomi rakyat. Di tingkat kampung dan Distrik
bisadimulai dengan pendemokrasian pratana sosial politik, agar benar-benar yang
inklusif dan partisiporis di tingkat Distrik untuk menjadi partner dan penekan
birokrasi kampung dan Distrik agar memenuhi kebutuhan pembangunan rakyat.

C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Perekonomian di


Indonesia
Adapun faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonom Indonesia,
secara umum adalah :
1. Faktor produksi
2. Faktor investasi
3. Faktor perdagangan luar negeri dan neraca pembayaran
4. Faktor kebijakan moneter dan inflasi
5. Faktor keuangan negara

D. Perekonomian Indonesia Saat Ini


Ekonomi indonesia saat ini optimis pertumbuhan ekonomi yang
meningkat.dengan pertumbuhan dan pendapatan nasional yang semakin
meningkat kita dapat melihat perkembangan dan kemajuan kita pada negara lain.
dengan pendapatan nasional per tahun indonesia mampu memberikan
kemajuan.ekonomi makro yang sangat berpengaruh dalam pertumbuhan ekonomi
saat ini.salah satu pertumbuhan ekonomi itu dapat dilihat dengan permintaan
domestik masih akan menjadi penopang utama kinerja perekonomian. Selain itu,
ekspor dan impor, serta investasi. Di lihat dari sedikit perekonomian makro
dibidang perbankan ini dapat kita rasakan pertumbuhan ekonomi itu
meningkat.Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan ekonomi sepanjang

9
triwulan I-2011 masih akan tumbuh tinggi, yakni di kisaran 6,4 persen. Sehingga,
sepanjang tahun ini, perekonomian Indonesia diproyeksikan tumbuh di kisaran 6-
6,5 persen.
Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution mengungkapkan hal itu dalam
rapat kerja dengan Komisi XI (membidangi keuangan dan perbankan) DPR, Senin
(14/2). “Prospek perekonomian ke depan akan terus membaik dan diperkirakan
akan lebih tinggi,” kata Darmin. Dia mengatakan, permintaan domestik masih
akan menjadi penopang utama kinerja perekonomian. Selain itu, ekspor dan
impor, serta investasi, juga akan tumbuh pesat. Ia menambahkan, Indonesia sudah
melalui tantangan yang di 2010. Dengan pertumbuhan ekonomi yang cukup baik
di tahun lalu, yakni 6,1 persen, akan mempermudah mencapai target pertumbuhan
di 2011. Meski demikian, inflasi tinggi masih akan menjadi tantangan serius di
tahun ini.

E. Kondisi Perekonomian Indonesia Dilihat Dari Pdb


Pendapat Domestik Bruto (PDB) Indonesia saat ini menempati urutan ke-
18 dari 20 negara yang mempunyai PDB terbesar di dunia. Hanya ada 5 negara
Asia yang masuk ke dalam daftar yang dikeluarkan oleh Bank Dunia. Kelima
negara Asia tersebut adalah Jepang (urutan ke-2), Cina (urutan ke-3), India
(urutan ke-11), Korea Selatan (urutan ke-15). Indonesia yang kini mempunyai
PDB US$700 miliar, boleh saja bangga. Apalagi, dengan pendapatan perkapita
yang mencapai US$3000 per tahun menempatkan Indonesia di urutan ke-15
negara-negara dengan pendapatan perkapita yang besar.

F. Struktur Ekonomi Kolonial (Perubahan Struktur Ekonomi Indonesia dari


VOC ke Hindia Belanda)
Keadaan yang berlangsung dalam abad ke 17 dan abad ke 18 mulai
berubah secara mendasar dalam abad ke 19 dan bermula di Jawa. Bermula dengan
suatu sistem perkebunan yang mirip dengan apa yang telah diselenggarakan di
kepulauan Ambon maupun di Priangan, yaitu “culturstelsel”. Kemudian dalam
paruh abad ke 19 meluas menjadi perkebunan swasta. Selain di Jawa, culturstelsel

10
juga dilaksanakan di Minangkabau, dan di Minahasa. Kedua-duanya sama-sama
sistem pembudidayaan kopi.
Perkembangan kapitalis dalam tatanan agraria Indonesia itulah yang akan
dikemukakan. Pertama, pembangunan ekonomi Indonesia sesungguhnya sudah
mulai berlangsung di abad ke 19. Kedua, pembangunan ekonomi sejak abad ke
19 itu adalah ekonomi kolonial, dimana Indonesia hanya menjadi wilayah
produksi bahan baku, sedangkan industri yang mengelolanya ada di Eropa
(Belanda). Ketiga, sistem ekonomi kolonial itu adalah ekonomi pulau per pulau
karena hubungan struktural di seluruh Nusantara, kecuali sistem perhubungannya,
tidak ada. Keempat, pembangunan ekonomi berdasarkan sistem kapitalisme ini
membawa dampak negatif maupun positif dalam kegiatan ekonomi masyarakat
Indonesia.
1. Merkantilisme: Negara sebagai Pedagang
Perdagangan swasta biasa di daerah pedalaman rupanya telah umum,
terutama di pasar-pasar, walaupun tidak terdapat di semua tempat.
Pedagangan itu sebagian besar terdiri dari perdagangan-pertukaran
(ruilhandel, barter). Di Priangan, misalnya, kopi dipertukarkan dengan garam,
candu atau barang-barang dagangan, dan selanjutnya beras dengan garam,
kapas, belao, atau buah-buahan dan jarang sekali dipergunakan uang.
Perdagangan di Priangan tidak berada di tangan orang-orang
Tionghoa, karena di sini mereka dihalangi (orang-orang Tionghoa dilarang
oleh Kompeni memasuki daerah Priangan), tapi berada di tangan pegawai-
pegawai Kompeni dan kepala-kepala. Tuan Kuasa dari Kompeni di Priangan
mendatangkan garam, candu, kapas, dan tembakau ke Priangan dan
mengeluarkan kerbau, dengan mempergunakan bantuan daripada opsiner-
opsiner Eropa dan kepala-kepala. Residen Cirebon berdagang dalam candu,
garam, beras, gula, kacang, besi, paku, baja, dan logam-logam lain, barang-
barang kayu, dan sebagainya. Perdagangan Priangan dengan daerah pantai
mempergunakan alat-alat pengangkut kopi. Pada perjalanan kembali ternak
pengangkut (kerbau dan kuda) itu dimuati dengan bermacam-macam barang,
diantaranya garam yang terpenting. Pusat-pusat dari lalu lintas perdagangan

11
yang masih sedikit itu ialah gudang-gudang kopi yang dilingkungi oleh
beberapa warung kepunyaan orang-orang dari pantai.
Jadi, perdagangan atau penyebaran dari barang-barang konsumsi,
terikat kepada pola pergaulan hidup masyarakat pada waktu itu, baik karena
perdagangan yang sebagian besar berada di tangan pemegang-pemegang
kekuasaan maupun karena cara-cara barang itu diperoleh dan didistribusikan.
Dapat dikatakanlah bahwa perdagangan dalam negeri mempunyai kepala
feodal atau ekor feodal atau kedua-duanya. Distribusi barang-barang
konsumsi hanya sebagian yang mempunyai sifat perdagangan yang
diorganisir secara kontrak komersial.
2. Pertanian: Praktek Sistem Tanam Paksa di Jawa dan Luar Jawa
(Perkembangan di Minangkabau)
a. Jawa
Pembangunan ekonomi yang dilakukan pihak Belanda antara 1830
hingga pertengahan abad ke 19 itu dinamakan “culturstelsel”. Dalam
historiografi Indonesia yang tradisional istilah itu diganti menjadi
“tanam paksa” yang menonjolkan aspek normatif dari sistem itu, yaitu
penderitaan rakyat. Cultur stelsel di Jawa dimulai pada 1836 atas inisiatif
seseorang yang berpengalaman dalam hal ini, yaitu van den Bosch yang
telah mempunyai pengalaman dalam pengelolaan perkebunan di wilayah
kekuasaan Belanda di kepulauan Karibia. Tujuan van den Bosch dengan
sistem ini ialah untuk memproduksi berbagai komoditi yang ada
permintaannya dipasar dunia. Untuk mencapai tujuan itu, ia
menganjurkan pembudidayaan berbagai produk seperti gula, kopi, indigo
(nila), tembakau, teh, lada, kayu manis, dan sebagainya. Persamaan dari
semua produksi itu ialah bahwa petani dipaksakan oleh pemerintah
untuk memproduksinya dan sebab itu tidak dilakukan secara “voluntary”
atau sukarela.
Menurut penelitian Prof. Fasseur dari Universitas Leiden, pada
1840 sekitar 15,5% dari penduduk Jawa dikerahkan dalam culturstelsel.
Penduduk di keresidenan Batavia dan kesultanan di Jawa Tengah atau
vortsenlanden tidak mengambil bagian dalam sistem ini. Pada tahun

12
1850 umpamanya jumlah itu menurun menjadi 46%, tetapi pada 1860
naik lagi menjadi 54,5%. Prof. Fasseur berhasil membuat kalkulasi
mengenai berbagai komoditi yang ditanam 1830 dan membawa hasil
sekitar 1840. Dalam waktu 10 tahun (1830-1840) semua keresidenan (18
buah) di Jawa telah terserap dalam sistem ini (kecuali Batavia). Kopi
diusahakan mulai dari Banten hingga keresidenan Besuki di Jawa Timur,
tetapi produksi kopi terbesar berasal dari keresidenan-keresidenan
Priangan (Jawa Barat), kedua Jawa Tengah, Pasuruan dan Besuki (Jawa
Timur).
Dalam jangka waktu yang sama gula telah berhasil diusahakan di
13 keresidenan. Pusatnya terutama di Jawa Timur, yaitu keresidenan
Surabaya, Pasuruan, dan Besuki (1840 produksi dari wilayah ini hampir
mencapai 65%). Selain itu terdapat pula di keresidenan Jepara,
Semarang, Pekalongan, dan Tegal (Jawa Tengah) dan Cirebon (Jawa
Barat). Dalam jangka waktu yang sama pula indigo (nila) berhasil di
usahakan di 11 keresidenan, tetapi produksi utama berasal dari dua
keresidenan di Jawa Tengah (Begelen dan Banyumas) yang hasil
produksinya mencapai 51%. Juga di Cirebon dan Pekalongan diusahakan
sedikit indigo.
Tembakau juga diusahakan melalui culturstelsel dilakukan di
keresidenan Rembang dan sekitar Pacitan (Jawa Tengah). Sedangkan
kayu manis di selenggarakan di keresidenan Karawang (Jawa Barat).
b. Luar Jawa
Di Minangkabau, kopi telah diusahakan secara perorangan antara
1820 hingga 1840-an sebelum diberlakukannya culturstelsel. Budidaya
kopi di sini dilakukan di daerah pegunungan seperti halnya di Minahasa.
Lahan yang digunakan pun termasuk yang tidak bisa digunakan untuk
pertanian lain. Sebagian besar terdapat di sekitar kampung-kampung
dalam wilayah hutan sehingga disebut juga “kopi hutan”. Di sini
penduduk juga membuka prasarana jalan dan jembatan untuk
pengangkutan kopi dari pegunungan ke Padang tanpa diberi imbalan

13
apapun. Para penghulu bertugas mengerankan penduduk untuk berbagai
tugas tersebut di sana.
Dalam penelitiannya tersebut di atas, Prof. Kenneth Young
menyimpulkan beberapa faktor yang menyebabkan pembudidayaan kopi
di Minangkabau bisa berhasil. Pertama adalah kebijaksanaan upah yang
tidak membingungkan petani. Harga per pikul diterapkan f20 (sekitar 32
sen per kg), dan setelah dipotong berbagai ongkos petani menerima f4
per pikul atau 5 sen per kg. Kedua adalah tersedianya tenaga kerja yang
banyak yang bisa dikerahkan untuk pekerjaan itu. Ketiga adalah tradisi
dagang yang telah lama tertanam di Minangkabau yang menyebabkan
orang terdorong untuk mencari uang.
Kalau di Jawa produksi kopi terus meningkat selama abad ke 19
dan bagian pertama abad ke 20, keadaan di Minangkabau justru menurun
sejak 1886. Minahasa keadaannya berfluktuasi dengan beberapa puncak
pada 1865 (sekitar 35.000 pikul) dan 1889 (sekitar 37.500 pikul),
kemudian sejak 1879 (35.000 pikul), dan sejak itu menurun dalam
bentuk fluktuasi hingga pernah mencapai titik terendah pada tahun 1890
(100 pikul), dan saat penghapusan (1899) hanya mencapai sekitar 6000
pikul.
3. Perkebunan dan Pertambangan
a. Perkebunan
1) Perkebunan Swasta di Jawa
Perkebunan swasta telah dimulai sejak tahun 1816 di daerah
kesultanan (vorstenlanden) yang kemudian tidak dikenalkan culturstelsel
itu. Para entrepeneur Barat maupun Cina menyewa tanah-tanah dari
kaum bangsawan dan mengusahakan perkebunan kopi, gula, tembakau,
indigo, dan lain-lain. Selain itu juga di tanah-tanah partikelir di sepanjang
pantai utara Jawa (dibeli oleh orang Cina sejak masa VOC).
Selama periode antara 1870 hingga 1942 perkembangan modal
swasta dalam sektor perkebunan mendominasi perekonomian Indonesia.
Beberapa komoditi yang penting di Jawa adalah gula, kopi, tembakau,
teh, karet, kina, dan kelapa. Di luar Jawa, karet, kelapa, sawit, dan

14
tembakau merupakan produk utama. Dalam periode ini gula telah
menggantikan kopi sebagai primadona di Jawa. Daerah-daerah utama
penghasil gula adalah pantai utara pulau Jawa yang memiliki sistem
pengairan sawah yang sangat baik, yaitu keresidenan antara Cirebon
sampai Semarang, kemudian daerah selatan Gunung Muria hingga
Juwana. Kemudian daerah kesultanan (vorstenlanden) termasuk produsen
gula yang baik pula, menyusul keresidenan-keresidenan Madiun, Kediri,
dan Besuki di Jawa Timur. Selain di wilayah Probolinggo, Pasuruan,
Malang, dan daerah-daerah Surabaya hingga Jombang di pantai utara
juga termasuk produsen utama gula.
Perkebunan tebu merupakan tahapan pertama dari industri gula.
Untuk menjadikannya gula yang dapat diperjual belikan dan digunakan
oleh konsumen diperlukan penggilingan tebu (pabrik tebu). Seperti yang
dikemukakan, pabrik-pabrik tebuu di Jawa dikelola oleh swasta. Pada
masa culturstelsel pihak swasta dapat mengajukan permintaan izin pada
pemerintah (zuikercontracten). Tetapi setelah itu pabrik gula dapat
diusahakan oleh swasta tanpa mengajukan izin. Pemodal utama pada
masa culturstelsel berasal dari dalam negeri yaitu, dari para pensiunan
pegawai, dari perusahaan-perusahaan ekspor-impor, ataupun dalam
penggilingannya.
2) Perkebunan Swasta di Luar Jawa
Perkembangan modal swasta baru muncul secara kontinu sejak
awal abad ke 20, kecuali di Sumatera Timur (sudah sejak 1860-an).
Selain itu tidak seluruh wilayah Luar Jawa mengalami pertumbuhan. Ada
wilayah-wilayah yang menunjukkan pertumbuhan ekonomi, tetapi ada
pula yang tertinggal sama sekali. Daerah-daerah yang mengalami
pertumbuhan ialah Sumatera Timur (tembakau, karet, kelapa sawit,
minyak, dan lain-lain), Palembang (karet), Riau (timah, minyak),
Kalimantan Tenggara (karet), Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan
(kelapa). Wilayah-wilayah yang tertinggal adalah Maluku, Lampung,
Bengkulu, sebagian dari Sumatera, sebagian dari Sulawesi, Nusa
Tenggara, dan Irian.

15
Indikasi pertumbuhan ekonomi di Luar Jawa terutama berasal dari
angka-angka ekspor dari wilayah-wilayah yang mengalami pertumbuhan.
Di antara wilayah-wilayah itu pulau Sumatera menunjukkan tingginya
variasi komoditi ekspor. Pulau ini sampai 1870 berada di luar kekuasaan
Belanda sesuai dengan perjanjian dengan Inggri pada 1842 (Perjanjian
London). Tetapi perkembangan modal swasta yang demikian pesat, baik
di Sumatera maupun di semenanjung menyebabkan Inggris dan Belanda
terpaksa mengubah kesepakatan itu pada 1870 (Traktat Sumatera). Sejak
itu Inggris diperkenankan memasuki semenanjung dan Belanda
diperkenankan memasuki Sumatera.
Sumatera Timur merupakan wilayan pertama yang mengalami
pertumbuhan sejak Nienhuis membuka perkebunan tembakau di sana
pada 1864. Tembakau Deli menjadi terkenal di pasaran Eropa sehingga
berbagai pengusaha lainnya menyusul. Karena penduduk lokal tidak
bersedia bekerja di perkebunan maka pada mulanya diusahakan tenaga
kerja dari Cina. Tetapi kemudian tenaga kerja diperoleh dari Jawa.
Sejak 1872 jumlah perkebunan kopi terus meningkat (ekspansi)
hingga krisis pada 1891. Setelah itu jumlahnya terus menurun, dan
menurun drastis sejak depresi ekonomi dunia 1930. Sudah sejak krisis
harga tembakau pada 1891 para pengusaha mencari alternatif lain, maka
muncullah perkebunan-perkebunan baru dengan komoditi baru seperti
kelapa sawit, kopi, teh, serat manila (abaka), dan karet. Kemudian
menyusul pula minyak.
b. Pertambangan
Pertumbuhan di Luar Jawa terutama juga disebabkan oleh
berkembangnya pertambangan yang padat modal itu. Tiga jenis
pertambangan yang paling penting adalah timah, batu-bara, dan minyak
bumi.
Timah di Kepulauan (Kep. Riau, Bangka, Belitung, dan Singkep)
telah dikenal mulai ditambang oleh orang-orang Cina dan Melayu sejak
awal abad ke 18. Orang-orang Cina dari semenanjung membantuk
satuan-satuan kerja yang dinamakan kongsi masing-masing dengan

16
pemimpinnya untuk menambang dan memasarkan timah ke India dan
Hongkong. Kemudian oleh VOC tambangan ini, juga dijadikan monopoli
dan perdagangkan di Asia pula. Setelah Belanda secara sah menguasai
wilayah ini berdasarkan perjanjian London, maka pertamangan timah pun
mulai mendapat perhatian. Dengan modal swasta dibentuklah dua
perusahaan untuk menggarap timah oleh Biliton Maatschappij.
Sejak tahun 1885 sistem kongsi mengalami perubahan di pulau
Belitung. Setiap anggota kongsi mendapat upah sesuai jumlah timah
yang telah ditentukan yang diserahkan pada perusahaan (sistem
kuantitas). Kelebihannya dibayar pula oleh perusahaan. Sistem kongsi
sama sekali dihilangkan ketika perusahaan mulai menggunakan teknologi
canggih. Sejak itu perusahaan memperkerjakan para pekerja Cina secara
pribadi. Keadaan di pulau Bangka berbda dengan di Belitung. Kalau di
Belitung para pekerja diupah setahun sekali, maka di Bangka mereka
menerima upah setiap bulan.
Batu bara pertama kalinya ditambang di Martadipura (Kalimantan)
pada 1846 dan 1849 oleh dua perusahaan milik pemerintah, de Hoop dan
Oranje-Nassau. Hanya perusahaan kedua yang dapat bertahan lama.
Hasilnya dibeli oleh Angkatan Laut Belanda. tetapi perusahaan kedua itu
pun akhirnya gulung tikar karena musibah kebakaran 1884. Perusahaan
pertambangan batubara yang ternyata berhasil adalah di Umbilin
(Sumatera) yang dibuka pada 1868. Keberhasilan itu menarik para
investor untuk membuka perusahaan pertambangan di Labuan
(Kalimantan) sejak 1889. Selain itu telah dibuka juga perusahaan di
Sadong (1873) dan Muara (1882). Tenaga kerja di Kalimantan terutama
adalah orang Cina. Persaingan dengan perusahaan-perusahaan Inggris di
Serawak cukup kuat, tetapi perusahaan-perusahaan tersebut dapat
bertahan.
4. Pajak dan Pertumbuhan Ekonomi Bumiputera
Sebagai akibat dari penarikan pajak tanah dalam uang, maka hasil
rakyat Jawa yang terutama yaitu beras, berangsur-angsur masuk dalam lalu
lintas secara kontrak. Berhubungn dengan diubahnya penyerahan wajib beras

17
menjadi pajak tanah, maka timbullah dua hal baru dari peredaran uang, yaitu
penjualan barang-barang hasil garapan tanah ke pasar dan pajak dalam bentuk
uang. Dengan demikian penduduk terpaksa mengadakan suatu langkah
pertama yang besar menuju “rumah tangga uang”. Rupanya pajak tanah
dengan cepat menyebabkan diperbesarnya produksi, karena penduduk
memperluas penanaman palawija yang pendapatannya dipergunakan untuk
membayar pajak.
Dalam suatu lalu lintas pertukaran yang sudah maju, maka tiap-tiap
orang akan memperhatikan nilai tukar yang objektif, yang dinyatakan dengan
harga-harga pasar. Seorang produsen penjual memperhitungkan kemungkinan
bahwa nilai tukar semacam itu lebih besar dari pada nilai pakainya.
Sedangkan seorang konsumen pembeli berusaha supaya memperoleh
kelebihan nilai pakai di atas nilai tukar objektif yang lebih kecil. Tetapi rakyat
desa tidak biasa menjual hasil buminya, selain memikirkan nilai pakai tidak
pula lazim memperhitungkan nilai tukar, bahkan mengetahui pun tentang
adanya nilai-nilai barang tersebut belum tentu. Karena pendidikannya lebih
ditekankan kepada nilai-nilai susila daripada nilai-nilai ekonomi. Itulah
sebabnya, maka mereka mempunyai kecenderungan memberi nilai terlalu
rendah pada barang-barang yang mereka jual dan terlalu tinggi kepada yang
mereka beli. Perdagangan tukar menukar mula-mula banyak, sehingga bahaya
orang desa dirugikan mengancam dari dua pihak.
Kedudukan rakyat petani yang tidak memuaskan dalam lalu lintas
pertukaran ini hanya bisa diperbaiki dengan memperbanyak persaingan dan
dengan menambah pengalaman komersil rakyat dalam penjualan hasil
buminya. Hubungan baru antara produsen Indonesia dengan pembeli asung
penuh dengan kecurangan dari kedua belah pihak. Hal ini seperti ternyata di
atas mengenai pembelian kopi, gula, dan nila, dan terjadi pula dalam
perdagangan beras. Orang-orang asing berusaha mengambil keuntungan dari
ketidak adanya pengalaman petani dan seringkali mereka berusaha untuk
memperkaya diri dengan cara yang tidak jujur.

18
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dengan demikian maka sistem ekonomi Indonesia adalah sistem ekonomi
yang berorientasi kepada Ketuhanan Yang Maha Esa (berlakunya etik dan moral
agama, bukan materialisme);Kemanusiaan yang adil dan beradab (tidak mengenal
eksploitasi); Pe rsatuan Indonesia(berlakunya kebersamaan, asas kekeluargaan,
sosio-nasionalisme dan sosio demokrasi dalam ekonomi);Kerakyatan
(mengutamakan kehidupan ekonomi rakyuat); serta Keadilan Sosial
(persamaan/emansipasi, kemakmuran masyarakat yang utama ± bukan
kemakmuran pribadi). Dari butir-butir tersebut, keadilan menjadi sangat utama di
dalam sistem ekonomi Indonesia.
Dalam sistem ekonomi pancasila, perekonomian liberal maupun komando
harus dijauhkan karena terbukti hanya menyengsarakan kaum yang lemah serta
mematikan kreatifitas yang potensial. Persaingan usaha pun harus selalu terus-
menerus diawasi pemerintah agar tidak merugikan pihak-pihak yang berkaitan.
Indonesia seharusnya sudah belajar pada krisis ekonomi dan moneter yang
mengguncang dunia pada tahun 1998, dengan hanya sektor pertanian dan
perkebunan yang tumbuh positif dan turut menyelamatkan ekonomi domestik.
Dari segi ekonomi VOC sama sekali tidak mengubah tatanan agraria di
Nusantara kecuali di Maluku. Diwilayah tersebut lahan, dan kebun-kebun pala
milik penduduk kepada orang Eropa (perkeniers). Untuk menjamin mutu produksi
maka pengawasan dalam rangka pemeliharaan, pemetikan dan penyerahan ke loji-
loji VOC di jalankan dengan ketat oleh VOC, baik di Ambon maupun di Banda.
Selain di Priangan, VOC berhasil mengadakan kerjasama dengan para Bupati
untuk mengerahkan penduduk menanam kopi untuk dijual kepada VOC. Untuk
mencapai keuntungan yang lebih besar lagi dari perdagangan kopi, maka VOC
membuka perkebunan-perkebunannya sendiri. Di Nusantara VOC tidak
mengadakan intervensi dalam produksi agraria yang terutama terdiri dari lada.
VOC hanya berusaha memperoleh hak pembelian dan penjualan tunggal

19
(monopoli) saja. Itupun tidak seluruh wilayah produksi lada bisa dikuasai VOC,
karena terutama kerajaan Aceh berhasil menghindari sistem monopoli itu.
B. Saran
Dalam penyusunan makalah ini masih banyak sumber kajian yang tidak
dapat penulis uraikan dalam pembahasan makalah ini, oleh karen itu, sangat
disarankan untuk mengambil referensi yang lain guna penyempurnaan isi makalah
ini.

20
DAFTAR PUSTAKA

Hanita,Ani.2007.Fun With Economic.Jakarta:Inandra Publisher


Jaja,Kaila.2008.Pertumbuhan Ekonomi.Bandung:Sanjaya
Yurina, Siamelu.2003.Hukum Ekonomi.Jakarta:Againci
Fahri,Khoerul.2009.Pengembangan Ekonomi Suatu Negara.Bandung:Algensindo
Tata,Hesana.2004.Pendidikan Ekonomi.Bandung:Algesindo
s

21

Anda mungkin juga menyukai