Jurnal 1

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 12

Volume 3, Nomor 1, Februari 2022 P-ISSN 2721-0456

E-ISSN 2746-6876

KONDISI TUTUPAN KARANG DAN FREKUENSI KEMUNCULAN HARD


CORAL DENGAN METODE LIT (LINE INTERCEPT TRANSECT) PADA
PERAIRAN PULAU JINATO KAWASAN TAMAN NASIONAL TAKA
BONERATE, KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

Oleh:

Nasrun Nurma1, Angkasa Putra2,3,4*, Abdul Rauf1, Kamil Yusuf1, Made Mahendra
Jaya5, Hawati6, Rakhma Fitria Larasati5, Herianto Suriadin7, Sarifah Aini2, Eli
Nurlaela8
Email: [email protected]
1
Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Universitas Muslim Indonesia,
Jl. Urip Sumoharjo No. Km 5, Panaikang, Kec. Panakkukang, Makassar,
Sulawesi Selatan, 90231
2
International Partnership Office Politeknik Ahli Usaha Perikanan,
Jl. AUP No. 1, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, DKI Jakarta, 12520
3
Institute of Productivity, Research, Innovation, and Development for Fisheries,
Jl. AUP No. 1, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, DKI Jakarta, 12520
4
Dewan Pakar Maritim Muda Nusantara, EightyEight@Kasablanka Tower A,
Jl. Raya Casablanca No. Kav. 88, Menteng Dalam, Kec. Tebet, Jakarta Selatan,
DKI Jakarta, 12870
5
Program Studi Perikanan Tangkap, Politeknik Kelautan dan Perikanan
Jembrana
Pengambengan, Negara, Jembrana, Bali, 82218
6
Program Studi Teknik Penangkapan Ikan, Politeknik Kelautan dan Perikanan
Bone
Jl. Sungai Musi KM. 9, Watampone, Bone, Sulawesi Selatan, 92719
7
Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Universitas Muslim Indonesia,
Jl. Urip Sumoharjo No. Km 5, Panaikang, Kec. Panakkukang,
Makassar, Sulawesi Selatan, 90231
8
Program Studi Teknologi Perikanan Tangkap, Politeknik Ahli Usaha Perikanan
Jl. AUP No. 1, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, DKI Jakarta, 12520

ABSTRAK

Taman Nasional Taka Bonerate (TNTBR) merupakan Taman Nasional


Laut yang terletak di daerah Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan.
Taman Nasional tersebut menjadi salah satu lokasi penelitian pada dunia
konservasi. Salah satu lokasi strategis untuk penelitian tersebut terletak di Pulau
Jinato dengan kondisi terumbu karang yang masih bagus. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui persentase tutupan karang hidup dan frekuensi kemunculan
jenis karang keras (hard coral) di lokasi tersebut. Penelitian dilakukan di dua
kedalaman yaitu kedalaman 5 meter dan kedalaman 7 meter selama 2 bulan.

23 Fisheries of Wallacea Journal, Volume 3, No. 1, 2022


Volume 3, Nomor 1, Februari 2022 P-ISSN 2721-0456
E-ISSN 2746-6876

Metodologi yang digunakan untuk mengetahui persentase tutupan dan frekuensi


kemunculan karang keras dengan Metode LIT (Line Intercept Transect).
Pengamatan dilakukan dengan menggunakan tiga stasiun, tiap satu stasiun
dipasang rol sepanjang 50 meter. Pemasangan transek dipasang sejajar dengan
garis pantai dan mengikuti pesisir pantai, dilakukan 2 kali pengulangan dengan
dua kedalaman yang berbeda. Analisis data dilakukan secara deskriptif.
Berdasarkan hasil penelitian, kondisi terumbu karang pada perairan Pulau Jinato
berada pada kategori karang baik dengan rata-rata persentase tutupan karang
hidup 57.11%. Selanjutnya, total frekuensi kemunculan karang keras yang
mendominasi yakni Acropora Branching (ACB) sebesar 42 kemunculan
sedangkan yang paling rendah yakni Acropora Submassive (ACS) sebesar 2
kemunculan.

Kata Kunci: Hard Coral; Kondisi Tutupan Karang; Line Intercept Transect;
TNTBR.

ABSTRACT

National Park of Taka Bonerate is a Marine National Park located in the


Selayar Islands Regency, South Sulawesi. The National Park has become one of
the research sites in the world of conservation. One of the strategic locations for
this research is on Jinato Island, where coral reefs are still in good condition. This
study aims to determine the percentage of live coral cover and the frequency of
occurrence of hard coral species in that location. The study was conducted at two
depths, namely a depth of 5 meters and a depth of 7 meters for 2 months. The
methodology used to determine the percentage of cover and the frequency of
occurrence of hard corals was the LIT (Line Intercept Transect) method.
Observations were made using three stations, each station with a 50 meter long
roller. The transect was installed parallel to the shoreline and following the coast,
repeated 2 times with two different depths. Data analysis was done descriptively.
Based on the research results, the condition of coral reefs in the waters of Jinato
Island is in the good coral category with an average live coral cover percentage
of 57.11%. Furthermore, the total frequency of occurrence of hard corals that
dominate is Acropora Branching (ACB) is 42 occurrences while the lowest is
Acropora Submassive (ACS) is 2 occurrences.

Keywords: Coral Cover Conditions; Hard Coral; Line Intercept Transect; TNTBR.

PENDAHULUAN ilmu pengetahuan, pendidikan,


menunjang budidaya, pariwisata, dan
Taman Nasional Taka rekreasi (Sarim, 2015; Burhanudin,
Bonerate (TNTBR) merupakan 2018). Selain itu, kawasan ini terdiri
Taman Nasional Laut yang terletak di dari 21 pulau, 7 diantaranya adalah
daerah Kabupaten Kepulauan pulau berpenghuni dengan penduduk
Selayar, Sulawesi Selatan yang bermata pencaharian sebagai
(Setiawan, 2013; Manaf, 2007; nelayan, 97% dari penduduk yang
Sunarni, 2017; Nur, 2018; Rismang berada pada pulau-pulau TNTBR,
et al., 2018). TNTBR adalah salah kawasan istimewa karena dari 10 juta
satu kawasan pelestarian alam yang hektar kawasan lindung laut yang
memiliki ekosistem asli dengan nilai tersebar di 23 kawasan lindung laut di
estetika yang sangat tinggi (Akhmad 14 provinsi, di seluruh Indonesia
et al., 2015), dikelola menggunakan sekitar 19.13% (530, 758 ha) berada
sistem zonasi untuk tujuan penelitian, pada kawasan pulau-pulau TNTBR.

24 Fisheries of Wallacea Journal, Volume 3, No. 1, 2022


Volume 3, Nomor 1, Februari 2022 P-ISSN 2721-0456
E-ISSN 2746-6876

Selain itu kawasan ini juga memiliki pengetahuan masyarakat sekitar


2.200 km2 yang merupakan masih minim terkait dengan
kawasan atoll terbesar ketiga di pentingnya hard coral. Oleh sebab
dunia (Alam & Abdul, 2015). itu, dilakukan penelitian ini guna
Letak Pulau Jinato tidak jauh mendukung serta menjadi langkah
dari ibu kota kecamatan TNTBR, awal dalam menjawab
hanya dua jam saja sehingga permasalahan tersebut. Salah
banyak keistimewaan yang dimiliki satunya dengan metode Line
pulau ini dibandingkan dengan Intercept Transect (LIT).
pulau-pulau lain dalam kawasan. Penelitian ini bertujuan untuk
Selain itu, Jinato ditunjang dengan mengetahui persentase tutupan
fasilitas yang cukup memadai seperti karang hidup dan frekuensi
pelabuhan dan beberapa tempat kemunculan jenis karang keras (hard
penginapan masyarakat desa coral) di perairan Pulau Jinato.
konservasi yang dibina oleh Balai Kegunaan penelitian ini ialah
TNTBR (Asri, 2018). Tak cukup itu memberikan informasi tentang
saja, lokasi yang mayoritas dihuni frekuensi kemunculan hard coral di
oleh suku Bugis ini memiliki perairan Pulau Jinato. Selain itu,
panorama alam yang wajib untuk memberikan nilai–nilai edukatif kepada
dikunjungi, baik itu bawah lautnya masyakat sekitar terkait dengan
maupun pulau kecil tak berpenghuni penelitian ini.
yang berada tepat di sebelah utara,
yaitu pulau Lantigiang. Memiliki dua METODE PENELITIAN
lokasi diving yaitu The Rivers dan
Jinato Wall Paradise (JWP). Kedua Penelitian ini dilaksanakan di
lokasi tersebut menyuguhkan perairan Pulau Jinato, SPTN Taka
keindahan terumbu karang, ikan Bonerate II, Kabupaten Kepulauan
karang yang berwarna-warni, dan Selayar yang berada pada titik
jika beruntung akan bertemu dengan koordinat 06o45’27.11”LS dan
si Penyu dan Hiu yang bermain di 120 58’05.93”BT.
o
Letak stasiun
dinding tebing (Wikipedia, 2020). penelitian terletak di tiga arah mata
Terumbu karang yang berada angin pulau Jinato di mana stasiun I
di Pulau Jinato tersebut masih 06o46’38.80”LS dan
memiliki kualitas yang tinggi. 120o57’32.69”BT, stasiun II
Namun, di lain sisi belum dilakukan 06o45’17.07”LS dan
penelitian terkait dengan identifikasi 120o57’40.70”BT, serta stasiun III
frekuensi kemunculan hard coral berada di 06o46’07.53”LS dan
pada ekosistem terumbu karang 120o57’45.87”BT (Gambar 1).
yang ada di sana. Selain itu,

25 Fisheries of Wallacea Journal, Volume 3, No. 1, 2022


Volume 3, Nomor 1, Februari 2022 P-ISSN 2721-0456
E-ISSN 2746-6876

Gambar 1. Lokasi Penelitian dan Stasiun Pengamatan (Sumber: Dokumentasi


Pribadi)

Penelitian dilakukan di dua pengambilan di lapangan. Metode ini


kedalaman yaitu kedalaman 5 meter hanya diperlukan pemotretan
dan kedalaman 7 meter selama 2 transek yang dapat dilakukan
bulan. Dengan perincian 1 bulan dengan cepat. Foto hasil
pertama, yaitu dari 31 Oktober-06 dokumentasi dapat menjadi arsip
November 2020, sebagai penelitian yang sewaktu-waktu dapat dilihat
pendahuluan, kemudian dilanjutkan kembali sebagai data pembanding
dengan kegiatan pengambilan data untuk monitoring di tahun-tahun
yang dilakukan setiap seminggu dua berikutnya. Nilai penutupan dasar
kali dimulai dari pertengahan yang didata adalah nilai akhir pada
Agustus-September 2020. Penelitian garis transek yang merupakan
pendahuluan dilakukan untuk kriteria yang ditinjau dari transek 0-
melihat kondisi lapangan tempat 50m. Data yang diperoleh diolah
penelitian sehingga bisa didapatkan menggunakan Microsoft Excel
gambaran awal untuk perancanaan kemudian dianalisis secara deskriftif
kegiatan pengambilan data di bulan dalam bentuk tabel dan diagram.
berikutnya. Adapun beberapa rumus yang
Metodologi yang digunakan digunakan disajikan pada bagian
untuk mengetahui persentase berikut dan kriteria baku status
tutupan dan frekuensi kemunculan kondisi terumbu karang pada Tabel
karang keras dengan Metode LIT 1.
(Line Intercept Transect) (Giyanto,
2013). Pengamatan dapat dilakukan Persentase Tutupan Karang
dengan menggunakan tiga stasiun,
tiap satu stasiun dipasang rol Persentase penutupan
sepanjang 50 meter. Pemasangan karang hidup dan jenis lifefrom
transek dipasang sejajar dengan lainnya di hitung dengan rumus
garis pantai dan mengikuti pesisir (English et al., 1994):
pantai, dilakukan 2 kali pengulangan
dengan dua kedalaman yang % 𝒕𝒖𝒕𝒖𝒑𝒂𝒏 𝒍𝒊𝒇𝒆𝒇𝒐𝒓𝒎𝒊
berbeda. 𝒋𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉 𝒑𝒂𝒏𝒋𝒂𝒏𝒈 𝒍𝒊𝒇𝒆𝒇𝒐𝒓𝒎𝒊
Kelebihan dari metode LIT =
𝒕𝒐𝒕𝒂𝒍 𝒑𝒂𝒏𝒋𝒂𝒏𝒈 𝒕𝒓𝒂𝒏𝒔𝒆𝒌
adalah mempersingkat waktu × 𝟏𝟎𝟎%

26 Fisheries of Wallacea Journal, Volume 3, No. 1, 2022


Volume 3, Nomor 1, Februari 2022 P-ISSN 2721-0456
E-ISSN 2746-6876

Fi = Frekuensi jenis
Frekuensi Jenis Biota Karang Pi = Jumlah plot yang
ditemukan jenis i
Frekuensi jenis biota karang ∑P = Jumlah semua plot
dan fauna karang dianalisis dengan 𝑹𝒇𝒊 = 𝑭𝒊/ ∑ 𝑭 × 𝟏𝟎𝟎
menggunakan formula menurut
Bengen (2000): Di mana :
Rfi = Frekuensi relatif
𝑭𝒊 = 𝑷𝒊/ ∑ 𝑷 Fi = Frekuensi jenis i
Di mana: ∑F = Frekuensi semua jenis

Tabel 1. Kriteria Baku Status Kondisi Terumbu Karang (KEPMEN LH No.4


Tahun 2001)
Tutupan Karang Hidup (%) Kriteria Penilaian
75 – 100 Baik Sekali
50 – 74,9 Baik
25 – 49,9 Sedang
0 – 24,9 Buruk

HASIL DAN PEMBAHASAN karang hidup tertinggi terdapat pada


Persentase Tutupan Karang pada stasiun II kedalaman 5 meter
Kedalaman Berbeda dengan angka persentase yaitu
Berdasarkan hasil penelitian, sebesar 74,38% sedangkan
persentase tutupan karang hidup persentase tutupan karang hidup
yang terdapat pada stasiun terendah terdapat pada stasiun I
pengamatan di perairan Pulau Jinato kedalaman 12 meter dengan angka
pada stasiun I kedalaman 5 meter persentase sebesar 30,18%.
adalah 54,68% dan di kedalaman 12 Rusaknya karang di setiap stasiun
meter di stasiun I adalah 30,18%, disebabkan oleh berbagai kegiatan
pada satsiun 2 kedalaman 5 meter manusia dalam pemanfaatan
adalah 74,38% dan dikedalaman 12 sumber daya lautnya. Selain itu,
meter pada stasiun II adalah 62,48% kegiatan pariwisata bawah air dapat
sedangkan pada stasiun III berdampak negatif bagi kondisi
kedalaman 5 meter adalah 70,9% terumbu karang jika tidak dikelola
dan pada kedalaman 12 meter di dengan baik diperairan, persentase
stasiun III adalah 49,88%. tutupan terumbu karang di Pulau
Dari hasil pengamatan Jinato dapat dilihat pada Tabel 2.
diketahui bahwa persentase tutupan

Tabel 2. Persentase Tutupan Karang Hidup pada Kedalaman yang Berbeda


Kedalaman Tutupan Karang Kriteria
Stasiun Baku Mutu
(m) (%) Penilaian
I 54,86 0 – 24.9
Buruk
5 II 70,56
Baik 25 – 49.9
III 70,90
Sedang
Rata-rata 65,44
50 – 74.9
12 I 30,18 Sedang Baik

27 Fisheries of Wallacea Journal, Volume 3, No. 1, 2022


Volume 3, Nomor 1, Februari 2022 P-ISSN 2721-0456
E-ISSN 2746-6876

II 62,48
75 – 100
III 49,88 Baik Sekali
Rata-rata 47,51
Rata-rata Keseluruhan 56,48 Baik

Kondisi terumbu karang di Secara umum, persentase tutupan


perairan Pulau Jinato berdasarkan karang hidup di pulau Jinato adalah
Tabel 2 di atas menunjukkan kisaran 56,48% termasuk dalam kategori baik.
persentase tutupan karang hidup Hasil persentase tutupan karang pada
pada kedalaman 5 m yaitu 54,86- Tabel 2, untuk penentuan kategori
70,90%, dengan rata-rata 6,44% kondisi terumbu karang mengacu
yang menunjukkan kategori kondisi pada KEPMEN LH No. 4 Tahun 2001
yang baik sedangkan pada (Tabel 1).
kedalaman 12 m dengan kisaran
30,18-62,48% dengan rata-rata Persentase Tutupan Karang pada
47,51% yang kondisinya termasuk Setiap Stasiun
kategori sedang, kecuali pada Berdasarkan penelitian yang
stasiun 2 didapatkan persentase telah dilakukan, analisis data
tutupan karang hidup sebesar persentase tutupan karang
62,48% dengan kategori baik. digunakan untuk mengetahui kondisi
Sebagian besar kerusakan karang di perairan tersebut dan
terumbu karang disebabkan oleh disajikan pada Tabel 3 dengan
aktivitas manusia baik dalam bentuk kriteria penilaian tutupan terumbu
pencemaran dan kegiatan lainnya. karang pada Tabel 1.

Tabel 3. Persentase Tutupan Karang pada Stasiun I, II, dan III


Stasiun Tutupan Karang (%) Kriteria Penilaian
I (JRST) 42,52 Sedang
II (JWPST) 68,43 Baik
III (JZRST) 60,39 Baik
Rata – rata 57,11 Baik

Menurut KEPMEN LH No. 4 (kategori baik) dengan rata-rata


Tahun 2001 dapat diketahui hasil 57,11% termasuk dalam kategori
perhitungan olah data stasiun I karang baik dapat dilihat pada
dengan kedalaman 5 dan 12 meter Gambar 2. Menurut Giyanto (2017),
didapatkan persentase tutupan ekosistem terumbu karang dapat
karang hidup sebesar 42,52% tumbuh dan berkembang dengan
termasuk dalam kategori sedang, baik pada perairan dengan
perhitungan pada stasiun II kedalaman 25 m atau kurang.
didapatkan persentase tutupan Persentase tutupan karang yang
karang hidup sebesar 68,43% didapat dari lokasi penelitian pada
dengan kategori karang baik, stasiun I, II dan III dengan
sedangkan pada stasiun III kedalaman 5-12 meter disajikan
didapatkan persentase tutupan pada Gambar 2.
karang hidup sebesar 60,39%

28 Fisheries of Wallacea Journal, Volume 3, No. 1, 2022


Volume 3, Nomor 1, Februari 2022 P-ISSN 2721-0456
E-ISSN 2746-6876

Gambar 2. Persentase Tutupan Karang Hidup pada Setiap Stasiun

Hasil pengukuran parameter masyarakat asli Pulau Jinato dan


karang pada stasiun I pada lokasi berprofesi sebagai Jagawana
pengamatan dekat dengan daerah (Karyawan Taman Nasional Taka
mercusuar didapatkan hasil Bonerate) beliau berkata “sebagian
parameter dalam kondisi sedang besar nelayan di pulau ini (Pulau
untuk ekosistem terumbu karang, Jinato) alat tangkapnya masih
dari 5 parameter yang di ukur tidak menggunakan bius dan bom ikan
ditemukan parameter yang tergolong kalau menangkap ikan, bahkan ada
rendah maupun tinggi akan tetapi juga dari nelayan dari pulau
dipengaruhi dari aktivitas manusia di tetangga datang di perairan pulau ini
mana pada Pulau Jinato mayoritas untuk membom ikan, terakhir itu
pekerjaannya sebagai nelayan. kami dapat ada yang membom ikan
Dijabarkan pada Tabel 4. Dari hasil di tahun 2015” (Qolby Ansar, Teknisi
wawancara dari salah satu SPTN II Jinato).

Tabel 4. Hasil Pengukuran Parameter Fisika dan Kimia Pada Lokasi Penelitian
(Data Primer, 2021)
Stasiun
Kedalaman Rata -
Parameter Satuan I II III Baku Mutu
(m) Rata
(JRST) (JWP) (JZR)
Suhu °C 30.2 28 29.3 29.1 28 - 30

Kecerahan m 05.2 05.4 05.9 5.5 >5


Kecapatan
5 m/s 0.35 0.06 0.04 0.15 ─
Arus
Salinitas ‰ 30 32 31 31 30-36

DO Mg/l 6.26 6.45 5.77 6.16 >5

Suhu °C 30.3 29 29.4 29.5 28 - 30

Kecerahan m 12.4 12.6 12.1 12.3 >5


12 Kecapatan
m/s 0.35 0.06 0.04 0.15 ─
Arus
Salinitas ‰ 30 32 31 31 30-36

29 Fisheries of Wallacea Journal, Volume 3, No. 1, 2022


Volume 3, Nomor 1, Februari 2022 P-ISSN 2721-0456
E-ISSN 2746-6876

DO Mg/l 6.26 6.45 5.77 6.16 >5

Hasil pengukuran parameter karang pada stasiun III tergolong baik


ekosistem terumbu karang stasiun II (Tabel 2).
didapatkan hasil parameter dalam Wilkinson et al. (2006),
kondisi baik dan mendukung untuk menyatakan bahwa kegiatan
kehidupan karang (Tabel 3). Hal ini manusia adalah penyebab utama
juga didukung dengan kondisi penurunan kondisi terumbu karang
tutupan karang yang tergolong di Indonesia. Pemukiman dan
dalam kriteria penilaian baik, pembangunan di kawasan pesisir
dibuktikan dengan Tabel 1 kriteria telah meningkatkan polusi dan
kondisi karang. Hasil pengukuran penebangan hutan yang berakibat
parameter pada lokasi penelitian masuknya sedimentasi dan populasi
sangat mendukung untuk ke daerah terumbu karang.
mengetahui kondisi ekosistem pada Penangkapan ikan yang merusak,
lokasi tersebut. Kadar oksigen terutama pemboman dan peracunan
terlarut yang optimal dapat dengan sianida telah
menjadikan ekosistem terumbu menghancurkan terumbu karang.
karang pada stasiun II subur, karena Selanjutnya, menurut Asri (2018),
oksigen terlarut merupakan sumber dalam kurun waktu tahun 2010-2015
pernapasan yang dibutuhkan oleh pada perairan Pulau Jinato, , rata-
biota laut. Kecerahan pada stasiun II rata luas tutupan karang
juga optimal yaitu >5 m, intensitas menunjukkan kecenderungan
cahaya sangat diperlukan karang peningkatan kondisi. Tahun 2010
untuk berfotosintesis. Tingkat didapatkan persentase tutupan
parameter yang optimal pada karang pada perairan pulau Jinato
stasiun II memiliki ekosistem yang <50% dikategorikan kondisi tutupan
baik. Tutupan karang yang cukup sampai rendah. Rendahnya
dikategorikan baik pada stasiun II tutupan karang pada tahun 2010
dapat disebabkan oleh lokasi pada dapat diakibatkan karena aktivitas
stasiun ini jauh dari daratan ataupun nelayan dalam menangkap ikan
aktivitas manusia dan memiliki menggunakan alat tangkap yang
kedalaman 14 m dekat dengan tubir tidak ramah lingkungan seperti bom
yang aman terhindar dari baling- dan pestisida sebagai bius ikan.
baling kapal nelayan. Diperlukan sosialisasi bertahun-
Hasil pengukuran parameter tahun guna meningkatkan
oseanografi ekosistem terumbu kesadaran nelayan maupun
karang pada stasiun III yaitu pada masyarakat Pulau Jinato akan
karang alami berada di daerah pentingnya menjaga ekosistem laut
transplantasi karang didapatkan terkhususnya terumbu karang
seluruh parameter lingkungan yang dimana karang berfungsi sebagai
baik dan optimal mendukung untuk rumah bagi ikan sehingga tidak
kehidupan ekosistem terumbu terjadi kerusakan ekosistem laut
karang. Hal ini dibuktikan dengan akibat perbuatan sendiri. Kondisi
kondisi parameter yang baik perairan pulau Jinato kembali normal
khususnya dengan kadar oksigen pada tahun 2014 dan pada tahun
yang merupakan sumber pernapasan 2016 di mana kondisi tutupan
bagi karang didapatkan hasil yang karang dikategorikan baik sampai
tinggi dan intensitas cahaya yang sangat baik dengan nilai >75% (Asri,
dibutuhkan untuk karang 2018). Salah satu pengukuran
berfotosintesis juga optimal, hal ini memulihnya suatu kondisi perairan
didukung dengan hasil tutupan ditandai dengan kembalinya tutupan

30 Fisheries of Wallacea Journal, Volume 3, No. 1, 2022


Volume 3, Nomor 1, Februari 2022 P-ISSN 2721-0456
E-ISSN 2746-6876

karang menjadi semakin baik (Acropora) untuk mengetahui


(Berumen & Prachet, 2006). kelimpahan jenis karang di perairan
Pulau Jinato pada kedalaman 5-12
Frekuensi Kemunculan Karang meter pada setiap stasiun disajikan
Keras (Hard Coral) pada Gambar 3 di bawah ini.
Analisis data frekuensi
kemunculan karang keras

6
6
3 3
Jumlah kemunculan

4 2 2
2 0
0
ACB ACD ACE
Code Benthos
Kedalaman 12 meter Kedalaman 5 meter

Gambar 33. Frekuensi Kemunculan Karang Keras pada Stasiun I

Dari grafik hasil olah data (ACB), Acropora Digite (ACD),


pada Gambar 3, diketahui ada 3 jenis Acropora Encrusting (ACE),
karang keras (Acropora), pada stasiun Acropora Submassive (ACS), dan
I yakni Acropora Branching (ACB), Acropora Tabulate (ACT). Karang
Acropora Digite (ACD), dan Acropora keras yang mendominasi pada
Encrusting (ACE). Karang keras yang stasiun II adalah Acropora Branching
mendominasi pada stasiun I adalah (ACB) dengan frekuensi kemunculan
Acropora Branching (ACB) dengan mencapai 17 dan yang paling
frekuensi kemunculan mencapai 8 rendah diketahui Acropora
dan yang paling jarang muncul Encrusting (ACE) dan Acropora
diketahui karang Acropora Encrusting Submassive (ACS) dengan frekuensi
(ACE) dengan frekuensi kemunculan kemunculan 1 (Gambar 4). Menurut
2 dalam 1 tarikan transek. Menurut Purnomo et al. (2008) kematian karang
Rani et al. (2004) sebagai fast dapat disebabkan oleh aspek fisik dan
growing species seharusnya jenis kimiawi. Pada aspek fisik kematian
karang Acropora mampu bertahan atau kerusakan terumbu karang terjadi
dan mendominasi terumbu karang di karena terkena hantaman gelombang
kedalaman 3 meter ke atas. Namun, besar yang dapat memporak-
penyebab rendahnya pertumbuhan porandakan terumbu karang,
karang Acropora pada stasiun I sedangkan dari aspek kimiawi adalah
disebabkan karena kelompok karang adanya polutan dari aktivitas manusia
Acropora sudah banyak mengalami di darat yang menyebabkan
kerusakan akibat aktivitas manusia. eutrofikasi, sedimentasi, polusi serta
Selanjutnya, terdapat 5 masuknya air tawar yang berlebihan
jenis karang keras (Acropora) pada dari darat karena terjadinya erosi.
stasiun II yakni Acropora Branching

31 Fisheries of Wallacea Journal, Volume 3, No. 1, 2022


Volume 3, Nomor 1, Februari 2022 P-ISSN 2721-0456
E-ISSN 2746-6876

10
10
7 7 7
Jumlah Kemunculan

8
6
3
4 2
1 1
2 0 0
0
ACB ACD ACE ACS ACT
Code Benthos
Kedalaman 12m Kedalaman 5m

Gambar 4. Frekuensi Kemunculan Karang Keras pada Stasiun II

Grafik hasil olah data pada 5 jenis Acropora Submassive (ACS) dengan
karang keras (Acropora) stasiun III frekuensi kemunculan 1. Menurut
yakni Acropora Branching (ACB), Rani et al. (2004), sebagai fast
Acropora Digite, (ACD), Acropora growing species, jenis karang
Encrusting (ACE), Acropora Acropora mampu bertahan dan
Submassive (ACS), dan Acropora mendominasi terumbu karang di
Tabulate (ACT) disajikan pada kedalaman 3 meter ke atas. Namun,
Gambar 5. Karang keras yang penyebab rendahnya pertumbuhan
mendominasi pada stasiun III adalah karang Acropora pada stasiun I
Acropora Branching (ACB) dengan disebabkan karena kelompok karang
frekuensi kemunculan mencapai 17, Acropora sudah banyak mengalami
dan yang paling rendah diketahui kerusakan akibat aktivitas manusia.

10
9
10 8
Jumlah Frekuensi

8
6 4
4 2 2 2
1
2 0 0
0
ACB ACD ACE ACS ACT
Code Benthos
Kedalaman 12m Kedalaman 5m

Gambar 54. Frekuensi Kemunculan Karang Keras pada Stasiun III

Lebih lanjut, total jumlah frekuensi yang terendah didapatkan


frekuensi kemunculan karang keras ada pada jenis Acropora
(Acropora) di perairan Pulau Jinato Submassive (ACS) dengan total
diketahui paling tinggi ada pada frekuensi kemunculan mencapai 2
jenis Acropora Branching (ACB) pada setiap stasiun dengan
dengan total frekuensi kemunculan kedalaman 5-12 meter (Gambar 6).
mencapai 42. Sedangkan total

32 Fisheries of Wallacea Journal, Volume 3, No. 1, 2022


Volume 3, Nomor 1, Februari 2022 P-ISSN 2721-0456
E-ISSN 2746-6876

50 42
40
Jumlah Kemunculan 24
30
17
20
7
10 2
0
ACB ACD ACE ACS ACT

Code Benthos
Gambar 6. Total Frekuensi Kemunculan Karang Keras di Perairan Pulau Jinato

KESIMPULAN Kebijakan Pengelolaan


Terumbu Karang di Taman
Secara umum kondisi terumbu Nasional Taka Bonerate
karang pada perairan pulau Jinato Kabupaten Kepulauan Selayar.
berada pada kategori karang baik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
dengan rata-rata persentase tutupan Politik, Skripsi. Universitas
karang hidup 57.11%. Selanjutnya, Muhammadiyah Makassar.
total frekuensi kemunculan karang Rismang, R., Rauf, A., & Rustam, R.
keras yang mendominasi yakni (2018). Kajian Pengembangan
Acropora Branching (ACB) sebesar Kawasan Konservasi Penyu
42 kemunculan, sedangkan yang Sebagai Kawasan Ekowisata di
paling rendah yakni Acropora Dusun Tulang Desa Barugaiya
Submassive (ACS) sebesar 2 Kabupaten Kepulauan Selayar.
kemunculan. Jurnal Pendidikan Teknologi
Pertanian, 1(29).
DAFTAR PUSTAKA https://doi.org/10.26858/jptp.v1i
0.6230
Setiawan, H. (2013). Ancaman Nur, A. R. M. (2018). Pemetaan
Terhadap Populasi Kima Objek Wisata Bahari
(Tridacna sp.) dan Upaya Kabupaten Kepulauan Selayar
Konservasinya di Taman Berbasis Sistem Informasi
Nasional Taka Bonerate. Geografi. Jurnal Environmental
Buletin Eboni, 10(2): 137-147. Science, 1(1): 1-8.
https://doi.org/10.20886/bulebo https://doi.org/10.35580/jes.v1i1
ni.5020 .7337
Manaf, M. (2007). Analisis Akhmad, Z., Tuwo, A., & Wikantari,
Pemanfaatan Ruang di Wilayah R. (2015). Strategi
Pesisir Kecamatan Bontoharu Pengembangan Kawasan
Kabupaten Kepulauan Salayar. Wisata Takabonerate di
Plano Madani: Jurnal Kabupaten Kepulauan Selayar.
Perencanaan Wilayah dan Jurnal Pepatuzdu, 10(1), 97-
Kota, 4(2): 10-21. 104.
http://journal.uin- http://dx.doi.org/10.35329/fkip.v
alauddin.ac.id/index.php/plano 10i1.41
madani/issue/view/177 Burhanudin, M. F. (2018). Integrasi
Sunarni, M. (2017). Implementasi Peran Pada Wisata Hiu: Model

33 Fisheries of Wallacea Journal, Volume 3, No. 1, 2022


Volume 3, Nomor 1, Februari 2022 P-ISSN 2721-0456
E-ISSN 2746-6876

Bisnis Ekowisata Daya Tarik Science Project: Living Coastal


Hiu di Pulau Tinabo Resources.
Takabonerate. Prosiding Keputusan Menteri Lingkungan
Simposium Nasional Hiu Pari Hidup No. 51.2004. Baku Mutu
Indonesia Ke-2 Tahun 2018, Air Untuk Biota. Menteri
331-338. Lingkungan Hidup. Jakarta.
Sarim, M. (2015). Faktor-Faktor Bengen, D.G. 2000. Sinopsis
yang Mempengaruhi Keputusan Ekosistem dan Sumber Daya
Wisatawan untuk Berwisata ke Alam Pesisir. Pusat Kajian
Resort Pulau Tinabo Taman Sumberdaya Pesisir dan
Nasional Takabonerate Kab. Lautan. Institut Pertanian
Kepulauan Selayar. Fakultas Bogor. Bogor, Indonesia.
Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Kementerian Negara Lingkungan
Alauddin Makassar, Skripsi. Hidup, 2001. Keputusan
http://repositori.uin- Menteri Negara Lingkungan
alauddin.ac.id/id/eprint/10274 Hidup Nomor 04 Tahun 2001
Alam, S. & Abdul, L. (2015). Analisis tentang Kriteria Baku
Pendampingan Pelaksanaan Kerusakan Terumbu Karang.
Community Base Management Jakarta.
(CBM) pada Program Coral Wilkinson, Wibisono, M. S. (2006).
Reef Rehabilitation and Pengantar Ilmu Kelautan.
Management (Coremap) di Jakarta: PT Gramedia
Kawasan Taman Nasional Widiasarana Indonesia, 2005.
Takabonerate Selayar. Berumen, M.L., Pratchett, M. S.
Pepatuzda, 10(1): 85-96. (2006). Recovery without
Asri/PEH-Penyelia. (2018). Salah Resilience: Persistent
Satu Keindahan yang dimiliki Disturbance and Long-term
TN. Taka Bonerate, Pulau Shifts in the Structure of Fish
Jinato. Tntakabonerate. and Coral Communities at
https://tntakabonerate.com/id/s Tiahura Reef, Moorea. Coral
alah-satu-keindahan-yang- Reefs. 25(4): 647-653.
dimiliki-tn-taka-bonerate-pulau- Rani, C., J. Jompa, Amiruddin.
jinato. (2004). Pertumbuhan Tahunan
Wikipedia. (2020). Jinato, Karang Keras Porites Lutea di
Takabonerate, Kepulauan Pulau Spermonde:
Selayar. In Wikipedia. Hubungannya dengan Suhu
https://id.wikipedia.org/wiki/Jina dan Curah Hujan. Jurnal
to,_Takabonerate,_Kepulauan_ Torani, 14(4): 195-203.
Selayar Purnomo, W. P. dan M. Mahmudi.
Giyanto. (2013). Metode Transek (2009). Kondisi Terumbu
Foto Bawah Air untuk Penilaian Karang di Kepulauan dalam
Kondisi Terumbu Karang. Kaitannya dengan Gradasi
Oseana, 28(1): 47-61. Kualitas Perairan. Jurnal
English S., C. Wilkinson & V. Baker. Oseana, 2(2).
1994. Survey Manual for http://dx.doi.org/10.20473/jipk.v
Tropical Marine Resources. 1i1.11704
ASEAN-Australia Marine

34 Fisheries of Wallacea Journal, Volume 3, No. 1, 2022

Anda mungkin juga menyukai