Analisis Novel Rantau 1 Muara (Kel 5)

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 7

ANALISIS NOVEL RANTAU 1 MUARA

I. IDENTITAS NOVEL
1. Judul : Rantau 1 Muara
2. Penulis : Ahmad Fuadi
3. Cetakan : Pertama
4. Tahun Terbit : Mei 2013
5. Kota Terbit : Jakarta
6. Penerbit : PT.Gramedia Pustaka Utama
7. Jumlah Halaman : xii + 401 halaman

II. UNSUR INTRINSIK


1. Alur
a. Konflik
“Sudahlah Dinara, sebelum kita saling menyakiti lebih jauh, mending kita
hentikan saja chating ini. Kalau tugas-tugas kita selesai, mungkin kepala kita
lebih dingin.”
“Oh gitu ya, jadi ternyata tugas lebih penting daripada bicara tentang kita.
Kalau gitu, kerjain itu deh tugas, dan jangan kontak lagi sampai itu selesai. Kita
harus memilih,” balasnya sarkatis.
“Bukan begitu maksudnya, maaf…,” balasku. Tapi sudah terlambat karena
dia sudah hilang dari layar. Logged out.
Sepertinya ini bukan waktu yang tepat untuk mendiskusikan hal serius
seperti ini. Kepala kami sudah panas dan logika tidak jalan. Dinara di kantor
sedang dikejar deadline laporan. Sedang aku masih berutang satu paper yang
harus aku kumpulkan besok ke Profesor Deutsch.
Rantau 1 Muara, 2013:259
b. Klimaks
Selama setengah jam kemudian kami bersahut-sahutan seperti berbalas
pantun tapi dengan tensi semakin tinggi. Isi pembicaraan merembet ke segala
arah, berisi segala macam perasaan tak terungkap selama usia pernikahan kami
yang baru seumur jagung ini. Dinara kesal dan emosi, aku lebih-lebih lagi.
Ketika dia mulai terisak di sela-sela kata-katanya, aku tahu kami telah terjebak
ke perang yang tidak berguna. Kami seakan terus saling menyakiti dengan
ucapan masing-masing. Aku tahu aku harus menghentikan ini dengan satu cara.
Pergi dari medan perang mulut.
Aku renggut jaket tebalku dan tarik resletingnya sampai leher. Di vas
bunga aku melihat, beberapa kuntum tulip sudah keriput. Sehelai kelopaknya
gugur dan jatuh di lantai. Aku tidak percaya pertanda, tapi ini pas
menggambarkan hubungan kami sekarang. Kering dan layu terlalu cepat. Aku
sentak gagang pintu dengan keras.
Rantau 1 Muara, 2013:292

c. Penyelesaian
“Kok oleh-olehnya Cuma ini aja?” katanya bercanda.
“Ada yang lebih besar. Mau?”
“Mana? Mana?” katanya penasaran mengintip ke dalam ranselku.
“Hadiahnya: we are going home for good.”
Matanya membesar. “Really? Pulang ke Indonesia?”
“Really. Ke Indonesia.”
Kini senyumnya terkembang hangat bagai matahari pagi. Dia
menghambur ke pelukanku. Mata Dinara yang kejora mengerjap-ngerjap.
“Alhamdulillah, Abang mau juga,” katanya menggandeng tanganku dan
mengayun-ayunkannya sepanjang jalan menuju apartemen.
Rantau 1 Muara, 2013:377
2. Tokoh dan Penokohan
a. Alif Fikri: Pantang menyerah, pekerja keras, optimis
Aku menggertakkan gigi. Jangan sampai penolakan ini mengurungkan
niatku merantau ke Jakarta. Akupun memasang target pribadi. Bulan depan,
kalau belum dapat pekerjaan juga, maka aku tetap akan pindah ke Jakarta,
berjuang bersama juataan pencari kerja lainnya. Apa boleh buat, aku akan
menjadi salah satu dari juataan pengangguran yang akan mengadu nasib di Ibu
Kota. Semoga setiap kesusahan selalu ada kemudahan, bisikku dalam hati.
Rantau 1 Muara, 2013:32

b. Dinara: Aktif, cerdas, ramah, baik hati


Sudah sebulan Dinara bergabung dengan kami, menjadi bagian pasukan
sersan. Gadis ini belajar seperti spons, menyerap hal baru dengan lahap, aktif
bertanya, beradaptasi cepat, dan cerdas. Dia ramah, ramai, cantik, dan paling
muda di antara kami. Walau dia baik hati kepada semua orang, tapi menurutku
dia tampak pemilih untuk berteman dekat.
Rantau 1 Muara, 2013:129

c. Garuda: Rela berkorban, suka menolong, peduli, baik hati


Dengan mulut diperban, Mas nanda mencoba bicara susah payah.
“Garuda…ingin bantu bayi kecil di warung gyro itu.... Abis memapah saya ke
sini…dia…pergi lagi…” Bicaranya tidak lurus. Bibirnya baru dijahit karena
robek kena pecahan kaca.
Dalam hati aku menyumpah-nyumpah Mas Garuda. Untuk apa dia sok
jadi pahlawan, kembali lagi ke tempat kejadian untuk membantu orang lain?
Kenapa dia tidak menyelamatkan dirinya dulu? Tapi itulah dia yang
sesungguhnya. Kalau tidak begitu, dia bukan Mas Garuda lagi. Selalu ingin
membantu orang lain. Apalagi kalau yang perlu bantuan anak kecil. Dia lagi-
lagi pasti ingat Danang.
Rantau 1 Muara, 2013:350 dan 351
3. Point of View (POV)
a. Orang Pertama Pelaku Utama
Saking bersemangatnya, aku tersentak bangun sebelum azan Subuh. Aku
sisir rambut licin-licin. Aku linting lengan kemeja dan aku canklongkan sebuah
ransel. Ini hari pertamaku masuk kerja. Aku berdebar-debar. Sepanjang jalan di
atas metromini aku melamun membayangkan bagaimana suasana di kantor.
Rantau 1 Muara, 2013:46

b. Orang Ketiga Terbatas


Dia terdiam sejenak. Cemberutnya sekejap sirna, dia menekuri ujung
kakinya sambil tersenyum tipis dan rona wajahnya agak merah.
Rantau 1 Muara, 2013:145

c. Orang Pertama Pelaku Utama


Mungkin Raisa benar, Dinara memiliki banyak kecocokan denganku.
Bahkan dibangding Raisa yang dulu pernah menambat hatiku, Dinara punya
banyak sisi yang membikin aku penasaran dan terpesona. Raisa memang pernah
menyentuh hatiku tapi Dinara yang mulai melehkannya.
Rantau 1 Muara, 2013:150

4. Latar
a. Waktu: Pagi hari
Ketika matahari baru tergelincir ke Barat, aku mendengar suara motor
yang berhenti di depan pintu kosku. Aku kembali deg-degan. Jangan-jangan
debt collector tadi belum puas mengintimidasiku.
Rantau 1 Muara, 2013:37
b. Tempat: Washington DC, Amerika Serikat
Ketika kakiku mencecah di Washington DC, hanya dua orang yang ada di
kepalaku. Yaitu menelepon Amak dan Dinara. Untuk bertanya apa arti “call
me” itu.
Rantau 1 Muara, 2013:197

c. Suasana: Tegang
Semua orang tegang dan panik, termasuk Tom yang biasanya tenang itu.
Adiknya bekerja di gedung dekat WTC yang roboh barusan. Beberapa teman
tampak mencoba menelepon saudara yang tinggal di New York untuk
memastikan mereka aman. Erica, seorang teman yang punya adik yang bekerja
di gedung WTC, mulai menangis sambil menyebut-nyebut nama adiknya.
Teleponnya dari tadi tidak dijawab.
Rantau 1 Muara, 2013:336

III. NILAI KEHIDUPAN


1. Nilai Religius
Selesai mengatupkan kedua tanganku di wajah sebagai penutup doa, aku ambil
Alquran kecilku di rak musala. Hari Kamis malam Jumat biasanya jadwalku
membaca Yasin. Aku niatkan mengirimi kebaikan bacaan mulia ini untuk almarhum
Ayah dan keluargaku yang telah mendahului kami.
Rantau 1 Muara, 2013:149

2. Nilai Ekonomi
Dalam Sekejap, Indonesia dipenuhi demonstrasi seiring dengan harga dolar yang
membubung dan kenaikan harga BBM. Aku dan Geng Uno, walau sudah lulus, tetap
ikut bergabung dengan demo mahasiswa sampai ke Gedung Sate. Ketika hamper
semua kampus bergerak di segala penjuru Tanah Air, untuk pertama kalinya Pak
Harto yang selama ini perkasa, tampak mulai goyah.
Rantau 1 Muara, 2013:19
3. Nilai Pendidikan
Keajaiban injury time terjadi hanya dalam hitungan seminggu. Hari ini aku
mendapat e-mail resmi dari dua fakultas komunikasi yang bagus di East Coast,
Boston University dan George Washington University di Washington DC. Mereka
telah menyetujui aplikasi S-2-ku.
Rantau 1 Muara, 2013:186

IV. PANDANGAN PENULIS


1. Dari Nilai Religius
Penulis ingin memberikan teladan yang baik dengan melalui kebiasaan tokoh
utama yang istiqomah mengirimkan doa dan membacakan surat Yasin kepada orang
tuanya sebagai bukti bakti anak kepada orang tuanya.

2. Dari Nilai Ekonomi


Penulis ingin memaparkan kejadian di masa lalu ketika masa pemerintahan Pak
Harto. Saat itu Indonesia mengalami krisis moneter, harga BBM naik, dan juga
maraknya demonstrasi oleh para mahasiswa di Indonesia.

3. Dari Nilai Pendidikan


Penulis ingin memberikan motivasi kepada pembaca agar dapat meningkatkan
semangat dalam belajar dan mencari ilmu hingga ke luar negeri karena di sanalah
mereka dapat mendapatkan pendidikan berkualitas tinggi sehingga lulusannya sangat
dicari di dunia kerja.

KELOMPOK 5 :

1. Rani Meisya Yufiani


2. Qonita Fimaulida
3. Salwa Rizka Lailatul Farikhah

Anda mungkin juga menyukai