LAPRAK FISWAN LUV 1 (Repaired)
LAPRAK FISWAN LUV 1 (Repaired)
LAPRAK FISWAN LUV 1 (Repaired)
FISIOLOGI HEWAN
MODUL I
TINGKAH LAKU ORIENTASI JANGKRIK
DISUSUN OLEH :
NAMA : ROSITA KUSUMA WARDANI
NIM : G40121012
KELOMPOK : VI (ENAM)
ASISTEN : REZA RISALDI
MARET, 2023
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Tujuan pada praktikum ini adalah untuk mengetahui tingkah laku orientasi
pada jangkrik terhadap dua variabel yaitu fototaksis dan hidrotaksis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Ilmu yang mempelajari tentang pola perilaku hewan disebut dengan etologi.
Perilaku pada hewan dapat dibagi kedalam enam unsur yaitu tropisme, taksis,
refleksi, insting, belajar dan menalar. Taksis yang merupakan suatu bentuk
sederhana dari tingkah laku hewan bagi penyesuaian terhadap keadaan
lingkungan, menunjukkan seperti apa hewan akan menunjukkan suatu orientasi
karena adanya rangsangan. Para Etiologi mencatat bahwa stimulus yang
membebaskan pola aksi tertentu umumnya menonjolkan kemunculan atau
perilaku anggota lain spesies mereka sendiri, dan mereka dapat menunjukkan
bagaimana bentuk penting komunikasi hewan dapat ditengahi dengan pola aksi
tertentu yang sedikit sederhana (Suin, 1989).
Jangkrik merupakan salah satu jenis serangga (Insecta) yang tergolong dalam
Famili Gryllidae. Jangkrik memiliki kekerabatan dekat dengan belalang dan kecoa
yaitu tergolong dalam ordo orthoptera. Sistem saraf pada jangkrik masih berupa
sistem tangga tali. Sistem saraf tangga tali terdiri dari serabut-serabut saraf yang
terletak disepanjang bagian tubuh bagian bawah (ventral). Pada setiap ruas tubuh,
sel-sel saraf membentuk simpul saraf yang disebut dengan ganglion. Ganglia
merupakan pusat pengolahan rangsangan. Setiap ganglion, memiliki serabut yang
menuju ke bagian tubuh yang berdekatan. Oleh karena itu setiap ruas tubuh
serangga dapat dikendalikan (Abdullah dkk., 2007).
Jangkrik merupakan jenis serangga kelas hexapoda (Insekta), yang memiliki ciri-
ciri badan dan anggota badan terdiri atas segmen-segmen (beruas-ruas). Badan
terbagi atas kepala (caput), bagian dada (thorax) dan badan belakang/perut
(abdomen). Kaki belakang lebih besar daripada kaki depan, memiliki ovipositor
yang panjang dan menyerupai jarum, serta memiliki metamorfosis sederhana
(telur-nimfa-dewasa), nimfa adalah anakan yang mirip dengan bentuk tubuh
dewasanya hanya saja berukuran kecil (Lilies, 2006).
Banyak tingkah laku yang terdiri atas aktifitas otot yang dapat diamati secara
eksternal dan merupakan komponen bertindak dan bereaksi. Tingkah laku
(behavior) merupakan suatu hal yang dilakukan oleh hewan dan bagaimana
hewan tersebut melakukannya dapat meliputi komponen tingkah laku yang tidak
berkaitan dengan pergerakan dan tindakan hewan yang dapat diamati (Campbell,
2004).
Habitat jangkrik yaitu di sawah, tanah lapang dan perkebunan. Pada umumnya
jangkrik hidup dengan baik pada daerah bersuhu antara 20-32°C, ketika
memasuki musim kemarau jangkrik akan mendekati sumber-sumber perairan,
seperti rumput kaso atau ilalang dipinggir sungai untuk mencari makanan
(Janwar, 2001).
BAB III
METODE PRAKTIKUM
Praktikum ini dilaksanakan pada Hari Jum’at, 03 Maret 2023 pada pukul
07.30 WITA sampai dengan selesai bertempat di Laboratorium
Biosistematika Hewan dan Evolusi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Tadulako.
Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu wadah, gunting, mistar,
stopwatch dan alat tulis. Adapun bahan yang digunakan pada praktikum ini
yaitu karton hitam, serbet, air dan jangkrik.
Prosedur kerja pada praktikum ini yaitu pertama-tama disiapkan alat dan
bahan yang akan digunakan. Pada pengamatan kali ini, kita menggunakan 2
variabel utama lingkungan, kelembaban dan cahaya terhadap jangkrik yaitu
variabel lembab kering dan variabel gelap terang. Jangkrik yang diamati
berjumlah 10 ekor untuk tiap masing-masing lingkungan. Alat eksperimen
terdiri atas 2 buah wadah dan bahan eksperimen yang digunakan terdiri atas 1
buah karton hitam, lakban dan 2 buah serbet. Pada variabel lembab kering
wadah akan dibagi menjadi 2 bagian yang berisi setengah serbet kering dan
sisi sebelahnya adalah bagian dari serbet yang telah dibasahi dengan sedikit
air. Setelah itu masukkan jangkrik letakkan masing-masing 5 ekor hewan
pada setiap sisi wadah, kemudian jauhi dan jangan diganggu selama 10 menit.
Pada 10 menit pertama tulislah berapa ekor jangkrik yang terletak pada
masing-masing sisi, kemudian lakukan hal serupa sebanyak 3 kali. Setelah itu
data akan dikumpulkan untuk memastikan terdapat pengulangan yang cukup
untuk memproduksi hasil yang diharapkan. Kemudian melakukan hal serupa
untuk eksperimen variabel gelap terang.
Fo Fe Jumlah
No Pengulangan Lembab Kering Lembab Kering Individu
1. P1 6 4 5 5 10
2. P2 6 4 5 5 10
3. P3 7 3 5 5 10
Fo Fe Jumlah
No Pengulangan Gelap Terang Gelap Terang Individu
1. P1 6 4 5 5 10
2. P2 7 3 5 5 10
3. P3 8 2 5 5 10
Pada Pengulangan 2
Fo Lembab : 6 Fe Lembab : 5
Fo Kering :4 Fe Kering :5
Pada Pengulangan 3
Fo Lembab : 7 Fe Lembab : 5
Fo Kering :3 Fe Kering :5
Dit : X2 … ?
Peny :
Pengulangan 1
2
( Fo−Fe)
X2 =∑
Fe
2 2
(6−5) ( 4−5)
= +
5 5
2 2
(1) (−1)
= +
5 5
1+ 1
= 5
2
=5
= 0,4
Pengulangan 2
2
2 ( Fo−Fe)
X =∑
Fe
2 2
(6−5) ( 4−5)
= +
5 5
2 2
(1) (−1)
= +
5 5
1+ 1
= 5
2
=5
= 0,4
Pengulangan 3
2
2 ( Fo−Fe)
X =∑
Fe
2 2
(7−5) (3−5)
= +
5 5
2 2
(2) (−2)
= +
5 5
4+ 4
= 5
8
=5
= 1,6
P 1+ P 2+ P 3
Rata - rata X2 =
3
0 , 4+ 0 , 4+1 , 6
= 3
2,4
= 3
= 0,8
Df = a–1
= 2–1
=1
Jadi, nilai X2 uji chi–square < nilai kritikal karena
terdistribusi secara acak.
Pada Pengulangan 2
Fo Gelap :7 Fe Gelap : 5
Fo Terang :3 Fe Terang : 5
Pada Pengulangan 3
Fo Gelap :8 Fe Gelap : 5
Fo Terang :2 Fe Terang : 5
Dit : X2 … ?
Peny :
Pengulangan 1
2
( Fo−Fe)
X2 =∑
Fe
2 2
(6−5) ( 4−5)
= +
5 5
2 2
(1) (−1)
= +
5 5
1+ 1
= 5
2
=5
= 0,4
Pengulangan 2
2
2 ( Fo−Fe)
X =∑
Fe
2 2
(7−5) (3−5)
= +
5 5
2 2
(2) (−2)
= +
5 5
4+ 4
= 5
8
=5
= 1,6
Pengulangan 3
2
2 ( Fo−Fe)
X =∑
Fe
2 2
(8−5) (2−5)
= +
5 5
2 2
(3) (−3)
= +
5 5
9+9
= 5
18
= 5
= 3,6
P 1+ P 2+ P 3
Rata - rata X2 =
3
0 , 4+1 , 6+3 , 6
= 3
5 ,6
= 3
= 1,9
Df = a–1
= 2–1
=1
Jadi, nilai X2 uji chi–square < nilai kritikal karena
terdistribusi secara acak.
4.3 Pembahasan
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah diperoleh dari praktikum ini, dapat
disimpulkan bahwa perilaku organisme dalam hal ini hewan jangkrik dapat
diartikan sebagai suatu respon jangkrik terhadap rangsangan dari luar, yaitu
rangsangan cahaya dan kelembaban. Kemudian dari hasil pengamatan yang
diperoleh, dapat dikatakan hasil praktikum percobaan gelap terang, individu
jangkrik cenderung menyukai tempat gelap. Pada pengamatan perilaku
jangkrik, percobaan variabel gelap terang, nilai X 2 kiritikal 1,9 dan pada
percobaan variabel lembab kering didapatkan nilai X 2 kiritikal 0,8 dan lebih
kecil dari nilai X 2 chi-square , maka individu-individu ini terdistribusi secara
acak dan dapat dikatakan tidak signifikan.
5.2 Saran
Adapun saran yang dapat saya berikan berdasarkan pada saat pengamatan
tingkah laku orientasi jangkrik, hasil yang telah dicapai belum optimal atau
masih memiliki kekurangan, untuk itu, jika ingin melakukan penelitian
dengan topik tingkah laku orientasi jangkrik perlu dilakukan penelitian yang
lebih lanjut contohnya lebih diperhatikan faktor-faktor yang akan
mempengaruhi perilaku jangkrik juga pada saat melakukan perhitungan,
usahakan sebisa mungkin dihitung hingga mendapatkan hasil yang akurat.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, M., Saktiyono, dan Lutfi. (2007). Sistem Saraf Pada Jangkrik. Jakarta:
Erlangga.
Gundevia, H.S. dan Singh, H.G. (1996). Animal Behavior. New Delhi: Ram
Nagar.
Levy, K., Wegrzyn, Y., Efronny, R., Barnea, A., and Ayali, A. (2021). Lifelong
exposure to artificial light at night impacts stridulation and locomotion
activity patterns in the cricket Gryllus bimaculatus. Proceedings of the
Royal Society B, 288.
Zuk, M., Rebar, D., and Scott, S. P. (2008). Courtship song is more variable than
calling song in the field cricket Teleogryllus oceanicus. Animal Behaviour,
76(3), 1065-1071.
LEMBAR ASISTENSI
1. 06/03/2023 Revisi
ACC
2. 06/03/2023