Jualah Ujr
Jualah Ujr
Jualah Ujr
J U ‘A L A H
DISUSUN OLEH
KELOMPOK 8
NURFAIKA (90100115041)
2017/2018
1
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr.wb
Segala Puji bagi Allah SWT atas nikmat tak terhingga yang telah kita terima dari-Nya
Sholawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW, keluarga,
Sahabat, serta para pengikutnya yang setia hingga akhir zaman. Tak lupa rasa terima kasih kami
sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu terselesaikannya Makalah ini. Semoga
bantuan yang telah di berikan dapat bermanfaat dan mendapat balasan yang setimpal dari Allah.
Amin.
Makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqih Muamalah Lanjutan.
Dengan menyusun makalah ini kami memperoleh banyak sekali pengetahuan baru mengenai
Ju’alah. Kami berharap semoga pengetahuan yang kami dapatkan bisa bermanfaat di masa
mendatang.
Kami juga berharap makalah ini bermanfaat bagi semua pihak. Kritik dan saran yang
sifatnya membangun senantiasa di harapkan agar bisa lebih baik lagi untuk kedepannya.
Wassalamu’alaikum wr.wb
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
Agama islam telah mengatur para pengikutnya dalam segala hal, salah satunya yaitu
tentang hubungan dengan sesama manusia, segala hal tentang masalah tersebut telah
dijelaskan dalam ilmu fiqih muamalah. Dalam hal muamalah, kita pasti sudah mengetahui
Akad ji’alah atau ju’alah yakni menawarkan sebuah pekerjaan yang belum pasti dapat
diselesaikan. Jika seseorang mampu menyelesaikan maka ia berhak mendapat hadiah atau
upah. Secara harfiah ju’alah bermakna sesuatu yang dibebankan kepada orang lain untuk
dikerjakan, atau perintah yang dimandatkan kepada seseorang untuk dijalankan. Untuk lebih
Menjelaskan secara singkat segala sesuatu yang berkaitan dengan akad jua’lah.
4
BAB II
PEMBAHASAN
tersebut ada yang dilakukan orangnya sendiri dan ada juga yang dilaksanakan orang lain,
dengan kata lain menyuruh seseorang karena dia sendiri tidak bisa melaksanakan sendiri.
Kegiatan yang tidak bisa dilaksanakan sendiri inilah kemudian menyuruh kepada orang lain
yang harus diberi imbalan dalam benttuk upah (ju’alah) atau pemberian.
Ju’alah (pemberian upah) menurut bahasa ialah apa yang diberikan kepada seseorang
karena sesuatu yang dikerjakannya. Jualah menurut Ibn Rusyd adalah pemberian upah
(hadiah) atas sesuatu manfaat yang diduga akan terwujud, seperti mempersyaratkan
kesembuhan dari seorang dokter, atau kemahiran dari seorang guru, atau pencari/yang
Menurut Abd Rahman al-Jaziri, yang dimaksud Ju’alah (pemberian upah) adalah
pemberian seseorang atau menyebutkan hadiah dalam jumlah tertentu kepada orang yang
mengerjakan perbuatan khusus, diketahui atau tidak diketahui. Sebuah contoh, seseorang
berkata: “barangsiapa membangun tembok ini untukku, ia berhak mendapatkan uang sekian”.
Maka orang yang membangun tembok untuknya berhak atas hadiah (upah) yang dia
Secara terminologis, al-ju’lu berarti upah atau mengupah. Ja’altu lahu ju’lan artinya
aku membuat upah untuknya. Ji’alah juga dapat dibaca ja’alah. Ibnu Faris menyatakan
bahwa al-ja’lu, al-ja’alah artinya suatu pekerjaan yang ia lakukan. 3 Secara syara’
1
Ibn Rusyd, Bidayah al-Mujtahid wa al-hinayah al-muqtasid, Vol. 3 (Beirut: Dar al Jil, 1989, 101.
2
Abd. Rahman al-Jaziri, Kitab al-Fiqhu ‘ala al-Madhahib al-Arba’ah, Vol. 3, (Beirut: Dar al-Fikr, t.tp.), 326
3
Abdullah bin Muhammad ath-Thayyar., hlm. 415.
5
sebagaimana dikemukan oleh Sayyid Sabiq : “Sebuah akad untuk mendapatkan materi
Ji’alah secara etimologis yaitu memberikan upah kepada orang yang telah melakukan
mengembalikan budak yang kabur, membangun tembok, menjahit pakaian, dan setiap
pekerjaan yang mendapatkan upah. Menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah ji’alah
adalah perjanjian imbalan tertentu dari pihak pertama kepada pihak kedua atas pelaksanaan
suatu tugas atau pelayanan yang dilakukan oleh pihak kedua untuk kepentingan pihak
pertama.4
Diantara rukun dan syarat ju’alah (pemberian upah) adalah sebagai berikut:
1. Lafal. Lafal itu harus mengandung arti izin kepada yang akan bekerja dan tidak
ditentukan waktunya. Jika mengerjakan Ju’alah (pemberian upah) tanpa seizin orang
yang menyuruh (punya barang) maka baginya tidak berhak memperoleh imbalan jika
2. Orang yang menjanjikan memberikan upah. Dalam hal ini orang yang menjanjikan upah
itu boleh orang yang memberikan pekerjaan itu sendiri atau orang lain.
3. Pekerjaan yang akan dilaksanakan (mencari barang yang hilang). Pekerjaan ini tidak
4. Upah. Upah harus jelas, jumlah yang akan diterimakan kepada orang yang mencari sesuai
4
Mardabi, Fiqih Ekonomi Syariah; Fiqih Muamalah, (Jakarta: Kencana, 2012), hlm. 314
5
Ismail nawawi, Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2012), 189.
6
1. Al-Quran
“Penyeru –penyeru itu berkata : “kami kehilangan piala raja, dan siapa yang dapat
mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan aku
2. Al-Hadis
Dalam hadits diriwayatkan, bahwa para sahabat pernah menerima hadiah atau upah
dengan cara ju’alah berupa seekor kambing karena salah seorang diantara mereka
berhasil mengobati orang yang dipatuk kalajengking dengan cara membaca Al-Fatihah.
Ketika mereka menceritakan hal itu kepada Rasulullah, karena takut hadiah tidak halal.
Rasulullah pun tetawa seraya berkata: “Tahukah Anda sekalian, bahwa itu adalah jampi-
jampi (yang positif). Terimalah hadiah itu dan beri saya sebagian”. (HR. Jamaah,
1. Pelaksanaan Ju’alah
Pertama, secara khusus ditentukan orang yang mencari barang yang hilang, sebuah
contoh Amin. Amin dengan sendirinya berusaha mencari barang yang hilang. Kedua,
secara umum artinya orang yang dibebani pekerjaan mencari barang yang hilang tidak
ditentukan seorang, tetapi untuk semua orang (berlaku umum). Sebuah contoh, seseorang
akan saya beri imbalan (hadiah) sekian“ atau “Barang siapa yang bisa menemukan STNK
motor saya bernomor polisi sekian, maka akan saya beri imbalan/upah sekian’.
7
Masalah lain yang perlu diperhatikan dalam ju’alah (pemberian upah) bahwa
pemberitahuan itu diisyaratkan datang dari orang yang kehilangan, melainkan juga bisa
dari orang lain yang mendengarnya. Sebuah contoh seseorang berkata: ‘siapa saja yang
bisa menyembuhkan penyakit anak saya, maka akan saya beri upah/imbalan sekian”. Di
kemudian hari ada seorang yang bisa menyembuhkan anaknya, baik pemberitahuan itu
itu diterima dari orang lain, maka orang yang menyembuhkan tersebut akan berhak
menerima upah. Hal tersebut bisa dibenarkan, karena dalam ju’alah (pemberian upah)
tidak disyaratkan kehadiran dua belah pihak yang bertransaksi, namun disyaratkan besar
jumlah upah yang diterimakan. Artinya ia harus tahu berapa jumlah yang akan ia terima
jika berhasil menyembuhkan anaknya, karena hal ini sama dengan sewa menyewa. Kalau
upah yang akan diberikan itu majhul (tidak jelas) maka hukumnya rusak.6 Bagaimana jika
orang yang menyembuhkan dari penyakitnya jumlahnya bukan seorang, maka upahnya
6
Taqiyuddin Abu Bakar ibn Muhammad al-Husaini, Kifayahal-Ahyar, (Bandung: al-Ma’arif, t.tp), 705.
8
c. Kompetensi manajerial, yaitu pekerjaan yang bersifat penataan dan pengaturan usaha,
seperti manajer, sumber daya manusia, manajer produksi, manajer keuangan dan
sebagainya.
dan sebagainya.
Dalam praktik pemberian upah, mengikuti system pengupahan pasar, system upah
progresif, system pengupahan melalui skala dan struktur upah, dan sebagainya. Hal
tersebut tergantung kepada jenis pekerjaan, beban kerja, waktu lainnya. Masalah
Jumhur ulama tidak memberikan batasan maksimal atau minimal. Sebab, tidak
ada adil yang mengharuskan untuk membatasinya. Ulama Hanafiyah tidak menetapkan
sebab kalau tidak dibatasi hal itu menyebabkan tidak diketahui oleh awal waktu yang
wajib dipenuhi.
Penjelasan tentang jenis pekerjaan adalah penting dan diperlukan ketika merekrut
tenaga kerja, sehingga tidak terjadi kesalahan dan pertentangan atau konflik. Tentang
batasan waktu sangat tergantung pada pekerjaan dan kesepakatan dalam perjanjian.
berikanlah upahnya. Hadis ini diriwayatkan oleh Abdul Razzaq dari Abu Hurairah dan
memberikan cara bagaimana kita melakukan sewa kontrak pekerjaan antara pemberi
kerja dan tenaga kerja, hal ini untuk mencegah terjadinya perselisihan atau konflik.
7
Ismail Nawawi, Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2012). 191.
9
Sabda Rasulullah Saw. Yang lain: Berilah upah sebelum keringatnya kering. (HR.
Ibnu Majah). Hadis ini merupakan dalil lain yang membolehkan akad ijarah. Menurut
Ibnu Hajar, kedudukan hadis ini adalah lemah. Hadis ini memerintahkan orang yang
Dalam hadis ini juga menunjukkan etika dalam melakukan akad dalam bidang
pada saat sekarang ini adanya keharusan untuk melakukan pembayaran yang sesuai
3. Pembatalan Jua’lah
Pembatalan jualah dapat dilakukan oleh kedua belah pihak (orang yang
kehilangan barang dengan orang yang dijanjikan ju’alah atau orang yang diserahi
mencari barang sebelum bekerja. Jika pembatalan datang dari orang yang bekerja
mencari barnag, maka ia tidak mendapatkan upah sekalipun ia telah bekerja. Tetapi jika
yang membatalkannya dari pihak yang menjajikan upah maka yang bekerja berhak
4. Hikmah Jua’lah
karena orang itu telah bekerja dan membantu mengembalikan sesuatu yang berharga.
Baik itu berupa materi (barang yang hilang) atau mengembalikan kesehatan atau
membantu seseorang menghafal Al-Qur’an. Hikmah yang dapat dipetik dengan jua’lah
menghargai dan akhirnya tercipta sebuah komunitas yang saling tolong-menolong dan
8
Wahbah al-Zuhaily, al-Fiqhu Islami wa Adillatuhu, Vol 4, (Beirut: Dar al-Fikr, 1989), 730.
10
bahu-membahu. Dengan jua’alah akan terbangun suatu semangat dalam melakukan
BAB III
PENUTUP
9
Abdul Rahman Ghazaly, et.al, Fiqih Muamalah, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), 144.
11
3.1. Kesimpulan
Jua’lah (pemberian upah) menurut bahasa ialah apa yang diberikan kepada seseorang
karena sesuatu yang dikerjakannya. Jua’lah menurut Ibnu Rusyd adalah pemberian upah
kesembuhan dari seorang dokter, atau kemahiran dari seorang guru, atau pencari/yang
Diantara rukun dan syarat jualah, yaitu : Lafal, Orang yang menjanjikan memberikan
upah, pekerjaan yang akan dilaksanakan dan upah yang diberikan. Teknis pelaksanaan
ju’alah dapat dilakukan dengan dua cara.pertama, secara khusus ditentukan orang yang
mencari barang yang hilang. Kedua, secara umum artinya orang yang dibebani pekerjaan
mencari barang yang hilang tidak ditentukan seseorang, tetapi untuk semua orang (berlaku
umum).
Pembatalan jualah dapat dilakukan oleh kedua belah pihak. Jika pembatalan datang
dari orang yang bekerja mencari barang, maka ia tidak mendapatkan upah sekalipun ia telah
bekerja. Tetapi jika yang membatalkannya dari pihak yang menjanjikan upah maka yang
Hikmah yang dapat dipetik dari ju’alah yaitu dapat memperkuat persaudaraan dan
persahabatn, menananmkan sikap saling menghargai dan akhirnya tercipta sevuah komunitas
DAFTAR PUSTAKA
12
Al-Hadi, Abu Azam. 2017. Fiqih Muamalah Kontemporer. Depok: Rajawali Pers.
13