LP Spinal Cord Injury

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

SPINAL CORD INJURY

A. Definisi
 Spinal Cord Injury (SCI) dapat didefinisikan sebagai kerusakan atau trauma
sumsum tulang belakang yang dapat mengakibatkan kehilangan atau gangguan
fungsi yang mengakibatkan berkurangnya mobilitas atau perasaan (sensasi).
 Trauma pada tulang belakang (spinal cord injury) adalah cedera yang mengenai
servikal, vertebralis, dan lumbalis dari suatu trauma yang mengenai tulang
belakang (Mutttaqin, 2008).
 Trauma spinal adalah injuri/cedera/trauma yang terjadi pada spinal, meliputi
spinal collumna maupun spinal cord, dapat mengenai elemen tulang, jaringan
lunak, dan struktur saraf pada cervicalis, vertebralis dan lumbalis akibat trauma
berupa jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas, kecelakaan olah raga, dan
sebagainya. Trauma spinalis menyebabkan ketidakstabilan kolumna vertebral
(fraktur atau pergeseran satu atau lebih tulang vertebra) atau injuri saraf yang
aktual maupun potensial (Price, 2005).
 Spinal cord injury (SCI) terjadi ketika sesuatu (seperti: tulang, disk, atau benda
asing) masuk atau mengenai spinal dan merusakkan spinal cord atau suplai darah
(AACN, Marianne Chulay, 2005 : 487).

B. Etiologi
1. Penyebab spinal cord injury meliputi kecelakaan sepeda motor (44 %), tindak
kekerasan (24 %), jatuh (22 %) (pada orang usia 65 tahun ke atas), luka karena
senjata api (9%), kecelakaan olahraga (rata-rata pada usia 29 tahun) misal
menyelam (8 %), dan penyebab lain misalnya infeksi atau penyakit, seperti
tumor, kista di tulang belakang, multiple sclerosis, atau cervical spondylosis
(degenerasi dari disk dan tulang belakang di leher) (2 %).
2. Kecelakaan jalan raya adalah penyebab terbesar, hal mana cukup kuat untuk
merusak kord spinal serta kauda ekuina. Di bidang olah-raga, tersering karena
menyelam pada air yang sangat dangkal (Pranida, Iwan Buchori, 2007).
3. Spinal cord injury paling banyak disebabkan karena kecelakaan kendaraan
bermotor, jatuh, kekerasan, dan kecelakaan olahraga (AACN, Marianne Chulay,
2005 : 487).
4. Penyebab kerusakan pada saraf tulang belakang, adalah trauma (mobil / sepeda
motor kecelakaan, tembakan, jatuh, cedera olahraga, dll), atau penyakit (seperti:
Transverse Myelitis, Polio, spina bifida, Friedreich's ataxia, dll).

C. Patofisiologi dan Pathway


Cedera spinal cord terjadi akibat patah tulang belakang, dan kasus terbanyak
cedera spinal cord mengenai daerah servikal dan lumbal. Cedera dapat terjadi akibat
hiperfleksi, hiperekstensi, kompresi atau rotasi pada tulang belakang.
Fraktur pada cedera spinal cord dapat berupa patah tulang sederhana, kompresi,
kominutif, dan dislokasi. Sedangkan kerusakan pada cedera spinal cord dapat berupa
memar, kontusio, kerusakan melintang laserasi dengan atau tanpa gangguan peredaran
darah, dan perdarahan. Kerusakan ini akan memblok syaraf parasimpatis untuk
melepaskan mediator kimia, kelumpuhan otot pernapasan, sehingga mengakibatkan
respon nyeri hebat dan akut anestesi. Iskemia dan hipoksemia syok spinal, gangguan
fungsi rektum serta kandung kemih. Gangguan kebutuhan gangguan rasa nyaman
nyeri, oksigen dan potensial komplikasi, hipotensi, bradikardia dan gangguan
eliminasi.
Temuan fisik pada spinal cord injury sangat bergantung pada lokasi yang
terkena: jika terjadi cedera pada C-1 sampai C-3 pasien akan mengalami tetraplegia
dengan kehilangan fungsi pernapasan atau sistem muskular total; jika cedera
mengenai saraf C-4 dan C-5 akan terjadi tetraplegia dengan kerusakan, menurunnya
kapasitas paru, ketergantungan total terhadap aktivitas sehari-hari; jika terjadi cedera
pada C-6 dan C-7 pasien akan mengalami tetraplegia dengan beberapa gerakan lengan
atau tangan yang memungkinkan untuk melakukan sebagian aktivitas sehari-hari; jika
terjadi kerusakan pada spinal C-7 sampai T-1 seseorang akan mengalami tetraplegia
dengan keterbatasan menggunakan jari tangan, meningkat kemandiriannya.
Pada T-2 sampai L-1 akan terjadi paraplegia dengan fungsi tangan dan berbagai
fungsi dari otot interkostal dan abdomen masih baik; jika terjadi cedera pada L-1 dan
L-2 atau dibawahnya, maka orang tersebut akan kehilangan fungsi motorik dan
sensorik, kehilangan fungsi defekasi dan berkemih.
D. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis bergantung pada lokasi dan besarnya kerusakan yang terjadi.
Kerusakan melintang memberikan gambaran berupa hilangnya fungsi motorik
maupun sensorik kaudal dari tempat kerusakan disertai syok spinal. Syok spinal
terjadi pada kerusakan mendadak sumsum tulang belakang karena hilangnya rangsang
yang berasal dari saraf pusat. Peristiwa ini umumnya berlangsung selama satu hingga
enam minggu, kadang dapat lebih lama. Tandanya adalah kelumpuhan flaksid,
anestesia, arefleksi, hilangnya perspirasi, gangguan fungsi rektum dan kandung
kemih, priapismus, bradikardia dan hipotensi. Setelah syok spinal pulih kembali, akan
terjadi hiperrefleksi. Terlihat pula tanda gangguan fungsi autonom, berupa kulit
kering karena tidak berkeringat dan hipotensi ortostatik, serta gangguan fungsi
kandung kemih dan gangguan defekasi.
Sindrom spinal cord bagian depan menunjukkan kelumpuhan otot lurik di
bawah tempat kerusakan disertai hilangnya rasa nyeri dan suhu pada kedua sisinya,
sedangkan rasa raba dan posisi tidak terganggu. Cedera spinal cord sentral jarang
ditemukan. Keadaan ini pada umumnya terjadi akibat cedera di daerah servikal dan
disebabkan oleh hiperekstensi mendadak sehingga sumsum belakang terdesak dari
dorsal oleh ligamentum flavum yang terlipat. Cedera tersebut dapat terjadi pada orang
yang memikul beban berat di atas kepala, kemudian terjadi gangguan keseimbangan
yang mendadak sehingga beban jatuh dan tulang belakang hiperekstensi. Gambaran
klinis berupa tetraparese parsial. Gangguan pada ekstremitas bawah lebih ringan
daripada ekstremitas atas, sedangkan daerah perianal tidak terganggu.
Manifestasi klinis secara khusus bergantung pada lokasi yang mengalami
trauma dan apakah trauma terjadi secara parsial atau total. Berikut ini adalah
manifestasi berdasarkan lokasi trauma :
1. Antara C1 sampai C5
Respiratori paralisis dan kuadriplegi, biasanya pasien meninggal.
2. Antara C5 dan C6
Paralisis kaki, tangan, pergelangan; abduksi bahu dan fleksi siku yang lemah,
kehilangan refleks brachioradialis.
3. Antara C6 dan C7
Paralisis kaki, pergelangan, dan tangan, tapi pergerakan bahu dan fleksi siku
masih bisa dilakukan, kehilangan refleks bisep.
4. Antara C7 dan C8
Paralisis kaki dan tangan
5. C8 sampai T1
Horner's syndrome (ptosis, miotic pupils, facial anhidrosis), paralisis kaki.
6. Antara T11 dan T12
Paralisis otot-otot kaki di atas dan bawah lutut.
7. T12 sampai L1
Paralisis di bawah lutut.
8. Cauda equine
Hiporeflex atau paresis extremitas bawah, biasanya nyeri dan biasanya nyeri dan
sangat sensitive terhadap sensasi, kehilangan kontrol bowel dan bladder.
9. S3 sampai S5 atau conus medullaris pada L1
Kehilangan kontrol bowel dan bladder secara total.
E. Klasifikasi
Holdsworth membuat klasifikasi cedera spinal sebagai berikut:
1. Cedera fleksi
Cedera fleksi menyebabkan beban regangan pada ligamentum posterior,
kemudian dapat menimbulkan kompresi pada bagian anterior korpus vertebra
sehingga mengakibatkan wedge fracture (teardrop fracture). Cedera seperti ini
dapat dikategorikan sebagai cedera yang stabil.
2. Cedera fleksi-rotasi:
Beban fleksi-rotasi akan menimbulkan cedera pada ligamentum posterior
(terkadang juga dapat melukai prosesus artikularis) lalu, cedera ini akan
mengakibatkan terjadinya dislokasi fraktur rotasional yang dihubungkan dengan
slice fracture korpus vertebra. Cedera ini digolongkan sebagai cedera yang paling
tidak stabil.
3. Cedera ekstensi
Cedera ekstensi biasanya merusak ligamentum longitudinalis anterior dan
menimbulkan herniasi diskus. Biasanya terjadi pada daerah leher. Selama
kolumna vertebra dalam posisi fleksi, maka cedera ini masih tergolong stabil.
4. Cedera kompresi vertikal (vertical compression)
Cedera kompresi vertical mengakibatkan pembebanan pada korpus vertebra dan
dapat menimbulkan burst fracture.
5. Cedera robek langsung (direct shearing)
Cedera robek biasanya terjadi di daerah torakal dan disebabkan oleh pukulan
langsung pada punggung, sehingga salah satu vertebra bergeser, fraktur prosesus
artikularis serta ruptur ligamen.

Klasifikasi Frankel :

o Grade A : motoris (-), sensoris (-)


o Grade B : motoris (-), sensoris (+)
o Grade C : motoris (+) dengan ROM 2 atau 3, sensoris (+)
o Grade D : motoris (+) dengan ROM 4, sensoris (+)
o Grade E : motoris (+) normal, sensoris (+)
Klasifikasi ASIA (American Spinal Injury Association) :
 Grade A : motoris (-), sensoris (-) termasuk pada segmen sakral
 Grade B : hanya sensoris (+)
 Grade C : motoris (+) dengan kekuatan otot <3
 Grade D : Motoris (+) dengan kekuatan otot >3
 Grade E : motoris dan sensoris normal

F. Pengkajian
a. Keluhan Utama
Seringkali yang menjadi permasalahn utama adalah nyeri yang sangat hebat
dikarenakan syaraf yang terjepit, adanya kelumpuhan dan/atau kelemahan, serta
kegagalan fungsi sensorik dan motorik.

b. Riwayat Penyakit Sekarang


Dipengaruhi oleh adanya riwayat terjadi trauma (misal: KLL, olahraga, dll)

c. Riwayat Penyakit Dahulu


Biasanya dipengaruhi riwayat penyakit degeneratif seperti osteoporosis,
osteoarthritis, dll.

G. Pemeriksaan Fisik
1. Sistem Neurosensori
Subyektif :
Pasien seringkali mengeluh adanya rasa kebas, kesemutan, rasa seperti terbakar
pada lengan atau kaki, paralisis flaksid.
Obyektif :
 Kelumpuhan, kelemahan (kejang dapat berkembang saat terjadi perubahan pada
syok spinal)
 Kehilangan sensasi (derajat bervariasi dan dapat kembali normal setelah syok
spinal sembuh)
 Kehilangan tonus otot/ vasomotor, kehilangan refleks/ refleks asimetris
termasuk tendon dalam
 Perubahan reaksi pupil, ptosis, hilangnya keringat pada bagian tubuh yang
terkena karena pengaruh trauma spinal
 Nyeri atau nyeri tekan otot, hiperstesia tepat diatas daerah trauma

2. Sistem Kardiovaskuler
Dada yang terasa berdebar-debar, pusing saat melakukan perubahan posisi.
Biasanya ditandai pula dengan adanya hipotensi, hipotensi postural, bradikardi,
ekstremitas dingin dan pucat.

3. Sistem Pencernaan
 Mual dan muntah
 Nyeri ulu hati atau rasa terbakar
 Terkadang disertai perubahan berat badan
 Mengalami distensi abdomen
 Peristaltik usus menghilang (ileus paralitik)

4. Sistem Muskuloskeletal dan Integumen


Adanya kelumpuhan otot. Kelemahan umum/ kelemahan otot yang disebabkan
oleh trauma dan adanya kompresi syaraf. Kulit cenderung kering dan berkeringat.
Mengalami deformitas, postur, dan nyeri tekan vertebral

5. Sistem Pernafasan:
Subyektif :
Pasien mengeluh sesak dan susah bernapas.
Obyektif :
 Napas pendek
 Kekurangan oksigen yang ditandai penurunan SpO2
 Kesulitan bernapas/ WOB meningkat
 Peningkatan frekuensi pernapasan
 Napas dangkal dan penurunan bunyi napas
 Pucat, sianosis
6. Sistem Eliminasi
Biasanya ditandai dengan adanya retensi urine, distensi abdomen, peristaltik usus
hilang, melena, hematemesis.

H. Pemeriksaan Penunjang
Untuk menegakkan diagnosa pada penderita spinal cord injury, diperlukan beberapa
pemeriksaan penunjang yang meliputi:
 Sinar-x spinal: untuk menentukan lokasi dan jenis cedera tulang (fraktur atau
dislokasi), untuk reduksi setelah dilakukan traksi atau operasi.
 CT scan untuk menentukan tempat luka/jejas, mengidentifikasi tulang yang terluka
dan tekanan pada cord, mengevaluasi gangguan struktural, CT- Scan berguna
untuk mempercepat skrining dan menyediakan informasi tambahan jika hasil dari
sinar-x kurang akurat untuk mengetahui status patahan dan spinal yang cedera.
 MRI: untuk mengidentifikasi kerusakan syaraf spinal, edema dan kompresi.
 Foto rontgen thorak: ditujukan untuk mengetahui keadaan paru klien, (contoh :
adakah perubahan pada diafragma, atelektasis).
 AGD (analisa gas darah): digunakan untuk menunjukkan keefektifan pertukaran
gas dan upaya ventilasi.

I. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medik
Tindakan-tindakan untuk imobilisasi dan mempertahankan vertebral dalam posisi
lurus: pemakaian neck collar, bantal pasir atau kantung IV untuk
mempertahankan agar leher stabil, dan menggunakan papan punggung bila
memindahkan pasien; melakukan traksi skeletal untuk fraktur servikal, yang
meliputi penggunaan Crutchfield, Vinke, atau tong Gard-Wellsbrace pada
tengkorak, tirah baring total dan pakaikan brace haloi untuk pasien dengan fraktur
servikal stabil ringan; pembedahan (laminektomi, fusi spinal atau insersi batang
Harrington) untuk mengurangi tekanan pada spinal bila pada pemeriksaan sinar-X
ditemui spinal tidak aktif.
Intervensi bedah = Laminektomi, dilakukan bila: deformitas tidak dapat dikurangi
dengan fraksi, terdapat ketidakstabilan signifikan dari spinal servikal, cedera
terjadi pada region lumbar atau torakal, status neurologis mengalami
penyimpanan untuk mengurangi fraktur spinal atau dislokasi atau dekompres
medulla. (Diane C. Braughman, 2000 ; 88-89).
Tindakan-tidakan untuk mengurangi pembengkakan pada medula spinalis dengan
menggunakan glukortiko steroid intravena.

2. Penatalaksanaan Keperawatan
Pengkajian fisik didasarakan pada pemeriksaan pada neurologis, kemungkinan
didapati defisit motorik dan sensorik di bawah area yang terkena: syok spinal,
nyeri, perubahan fungsi kandung kemih, perusakan fungsi seksual pada pria, pada
wanita umumnya tidak terganggu fungsi seksualnya, perubahan fungsi defekasi;
kaji perasaan pasien terhadap kondisinya; lakukan pemeriksaan diagnostik;
pertahankan prinsip A-B-C (Airway, Breathing, Circulation) agar kondisi pasien
tidak semakin memburuk.
Algoritma Spinal Cord Injury menurut U.S. National Library of Medicine, National
Institute of Health.
J. Analisa Data

No Etiologi
Analisa Data Diagnosa Keperawatan
.
1. Ds: Hilangnya fungsi motorik Pola napas tidak efektif
dan sensorik
Pasien mengatakan kesulitan bernafas berhubungan dengan

Kelemahan otot pernapasan kelumpuhan otot diafragma,


Do: kelemahan dengan paralisis
 Sesak napas Suplai oksigen dalam otot abdominal dan
tubuh menurun
 Terdapat tarikan dinding diafragma/ napas dari perut interkostal serta ketidak
 Sianosis mampuan untuk
Hipoksia, sesak napas membersihkan sekresi
 Adanya pernapasan cuping hidung
 Tampak berkeringat
Pola napas tidak efektif
 Hasil GDA: PaO2 < 80, PaCo2 > 45, RR = 28 x/menit

2. Ds: Kerusakan saraf Hambatan mobilitas fisik


ekstremitas bawah
Pasien mengatakan tidak dapat melakukan pergerakan pada berhubungan dengan
tangan dan kaki kelumpuhan, kerusakan
Kelumpuhan, kelemahan
muskuloskelettal dan
Penurunan Aktivitas neuromuskuler
Do: Hambatan
Ada kontraktur, kekuatan otot (ROM menurun), cedera mobilitas fisik
atau lesi pada servikal
3. DS: Trauma tulang
Nyeri akut berhubungan
- Laporan secara verbal belakang dengan:
Agen injuri (biologi, kimia,
DO: Fraktur vertebra fisik, psikologis), kerusakan
- Posisi untuk menahan nyeri jaringan
- Tingkah laku berhati-hati Direspon oleh pusat nyeri
diotak melalui Thalamus,
- Gangguan tidur (mata sayu, tampak capek, sulit atau midbrain, dan cortex
gerakan kacau, menyeringai)
- Terfokus pada diri sendiri Nyeri Akut

- Fokus menyempit (penurunan persepsi waktu, kerusakan


proses berpikir, penurunan interaksi dengan orang dan
lingkungan)
- Tingkah laku distraksi, contoh : jalan-jalan, menemui
- orang lain dan/atau aktivitas, aktivitas berulang-ulang)
- Respon autonom (seperti diaphoresis, perubahan tekanan
darah, perubahan nafas, nadi dan dilatasi pupil)
- Perubahan autonomic dalam tonus otot (mungkin dalam
rentang dari lemah ke kaku)
- Tingkah laku ekspresif (contoh : gelisah, merintih,
menangis, waspada, iritabel, nafas panjang/berkeluh
kesah)
4. Ds: Hilangnya fungsi sensorik Gangguan integritas kulit
dan motorik
Pasien mengatakan nyeri pada punggung berhubungan dengan tirah
baring lama, kehilangan
Do: Gangguan fungsi sensori dan imobilitas
VU dan rektum
Adanya kemerahan, bernanah, kulit lembab, luka dekubitus

Gangguan integritas kulit

K. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul yaitu :
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kelumpuhan otot diafragma, kelemahan dengan paralisis otot abdominal dan interkostal
serta ketidak mampuan untuk membersihkan sekresi.
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelumpuhan, kerusakan muskuloskelettal dan neuromuskuler.
3. Nyeri akut berhubungan dengan Agen injuri (biologi, kimia, fisik, psikologis), kerusakan jaringan.
4. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama, kehilangan sensori dan imobilitas.
L. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Pola napas tidak efektif NOC : NIC :


berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan  Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
kelumpuhan otot diafragma, pasien menunjukkan  Pasang mayo bila perlu
kelemahan dengan paralisis keefektifan pola nafas,  Lakukan fisioterapi dada jika perlu
otot abdominal dan dibuktikan dengan kriteria  Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
interkostal serta ketidak hasil:  Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
mampuan untuk  Mendemonstrasikan batuk  Berikan bronkodilator : .........
membersihkan sekresi efektif dan suara nafas  Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
yang bersih, tidak ada  Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
Ds: pasien mengatakan sianosis dan dyspneu  Monitor respirasi dan status O2
kesulitan bernafas (mampu mengeluarkan  Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
sputum, mampu bernafas  Pertahankan jalan nafas yang paten
Do: dg mudah, tidak ada  Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi
 Sesak napas pursed lips)  Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi
 Terdapat tarikan dinding  Menunjukkan jalan nafas  Monitor vital sign
diafragma/ napas dari yang paten (klien tidak  Informasikan pada pasien dan keluarga tentang tehnik relaksasi untuk
perut merasa tercekik, irama memperbaiki pola nafas.
nafas, frekuensi  Ajarkan bagaimana batuk efektif
 Sianosis pernafasan dalam rentang  Monitor pola nafas
 Adanya pernapasan normal, tidak ada suara
cuping hidung nafas abnormal)
 Tampak berkeringat  Tanda Tanda vital dalam

 Hasil GDA: PaO2 < 80, rentang normal (tekanan

PaCo2 > 45, RR = 28 darah, nadi, pernafasan)

x/menit

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Hambatan mobilitas fisik NOC : NIC :


berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan Activity Daily Living
kelumpuhan, kerusakan keperawatan selama ….. ,  Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
muskuloskelettal dan Hambatan mobilitas fisik  Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri
neuromuskuler teratasi dengan kriteria sesuai kemampuan
hasil:  Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi
 Klien meningkat dalam kebutuhan ADLs pasien.
aktivitas fisik  Berikan alat Bantu jika klien memerlukan.
Ds:  Mengerti tujuan dari  Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika
Pasien mengatakan tidak peningkatan mobilitas diperlukan
dapat melakukan  Memverbalisasikan  Bantu pasien makan dan minum (menyuapi, mendekatkan alat-alat
pergerakan pada tangan dan perasaan dalam dan makanan/minuman)
kaki meningkatkan kekuatan  Pertahankan kesehatan dan kebersihan mulut pasien
dan kemampuan  Bantu pasien mamakai pakaiannya
Do: berpindah  Libatkan keluarga dan ajarkan cara memakaikan pakaian pada pasien
Ada kontraktur, kekuatan  Memperagakan  Memandikan pasien
otot (ROM menurun), penggunaan alat Bantu  Libatkan keluarga untuk membantu memandikan pasien
cedera atau lesi pada untuk mobilisasi  Lakukan perawatan mata, rambut, kaki, mulut, kuku dan perineum
servikal  Bantu pasien bak/bab
 Lakukan perawatan inkontinensia usus
 Manajemen nutrisi
 Libatkan keluarga dalam perawatan
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Nyeri akut berhubungan NOC: NIC :


dengan:  Pain level,  Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
Agen injuri (biologi, kimia,  pain control, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
fisik, psikologis), kerusakan  comfort level  Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
jaringan Setelah dilakukan tindakan  Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
keperawatan selama ….  Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu
DS: Pasien tidak mengalami ruangan, pencahayaan dan kebisingan
- Laporan secara verbal nyeri, dengan kriteria hasil:  Kurangi faktor presipitasi nyeri
 Mampu mengontrol  Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
DO: nyeri (tahu penyebab
 Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dala, relaksasi,
- Posisi untuk menahan nyeri, mampu
distraksi, kompres hangat/ dingin
nyeri menggunakan tehnik
 Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri: ……...
- Tingkah laku berhati-hati nonfarmakologi untuk
 Tingkatkan istirahat
- Gangguan tidur (mata mengurangi nyeri,
 Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama
sayu, tampak capek, sulit mencari bantuan)
nyeri akan berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur
atau gerakan kacau,  Melaporkan bahwa nyeri
 Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama
menyeringai) berkurang dengan
kali
- Terfokus pada diri sendiri menggunakan
- Fokus menyempit manajemen nyeri
(penurunan persepsi  Mampu mengenali nyeri
waktu, kerusakan proses (skala, intensitas,
berpikir, penurunan frekuensi dan tanda
interaksi dengan orang nyeri)
dan lingkungan)  Menyatakan rasa
- Tingkah laku distraksi, nyaman setelah nyeri
contoh : jalan-jalan, berkurang
menemui orang lain  Tanda vital dalam
dan/atau aktivitas, rentang normal
aktivitas berulang-ulang)  Tidak mengalami
- Respon autonom (seperti gangguan tidur
diaphoresis, perubahan
tekanan darah, perubahan
nafas, nadi dan dilatasi
pupil)
- Perubahan autonomic
dalam tonus otot
(mungkin dalam rentang
dari lemah ke kaku)
- Tingkah laku ekspresif
(contoh : gelisah,
merintih, menangis,
waspada, iritabel, nafas
panjang/berkeluh kesah)
- Perubahan dalam nafsu
makan dan minum

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Gangguan integritas kulit NOC : NIC :


berhubungan dengan tirah Setelah dilakukan tindakan Pressure Management
baring lama, kehilangan keperawatan
 Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar
sensori dan imobilitas selama ............, Gangguan
 Hindari kerutan pada tempat tidur
integritas kulit tidak terjadi
 Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
Ds: dengan kriteria hasil:
 Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali
Pasien mengatakan nyeri  Integritas kulit yang baik
 Monitor kulit akan adanya kemerahan
pada punggung bisa dipertahankan
 Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah yang tertekan
 Melaporkan adanya
Do:  Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
gangguan sensasi atau
Adanya kemerahan,  Monitor status nutrisi pasien
nyeri pada daerah kulit
bernanah, kulit lembab, yang mengalami  Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
 Gunakan pengkajian risiko untuk memonitor faktor risiko pasien
luka dekubitus gangguan (Braden Scale, Skala Norton)
 Menunjukkan  Inspeksi kulit terutama pada tulang-tulang yang menonjol dan titik-
pemahaman dalam titik tekanan ketika merubah posisi pasien.
proses perbaikan kulit  Jaga kebersihan alat tenun
dan mencegah terjadinya  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian tinggi protein, mineral
sedera berulang dan vitamin
 Mampu melindungi kulit  Monitor serum albumin dan transferin
dan mempertahankan
kelembaban kulit dan
perawatan alami
 Status nutrisi adekuat
 Sensasi dan warna kulit
normal
DAFTAR PUSTAKA

Baughman D.C, & Hackley, J.C. 2000. Keperawatan Medikal Bedah, Alih Bahasa : Yasmin
Asih. Jakarta : EGC.
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi VIII Volume II.
Jakarta : EGC.
Chulay, Marianne and Burns, Suzanne. 2005. AACN Essentials of Critical Care Nursing.
United States of America: McGraw-Hill.
Doengoes, M. E. 1999. Rencana Asuham Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta : EGC.
Muttaqin, Arif, Ns, S.Kep. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Persyarafan. Jakarta : EGC.
Prince, Sylvia A. 2005. Patofisiologi Volume 2 Edisi 6. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai