LAPORAN INDIVIDU KELUARGA BINAAN Ok

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 44

LAPORAN INDIVIDU KELUARGA BINAAN

ASUHAN KEBIDANAN ANAK STUNTING DAN GIZI KURANG DENGAN INFEKSI


BERULANG PADA An. F

DI DESA KADU GADUNG RT 03/01 KECAMATAN CIPECANG KABUPATEN


PANDEGLANG.

Oleh:

NAMA : ENDAH KOMALASARI

NPM : 07210400332

PROGAM STUDI KEBIDANAN PROGRAM SARJANA TERAPAN

FAKULTAS VOKASI

UNIVERSITAS INDONESIA MAJU

2022
LEMBAR PERSETUJUAN

LAPORAN INDIVIDU KELUARGA BINAAN ASUHAN KEBIDANAN ANAK STUNTING


DAN GIZI KURANG DENGAN INFEKSI BERULANG PADA An. F

DI DESA KADU GADUNG RT 03/01 KECAMATAN CIPECANG KABUPATEN


PANDEGLANG.

Telah disahkan

Jakarta, Tanggal......

Disetujui Oleh,

Menyetujui

Pembimbing Paktik Komunitas

(Ernita Prima Nobiyani S.ST., M. Kes)


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan kasih dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul : “asuhan
kebidanan anak stunting dan gizi kurang dengan infeksi berulang pada An. F umur 30 bulan
dengan gizi Kurang atas indikasi stunting di Desa Kadu Gadung RT 03/01 Kecamatan Cipecang
Kabupaten Pandeglang.”. Karya Tulis Ilmiah ini disusun dengan maksud untuk memenuhi
tugas individu keluarga binaan.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan pengarahan dari berbagai pihak, Karya Tulis Ilmiah
ini tidak dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Drs. H. A. Jacub Chatib, selaku Ketua Yayasan Indonesia Maju

2. Prof. Dr. Dr. dr. H.M. Hafizurrahman, MPH, selaku Pembina Yayasan Indonesia Maju.

3. Dr. Astrid Novita, SKM, MKM Selaku Rektor Universitas Indonesia Maju.

4. Susaldi, S.ST., M. Biomed Selaku Wakil Rektor I Bidang Akademik Universitas Indonesia
Maju.

5. Dr. Rindu, SKM., M.Kes Selaku Wakil Rektor II Bidang Non-Akademik Universitas
Indonesia Maju.

6. Hidayani, Am Keb, SKM, MKM Selaku Dekan Fakultas Vokasi Universitas Indonesia
Maju.

7. Hedy Hardiana, S.Kep., M.KesSelaku Wakil Dekan FakultasVokasi Universitas Indonesia


Maju.

8. RetnoSugesti, S. ST.,M. Kes selaku coordinator Program Studi SarjanaTerapan Kebidanan

9. Ernita Prima Noviyani S. ST., M. Kes, selaku Dosen pembimbing yang telah meluagkan
waktu dan memberikan banyak masukan kepada penulis, mendampingi penulis serta
memberikan pengarahan dan dukungan dalam membimbing penyusunan laporan individu
keluarga binaan ini.
10. FanniHnifa, S.ST., M. Kebselaku Dosen Responsi
11. MeilisaAfty, S. Tr. Keb selaku CI Responsi
12. Keluarga An. F yang yang sudah bersedia menjadi keluarga binaan
13. Semuapihak yang telah membantu penulisan laporan tugas ini

Penulis menyadari bahwa penulisan Karya Tulis Ilmiah ini masih banyak keKurangan, oleh
karena itu penulis membuka saran demi kemajuan penelitian selanjutnya. Semoga Karya
Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Pandeglang, Agustus 2022

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

a. Angka kasus stunting dunia

Dunia telah mengalami perbaikan positif mengenai penanganan stunting selama 20 tahun
terakhir. United Nations International Children's Emergency Fund (UNICEF) memperkirakan,
jumlah anak penderita stunting di bawah usia lima tahun sebanyak 149,2 juta pada 2020, turun
26,7% dibandingkan pada 2000 yang mencapai 203,6 juta. Meski demikian, kemajuan penanganan
stunting tidak merata di seluruh kawasan. Jumlah balita penderita stunting di wilayah Afrika Barat
dan Tengah masih meningkat 28,5% dari 22,8 juta pada 2000 menjadi 29,3 juta pada 2020. Afrika
Timur dan Selatan mengalami hal serupa. Jumlah balita yang mengalami stunting naik 1,4% dari
27,6 juta pada 2000 menjadi 28 juta pada 2020. Sementara, penurunan jumlah balita penderita
stunting tertinggi berasal dari Asia Timur dan Pasifik. Wilayah ini mencatatkan sebanyak 20,7 juta
balita penderita stunting pada tahun lalu, berKurang 49,75% dari tahun 2000 yang mencapai 41,2
juta.

Jumlah balita penderita stunting di Eropa Timur dan Asia Tengah menurun 46,8% dari 4,7
juta pada 2000 menjadi 2,5 juta pada 2020. Di Amerika Latin dan Karibia, jumlah balita penderita
stunting turun 43,24% dari 10,2 juta pada 2000 menjadi 5,8 juta pada tahun lalu. Kemudian, jumlah
balita penderita stunting di Asia Selatan berKurang 38% dari 86,8 juta pada 2000 menjadi 53,8 juta
pada 2020. Sementara, jumlah balita penderita stunting di Timur Tengah dan Afrika Utara turun
14,4% dari 9 juta pada 2000 menjadi 7,7 juta pada tahun lalu.

b. Angka kasus stunting di Indonesia

Masalah stunting di Indonesia adalah ancaman serius yang memerlukan penanganan yang
tepat. Berdasarkan data Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) pada tahun 2019, prevelensi
stunting di Indonesia mencapai 27,7%. Artinya, sekitar satu dari empat anak balita (lebih dari
delapan juta anak) di Indonesia mengalami stunting. Angka tersebut masih sangat tinggi jika
dibandingkan dengan ambang batas yang ditetapkan WHO yaitu 20%.

Dalam upaya penanganan stunting di Indonesia, pemerintah sendiri sudah menargetkan


Program Penurunan Stunting menjadi 14% pada tahun 2030mendatang. Memenuhi target tersebut
merupakan sebuah tantangan besar bagi pemerintah dan rakyat Indonesia di tengah pandemi ini.
Terlebih lagi, aktivitas di Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) Kurang maksimal saat ini. Padahal,
Posyandu adalah tonggak utama pemantau tumbuh kembang balita pada lingkup wilayah yang lebih
kecil.
Selain itu, kondisi ekonomi di Indonesia selama pandemi berlangsung sedang tidak baik-
baik saja. Di tengah angka kemiskinan dan pengangguran yang kian meningkat, tak dapat
dipungkiri bahwa peningkatan terhadap prevelensi stunting di Indonesia mungkin saja terjadi.
Faktor ekonomi keluarga berkaitan erat dengan terjadinya stunting pada anak. Hal ini karena
kondisi ekonomi seseorang memengaruhi asupan gizi dan nutrisi yang didapatkannya.

Di Indonesia sendiri, akses terhadap makanan bergizi seimbang belum merata. Padahal
faktor utama terjadinya stunting adalah Kurangnya asupan gizi anak pada 1000 Hari Pertama
Kehidupan (HPK). Pertumbuhan otak dan tubuh berkembang pesat pada 1000 HPK yang dimulai
sejak janin hingga anak berumur dua tahun. Pemenuhan gizi pada tahap tersebut sangat penting
agar tumbuh kembang anak dapat optimal.

Pola asuh orang tua juga berperan penting dalam mencegah stunting. Oleh karena itu, perlu
digencarkan penyuluhan kepada masyarakat mengenai bahaya stunting dan cara pencegahannya.
Sehingga kelak ketika sudah menjadi orang tua diharapkan masyarakat dapat berperan dalam
mencegah stunting sejak dini. Sehingga, prevelensi stunting di Indonesia tidak berada di angka
mengkhawatirkan lagi.

c. Angka kejadian kasus stunting di provinsi Banten

Banten merupakan salah satu dari 12 provinsi prioritas yang memiliki prevalensi stunting
tertinggi di tanah air tahun ini. Berdasarkan data, Kota Serang, Kota Cilegon, Kabupaten Tangerang
dan Kabupaten Lebak berada pada kategori zona stunting kuning dengan prevalensi 20 hingga 30
persen. Untuk Kota Tangerang Selatan dan Kota Tangerang masuk pada kategori zona stunting
hijau dengan prevalensi 10 sampai 20 persen. Sedangkan Kabupaten Pandeglang masuk katagori
zona merah stunting karena prevalensinya 37,8 persen atau jumlah stunting terbanyak se-Banten.
"Tidak ada satu pun kabupaten atau kota di Banteng berstatus biru yakni dengan prevalensi di
bawah 10 persen," Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten mencatat data anak penderita stunting
tahun 2019 di Provinsi Banten sebesar 23,4%.

Angka stunting tersebut diharapkan pada tahun 2030dapat ditekan sebesar 50% hingga berkisar di
antara angka 12 atau 24% sesuai roadmap penurunan angka stunting nasional sebesar 50% dari
kondisi awal.

Agar program penanggulangan dalam menurunkan angka stunting terealisasi, perlu adanya
keterlibatan semua pihak, karena untuk stunting peran sektor kesehatan hanya 30%, sedangkan
70%-nya harus melibatkan sektor lainnya, seperti sektor pangan, pertanian, permukiman, agama,
pendidikan.
Kemudian, sektor pembangunan keluarga, menjadi sebagian tugas BKKBN yang memiliki konsep
pola asuh orang tua yang dapat diterapkan dalam upaya pencegahan stunting melalui penerapan
1000 Hari Pertama Kehidupan (1000 HPK).

Faktor yang perlu diantisipasi meningkatnya angka stunting dan juga angka gizi Kurang yakni
dampak dari kemiskinan. Jika anga kemiskinan tak bisa ditekan, akan berdampak terhadap
pencapaian target penurunan stunting pada level angka 12 atau 24% di tahun 2024.

Sinergitas antar pemangku kepentingan dalam penanggulangan stunting di Banten diharapkan


terjalin secara baik sehingga, hasilnya akan lebih optimal. Dalam kaitan sinergitas ini, pentingnya
menyelaraskan program yang tidak tumpang tindih, antara di tingkat kabupaten/kota, provinsi dan
nasional.

Program penanggulangan kemiskinan dan pengangguran diharapkan sinergis dalam


penanggulangan stunting. Hal itu didasarkan pada adanya korelasi faktor kemiskinan terhadap
munculnya penderita stunting.

Artinya, persoalan stunting dan gizi Kurang, salah satunya disumbang oleh faktor kemiskinan pada
sebuah keluarga. Dalam konteks ini, maka program penanggulangan kemiskinan harus selaras
dengan program penanggulangan stunting.

Strategi dalam penanggulangan kemiskinan tentu berbeda dalam hal penekanannya, namun
tujuannya sama yakni menciptakan keluarga yang sehat dan sejahtera. Dalam hal ini, maka program
BKKBN dalam hal edukasi dan sosialisasi menjadi penting dalam membantu program
penanggulangan kemiskinan dan stunting tersebut.

d. Angka kejadian kasus stunting di Kabupaten Pandeglang

Dinas Kesehatan (Dinkes) Pandeglang menyebut angka stunting di Kabupaten Pandeglang berada
di urutan pertama tertinggi se-Provinsi Banten. Berdasarkan hasil survei Studi Status Gizi Indonesia
(SSGI) pada 2021, stunting di Pandeglang berada pada angka 37,8 persen.

"Kasus stunting di Pandeglang menurut hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) memang
diperingkat tertinggi se-Banten berada di angka 37,8 persen,

e. Dampak stunting pada anak

Tidak hanya memengaruhi perawakan tubuh anak, dampak stunting bisa berpengaruh luas hingga
mencakup banyak aspek.

Proses seorang anak bertubuh pendek (kegagalan pertumbuhan) dapat dimulai sejak masa janin
hingga usia 2 tahun. Ketika sudah lewat usia 2 tahun, akan lebih sulit untuk memperbaiki gangguan
pertumbuhan.
Dampak stunting pada anak terbagi menjadi dampak jangka pendek dan jangka panjang. Secara
jangka pendek, terlihat ada pengaruh terhadap tinggi badan dan perkembangan anak. Namun,
bahaya stunting pada anak tidak berhenti pada jangka pendek. Berikut beberapa dampak jangka
panjang stunting yang perlu diwaspadai:

1. Gangguan Kognitif

Beberapa penelitian menemukan bahwa anak dengan kondisi stunting memiliki kemampuan
kognitif yang rendah. Itulah mengapa kondisi stunting sering dihubungkan dengan kecerdasan yang
lebih rendah pada usia sekolah. Terlihat dengan jelas bahwa stunting tidak semata memengaruhi
tampilan fisik, tetapi juga aspek intelektual sang anak.

2. Kesulitan Belajar

Stunting turut berdampak pada tingkat fokus anak. Pasalnya, stunting dapat mengakibatkan
gangguan pemusatan konsentrasi yang membuat anak lebih sulit belajar.

Penelitian juga menunjukkan, anak yang berperawakan pendek memiliki fokus dan tingkat
konsentrasi yang lebih rendah sehingga bisa memengaruhi prestasinya di sekolah.

3. Rentan Mengalami Penyakit Tidak Menular

Salah satu dampak stunting bagi kesehatan anak, yaitu membuat anak lebih rentan mengalami
penyakit tidak menular saat dewasa nanti. Penyakit tidak menular tersebut bisa berupa obesitas,
penyakit jantung, dan hipertensi.

Hingga kini, hubungan antara stunting dan penyakit tidak menular masih terus diteliti oleh para
ahli.

4. Kekebalan Tubuh Lebih Rendah

Kekebalan tubuh yang lebih rendah telah diteliti berhubungan dengan malnutrisi yang terjadi pada
stunting. Asupan nutrisi yang Kurang dapat menyebabkan gangguan pada sistem kekebalan tubuh
secara keseluruhan, sehingga membuat anak lebih rentan mengalami penyakit infeksi berulang.

Kondisi inipun akan ada dalam lingkaran yang terus-menerus. Artinya, penyakit infeksi yang
berulang akan berakibat terhadap Kurangnya asupan nutrisi dan akan terus berpengaruh terhadap
rendahnya sistem kekebalan tubuh anak.

5. Performa Rendah

Stunting berdampak pula terhadap produktivitas dan performa kerja ketika anak menjadi dewasa.
Ditemukan bahwa orang dewasa dengan tubuh pendek memiliki performa dan produktivitas kerja
yang lebih rendah, yang kemudian menyebabkan penghasilan ekonomi yang lebih rendah.

Hal tersebut dibandingkan dengan kelompok orang dewasa yang tidak mengalami stunting pada
usia anak.

f. Penyebab stunting pada anak

Status gizi Kurang pada ibu hamil dan bayi merupakan faktor utama yang menyebabkan anak balita
mengalami stunting. Ada banyak sekali hal-hal yang dapat memicu terjadinya gizi Kurang ini.
Berikut adalah penyebab gizi Kurang pada ibu hamil dan bayi yang masih sering ditemui:

1. Pengetahuan ibu yang Kurang memadai

Sejak di dalam kandungan, bayi sudah membutuhkan berbagai nutrisi untuk pertumbuhan dan
perkembangannya. Untuk mencapai ini, ibu harus berada dalam keadaan sehat dan bergizi baik.
Jika ibu tidak memiliki pengetahuan akan asupan nutrisi yang baik untuknya dan janin, hal ini akan
sulit didapatkan.

Begitu pula setelah lahir, 1000 hari pertama kehiduan (0-2 tahun) adalah waktu yang sangat krusial
untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Pada masa ini, bayi membutuhkan ASI eksklusif selama
6 bulan dan tambahan makanan pendamping ASI (MPASI) yang berkualitas setelahnya. Oleh
karena itu, ibu harus memiliki pengetahuan yang cukup mengenai gizi anak.

Faktor lainnya yang juga dapat memicu stunting adalah jika anak terlahir dengan kondisi sindrom
alkohol janin (fetus alcohol syndrome). Kondisi ini disebabkan oleh konsumsi alkohol berlebihan
saat hamil yang kemungkinan diawali ketidaktahuan ibu akan larangan terhadap hal ini.

2. Infeksi berulang atau kronis

Tubuh mendapatkan energi dari asupan makanan. Penyakit infeksi berulang yang dialami sejak bayi
menyebabkan tubuh anak selalu membutuhkan energi lebih untuk melawan penyakit. Jika
kebutuhan ini tidak diimbangi dengan asupan yang cukup, anak akan mengalami keKurangan gizi
dan akhirnya berujung dengan stunting.

Terjadinya infeksi sangat erat kaitannya dengan pengetahuan ibu dalam cara menyiapkan makan
untuk anak dan sanitasi di tempat tinggal.

3. Sanitasi yang Kurang

Sulitnya air bersih dan sanitasi yang Kurang dapat menyebabkan stunting pada anak. Penggunaan
air sumur yang tidak bersih untuk masak atau minum disertai Kurangnya ketersediaan kakus
merupakan penyebab terbanyak terjadinya infeksi. Kedua hal ini bisa meninggikan risiko anak
berulang-ulang menderita diare dan infeksi cacing usus (cacingan).

4. Terbatasnya layanan kesehatan

Kenyataannya, masih ada daerah tertinggal di Indonesia yang keKurangan layanan kesehatan.
Padahal, selain untuk memberikan perawatan pada anak atau ibu hamil yang sakit, tenaga kesehatan
juga dibutuhkan untuk memberi pengetahuan mengenai gizi untuk ibu hamil dan anak di masa awal
kehidupannya.

1.2. TUJUAN

1.2.1 Tujuan Umum

Penulis mampu melaksanakan asuhan kebidanan Pada kasus stunting dan gizi kurang pada anak
dengan infeksi berulang, Di desa kadu gadung kecamatan cipecang kabupaten pandeglang dengan
menggunakan manajemen asuhan kebidanan menurut Hellen Varney.

1.2.2 Tujuan Khusus

a. Penulis mampu :

1. Melakukan pengkajian data pada kasus stunting dan gizi kurang pada anak dengan infeksi
berulang, di Desa kadu gadung kecamatan cipecang kabupaten pandeglang.

2. Menginterprestasikan data yang meliputi diganosa, masalah, kebutuhan pada An.F dengan
kasus stunting dan gizi kurang dengan infeksi berulang,di Desa kadu gadung kecamatan
cipecang kabupaten pandeglang.

3. Menentukan diagnosa potensial yang timbul pada An.F kasus stunting dan gizi kurang pada
anak dengan infeksi berulang, di desa kadu gadung kecamatan cipecang kabupaten
pandeglang.

4. Menentukan tindakan segera pada An.F dengan kasus stunting dan gizi kurang pada anak
dengan infeksi berulang,di Desa kadu gadung kecamatan cipecang kabupaten pandeglang.

5. Menyusun rencana asuhan kebidanan pada An.F kasus stunting dan gizi kurang pada
anak dengan infeksi berulang,di desa kadu gadung kecamatan cipecang kabupaten
pandeglang.

6. Melaksanakan tindakan asuhan kebidanan pada An.F kasus stunting dan gizi kurang pada
anak dengan infeksi berulang, sesuai pelayanan secara efisien dan aman di Desa kadu
gadung kecamatan cipecang kabupaten pandeglang.
7. Mengevaluasi hasil asuhan kebidanan pada An.F dengan kasus stunting dan gizi kurang
pada anak dengan infeksi berulang,di desa kadu gadung kecamatan cipecang kabupaten
pandeglang.

8. Menganalisis kesenjangan antara teori dan kasus nyata di lapangan termasuk faktor
pendukung dan penghambat pada An.F dengan kasus stunting dan gizi kurang pada anak
dengan infeksi berulang,di desa kadu gadung kecamatan cipecang kabupaten pandeglang.

1.3 Manfaat

1. Bagi Keluarga Binaan

Penulis dapat memberikan informasi sebagai bahan masukan kepada keluarga An. F tentang faktor-
faktor yang berpengaruh terhadap kejadian kasus stunting dan gizi kurang pada anak dengan
infeksi berulang dan cara penanganannya

2. Bagi Mahasiswa

Sebagai bahan terhadap materi Asuhan Pelayanan Kebidanan serta referensi bagi mahasiswa dalam
memahami pelaksanaan Asuhan Kebidanan pada kasus stunting dan gizi kurang pada anak dengan
infeksi berulang, dan dapat mengaplikasikan atau menggunakan materi yang telah diberikan
dalam proses perkuliahan serta mampu memberikan asuhan kebidanan secara berkesinambungan
yang bermutu dan yang berkualitas

3. Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai referensi dan sumber baca, khususnya pada kasus stunting dan gizi kurang pada anak
dengan infeksi berulang..

4. Bagi instansi Puskesmas

Meningkatkan kualitas pemberian pelayanan Asuhan Kebidanan pada anak stunting dan gizi
kurang pada anak penderita infeksi berulang.
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1. Pengertian Stunting

Stunting (kerdil) adalah kondisi dimana balita memiliki panjang atau tinggi badan yang
Kurang jika dibandingkan dengan umur. Kondisi ini menunjukkan status gizi yang Kurang
(malnutrisi) dalam jangka waktu yang lama (kronis) (Candra, 2020). Stunting pada anak menjadi
permasalahan karena berhubungan dengan meningkatnya risiko kesakitan dan kematian, gangguan
pada perkembangan otak, gangguan terhadap perkembangan motorik dan terhambatnya
pertumbuhan mental anak (Rahayu et al., 2018).

Menurut WHO (2017) dampak yang ditimbulkan apabila seorang anak mengalami stunting
terbagi menjadi dampak jangka pendek dan jangka panjang. Dampak jangka pendek yang akan
dialami dapat meningkatkan kejadian kesakitan dan kematian serta menghambat proses
perkembangan kognitif, motorik, dan verbal pada anak. Sedangkan dalam jangka panjang, anak
akan memiliki postur tubuh yang tidak optimal (lebih pendek dari anak seusianya),
meningkatnya risiko terkena obesitas, dan menurunnya produktivitas dan kapasitas kerja.

Menurut UNICEF (2024) dalam Kemenkes RI (2018) beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi stunting diantaranya adalah:

a. Penyebab Langsung

1) Asupan Makan Kurang

Zat gizi sangat penting bagi pertumbuhan. Pertumbuhan adalah peningkatan ukuran dan massa
konstituen tubuh yang merupakan salah satu hasil dari proses metabolisme. Asupan zat gizi yang
menjadi faktor risiko terjadinya stunting dapat dikategorikan menjadi 2 yaitu asupan zat gizi makro
atau makronutrien dan asupan zat gizi mikro atau mikronutrien (Candra dan Nugraheni, 2015).
Berdasarkan beberapa penelitian, asupan zat gizi makro yang paling mempengaruhi terjadinya
stunting adalah asupan protein, sedangkan asupan zat gizi mikro yang paling mempengaruhi
kejadian stunting adalah asupan Vitamin A dan seng (Aritonang et al., 2020).

2) Penyakit Infeksi

Penyebab langsung malnutrisi adalah diet yang tidak adekuat/asupan makanan yang
tidak memadai dan penyakit (UNICEF, 2015). Manifestasi malnutrisi ini disebabkan oleh
perbedaan antara jumlah zat gizi yang diserap dari makanan dan jumlah zat gizi yang dibutuhkan
oleh tubuh (Rahayu et al., 2018). Menurut Beal et al. (2018) infeksi klinis dan subklinis yang
termasuk ke dalam framework WHO antara lain penyakit diare, kecacingan, infeksi saluran
pernafasan, dan malaria. Dari beberapa penyakit tersebut berdasarkan literatur yang
ditemukan, infeksi yang utama terkait penyebab kejadian stunting adalah infeksi saluran
pernafasan dan penyakit diare. Penelitian Tandang et al. (2019) menunjukkan bahwa semakin
sering anak mengalami penyakit infeksi maka semakin besar risiko balita tersebut untuk menderita
stunting.

2.2. Konsep Dasar Gizi Kurang

Gizi kurang merupakan suatu keadaan dimana kebutuhan nutrisi pada tubuh tidak
terpenuhi dalam jangka waktu tertentu sehingga tubuh akan memecah cadangan makanan yang
berada di bawah lapisan lemak dan lapisan organ tubuh (Adiningsih, 2010).

Gizi kurang merupakan keadaan kurang gizi tingkat berat yang disebabkan oleh rendahnya
konsumsi energi protein dari makanan sehari-hari dan terjadi dalam waktu yang cukup lama
(Sodikin, 2013).

Balita dikategorikan mengalami gizi kurang apabila berat badannya berada pada rentang
Zscore ≥-2.0 s/d Zscore ≤-3.0 (Nasution, 2012). Anak dengan status gizi kurang ditandai dengan
tidak adanya kenaikan berat badan setiap bulannya atau mengalami penurunan berat badan
sebanyak dua kali selama enam bulan (Depkes, 2005). Penurunan berat badan yang terjadi berkisar
antara 20-30% dibawah berat badan ideal. Gizi kurang dapat berkembang menjadi gizi buruk, yaitu
keadaan kurang gizi yang berlangsung lama sehingga pemecahan cadangan lemak berlangsung
terus-menerus dan dampaknya terhadap kesehatan anak akan menjadi semakin kompleks,
terlebih lagi status gizi yang buruk dapat menyebabkan kematian (Adiningsih, 2010).

Secara umum, status gizi dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor langsung dan tidak langsung.

a. Faktor langsung

Terdapat dua faktor yang memengaruhi status gizi secara langsung yaitu asupan nutrisi dan
infeksi suatu penyakit. Asupan nutrisi sangat memengaruhi status gizi, apabila tubuh memperoleh
asupan nutrisi yang dibutuhkan secara optimal maka pertumbuhan fisik, perkembangan otak,
kemampuan kerja dan kesehatan akan berlangsung maksimal sehingga status gizi pun akan optimal
(Almatsier, 2002). Infeksi penyakit berkaitan erat dengan perawatan dan pelayanan
kesehatan. Infeksi penyakit seperti diare dan infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) akan
mengakibatkan proses penyerapan nutrisi terganggu dan tidak optimal sehingga akan berpengaruh
terhadap status gizi (Supariasa, 2016).

1) Asupan nutrisi
Asupan nutrisi harus memenuhi jumlah dan komposisi zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh,
konsumsi makanan harus beragam, bergizi dan berimbang. Makanan yang bergizi adalah makanan
yang mengandung semua zat gizi yang dibutuhkan tubuh diantaranya, karbohidrat, protein, vitamin
dan mineral. Namun, seringkali anak cenderung kurang berminat terhadap makanan bergizi dan
bermasalah dalam pemberian makanan karena faktor kesulitan makan, anak memilih-milih
makanan dan lain sebagainya (Judarwanto, 2004).

Gangguan kesulitan makan pada anak perlu mendapat perhatian yang serius agar tidak
menimbulkan dampak negatif nantinya. Dampak negatif yang ditimbulkan diantaranya adalah
kekurangan gizi, menurunnya daya intelegensi dan menurunnya daya tahan tubuh anak yang
akan berdampak pula terhadap kesehatan anak, anak lebih mudah terserang penyakit dan tumbuh
kembang anak tidak berlangsung dengan optimal (Santoso, 2004).

2) Infeksi

Infeksi suatu penyakit berkaitan erat dengan buruknya sanitasi lingkungan dan tingginya
kejadian penyakit menular. Infeksi penyakit terutama infeksi berat dapat memperburuk status gizi
karena memengaruhi asupan gizi sehingga kemungkinan besar akan menyebabkan kehilangan
zat gizi yang dibutuhkan tubuh. Keadaan patologis seperti diare, mual muntah, batuk pilek atau
keadaan lainnya mengakibatkan penurunan nafsu makan dan asupan makanan serta peningkatan
kehilangan cairan tubuh dan zat gizi. Berkurang atau hilangnya nafsu makan mengakibatkan
penurunan asupan nutrisi sehingga absorpsi zat gizi pun menurun (Santoso, 2004).

b. Faktor tidak langsung

1) Tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku tentang gizi dan kesehatan

Walaupun bahan makanan dapat disediakan oleh keluarga dan daya beli memadai, tetapi
karena kekurangan pengetahuan ini dapat menyebabkan keluarga tidak menyediakan makanan
beraneka ragam setiap harinya, terjadi ketidakseimbangan antara asupan nutrisi dengan
kebutuhan tubuh (Marimbi, 2010).

2) Pendapatan keluarga

Sebagian besar jumlah pendapatan penduduk Indonesia adalah golongan rendah dan
menengah, hal ini akan berdampak pada pemenuhan bahan makanan terutama makanan bergizi.
Oleh sebab keterbatasan ekonomi yang dialami, maka masyarakat cenderung tidak mampu untuk
membeli bahan pangan/ makanan yang baik sehingga berdampak terhadap tingkat pemenuhan
kebutuhan nutrisi yang cenderung menurun (Marimbi, 2010).

3) Sanitasi lingkungan
Keadaan sanitasi lingkungan yang kurang baik memungkinkan terjadinya berbagai jenis
penyakit antara lain diare, kecacingan dan infeksi saluran cerna. Apabila anak menderita infeksi
saluran cerna maka penyerapan zat-zat gizi akan terganggu, hal ini akan menyebabkan terjadinya
kekurangan zat gizi. Kekurangan zat gizi dalam tubuh akan menyebabkan mudah terserang
penyakit sehingga pertumbuhan akan terganggu (Supariasa, 2016).

3. Patofisiologi

Gizi kurang pada balita terjadi sebagai dampak kumulatif dari berbagai faktor baik yang
berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung. Faktor yang berpengaruh langsung terhadap
status gizi balita diantaranya asupan nutrisi yang tidak tercukupi dan adanya infeksi. Asupan nutrisi
sangat memengaruhi status gizi, apabila tubuh memperoleh asupan nutrisi yang dibutuhkan secara
optimal maka pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan akan
berlangsung maksimal sehingga status gizi pun akan optimal (Almatsier, 2002). Infeksi
penyakit berkaitan erat dengan perawatan dan pelayanan kesehatan. Infeksi penyakit seperti
diare dan infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) akan mengakibatkan proses penyerapan nutrisi
terganggu dan tidak optimal sehingga akan berpengaruh terhadap status gizi (Supariasa, 2016).

Faktor yang berpengaruh secara tidak langsung terhadap status gizi balita diantaranya faktor
tingkat pengetahuan orang tua mengenai pemenuhan kebutuhan nutrisi, faktor ekonomi dan sanitasi
lingkungan yang kurang baik. Tingkat pengetahuan yang kurang serta tingkat ekonomi yang rendah
akan mengakibatkan keluarga tidak menyediakan makanan yang beragam setiap harinya sehingga
terjadilah ketidakseimbangan antara asupan nutrisi dengan kebutuhan metabolik tubuh. Sanitasi
lingkungan yang kurang baik menjadi faktor pencetus terjadinya berbagai masalah kesehatan
misalnya diare, kecacingan dan infeksi saluran cerna (Marimbi, 2010).

2.3. Pneumonia

Istilah infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan padanan. istilah Inggris yaitu
Acute Respiratory Infections disingkat ARI adalah suatu kelompok penyakit yang menyerang
saluran pernapasan. Saluran pernapasan adalah organ yang mulai dari hidung hingga alveoli beserta
organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura. Dengan demikian ISPA
secara otomatis mencakup saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah
(termasuk jaringan berulang) dan organ adneksa saluran pernapasan. Salah satu ISPA bagian bawah
yang berbahaya adalah pneumonia. Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan
paru paru (alveoli). Terjadinya pneumonia pada anak seringkali bersamaan dengan proses infeksi
akut pada bronkus (biasa disebut bronkopneumonia). Pneumonia inflamasi parenkim paru,
merupakan penyakit yang sering terjadi pada masa kanak-kanak awal. Secara klinis, pneumonia
dapat terjadi sebagai penyakit primer atau sebagai komplikasi dari penyakit lain.15 Secara
morfologik, pneumonia digolongkan menjadi:
a. Pneumonia lobaris, melibatkan semua atau segmen yang luas dan satu lobus paru atau lebih.
Jika kedua paru terkena disebut pneumonia bilateral atau pneumonia ganda

b. Bronkopneumonia, dimulai pada bronkiolus terminal, yang tersumbat dengan eksudat


mukopurulen yang membentuk bidang yang terkonsolidasi pada lobus- lobus di ekatnya disebut
juga pneumonia lobularis

c. Pneumonia interstisial, proses inflamasi dengan batas-batas yang lebih atau kurang dalam
dinding alveolus (interstisium) dan jaringan peribronkial dan interlobaris .Gejala penyakit ini
berupa napas cepat dan napas sesak, karena paru meradang secara mendadak dan beberapa tanda
bahaya umum atau tarikan dinding dada kedalam atau stridor pada anak dalam keadaan tenang.
Batas napas cepat adalah frekuensi pernapasan sebanyak 60 kali permenit pada anak usia < 2 bulan,
50 kali per menit atau lebih pada anak usia 2 bulan sampai kurang dari 1 tahun, dan 40 kali
permenit atau lebih pada anak usia 1 tahun sampai kurang dari 5 tahun.

Menurut publikasi WHO, penelitian di berbagai negara menunjukkan bahwa Streptococcus


pneumoniae dan Hemophylus influenzae merupakan bakteri yang selalu ditemukan pada penelitian
tentang etiologi di negara berkembang. Jenis bakteri ini ditemukan pada dua per tiga dari hasil
isolasi yaitu 73,9% aspirat paru dan

69,1% hasil isolasi spesimen darah. Sedangkan di negara maju dewasa ini pneumonia pada anak
umumnya disebabkan oleh virus. Diagnosis pneumonia didapatkan dari anamnesis, gejala klinis,
pemeriksaan fisik, foto toraks dan laboratorium. Gambaran rontgen toraks tidak menunjukkan
kelainan yang jelas pada penderita bronkitis sedang pada penderita pneumonia atau
bronkopneumonia didapatkan gambaran infiltrat di paru. Diagnosis pneumonia pada balita
didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran bernafas disertai peningkatan frekuensi nafas
(nafas cepat) sesuai umur. Penentuan nafas cepat dilakukan dengan cara menghitung frekuensi
pernapasan dengan menggunakan sound timer.

Diagnosis pneumonia berat didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran bernafas
disertai nafas sesak atau penarikan dinding dada sebelah bawah ke dalam pada anak usia 2 bulan - <
5 tahun. Untuk kelompok umur kurang 2 bulan diagnosis pneumonia berat ditandai dengan adanya
nafas cepat, yaitu frekuensi pernapasan sebanyak 60 kali per menit atau lebih, atau adanya
penarikan yang kuat pada dinding dada sebelah bawah ke dalam. Rujukan penderita pneumonia
berat dilakukan dengan gejala batuk atau kesukaran bernafas yang disertai adanya gejala tidak sadar
dan tidak dapat minum. Pada klasifikasi bukan pneumonia maka diagnosisnya adalah : batuk pilek
biasa (common cold), pharyngitis, tonsilitis, otitis atau penyakit lainnya
BAB III

TINJAUAN KASUS

A. PENGKAJIAN
Tanggal Pengkajian : 20 Juli 2022
Waktu Pengkajian : 09.00 Wib
TempatPengkajian : Puskesmas Cipeucang
Pengkaji : Endah Komalasari

1. DATA SUBJEKTIF

a. Identitas Anak

1) Identitas Anak

a) Nama : An.F

b) Umur : 30 bulan

c) Jenis Kelamin : Laki-Laki

d) Anak Ke :3

e) Alamat : Desa Kadu Gadung Kecamatan Cipecang Kabupaten Pandeglang.

2) Identitas Orang Tua

IDENTITAS AYAH IDENTITAS IBU

Nama : Tn. A Nama : Ny. W

Umur : 38 Umur : 36

Agama : Islam Agama : Islam

Pendidikan : SMP Sederajat Pendidikan : SMP Sederajat

Pekerjaan : Buruh Harian Pekerjaan : IRT

Alamat : Desa Kadu Gadung Alamat : Desa Kadu Gadung


Kecamatan Cipecang Kabupaten Pandeglang. Kecamatan Cipecang Kabupaten Pandeglang.
b. Anamnesa (Data Sujektif)

1) Alasan datang : Ibu mengatakan anaknya sering rewel, badan terlihat kurus, dan pucat.

2) Riwayat Kesehatan :

a) Imunisasi :

BCG : 20 September 2019

DPT 1 : 18 Oktober 2019

DPT 2 : 15 November 2019

DPT 3 : 17 Desember 2020

Polio 1 : 20 September 2019

Polio 2 : 18 Oktober 2019

Polio 3 : 17 Desember 2019

Campak : 20 Mei 2019

b) Riwayat Penyakit Yang Lalu : Ibu mengatakan anaknya pernah menderita infeksi berulang dan
harus dirawat di Rumah Sakit 3 kali.

c) Riwayat penyakit sekarang : Ibu mengatakan berat badan anaknya kurus dan kecil.

d) Riwayat penyakit keluarga / menurun : Ibu mengatakan pada keluarganya dan keluarga
suaminya tidak ada yang mempunyai penyakit menular seperti HIV/AIDS, Hepatitis dan penyakit
menurun seperti hipertensi,jantung dll.

3) Riwayat Sosial :

a) Yang mengasuh : Ibu mengatakan mengasuh anaknya sendiri.

b) Hubungan dengan anggota keluarga :Ibu mengatakan hubungan dengan anggota keluarga lain
sangat baik.

c) Hubungan dengan teman sebaya ; Ibu mengatakan anaknya berhubungan baik dengan teman
sebayanya.

d) Lingkungan rumah : Ibu mengatakan lingkungan rumahnya aman, nyaman, bersih.

4) Pola kebiasaan sehari-hari :

a) Nutrisi :

Sebelum sakit :

(1) Makanan yang disukai ; Ibu mengatakan makanan yang disukai anaknya antara lain nasi, sayur,
lauk, buah, roti.
(2) Makanan yang tidak disukai : tidak ada

(3) Pola makan yang digunakan

Sebelum sakit :

(a) Pagi jam : Ibu mengatakan anaknya makan pagi pukul 06.00 WIB, jenis makanan :
bubur bayi instan, jenis minuman : susu formula.

(b) Siang jam : Ibu mengatakan anaknya makan siang pukul 11.30 WIB, jenis makanan : nasi,
sayur, lauk, buah (pisang),

(c) Malam jam : Ibu mengatakan anaknya makan malam pukul 16.00 WIB, jenis makanan : nasi,
sayur, lauk.

Selama sakit : Ibu mengatakan nafsu makan anaknya seperti biasa, tidak ada perubahan.

(a) Makanan yang disukai : Ibu mengatakan makanan yang disukai anaknya antara lain nasi, sayur,
lauk, buah, susu formula, dan biskuit.

(b) Makanan yang tidak disukai : tidak ada

(c) Pola makanan yang digunakan : Ibu mengatakan porsi makan selama sakit tidak ada
perubahan, jenis makanan : nasi, sayur, lauk, buah,

b) Istirahat / tidur

1) Tidur siang

(a) Sebelum sakit : ibu mengatakan setiap hari anaknya tidur siang mulai pukul 12.00 WIB ± 2 –
3 jam/hari.

(b) Selama sakit : Ibu mengatakan anaknya tidur siang mulai jam 12.00 WIB ± 1 jam/hari.

2) Tidur malam

(a) Sebelum sakit : Ibu mengatakan anaknya tidur malam mulai pukul 19.00 WIB ± 10 jam/hari.

(b) Selama sakit : Ibu mengatakan anaknya tidur malam mulai pukul 19.00 WIB ± 9 jam/hari.

c) Mandi

(1) Pagi jam : Ibu mengatakan anaknya mandi pukul 06.00 WIB

(2) Sore jam : Ibu mengatakan anaknya mandi pukul 15.00 WIB

d) Aktifitas : Ibu mengatakan sehari-hari anaknya sudah bermain dengan teman sebaya tetapi
masih dalam pengawasan salah satu anggota keluarga.

e) Eliminasi

Sebelum sakit

(1) BAK : Ibu mengatakan ± 5-6 kali/hari, warna kuning jernih.


(2) BAB : Ibu mengatakan ± 1-2 kali/hari, warna kuning kecoklatan, konsisten lunak.

Selama sakit

(1) BAK : Ibu mengatakan ± 7-8 kali/hari, warna kuning jernih.

(2) BAB : Ibu mengatakan 1 kali/hari, warna kuning, konsisten lunak.

c. Pemeriksaan Fisik (Data Objektif)

1) Status Generalis

a) Keadaan umum : Lemah

b) Kesadaran : Composmentis

c) TTV : N : 100 x/menit R : 34 x/menit S : 36,80C

d) BB/TB : 8,4 kg / 82cm

e) LK/LLA :

2) Pemeriksaan sistematis

a) Kepala

(1) Rambut : Hitam, bersih, ubun-ubun cekung, tidak ada benjolan, tidak ada kelainan.

(2) Mata

Conjungtiva : Pucat

Sclera : Putih

b) Muka : Tidak ada benjolan dan tidak ada penonjolan.

c) Telinga : Bersih, tidak ada serumen.

d) Hidung : Bersih, tidak ada cuping hidung.

e) Mulut : Bibir warna pucat, kering, agak pecah- pecah, lidah bersih, tidak
stomatitis.

f) Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.

g) Dada : Simetris, tidak ada tarikan dinding dada kedalam namun terdengar
suara.

h) Perut : Tidak ada pembesaran pada perut, tidak kembung.

i) Ekstermitas : Jari tangan dan kaki lengkap, tidak odema.

j) Genetalia : Lengkap, labia mayora menutupi labia minora, tidak ad avarices


k) Anus : Tidak haemoroid.

3) Pemeriksaan tingkat perkembangan

a) Perkembangan motorik kasar : Berjalan

b) Perkembangan motorik halus : Mencoret-coret

c) Perkembangan bahasa

(1) Mengerti dan melakukan perintah sederhana atau larangan dari orang lain

(2) Mengulang bunyi yang didengarnya

4) Pemeriksaan penunjang

a) Pemeriksaan laboratorium : tidak dilakukan

b) Pemeriksaan penunjang lain : tidak dilakukan

2. INTERPRETASI DATA

a. Diagnosa Kebidanan

An.F Umur 30 Bulan dengan Gizi Kurang dan stunting karena infeksi yang berulang

 Data Subjektif :

1) Ibu mengatakan anaknya bernama An.F

2) Ibu mengatakan anakanya berumur 30 Bulan

3) Ibu mengatakan anaknya rewel, badannya terlihat kurus dan anaknya pernah menderita
infeksi berulang

 Data Objektif :

1) Keadaan umum : Baik

2) Kesadaran : Composmentis

3) TTV : N : 100x/menit R : 34x/menit S : 36,80C

4) BB/TB : 8,4 kg / 82cm

5) LK/LLA :

b. Masalah : Ibu mengatakan anaknya rewel dan cemas dengan keadaan anaknya yang sekarang.

c. Kebutuhan : Anjurkan ibu untuk memberikan pemenuhan kebutuhan nutrisi.


3. Diagnosa Potensial : Diagnosa potensial yang muncul pada kasus Balita Gizi Kurang
dengan penyakit infeksi berulang adalah stunting.

4. Tindakan Segera : Memberikan KIE tentang kebutuhan nutrisi yang seimbang.

5. Perencanaan :

1. Beritahu hasil pemeriksaan pada ibu.

2. Anjurkan pada ibu untuk tetap memberikan nutrisi sesuai gizi seimbang pada anaknya.

3. Beri ibu penjelasan tentang pemberian makanan yang lunak.

4. Anjurkan ibu untuk tetap menjaga suhu tubuh.

5. Anjurkan ibu untuk memberikan rasa aman dan nyaman pada anaknya.

6. Anjurkan ibu agar anak banyak istirahat.

7. Anjurkan ibu untuk kontrol 1 minggu lagi atau jika ada keluhan.

8. Dokumentasi tindakan.

3. PENATALAKSANAAN :

1. Memberitahu hasil pemeriksaan pada ibu.

Keadaan umum : Lemah

Kesadaran : Composmentis

TTV : N : 100x/menit R : 34x/menit S : 36,80C BB/TB : 5 kg/ 62 cm

2. Menganjurkan pada ibu untuk tetap memberikan nutrisi yang seimbang pada anaknya yaitu
menu yang mengandung karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral.

3. Memberikan penjelasan tentang pemberian makanan yang lunak agar anak tidak mengunyah
terlalu lama, pemberian makanan lunak dengan cara lauk pauk dihaluskan.

4. Menganjurkan ibu untuk tetap menjaga suhu tubuh anak yaitu dengan cara memberikan minum
yang banyak agar cairan pada tubuh anak tercukupi sehingga tidak menimbulkan demam ataupun
dehidrasi.

5. Menganjurkan ibu untuk memberikan rasa aman dan nyaman seperti memandikan anaknya 2x
sehari, mengganti pakaian jika kotor dan basah, memakaikan alas kaki jika pergi bermain,
menghangatkan badan jangan sampai kedinginan.

6. Menganjurkan ibu agar anaknya banyak istirahat yaitu sehari 2 kali :

siang ± 2 jam dan malam ± 10 jam.

7. Menganjurkan ibu kontrol 1 minggu lagi atau jika ada keluhan.

8. Mendokumentasikan tindakan.
4. EVALUASI

1. Ibu sudah mengetahui hasil pemeriksaan anaknya.

2. Ibu bersedia memberikan nutrisi seimbang yang mengandung karbohidrat, protein, lemak,
vitamin, dan mineral.

3. Ibu sudah paham dan bersedia untuk memberikan makanan yang lunak

4. Ibu bersedia menjaga suhu tubuh anaknya.

5. Ibu bersedia memberikan rasa aman dan nyaman anaknya.

6. Ibu bersedia mengistirahatkan anaknya.

7. Memberitahu ibu bahwa akan dilakukan kunjungan rumah pada tanggal 21 Juli 2022

8. Tindakan sudah didokumentasikan.

B. KUNJUNGAN KE 1
TanggalPengkajian : 21 Juli 2022
Waktu Pengkajian : 15.00 Wib
Tempat Pengkajian : Rumah An. F
Pengkaji : Endah Komalasari

1. DATA SUBJEKTIF

1. Ibu mengatakan anaknya masih rewel.

2. Ibu mengatakan anaknya susah tidur dan tidur tidak nyenyak.

3. Ibu mengatakan sehari anaknya makan 3 kali yaitu pagi : makan bubur sun dan minum susu
formula, siang dan malam : makan nasi, lauk, sayur, buah dan minum susu formula, dan
sehari anaknya makan roti 3 kali.

2. DATA OBJEKTIF

1. Keadaan umum : Lemah

2. Kesadaran : Composmentis

3. TTV S : 36,60C N : 112x/menit R : 34x/menit

4. BB/TB : 8,4 kg / 82cm

3. ANALISA DATA

An.F umur 30 Bulan 1 minggu gizi kurang dan stunting dengan penyakit infeksi berulang

3. PENATALAKSANAAN

1. Memberitahu hasil pemeriksaan.

2. Menganjurkan ibu untuk tetap menjaga kebersihan anaknya

3. Menganjurkan ibu untuk tetap memberikan makanan yang seimbang pada anaknya

4. Memberitahu ibu bahwa akan dilakukan kunjungan rumah pada tanggal 22 Juli 2022

4. EVALUASI

1. Ibu sudah mengetahui hasil pemeriksaan.

2. Ibu bersedia untuk tetap menjaga kebersihan anaknya.

3. Ibu bersedia untuk tetap memberikan makanan yang seimbang untuk anaknya
4. Ibu bersedia untuk dilakukan kunjungan rumah kembali pada tanggal 22 Juli 2022

C. KUNJUNGAN KE 2
TanggalPengkajian : 22 Juli 2022
Waktu Pengkajian : 19.00 Wib
TempatPengkajian : Rumah An. F
Pengkaji : Endah Komalasari

1. DATA SUBJEKTIF

1. Ibu mengatakan anaknya masih rewel

2. Ibu mengatakan sehari anaknya makan 3 kali yaitu

pagi : makan bubur, sun dan minum susu formula,

siang dan malam : makan nasi, lauk, sayur, buah dan minum susu formula, dan sehari anaknya
makan roti 3 kali.

3. Ibu mengatakan anaknya sedikit panas.

2. DATA OBJEKTIF

1. Keadaan umum : Lemah

2. Kesadaran : Composmentis

3. TTV , S : 37,90C N : 112x/menit R : 36x/menit

4. BB/TB : 8,4 kg / 82cm

3. ANALISA DATA

An.F umur 30 Bulan 1 minggu gizi kurang dan stunting dengan penyakit infeksi berulang

4. PENATALAKSANAAN

1. Memberitahu hasil pemeriksaan.

2. Menganjurkan ibu untuk mengompres hangat pada axilla dan temporal.

3. Menganjurkan ibu untuk tetap memakaikan pakaian pada anaknya yang bahannya dapat
menyerap keringat seperti kain katun atau kaos.

4. Menganjurkan ibu tetap menjaga kebersihan anaknya.

5. Menganjurkan ibu untuk tetap memberikan makanan yang seimbang pada anaknya.

6. Menganjurkan ibu agar anaknya banyak istirahat yaitu sehari 2 kali : siang ±2 jam dan
malam ±10 jam.

7. Melakukan kolaborasi dengan bidan untuk pemberian terapi obat ( Recovit sirup 3 x 1 )

8. Memberitahu ibu akan dilakukan kunjungan rumah pada tanggal 25 Juli atau menganjurkan
ibu untuk kontrol jika panas belum turun dalam waktu ± 3 hari.
5. EVALUASI

1. Ibu sudah mengetahui hasil pemeriksaan.

2. Ibu bersedia mengompres anaknya dengan air hangat.

3. Ibu bersedia memakaikan pakaian yang mudah menyerap keringat.

4. Ibu bersedia tetap menjaga kebersihan.

5. Ibu bersedia tetap memberikan nutrisi yang seimbang.

6. Ibu bersedia mengistirahatkan anaknya.

7. Ibu siap memberikan terapi obat yang telah diberikan oleh bidan.

8. Ibu bersedia untuk dilakukan kunjungan rumah pada tanggal 25 Juli 2022

D. KUNJUNGAN KE 3

TanggalPengkajian : 25 Juli 2022


Waktu Pengkajian : 19.00 Wib
TempatPengkajian : Rumah An. F
Pengkaji : Endah Komalasari

1. DATA SUBJEKTIF

1. Ibu mengatakan anaknya sudah tidak rewel.

2. Ibu mengatakan anaknya sudah tidak panas.

3. Ibu mengatakan sehari anaknya makan 3 kali yaitu pagi : makan bubur sun dan minum susu
formula, siang dan malam : makan nasi, lauk, sayur, buah dan minum susu formula, dan
sehari anaknya makan roti 3 kali.

2. DATA OBJEKTIF

1. Keadaan umum : Baik

2. Kesadaran : Composmentis

3. TTV : N: 110x/menit, R: 40x/menit, S: 36,60C

4. BB/TB : 8,9 kg / 82cm

5. Mata

Conjungtiva : Merah muda

Sclera : Putih

3. ANALISA DATA

An.F umur 30 Bulan 1 minggu gizi kurang dan stunting dengan penyakit infeksi berulang

4. PENATALAKSANAAN

1. Menganjurkan ibu tetap menjaga kebersihan anaknya.

2. Menganjurkan ibu untuk tetap memberikan makanan yang seimbang pada anaknya.

3. Menganjurkan ibu agar anaknya banyak istirahat yaitu sehari 2 kali : siang ±2 jam dan
malam ±10 jam.
5. EVALUASI

1. Ibu sudah mengetahui hasil pemeriksaan.

2. Ibu bersedia menjaga kondisi anak dan tetap akan memberikan nutrisi yang cukup.

3. Ibu bersedia mengistirahatkan anaknya.

4. Ibu bersedia mengikuti posyandu rutin untuk mengetahui tumbuh kembang anaknya.

5. Ibu menerima makanan tambahan.

BAB IV

PEMBAHASAN
Pada sub bab ini akan dibahas tentang kasus yang penulis ambil yaitu balita sakit pada An.F
umur 30 bulan dengan asuhan kebidanan anak stunting dan gizi kurang dengan infeksi berulang
pada An. F, dibandingkan dengan teori yang ada. Pelaksanaan strudi kasus ini menggunakan
manajemen kebidanan menurut Varney yang terdiri dari tujuh langkah yaitu Pengkajian,
Interpretasi data, Diagnosa potensial, Tindakan segera / Antisipasi, Perencanaan, Pelaksanaan dan
Evaluasi.

1. Pengkajian Data

Pada kasus An.F umur 30 bulan dengan asuhan kebidanan anak stunting dan gizi kurang dengan
infeksi berulang pada An. F, penulis melakukan pengkajian berupa data subyektif dan data
obyektif. Data subyektif yaitu keluhan utama.

Dari anamnesa diketahui bahwa An.F umur 30 bulan dengan keluhan rewel, badan terlihat kurus,
dan pucat. Hasil pemeriksaan pada An.F diperoleh keadaan umum lemah, kesadaran composmentis,
TTV (suhu : 36,80C, nadi : 100x/menit, pernafasan : 34x/menit ), BB : 8,4 kg, TB : 82 cm,
LILA : 12,5 cm, LK : 40cm.

Pemeriksaan sistematis yang dilakukan berupa pemeriksaan rambut tidak mengalami kerontokan,
muka tidak ada penonjolan, conjungtiva pucat, perut tidak ada pembesaran dan tidak kembung,
kulit tidak mengalami peradangan.

Menurut Waryana (2010), Balita di katakan gizi Kurang apabila penilaian berat badan menurut
tinggi badan pada gizi Kurang adalah 70- 90%. Menurut Supariasa (2024), keluhan utama pada
anak dengan gizi Kurang yaitu badan nampak kurus. Pada penderita gizi Kurang asupan makanan
berKurang atau tidak ada nafsu makan dan istirahat berKurang karena anak sering rewel dan
gelisah. Hasil pemeriksaan fisik balita gizi Kurang keadaan umum lemah, kesadaran apatis,
TTV seperti suhu : 36,50C, nadi : 80 – 120 kali permenit, respirasi : 40 – 60 kali permenit atau
mengalami penurunan. Rambut bercahaya dan mengalami kerontokan, wajah menonjol keluar dan
ada keriput pada kulit wajah, conjungtiva pucat, perut kembung dan terjadi pembesaran hati, ada
peradangan pada kulit.

Pada tahap ini terdapat kesenjangan antara teori dan lahan praktik yaitu pemeriksaan dilahan pada
pemeriksaan sistematis rambut tidak mengalami kerontokan, muka tidak ada penonjolan, perut
tidak ada pembesaran dan tidak kembung, kulit tidak mengalami peradangan, tetapi balita tersebut
termasuk gizi Kurang karena BB/TB yaitu 5000 gr : 62 x

100% = 80 %. Pada An.F nutrisi baik dan nafsu makan tidak berKurang tetapi karena mempunyai
penyakit infeksi berulangsehingga mengalami gizi Kurang atau mengalami penurunan berat badan.

2. Interpretasi Data

Diagnose kebidanan pada kasus ini adalah balita An.F umur 30 bulan asuhan kebidanan anak
stunting dan gizi kurang dengan infeksi berulang . Masalah yang timbul adalah anak rewel dan
keluarga sangat cemas dengan keadaannya. Kebutuhan yang diberikan berupa beri motivasi ibu
untuk memberikan pemenuhan kebutuhan nutrisi.

Menurut Marmi (2012), diagnosa yang ditegakkan yaitu Balita An.X Umur…tahun dengan gizi
Kurang, masalah yang sering terjadi pada anak
dengan gizi Kurang adalah gangguan rasa nyaman karena peradangan kulit yang disebabkan dari
sanitasi yang Kurang dan tubuh menjadi lemas. Menurut Nursalam (2008), kebutuhan pada kasus
gizi Kurang adalah berikan salep atau bedak sedative untuk mengurangi keluhan contohnya bedak
talk atau sedia obat penurun panas jika terjadi demam.

Pada kasus ini terdapat kesenjangan antara teori dan praktik yaitu balita tidak mengalami
gangguan rasa nyaman karena pasien/keluarga tidak mengeluhkan terjadinya peradangan atau
lemas sehingga tidak memerlukan kebutuhan seperti berikan salep atau bedak sedative.

3. Diagnose potensial

Pada kasus An.F umur 30 bulan dengan gizi Kurang diagnosa potensial yang ditegakkan
yaitu terjadinya gizi Kurang. Hal ini sesuai dengan teori Supariasa (2024), yang menyatakan
diagnose potensial yang mungkin muncul pada kasus dengan status gizi Kurang yaitu terjadinya
gizi Kurang.

Pada kasus An.F dengan gizi Kurang tidak terjadi gizi Kurang karena anak mendapat penanganan
yang baik dari petugas kesehatan. Hal tersebut dapat dilihat dari berat badan anak mengalami
kenaikan dari 8,4 kg menjadi 8,9 kg.

4. Antisipasi / tindakan segera

Antisipasi / tindakan segera pada kasus An.F umur 30 bulan asuhan kebidanan anak stunting dan
gizi kurang dengan infeksi berulang yaitu beri KIE tentang pemberian nutrisi yang sehat dan
seimbang.

Pada teori Abdoerrachman (2007), yang menyatakan pada balita gizi Kurang lakukan kolaborasi
dengan dokter spesialis anak untuk pemberian terapi, kolaborasi dengan laboratorium untuk
pemeriksaan kadar hemoglobin dan pemberian informasi tentang nutrisi yang sehat dan seimbang.

Pada kasus ini dilakukan kolaborasi dengan dokter spesialis anak untuk mendapatkan terapi dokter
guna penyembuhan infeksi berulang .

5. Perencanaan

Perencanaan yang dilakukan pada An.F umur 30 bulan asuhan kebidanan anak stunting dan gizi
kurang dengan infeksi berulang adalah sebagai berikut :

a. Anjurkan pada ibu untuk tetap memberikan nutrisi yang seimbang pada anaknya.

b. Beri ibu penjelasan tentang pemberian makanan yang mudah diterima anak.

c. Anjurkan ibu untuk tetap menjaga suhu tubuh.

d. Anjurkan ibu untuk menjaga rasa aman pada anaknya.

e. Anjurkan ibu agar anak banyak istirahat.

f. Anjurkan ibu untuk kembali lagi atau jika ada keluhan.

Menurut Depkes RI (2008), asuhan yang diberikan pada An.F dengan gizi Kurang adalah sebagai
berikut :
a. Kebutuhan nutrisi / cairan elektrolit cukup cairan,

 Memberikan makanan yang mengandung karbohidrat, tinggi protein, cukup cairan,


rendah serat dan tidak menimbulkan gas.

 Memberikan makanan yang lunak agar anak tidak mengunyah terlalu lama. Pemberian
makanan lunak dengan cara lauk pauk dihaluskan.

 Jika keadaan pasien memKurang maka pasang infus dengan cairan glukosa dan NaCL.

 Observasi.

b. Gangguan suhu tubuh

 Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian obat secara mencukupi.

 Menganjurkan pasien untuk banyak minum (sirup, teh manis, atau apa yang disukai anak).

c. Gangguan rasa aman

 Melakukan perawatan kebersihan tubuh setiap hari atau 2 kali sehari.

 Mengganti pakaian jika kotor.

 Memakaikan alas kaki jika pergi bermain.

 Menghangatkan badan jangan sampai kedinginan.

d. Resiko terjadi komplikasi

 Memberian terapi sesuai program dokter anak dalam pemberian terapi pengobatan atau
pencegahan infeksi seperti antibiotik, pemberian vitamin A.

 Bila ada komplikasi pada mata maka beri tetes/ salep mata tanpa kortikosteroid.

 Rujuk segera, selama diperjalanan jaga kehangatan badan.

 Istirahat

Pasien yang mengalami gizi Kurang perlu istirahat yang cukup karena dengan istirahat bisa untuk
menyetabilkan berat badan. Jika mengalami demam maka harus istirahat mutak untuk menurunkan
demam.

Pada kasus ini terdapat kesenjangan antara teori dan praktik yaitu tidak dilakukan pemasangan infus
karena keadaan pasien tidak memKurang, tidak dilakukan pemberian terapi karena anak sudah
mendapat terapi sebelumnya dari dokter spesialis berulang, tidak diberikan salep mata, tidak dirujuk
karena anak tidak mengalami komplikasi.

6. Pelaksanaan

Pelaksanaan yang dilakukan pada An.F yaitu disesuaikan dengan perencanaan, yaitu :

1. Menganjurkan pada ibu untuk tetap memberikan nutrisi yang seimbang pada anaknya
yaitu menu yang mengandung karbohidrat , protein, lemak, vitamin dan mineral.
2. Memberikan penjelasan tentang pemberian makan yang mudah diterima anak
yaitu dengan cara memberikan makanan yang lunak agar anak tidak mengunyah terlalu
lama, pemberian makanan lunak dengan cara lauk pauk dihaluskan.

3. Menganjurkan ibu untuk tetap menjaga suhu tubuh anak yaitu dengan cara memberikan
minum yang banyak agar cairan pada tubuh anak tercukupi sehingga tidak menimbulkan
demam.

4. Menganjurkan ibu untuk menjaga kebersihan anaknya seperti memandikan anaknya 2x


sehari, mengganti pakaian jika kotor dan basah.

5. Menganjurkan ibu agar anaknya banyak istirahat yaitu sehari 2 kali : siang ±2 jam dan
malam ±10 jam.

6. Menganjurkan ibu datang kembali lagi atau jika ada keluhan.

Pada kasus ini terdapat kesenjangan antara teori dan praktik yaitu tidak dilakukan pemasangan infus
karena keadaan pasien tidak memKurang, tidak dilakukan pemberian terapi karena anak
sudah mendapat terapi sebelumnya dari dokter spesialis anak, tidak diberikan salep mata, tidak
dirujuk karena anak tidak mengalami komplikasi.

7. Evaluasi

Pada kasus balita sakit An.F umur 30 bulan dengan gizi kurang dan stunting dengan penyakit
infeksi berulang setelah dilakukan asuhan selama 1 minggu didapatkan hasil : keadaan baik,
kesadaran composmentis, TTV (suhu : 36,80C, nadi : 100x/menit, pernafasan : 34x/menit),
conjungtiva mrah muda, berat badan meningkat dari 5 kg menjadi 5,5 kg.

Menurut Depkes RI (2008), evaluasi yang diharapkan dari pelaksanaan asuhan kebidanan pada
kasus pada An.F dengan gizi Kurang adalah sebagai berikut :

a. Gangguan rasa nyaman telah teratasi.

b. Peradangan kulit telah sembuh.

c. Berat badan meningkat.

Pada kasus ini tidak terdapat kesenjangan antara teori dengan lahan praktik.

BAB V
PENUTUP

5.1 KESIMPULAN

Setelah melaksanakan asuhan kebidanan pada An.F Umur 30 bulan dengan anak stunting dan gizi
kurang dengan infeksi berulang selama 4 minggu dengan menerapkan manajemen varney dapat
diambil kesimpulan :

1. Pada pengkajian data diperoleh hasil data subyektif ibu mengatakan anaknya rewel,
tubuhnya tampak kurus dan pernah menderita stunting Data obyektif meliputi keadaan umum
lemah, kesadaran composmentis, TTV (suhu : 36,80C, nadi : 100x/menit, pernafasan :
34x/menit), BB : 8,4 kg, TB : 82 cm, LILA : 12,5 cm, LK : 40 cm. Pemeriksaan sistematis
yang dilakukan berupa pemeriksaan mata yaitu conjungtiva pucat.

2. Pada langkah interpretasi data diperoleh diagnosa kebidanan yaitu An.F umur 30 bulan dengan
asuhan kebidanan anak stunting dan gizi kurang dengan infeksi berulang. Masalah yang muncul
yaitu rewel dan ibu khawatir dengan keadaan anaknya. Kebutuhannya adalah beri motivasi untuk
memberikan pemenuhan kebutuhan nutrisi yang seimbang.

3. Diagnosa potensial yang ditegakkan yaitu gizi Kurang tetapi pada kasus ini tidak terjadi gizi
Kurang.

4. Antisipasi yang diberikan yaitu memberikan KIE tentang pemberian gizi seimbang pada anak.

5. Perencanaan yang dilakukan adalah perawatan dirumah yang berupa beri nutrisi yang seimbang
pada anak, beri anak makanan yang lunak, jaga suhu tubuh, jaga rasa aman pada anak, anjurkan ibu
agar anak banyak istirahat.

6. Pelaksanaan dilakukan dengan baik sesuai rencana yang telah disusun karena adanya dukungan
keluarga dalam membantu memberikan nutrisi yang seimbang, memberikan makanan yang
mudah diterima, menjaga suhu tubuh, menjaga rasa aman, menganjurkan ibu agar anak
banyak istirahat

7. Evaluasi dilakukan selama 1 minggu untuk mengetahui perkembangan anak. Hasil An.F keadaan
umum baik, sudah tampak aktif, berat badan mengalami kenaikan dari 8,4 kg menjadi 8,9 kg.

8. Pada tahap ini terdapat kesenjangan yaitu :

a. Pengkajian : Pemeriksaan dilahan pada pemeriksaan sistematis normal, nafsu makan tidak
berKurang.

b. Interpretasi Data : Pada masalah balita tidak mengalami gangguan rasa nyaman dan tidak
memerlukan kebutuhan seperti pemberian salep atau bedak sedative.

c. Antisipasi / tindakan segera : Tidak dilakukan kolaborasi dengan dokter spesialis anak dan
tidak dilakukan kolaborasi dengan laboratorium.

d. Perencanaan dan Pelaksanaan : Tidak dilakukan pemasangan infus, tidak dilakukan pemberian
terapi, tidak diberikan salep mata dan tidak dirujuk.

5.2 SARAN
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka penulis dapat memberikan masukan antara lain :

1. Bagi Ibu/ keluarga

Ibu dan keluarga diharapkan dapat mengenali tanda-tanda gejala gizi Kurang dengan membaca
buku atau mencari informasi dimedia atau dari tenaga kesehatan terdekat supaya keluarga dapat
mengantisipasi, sehingga tidak terjadi komplikasi lebih lanjut.

2. Puskesmas

Diharapkan agar Bidan Praktik Mandiri dapat meningkatkan kualitas pemberian pelayanan dan
memberikan pelayanan yang optimal Asuhan Kebidanan pada anak stunting dan gizi kurang dengan
infeksi berulang

3. Pendidikan

Diharapkan agar lebih melengkapi/ menambah referensi tentang gizi Kurang dan stunting.

DAFTAR PUSTAKA

1. KEMENKES RI. (2018). ini penyebab Stunting pada anak. Retrieved from
http://www.depkes.go.id/article/view/18052800006/ini-penyebab- stunting -pada-anak.html
2. Rahmawati, V. E., Pamungkasari, E. P., & Murti, B. (2018). Determinants of Stunting and
Child Development in Jombang District, 3, 68–80.

3. RISKESDAS. (2010). RISET KESEHATAN DASAR ; Badan Penelitian dan


Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Tahun2010. Laporan Nasional 2010,
1–384. https://doi.org/1 Desember 2024

4. RISKESDAS. (2024). Penyakit yang ditularkan melalui udara. Jakarta:

5. Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik


Indonesia, (Penyakit Menular), 103. https://doi.org/10.1007/s24398-014-0173-7.2

6. Kesehatan, K. (2018). HASIL UTAMA RISKESDAS 2018.

7. Head of National Planning Development Agency. (2015). Development Health and


Nutrition Policy Planning, (2), 18.

8. Fajrina, N. (2016). Stunting Pada Balita Di Puskesmas. Fakultas Ilmu

9. Kesehatan. Universitas ’Aisyah Yogyakarta. Yogyakarta.

10. Irwansyah, I., Ismail, D., & Hakimi, M. (2016). Kehamilan remaja dan kejadian stunting
anak usia 6 – 23 bulan di Lombok Barat. Berita Kedokteran Masyarakat, 32, xx–xx.

11. Dasar, R. K., & Tenggara, A. (2024). Stunting Bisa Dicegah!, 2010, 2–5.

12. Retrieved from http://www.mca- indonesia.go.id/assets/uploads/media/pdf/MCAIndonesia-


Technical-Brief- Stunting -ID.pdf

13. PERSATUAN GIZI INDONESIA (PERSAGI), Ramayulis, R.,Kresnawan, T.,


Iwaningsih, S., & Rochani, nur’aini susilo. (2018). STOP Stunting dengan konseling gizi.
(M. Dr. atmarita, Ed.) (cetakan I). jakarta.

14. Dalgleish, T., Williams, J. M. G. ., Golden, A.-M. J., Perkins, N., Barrett, L. F., Barnard, P.
J., Watkins, E. (2015). PENDEK (STUNTING ) DI INDONESIA, MASALAH DAN
SOLUSINYA. Journal of Experimental Psychology: General (Vol. 246).

15. Kim R, MejíaG, Ivá C, Aguayo VM, S. (2017). (2017). Relative Importance Child, Of
30Correlates Of From, Stunting In South Asia: Insights From, Nationally Representative
Data Afghanistan, Bangladesh, India Nepal, and Pakistan. Social Science & Medicine.

16. Rahman MS, Howlader T, M. M., & Rahman ML. (2016). Association of Low-Birth Weight
with Malnutrition in Children under Five Years in Bangladesh: Do Mother’s Education,
Socio-Economic Status, and Birth Interval Matter?

LAMPIRAN

INFORMED CONSENT
(PERNYATAAN PERSETUJUAN IKUT PENELITIAN)

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Asep Rahmat

Umur : 38

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Buruh Harian

Alamat : Desa Kadu Gadung Kecamatan Cipecang Kabupaten Pandeglang

Selaku Orang Tua

Nama : An. Fahmi

Umur : 30 Bulan

Telah mendapat keterangan secara terinci dan jelas mengenai :

1. Penelitian yang berjudul “asuhan kebidanan anak stunting dan gizi kurang dengan infeksi
berulang pada An. F di desa kadu gadung rt 03/01 kecamatan cipecang kabupaten pandeglang”
2. Perlakuan yang akan diterapkan pada subyek
3. Manfaat ikut sebagai subyek penelitian
4. Bahaya yang akan timbul
5. Prosedur Penelitian

dan responden penelitian mendapat kesempatan mengajukan pertanyaan mengenai segala sesuatu
yang berhubungan dengan penelitian tersebut. Oleh karena itu saya bersedia/tidak bersedia*) secara
sukarela untuk menjadi subyek penelitian dengan penuh kesadaran serta tanpa keterpaksaan.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa tekanan dari pihak manapun.

Pandeglang, 20 Juli 2022

Peneliti, Responden,

Endah Komalasari Asep Rahmat

Saksi,

Bd. Siti Aisah

LAMPIRAN

SATUAN ACARA KEGIATAN


TEMA : Stunting

SASARAN : Masyarakat

MATERI POKOK : Stunting Pada Anak

WAKTU/ PERTEMUAN : 60 ( Enam Puluh ) Menit

TEMPAT : Rumah Warga

PELAKSANA : Endah Komalasari

A. Tujuan Instruksional

1. Tujuan Instruksional Umum :

memberi pengetahuan tentang stunting pada anak dan cara mencegahnya.

2. Tujuan Instruksional Khusus :

a. Menjelaskan tentang pengertian Stunting


b. Mengerti penyebab Stunting
c. Mengerti tentang ciri anak dengan Stunting
d. Mengerti pengaruh stunting pada anak
e. Mengerti pencegahan stunting pada anak
f. Mengerti Penanggulangan Stunting Pada Anak
B. Pelaksanaan

1. Tempat : Rumah Warga


2. Waktu : Jumat, 22 Juli 2022
3.

C. Metode dan Media

1. Metode :

 Ceramah
 Diskusi
 Tanya Jawab

2. Media :
 Brosur/leaflet
 Daftar tilik

D. Langkah Kegiatan

KEGIATAN
NO WAKTU PESERTA
PENYULUHAN

1 5 Menit 1. Pembukaan

13.00 sd 13.05 - Salam - Menjawab Salam


- Memperhatikan
- Perkenalan Penyuluh dengan seksama

2 25 Menit 2. Penyampaian materi oleh Audience mendengarkan


penyuluh
13.05 sd 13.30
-metode ceramah

-materi meliputi :

a. Menjelaskan tentang
pengertian Stunting
b. Mengerti penyebab
Stunting
c. Mengerti tentang ciri
anak dengan Stunting
d. Mengerti pengaruh
stunting pada anak
e. Mengerti pencegahan
stunting pada anak
f. Mengerti
penanggulangan
stunting pada anak
3 30 Menit 3. Penutupan Memberikan pertanyaan
kepada penyuluh dan
13.30 sd 14.00 - Sesi Tanya Jawab
menjawab pertanyaan dari
penyuluh

E. Evaluasi

- Sebelum diberikan binaan :


1. Tidak tau tentang stunting
2. Tidak tau penyebab stunting
3. Tidak Tau cirri anak dengan stunting
4. Tidak mengetahui pengaruh stunting pada anak
5. Tidak mengetahui cara pencegahan stunting pada anak
6. Tidak mengetahui cara penanggulangan stunting pada anak

- Sesudah diberikan binaan :


1. Menjelaskan tentang pengertian Stunting
2. Mengerti penyebab Stunting
3. Mengerti tentang ciri anak dengan Stunting
4. Mengerti pengaruh stunting pada anak
5. Mengerti pencegahan stunting pada anak

Mengerti penanggulangan stunting pada anak


BUKTI DOKUMENTASI

Video dan photo-photo selama pengambilan kasus

Anda mungkin juga menyukai