3156 9111 1 PB

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 21

Anom Sukatno: Gugurnya Raja Astina dalam Perang Baratayuda

GUGURNYA RAJA ASTINA


DALAM PERANG BARATAYUDA

Anom Sukatno
Staf Pengajar Jurusan Pedalangan
Fakultas Seni Pertunjukan ISI Surakarta

Abstract

Lakon Gugurnya Raja Astina is also called Rubuhan, which belongs to the Baratayuda series.
There were no more reliable Astina. On the eighteenth day of Baratayuda, for the reason, King
Duryudana in dealing with the Pandava enemy was led by himself without Kurawa soldiers. On
the eighteenth day, it was the last day of Baratayuda War. Senopati Kurawa was the only one,
Prabu Duryudana, in a battle against Werkudara. In the war of gada, Prabu Duryudana was
forced so he fled to plunge into the sea. Duryudana met Batara Baruna. Batara Baruna gave
him Gada Kyai Inten. It cannot be used to fight on the land. Gada Kyai Inten will get smaller
when it collids Gada Rujak Polo. The war is witnessed by Baladewa and Kresna. Duryudana was
beaten with Gada Rujak Polo by Werkudara and finally, Duryudana died on the battlefield.
  
Keywords: the king of Astina, baratayuda, rubuhan.

Pengantar yang terjadi selama 16 hari di medan


Kurukasetra kemenangan di pihak Pandawa
Baratayuda adalah perang besar yang (Ibid:228). Cerita Baratayuda, dalam
terjadi dalam dunia pewayangan di antara dua pertunjukan wayang kulit purwa mendapat
keluarga keturunan Barata, yakni Kurawa dan perhatian khusus di hati bagi masyarakat
Pandawa. Bagi kebanyakan dalang, lakon-lakon pendukungnya. Karena cerita dalam
yang termasuk seri Baratayuda tergolong lakon Baratayuda merupakan sebuah cerita yang
yang wingit . Sehingga untuk digunakan untuk ritual, baik untuk meruwat
mempergelarkannya diperlukan persiapan bumi, maupun sebagai sarana upacara
khusus dan berbagai macam sesaji yang akan sadranan, bersih desa, dan lainya.
digunakan untuk upacara ritual. Selain itu bagi Seperti diungkapkan oleh Manteb
seorang dalang juga harus siap lahir dan batin Soedharsono, dalam sajian pertunjukan wayang
(Sena Wangi, 1999: 227). Cerita Baratayuda kulit purwa, bahwa Baratayuda itu adalah
ini ditulis dalam bentuk kakawin oleh Empu Sedah perang suci yang menggunakan hitungan
dan Empu Panuluh. Inti kisah itu berdasarkan pribadi. Siapa yang menanam akan menuai
bagian akhir dari Kitab Mahabarata. Dalam buahnya, barang siapa yang berbuat harus
perang baratayuda seluruh keluarga Kurawa berani bertanggung jawab. Sebagai contoh pada
dan semua anak Pandawa gugur di medan saat Pandawa Dhadhu , setelah Pandawa
perang. Selain itu, Baratayuda juga memakan dianggap kalah sehingga semua harta benda
korban yang tidak sedikit, para sesepuh Kurawa menjadi hak milik Kurawa, termasuk permaisuri
yang gugur dalam medan perang antara lain, Raja Amarta. Perbuatan yang dilakukan oleh
Prabu Drupada, Resi Bisma, Prabu Salya, Dursasana pada saat menelanjangi Drupadi di
Begawan Durna. Sedangkan dari kubu pasamuan, sehingga Dewi Drupadi merasa
Pandhawa yang gugur diantaranya Prabu malu, perbuatan yang dilakukan oleh Dursasana
Matswapati, Raden Seta, Raden Utara, dan tersebut balasannya pada saat perang
Raden Wratsangka. Dalam cerita Baratayuda baratayuda. Gatutkaca membunuh pamannya

Vol. XVI No. 1, Juli 2019 41


LAKON, Jurnal Pengkajian & Penciptaan Wayang

Kala Bendana, itu balasanya juga pada perang keenam belas, Adipati Basukarno sebagai Maha
baratayuda.1 Senapati menggantikan Drona. Tetapi
Dengan adanya peristiwa tersebut, bahwa Basukarno gugur ditangan Arjuna. Hari ketujuh
lakon Baratayuda selalu berkaitan dengan belas, Prabu Salya gugur di tangan Puntadewa.
upacara ritual. Hal tersebut juga ditandaskan, Patih Sengkuni gugur di bunuh oleh Werkudara,
bahwa sebelum terjadi perang Bratayuda, mulutnya dirobek, dan kulitnya juga dikelupas.
sebetulnya dari pihak Kurawa baik dari Begawan Pada hari kedelapan belas, hari itu merupakan
Bisma maupun Prabu Salya sudah hari yang terakhir dalam Perang Batayuda.
mengingatkan, agar Negara Astina dikembalikan Senopati Kurawa satu-satunya hanya
kepada Pandawa, karena terjadinya perang Duryudana dalam perang tanding melawan
hanya masalah Negara Astina. Bila Negara Werkudara. Dalam peperangan itu Duryudana
Astina itu dikembalikan pada Pandawa, tewas dipukul Gada Rujak Polo oleh Werkudara.
tidak akan terjadi perang Baratayuda. Namun Sedang Kurawa yang masih hidup yaitu,
apabila Negara Astina tetap dikukuhi oleh pihak Kartamarma, Aswatama, Krepa, dan Banowati.
Kurawa, suratan dari Dewa itu tidak bisa dihindari Akan tetapi keempat kurawa itu telah lari dan
lagi.2 meninggalkan Negara Astina hidup di tengah
Peristiwa yang terjadi dalam Baratayuda hutan.
yang dipimpin langsung oleh seorang senopati Fenomena-fenomena yang terjadi dalam
yang telah terbentuk dari masing-masing kubu Perang Baratayuda tersebut sangat menarik
sebagai berikut. Perang Baratayuda hari untuk dikaji. Dengan dasar ini penulis akan
pertama, peristiwa ini bisa dianggap oleh pihak menyoroti tentang sikap Duryudana dan
Kurawa. Baratayuda hari kedua, keadaan mulai Sengkuni dalam mengukuhi Negara Astina. Oleh
berimbang. Perang Baratayuda hari ketiga, karena itu dalam pengungkapan dari berbagai
situasi juga masih berimbang, dan masing- pertiwa dalam perang Baratayuda ini penulis
masing kubu tidak ada yang gugur. Perang akan mengetengahkan dengan judul “Gugurnya
Baratayuda hari keempat, mengisahkan delapan Raja Astina Dalam Perang Baratayuda”.
saudara Duryudana gugur, mereka di bunuh
oleh Werkudara. Hari Kelima Baratayuda ini, Baratayuda Dalam Dunia Pewayangan
Setyaki gugur di tangan Burisrawa. Hari Keenam Dalam dunia pewayangan Baratayuda
dan ketujuh, belum juga ada tokoh pentingyang juga disebut Baratayuda Jaya Binangun.
gugur. Perang Baratayuda pada hari kedelapan, Baratayuda adalah perang besar yang terjadi
dipihak Pandawa yang gugur Bambang dalam dunia pewayangan peperangan antara
Wijanarka putra Arjuna. Baratayuda kesembilan, dua keluarga keturunan Barata, yaitu Kurawa
tidak ada tokoh utama yang gugur. Hari dan Pandawa. Bagi kebanyakan dalang, lakon
kesepuluh, Maha Senopati Bisma roboh, ketika tersebut tergolong lakon sakral atau wingit.
berhadapan dengan Srikandi yang dibantu oleh Sehingga untuk mempergelarkannya diperlukan
Arjuna. Perang Baratayuda kesebelas , kubu persiapan-persiapan batiniah sang dalang dan
Astina memilih Resi Durno sebagai Maha juga diadakan upacara ritual yang cukup.
Senopati menggantikan Bisma, Durna gugur Biasanya penyelenggara pertunjukan, dalang
ditangan Trustha Jumena. hari kedua belas, selalu mengadakan berbagai sesaji dan kenduri
dua orang adik Sengkuni, yakni Arya selamatan terlebih dahulu. Untuk tokoh wayang
Sarabasanta dan Arya Gajaksa tewas dibunuh tertentu yang gugur dalam perang besar itu,
oleh Arjuna Hari ketiga belas, para putra Arjuna “bangkai” wayang yang harus dilabuh dibuang
yang gugur di antaranya Bambang Sumitra, disertai dengan sesaji. Dikisahkan dalam cerita
Brantalaras, dan Abimanyu. Pada hari keempat Baratayuda, bahwa lima orang saudara
belas, kubu Kurawa kehilangan Jayadrata gugur (Pandawa) perang melawan seratus saudara
oleh Arjuna. Hari kelima belas, Gatutkaca (Kurawa). Masing-masing pihak dibantu oleh
sebagai senopati Pandawa gugur terkena raja-raja dan prajurit yang menjadi sekutu
senjata Kunta Wijayadanu milik Basukarna. Hari mereka. Perang yang terjadi di padang

42 Vol. XVI No. 1, Juli 2019


Anom Sukatno: Gugurnya Raja Astina dalam Perang Baratayuda

Kurusetra ini melibatkan banyak kerajaan ikut Sanggit adalah kebebasan setiap dalang
membantu dalam perang Baratayuda, sebagai untuk menafsirkan suatu cerita, atau suatu
rasa sosial mereka dalam membantu dan melodi sulukan, atau suatu gerakan wayang
mendukung sang Raja Astina. Para raja suruhan sesuai dengan rasa kemantapan pribadinya
yang membantu Raja Astina merupakan suatu dalang sendiri. Memang sifat khas seni lisan
kebiasaan tertentu dapat berfungsi dalam arti tradisional, pembawa terbatas pada tradisi yang
membantu pemeliharaan system social. Bentuk ada dan kadang-kadang tradisi itu ketat dan
resepsi dalam pertunjukan Baratayuida dapat konservatif sekali dilain pihak setiap pembawaan
dilihat dari adanya perubahan dalam hal juga mempunyai kebebasan untuk membuat
penyalinan, penyaduran, dan penerjemahan tafsir sendiri (Jazuli, 2003:15).
yang tersaji dalam pertunjukan wayang kulit Sanggit adalah kreasi dalang atau penutur
purwa semalam, sehingga banyaknya cerita untuk memberi kesan tertentu pada
penerjemahan dalam berbagai lakon, sehingga penonton, pendengar, atau pembaca,
muncul garap sanggit lakon. mengenai karakter dan pribadi salah satu tokoh
Sikap Bima dalam menggunakan pusaka wayang. Bisa juga sanggit itu dibuat untuk
Gada Rujakpolo di medan perang melawan memberikan suri tauladan yang lebih jelas pada
Kurawa, disertai dengan sikap-sikap kepribadian penonton walaupun ada batasan pakem, dalam
moral yang kuat, sehingga ia sebagai kekuatan membuat sanggit seorang dalang cukup leluasa
Pandawa selalu teguh dalam kepribadian dan untuk mengubah cerita (Sena Wangi,
mempunyai sikap yang tanggung jawab untuk 1999:1139).
melindungi Pandawa. Jiwa yang bertanggung Sanggit di dalam pertunjukan wayang kulit
jawab berarti suatu sikap terhadap tugas yang purwa dapat dibagi menjadi lima macam yaitu:
membebani kita. Kita terasa terikat untuk 1. sanggit cerita, yaitu suatu cara bagaimana
menyelesaikan, demi tugas itu sendiri. Dalam seorang seniman dalang mengolah cerita
melaksanakan tugasnya dengan sebaik baik dalam salah satu adegan maupun
mungkin, meskipun di tuntut pengorbanan, dan secara keseluruhan.
berusaha menyelamatkan diri tanpa 2. sanggit adegan , yaitu suatu cara
menimbulkan kesan yang buruk dan beban yang bagaimana seniman dalang menentukan
ia emban harus diselesaikan sampai tuntas, atau adegan.
yang disebut sampai perang Brubuh. 3. sanggit sabet, yaitu suatu cara bagaimana
dalang mengolah gerak wayang sehingga
Sanggit Lakon Duryudana Gugur dapat mengungkapkan rasa atau suasana
Pengertian tentang sanggit lakon banyak sesuai dengan yang dikehendaki untuk
dikemukakan oleh para seniman dalang maupun mencapai kemantapan.
budayawan, serta para sastrawan. Menurut 4. sanggit karawitan pakeliran , yaitu
Poerwadarminta, bahwa sanggit berasal dari kemampuan dalang dalam mengolah
kata “anggit” dalam arti leksikalnya berarti iringan baik dalam membuat, memilih atau
mengarang atau menciptakan hal yang baru menentukan iringan pertunjukan wayang
dengan imajinasi baru pula (Peorwadarminta, kulit purwa untuk membuat atau
1976:48). Bambang Murtiyoso mendefinisikan mendukung suasana adegan yang diiringi.
bahwa sanggit yaitu, segenap kemampuan 5. sanggit catur, yaitu suatu cara bagaimana
dalang dalam mengolah lakon untuk dalang dengan medium bahasa dapat
menghidupkan atau memberi bobot pergelaran memilih kata-kata, menyusun dan
wayang (1992:22). Alan Feinstein berpendapat merangkai kalimat untuk menyampaikan
bahwa sanggit yaitu suatu kebebasan setiap isi cerita yang tepat dan mengandung rasa
dalang untuk menafsirkan suatu cerita atau yang mantap sesuai dengan rasa yang
suatu melodi sulukan atau suatu gerakan dikehendaki, melalui pelukisan sesuatu
wayang sesuai dengan rasa kemantapan pribadi maupun berupa percakapan tokoh wayang
dalangnya sendiri (1986:XXXIV). (Sudarko, 1991:10-11).

Vol. XVI No. 1, Juli 2019 43


LAKON, Jurnal Pengkajian & Penciptaan Wayang

Berdasarkan keterangan tersebut di atas Oleh karena itu Kurawa selalu kalah, karena
dapat dikatakan, bahwa sanggit adalah suatu sumua rahasia Kurawa telah dibeberkan pada
cara penggarapan keseluruan pertunjukan Pandawa. Begitu juga, gugurnya Basukarno
wayang kulit purwa untuk menyampaikan isi juga karena kelicikan Salya dalam
lewat unsur pakeliran, sehingga peristiwa- mengendalikan kretanya, sehingga Arjuna bisa
peristiwa yang terjadi dalam garapan lakon dapat membunuh Basukarno.
menimbulkan rasa kemantapan sajian atau rasa Prabu Salya setelah mendengarkan
estetis. Unsur yang dimaksud di sini di antaranya ucapan Aswatama menjadi marah, karena ia
meliputi catur (ginem, janturan, pocapan), sabet didakwa memihak pada Pandawa. Sebagai
( cepengan, tancepan, bedholan, entas- saksinya bila Salya selalu memihak pada
entasan, dan solah) , musik atau karawitan Pandawa, saksinya adalah Paman Krepa.
pertunjukan wayang kulit purwa ( gendhing, Sebagai tanda buktinya, pada saat Prabu Karna
suluk, tembang, dan dhodhogan). Sanggit di melepaskan busur panah ke Janaka, Prabu
dalam pertunjukan wayang kulit purwa Salya berusaha kreta senopati digerakkan
manfaatnya sangat besar, karena keberhasilan dengan cepat sehingga busur panah meleset
pertunjukan baik pakeliran maupun konser dan tidak mengenai Arjuna. Prabu Salya setelah
karawitan maupun pertunjukan lainnya sangat mendengarkan kata-kata dari Aswatama, ia lebih
menentukan kwalitas garapan. baik pergi dari Astina. Karena perjuangan yang
ia korbankan untuk membantu Kurawa, tidak
Struktur Alur Dramatik Lakon dihargai. Setelah Salya akan pergi, dihalangi oleh
Duryudana Gugur Sajian Ki Manteb Prabu Duryudana, pada saat itu juga Aswatama
Soedharsono disuruh pergi dari Negara Astina oleh
Duryudana.
Bagian Pathet nem Setelah Aswatama pergi dari pasewakan,
1. Jejer Pesanggrahan Bulupitu Prabu Duryudana memohon pada Prabu Salya
Prabu Duryudana dihadap oleh Prabu untuk diangkat menjadi senopati Kurawa. Prabu
Salya, Sengkuni, Kartamarma, dan Aswatama. Salya berkenan dijadikan senopati, tetapi harus
Setelah janturan, isi dialog bahwa Prabu ada syaratnya. Syarat yang diajukan oleh Salya
Duryudana dalam hatinya tidak terima pada diantaranya, bila sudah menggunakan Aji
Dewa, bahwa selama perangan Baratayuda Candabirawa, semua prajurit harus meletakan
Kurawa tidak diberi kemenangan dalam melawan senjata dan peperangan dihentikan. Selanjutnya
Pandawa. Bila ditimbang seharusnya unggul Prabu Duryudana tidak boleh mengharapkan
Kurawa, dalam hal kekayaan menang Kuarawa, bahwa Salya nanti dalam peperangan
masalah banyaknya prajurit banyak Kurawa, menghadapi senopati Pandawa harus menang.
kekuatan dibandingkan Pandawa kuat Kurawa, Gelar yang akan digunakan nanti Prabu Salya
hal ini yang menjadi keresahan Duryudana. Hal akan menggunakan gelar Hiranya Padma,
tersebut diingatkan oleh Prabu Salya, bahwa sedangkan pendamping senopati yang dipilih
semua itu sudah kehendak Dewa. Dewa selalu Prabu Ojrodenta (anak Bogadenta) dan Harya
adil, hanya manusia yang tidak mau mensyukuri Sasradenta. Setelah itu Prabu Salya berpamitan
pemberian dari Dewa, dan manusia hanya selalu akan kembali ke Negara Mandaraka ingin minta
mengumbar hawa nafsunya. Selain itu pamit pada sang istri. Pasewakan selesai, Prabu
terjadinya peperangan bukan karena kehendak Duryudana memerintahkan pada Sengkuni
Dewa, tetapi bila Kurawa mau melepaskan untuk menyiapkan prajurit.
Negara Astina ke Pandawa Baratayuda tidak
akan terjadi. 2. Adegan Candakan (sesaat)
Dialog belum sampai tuntas Aswatama Aswatama bersama Resi Krepa adapun
memberikan kesaksian tentang kelicikan Prabu isi dialognya, yaitu bahwa Prabu Duryudana tidak
Salya. Keberadaan Prabu Salya di Negara Astina mempunyai rasa tanggungjawab sampai ia
merupakan mata-mata dari kubu Pandawa. disuruh pergi dari Astina, dan cara-cara yang

44 Vol. XVI No. 1, Juli 2019


Anom Sukatno: Gugurnya Raja Astina dalam Perang Baratayuda

diterapkan seperti nggusah hewan/binatang. mengibarkan Aji Candabirawa agar jangan


Gugurnya Pandhita Durna karena untuk sampai dihadapi dengan kekerasan, tetapi
membela Kurawa juga tidak ada penghargaan dengan sikap berdoa pasrah pada Hyang Maha
sama sekali. Oleh karena itu Aswatama akan Kuasa. Dengan sikap itu buta bajang yang
membalas dengan cara yang sangat kejam. jumlahnya tak terhingga tersebut akan sirna.
Kekejaman Aswatama yang akan diterapkan, Selain itu Salya juga memberi pesan, bahwa
yaitu akan memperkosa Banowati, serta senopati yang dipilih ialah Puntadewa. Sebab ia
membunuhnya. Niat Aswatama tersebut memilih Puntadewa, karena ia selama hidupnya
diingatkan oleh Resi Krepa, tetapi Aswatama tidak pernah marah, dan tidak pernah
tetap akan melanjutkan niatnya untuk berperang dengan siapapun. Setelah kedua
membalas sakit hatinya pada Duryudana. satria tersebut selesai menghadap pamanya,
Perjalanan Aswatama yang akan masuk ke ia lantas pamit dan pergi kembali lewat pintu
Negara Astina diikuti oleh Krepa. sebelah kiri.
Dewi Setyawati setelah melihat
3. Adegan di Pesanggrahan Hupalawiya keponakannya kembali, ia lantas merungkepi
Prabu Kresna memanggil Raden Nakula kakinya kakanda Prabu yang dicintainya. Bahwa
dan Sadewa. Isi dialog bahwa diwaktu malam Sang Dewi Setyawati sudah tau, bila sang raja
hari ini disuruh berangkat ke Mandaraka besuk pagi akan menjadi senopati. Tetapi Prabu
bersama panakawan. Dengan tujuan, Salya selalu menghibur istrinya agar tetap
berhubung besok pagi ia akan menjadi senopati tenang, dan ia membatalkan menjadi senopati.
membela Kurawa, maka ia agar segera bertemu Permintaan yang berupa rujak dengan pisang
dengan Pamannya Salya, agar pasrah tetang raja pista serta pelem tali jiwa yang diminta
hidupannya. Setelah semua sepakat kedua merupakan pasemon dari Salya, yakni ia pulang
satriya tersebut berangkat ke Mandaraka ke Negara pamit dengan sang istri tercintanya
bertemu pamannya Salya bersama panakawan. merupakan suatu tanda pamitan terakhir.
Dewi Setyawi yang sudah tau akan
Bagian Pathet Sanga kehendak raja tersebut, sang dewi memberikan
3. Adegan Kedhaton Mandaraka penghormatan dengan melalui upacara sesuci
Dewi Setyawati, bersama Endang diri. Setelah sesuci ia diharapkan manembah
Sugandini, menerima kedatangan nata Prabu pada Hyang Agung minta keteguhan hati dan
Salya. Setelah sang raja mendapat kesempurnaan dalam hidupnya. Dengan dasar
penghormatan dengan sang prameswari, ia ini, Dewi Setyawati menyadari, bahwa hidup
menghaturkan isi hatinya. Bahwa selama sang semua akan kembali keasalnya. Ungkapan Dewi
raja di Negara Astina, Dewi Setyawati hatinya Setyawati tersebut terungkap pada dialog
selalu gusar dan prahatin. Pada saat sang raja sebagai berikut.
akan andrawina, ia meminta makanan yang Setyawati : “Dhuh sinuwun… sinuwun.
berupa rujak supaya badanya sehat kembali. Mboten sisah dora dhateng
Setelah pesta selesai, datanglah Nakula dan garwa, sabab sak mangke kula
Sadewa menghadap Prabu Salya. Nakula dan sampun saged maos panggalih
Sadewa setelah menghadap pamannya, lantas paduka bilih estu-estu mbenjang
kedua kakinya dirungkepi minta dengan pasrah enjang punika paduka badhe
jiwa dan raganya. Kedua Satriya itu setelah magut pupuh jumeneng
diberi tahu oleh Prabu Salya, bahwa ia menjadi senopati agung. Pramila
senopati itu bukan karena membela raja Astina sinuwun, mangga mumpung
Prabu Duryudana, tetapi hanya menetapi janji taksih wonten wekdal, kula
tentang kehidupan yakni untuk mengantarkan dherekaken sesuci siram jamas,
Pandawa untuk menuju suatu kebahagiaan tumunten manembah ing
sesuai dengan apa yang dicita-citakan. Selain Hyang Agung minta nugraha
itu bila besuk pamannya menjadi senopati dan aksama supados sedya paduka
kinabulna”.
Vol. XVI No. 1, Juli 2019 45
LAKON, Jurnal Pengkajian & Penciptaan Wayang

Sebelum berangkat ke medan perang, Buta Bajang yang sangat sakti, sehingga semua
kedua insan tersebut selalu memadu kasih, agar prajurit Pandawa banyak yang kalah. Setyaki
apa yang diharapkan bisa terlaksana dengan semula tidak percaya, atas perintah Sri Kresna.
baik dan lancar. Sanggit yang diterapkan oleh Bila menghadapi musuh tidak boleh
Salya, ternyata bisa menghibur Setyawati hingga menggunakan pusaka, dan ia harus berdoa.
bisa tertidur dengan pulas. Setelah Dewi Keanehan ini dibantah oleh Setyaki, akhirnya ia
Setyawati tidur, Prabu Salya secara pelan-pelan maju perang melawan Buta Bajang. Buta
meninggalkan sang prameswari berangkat ke Bajang setelah dipukul dengan gada wesi kuning
medan perang dikawal oleh Patih Tuhayata. bisa mati, akan tetapi tidak lama kemudian hidup
Kemudian dilanjutkan berangkatnya prajurit kembali dan berubah jumlahnya menjadi dua,
Astina dengan gelar Hiranya Patma atau dua menjadi empat dan seterusnya sampai
Kembang Teratai, dengan pengapit raja Turilaya menjadi banyak. Lama kelamaan Setyaki
Prabu Ojrodenta putra Bogandenta, serta menjadi takut sendiri dan meninggalkan tempat
memanggul pusaka gada Kyai Wisnawa (gada peperangan. Setelah Setyaki diberi penjelasan
Wisnawa berasal dari prabu Bomantara di oleh Kresna akhirnya Setyaki mengakui semua
Trajutrisna) dan adiknya Harya Sasradenta. kesalahannya dan selalu mematuhi semua
perintah Sri Kresna. Buta Bajang kebingungan
4. Adegan Pesanggrahan Hupalawiya hingga tidak bisa berbuat banyak terhadap
Prabu Puntadewa dihadap oleh Prabu musuh.
Kresna, Werkudara, Janaka, Trusthajumna, dan
Setyaki menerima kedatangan Nakula, dan 6. Adegan Candakan
Sadewa. Di alam sukma Begawan Bagaspati
Kedua satria ini melaporkan bahwa ketika mengatakan karmanya putra menantunya pada
menghadapi Paman Prabu Salya pada saat saat masih Narasoma, ia berani membunuh
menggunakan Aji Candhabirawa tidak boleh mertuanya. Dengan dasar ini, Begawan
dihadapi dengan kekerasan, bila ada prajurit Bagspati akan membalas kematian Salya,
yang memegang senjata, serta semua prajurit dengan jalan sukmanya masuk ke tubuh Prabu
di suruh berdoa dengan membaca mantram Puntadewa. Setelah Buta Bajang terkena
puji rahayu. Senopati Pandhawa yang dipilih oleh kemayan Bagaspati, akhirnya semua Buta
Paman Prabu Salya adalah kakanda Prabu Bajang tersebut habis dan kembali keasalnya.
Puntadewa. Semula Prabu Puntadewa tidak Prabu Salya setelah Buta Bajang mati, ia maju
mau, namun setelah dijelaskan oleh Sri Kresna, ke medan perang dengan menghujani prajurit
akhirnya ia mau menjadi senopati Pandawa. Pandawa dengan senjata jemparing. Prabu
Setelah sepakat datangnya prajurit, melaporkan Puntadewa yang sudah naik gajah putih
bahwa senopati Kurawa sudah datang di medan melepaskan pusaka Jamus Kalimasada
perang. mengenai dada Salya, akhirnya ia gugur di
medan perang.
5. Adegan Perang kembang Dewi Setyawati setalah mendengar berita,
Prabu Ojrodenta perang dengan Nakula, bahwa senopati Kurawa telah gugur ia segera
Harya Sasradenta perang dengan Sadewa. pergi mencari jasad Prabu Salya. Setelah ia
Gada Ojrodenta yang bernama Kyai Wisnawa melihat jasad Salya tergeletak di atas kereta,
patah terkena jemparing Nakula, dan Ojrodenta ia segera mendekat dan bunuh diri, dan
dapat dibunuh oleh Nakula. Sedangkan Raden sukmanya bersama-sama dengan sukma Salya
Sasradenta dibunuh oleh Sadewa. naik ke surga.
Dalam perang tersebut diceritakan bahwa
pada saat perang yang sangat ramai Prabu 6. Adegan Kedhaton Astina
Salya mengeluarkan Aji Candhabirawa, yang Dewi Banowati di waktu sore hari yang
semula berwujud sinar sebesar kunang, setelah sedang duduk sendirian menerima datanganya
kunang tersebut terkena angin berubah menjadi Aswatama. Kedatangan Aswatama pura-pura

46 Vol. XVI No. 1, Juli 2019


Anom Sukatno: Gugurnya Raja Astina dalam Perang Baratayuda

diperintah oleh Prabu Duryudana agar Banowati Werkudara. Sengkuni mengeluarkan Aji
menyusul ke medan perang. Awalnya Banowati Senggara Macan , dari mulut Sengkuni
menolak, namun setelah dibujuk oleh Aswatama mengeluarkan kemayan berupa sato kewan
bahwa peperangan akan dimenangkan oleh yang sangat buas, prajurit Pandawa banyak
Pandawa, Banowati mau mengikuti perintah yang jadi korban. Raden Arjuna tampil
Aswatama. Setelah datang di tengah hutan, mengeluarkan Aji Prakam pemberian Batara
Aswatama mengatakan, bahwa banowati diajak Endra dalam lakon Ciptoning. Aji tersebut dapat
masuk hutan akan diperkosa sebagai balas digunakan untuk menghancurkan kesaktian Aji
dendamnya Aswatama yang disuruh pergi oleh Senggara Macan . Kekuatan aji yang dimiliki
Prabu Duryudana. Setelah Banowati akan dapat ditandingi oleh Arjuna. Sengkuni menjadi
dipegang Aswatama, Banowati melarikan diri ke marah, dengan membawa pedang membunuh
tangah hutan. Banowati dikejar namun tidak para prajurit Pandawa.
tercapai. Kejar mengejar antara Aswatama Sengkuni memang orang yang sakti tiada
dengan Banowati diketahui oleh Kartamarma tanding, dipukul oleh Werkudara dengan Gada
dan akhirnya Aswatama dapat dihentikan. Rujak Pala tidak mempan. Sri Kresna
Pertemuan antara Kartamarma dan Aswatama memberitahukan kelemahan Sengkuni yaitu
tersebut dijelaskan, bahwa Kurawa sebentar lagi ketika gulung Minyak Tala semua badannya
akan hancur, daripada Banowati di boyong dapat diolesi dengan minyak Tala . Namun
Pandawa, bagaimana bila Banowati menjadi istri bagian duburnya belum terkena Minyak Tala.
Kartamarma. Bujukan Aswatama tersebut Werkudara setelah mendengar saran dari Sri
dapat meluluhkan hati Kartamarma, hingga Kresna, ia segera memburu Sengkuni. Setelah
Kartamarma juga ikut mengejar perginya dapat dipegang oleh Werkudara, Sengkuni
Banowati. menjungkir balikkan badanya, dan duburnya
terkena Kuku Pancanaka hingga sobek. Kulit
Bagian Pathet Manyura Sengkuni dibeset seperti menguliti buah pisang,
7. Adegan Bulupitu mulut disobek, akhirnya Sengkuni mati secara
Prabu Duryudana bersama Patih tidak wajar. Sengkuni mati, Prabu Duryudana
Sengkuni, merencanakan akan maju perang dan naik gajah meninggalkan peperangan masuk
menjadi senopati Kurawa, yang akan dipimpin ke dalam sungai Bagiratri. Setelah di tepi
oleh Prabu Duryudana sendiri. Sedangkan bendungan, busana senopati di lepas kemudian
pengawalnya Gajaksa dan Sarabasanta, serta masuk ke dalam sungai Bagiratri. Werkudara
prajurit sisa perang yang tinggal sepuluh or- bersama Kresna mencari Duryudana akhirnya
ang. Setelah semua siap Prabu Duryudana tidak ketemu, namun setelah melihat gajah
dan Sengkuni maju ke medan perang. Murdaningkung di tepi sungai Bagiratri, serta
busana senopati bertebaran di tanah, ia mengira
8. Adegan Candakan di Pasanggrahan bahwa Duryudana menyelinap di dalam air
Hupalawiya sungai Bagiratri. Werkudara dan Kresna
Prabu Puntadewa dihadap oleh menunggu sampai Duryudana nampak kembali.
Werkudara, Janaka, Nakula, Sadewa, Sri Kresna,
Trusthajumna, Srikandhi, dan Setyaki. Isi dia- 9. Adegan Grojokan Sewu
log untuk menghadapi senopati Kurawa, Prabu Baladewa dihadap oleh Raden
Werkudara dijadikan senopati Pandawa. Setyaka, adapun isi dialog dalam adegan
Datangnya prajurit yang melaporkan bahwa tersebut, yaitu Prabu Baladewa menenyakan
Prabu Duryudana sebagai senopati Kurawa pada Setyaka lamanya bertapa di bawah
sudah siap di peperangan. Werkudara dan grojokan air. Setyaka memberi jawaban, bahwa
keluarga Pandawa berangkat untuk menghadapi lama bertapa sudah mencapai sembilan bulan.
musuh dengan menggunakan gelar Sebagai tanda selesainya bertapa setelah
Dwiradameta. Peperangan sangat rame, Harya kembang tanjung itu mekar, sehingga masih
Gajaksa dan Surabasanta dapat dibunuh oleh lama lagi Prabu Baladewa dalam bertapa. Begitu

Vol. XVI No. 1, Juli 2019 47


LAKON, Jurnal Pengkajian & Penciptaan Wayang

juga bau air yang arus, serta banyaknya korban Prabu Duryudana menggunakan Gada Lukitasari
manusia itu karena hujan yang sangat deras. atau yang disebut Sapujagad . Setelah
Prabu Baladewa setelah mendengar ucapan keduanya siap, peperangan dimulai.
Setyaka menjadi marah. Karena ia merasa ditipu Diceritakan peperangan kedua satria
oleh Setyaka, akhirnya Setyaka akan di bunuh. tersebut sangat ramai sekali, karena keduanya
Tak lama kemudian dating Batara Narada sama-sama murid Prabu Baladewa dalam
melerai Baladewa. Peristiwa ini akibat ulah Sri berolah gada. Keduanya berimbang, tidak ada
Kresna untuk menjauhkan Baladewa dari perang yang menang maupun kalah. Dengan seketika
Baratayuda. Sebab kesaktian Baladewa tidak Prabu Duryudana ingat akan kelemahan
ada yang menandingi, serta Baladewa tidak Werkudara, yakni kepala sebelah kiri yang tidak
mempunyai musuh dalam perang Baratayuda. diolesi dengan Minyak Tala. Dengan seketika
Baratayuda adalah perangnya Kurawa dan pilingan kiri werkudara dipukul dengan Gada
Pandawa. Pada saat ini peperangan hampir Sapujagad , Werkudara jatuh sampai tidak
selesai, yakni antara Duryudana dan Werkudara, sadarkan diri. Tetapi setelah terkena dinginnya
sedangkan Kurawa lainnya sudah mati. Prabu udara, kekuatan Werkudara menjadi sembuh
Baladewa setelah sadar, ia lantas diajak pergi kembali. Setelah Werkudara bangkit, Kresna
melihat di tegal kuru bersama Setyaka. memberikan informasi pada panakawan, bahwa
kelemahan Prabu Duryudana terletak pada paha
10. Adegan Candakan di Tepi Sungai sebelah kiri. Dengan sikap Werkudara yang
Batara Kresna bersama Werkudara yang kejam itu, Prabu Duryudana paha kirinya dipukul
berada di tepi sungai Bagiratri menerima hingga Prabu Duryudana jatuh di tanah. Paha
kehadiranya Prabu Baladewa. Kresna kiri Prabu Duryudana dipukul dengan gada
memberikan keterangan pada Prabu Baladewa, sampai hancur. Setelah Duryudana jatuh, badan
bahwa perang Baratayuda hampir selesai, Prabu Duryudana dihujani Gada Rujak Polo
tinggal peperangan antara Prabu Duryudana sampai tak nampak wujudnya Duryudana.
dengan Werkudara. Namun Prabu Duryudana Meskipun badanya Prabu Duryudana sudah
mengumpat di dalam sungai Bagiratri. Prabu hancur, tetapi ia juga belum mati. Badan
Baladewa setelah mengetahui Prabu Duryudana Duryudana diseret di atas batu cadas, hidung
tidak menepati janjinya sebagai seorang dan raut muka sampai hancur. Walaupun tinggal
senopati, ia lantas memanggil Prabu Duryudana tulang, ia tetap masih hidup dan masih bisa
dengan suara yang sangat lantang. Prabu bicara.
Duryudana setelah mendengar suara Prabu Prabu Baladewa setelah melihat sepak
Baladewa yang sangat keras, akhirnya ia mau terjangnya Werkudara dalam menghabisi
menampakan diri dan lari merangkul serta musuh, yang secara tidak manusiawi tersebut
meminta perlindungan kepada Prabu Baladewa. menjadi marah, sampai kemarahannya tidak
Prabu Duryudana setelah mendapat dorongan bisa reda. Namun setelah disadarkan oleh Prabu
dari Baladewa, akhirnya ia mau berdiri lagi Kresna tentang kekejaman Prabu Duryudana
menjadi senopati perang dengan Werkudara. dan Kurawa semasa masih muda, akhirnya
Prabu Duryudana setelah bangkit kembali, Prabu Baladewa bisa reda.
Baladewa membotohi Duryudana, sedangkan Meskipun Prabu Duryudana sudah tidak
Kresna membotohi Werkudara. Dengan syarat bisa berdiri, serta anggota badannya sudah
bila Werkudara kalah, Pandawa harus masuk hancur, tetapi ia masih bisa berbicara dengan
hutan yang disebut dengan Wanaprastha menantang dan menghina Werkudara maupun
selama 13 tahun, sebaliknya bila Prabu Pandawa lainnya, sehingga Prabu Baladewa
Duryudana kalah Negara Astina dan menjadi marah. Karena tidak tahan mendengar
Indraprastha menjadi hak milik Pandawa. ucapan Prabu Duryudana. Prabu Baladewa
Setelah sepakat kedua satriya diberi busana menyarankan agar Werkudara membuang
keprajuritan serta memegang gada. Werkudara garanya Prabu Duryudana ke tengah hutan,
menggunakan Gada Rujak Polo, sedangkan dengan sendirinya ia akan pasti mati.

48 Vol. XVI No. 1, Juli 2019


Anom Sukatno: Gugurnya Raja Astina dalam Perang Baratayuda

11. Adegan Akhir di Pesanggrahan dengan pembicaraan fungsi Gada Rujak Polo
Hupalawiya dalam Baratayuda tersebut adalah pendapat
Perang Baratayuda telah berakhir, yang disampaikan oleh Toyocarito bahwa fungsi
sehingga para satriya Pandawa semua Gada Rujak Polo dalam Baratayuda adalah
berkumpul, dihadiri oleh Prabu Kresna, Prabu pusaka sebagai senjata pamungkas untuk
Baladewa, Trusthajumna, Srikandhi, dan menghancurkan khususnya Prabu Duryudana
Setyaki. Kemenangan Pandawa dalam perang dan Kurawa lainnya, serta sekutunya
Baratayuda telah terbukti, sehingga wajib (Toyocarito, Wawancara 20 April 2007).
mengucapkan syukur pada dewa. Untuk Pernyataan yang disampaikan oleh para
selanjutnya pandawa akan boyong ke Negara sesepuh dalang tersebut sangat tepat sekali,
Astina. Tancep kayon (Manteb hal ini sesuai dengan keterkaiatanya Gada Rujak
Soedharsono:1988). Polo dengan tema lakon dalam Baratayuda.
Dengan dasar itu, dapat menunjukkan bahwa
Fungsi Gada Rujak Polo Dalam Lakon penggunaan pusaka Gada Rujak Polo baik yang
Duryudana Gugur Sajian Manteb disampaikan oleh Hamzuri, Manteb
Soedharsono Soedharsono, Toyocarito, dan Sutadi bahwa
gugurnya Prabu Duryudana dipukul dengan
Seperti telah dikemukakan pada bab I menggunakan pusaka Gada Rujak Polo oleh
dalam pembicaraan landasan pemikiran, Werkudara. Gugurnya Prabu Duryudana dalam
menurut Hamzuri bahwa fungsi pusaka cerita Baratayuda dari berbagai sumber baik
merupakan sebagai senjata yang dapat tertulis maupun pendapat dari berbagai dalang,
dipergunakan sebagai alat untuk membunuh bahwa Gugurnya Duryudana dipukul oleh
musuh. Selain itu pusaka dalam budaya Jawa Werkudara dengan pusaka Gada Lambikamuka
sebagai kekuatan yang dimiliki seseorang Rujak Polo, tepatnya pada paha sebelah kiri.
(Hamzuri, 1985:45). Sedangkan merunut Setelah pahanya sebelah kiri dihancurkan oleh
Manteb Soedharsono hal yang berkaitan dengan Werkudara, maka Duryudana dapat
senjata dalam pertunjukan wayang kulit purwa dihancurkan dengan Gada Rujak Polo secara
bahwa, fungsi gada dan senjata lainya perannya perlahan-lahan.
sangat dibutuhkan, karena gada maupun
senjata lainnya merupakan alat untuk membela Makna Simbolis Lakon Duryudana Gugur
diri dalam melindungi anggota badan pada waktu Sajian Manteb Soedharsono
diserang dengan jarak dekat oleh musuh. Selain Pertunjukan wayang kulit purwa dengan
itu juga untuk membunuh musuh pada saat lakon Baratayuda merupakan suatu tindakan
peperangan. Sedangkan fungsi Gada Rujak Polo simbolis. Kata symbol artinya suatu lambang
dalam Baratayuda sebagai senjata pamungkas atau perlambangan (Poerwadarminta,
untuk menghancurkan musuh, baik Dursasana, 1976:946). Pengertian symbol dan simbolisasi
Sengkuni, Duryudana maupun ratu suruhan secara etimologi diambil dari kata kerja
yang melindungi Kurawa (Manteb Soedharsono, Yunani sumballo (sumballein) yang
Wawancara 10 Mei 2007). Pendapat tersebut artinya berwawancara, merenungkan,
juga diungkapkan oleh Sutadi, bahwa fungsi memperbandingkan, bertemu, melemparkan
Gada Rujak Polo dalam perang Baratayuda, jadi satu, dan menyatukan (Dibyasuharda,
memang sudah dipersiapkan oleh dewa kepada 1990:11). Kata symbol adalah penyatuan dari
Werkudara, untuk menghancurkan musuh dua hal menjadi satu pengertian.
Pandawa terhadap Kurawa dan kroni-kroninya Menurut Spradley bahwa simbol atau
(Sutadi, Wawancara 20 Mei 2007). lambang adalah suatu tanda yang terbagi
Dilihat dari berbagai pengertian kata menjadi tiga jenis utama, yaitu a) icon, yaitu
fungsi di atas keduanya mempunyai kesamaan, antara lambang dan acuannya merupakan
yakni alat untuk membunuh musuh/lawan hubungan kemiripan, b) indeks, yaitu antara
dengan jarak dekat. Namun yang sesuai lambang dan acuannya ada kedekatan

Vol. XVI No. 1, Juli 2019 49


LAKON, Jurnal Pengkajian & Penciptaan Wayang

eksistensi, dan c) simbol, yaitu suatu lambang dalam sajian pakeliran. Lakon Duryudana Gugur,
yang sudah terbentuk secara konvensional di dalam dunia pedalangan juga bisa disebut
kalangan masyarakat penggunanya (James P, dengan lakon “Rubuhan”. Artinya peperangan
1972:13). Lambang itu tidak sekedar yang paling akhir dengan kemenangan dipihak
mengandung makna, tetapi yang penting Pandawa. Peperangan kedua Negara antara
adalah dayanya. Lambang memiliki kekuatan Kurawa dan Pandawa menelan banyaknya
sebagai perangsang apa yang dikatakan orang korban dari kedua kubu yang berseteru, dipihak
dengan makna tersebut. Kurawa hancur dan sekutunya menjadi tumbal
Menurut Victor Turner yang dikutip oleh peperangan. Perang Baratayuda
Sukatno (2000) dijelaskan bahwa simbol atau melambangkan suatu tataran di mana satria
lambang dapat dibagi menjadi tiga bagian yang Pandawa sudah dapat menyingkirkan segala
pertama, yakni simbol yang disebut dengan rintangan dan berhasil menumpas segala sifat
kondensasi, yaitu menyatukan dari berbagai angkara murka yang dimiliki oleh Kurawa.
pengertian, misalnya dalam gerak wayang, yaitu Sehingga satria Pandawa bisa mencapai suatu
posisi tangan sedhakep merupakan simbol tujuan untuk mencapai kedamaian dalam
berdoa dan bisa juga tokoh tersebut sedang kehidupan.
sedih hatinya. Sikap tersebut menggambarkan Menurut Manteb Soedharsono, bahwa
penyingkatan hubungan antara makhluk dengan terjadinya perang Baratayuda khususnya
Sang Pencipta, sikap ini menuju pada satu titik Pandawa dan Kurawa, dengan tujuan selain
keagungan. Kedua, simbol polaritas adalah mengambil alih hak Negara Amarta dan Astina
simbol yang mempunyai artian bahwa karya yang dikuasai Kurawa, juga untuk
mempunyai makna yang berbeda, juga menghancurkan sifat angkara murka yang
mengandung arti yang berlawanan dan dimiliki oleh Kurawa, agar situasi bumi nusantara
merupakan penyatuan dua kutup yang menjadi tenang dan tentram. Dengan demikian
berbeda. Contohnya sifat baik buruk, dan pria sifat-sifat angkara murka itu hancur atau hilang,
wanita. Kedua sifat itu mempunyai makna kehidupan manusia akan merasakan
yang berbeda-beda, akan tetapi keduanya ketentraman baik lahir maupun batin. Hadirnya
merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat pertunjukan wayang kulit dengan cerita
dipisahkan. Dalam pertunjukan wayang kulit Baratayuda, sama halnya dengan ruwatan
purwa antara wayang dengan iringannya, bumi. Bila dikaitkan dengan budaya Jawa, bahwa
yang masing-masing mempunyai fungsi Baratayuda maupun ruwatan bagian dari ritual
sendiri-sendiri, tetapi sebenarnya satu kehidupan yang bertujuan untuk menolak
sama lain saling berkaitan dan merupakan marabaya yang akan mengancam suatu
suatu kesatuan yang utuh. Ketiga, simbol kehidupan, agar masyarakat mendapat
univikasi adalah simbol yang mempunyai arti ketentraman dan batin (Manteb Soedharsono,
yang berbeda-beda dipersatukan serta Wawancara 26 Oktober 2006).
dihubungkan melalui sifat-sifat umum dan Pertunjukan wayang kulit dengan
disosialisasikan serta dianalogikan berdasarkan menggelar cerita Baratayuda, seperti di wilayah
kenyataan atau ide. Misalnya singa, disamping Klaten dalam acara ruwahan, serta di daerah
binatang juga dijadikan sebagai simbol Gondang Sragen setelah panen gadu, menurut
keberanian. Tanda “ Salib ” sebagai simbol Kesdik Kesdalamana dan Sutadi bisa disebut
Agama Nasrani. dengan istilah ruwatan yang sudah berjalan
Pengertian-pengertian tentang simbol ratusan tahun. Dengan tujuan, agar para roh
atau lambang tersebut di atas dapat untuk nenek moyang hidupnya di dalam kubur
mengungkapkan cerita Baratayuda yang mendapat ketentraman. Tetapi Baratayuda di
disajikan oleh Manteb Seodharsono. Sajian Gondang Sragen agar leluhur Kyai cikal bakal
pertunjukan Baratayuda dengan lakon serta Kyai Danyang yang mendiami wilayah
Duryudana Gugur , selain mengandung nilai tersebut agar mendapat ketetraman dan
estetis juga mengandung lambang atau simbol kepuasan, sehingga masyarakat dalam

50 Vol. XVI No. 1, Juli 2019


Anom Sukatno: Gugurnya Raja Astina dalam Perang Baratayuda

kesehariannya, hidupnya akan lebih tentram. keempat kebijakan pokok atau keutamaan yang
Hal tersebut juga diungkapkan oleh Seno harus dimiliki oleh setiap individu dan oleh seluruh
Sastroamijoyo (1964:146) bahwa upacara itu kelas serta golongan dalam negara ideal. Oleh
ditujukan semata-mata agar para sukma leluhur sebab itu keadilan merupakan salah satu
mendapat tempat yang layak, agar roh tidak kebijakan pokok atau keutamaan perorangan
menganggu kehidupan mereka yang dan masyarakat. Keadilan mempertautkan
mengadakan “ruwatan” itu, yang dalam hati ketiga kebajikan pokok atau keutamaan lainnya,
kecilnya takut akan tertimpa oleh sesuatu mara yakni pengendalian diri , keperkasaan dan
bahaya. Perang Baratayuda sedikit banyak kebijaksanaan atau kearifan, karena keadilan
mengandung arti ketasawufan. Perang menjadi satu keutamaan dalam kehidupan
Baratayuda antara Pandawa dan Kurawa yang bernegara (J.H. Rapar, 2001:73). Ketiga pokok
masih ada kaitanyya dengan saudara itu terjadi, permasalahan tersebut sebagai sarana untuk
karena Baratayuda merupakan tiga pusat menjelaskan dialog Duryudana dengan Salya
perkara, yakni pertama , merupakan pada adegan jejer pertama.
pembasmian sifat angkara murka, kedua , 1. Kondisi Prabu Duryudana yang sedang
penetapan suatu janji atau janji yang harus dihadap oleh Salya pada saat menghadapi pokok
dipenuhi dan yang ketiga, berlakunya hukum permasalahan, setelah gugurnya Basukarno
pembalasan atau hukum karma (Seno dan Pandhita Durno tercermin dalam dialog
Sastroamijoyo, 1964:146). sebagai berikut.
Berkaiatan dengan tokoh yang Duryudana : Hheemm…. Dewa ora adil…
disimbolkan dalam Baratayuda, seorang dewa ora adil…Pandhawa
senopati yang diangkat oleh sidang, tokoh yang dipangestoni, aku ora diberkahi….
dijadikan senopati tersebut disimbolkan sebagai heemm…
lambang keagungan. Tokoh siapapun baik Salya : Lho…lho…lho saregh ngger, we
Kurawa maupun kasatria Pandawa yang lha, tanpa kanyana-nyana teka
dijadikan senopati, tokoh tersebut disimbolkan anak prabu tumunten mastani
sebagai seorang yang terhormat. Artinya ia bilih dewa mboten adil punika
adalah seorang yang berkuasa dalam memimpin nalaripun kados pundit?
perang. Duryudana : adu sugih sugih kula tinimbang
Prabu Salya setelah dijadikan senopati Puntadewa, adu akehing bala
dengan menggunakan busana serba putih nggih akeh bala kula tinimbang
melambangkan kesucian hatinya dan rela balaning Pandawa, adu rosa
berkorban jika gugur di medan perang. Warna nggih rosa Kurawa satus
putih atau seta yang menggambarkan nafsu tinimbang Pandhawa lima.
yang baik dalam arti kata berbaik hati, berbaik Hheem…… nanging yagene
Bahasa, jujur dan sebagainya (1964:287). Lain empun pitulas dina ngayahi
halnya dengan gugurnya tokoh Prabu Bratayuda, barisan Ngastina
Duryudana sebagai akhir dalam Baratayuda tansah jebol. Janji enten senopati
sebagai lambang hancurnya raja angkara Korawa sing maju, mboten dawa
murka. umure, mesthi bali mung kari
aran. Hheeemm… pancen iblis
Aspek-aspek Estetis Yang Terkandung di laknat tenan Pandhawa kowe.
Dalam Lakon Duryudana Gugur Sajian Salya : Lho lha inggih, nanging kok lajeng
Manteb Soedharsono anak prabu nglepataken dewa
Perang Baratayuda antara Kurawa dan punika sesambetanipun punapa?
Pandawa tujuan utama kedua satria tersebut Duryudana : Nggih sampun cetha, miturut
hanya menuntut suatu keadilan antara hak dan nalar kudune Bratayuda iki
batil. Sebagaimana telah diungkapkan menang Kurawa, babab abala
sebelumnya, keadilan adalah salah satu dari ratu sewu negari, wragate

Vol. XVI No. 1, Juli 2019 51


LAKON, Jurnal Pengkajian & Penciptaan Wayang

pinten-pinten kampil dinar, tur sedangkan yang benar tetap benar. Sedangkan
sinengkuyung dening para anung- yang tidak adil itu manusianya yang tidak bisa
anung ingkang sekti mahambara, mengendalikan hawa nafsunya untuk
Eyang Bisma, Bapa Durna, kepentingan pribadi. Apabila di dunia ini tidak
kakang Prabu Karna. Sedheng akan tentram manakala masih ada manusia
Pandhawa niku mung ringgkih seperti Prabu Duryudana yang sedikit sekali
mlarat, balane sethithik, sing memikirkan rakyat. Ia ingin sekali melihat
ngetutke mung ratu cilik-cilik. matinya Pandhawa (dalam ceritera Karna
Nanging kenging menapa kok Tanding). Diungkapkan bahwa Prabu
dadine kaya ngeten, Kurawa Duryudana sebagai manusia yang mempunyai
mawut, bala kula dikebut, bandha watak angkara murka budi candela, hambeg
donya ngastina larut. Mula niki siya, serakah , berbudi jahat, dan bertindak
genah nek dewane mboten adil, semena-mena (Hazim Amir, 1997:138).
mban cindhe mban siladan. 2. Nilai kemerdekaan sejati adalah nilai
Salya : Adhuh ngger…ngger… susah ya kemerdekaan yang sempurna, karena
susah ning aja ampyak awur- mengandung semua nilai kesempurnaan yang
awur mangkono kuwi, banjur ada dalam wayang. Kemerdekaan sejati adalah
ngluputke dewa, dewa dianggeb kemerdekaan yang utuh, menyatu, benar, suci,
ora adil. Klentu ngger, klentu. adil, penuh dengan kasih sayang, bertanggung
Dewa punika tetep adil, dene jawab, dan sterusnya (Hazim Amir, 1997:138).
ingkang sok mboten adil punika Prabu Salya akan dijadikan panglima peranga
hawa nafsunme manungsa, atau seorang senapati di Negara Astina bukan
ingkang namung badhe mituriti untuk membela Duryudana dan putrinya
pepinginannipun piyambak, Banowati, melainkan atas kesadaran pribadi.
mboten ngengeti kapitunaning Sehingga sikap Prabu Duryudana terhadap Salya
sanes. Lho punika…Menggahing ini, jika dipandang dalam budaya Jawa dianggap
bab menang kalahe wong perang kurang sopan, sebagai seorang raja,
punika kula ngengetaken cara seharusnya selalu menghormati kepada orang
kina: Sura dira jayaning rat lebur tua yang sekaligus mertuanya. Sikap Salya
dening pangastuti. Wiwit jaman dalam menerima perintah dari Prabu Duryudana
kina makina saengga kukuting juga diterima dengan jiwa kasatria maupun
jagad, hambeg adil adhedhasar dengan sikap lapang dada. Kesanggupan Salya
bener punika angkara dursila dijadikan panglima perang Negara Astina
candhala juti, sandyan malang- mewakili Kurawa dalam dialog terungkap sebagai
malang kados prebatang, mboten berikut.
sande mesthi tumpes kelor. Duryudana : Kulanuwun, sak pengkeripun
kakang dipati Karna gugur
Dialog Prabu Duryudana dengan Salya wonten paprangan, lajeng sinten
tersebut di atas bahwa, sang raja yang belum malih ingkang kula tengga kajawi
bisa mengendalikan diri terhadap situasi yang namung paduka rama prabu.
sebenarnya. Walaupun Kurawa banyak kroninya Pramila rama, kula aturi welas
tetapi kemenangan di tangan Pandawa. Sikap dhateng keng putra, mbenjang
inilah yang mengakibatkan Bahwa Prabu enjang punika mgi wontena
Duryudana menganggap dewa tidak bijaksana dhanganging panggalih jumeneng
dalam memberikan keadilan terhadap dirinya minangka senapati agung.
khususnya Kurawa. Sikap Prabu Duryudana Salya : Inggih kula sagah nanging
tersebut dikendalikan oleh Salya, bahwa dalam wonten syaratipun lho ngger.
peperangan dewa sudah berbuat adil dan Duryudana : punapa syaratipun ??
bijaksana, bahwa yang salah tetap salah Salya : Syarat ingkang sepisan inggih

52 Vol. XVI No. 1, Juli 2019


Anom Sukatno: Gugurnya Raja Astina dalam Perang Baratayuda

punika, wonten tengahing palagan diaplikasikan dalam ajaran mamayuhayuning


mangke manawi kula sampun bawana (Hazim Amir, 1997:194-195).
wiwit matak aji Vandhabirawa,
sadaya para wadya kedah seleh Salya Membuka Takbir Sebelum Akhir
dedamel, mandheg anggenipun Hidupnya
bandayuda. Manawi makaten Salya setelah diangkat menjadi senopati
ingkang mboten ngestokaken, Kurawa didatangi putra keponakan Nakula dan
kula mboten tanggel Sadewa (putra Madrim) yang disuruh oleh
kawilujenganipun. Kresna untuk memohon dengan sifat rayuhan
Duryudana : Kawula nuwun inggih ngestokaken kepada pamannya, jika Salya menjadi senapati
dhawuh. membela Kurawa, ia minta dibunuh terlebih
Salya : Ingkang angka kalih, anak prabu dahulu. Karena jika pamannya menjadi senopati
sampun ngantos njagekaken tidak ada lawan yang bisa menandingi
angsah kula mangke mesthi kesaktiannya Aji Candabirawa. Salya setelah
mimpang, sampun ngantos. melihat keponakannya merasa iba dan Salya
Sebab menang kalah punika memberikan kejelasan bahwa ia tak lama lagi
sanes wewenanging manungsa, akan mati di peperangan, oleh karena itu ia
nanging purba wasesaning Gusti, memberikan kelemahannya jika nanti menjadi
Duryudana : Nun inggih sendika rama. senopati lawannya harus Puntadewa. Karena
Salya : Sampun ngger, syaratpun Puntadewa seorang satria yang mempunyai
namung punika. darah putih. Dengan kekuatan itu Aji
Candabirawa akan hancur, selain itu semua
Sikap Salya dalam menerima tugas prajurit harus meletakkan senjatanya serta
sebagai seorang senapati dalam menghadapi memohon pada Sang Pencipta dengan doa
Pandawa tersebut diterima dengan lapang dada, rahayu . Rahasia kekuatan Salya tersebut
mengingat bahwa Salya juga seorang raja yang terungkap dalam dialog sebagai berikut.
berjiwa satria dan berjiwa luhur. Maka dalam Salya : Kembar, sesuk esuk aku madeg
menghadapi musuh yang masih ada kaitanya senopati Ngastina iku ora marga
dengan keluarga utamanya Nakula dan Sadewa niyak bebela marang Duryudana kuwi
tidak boleh mengharapkan suatu kemenangan. ora, nanging jenengingsun wis
Sikap Salya itu menandakan bahwa walaupun nampa sasmitaning ga’ib kang
gugur di medan perang sudah menjadi suratan mralambangi yen kwajibanku urip ana
atau sudah ditakdirkan oleh dewa. ing alam rame iki wis rampung. Ya
1. Nilai Kebahagiaan Sejati yang berkaitan mung saranane bali nyang
dengan perang Baratayuda Jaya Binangun ngayunan, aku kudu netepi jejering
adalah nilai kebahagiaan yang sempurna, oleh kasatriyan yaiku gugur ana ing
karena ia mengandung semua nilai palagan. Ngger, aji Candha-birawa
kesempurnaan yang ada dalam wayang. kuwi mono mung piranti, pirantiku
Kebahagiaan sejati adalah kebahagiaan yang nalika aku isih duwe kwajiban ana ing
utuh, menyatu, benar, suci, adil, dan jagad iki. Kagawa kwajibanku wis
seterusnya. Nilai kebahagiaan sejati mempunyai rampung, mula piranti mau yaw is
kedudukan yang amat penting dalam sistem ora ana dayane.
etika wayang, yakni menuju terbentuknya Nakula : Nuwun inggih wa.
manusia bahagia, terciptanya suatu kehidupan Salya : Sesuk yen aku ngibarake Aji Candha-
masyarakat, Negara dan dunia yang bahagia. birawa kang wujud buta bajang, aja
Kedudukan nilai kebahagiaan sejati yang tinggi ditandingi nganggo landheping
tersebut dalam wayang dibuktikan oleh gegaman lan kasudiran, nanging
kenyataan bahwa semua kesatria yang baik malah padha selehna gamanmu,
selalu berusaha menjadi manusia bahagia yang patrap sedhakep lenggah susila, sarta

Vol. XVI No. 1, Juli 2019 53


LAKON, Jurnal Pengkajian & Penciptaan Wayang

padha ngucapna mantra: rahayu- Pandawa melalui Nakula dan Sadewa (Barnas
rahayu-rahayu. Ya kanthi cara Sumantri, 1999:147).
mangkono, buta bajang
Candhabirawa mau bakal lebur luluh Baratayuda Sebagai Hari Pembalasan
tanpa dadi. Nanging yen kok Peranga Baratayuda yang juga disebut
tandangi sarana karosan, o ya sida Baratayuda Jayabinangun peperangan antara
rusak temenan barisanmu ngger. keluarga keturunan Barata yakni Pandawa dan
Nakula : Kawula nuwun ninggih wa. Kurawa permasalahan yang paling utama adalah
Salya : Banjur senapati Pandawa kang ndak masalah sebuah negara. Seperti diungkapkan
pilih supaya nguntapake patiku, ora oleh Manteb Soedharsono dalam lakon Kresna
liya ya mung kakangmu Puntadewa. Duta, pada saat Irawan dihadap oleh Semar.
Nakula : Kenging punapa kedah kaka prabu Saat itu Semar memberikan gambaran tentang
Puntadewa ingkang salaminipun terjadinya Baratayuda, sebab perang
mboten nate bandayuda punika wa? Baratayuda itu kejam dan bengis. Bratayuda
Salya : Iya sabab wis kinodrat, ora ana wong itu perang yang mempunyai aturan yang
sing kuwat nguntapake patiku mung dikendalikan oleh Kresna sebagai botohnya
kajaba manungsa kang getihe putih, Pandawa. Sebab Baratayuda itu perang suci,
hambeg sabar darana, suci atine, artinya barang siapa yang tidak dijadikan
jujur tumindake, lila ing bandha sebagai senapati berarti hidupnya tidak
legawa ing pati. Mula kulup, sepisan mempunyai dosa terhadap sesamanya, selain
ji iki kakangmu Puntadewa kudu itu orang tersebut juga tidak tertulis dalam Kitab
gelem nglepasake jemparing kang Baratayuda. Sebab perang Baratayuda itu
sinandhangan Jimat Kalimasada ibaratnya barang siapa yang menanam akan
marang dhadhaku. Wis, bab eguh menuai hasilnya, siapa yang hutang akan
pratikele pasrahna marang priyayi mengembalikan. Itulah yang disebut perang
sing kongkon kowe mau. Baratayuda Jayabinangun3 Dalam ilmu tasawuf
bahwa Perang Baratayuda antara Pandawa
Salya setelah memberikan kejelasan pada dan Kurawa mengandung arti tiga pokok
Nakula dan Sadewa wajahnya membersit permasalahan dalam kehidupan, di antaranya
perasaan haru yang mendalam. Ia melihat dan pertama, merupakan pembasmian sifat angkara
membayangkan adiknya Madirm yang telah murka, kedua penetapan suatu janji atau janji
tiada. Ia Introspeksi diri betapa rakusnya ia yang harus dipenuhi, dan yang ketiga berlakunya
menghirup kelezatan duniawi, sementara yang hokum pembalasan atau yang disebut dengan
muda harus segera mengakhiri hidupnya. hukum karma (Adhman Sudjudin, 1970:51).
Terbayang pula kejadian dahulu ia telah Ketiga hukum karma tersebut dapat digunakan
memaksa membunuh mertuanya yang baik hati untuk membahas kematian Salya, Sengkuni,
dan berbudi luhur hanya karena berwajah dan Prabu Duryudana. Gugurnya Salya,
raseksa. Ia mengakui bahwa ia telah tertipu Sengkuni, dan Prabu Duryudana dalam perang
oleh perasaan sendiri bahwa bentuk luarnya Baratayuda karma mereka pada saat mereka
yang buruk ternyata hatinya berisi emas. Lalu masih hidup maupun berkuasa.
ia bersabda, anaku sebenarnya aku lebih Kematian Salya akibat dari ulahnya pada
menyayangi Pandawa. Hanya saja aku terjebak saat menikah dengan Setyawati, sehingga
oleh kelicikan Sengkuni yang memaksa aku mertuanya yang bernama Bagaspati yang tidak
berpihak pada Kurawa. Memang kesaktiannya punya dosa itu ia habisi dengan sangat kejam.
tiada tanding kecuali oleh seorang yang memiliki Kematian Sengkuni dengan cara dibeset kulitnya
darah putih, di tangan dialah rahasia seperti mengelupas buah pisang juga akibat dari
kematianku. Sekarang kembalilah ke ulah mereka yang selalu berbuat jahat kepada
pesanggrahan. Salya dengan sengaja Pandawa, baik melalui ucapan maupun
membukakan rahasia kematiannya kepada tindakan, sehingga matinya Sengkuni sangat

54 Vol. XVI No. 1, Juli 2019


Anom Sukatno: Gugurnya Raja Astina dalam Perang Baratayuda

sengsara. Sedangkan matinya Prabu jaman taksih manten enggal


Duryudana dilambangkan sebagai raja yang kaliyan anak kula Pujawati inggih
rakus dan jahat pada waktu masih berkuasa. Setyawati. Nalika samanten kula
Pada saat Begawan Metreya memberikan sa- sampun janji bilih dumugining
ran agar tidak semena-mena dengan Pandawa wanci Baratayuda Jayabinangun,
maupun menyengsarakan orang lain tidak jengandika nedya kula kanthi
diterima dengan baik justru badan maupun kundur dhateng kalanggengan.
kepala Metreya diinjak-injak sampai tak sadarkan Pramila ngger lumatar jemparing
diri. Sedangkan yang kedua, setelah Pandawa Pamungkas lan Kalimasada
kalah bermain dhadhu , Dewi Drupadi ingkang kalepasaken dening Prabu
ditempelkan pada paha kirinya. Hukum karma Puntadewa punika, namung
dari tiga tokoh tersebut akan penulis jabarkan sadermi nindakaken adiling kang
sebagai berikut. kawasa. Sampun ngger, mangga
enggal kula kanthi wangsul ing
Kematian Salya Akibat Karma kasedan jati.
Salya ketika berdiri sebagai senapati di
tegal Kuru, setelah mengeluarkan Aji Pembalasan Begawan Bagaspati pada
Candabirawa semua kekuatan yang berupa Buta Salya merupakan tindakan dari perbuatan Salya
Bajang keluar yang jumlahnya tak terhitung. pada saat memperistri Setyawati, sehingga
Prabu Kresna yang memegang kendalinya perbuatan Salya yang membunuh mertuanya
peperangan segera memerintahkan semua akan dibalas pada saat Baratayuda. Melalui
prajurit dengan berdiam diri serta semua pusaka Jamus Kalimasada yang dilepaskan oleh
peralatan yang berupa senjata segera Puntadewa sebagai jalan utama penebusan
diletakkan dan duduk sambil memanjatkan doaa. dosa Salya pada saat membunuh Bagaspati.
Dari kekuatan doa tersebut sehingga Aji
Candabirawa tidak bisa berkutik. Tetapi jika Kematian Sengkuni Akibat Karma
dihadapi dengan kemarahan, Aji Candabirawa Kesaktian Sengkuni tidak hanya dalam
itu bisa menghancurkan musuh. Sukma berpolitik menguasai Negara Astina saja
Begawan Bagaspti turun ke bumi untuk melainkan dalam hal keprajuritan ia juga seorang
membalas kematiannya pada menantunya satria yang sangat sakti. Dalam lakon Minyak
Raden Narasoma, ketika ia masih muda Tala (Jawa) atau Lisah Tala, diceriterakan badan
membunuh mertuanya Begawan Bagaspati. Sengkuni tidak hanya diolesi saja, melainkan
Pembalasan Begawan Bagaspati pada Salya setelah Minyak Tala itu jatuh, ia lantas
yakni dengan jalan menyatu ke jiwa Puntadewa menjatuhkan diri ke tanah, tumpahan minyak
yang mempunyai darah putih. Namun sebelum itu untuk gulung, sehingga semua tubuhnya
menyatu ke tubuh Puntadewa, Bagaspati dapat terolesi minyak tersebut, sehingga tubuh
melontarkan pesan sebagai berikut. yang terolesi minyak tidak mempan dengan
Bagaspati : Dhuh Raden Narasoma ana kula pusaka apapun. Setelah Baratayuda terlaksana,
mantu ingkang kula tresnani, mugi Sengkuni dipukul Werkudara dengan Gada Rujak
sampun cuwa ing panggalih inggih Polo tidak mempan. Sengkuni mengeluarkan Aji
ngger, dene dinten punika Senggara Macan dari mulutnya mengeluarkan
paripaksa kula kedah mungkasi binatang buas yang banyak sehingga bisa
jejibahan jengandika ing alam memporak-porandakan beteng musuh. Aji
padhang. Punapa ta sababipun Senggara Macan tersebut oleh Arjuna diimbangi
makaten, hawit karma ingkang dengan Aji Prakam pemberian Batara Indra pada
sumandang ing gesang saat menjadi Begawan Ciptoning, sehingga
jengandika sampun andhatengi. kesaktian Aji Senggara Macan milik Sengkuni
Inggih punika duk nalika dapat teratasi. Hancurnya Aji Senggara Macan,
panjenengan mentala mejahi kula Sengkuni menjadi marah dan membawa pedang

Vol. XVI No. 1, Juli 2019 55


LAKON, Jurnal Pengkajian & Penciptaan Wayang

melukai prajurit Pandawa. Setelah Sengkuni kok jebul ngucira ing yuda, jago
dipegang oleh Werkudara, Kresna memberi tahu tarung durung beret kulite,
kelemahan Sengkuni. Badan dijungkir balikkan, durung gogrog ulune, kok wis
kuku Pancanaka menunjam dubur Sengkuni dan mlayu nggendring ndhelik slulup
mulutnya Sengkuni dirobek-robek hingga mati. eneng kedhung, wah pripun niku.
Kematian Sengkuni dengan melalui mulut Ngisin-isini yayi! Ndika niku wani
Sengkuni dirobek-robek akibat ucapan kata yang mukti ya kudu wani mati, gelem
jahat hingga mengakibatkan banyak orang kepenak kepenak ya kudu gelem
termasuk Pandawa menderita. Kulitnya dikupas lara, lho niku jiwa stria tenan.
disayat-sayat sebagai pembalasan atas Pripun kok imbas imbis ngoten
keserakahan dan kerakusan yang dilakukannya. niku. Hayo digugah kaprawirane,
Demikianlah perbuatan jahat harus dibayar ditangekke kekendelane, ampun
dengan rasa sakit yang luar biasa hingga ajalnya kuwatir mangke Baladewa sing
sangat mengenaskan (Barnas Sumantri, mbotohi.
1999:147-148). Duryudana : Punapa saestu kaka prabu
kapareng dados botoh kula?
Kematian Duryudana Akibat Karma Baladewa : Lho saestu yayi, saestu.
Ketika perang Baratayuda Jayabinangun
hampir selesai seluruh keluarga Kurawa telah Prabu Duryudana setelah mendapat
hancur tinggal Prabu Duryudana seorang, bantuan dari Prabu Baladewa, ia pulih kembali
pikirannya tak karuan. Ia masih ingin hidup tetapi dengan kekuatannya dan segera bangkit untuk
harus lari kemana, rasa takut semakin berperang melawan Werkudara. Demikian
mencengram terutama pada Werkudara yang peperangan dimulai, Prabu Baladewa
akan mengancam membunuhnya dalam perang berpendirian netral dalam peperangan tersebut.
itu. Tak sadarkan diri setelah ia perang dengan Ternyata perang tanding itu Werkudara hampir
Werkudara merasa kalah, ia lari lantas masuk tidak tahan melawan kelincahan Prabu
ke dalam air merendam diri di sungai, pikiran Duryudana dalam adu kekuatan perang gada.
mereka tak akan mengetahui dirinya. Tetapi Werkudara menggunakan Gada Lambitamuka
kepergian Prabu Duryudana diketahui oleh Rujak Polo , sedangkan Duryudana
Sanjaya dan dilaporkan kepada Kresna maupun menggunakan Gada Pamecat Nyawa. Kresna
Werkudara. Pada saat itu jugaprabu Baladewa sebagai botohnya pandawa, merasa gelisah
yang sudah selesai bertapa juga datang, melihat hatinya melihat kekuatan Prabu Duryudana,
Prabu Duryudana yang sedang berlindung di tetapi Kresna melihat kelemahan Prabu
dalam air. Prabu Duryudana diundang oleh Prabu Duryudana pada paha kirinya. Oleh karena itu
Baladewa, akhirnya ia lari menuju ke tempat ia segera memerintahkan Janaka dan Petruk
Prabu Baladewa dengan perkataan sambat untuk menepuk-nepuk paha kirinya untuk
dalam dialog terungkap sebagai berikut. memberi kode pada Werkudara. Ketika
Duryudana : Adhuh kaka prabu… jimat Werkudara akan memukul punggung Prabu
pepundhen kula. Teka tega Duryudana segera melompat tinggi dan pada
sanget paduka ningali saat Prabu Duryudana melompat, paha kiri
kawontenan kula. Kaka Prabu Prabu Duryudana terkena pukulan Gada
Mandura, tinimbang memanjang Lambitamuka Rujak Polo, ketika itu ia roboh
wiring, aluwung cinupeta gesang tak berdaya. Saat itulah kutukan Resi Metreya
kula kemawon. terjadi, maksud baik tetapi dibalas dengan
Baladewa : He yayi Duryudana! ampun kaya kehinaan, begitu juga pada saat Dewi Drupadi
bocah cilik. Ndika niku ratu menjadi kukuban Kurawa (dalam lakon Pandawa
gegedhug tur pepethinganing Dadu), Dewi Drupadi juga pernah kepalanya
satria bangsa kuru, muride dibenturkan dengan betis Prabu Duryudana.
baladewa ing bab ulah gada, lha Meskipun Prabu Duryudana telah roboh tetapi

56 Vol. XVI No. 1, Juli 2019


Anom Sukatno: Gugurnya Raja Astina dalam Perang Baratayuda

Werkudara masih terus menghajarnya, Astina dikukuhi oleh pihak Kurawa, suratan dari
kepalanya diinjak-injak, mukanya dipukul dewa itu tidak bisa dihindari lagi. Fungsi pusaka
berulang kali, dan tubuhnya di seret seperti atau senajata dalam perang Baratayuda
binatang hingga tidak wujud tubuh Prabu sebagai alat untuk menghancurkan musuh.
Duryudana. Siksaan yang dilampiaskan oleh Berkaitan dengan pusaka, bahwa pusaka Gada
Werkudara terhadap Prabu Duryudana tersebut Rujak Polo adalah sebagai simbol keperkasaan
membikin Prabu Baladewa menjadi murka dan yang artinya bahwa Werkudara dengan
berteriak. menggunakan senjata Gada Rujak Polo
Penutup dilambangkan sebagai satriya yang gagah
perkasa yang tak tertandingi dalam medan
Baratayuda, dalam pewayangan sering perang (Sutadi, Wawancara 10 Mei 2007).
disebut Baratayuda Jayabinangun. Perang Gada sejenis senjata berupa alat pemukul
Baratayuda adalah perang besar yang terjadi yang digunakan dalam dunia pewayangan. Gada
dalam dunia pewayangan di antara dua keluarga juga disebut limpung biasanya digunakan untuk
keturunan Barata, yaitu Kurawa dan Pandawa. perkelahian dengan jarak dekat. Senjata ini
Bagi kebanyakan dalang, lakon-lakon yang pada umumnya merupakan andalan bagi tokoh
termasuk seri Baratayuda tergolong lakon yang yang bertubuh tinggi besar dan gagah. Bima
wingit. Sehingga untuk mempergelarkannya dan Duryudana merupakan tokoh yang terkenal
diperlukan persiapan batiniah sang dalang dan dengan kemahirannya memainkan gada (Sena
upacara ritual yang cukup. Cerita Baratayuda Wangi, 1999:531). Gada Rujak Polo salah satu
ini ditulis dalam bentuk kakawin oleh Empu Sedah gada pusaka milik Werkudara. Dibandingkan
dan Empu Panuluh. Inti kisah itu berdasarkan dengan gada yang lainya, Gada Rujak Polo
bagian akhir dari Kitab Mahabarata. Dalam berukuran lebih besar dan lebih panjang.
perang ini seluruh keluarga Kurawa dan semua Menurut pedalangan gagrak Yogyakarta, Gada
anak Pandawa gugur. Selain itu, Baratayuda juga Rujak Polo berawal dari sayembara untuk
memakan banyak korban, banyak sesepuh memperebutkan Dewi Kuntul Winanten putri
yang telah gugur, antara lain Prabu Drupada, bungsu Prabu Candrawimana dari kerajaan
Resi Bisma, Prabu Salya, Begawan Durna, Prabu Gendhing pitu. Menurut sayembara itu barang
Matswapati termasuk Seta, Utara, dan siapa dapat menaklukan tiga puluh sembilan
Wratsangka. Dalam cerita pedalangan, ribuan orang kakak Kuntul Winanten ia berhak
orang prajurit dari kedua pihak gugur dalam mempersunting putri tersebut. Gada Rujak Polo
perang besar selama delapan belas hari itu yang digunakan oleh Werkudara, jika
dengan kemenangan dipihak Pandawa. berbenturan dengan gada lawan selalu
Perang Baratayuda peperangan antara bertambah besa dan keistimewaan dari Gada
Pandawa dan Kurawa mendapat perhatian yang Rujak Polo adalah gada yang mempunyai
khusus dihati masyarakat pendukungnya. keampuhan tiada lawan (Sena Wangi,
Perang Baratayuda peperangan Kurawa 1999:1093). Gada Rujak Polo selain berfungsi
melawan Pandawa yang berjalan enam belas sebagai alat untuk membunuh musuh dalam
hari telah memakan banyak korban yang gugur perang Baratayuda juga terkait dengan lakon-
di medan laga, baik dipihak Kurawa maupun lakon lainnya.
dikubu Pandawa. Sebelum terjadi perang Gada merupakan sejenis senjata yang
Bratayuda, sebenarnya dari pihak Kurawa baik berupa alat pemukul yang digunakan dalam
dari Begawan Bisma maupun Prabu Salya sudah dunia pewayangan. Gada yang juga disebut
mengingatkan, agar Negara Astina dikembalikan limpung, biasanya digunakan untuk perkelahian
kepada Pandawa, hal ini terjadi karena hanya jarak dekat. Senjata ini pada umumnya
masalah Negara Astina, hal tersebut tersirat merupakan andalan bagi tokoh wayang yang
dalam lakon Kresna Duta. Apabila Negara Astina bertubuh tinggi besar dan gagah. Werkudara
itu dikembalikan pada Pandawa, tidak akan dan Duryudana merupakan tokoh yang terkenal
terjadi perang Baratayuda. Namun jika Negara dengan kemahirannya memainkan gada. Di

Vol. XVI No. 1, Juli 2019 57


LAKON, Jurnal Pengkajian & Penciptaan Wayang

Negara India bentuk gada berbeda dengan Lukitamuka (Kesdik Kesdalamana, Wawancara
dipewayangan. Di Negara tersebut, gada 5 April 2007).
berfungsi sebagai alat pemukul lawan dalam Dalam dunia pedalangan Gada Rujak Polo
peperangan, bentuknya bulat seperti buah identik dengan Gada Lukitasari , namun
semangka dan bertangkai panjang. Imajinasi kenyataannya menurut beberapa sumber serta
mengenai bentuk gada serupa ini juga terdapat para sesepuh dalang sangat berbeda. Gada
pada wayang Golek Purwa Sunda (Sena Wangi, Kyai Rujak Polo salah satu pusaka milik
1999:531). Werkudara. Gada Rujak Polo jika dibandingkan
Gada Lukitasari juga disebut dengan dengan gada yang lain ukuranya lebih besar
Lohitamuka. Lohitamuka beraasal dari kata dan lebih panjang. Menurut pedalangan gagrak
Lohita, yang artinya banyak darah, sedangkana Yogyakarta bahwa Gada Rujak Polo pada
Lohitamuka artinya mulut yang suka makan awalnya serupa dengan dengan gada biasa.
darah. Gada Lohitamuka milik Werkudara yang ketika Werkudara ikut dalam sayembara
difungsikan pada perang Baratayuda untuk memperebutkan Dewi Kuntul Wilanten, putri
menghadapi Prabu Duryudana (R.M. Sajid, bangsa Prabu Candrawimana dari kerajaan
1958:73). Penjelasan mengenai Rujak Polo yang Gendhing Pitu. Menurut sayembara itu barang
berarti memasak otak untuk siapa dapat menaklukkan dari tiga puluh
mempertimbangkan apa yang sudah dianalisa sembilan orang dari kakak Kuntul Wilanten, ia
dan dipertimbangkan masak-masak di dalam berhak mempersunting putri tersebut. Dalam
otak. Dengan Rujak Polo gunung dipukul hancur, peperangan semua menggunakan senjata
kekuatan otak hebat sekali. Gada Rujak Polo gada. Ternyata pada saat gada Werkudara
juga disebut “Lukitasari”. Lukita sari yang berarti yang bernama Kyai Rujak Polo berbenturan
hasil pemikiran atau hasil pengolahan di dalam dengan gada lawan-lawannya, gada Werkudara
otak. Jadi nama itu sama, yang satu selalu bertambah besar dan panjang, sedangkan
pengolahannya dan yang satu mengenai gada lawannya mengecil (Sena Wangi,
hasilnya (Poedjosubroto, 1975:148). Lukitasari 1999:1093-1094).
berwujud sebuah gada milik Werkudara yang Gada Lukitasari sebelum menjadi milik
sangat ampuh. Selain Lukitasari, Werkudara Werkudara adalah senjata andalan Prabu
juga memiliki gada lain yang bernama Gada Dandunwacana, yaitu Raja Jodipati yang
Rujak Polo, dalam Kitab Mahabarata, Lukitasari dikalahkan oleh kasatria Pandawa tersebut (Sena
juga disebut Lokitamuka. Menurut sebagian Wangi, 1999:853). Menurut Sajid bahwa nama
dalang, Gada Lukitasari dan Rujak Polo ini Gada Rujak Polo dan Gada Lukitasari ada dua
digunakan Werkudara ketika berperang pengertian, yakni Lukitasari berbentuk sangat
melawan Prabu Duryudana di hari terkhir besar dan panjang, akan tetapi Rujak Polo
Baratayuda, sedangkan Prabu Duryudana bentuknya besar namun tidak panjang (R.M.
menggunakan Gada Kyai Inten (Sena Wangi, Sajid, 1958:81). Untuk mengungkap kebenaran
1999:853). tetang hal nama Gada Rujak Polo, ditegaskan
Gada Rujak Polo merupakan salah satu oleh Manteb Soedharsono, bahwa gada yang
pusaka yang dimiliki oleh Werkudara. Pusaka dimiliki oleh Werkudara adalah bernama
Gada Rujak Polo berbentuk besar dan lebih Lambitamuka Rujak Polo dan Gada Rujak Polo
panjang dibandingkan dengan gada lainnya. juga disebut dengan Gada Lukitasari (Manteb
Sebagian dalang menganggap, bahwa Gada Soedharsono, Wawancara 10 Mei 2007).
Rujak Polo indentik dengan Gada Lukitasari, akan Menurut para sesepuh dalang Surakarta,
tetapi sebagian lain menganggap berbeda (Sena bahwa asal-usul Gada Rujak Polo pusaka milik
Wangi, 1999:1093). Pendapat tersebut di atas Werkudara tersebut berasal dari Prabu
juga dibenarkan oleh Kedik Kesdalamana, bahwa Gorawangsa dari kerajaan Sengkapura. Prabu
para dalang di Klaten nama Gada Lukitasari Gorawangsa dapat dibunuh oleh Basudewa dan
merupakan dasanama dari Gada Rujak Polo dan Negara Sengkapura menjadi jajahan Negara
nama gada tersebut dapat juga disebut dengan Mandura. Dalam lakon ontran-ontran Negara

58 Vol. XVI No. 1, Juli 2019


Anom Sukatno: Gugurnya Raja Astina dalam Perang Baratayuda

Wiratha, Werkudara juga ikut membantu, Prabu Gada Rujak Polo. Hal tersebut dikisahkan setelah
Basudewa memberi hadiah berupa pusaka perang kedua kasatria tersebut sangat
kepada Werkudara dengan nama Gada Rujak berimbang, tidak ada yang kalah maupun yang
Polo (Ganda Wadjiran, Wawancara 21 Mei menang. Tetapi setelah paha kiri Prabu
2007). Duryudana dipukul dengan Gada Rujak Polo
Hal tersebut juga diungkapkan oleh oleh Werkudara akhirnya Prabu Duryudana
Manteb Soedharsono dalam Lakon Kangsa Adu terjatuh. Selain paha, badan Duryudana juga
Jago pada adegan akhir di Negara Mandura. dihancurkan dengan Gada Rujak Polo hingga
Prabu Basudewa dihadap oleh putranya Prabu Duryudana gugur di medan perang
Kakrasana, Narayana, Rara Ireng, Bratasena, (Manteb Soedharsono, 1991:25).
Permadi, Harya Prabu, Ugrasena, dan
Punakawan. Prabu Basudewa mengucapkan Dengan demikian bahwa peran Gada
rasa syukur pada kemurahan Sang Maha Kuasa Rujak Polo dalam lakon Baratayuda sangat
yang telah memberikan suatu kemenangan dan berguna sehingga peran utama Gada Rujak Polo
ketentraman dari ancaman musuh yakni adalah untuk memukul musuh dengan jarak
Kangsadewa. Oleh karena itu Prabu Basudewa dekat, selain membunuh senopati juga prajurit
memberikan penghargaan, diantaranya. yang membantu Kurawa. Tujuan utama untuk
1. Raden Kakrasana kawisuda menjadi membunuh Prabu Duryudana dan Kurawa
pangeran Pati, kelak menjadi calon raja. lainnya.
2. Raden Narayana diberikan tempat tinggal Berdasarkan keterangan tersebut di atas
dan diberi nama kasatriyan Banjarpatoman. dapat dikatakan, bahwa sanggit adalah suatu
3. Raden Bratasena diberi pusaka peninggalan cara penggarapan keseluruan pertunjukan
Gorawangsa yang bernama Gada wayang kulit purwa untuk menyampaikan isi
Lambitamuka atau Gada Rujak Polo. lewat unsur pakeliran, sehingga peristiwa-
4. Raden Permadi dicalonkan dengan Rara peristiwa yang terjadi dalam garapan lakon dapat
Ireng. menimbulkan rasa kemantapan dalam sajian
5. Kademangan Widarakandang menjadi bumi atau rasa estetis. Unsur yang dimaksud di sini
perdikan dan tidak diperbolehkan memberi diantaranya meliputi catur (ginem, janturan,
sesuatu pada Negara Mandura (Manteb pocapan ), sabet ( cepengan, tancepan,
Soedharsono 1991:41). bedholan, entas-entasan, dan solah), musik
atau karawitan pertunjukan wayang kulit purwa
Kesimpulan akhir baik dari referen buku (gendhing, suluk, tembang, dan dhodhogan).
tertulis maupun pendapat para dalang di Sanggit di dalam pertunjukan wayang kulit purwa
Surakarta bahwa Gada Rujak Polo namanya manfaatnya sangat besar, karena keberhasilan
juga Gada Lambitamuka dan Gada Lukitasari. pertunjukan baik pakeliran maupun konser
Gada Rujak Polo tersebut berasal dari Negara karawitan dan pertunjukan lainnya sangat
Sengkapura peninggalan Prabu Gorawangsa. menentukan kuwalitas garapan.
Sedangkan Gada Lambitamuka atau Lukitasari Adapun fungsi pusaka adalah sebagai
berubah menjadi besar dan dinamakan Gada senjata yang dapat dipergunakan sebagai alat
Rujak Polo , akibat peperangan di Negara untuk membunuh musuh/lawan. Selain itu
Gending Pitu untuk merebutkan Dewi Kuntul pusaka dalam budaya Jawa sebagai kekuatan
Winanten, sehingga setelah gada memakan yang dimiliki seseorang (Hamsuri, 1985:45).
korban sebanyak tiga puluh sembilan orang dari Sedangkan menurut Manteb Soedharsono yang
kakak Kuntul Winanten gada tersebut berubah berkaitan dengan senjata dalam pertunjukan
menjadi besar, sehingga gada tersebut diberi wayang kulit purwa bahwa fungsi gada dan
nama Gada Rujak Polo. senjata lainya berperan sangat penting, karena
Perang akhir Baratayuda yang disebut gada maupun senjata lainnya merupakan alat
dengan lakon Rubuhan, Gugurnya Duryudana pembela diri dalam melindungi anggota badan
yang dibunuh oleh Werkudara dengan pusaka ketika diserang musuh dengan jarak dekat.

Vol. XVI No. 1, Juli 2019 59


LAKON, Jurnal Pengkajian & Penciptaan Wayang

Selain itu juga untuk membunuh musuh pada mengungkapkan cerita Baratayuda yang
saat peperangan terjadi. Sedangkan fungsi disajikan oleh Manteb Seodharsono. Sajian
Gada Rujak Polo dalam Baratayuda sebagai pertunjukan Baratayuda dengan Lakon
senjata pamungkas untuk menghancurkan Duryudana Gugur, selain mengandung nilai
musuh baik Dursasana, Sengkuni, Prabu estetis juga mengandung lambang atau simbol
Duryudana, dan raja suruhan yang melindungi dalam sajian pakeliran. Lakon Duryudana Gugur
Kurawa (Manteb Soedharsono, Wawancara 10 dalam dunia pedalangan juga dapat disebut
Mei 2007). Pendapat tersebut juga diungkapkan dengan lakon “Rubuhan”. Artinya peperangan
oleh Sutadi, bahwa fungsi Gada Rujak Polo dalam yang paling akhir dengan kemenangan dipihak
perang Baratayuda memang sudah dipersiapkan Pandawa. Peperangan kedua Negara antara
oleh dewa kepada Werkudara untuk Kurawa dan Pandawa juga menelan banyaknya
menghancurkan musuh Pandawa terhadap korban dari kedua kubu yang berseteru, dipihak
Kurawa dan kroninya (Sutadi, Wawancara 20 Kurawa hancur dan sekutunya menjadi tumbal
Mei 2007). dalam peperangan. Perang Baratayuda
Jika dilihat dari berbagai pengertian kata melambangkan suatu tataran di mana kasatria
fungsi di atas keduanya mempunyai kesamaan, Pandawa sudah dapat menyingkirkan segala
yakni alat untuk membunuh musuh/lawan rintangan dan berhasil menumpas segala sifat
dengan jarak dekat. Namun yang sesuai angkara murka yang dimiliki oleh Kurawa, hingga
dengan pembicaraan fungsi Gada Rujak Polo kasatria Pandawa bisa mencapai suatu tujuan
dalam Baratayuda tersebut adalah pendapat untuk mencapai kedamaian dalam kehidupan.
yang disampaikan oleh Toyocarito bahwa fungsi Menurut Manteb Soedharsono, bahwa
Gada Rujak Polo dalam Baratayuda adalah terjadinya perang Baratayuda khususnya
pusaka sebagai senjata pamungkas untuk Pandawa dan Kurawa dengan tujuan selain
menghancurkan musuh khususnya Prabu mengambil alih hak Negara Amarta dan Astina
Duryudana dan Kurawa lainnya, serta yang dikuasai Kurawa juga untuk
sekutunya (Toyocarito, Wawancara 20 April menghancurkan sifat angkara murka yang
2007). dimiliki oleh Kurawa agar situasi bumi nusantara
Pernyataan yang disampaikan oleh para menjadi tenang dan tentram. Dengan demikian
sesepuh dalang tersebut sangat tepat sekali, sifat-sifat angkara murka itu akan hancur dan
hal tersebut sesuai dengan keterkaiatannya hilang serta kehidupan masyarakat akan
Gada Rujak Polo dengan tema lakon dalam merasakan ketentraman baik lahir maupun
Baratayuda. Dengan dasar itu dapat batin. Hadirnya pertunjukan wayang kulit dengan
menunjukkan bahwa penggunaan pusaka Gada cerita Baratayuda sama halnya dengan ruwatan
Rujak Polo baik yang disampaikan oleh Hamzuri, bumi. Jika dikaitkan dengan budaya Jawa, bahwa
Manteb Soedharsono, Toyocarito, maupun Baratayuda maupun ruwatan bagian dari ritual
Sutadi bahwa gugurnya Prabu Duryudana kehidupan yang bertujuan untuk menolak
dipukul dengan menggunakan pusaka Gada marabaya yang akan mengancam suatu
Rujak Polo oleh Werkudara. Gugurnya Prabu kehidupan agar masyarakat mendapat
Duryudana dalam cerita Baratayuda dari ketentraman lahir dan batin (Manteb
berbagai sumber baik tertulis maupun pendapat Soedharsono, Wawancara 26 Oktober 2006).
dari berbagai dalang bahwa gugurnya Prabu
Duryudana dipukul oleh Werkudara dengan Catatan Akhir:
pusaka Gada Lambikamuka Rujak Polo , 1
Sumber Manteb Soedharsono Dalam
tepatnya pada paha kaki kiri. Setelah pahanya Lakon Kresna Duta tahun 2000, CD:2
2
sebelah kiri dihancurkan oleh Werkudara maka Sumber Manteb Soedharsono Dalam
Prabu Duryudana dapat dihancurkan dengan Lakon Kresna Duta tahun 2000, CD:5
Gada Rujak Polo secara perlahan-lahan. 3
Sumber Manteb Soedharsono Dalam
Pengertian-pengertian tentang simbol Lakon Kresna Duta Tahun 2000, CD:4
atau lambang tersebut di atas maka dapat

60 Vol. XVI No. 1, Juli 2019


Anom Sukatno: Gugurnya Raja Astina dalam Perang Baratayuda

DAFTAR PUSTAKA Zoetmulder, P.J. Kalangwan: Sastra Jawa Kuno


Selayang Pandang. Jakarta:
Adhiman Suddjudin Rais. 1970. “Pandangan Djambatan.
Islam Terhadap Seni Pergelaran Ras, J.J. 1976. Sejarah Perkembangan Wayang
Wayang Kulit Di daerah Surakarta”. Kulit. Yogyakarta: Teks Ceramah di
Skripsi Fakultas Tarbiah I.A.I.N Fakultas Sastra Universitas Gadjah
Adjami’ah Sunan Kali Djaga Mada.
Yogyakarta. Sajid. 1958. Bauwarna Kawruh Wijang.
Amir Hazim. 1994. Nilai-nilai Etis dalam Wayang. Surakarta: Widya Duta.
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Sena Wangi. 1999. Ensiklopedi Wayang Indo-
Burhan Nurgiyantoro. 1998. Tranformasi Unsur nesia Jilid I (A B) . Jakarta: PT.
Pewayangan dalam Fiksi Indonesia. Sakanindo Pritama.
Yogyakarta: Gadjah Mada University ____________. 1999. Ensiklopedi Wayang In-
Press. donesia Jilid II. Jakarta: PT.
Brow, Radeliffe, A.R. 1980. Structure and Func- Adipratama.
tion in Primitive Society. New York: The Soetarno. 1998. “Fungsi Sosial Pertunjukan
Free Press. Wayang Kulit Purwa Jawa”. Laporan
Van Groenendeal, Victoria Maria Clara. 1987. Penelitian Mandiri, Sekolah Tinggi Seni
Dalang di Balik Wayang . Jakarta: Indonesia Surakarta.
Pustaka Utama Grafiti. Wiryomartana, Kuntara I. 1977. Salyawandha
Junus Umar. 1985. Resepsi Sastra: Sebuah Tinjauan Tentang Hubungan Kakawin
Pengantar. Jakarta: Gramedia. Bharatayudha dengan Mahabarata.
Koentjaraningrat. 1984. Kebudayaan Jawa. Yogyakarta: Fak. Sastra Universitas
Jakarta: Balai Pustaka. Gadjah Mada Yogyakarta.

Franz Magnis-Suseno. 1988. Etika Jawa .


Jakarta: Gramedia. NARASUMBER

Nasution. 1996. Metode Penelitian Naturalistik


Kesdik Kesdolamono, 65 tahun, Klaten,
Kualitatif. Bandung: Tarsito. Seniman dalang.
Poerbatjarita. 1952. Kepustakaan Djawa . Manteb Soedharsono, 60 Tahun,
Djakarta: Penerbit Djambatan. Karangnyar, Empu dalang.
Sartono Kartodirdjo, dkk. 1993. Perkembangan Ganda Wadjiran, 65 tahun, Pengging,
Peradaban Priyayi. Yogyakarta: Gadjah Boyolali, Seniman dalang.
Mada University Press. Sutadi, 64 tahun, Gondang, Sragen,
Seniman dalang.

Vol. XVI No. 1, Juli 2019 61

Anda mungkin juga menyukai