Mini Riset Fiqih Ririn Zubaidah
Mini Riset Fiqih Ririn Zubaidah
Mini Riset Fiqih Ririn Zubaidah
Oleh:
Ririn Zubaidah
i
ABSTRACT
Key words:
Classroom Action Research, Students Achievement, Advocacy Method
ii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim.
Syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan mini riset ini. Shalawat beserta salam
selalu tercurah kepada nabi Muhammad SAW.
Dalam pembuatan dan penulisan mini riset ini tidak lepas dari dukungan
dan dorongan semua pihak. Penulis menyadari selama pembuatan mini riset ini
banyak terdapat hambatan dan kendala yang dihadapi baik yang bersifat materil
maupun moril. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan
terimakasih untuk semua pihak yang berjasa pada penulis baik yang disadari
ataupun tidak sehingga penulis dapat menyelesaikan mini riset ini dengan baik.
Penulis menyadari bahwa mini riset ini masih banyak kekurangannya.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan berbagai saran dan kritik sehingga dapat
memperbaiki kekurangan-kekurangan yang ditemukan dalam penelitian ini.
Lamongan,
Penulis
iii
DAFTAR ISI
SAMPUL
ABSTRAK .......................................................................................... i
ABSTRACT ......................................................................................... ii
KATA PENGANTAR......................................................................... iii
DAFTAR ISI ....................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................ 3
C. Tujuan Penelitian ............................................................ 3
D. Manfaat Penelitian .......................................................... 3
iv
b. Metode Pembelajaran Advokasi...........................12
1) Pengertian Metode Advokasi ......................... 12
iv
2) Tujuan Metode Advokasi ............................... 13
3) Prinsip – Pinsip Pembelajaran Metode Advokasi 13
4) Pelaksanaan Belajar Berdasarkan Avokasi..... 14
3. Mata Pelajaran Fiqih di MI............................................ 15
a. Pengertian Bidang Studi Fiqih MI......................... 15
b. Ruang Lingkup Mata Pelajaran Fiqih di MI.......... 16
B. Hipotesis Tindakan............................................................... 16
C. Kerangka Berfikir................................................................. 17
B. Pembahasan .................................................................... 28
BAB V PENUTUP
A. KESIMPULAN................................................................... 30
v
B. SARAN............................................................................... 31
v
BAB I
PENDAHULUA
N
1
nasional tersebut. Di Madrasah, mata pelajaran Pendidikan Agama Islam terbagi
dalam beberapa bidang studi, antara lain: Al-Qur’an Hadis, Akidah-Akhlak, Fiqih,
dan Sejarah Kebudayaan Islam. Masing-masing bidang studi tersebut pada
dasarnya saling terkait.
Fiqih secara umum merupakan salah satu bidang studi Islam yang banyak
membahas tentang hukum yang mengatur pola hubungan manusia dengan
Tuhannya, antara manusia dengan manusia, dan antara manusia dengan
lingkungannya. Melalui bidang studi fiqih ini diharapkan siswa tidak lepas dari
jangkauan norma-norma agama dan menjalankan aturan syariat Islam.
Kendatipun demikian penting mata pelajaran ini, masih dijumpai
beberapa problematika, yang terjadi di dalam proses pembelajaran. Berdasarkan
hasil pengamatan observer ketika melakukan observasi sebelum penelitian,
rendahnya minat dan hasil belajar siswa MI MAMBAUL ULUM DAGAN kelas
VI terhadap bidang studi fiqih selama ini menandakan bahwa mata pelajaran fiqih
kurang diminati oleh siswa, karena proses pembelajaran guru dalam
menyampaikan materi pelajaran lebih banyak menggunakan metode ceramah
yang sifatnya monoton dan kurang menarik.
Hal ini terlihat ketika kegiatan belajar mengajar sedang berlangsung ada
beberapa siswa yang mengantuk, tidur dan berbicara sendiri dengan teman
sebangkunya, dan bahkan ada beberapa siswa yang asik berpindah tempat dari
bangku satu ke bangku yang lain. Sehingga hal tersebut berdampak pada hasil
belajar siswa yang kurang memuaskan dan harus mengulang ujian lagi. Dengan
demikian, minat belajar siswa MI MAMBAUL ULUM pada mata pelajaran fiqih
ini masih perlu untuk ditingkatkan lagi, agar nantinya hasil dari proses KBM
siswa meningkat sehingga pengetahuan agama siswa menjadi bertambah dan
siswa mampu melaksanakan ajaran Islam dengan baik.
Banyak metode pembelajaran yang digunakan oleh guru dalam kegiatan
belajar mengajar. Salah satu metode pembelajaran yang dapat membangkitkan
2
minat belajar siswa adalah dengan menggunakan metode Advokasi. Metode ini
merupakan salah satu metode pembelajaran aktif yang dapat mengundang minat
belajar dan partisipasi siswa. Menurut M. Dalyono, “Pembelajaran aktif
merupakan salah satu cara atau strategi pembelajaran yang menuntut keaktifan
dan partisipasi siswa seoptimal mungkin, sehingga siswa mampu mengubah
tingkah lakunya secara lebih efektif dan efisien.
Jadi pada dasarnya model pembelajaran advokasi sangat berharga untuk
meningkatkan pola pikir dan perenungan, terutama jika peserta didik dihadapkan
untuk mengemukakan pendapat yang bertentangan dengan mereka sendiri. Hal ini
juga merupakan pembelajaran debat yang secara aktif melibatkan setiap peserta
didik di dalam kelas tidak hanya mereka yang berdebat.
Berpijak dari permasalahan yang telah dipaparkan di atas, penulis tertarik
mengadakan penelitian tentang “Upaya Peningkatan Hasil Belajar Mata
Pelajaran Fiqih Melalui Metode Advokasi Siswa Kelas VI MI MAMBAUL
ULUM DAGAN”.
B. Rumusan Masalah
Bertitik tolak pada pembatasan masalah tersebut, maka yang menjadi
fokus permasalahan pada penelitian ini adalah :
“Apakah Metode Advokasi dapat meningkatkan hasil belajar mata pelajaran fiqih
siswa kelas VI MI MAMBAUL ULUM DAGAN?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah untuk mengetahui
apakah ada peningkatan yang signifikan apabila metode adokasi diterapkan dalam
mata pelajaran fiqih.
D. Manfaat Penelitian
3
1. Hasil penelitian ini secara teoritis diharap mampu memperkaya keilmuan dan
sebagai bahan acuan khususnya dalam meningkatkan hasil belajar Sejarah
Kebudayaan Islam para peserta didik.
4
BAB II
KAJIAN TEORI
Islam menganjurkan kepada setiap umat untuk senantiasa belajar. Hal ini
terdapat dalam firman Allah QS. Al-Alaq ayat 1-5 yakni:
5
Pada ayat tersebut terdapat kata “ ”ا ق رأyang berarti "bacalah". Kata
ini mengandung perintah yang berarti mewajibkan kepada seluruh umat untuk
membaca, yang dikonotasikan sebagai kata belajar.
Hal ini senada dengan pendapat Fadhilah Suralaya yang mengatakan
bahwa: “Belajar memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan manusia.
Manusia terlahir sebagai makhluk lemah yang tidak mampu berbuat apa-apa.
Akan tetapi melalui proses belajar dalam fase perkembangannya, manusia bisa
menguasai berbagai macam pengetahuan”.
Dengan belajar, seseorang akan mengalami perubahan tingkah laku secara
menyeluruh. Karena dengan belajar, seseorang dari yang belum mengerti menjadi
mengerti dengan ditambah pengalaman-pengalaman yang dapat dijadikan
pelajaran untuk masa yang akan datang. Bukan hanya itu saja ilmu pengetahuan
yang berkembang terus menerus secara pesat menjadikan peranan pendidikan
sangat penting dalam kehidupan. Oleh karena itu, wajib hukumnya untuk
menuntut ilmu bagi seluruh kaum muslimin baik laki-laki dan perempuan.
Hukum mencari ilmu wajib bagi seluruh kaum Muslimin baik laki-laki
dan perempuan, sedangkan masa mencari ilmu itu seumur hidup “long life of
education”. Oleh karena itu, pendidikan mempunyai peranan penting yang tidak
dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia.
Pendidikan merupakan suatu proses belajar mengajar, yang di dalamnya
terdapat suatu proses interaksi antara guru dan siswa. Dari proses interaksi
tersebut, proses belajar mengajar terikat dengan minat dan perhatian. Dengan
demikian, proses belajar mengajar akan menjadi efektif dan efesien apabila siswa
mempunyai minat terhadap suatu pelajaran.
Proses belajar pada hakikatnya merupakan kegiatan mental yang tidak
dapat dilihat. artinya bahwa proses perubahan setelah belajar dalam diri seseorang
tidak dapat disaksikan, melainkan dapat dilihat dari adanya gejala-gejala
perubahan perilaku yang nampak dari yang belajar, atau dapat dikatakan belajar
ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu
6
perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil
pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu
perubahan tingkah laku yang dilakukan secara sadar oleh individu untuk memperoleh
pengetahuan, keterampilan dan sikap sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya yang
bersifat relatif permanen.
7
belajar siswa berubah perilakunya dibanding sebelumnya. Belajar dilakukan untuk
mengusahakan adanya perubahan perilaku pada individu yang belajar. Perubahan
perilaku itu merupakan perolehan yang menjadi hasil belajar.
Hasil belajar adalah segala sesuatu yang menjadi milik siswa sebagai
akibat dari kegiatan belajar yang dilakukannya. Sedangkan Hamalik yang dikutip
oleh Asep Jihad dan Abdul Haris menjelaskan bahwa, “hasil-hasil belajar adalah
pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian dan sikap-sikap, serta
apersepsi dan abilitas”.
Berdasarkan uairan di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah
tingkat penguasaan yang dicapai oleh siswa dalam melaksanakan pembelajaran
sesuai dengan tujuan pendidikan yang telah ditetapkan, dengan ditandai oleh
perubahan sikap, pengetahuan dan keterampilan.
8
Lingkungan keluarga sangat mempengaruhi kegiatan belajar siswa
itu sendiri. Sifat-sifat orang tua, praktek pengelolaan keluarga dapat
memberi dampak baik atapun buruk terhadap kegiatan belajar dan hasil
yang dicapai oleh siswa. Lingkungan sekolah speperti para guru, para staf
administrasi dan teman-teman sekelas dapat mempengaruhi semangat
belajar seorang siswa. Lingkungan masyarakat merupakan faktor
lingkungan sosial yaitu tetangga dan eman-teman sepermainian di sekitar
perkampungan siswa juga sangat mempengaruhi aktivitas belajar siswa.
b) Lingkungan Non-sosial
Faktor-faktor yang termasuk lingkungan nonsosial ialah gedung
sekolah dan letaknya, letak rumah tempat itnggal keluarga siswa, alat-alat
belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan siswa juga
dipandang turut menentukan tngkat keberhasilan belajar siswa.
9
e. Pengukuran Hasil Belajar
Banyak guru yang merasa sukar untuk menjawan pertanyaan yang
diajukan kepadanya mengenai apakah pengajaran yang telah dilakukannya
berhasil, dan apa buktinya? Untuk menjawab pertanyaan itu, terlebih dahulu harus
ditetapkan apa yang menjadi kriteria keberhasilan pengajaran, baru kemudian
ditetapkan alat untuk menaikakan keberhasilan belajar secara teapat. Mengingat
pengajaran merupakan suatu proses untuk mencapai tujuan yang telah
dirumuskan, maka di sini dapat ditentukan dua kriteria yang bersifat umum.
Menurut Sudjana yang dikutip oleh Asep Jihad dan Abdul Haris kedua kriteria
tersebut adalah:
1) Kriteria ditinjau dari sudut prosesnya.
Kriteria dari sudut prosesnya menekankan kepada pengajaran sebagai
suatu proses yang merupakan interaksi dinamis sehingga siswa sebagai subjek
mampu mengembangkan potensinya melalui belajar sendiri. Untuk mengukur
keberhasilan pengajaran dari sudut prosesnya dapat dikaji melalui beberapa
persoalan dibawah ini:
a) Apakah pengajaran direncanakn dan dipersiapkan terlebih dahulu oleh
guru dengan melibatkan siswa secara sistematik?
b) Apakah kegiatan siswa belajar dimotivasi guru sehingga ia melakukan
kegiatan belajar dengan penuh kesabaran, kesungguhan dan tanpa paksaan
untuk memperoleh tingkat penguasaan, pengetahuan, kemampuan serta
sikap yang dikendaki dari pengajaran itu?
c) Apakah guru memakai multi media.
d) Apakah siswa mempunyai kesempatan untuk mengontrol dan menilai
sendiri hasil belajar yang dicapainya?
e) Apakah proses pengajaran dapat melibatkan semua siswa dalam kelas?
f) Apakah suasan pengajaran atau proses belajar mengajar cukup
menyenangkan dan merangsang siswa belajar?
g) Apakah kelas memiliki sarana belajar yang cukup kaya, sehingga menjadi
laboratorium belajar?
10
dalam bentuk perubahan tingkah laku secara menyeluruh?
b) Apakah hasil belajar yang dicapai siswa dari proses pengajaran dapat
diaplikasikan dalam kehidupan siswa?
c) Apakah hasil belajar yang diperoleh siswa tahan lama diingat dan
mengendap dalam pikirannya, serta cukup mempengaruhi perilaku
dirinya?
d) Apakah yakin bahwa perubahan yang ditunjukan oleh siswa merupakan
akibat dari proses pengajaran?.
2. Metode Pembelajaran
a. Pengertian Metode Pembelajaran
Menurut Muhibbin Syah, “metode secara harfiah berarti cara, dalam
pemakaian umum, metode diartikan sebagai cara melakukan suatu kegiatan atau
cara melakukan pekerjaan dengan menggunakan fakta dan konsep-konsep secara
sistematis”.
Jika dikaitkan dengan pendidikan, menurut Munif Chatib, “metode
(pembelajaran) dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk
mengimplementasikan susunan rencana dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis
agar tujuan pembelajaran tercapai”.
Menurut Indrawati dan Wanwan Setiawan pengetahuan tentang metode-
metode pembelajaran sangat diperlukan oleh para pendidik, sebab berhasil atau
tidaknya peserta didik dalam belajar sangat bergantung pada tepat atau tidaknya
metode pembelajaran yang digunakan oleh guru. Hal ini sesuai dengan tuntutan
terhadap guru dan tenaga kependidikan dalam undang-undang No. 20 tahun 2000
pasal 40, yang berbunyi sebagai berikut:
Guru dan tenaga kependidikan berkewajiban untuk menciptakan suasana
pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis
dan Peraturan Pemerintah No.19 tentang Standar Nasional Pendidikan, pasal
19 ayat 1. Dalam Peraturan Pemerintah No.19 ayat 1 dinyatakan bahwa
proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara
interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi siswa untuk
berpartisipasi aktif, memberi ruang gerak yang cukup bagi prakarsa,
kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan
fisik serta psikologi siswa.
11
Metode pembelajaran dapat diartikan sebagai kerangka konseptual yang
melukiskan prosedur yang sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman
belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman
bagi perancang pengajaran dan para guru dalam merencanakan dan melaksanakan
aktifitas belajar mengajar. Metode pembelajaran adalah kerangka konseptual yang
digunakan sebagai pedoman dalam melakukan pembelajaran. Dengan demikian
metode pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang menggambarkan
prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk
mencapai tujuan belajar.
Berdasarkan beberapa definisi yang dikemukakan di atas, metode
pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur
sistematik dalam mengkoordinasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan
belajar, yang berfungsi sebagai pedoman guru dalam merancang dan
melaksanakan kegiatan pembelajaran, mengelola lingkungan pembelajaran dan
mengelola kelas. Dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran diperlukan
perangkat pembelajaran yang dapat disusun dan dikembangkan oleh guru.
Perangkat-perangkat itu meliputi buku pedoman bagi guru dan para peserta didik,
lembar kerja peserta didik, media yang dipakai untuk membantu terlaksanakannya
proses pembelajaran seperti komputer, Over Head Proyektor (OHP), film,
pedoman pelaksanaan pembelajaran, seperti kurikulum dan administrasi
pembelajaran.
12
advokat dari pendapat tertentu yang bertalian dengan topik yang tersedia.
Para siswa menggunakan keterampilan riset, keterampilan analisis, dan
keterampilan berbicara dan pendengar, sebagaimana mereka berpartisipasi
dalam kelas pengalaman advokasi, mereka dihadapkan pada isu-isu
kontoversial dan harus mengembangkan suatu kasus untuk mendukung
pendapat mereka di dalam perangkat petunjuk dan tujuan-tujuan khusus33.
Masih melanjutkan penjelasan dari Oemar Hamalik, bahwa dalam rangka
belajar advokasi, para siswa berpartisipasi dalam suatu debat antara dua regu,
yang masing-masing terdiri dari dua orang siswa. Tiap regu memperdebatkan
topik yang berbeda dari para anggota kelas lainnya. Karena itu, di dalam
suatu kelas terdiri dari 32 orang siswa akan memperdebatkan 8 buah topik.
Namun guru dapat membuat keputusan lain, misalnya ada suatu topik yang
dianggap penting, guru menunjuk 4 orang siswa untuk menyajikan debat
dalam kelas tersebut. Sebaiknya, topik yang diperdebatkan adalah isu-isu
yang sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa. Untuk memenuhi kebutuhan
yang spesifik, guru dapat menunjuk suatu kelompok siswa untuk menyajikan
debat di kelas.
13
ke-Aku-annya lebih banyak ikut serta dalam proses dibandingkan
dengan situasi ceramah tradisioanal.
b) Proses debat meningkatkan minat dan motivasi belajar siswa karena
hakikat debat itu sendiri.
c) Para siswa terfokus pada suatu isu yang berkenaan dengan diri mereka
dan kadang-kadang yang berkenaan dengan masyarakat luas dan isu-isu
sosial personal
d) Pada umumnya siswa akan lebih banyak belajar mengenai topik-topik
mereka dan topik-topik lainnya bila mereka dilibatkan langsung dalam
pengalaman debat.
e) Proses debat memperkuat penyimpanan (retention) terhadap komponen-
komponen dasar suatu isu dan prinsip-prinsip argumentasi efektif.
f) Belajar advokasi dapat digunakan baik belajar di sekolah dasar maupun
di sekolah selanjutnya. Berdasarkan tingkatan siswa, model ini dapat
diperluas atau disederhanakan pelaksanaannya.
g) Pendekatan instruksional belajar advokasi mengembangkan
keterampilan-keterampilan dalam logika, pemecahan masalah, berpikir
kritis, serta komunikasi lisan dan tulisan. Selain itu, model ini akan
mengembangkan aspek afektif, seperti konsep diri, rasa kemandirian,
turut memperkaya sumber-sumber komunikasi antarpribadi secara
efektif, meningkatkan rasa percaya diri untuk mengemukakan pendapat,
serta melakukan analisis secara kritis terhadap bahasan dan gagasan yan
muncul dalam debat.
14
pembelajaran advokasi ini pastikan untuk mengumpulkan peserta didik dengan
duduk bersebelahan dengan peserta didik yang berasal dari peihak lawan
debatnya. Dilakukan diskusi dalam satu kelas penuh tentang apa yang didapatkan
oleh peserta didik dari persoalan yang telah diperdebatkan. Peserta didik juga
diperintahkan untuk mengenali apa yang menurut mereka merupakan argumen
terbaik yang dikemukakan oleh kedua belah pihak.38
Suatu debat diawali dari adanya suatu kebijakan, yakni apa yang harus
ada. Kebijakan ini menuntut perlunya suatu perubahan terhadap status quo atau
sistem yang ada, dan merekomondasikan suatu proposisi kebijakan baru yang
hendak dilaksanakan. Jadi, semua proposisi debat siswa sesungguhnya adalah
proposisi-proposisi kebijakan yang terbaik. Tiap regu berupaya meyakinkan
kepada para pengamat, bahwa pandangan/pendapat regunya yang paling baik dan
harus diterima. Jadi, tiap regu bertanggung jawab secara menyeluruh atas posisi
regunya, di samping adanya tanggung jawab dari setiap anggota regu.
Jadi pada dasarnya model pembelajaran advokasi sangat berharga untuk
meningkatkan pola pikir dan perenungan, terutama jika peserta didik dihadapkan
mengemukakan pendapat yang bertentangan dengan mereka sendiri. Hal ini juga
merupakan pembelajaran debat yang secara aktif melibatkan setiap peserta didik
di dalam kelas tidak hanya mereka yang berdebat.
15
mengatur kehidupan manusia, yakni kehidupan yang hubungannya antara
manusia dengan Allah, dan antara sesama manusia dengan makhluk lainnya. Di
mana hal tersebut bersumber dari Al-Qur’an dan hadits.
Sedangkan mata pelajaran fiqih dalam kurikulum Madrasah Tsanawiyah
merupakan bimbingan untuk mengetahui ketentuan-ketentuan syariat Islam.
Pembelajaran fikih diarahkan untuk mengantarkan peserta didik dapat memahami
pokok-pokok hukum Islam dan tata cara pelaksanaannya untuk diaplikasikan
dalam kehidupan sehari-hari, sehingga menjadi muslim yang selalu taat
menjalankan syariat Islam secara kaaffah (sempurna).
1) Aspek fikih ibadah meliputi: ketentuan dan tatacara taharah, salat fardu,
salat sunnah, dan salat dalam keadaan darurat, sujud, azan dan iqamah,
berzikir dan berdoa setelah salat, puasa, zakat, haji dan umrah, kurban dan
akikah, makanan, perawatan jenazah, dan ziarah kubur.
2) Aspek fikih muamalah meliputi: ketentuan dan hukum jual beli, qirad,
riba, pinjam-meminjam, utang piutang, gadai, dan borg serta upah.
B. Hipotesis Tindakan
Hipotesis adalah dugaan awal yang bakal terjadi jika suatu tindakan
dilakukan. Jika tindakan dilakukan dengan baik, maka tindakan ini akan
memperoleh suatu pemecahan problem yang baik. Penggunaan kelas, ruangan dan
pengelolaan siswa sekolah yang maksimal dengan metode pembelajaran
“Advokasi” dapat meningkatkan daya fikir kreatif, kritis dan aktif untuk
16
membangun peningkatan motivasi dan hasil belajar siswa terhadap mata pelajaran
Fiqih. Berdasarkan uraian di atas dapat dimunculkan hipotesis tindakan yaitu :
Dengan menggunakan metode pembelajaran advokasi dalam
pembelajaran Fiqih dapat meningkatkan minat belajar siswa kelas VI MI
MAMBAUL ULUM DAGAN.
C. Kerangka Berfikir
Berdasarkan latar belakang dan landasan teori yang telah dikemukakan
sebelumnya maka dapat diambil suatu kerangka pemikiran sebagai berikut:
Pembelajaran Fiqih merupakan suatu bidang kajian ilmu mengenai ibadah yang
dilakukan dikehidupan sehari-hari. Dalam pembelajaran Fiqih tidak hanya
berfokus pada kajian materi namun juga persoalan masalah yang terdapat
dikehidupan sehari-hari. Materi – materi yang terdapat didalam pelajaran Fiqih
banyak mengenai teori – teori yang dekat dan nyata dengan kehidupan yang
sesungguhnya. Namun, bagaimana teori tersebut dapat akan dipahami oleh siswa
jika dalam kegiatan pembelajaran tidak dibarengi dengan praktek untuk
menambah wawasan pengetahuan, minat, bakat dan belajar aktif serta kritis. Dan
dapat memberikan suasana belajar yang nyaman dan menyenangkan sesuai
dengan kebutuhan peserta didik.
Metode pembelajaran yang disampaikan seorang guru dapat memberikan
pengaruh pada prestasi siswa. Sehingga dalam pengajaran seorang guru harus
dapat memilih metode yang tepat digunakan. Metode pembelajaran yang dapat
digunakan seoarang guru dalam penyampaian materi dapat menggunakan
pembelajara Advokasi. Metode tersebut memberikan pengaruh positif pada siswa
yaitu siswa tidak jenuh dengan pembelajaran yang biasanya dilakukan secara
monoton dan membosankan di dalam kelas. Metode pembelajaran Advokasi
diharapkan siswa dapat lebih memahami materi yang disampaikan dan dapat lebih
aktif serta kreatif.
Proses belajar bukan hanya untuk menguasai materi pengetahuan saja,
akan tetapi perlu terjadi adanya suatu perubahan pada dirinya. adapun perubahan
17
yang dimaksud adalah setelah proses belajar dapat dilihat berbagai macam aspek
diantaranya aspek afektif, kognitif dan psikomotorik.
Pelajaran fiqih merupakan salah satu pelajaran yang kurang diminati
siswa kelas VI MI MAMBAUL ULUM DAGAN, hal ini dikarenaka oleh
berbagai macam faktor. Salah satu faktornya adalah latar belakang pendidikan
siswa kelas VI MI MAMBAUL ULUM DAGAN. Selain itu, metode
pembelajaran yang digunakan oleh guru yakni metode ceramah dan tanya jawab,
sehingga proses belajar mengajar menjadi monoton dan kurang menarik. Proses
pembelajaran yang seperti ini menyebabkan siswa kurang berminat mengikuti
mata pelajaran fiqih, hal tersebut juga berdampak pada hasil belajar siswa yang
menurun.
Rendahnya minat belajar siswa ini dipengaruhi karena mereka
beranggapan materi pelajaran fiqih terlalu banyak yang harus difahami, dengan
proses pembelajaran yang kurang interaktif menjadikan mata pelajaran fiqih
terkesan membosankan. Oleh karena itu, agar pelajaran fiqih tidak membosankan
dan mudah dipahami oleh siswa dapat disiasati dengan menerapkan strategi
menggunakan metode advokasi.
Pembelajaran dengan menggunakan metode advokasi ini merupakan salah
satu pembelajaran yang efektif dalam meningkatkan minat belajar siswa. Jadi,
pembelajaran peneliti berharap dengan menggunakan metode advokasi dapat
meningkatkan minat belajar fiqih siswa kelas VI MI MAMBAUL ULUM
DAGAN.
18
Gambar 2.1
Bagan Kerangka Berpikir
Evaluasi akhir
Evaluasi awal Evaluasi efek
Dari hasil tujuan penelitian tersebut menunjukkan bahwa prorses belajar dengan
menggunakan metode advokasi pada mata pelajaran fiqih, siswa dapat lebih kreatif,
aktif dan mendapatkan hasil yang maksimal dalam memahami pelajaran tersebut.
19
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Perencanaan
Pengamatan
20
2. Prosedur Penelitian Tindakan Kelas
Prosedur Penelitian Tindakan Kelas ini dilaksanakan dengan menggunakan
beberapa siklus, setiap siklus terdiri dari 4 tahap, secara rinci prosedur penelitian tindakan
kelas ini sebagai berikut:
a. Perencanaan
Pada tahap ini peneliti merencanakan tindakan berdasarkan tujuan penelitian.
Peneliti membuat rencana untuk mencari tindakan yang akan dilakukan di kelas
sehubungan dengan rendahnya minat belajar siswa. Rencana ini kemudian
dituangkan dalam bentuk rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Selain itu
paada tahap ini juga peneliti menyiapkan yang tediri dari soal yang harus dijawab
oleh siswa, lembar observasi dan wawancara.
b. Pelaksanaan (Tindakan)
Kegiatan yang dilaksanakan dalam tahap ini adalah melaksanakan perencanaan
pembelajaran yang telah disusun. Tindakan inilah yang menjadi inti dari PTK,
dimana tindakan pelaksaan ini dilakukan dalam program pembelajaran apa adanya
yang terjadi dalam kelas. Langkah tindakan harus terkontrol secara seksama dan
21
ketika penelitisudah selesai melakukan tindakan. Data-data yang diperoleh melalui
observasi dikumpulkan dan dianalisis. Berdasarkan observasi tersebut guru dapat
merefleksi diri tentang upaya meningkatkan minat belajar siswa. Berdasarkan hasil
refleksi ini akan dapat diketahui kelemahan kegiatan pembelajaran yang dilakukan
oleh guru sehingga dapat digunakan untuk menentukan tindakan kelas pada siklus
berikutnya.
D. Tindakan pelitian
1. Observasi
Observasi dilakukan oleh peneliti selama kegiatan belajar mengajar di kelas.
Terutama, saat pembelajaran dengan menggunakan metode advokasi. Aspek-aspek yang
dinilai dan diamati dalam observasi ini adalah berupa pengamatan kepada siswa dalam
mengikuti proses pembelajaran Fiqih yang terdiri atas:
a. Memperhatikan
b. Mengajukan pertanyaan
c. Menjawab pertanyaan
d. Mengerjakan tugas-tugas
e. Kerjasama dalam kelompok.
2.Refleksi
Guru menganalisa proses belajar mengajar yang sudah dilaksanakan sehingga dapat
diketahui sejauh mana tingkat ketercapaian tujuan dari pembelajaran yang sudah
direncanakan dengan menggunakan metode advokasi, dalam hal ini dapat dilihat melalui
22
hasil belajar mata pelajaran Fiqih siswa-siswi kelas VI MI MAMBAUL ULUM DAGAN.
Hal ini dilakukan untuk dapat meningkatkan pemahaman siswa-siswi di kelas yang
berdampak pada peningkatan hasil belajar mata pelajaran Fiqih dengan menggunakan
metode advokasi.
23
BAB IV
A. Hasil
1. Tindakan Pembelajaran Siklus I
a. Tahap Perencanaan
Pembelajaran pada siklus I ini terdiri dari 2 kali pertemuan dengan
durasi 2 x 40 menit, menggunakan pembelajaran Metode Advokasi Materi
pembelajaran pada siklus ini adalah mengenai standar kompetensi memahami
hukum Islam tentang makanan dan minuman. Kegiatan yang dilakukan pada
tahap ini adalah peneliti menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP),
lembar observasi untuk setiap pertemuan, dan membuat alat evaluasi berupa
soal untuk masing-masing siswa.
b. Tahap Pelaksanaan
1) Pertemuan Pertama
Pada pertemuan pertama dilakukan pada hari selasa tanggal 3
Maret 2015. Pertemuan berlangsung dalam durasi 2 x 40 menit. Dengan
jumlah siswa yang hadir 35 siswa. Peneliti bertindak sebagai guru Mata
Pelajaran Fiqih dan guru kolaborator bertugas mengisi lembar observasi
dan mengamati siswa di dalam kelas.
Peneliti yang bertindak sebagai guru terlebih dahulu menjelaskan tujuan
pembelajaran kemudian guru memberikan soal pretest kepada siswa yang harus
mereka kerjakan sebelum penjelasan materi dimulai, ini bertujuan agar
mengetahui kemampuan atau pengetahuan siswa sebelum proses pembelajaran.
Setelah itu peneliti menjelaskan materi pelajaran tentang makanan dan minuman
halal dengan menggunakan model pembelajaran aktif dengan Metode Advokasi.
24
Kegiatan berikutnya peneliti memberikan penjelasan kepada siswa bahwa
pembelajaran yang akan mereka ikuti dalam 3 pertemuan selanjutnya adalah
merupakan tugas akhir yang harus dilaksanakan oleh peneliti, hal ini dilakukan
agar siswa tidak bingung ketika mereka harus mengulangi lagi materi yang telah
disampaikan oleh guru bidang studi, selain mengutarakan hal tersebut, guru juga
mengemukakan kompetensi dasar yang harus dicapai oleh siswa dalam
pembelajaran yang akan dilaksanakan.
Pada pertemuan awal siklus I, siswa mulai dibentuk menjadi 6 kelompok,
semua kelompok terdiri dari 5 atau 6 anak, pembagian ini terdiri dari grup oposisi
dan grup pendukung yang disesuaikan dengan indikator pada pembahasan materi.
Para siswa duduk secara melingkar dengan kelompok mereka masing-masing
pengaturan tempat duduk semacam itu untuk memberikan kesan berbeda dengan
hari-hari biasa serta memudahkan mereka untuk berdiskusi dan tidak terganggu
oleh kelompok lain.
Kondisi kelas ketika pembagian kelompok sedikit gaduh karena para
siswa masih kebingungan mencari anggota mereka masing-masing, meskipun
begitu suasana kelas masih dalam kendali guru dan hal tersebut tidak sedikitpun
mengurangi semangat siswa dalam belajar.
Setelah pembagian kelompok selesai, guru mulai membagikan lembar
tugas kepada tiap kelompok, kelompok 1 dan 2 membahas mengenai debat isu
tentang pengertian dan jenis jenis makanan halal dengan posisi kelompok 1
sebagai oposisi dan kelompok 2 sebagai pendukung. Kelompok 3 dan 4
membahas mengenai debat isu tentang pengertian dan jenis-jenis minuman halal
dengan posisi kelompok 3 sebagai oposisi dan kelompok 4 sebagai pendukung.
Kelompok 5 dan 6 membahas mengenai manfaat makanan dan minuman halal
dengan posisi kelompok 5 sebagai pendukung dan kelompok 6 sebagai oposisi.
Guru memberikan intruksi kepada siswa untuk menyiapkan debat terkait
materi yang sudah diberikan pada regu pro maupun pada regu kontra. Tugas guru
mengawasi dan menjadi fasilitator dalam debat tersebut. Selanjutnya debat
25
dilanjutkan dengan memberikan argumen pembuka tentang materi makanan
minuman halal dan dilanjutkan dengan juru bicara yang duduk berhadap hadapan
untuk memberikan argumentasi tandingan.
Ketika debat berlanjut guru memastikan para siswa untuk saling
bergantian menjadi juru bicaraberdasarkan tema masing-masing. Peserta lain
memberikan catatan yang memuat argumen tandingan atau penyanggahan kepada
regu pendukung.
Setelah proses debat selesai, guru memberikan umpan balik kepada
peserta didik dengan memberi penguatan dalam bentuk lisan, melakukan tanya
jawab dan menyimpulkan materi bersama.
Bagian penutup guru dan siswa melakukan refleksi terhadap pembelajaran
yang telah dilaksanakan, kemudian guru memberikan penialaian terhadap
ketercapaian tujuan pembelajaran dan menyampaikan rencana pembelajaran pada
pertemuan berikutnya.
2) Pertemuan Kedua
Pertemuan kedua, guru dengan peserta didik mereview pelajaran
yang sudah diajarkan pada pertemuan sebelumnya dan melaksanakan
tanya jawab. Kemudian melakukan Postest kepada peserta didik dengan
memberikan soal berupa pilihan ganda yang sudah disiapkan sebelumnya
oleh guru. Guru mengawasi siswa pada saat Postest berlangsung. Setelah
siswa selesai mengerjakan soal Postest, guru dan siswa bersama-sama
mengoreksi hasil postest. Untuk bagian penutup pembelajaran prosesnya
sama dengan pertemuan pertama.
c. Tahap Observasi
1) Catatan Lapangan
Berdasarkan hasil pengamatan selama proses pembelajaran pada
saat siklus I berlangsung dengan menggunakan metode pembelajaran
advokasi diperoleh catatan lapangan sebagai berikut :
Pada saat pembelajaran kelompok berlangsung, suasana kelas
26
masih kurang kondusif. Dari pengamatan penulis, ada beberapa siswa yang
tidak membantu teman satu kelompok, jadi pekerjaan kelompoknya masih
mengandalkan teman yang pintar saja. Namun dalam kegiatan, masing-
masing kelompok telah melaksanakan sesuai dengan tahapan metode
pembelajaran advokasi.
Pada saat mengerjakan Lembar Kerja Siswa (LKS) dengan
menggunakan metode pembelajaran advokasi, siswa masih terlihat
mengandalkan teman sekelompok dan siswa masih terlihat pasif dalam
pengerjaan Lembar Kerja Siswa (LKS), siswa juga masih terllihat segan
bertanya kepada guru (Peneliti) bila mengalami kesulitan.
Berdasarkan hasil pengamatan yang penulis lakukan saat
penelitian Siklus I dapat diketahui bahwa tindakan yang diberikan dengan
menerapkan metode pembelajaran advokasi pada siklus I belum sesuai
dengan perencanaan yang dibuat. Hal ini disebabkan siswa bingung karena
belum terbiasa dengan langkah-langkah metode advokasi sehingga belum
menciptakan suasana pembelajaran yang efektif.
2) Wawancara
Wawancara dilakukan kepada 2 orang siswa setelah pelaksanaan
tindakan Siklus I selesai. Berikut hasil wawancara peneliti kepada siswa
yang terlibat dalam pembelajaran menggunakan metode advokasi :
27
d) Masih malu-malu dalam debat atau diskusi dan saling tunjuk apabila
menjadi juru bicara dalam kelompok diskusi.
Berdasarkan wawancara dapat diketahui bahwa sebagian besar siswa
menyukai metode pembelajaran Advokasi. Pembelajaran dengan menggunakan
metode advokasi membuat siswa mampu menganalisis materi kemudian
menyajikannya dalam debat sehingga dapat meningkatkan kemampuan berbicara
atau menyampaikan pendapat.
B. Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan observasi peneliti sebelum menerapkan
metode pembelajaran Advokasi berbagai masalah dalam pembelajaran fiqih siswa
kelas VI MI MAMBAUL ULUM DAGAN diantaranya adalah metode
pembelajaran yang digunakan oleh guru adalah ceramah sehingga siswa merasa
bosan dan jenuh. Kelas terlihat pasif karena siswa kurang terlibat dalam proses
pembelajaran, hal inilah yang membuat minat belajar siswa rendah dan membuat
hasil belajar mereka juga menurun.
Saat memberlakukan metode Advokasi di dalam proses pembelajaran
secara keseluruhan pembelajaran yang telah dilakukan pada siklus I telah berpusat
pada siswa, siswa lebih aktif dibandingkan guru. Metode pembelajaran advokasi
terbukti dapat meningkatkan hasil belajar siswa, ini dapat terlihat pada nilai
Pretest dan Postest pada siklus I dengan nilai rata-rata pretest 58,6 mengalami
peningkatan sebesar 72,9 pada saat postest namun masih ada siswa yang
mendapat nilai di bawah KKM. Sehingga dilanjutkan pada siklus II dengan
perolehan nilai rata-rata pretest sebesar 62,6 yang kemudian nuga mengalami
peningkatan pada saat postest dengan perolehan nilai rata-rata postest sebesar
82,6.
Setelah diterapkannya Siklus I dan Siklus II dapat dilihat ternyata dengan
diterapkannya metode Advokasi hasil belajar siswa pada mata pelajaran fiqih
mengalami peningkatan dibandingkan sebelum diterapkannya metode
pembelajaran advokasi, karena dengan menggunakan metode pembelajaran ini
28
tiap siswa dapat belajar dengan aktif.
Seperti yang dikatakan oleh Oemar Hamalik, belajar dengan
menggunakan metode advokasi menuntut siswa menjadi advokat dari pendapat
tertentu yang bertalian dengan topik yang tersedia. Para siswa dapat menggunakan
keterampilan riset, keterampilan analisis, dan keterampilan berbicara dan
pendengar, sebagaimana mereka berpartisipasi dalam kelas pengalaman advokasi,
mereka dihadapkan pada isu-isu kontoversial dan harus mengembangkan suatu
kasus untuk mendukung pendapat mereka di dalam perangkat petunjuk dan
tujuan-tujuan khusus. Pada akhir pelajaran pada siklus I, dan siklus II guru
menarik kesimpulan secara bersama-sama dengan siswa untuk menghindari
terjadinya miskonsepsi.
29
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil analisis data penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran
Fikih dengan metode Advokasi yang dalam pelakasanaanya identik dengan
metode debat, penggunaan media debat sebagai media pembelajaran, media
gambar dan pemetaan kursi duduk siswa mampu meningkatkan hasil belajar siswa
kelas VI MI MAMBAUL ULUM DAGAN. Melalui metode advokasi dengan
langkah dasar pelaksanaan debat yaitu: menganalisis karakteristik siswa dan
tujuan pembelajaran di awal proses akan memudahkan peneliti untuk memilih
suatu topik debat berdasarkan pertimbangan dari aspek kebermaknaannya,
tingkatan siswa, relevansinya dengan kurikulum, dan minat para siswa. Dalam
implementasi metode advokasi, penggunaan media debat dan penggunaan media
visual pada siswa dapat dengan mudah memahami materi tentang arti keputusan
bersama yang berdampak pada hasil belajar yang meningkat, selain itu dapat
menarik perhatian siswa sehingga membuat pembelajaran lebih efektif, efisien,
dan menarik. Siswa terlihat lebih aktif, lebih berani untuk tampil didepan kelas,
menjadikan siswa lebih terampil, kreatif dan mudah untuk memecahkan masalah
dari suatu topik permasalahan. Dengan pemahaman siswa terhadap materi yang
diberikan, siswa juga mampu mengerjakan soal dengan tepat, cermat, dan tepat.
Siswa juga dapat menunjukkan motivasi belajar yang tinggi, serta adanya rasa
senang, kegairahan, dan ketertarikan dalam belajar Fikih lebih antusias.
30
Kelebihan dari metode advokasi ini diantaranya siswa lebih aktif dan
kreatif dalam menyampaikan pendapat dan dalam mempertahankan pendapat
tersebut, lebih terlihat kerja sama tim dan kekompakan yang baik dari masing-
masing klompok, membiasakan siswa berbicara di depan orang banyak.
Adapun kekurangan dari metode advokasi tersebut diantaranya tidak
semua materi pelajaran bisa dipakai dengan menggunakan metode advokasi, harus
bisa memilih topic yang bisa diperdebatkan, tidak semua siswa bisa aktif untuk
mengungkapkan pendapat, tidak semua siswa mau ikut serta, memakan waktu
untuk membereskan kursi dan meja sehingga waktu pelajaran menjadi berkurang
karna terpakai untuk itu
Dengan demikian secara statistik terjadi peningkatan yang signifikan pada
prosentase hasil belajar siswa sebelum dilakukan tindakan dengan sesudah
dilakukan tindakan tindakan baik pada siklus I dan siklus II.
Jadi dapat disimpulkan bahwa penggunaan metode Advokasi dapat
meningkatkan hasil belajar Fikih pada siswa kelas VI MI MAMBAUL ULUM
DAGAN.
B. Saran
Berdasarkan tindak lanjut dari penelitian ini maka penulis memberikan
beberapa saran, diantaranya sebagai berikut:
1. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi refleksi bagi para pendidik untuk
dapat menemukan, menerapkan model, strategi, maupun metode
pembelajaran yang tepat untuk dapat diterapkan dalam proses pembelajaran
dan dapat menciptakan proses pembelajaran yang menyenangkan di kelas.
2. Guru yang akan menggunakan pendekatan pembelajaran dengan menerapkan
metode Advokasi sebaiknya memberi pemahaman mengenai cara kerja
metode Advokasi kepada siswa terlebih dahulu supaya mereka dapat
menciptakan kreatifitas belajar dan memperoleh penguasaan materi secara
mudah serta menyenangkan.
3. Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, maka disarankan ada
31
penelitian lanjut yang meneliti tentang pembelajaran dengan menggunakan
metode Advokasi pada pokok bahasan lain atau bahkan subjek yang berbeda.
32