Kel 7 (Kep. Anak)

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 16

APLIKASI KEPERAWATAN PADA BAYI ATAU ANAK

DENGAN MASALAH TROPIC DAN INFEKSI


Campak, Tetanus dan DHF

Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak

Dosen Pengampu: Cucuk Kunang Sari, S. Kp. M.Kep

Disusun Oleh :

Kelompok 7

Tk. 2 D3 Keperawatan

Abdul Rahman Alivandra P27901121051

Ahlam Mdaniyah P27901121052

M. Apri Maulana P27901121070

Maulana P27901121071

Sherly Ismiwati Unariah P27901121086

Sinta Permata Sari P27901121087

Winda Maulida P27901121095

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANTEN
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya. Sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Mata
Kuliah Keperawatan Anak tentang “Aplikasi Keperawatan Pada Bayi atau Anak
dengan Masalah Tropic dan Infeksi”. Dalam penyusunan makalah mungkin ada
sedikit hambatan, namun kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Dengan adanya makalah ini, diharapkan dapat membantu proses
pembelajaran dan dapat menambah pengetahuan bagi para pembaca. Penulis juga
tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada semua pihak, atas bantuan,
dukungan dan doa nya.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membaca
makalah ini dan dapat mengetahui tentang “Aplikasi Keperawatan Pada Bayi atau
Anak dengan Masalah Tropic dan Infeksi”. Makalah ini mungkin kurang
sempurna, untuk itu kami mengharap kritik dan saran untuk penyempurnaan
makalah ini.

Tangerang, Februari 2023

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................

DAFTAR ISI...................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang......................................................................................
B. Rumusan Masalah.................................................................................
C. Tujuan Penulisan..................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Penyakit Campak..........................................................


B. Konsep Dasar Penyakit Tetanus...........................................................
C. Konsep Dasar Penyakit DHF................................................................

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan...........................................................................................

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anak merupakan salah satu aset penerus bangsa, oleh sebab itu
untuk menciptakan anak yang sehat baik fisik maupun mental anak perlu
mendapatkan perhatian dalam pertumbuhan dan perkembangannya sejak
dini. Menurut UndangUndang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak, anak adalah seseorang yang belum berusia 18
(delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan (Pusat
Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI, 2014).
Anak-anak adalah kelompok usia yang rentan terhadap penyakit
karena sistem tubuh yang belum sempurna. Keadaan sakit pada anak akan
mempengaruhi keadaan fisiologis dan psikologis dari anak-anak. Salah
satu penyakit yang sering terjadi pada anak adalah penyakit infeksi.
Sampai saat ini, di negara sedang berkembang maupun di negara maju
penyakit infeksi merupakan masalah medis yang sangat penting karena
menyebabkan angka kematian cukup tinggi (Andarsari, 2011)
B. Rumusan Masalah
1. Konsep dasar penyakit Campak
2. Konsep dasar penyakit Tetanus
3. Konsep dasar penyakit DHF
C. Tujuan penulisan
1. Untuk mengetahui Konsep dasar dari penyakit Campak
2. Untuk mengeahui Konsep dasar dari penyakit Tetanus
3. Untuk mengetahui Konsep dasar dari penyakit DHF
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Penyakit Campak


1. Definisi
Campak adalah penyakit infeksi menular yang ditandai
dengan 3 satidum, yaitu stadium kataral, stadium crupsi dan
stadium konvalesensi.
Campak adalah suatu infeksi akut yang sangat menular
ditandai oleh gejala prodormal panas, batuk, pilek, radang mata
disertai dengan timbulnya bercak merah makulopapurer yang
menyebar ke seluruh tubuh yang kemudian menghitam dan
mengelupas.
2. Etiologi
Virus campak merupakan spesies virus RNA berantai
tunggal negatif, berselubung, tidak bersegmen, termasuk dalam
genus Morbillivirus di famili Paramyxoviridae. Memiliki genom
sekitar 16.000 nukleotida yang mengkodekan enam protein
struktural, nukleoprotein, fosfoprotein, hemaglutinin, matriks, fusi,
dan dua protein non-struktural V dan C yang dikodekan dalam
fosfoprotein gen.
Protein hemaglutinin merupakan salah satu dari dua
glikoprotein trans membran pada permukaan virion dan berikatan
dengan reseptor seluler seperti limfosit, monosit, makrofag, sel
dendritik, dan nectin-4. Kekebalan tubuh disebabkan oleh
penetralan antibodi IgG terhadap protein haemaglutinin yang
menghalangi pengikatan ke sel inang Reseptor. Protein fusi, 1614
virus kedua glikoprotein yang terpapar permukaan virus. Protein
fusi bertugas untuk fusi amplop virus dengan sel inang membran,
ribonukleoprotein virus masuk ke dalam sitoplasma
3. Epidemiologi Campak
Campak paling banyak terjadi pada usia balita dengan urutan yaitu:
 Anak usia 2 tahun (20.3%)
 Bayi (17.6 %)
 Anak usia 1 tahun (15.2%)
 Anak usia 3 tahun ( 12.3 % )
 Anak usia 4 tahun (8.2%)
4. Manifstasi Klinis
Masa tunas 10-20 hari tanpa gejala.Penyakit ini dibagi dalam 3
stadium, yaitu:
a. Stadium kabaral/prodormal
Biasanya stadium ini berlangsung selama 4-5 hari
disertai panas, malaise, batuk, fotofobia, konjungtivitis dan
koriza. Menjelang akhir stadium kataral dan 24 jam
sebelum timbul enantema, timbul bercak koplik yang
patognomonik bagi campak, tetapi sangat jarang dijumpai.
Bercak koplik berwarna putih kelabu, sebesar jarum dan
dikelilingi oleh eritema.
Lokalisasinya dimukosa bukalis berhadapan dengan
molar bawah. Jarang ditemukan dibibir bawah tengah atau
palatum. Kadangkadang terdapat macula halus yang
kemudian menghilang sebelum stadium erupsi. Gambaran
darah tepi ialah limfositosis dan leucopenia. Secara klinis,
gambaran penyakit menyerupai influenza dan sering
didiagnosis sebagai influenza. Diagnosis perkiraan yang
besar dapat dibuat bila ada bercak koplik dan penderita
pernah kontak dengan penderita campak dalam waktu 2
minggu terakhir.
b. Stadium erupsi.
Berlangsung 2-3 hari setelah stadium prodormal.
Timbul enantema pada palatum mole. pembesaran kelenjar
getah bening di sudut mandibula, splenomegali. adanya ras
makulo papous pada seluruh tubuh dan panas tinggi serta
biasanya terjadi black measles.
Koriza dan batuk-batuk bertambah. Timbul
enantema atau titik merah di palatum durum dan palatum
mole. Kadang-kadang terlihat pula beercak koplik.
Terjadinya eritema yang berbentuk macula papula disertai
menaiknya suhu badan. Diantara macula terdapat kulit yang
normal. Mula-mula eritema timbul dibelakang telinga,
dibagian atas lateral tengkuk, sepanjang rambut dan bagian
belakang bawah. Kadang-kadang terdapat perdarahan
ringan pada kulit. Rasa gatal, muka bengkak. Ruam
mencapai anggota bawah pada hari ketiga dan akan
menghilang dengan urutan seperti terjadinya. Terdapat
pembersaran kelenjar getah bening di sudut mandibula dan
dibawah leher belakang. Pula terdapat sedikit splenomegali
Tidak jarang disertai diare dan muntah. Variasi dari campak
yang biasa mi adalah black measles" yaitu campak yang
disettar perdarahan pada kulit, mulut, hidung dan traktus
digestivus
c. Stadium konvalesensi (penyembuhan)
Erupsi berkurang meninggalkan bekas yang
berwarna lebih tua (hiperpigmentasi ) yang lama kelamaan
akan hilang sendiri. Selain hiperpigmentasi pada anak
Indonesia sering ditemukan pula kulit yang bersisik.
Hiperpigmentasi ini merupakan gejala patognomonik untuk
campak. Pada penyakit-penyakit lain dengan eritema atau
eksantema ruam kulit menghilang tanpa hiperpigmentasi.
Suhu menurun sampai normal kecuali bila ada komplikasi.
5. Patofisiologi
Virus campak menular melalui droplet atau partikel aerosol
pada mulanya menginfeksi limfosit, sel dendritik, dan makrofag
alveolar di saluran pernapasan. Selama masa inkubasi, virus
bereplikasi dan menyebar. Mulanya menyebar ke jaringan limfoid
kemudian disebarluaskan ke seluruh aliran darah oleh limfosit yang
terinfeksi.
Sel dendritik yang terinfeksi dan limfosit mentransfer virus
campak ke sel epitel saluran pernapasan menggunakan reseptor
nectin-4. Permukaan epitel yang rusak memungkinkan transmisi
menuju inang yang rentan. Masa infeksi campak meluas beberapa
hari sebelum maupun setelah dimulainya ruam. RNA virus campak
dapat terdeteksi 3 bulan setelah onset ruam. RNA virus campak
tetap terdeteksi di limfoid jaringan meskipun sudah tidak terdeteksi
dalam darah.
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Deteksi Antigen
Antigen campak dapat dideteksi pada sel epitel
dalam secret respirasi dan urine. Antibody terhadap
nucleoprotein bermanfaat karena merupakan protein virus
yang paling banyak ditemukan pada sel yang terinfeksi.
b. Isolasi dan identifikasi virus
Apusan nasofaring dan konjungtiva, sampel darah,
secret pernafasan, serta urine yang diambil dari pasien pada
saat demam.
c. Serologi
Pemastian infeksi campak secara serologis
bergantung pada peningkatan titer antibody 4x lipat antara
serum fase akut dan fase konvalensi atau terlihatnya
antibody IgM spesifik campak didalam specimen serum
tunggal yang diambil antara 1 – 2 minggu setelah awitan
ruam.
7. Pencegahan
Campak dapat dicegah dengan vaksin campakgondong-
rubella (MMR). Beberapa orang khawatir bahwa vaksin MMR
dapat menyebabkan autisme. Namun, para ilmuwan di seluruh
dunia tidak menemukan hubungan antara vaksin MMR dan autism.
Vaksinasi campak 97% efektif dalam mencegah penyakit.
Dianjurkan dua kali dalam pemberian: dosis pertama pada usia 12-
15 bulan, dan dosis kedua pada usia 4-6 tahun. Pada orang yang
belum pernah vaksin, dalam waktu 72 jam setelah terpapar virus
harus divaksin untuk mencegah infeksi Wanita hamil, bayi, dan
mereka yang memiliki sistem kekebalan yang lemah harus
menerima suntikan antibodi (imunoglobulin) dalam waktu 6 hari
setelah 1615 terpapar virus agar terhindar dari infeksi dan
komplikasi.
Vaksin campak terdiri dari vaksin hidup dengan strain virus
yang melemah sehingga terbentuk antibodi yang protektif saat
terkena virus campak. Efek samping dari vaksin adalah rasa sakit,
demam, ruam ringan, dan nyeri sendi atau kekakuan.

B. Konsep Dasar Penyakit Tetanus


1. Definisi
Tetanus adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh
toksin bakteri anaerob obligat gram positif Clostridium tetani
(C.tetani). Masa inkubasi bervariasi antara 3 hingga 21 hari,
dengan rata-rata onset gejala pada hari ke-7. Namun tetanus dapat
berkembang hingga 178 hari setelah infeksi.
Secara umum, tetanus ditandai dengan rigiditas, spasme
otot, dan gangguan otonom. Spasme hamipr selalu terjadi pada otot
leher dan rahang yang menyebabkan penutupan rahang (trismus,
lock jaw) serta melibatkan tidak hanya otot ekstremitas, tetapi juga
otot batang tubuh. Tetanus tidak menular dari manusia ke manusia
dan dapat dicegah melalui imunisasi.
2. Etiologi
Penyebab Tetanus adalah bakteri Clostridium tetani
(C.tetani). Bakteri ini membentuk spora, dan bersifat obligat
anaerob. Spora mampu melindungi dirinya selama berada di
lingkungan terutama tanah yang lembab dan hangat yang berasal
dari kotoran manusia dan hewan. Tanah yang ditaburi pupuk
kandang sangat mungkin mengandung banyak spora bakteri ini.
C.tetani masuk ke jaringan host manusia melalui luka trauma,
jaringan nekrosis, dan jaringan yang kurang vaskularisasi, namun
15-25% kasus tetanus tidak didapatkan riwayat adanya luka.
Dalam kondisi anaerobik seperti jaringan yang mengalami
devitalisasi, nekrosis, atau tertutup kotoran, spora dapat menjadi
basil tetanus yang menghasilkan eksotoksin aktif yaitu tetanolisin
dan tetanospasmin. Toksin aktif yang utama dari basil ini adalah
tetanospasmin yang menghambat neurotransmitter inhibitor seperti
GABA, glisin, dopamine, dan noradrenalin dalam sistem saraf
pusat. Berkurangnya jumlah neurotransmitter inhibitor tersebut
akan mencegah inhibisi impuls saraf eksitasi sehingga muncul
gejala tetanus.
3. Komplikasi
Komplikasi tetanus muncul akibat spasme otot, disfungsi otonom,
dan masa kritis yang panjang. Komplikasi tetanus dapat diuraikan
berdasarkan sistem organ berikut ini
1) Saluran Napas
Dapat terjadi asfiksia, aspirasi pneumonia, atelectasis akibat
obstruksi oleh secret, pneumotoraks dan mediastinal
emfisema biasanya terjadi akibat dilakukannya trakeostomi
a. Jalan nafas (Airway)
 Aspirasi
 Laringospasme / obstruksi
 Obstruksi terkait sedative
b. Respirasi
 Apnea
 Hipoksia
 Gagal napas tipe I (atelektasis, aspirasi,
pneumonia)
 Gagal napas tipe II (spasme laring, spasme
batang berkepanjangan, berlebihan sedasi)
 ARDS
 Komplikasi ventilasi bantuan dalam waktu
lama (misalnya pneumonia), Komplikasi
Trakeostomi (misalnya stenosis trakea)
2) Kardiovaskular
Komplikasi berupa aktivitas simpatis yang meningkat
antara lain berupa Takikardia, Hipertensi, vasokontriksi,
periferd an rangsangan miokardium
3) Ginjal
 Gagal ginjal dengan output tinggi
 Gagal ginjal oligurik
 Stasis kemih
 Infeksi
4) Gastrointestinal
Komplikasi berupa Stasis lambung, Ileus, Diare dan
Pendarahan.
5) Tulang dan otot
Pada otot karena spasme yang berkepanjangan bisa
terjadi perdarahan dalam otot. Pada tulang dapat terjadi
fraktur kolumna vertebralis akibat kejang yang terus-
menerus terutama pada anak dan orang dewasa. Beberapa
peneliti melaporkan juga dapat terjadi myositis ossifikans
sirkumskripta.
6) Miscellaneous
 Penurunan berat badan
 Laserasi lidah akibat kejang Ulkus dekubitus karena
penderita berbaring dalam satu posisi saja
 Demam tinggi karena infeksi sekunder atau toksin
yang menyebar luas dan mengganggu pusat
pengatur suhu
 Tromboemboli
 Sepsis dan kegagalan multiorgan
4. Manifestasi Klinis
Menurut Deslidel (2011) tanda dan gejala tetanus neonatrum
meliputi:
a. Kejang sampai pada otot pernafasan
b. Leher kaku
c. Dinding abdomen keras
d. Mulut mencucu seperti mulut ikan
e. Suhu tubuh meningkat
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Diagnosis tetanus ditentukan berdasarkan gejala klinis
pasien dan tidak ada pemeriksaan penunjang yang spesifik
b. Pemeriksaan laboratorium : Pemeriksaan darah lengkap,
GDS, SGOT, SGPT, Albumin, elektrolit, ureum dan
kreatinin serta faal hemostasis untuk menentukan
tatalaksana suportif
c. Pemeriksaan EKG dilakukan untuk mengetahui adanya
efek gangguan saraf otonom yang menyebabkan aritmia
hingga asistole, ataupun miokarditis dengan gambaran
seperti infark miokard dengan ST elevasi.
C. Konsep Dasar Penyakit DHF
1. Definisi
Dengue Hemarogaic Fever (DHF) adalah penyakit yang
disebabkan oleh virus dengue dengan manisfestasi klinis demam,
nyeri otot dan/atau sendi yang disertai leukopenia, ruam
limfadenofati, trombositopenia dan distes hemoragic. Pada DHF
terjadi pembesaran plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi
(peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh.
Sindrom renjatan dengue yang ditandai oleh renjatan atau syok
(Nurarif dan Kusuma, 2015).
Demam berdarah Dengue ialah penyakit yang terdapat pada
anak dan dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot sendi,
dan biasanya memburuk setealah 2 hari pertama (Meilany, 2010).
2. Etiologi
Host alami DBD adalah manusia, agennya adalah virus
dengue yang termasuk famili Flaviridae dan genua Flaviviria
terdiri dari 4 serotipe yitu Den-1, Den-2, Den-3 dan Den-4
(Chandra, 2010). Penyakit ini ditularkan ke manusia melalui
gigitan nyamuk yang terifeksi, khususnya nyamuk aedes aegepty
dan Ae. Albopictus yabg terdapat hampir di seluruh posok
indonesia (Lestari, 2007). Wabah penyakit ini bisa bersifat
rksplosif atau progresif, tergantung pada kepadatan dan efisiensi di
mana vektor bisa terinfeksi, serotipe dan persebaran virus dengue,
jumlah manusia rentan di dalam populasi, dan jumlah kontak
vektor manusia.
3. Manisfestasi klinis
Secara klinis, demam berdarah ditandai dengan serangan
demam tinggi yang mendadak, sakit kepala hebat, rasa aakit di
belakang mata, nyeri otot san sendi, hilangnya nafsu makan, mual
dan ruam. Akan tetapi beberapa orang yang terinfeksi mungkin
saja tidak menunjukan gejala, dan bebeeapa terlihat ringan.
Misalnya pada anak kecil mungkin menu jukan penyakit demam
tidak spesifik disertai dengan ruam kulit (CHP, 2018).
Gejala infeksi pertama biasanya ringan. Setelah pulih daya
tahan tubuh terhadap varietas virus dengue akan berkembang tetapi
infeksi berikutnya dengan varietas virus dengue lainnya mungkin
dapat berakibat pada demam berdarah dengue berat. Gejala DBD
berat ialah drmam tinggi selama 2-7 hari dan dapat meningkat
hingga 40-41 C, wajah kemerahan, dan gejala lainnya yang
menyertai demam berdarah dengue (CHP, 2018).
Menurut Khair (2013) tanda gejala DHF pada bayi dan anak
biasanya :
a. Demam disertai dengan ruam-ruam
b. Pada anak yang lebih besara dan dewasa biasanya dimulai
dengan demam ringan/demam tinggi (> 39◦C) yang tiba-
tiba dan berlangsung selama 2-7 hari, disertai sakit kepala
hebat, nyeri dibelakang mata, nyeri sendi dan otot, mual
dan muntah dan ruam-ruam.
c. Bintik-bintik pendarahan kulit sering terjadi, kadang-
kadang disertai bintik-bintik pendarahan di faring dan
konjuntiva
d. Penderita sering mengeluh nyeri menelam. Tidak enak di
ulu hati, nyeri ditulang rusuk kanan dan nyeri diseluruh
perut.
e. Kadang-kadang demam mencapai 40-41◦C dan terjadi
kejang demam pada bayi.
4. Patofisiologi
Fenomena patologis primer yang terdapat pada penyakit
DHF adalah meningkatnya permeabilitas vaskuler secara akut yang
kemudian mengakibatkan kebocoran plasma ke dalam ruang ekstra
vaskuler, sehingga akan menimbulkan hemokonsentrasi dan
penurunan tekanan darah.
Peningkatan Permeabilitas dinding vaskuler ini
mengakibatkan berkurangnya volume plasma hingga mencapai
20% yang otomatis jumlah trombosit berkurang, terjadinya
hipotensi yang dikarenakan kekurangan hemoglobin, plasma
merembes selama perjalanan penyakit mulai dari permulaan
demam dan mencapai puncaknya pada masa terjadinya
hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit > 20%) bersamaan
dengan menghilangnya plasma melalui endotel dinding pembuluh
darah. (Kardiyudiani dan Susanti dalam buku Keperawatan
Medikal Bedah 1, hal 60)
5. Klasifikasi
Menurut WHO DHF dibagi menjadi 4 derajat yaitu
a. Derajat I demam disertai gejala klinis khas dan satu-satunya
manisfestasi pendarahan dalam uji torniquet,
trombositopenia dan hemokonsentrasi.
b. Derajat II, sama seperti derajat I akan tetapi disertai dengan
pendarahan spontan pada kulit atau area lain.
c. Derajat III, ditemukan adanaya kegagalan sirkulasi,
ditandai dengan nadi cepat dan lemah, tekanan darah
menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi disertai
sianosis disekitar mulut, kulit dingin dan lembab disertai
kegelisahan pada anak.
d. Derajat IV, Syok berat, nadi tidak teraba dan tekanan darah
tidak teratur.
6. Pemeriksaan penunjang
Pada pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosa DHF
biasanya akan dilaksanakan pemeriksaan :
a. Uji torniquet dengan hasil positif
b. Pemeriksaan darah lengkap biasanya akan ditemukan hasil
c. Penurunan trombosit
d. Peningkatan Hemoglobin > 20%
e. Peningkatan Hematokrit > 20%

Anda mungkin juga menyukai