Bab Ii Tinjauan Pustaka Dan Landasan Teori
Bab Ii Tinjauan Pustaka Dan Landasan Teori
Bab Ii Tinjauan Pustaka Dan Landasan Teori
Pada penelitian ini menyajikan beberapa penelitian terdahulu yang terkait dengan
penelitian yang akan dilakukan. Penelitian-penelitian terdahulu yang menjadi
referensi antara lain:
6
bangunan tersebut tidak mempunyai daya dukung yang aman untuk
memikul berat bangunan serta beban yang bekerja diatasya, atau apabila
lapisan tanah yang mampu mendukung daya dukung (bearing capacity)
yang aman untuk memikul berat bangunan letaknya sangat dalam. Adapun
hasil dari penelitian ini adalah ditinjau dari segi kekuatan bahan, maka daya
dukung fondasi yang paling besar adalah fondasi baja H yaitu sebesar 194,6
ton. Ditinjau dari daya dukung tanah, daya dukung fondasi yang paling besar
adalah pada fondasi tiang baja profil H yaitu sebesar 719 ton, dan kondisi
tanah sangat berpengaruh dalam menentukan besarnya kapasitas daya
dukung yang dapat dipikul oleh tiang pancang.
3. Penelitian Terdahulu III – (Husnah, 2015).
Pada perencanaan struktur bawah atau fondasi, pada penelitian ini penulis
menganalisis perhitungan daya dukung tiang pancang dan bored pile dari
hasil sondir (CPT) dan hasil bor (SPT), membandingkan hasil daya dukung
tiang pancang dan penurunan yang terjadi hanya pada tiang pancang. Pada
perhitungan daya dukung tiang pancang dilakukan dengan beberapa
metode, untuk data sondir degan metode Aoki De Alencar dan metode
langsung. Sedangkan untuk data SPT dengan metode Mayerhof.
Berdasarkan data CPT dan SPT yang diperoleh dan dihitung dengan
beberapa metode diperoleh hasil perhitungan untuk tiang pancang, yaitu
data sondir dengan menggunakan metode Aoki De Alencar titik-1 Qult =
396,81 ton dan titik-2 Qult = 428,22 ton, dengan metode langsung titik-1
Qult = 366,59 ton dan titik -1 Qult = 401,842 ton. Kemudian untuk data SPT
menggunakan metode mayerhof diperoleh titik-1 Qult = 577,23 ton dan
titik-2 Qult = 543,743 ton. Hasil perhitungan daya dukung fondasi terdapat
perbedaan nilai, baik dilihat dari penggunaan metode, perhitungan, maupun
lokasi titik yang ditinjau. Dari hasil perhitungan dapat disimpulkam daya
dukung fondasi yang paling baik digunakan adalah daya dukung tiang
pancang dari data sondir.
7
2.2. Landasan Teori
Fondasi dalam diartikan sebagai fondasi yang mampu menerima beban bangunan
yang besar dan meneruskan beban bangunan ke tanah keras atau batuan yang sangat
dalam.
8
pada gedung atau bagian gedung yang disebabkan oleh selisih tekanan
udara. Tekanan tiup harus diambil minimum 25 kg/m 2 dan ditepi laut
sampai sejauh 5 km dari pantai harus diambil minimum 40 kg /m 2.
c. Beban Hujan (Rain Load)
Beban hujan yaitu semua beban yang bekerja pada gedung atau bagian
gedung yang disebabkan oleh hujan. Beban hujan pada umumnya
direncanakan pada tahap bangunan, baik atap yang bersudur/miring maupun
atap datar (atap dak). Berdasarkan pedoman Perencanaan Pembebanan
Untuk Rumah dan Gedung tahun 1987 (PPURG 1987).
d. Beban Angin (Wind Load)
Beban angin adalah beban yang bekerjan pada bangunan atau bagiannya
karena adanya selisih tekanan udara (hembusan angin kencang). Beban
angin ini ditentukan dengang menganggap adanya tekanan positif dan
tekanan negative (isapan angin) yang bekerja tegak lurus pada bidang-
bidang bangunan yang ditinjau. Menurut Pedoman Perencanaan
Pembebanan untuk Rumah dan Gedung tahun 1987 (PPPURG-1987),
besarnya tekanan tiup angin ini harus diambil minimal 25 kg/m 2 luas bidang
bangunan yang ditinjau. Sedangkan untuk dilaut sampai sejauh 5 km dari
tepi pantai tekanan tiup angin ini diambil 40 kg/m 2.
e. Beban gempa
Beban gempa adalah semua beban statik ekuivalen yang bekerja pada
gedung atau bagian gedung yang menirukan pengaruh dari gerakan tanah
akibat gempa itu sendiri. Dalam hal ini pengaruh gempa pada struktur
gedung ditentukan berdasarkan suatu analisis dinamik, maka yang diartikan
dengan beban gempa disini adalah gaya-gaya dalam struktur bangunan
gedung yang terjadi oleh Gerakan tanah akibat gempa.
Perencanaan beban gempa untuk analisis struktur bangunan gedung dan
non-gedung mengacu pada SNI 1726-2019 tentang Tata Cara Perencanaan
Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non-Gedung.
Beban yang direncanakan yaitu dengan menggunakan respon spektrum.
Langkah untuk menentukan parameter-parameter yang dibutuhkan dalam
desain respon sprektrum yaitu sebagai berikut:
9
1) Menentukan lokasi perencanaan
2) Menentukan nilai parameter Ss dan S1 dengan melihat peta gempa yang
sesuai dengan lokasi perencanaan
3) Menentukan kelas situs tanah. Berdasarkan sifat-sifat tanah pada situs,
maka situs harus diklasifikasikan sebagai kelas situs SA, SB, SC, SD,
SE, SF.
4) Menentukan respos spektrum percepatan gempa MCE E dipermukaan
tanah, diperlukan suatu factor amplifikasi seismic pada periode 0,2 detik
dan periode 1 detik. Faktor amplifikasi meliputi factor amplifikasi
getaran terkait percepatan pada getaran periode pendek (F a) dan pada
getaran periode 1 detik (Fv). Nilai Fa dan Fv dapat dilihat pada SNI 1726-
2019.
5) Menentukan parameter spektrum respons percepatan pada periode
pendek (SMS) dan periode 1 detik (SM1) dengan persamaan sebagai
berikut:
SMS = Fa x Ss (2.1)
SM1 = Fv S1 (2.2)
Keterangan:
Ss = Parameter respons spectral percepatan gempa MCE R terpetakan
untuk periode pendek;
S1 = Parameter respons spektral percepatan gempa MCER terpetakan
untuk periode 1,0 detik.
6) Menentukan parameter percepatan spectral desain untuk periode pendek
(SDS) dan periode 1 detik (SD1) dengan persamaan sebagai berikut:
2
SDS = SMS (2.3)
3
2
SD1 = SM1 (2.4)
3
7) Spektrum Respons Desain
Bila spektrum serpons desain diperlukan pleh tata car aini dan prosedur
gerak tanah dari spesifikasi situs tidak digunakan, maka kurva spektrum
respons desain harus dikembangkan denga mengacu Gambar 2.1. dan
mengikuti ketentuan dibawah ini:
10
Untuk kondisi T < T0 , maka Sa harus diambil dari persamaan:
T
Sa = SDS (0,4 + 0,6 ) (2.5)
T0
Untuk T ≥ To ≤ Ts, maka Sa diambil berdasrkan persamaan:
Sa = SDS (2.6)
Untuk T > Ts, maka Sa harus diambil dari persamaan:
SD1
Sa = (2.7)
T
Keterangan :
SDS = Parameter respons spectral percepatan desain pada periode pendek
SD1 = Parameter respons spectral percepatan desain pada periode detik
T = Periode getar fundamental struktur.
SD1
To = 0,2 (2.8)
SDS
SD1
Ts = (2.9)
SDS
11
2. Kombinasi Pembebanan
Kombinasi Pembebanan yang digunakan yaitu kombinasi beban untuk metode
tegangan ijin dan kombinasi beban untuk metoda ultimit yang mengacu pada SNI
1726-2019. Kombinasi tersebut digunakan untuk perencanaan struktur bawah dan
struktur atas bangunan gedung. Beban-beban pada perencanaan pembebanan harus
ditinjau dengan kombinasi-kombinasi berikut untuk perencanaan struktur,
komponen elemen struktur dan elemen-elemen fondasi berdasarkan metode
tegangan ijin terdapat pada Lampiran B.3.
3. Definisi Kelas Situs
Tipe kelas situs harus ditetapkan sesuai dengan definisi dari Tabel klasifikasi situs
dengan mencari parameter 𝑉𝑠(𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎) , 𝑁(𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎) , 𝑆𝑢(𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎) . Tabel 3 yang
dimaksud merujuk pada SNI 1726-2019. Penetapan kelas situs SC, SD, SE harus
dilakukan dengan menggunakan sedikitnya hasil pengukuran dua dari tiga
parameter tersebut.
a. Kecepatan Rata-rata Gelombang Geser (Vs)
Nilai Vs(rata-rata) harus ditentukan sesuai dengan perumusan berikut:
∑ni = 1 di
Vs(rata-rata) = di (2.10)
∑ni = 1
VSI
Dengan Ni dan di dalam persamaan 2.4. berlaku untuk tanah non-kohesif, tanah
kohesif dan lapisan buatan.
ds
Nch(rata-rata) = di (2.12)
∑m
i =1 NI
12
dc
Su(rata-rata) = di (2.13)
∑ki = 1
SuI
Dimana:
SE = Batuan Keras
SB = Batuan
SC = Tanah Keras, sangat padat dan batuan Lunak
SD = Tanah sedang
SE = Tanah Lunak
SF = Tanah khusus, yang membuat investigasu geoteknik
13
2.4.2. Klasifikasi Tanah
Klasifikasi tanah dapat mengikuti acuan pada AASTO dan USCS, penjelasan dari
masing-masing klasifikasi dapat dilihat pada lampiran klasifikasi tanah menurut
AASHTO dan USCS.
N x րH x րB x րS x րR
N-SPT60 = (2.14)
60
Dimana:
N-SPT60 = Efisiensi 60%
N = Nilai N-spt terukur
րH = Efisiensi palu dengan satuan persen
րB = Koreksi Diamete Bore Hole
րS = Koreksi dari sampel
րR = Koreksi Rod Length
Untuk nilai րH (Efisiensi palu dengan satuan persen), րB (koreksi diameter bore
hole), րS (koreksi dari sampel) dan րR (koreksi rod length) dapat menggunakan
tabel yang terdapat pada lapisan. Selain investigasi tanah dilapangan perlu juga
dilakukan penyelidikan tanah dilabolatorium. Dengan hasil investigasi tanah yang
didapat dilapangan akan dibedakan menjadi 2 contoh tanah undisturbed dan
distrubed.
14
ketebalan dan kedalaman lapisan tanah yang berada dibawah permukaan. Untuk
melakukan stratigrafi ini perlu dilakukan pengujian dilapangan. Pengujian
dilapangan yang paling banyak dilakukan adalah uji sondir dan bore log. Stratigrafi
tanah bisa dijadikan acuan pertama pada saat perencanaan fondasi dengan
mempertimbangkan jenis lapisan tanah dibawaah permukaannya. Contoh stratigafi
tanah beradsarkan hasi uji sondir dapat dilihat pada gambar 2.3.
15
ketahanan (resistensi) massa tanah. Berikut adalah korelasi antara jumlah
tumbukan N-SPT dengan konsistensi tanah kohesif dan non-kohesif. Dapat
dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Korelasi N-SPT terhadap Konsistensi Tanah kohesif
Standart Penetration Unconfined Compression
Consistency
Number , N-SPT Strength , qu (kN/m2)
Very Stiff 0-2 0-25
Soft 2-5 25-50
Medium Stiff/Firm 5-10 50-100
Stiff 10-20 100-200
Very Stiff 20-30 200-400
Hard >30 >400
Sumber: Das, 1984
16
Gambar 2.4. Korelasi antara Nilai N-SPT dan Cu pada Tanah Kohesif
Sumber: Terzaghi & Peck, 1967
3. Pada tanah granural atau berbutir halus nilai kohesi yang didapat sangat
kecil, sehingga parameter kuat geser tanah bergantung pada sudut geser
dalam (Ø). Korelasi sudut geser dalam (Ø) dengan N-spt bisa menggunakan
persamaan berikut.
Ø = √12 N + 15 (2.16)
17
Gambar 2.5. Hubungan N-spt dengan Ø
Sumber: Terzaghi, 1948
4. Korelasi N-spt terhapat Berat Volume Tanah
Berat volume tanah (Ɣ) adalah berat total persatuann volume total. Berat
volume tanah dapat dinyatakan dalam berat butiran tanah, kadar air dan
volume total. Korelasi N-SPT terhadap berat volume tanah (Ɣ) pada tanah
kohesif dan non-kohesif ditentukan melalui korelasi empiris sebagai berikut
ini. Berikut dapat dilihat pada tabel 2.4 dan table 2.5.
Tabel 2.4. Korelasi N-SPT terhadap Ɣ untuk Tanah Kohesif
Unconfined
ɣ
N-SPT (Blows/ft) Consistency Compression
(Kn/m²))
Strength, qu (Kn/m²)
0-2 Very Soft 0 -25 16 - 19
2-4 Soft 25 -50 16 -19
4-8 Medium 50 -100 17 - 20
8 - 15 Stiff 100 -200 19 - 22
15 - 30 Very Stiff 200 - 400 19 - 22
> 30 Hard > 400 19 - 22
Sumber: Terzhagi and Peck, 1948
18
Tabel 2.5. Korelasi N-SPT ɣ untuk Tanah Non-Kohesif
Angel of
Relative Density N-SPT Internal ɣ sat
Compactness
(%) (blows/fs) Friction (kN/³)
(°)
Very Loose 0 – 15 0 -4 28 11 -16
Loose 16 – 35 5 -10 28 - 30 14 -18
Medium 36 – 65 11 -30 31 - 36 17 -20
Dense 66 – 85 31 50 37 -41 17 -22
Very Danse 86 – 100 51 41 20 -23
Sumber: Terzhagi and Peck, 1948
19
6. Hubungan N-spt oleh Modulus Elastisitas Tanah Es
Definisi modulus elastisitas ialah tegangan berbanding dengan regangan
pada deformasi yang elastis, sehingga modulus elastis ini menunjukan
kecenderungan suatu material untuk berubah bentuk dan kembali lagi
kebentuk semula bila beban yang menyebabkan deformasi dihilangkan.
Berikut ditampilkan tabel korelasi N-spt terhadap Es.
Tabel 2.8. Korelasi N-Spt terhadap Es
Correlation N-SPT to Es
Soil (Kn/m³)
Es = 500 (N +15)
Sand (NC)
Es = (15000 - 22000) ln N
Sand (OC) Es = 18000 + 750 N
Sand ( Saturated) Es = 200 (N + 15)
Es = 1200 (N + 16)
Gravelly Sand and Gravel Es = 600 (N +6); N ≤ 15
Es = 600 (N +6) + 2000; N ≥ 15
Clayey Sand Es = 320 (N + 150
Silty Sand Es = 320 (N + 150
Soft Clay -
Silty Clay Es = 300 (N+6)
Using the undrained shear
strength (Cu
Clay
Eu = (250 -200) Cu
E' = + 0,8 Eu
Sumber : Coduto, 1994
20
Berikut korelasi konsistensi tanah & nilai cu terhadap soil modulus
parameter (k). Dapat dilihat berdaskan tabel berikut ini.
21
2.5. Fondasi
Fondasi ialah bagian dari suatu sistem rekayasa yang meneruskan beban bangunan
atas (upper structure) atau bangunan yang ditopang oleh fondasi dan beratnya
sendiri kepada dan kedalam tanah atau batuan yang terletak dibawahnya hingga
kedasar lapisan yang cukup kuat mendukungnya (Bowles, 1997).
Dalam menentukan perencanaan fondasi suatu bangunan ada dua hal yang harus
diperhatikan pada tanah yang ada dibawah fondasi, yaitu:
a. Daya dukung fondasi yang direncanakan harus lebih besar dari pada beban
yang bekerja pada fondasi tersebut, baik beban statik maupun beban
dinamik nya.
b. Penurunan yang terjadi akibat pembebanan tidak boleh melebihi penurunan
yang diizinkan.
Banyak faktor dalam pemilihan fondasi, faktor tersebut antara lain beban yang
direncanakan bekerja, jenis lapisan tanah dan faktor non-teknis seperti biaya
konstruksi dan waktu konstruksi. Pemilihan jenis fondasi yang digunakan sangat
berpengaruh kepada keamanan struktur yang berada diatas fondasi tersebut. Jenis
fondasi yang dipilih harus mampu menjamin kedudukan struktur terhadap semua
gaya yang bekerja. Selain itu, tanah pendukungnya harus mampu mempunyai
kapasitas daya dukung yang cukup untuk memikul beban yang bekerja sehingga
tidak terjadi keruntuhan. Terdapat beberapa jenis fondasi dalam ialah sebagai
berikut:
22
tingkat tinggi. Salah satu pengujian yang bisa digunakan untuk memilih fondasi ini
ialah dengan memilih nilai N-sptnya, apabila nilai N-SPT yang didapat dari
pengujian tanah pada kedalaman yang masih cukup dangkal sudah mendapatkan
nilai yang besar sebaiknya tidak merencanakan dengan penggunakan fondasi tiang
pancang, tetapi apabila sebaliknya kita bisa merencanakan penggunaan fondasi
tiang pancang. Karena apabila nilai N-SPT yang didapat cukup besar pada
kedalaman yang pendek pemancangan tiang akan sulit dilakukan, bahkan bisa
menyebabkan tiang akan patah pada proses pemancangan. Tetapi apabila
perencanaan fondasi tiang pancang ingin tetap dilaksanakan, kita bisa
menggunakan salah satu metode pengerjaan tiang pancang yaitu metode pre-
boring.
b. Drop Hammer
Drop Hammer merupakan palu berat yang diletakan pada ketinggian tertentu
diatas tiang, palu tersebut kemudian dilepaskan dan jatuh mengenai bagian atas
tiang. Untuk menghindari tiang menjadi rusak akibat tumbukan ini, kepala
tiang dipasangkan semacam topi atau cap sebagai penahan energi atau shock
absorber. Biasanya cap terbuat dari kayu, pemancangan tiang biasanya
dilakukan secara perlahan, jumlah jatuhnya palu permenit dibatasi yaitu 4 – 8
kali.
c. Preboring
Preboring sendiri adalah sebuah metode pemancangan yang dilakukan dengan
23
cara mengebor titik fondasi tiang pancang menggunakan alat bor sesuai
kedalaman yang sudah direncanakan, hal tersebut dilakukan apabila lapisan
tanah keras tidak dapat dipancang sehingga perlu dilakukan pengeboran, agar
proses pemancangan atau peletakan tiang pancang bisa terlaksana. Proses
selanjutnya tiang pancang dimasukan ke dalam titik yang sudah dibor tersebut.
24
2.5.3. Fondasi Bored Pile
Fondasi Tiang bor adalah fondasi tiang yang pemasangannya dilakukan dengan
mengebor tanah pada awal pengerjaannya. Bored pile dipasang kedalam tanah
dengan cara mengebor tanah terlebih dahulu, baru kemudian diisi tulangan dan
dicor dengan beton. Tiang bor ini biasa digunakan pada tanah yang stabil dan kaku,
sehingga memungkinkan untuk membentuk lubang yang stabil dengan alat bor.
Pada tanah yang keras atau batuan lunak, dasar tiang dapat dibesarkan untuk
menambah tahanan dukung ujung tiang. Jika tanah mengandung air, pipa besi
dibutuhkan untuk menahan dinding lubang dan pipa ini ditarik keatas pada waktu
pengecoran beton.
Adapun beberapa kekurangan pada penggunaan tiang bored ialah sebagai berikut:
a. Kondisi cuaca merupakan faktor yang utama pada pekerjaan fondasi bore
pile, seperti misalnya ketika kondisi musim penghujan pengecoran akan
dipengaruhi air dan hal tersebut akan memengaruhi mutu dari beton pada
tiang fondasi.
b. Ketidak seragaman mutu beton mungkin saja terjadi.
c. Kepadatan tanah seperti tanah pasir atau tanah yang mengalir kedalam
lubang bor.
d. Tanah juga dapat menggunakan mesin sedot air. Hal-hal diatas dapat
menjadi pertimbangan dasar dalam pemilihan fondasi dalam.
25
2.6. Daya Dukung Fondasi Dalam
Penjumlahan daya dukung ujung tiang dengan tahanan geser tiang akan
mendapatkan hasil berupa nilai daya dukung ijin fondasi. Besarnya daya dukung
ini ialah:
QUltimit
Qallowable = (2.17)
Safety Factor
(Qs + Qp
= (2.18)
Sf
Dengan,
Qall = Daya dukung izin fondasi
Qu = Daya dukung ultimit
Qs = Daya dukung geser dinding tiang friksi
Qp = Daya dukung ujung tiang
SF = Faktor Keamanan (2,5 – 4)
26
Persamaan daya dukung aksial tekan tiang tunggal, sebagai berikut:
QuTekan = QpUjung + QsFriksi (2.19)
Dengan,
Qu = Kapasitas daya dukung ujung
Qs = Kapasitas daya dukung friksi
Fondasi tiang pancang maupun tiang bor di desain bukan hanya terhadap aksial
tekan, namun fondasi perlu di desain untuk dapat menahan beban aksial Tarik yang
dapat terjadi, contoh bebannya adalah gaya up-lift. Persamaan daya dukung aksial
tarik tiang tunggal adalah sebagai berikut:
27
Dengan,
c = Nilai kohesi
a) Tiang Pancang
Gambar 2.9. Nilai N-spt untuk Desain Tahanan Ujung pada Tanah Pasir
qp = σ' x Nq (2.26)
Dengan,
σ' = Tegangan overburden efektif diujung tiang
Nq = Bearing capacity factor
28
Tabel 2.12. Nilai Nq (Bearing Capacity Factor)
Soil Nq Limiting q (Mpa)
Very loose to medium, sand to silt 8 40 (1 9)
Loose to dense, sand to silt 12 60 (2 9)
Medium to dense, sand to sand-silt 20 100 (4 8)
Dense to very dense, sand to sand-silt 40 200 (9 6)
Dense to very dense, gravel to sand 50 250 (12 0)
Sumber: Das, 1977.
b) Tiang Bor
Berdasarkan N-spt
qp = 7 N-spt (t/m2) < 400 (t/m2) (2.27)
Dengan,
N-spt = Seperti persamaan (2.12)
Berdasarkan nilai N-spt (NAVDOC)
Besarnya tahanan ujung pada tanah pasir untuk fondasi tiang bor adalah 1/3
dari Qp yang didapat dari perhitungan tahanan ujung untuk fondasi tiang
pancang.
qp = 13 N (t/m3) (2.28)
Dengan,
N-spt = Seperti persamaan
29
Dengan,
Ap = Keliling penampang tiang untuk bagian yang ditinjau
Fs = Faktor gesekan antara tiang dengan tanah yang merupakan fungsi
kedalaman dari tiang
p = Panjang bagian tiang yang ditinjau
Pada perhitungan daya dukung selimut (friksi) tiang dibedakan berdasarkan jenis
tiang fondasi yang digunakan dan jenis tanah dasar pada lapisan pekerjaan fondasi.
1. Tahanan geser selimut tiang pada tanah lempung
Tiang pancang
Tahanan geser tiang yang merupakan konstribusi terhadap kohesi tanah.
Qs = 𝜏 x p x Ap (2.32)
Dengan,
τ = Tegangan Geser
= α x Cu
2. Tahanan Geser Selimut Tiang pada tanah Berpasir
Tiang pancang (Berdasarkan nilai N-spt)
Qs = 𝜏 x p x Ap (2.33)
Dengan,
τ = 0.1 N (t/m2); (displacement kecil)
τ = 0.2 N (t/m2); (displacement kecil)
τ = Kuat geser
Tabel bored pile, oleh mayerhof, 1976 dan Resee & wirght, 1977.
Τ(rata-rata) = 0,2 N-spt (t/m2) (2.34)
30
tentang estimasi kapasitas lateral tiang sesuai dengan deformasi lateral izin kepala
tiang dan kapasitas struktur tiang (Persyaratan Perancangan Geoteknik).
Daya dukung lateral tiang adalah kemampuan tiang dalam menahan beban arah
horizontal. Sebuah tiang vertikal menahan beban lateral dengan memobilisasi
tekanan pasif di tanah sekitarnya. Pada perhitungan daya dukung lateral mencakup
beban lateral ultimit, defleksi ujung atas tiang dan momen ultimit.
Dalam penelitiannya, Resee (1984) memaparkan berbagai prosedur untuk membuat
kurva p-y berdasarkan percobaan dengan menggunakan berbagai tiang dalam
menahan gaya lateral dan didasarkan pada perilaku tanah dalam menerima
tegangan. Terdapat dua asumsi dalam penentuan kurva p-y, berikut adalah asumsi
yang digunakan.
1. Kurva p-y menggambarkan deformasi lateral tanah akibat gaya horizontal
dengan membagi tiang menjadi beberapa bagian disetiap kedalaman.
2. Kurva p-y tidak bergantung pada bentuk dan kekakuan dari tiang, selain itu
pembagian beban diatas dan dibawah dari tiap bagian tidak berpengaruh,
sehingga kurva ini hanya menghitung defleksi berdasarkan kekuatan tahanan
tanah.
Faktor yang memengaruhi bentuk kurva p-y adalah parameter tanah, loksi muka air
tanah, kondisi pembebanan (statis atau dinamis), lebar tiang, kedalaman, dan
hubungan tegangan-regangan tanah juga berpengaruh. Dalam pembuatan kurva p-
y, software L-pile telah menyediakan dalam berbagai kondisi (pinned head, fixed
head dan elastically restrained). Hasil dari program l-pile ini merupakan gambaran
perilaku tiang tunggal dalam menghadapi gaya lateral. Output dari hasil analisis
pada program ini berupa kurva p-y desain disetiap lapisan tanah beserta kurva
defleksi tiang, rotasi, momen, dan gaya geser sebagai fungsi kedalaman tanah.
Gambar grafik yang di hasilkan pada L-pile dapat dilihat pada gambar 2.10.
31
Gambar 2.10. Pemodelan Tanah dengan Kurva P-Y dalam Program L-pile
32
fondasi tiang yang bekerja sebagai satu kesatuan. Umumnya susunan tiang dibuat
simestris dengan jarak yang sama sehingga pusat beban tiang dan berat pile cap
terletak pada satu garis vertikal. Dalam desain fondasi grup tiang, hal yang penting
di perhatikan adalah efisiensi grup tiang yang mereduksi daya dukung grup tiang
dan penurunan yang terjadi akibat grup tiang.
Pada kapasitas kelompok tiang dipengaruhi oleh jarak antar tiang (s) sehingga
terdapat persyaratan dimana jarak antar tiang harus dibatasi untuk menghindari
adanya overlapping tegangan yang akan mempengaruhi daya dukung tiang secara
tunggal. Hal ini agar didapatkan kapasitas maksimal dari kelompok tiang yang akan
digunakan. Apabila beban yang diterima tiang tunggal sudah tidak kuat ditahan lagi
kemungkinan besar akan terjadi kegagalan struktur karena beban tidak selalu
bekerja pada titik pusat fondasi. Hal inilah yang mendasari dibentuknya kelompok
tiang sehingga beban tersebut akan tersalurkan oleh kelompok tiang secara merata.
Kemudian tiang-tiang tersebut akan disatukan oleh pile cap, fungsi lain dari pile
cap adalah untuk menggabungkan kekuatan tiang.
33
Gambar 2.12. Jenis Pile Cap untuk Tiang Kelompok
Sumber: Bowles, J.E, 1997.
34
penggunaan tempat akan boros dan biaya yang digunakan untuk pembuatan pile
cap semakin bertambah. Namun, jika terlalu dekat akan terjadi overlapping
tegangan pada tiang, sehingga menyebabkan daya dukung tiang kelompok tidak
mencapai daya dukung maksimumnya. Hal tersebut dihitung dalam perhitungan
koreksi kapasitas tiang kelompok (efisiensi tiang kelompok). Efisiensi tiang
kelompok dipengaruhi oleh:
a. Interaksi antara pile cap dengan tiang
b. Jumlah, panjang, diameter, bentuk konfigurasi, dan jarak anatar tiang yang
digunakan
c. Jenis tanah diabwha tiang kelompok diletakkan
d. Proses konstruksi dari tiang tersebut
((N-1)M+(M-1)N
Eg = 1- Ꝋ (2.38)
90NM
Los Angeles
35
D
D Eg =1– (n1(n2-1) + n2(n1-1) + √2(n1-1)(n2-1)) (2.39)
π d n1 n2
Seiler-Keeney
11 D n1+n2-2 0,3
11D Eg = (1 – [ ][ ][ ] (2.40)
7 (d²-1) n1+n2-1 n1+n2
Dengan,
Ꝋ = Tan-1 (D/d)
Terdapat empat faktor nilai reduksi, yaitu adalah side-by-side, leading effect,
trailing effect, dan skewed effect. Ilustrasi dari keempat faktor reduksi tersebut dapat
dilihat dibawah ini:
a. Side-by-side Effect
Faktor reduksi side-by-side effect merupakan fungsi dari jarak antar tiang
dibagi dengan diameter tiang yang dipengaruhi gaya lateral yang bekerja
serta kedudukan tiang yang ditinjau terhadap tiang-tiang disekitarnya.
Faktor rekdusi ini disebut dengan βa. Seperti yang dapat dilihat pada
Gambar 2.15.
b. Leading Effect
Faktor leading effect juga dipengaruhi oleh rasio jarak antar tiang dan
diameter yang dipengaruhi gaya lateral yang bekerja dan konfigurasi tiang
terhadap tiang-tiang disekitarnya. Faktor reduksi ini disebut dengan nilai β bl.
Seperti yang dapat dilihat pada Gambar 2.16.
36
Gambar 2.14. Faktor Side by Side Effect
37
faktor reduksi yang lain tetapi dipengaruhi oleh kemiringan atau sudut yang
terjadi akibat bentuk konfigurasi tiang tersebut. Faktor reduksi ini disebut
dengan nilai βs. Seperti yang dapat dilihat pada Gambar 2.32.
38
Software Group akan menganalisis beban yang bekerja untuk masing-masing tiang
akibat faktor reduksi modifikasi tiang, selanjutnya beban yang dihasilkan pada
software Group akan dibandingkan dengan batas beban yang diperhitungkan pada
software L-Pile.
Bandingkan nilai Qall yang sudah dikalikan dengan nilai efisiensi, dengan nilai
Pmax. Apabila syarat dibawah ini terpenuhi, maka banyaknya jumlah tiang yang
39
direncanakan aman atau dapat digunakan, tetapi apabila tidak terpenuhi sebagainya
dilakukan penambahan tiang fondasi.
Untuk melakukan kontrol tiang kelompok, perlu dilakukan cek terhadap consensus
TPKB DKI 2015 disetiap pembebanan yang diberikan, yaitu:
Dalam perhitungan settlement pada tiang terdapat dua hal yang perlu diperhatikan
yaitu menurut skempton dan Mac-Donald (1955), batas penurunan yang diizinikan
adalah 65 mm untuk tanah lempung dan 40 mm untuk tanah pasir.
40
1. Elastic Settlement Tiang Tungga
Elastic settlement atau immediate settlemet pada tiang tunggal akibat beban
aksial yang bekerja dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut
(Vesic, 1977).
S total = Se(1) + Se(2) + S3(3) (2.49)
Dengan.
Se = Immediate Settlement total tiang tunggal
Se(1) = Elastic settlement tiang tunggal
Se(2) = Settlement tiang akibat beban ujung yang dialami tiang
Se(3) = Settlement tiang akibat beban geser yang dialami tiang
Berikut adalah persamaan untuk masing-masing jenis settlement diatas:
(Qwp + εQws) L
Se(1) = (2.50)
Ap x Ep
Dengan,
Qwp = Beban yang bekerja diujung tiang
Qws = Beban yang bekerja diselimut tiang
Ap = Luas Penampang tiang
Ep = Modulus elastisitas tiang
L = Panjang tianh
ε = Koefisien yang bergantung pada bentuk distribusi tahanan geser
sepanjang tiang. Menurut vesic (1977), nilai ε untuk distribusi
uniform dan parabolic ε = 0.67
(qwp x D )
Se(2) = (1 - μs 2 ) Iwp (2.51)
Es
Dengan,
D = Diameter tiang
𝑄𝑤𝑝
Qwp = Unit tahanan ujung tiang 𝐴𝑝
Dengan,
41
P = Keliling Tiang
L = Panjang Tiang
Iws = Faktor pengaruh
L
= (2 + 0.35 √D) (2.53)
4B + 9 2
SGroup = ( ) x Se (2.54)
B + 12
Dengan,
B = Lebar tiang kelompok (m)
b. Vesic (1969)
Bg
Sgroup = √ x Se (2.55)
D
Dengan,
Bg = Lebar tiang kelompok
D = Diameter tiang
3. Consolidation Settlement Tiang Kelompok
Penurunan konsolidasi dihitung berdasarkan metode raft equivalent,
persamaan yang digunakan dalam penurunan konsolidasi tiang kelompok
dihitung seperti persamaan penurunan konsolidasi namun akan dikalikan
faktor koreksi akibat dimensi fondasi dan jenis tanah. Dalam metode ini
tiang kelompok dianggap ekivalen dengan fondasi raft dengan dimensi
B x L. Dalam perhitungan consolidasi settlement, beban yang akan bekerja
pada fondasi tiang kelompok disesuaikan dengan distribusi gaya yang
berpengaruh pada kedalaman yang ditinjau. Hal tersebut dapat dilihat pada
Gambar 2.18.
42
Gambar 2.18. Ilustrasi Metode Distribusi Tegangan
Sumber: Bowles, J.E, 1997.
43
Sesuai dengan penjelasan sebelumnya, niali differensial settlement agar
dikatakan aman harus sesuai dengan persamaan berikut.
1
δ ≤ (2.59)
300
Keterangan :
δ = Selisih settlement antar pile cap
L = Jarak antar pile cap
44
keluaran dari Csi-Etabs 2018. Apabila nilai moment dan beban yang dihasilkan
tidak melewati batasan yang telah ditentukan maka dapat dikatakan desain tiang
aman. Rasio tulangan yang biasa diguankan bekisar antara 1-3% berdasarkan SNI
2847-2019 tentang persyaratan beton struktural untuk bangunan gedung. Berikut
contoh desain tulangan longitudinal tiang di Sp-coulumn dapat dilihat pada gambar
dibawah ini.
ɸ Vn ≥ Vu (2.60)
Keterangan:
Vn = Vc + Vs
45
Dengan nilai Vc yaitu:
Pu √f'c
Vc = (1 + ) x ( ) x bw x d (2.61)
14 Ag 6
Keterangan:
1
Ag = x π x D2
4
= h – d'
D Longitudinal
d' =s+ + Dtranasversal
2
s = Tebal Selimut tiang bor (mm)
Av x fy x d
Vs = (2.62)
s
Dimana,
1
Av = x π x D2
4
46
Dimana syarat spasi minimum untuk tulangan transversal yaitu d/2.
47
Gambar 2.20. Ilustrasi Penentuan Dimensi Pile Cap
Untuk menentukan ketebalan pile cap yaitu dengan cara asumsi terlebih
dahulu nilai ketebalan yang digunakan kemudian melakukan pengecekan
terhadap geser satu arah dan geser dua arah. Jika setelah dilakukan
pengecekan memenuhi syarat yang ditentukan maka asumsi tersebut dapat
digunakan sebaggai nilai ketebalan dari pile cap.
2. Kontrol Geser Satu Arah
Untuk mengetahui gaya geser satu arah dan dua arah pada pile cap, data-
data yang diperlukan yaitu:
a) Dimensi Pile cap
b) Ukuran kolom dan ukuran tiang bor
c) Beban aksial terfaktor (Pu)
d) Kuat tekan beton (f'c)
e) Tegangan leleh baja tulangan (fy)
Gaya geser yang bekerja pad penampang kritis adalah sebagai berikut:
Vu = σ x L x G' (2.65)
Dengan,
σ = Pu / A
48
= h – selimut beton – ½ Tulangan rencana
L Lebar Kolom
G' = L - ( + + d) (2.66)
2 2
1
ɸ Vc = ɸ
6
√f'c x b x d (2.67)
Dengan,
Syarat:
49
Berdasarkan SNI 2847-2019 pasal 13.12.2.1. bahwa besar Vc adalah
nilau terkecil dari:
2 √𝑓′𝑐 𝑥 𝑏0 𝑥 𝑑
Vc = (1 + )𝑥 (2.72)
𝛽𝑐 16
αs x d √f'c x b0 x d
Vc =( + 2)x (2.73)
b0 12
1
Vc = 2 √f'c x b0 x d (2.74)
ak
βc = (2.75)
bk
b0 = 4B' (2.76)
Dengan,
bk = Panjang kolom
ak = Lebal kolom
Cek Syarat,
ɸ Vc < Vu
50
CSI-ETABS 2018 dengan kombinasi pembebana LRFD. Beban dan data
yang dimaksud yaitu:
a) Beban aksial terfaktor (Pu)
b) Momen arah x (Mx)
c) Momen arah y (My)
d) Kuat tekn bebton (f'c)
e) Tegangan leleh baja (fy)
L ak
B' =( ) - ( ) (2.77)
2 2
Dengan.
ak = Lebar kolom
Pu 1
Mu = 2 ( ) x (s) - x q' x B' 2 (2.79)
np 2
Untuk menentukan diameter dan jumlah tulangan yang digunakan maka
dapat dilakukan asumsi terlebih dahulu. Asumsi tersebut untuk
mendapatkan nilai As.
1
AS = x π x D2 x n (2.80)
4
As x fy
α = (2.81)
0.85 x f'c x b
ɸ Mn = ɸ As x fy x (d – ½ α) (2.82)
Dengan:
51
D = Diameter tulangan utama
Cek syarat:
Untuk tulangan tekan bagian atas, bisa diberikan sebesar 20% tulangan
utama.
h = hp + (r + α) / Lt (2.86)
d = h - d' (2.87)
52
π
Lv = 2 (r + α) + r (2.88)
2
Luas bidang kritis geser pons:
Av = Lv x h (2.89)
Pn = Av x fv (2.90)
Cek syarat:
ɸ Pn > P1 (2.91)
53