47587-Article Text-87823-1-10-20220702
47587-Article Text-87823-1-10-20220702
47587-Article Text-87823-1-10-20220702
Tengsoe Tjahjono
Jurusaan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Surabaya
E-mail : [email protected]
Abstrak
Novel sebagai karya sastra bukan hanya cerita hiburan namun bisa menjadi media
dokumentasi kebudayaan. Dengan memasukkan nilai kebudayaan Indonesia dan dikemas
menjadi cerita yang memiliki nilai edukasi. Seperti yang terdapat pada novel Melangkah
karya J.S. Khairen yang berlatar pada budaya Sumba. sehingga penelitian ini menggunakan
pendekatan antropologi sastra yang bertujuan menjabarkan kearifan lokal menurut Jim Ife.
Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Data diperoleh dari kutipan
novel Melangkah karya J.S. Khairen. Hasil penelitian ini menunjukkan, 1) dimensi
pengetahuan lokal memuat tentang penentuan waktu upacara adat, iklim, kondisi sosiografi,
dan jenis flora dan fauna. 2) Dimensi nilai lokal memuat tentang hubungan manusia dengan
Tuhan, hubungan manusia dengan manusia, dan hubungan manusia dengan alam. 3) Dimensi
keterampilan lokal masyarakat Sumba adalah keterampilan menunggangi kuda dan industri
rumah tangga. 4) Dimensi sumber daya lokal memuat sumber daya dalam hal pertanian dan
pariwisata. 5) Dimensi pengambilan keputusan lokal memuat tentang keputusan sosial dan
politik oleh Raja dan ritual oleh Rato. 6) Dimensi solidaritas kelompok lokal memuat
tentang ritual keagamaan, upacara adat, dan gotong royong.
Kata Kunci: Budaya, Kearifan Lokal, dan Masyarakat Sumba.
Abstract
Novels as literary works are not just entertainment stories but can become cultural
documentaries. By inserting Indonesian cultural value and packaging into a story of
educational value. As is the stepped novel by j.s. khairen on the cultural sumba scene. Thus,
the study uses the literary anthropology approach to describe the six dimensions of local
wisdom according to Jim ife. It is rated as qualitative descriptive research. Data obtained
from j.s. khairen's stepped book excerpts. The study suggests, 1) the local knowledge
dimension contains on ceremonial time, climate, sociography, and plant and animal types. 2)
the local value dimension contains about man's relationship with god, man's relationship
with man, and man's relationship with nature. 3) the local dimensions of the skills of the
sumba community are those of horseback riding and domestic industry. 4) local resource
dimensions contain resources in terms of agriculture and tourism. 5) the local decision-
making dimension consists of social and political decisions by the king and ritual by rato.6)
the local community solidarity dimension consists of religious rituals, tribal rituals, and
solidarity.
16
Bapala Volume 9, Volume 7 Tahun 2022, hlm. 16-30
17
Dimensi Kearifan Lokal Masyarakat Sumba Dalam Novel Melangkah Karya J.S. Khairen (Kajian Antropologi
Sastra)
18
Dimensi Kearifan Lokal Masyarakat Sumba Dalam Novel Melangkah Karya J.S. Khairen (Kajian Antropologi
Sastra)
perubahan dari bawah. Ife dan Frank (2008:241) membuat industri rumah tangga. Keterampilan lokal
menuturkan gagasan bahwa masyarakat harus mampu ini biasannya hanya cukup dan mampu memenuhi
menetapkan kebutuhan mereka sendiri dan kebutuhan keluarganya masing-masing atau disebut
bagaimana memenuhinya, bahwa masyarakat pada dengan ekonomi subsistensi. Dapat dikatakan
tingkat lokal paling mengetahui apa yang mereka keterampilan lokal adalah usaha dari masyarakat
butuhkan dan bahwa masyarakat seharusnya tersebut untuk bertahan hidup dengan mengusahakan
mengarahkan pada dirinya sendiri dan berswadaya atau memanfaatkan kemampuan yang dimiliki.
adalah menarik, dan hal itu konsisten dengan banyak Dimensi sumber daya lokal menurut Ife
literature ekologis dan keadilan sosial. Jadi dalam Sudikan (2013:58) merupakan sumber daya
masyarakat lokal disini adalah pelaku yang paling inti alam yaitu, sumber daya yang tak terbarukan dan
dalam pengembangan masyarakat dengan prinsip yang dapat diperbarui. Masyarakat akan
perubahan dari bawah. Pada akhirnya memunculkan menmpergunakan sumber daya lokal sesuai dengan
6 bentuk yaitu pengetahuan lokal, nilai lokal, kebutuhan dan tidak akan mengeksploitasi secara
keterampilan lokal, sumber daya lokal, pengambilan besar-besaran atau dikomersialkan. Sumber daya
keputusan lokal, dan solidaritas kelompok lokal. lokal ini sudah dibagi peruntukkannya seperti hutan,
Dimensi pengetahuan lokal menurut ife kebun, sumber air, lahan pertanian, dan pemukiman.
dalam Sudikan ( 2013:57) Setiap masyarakat Kepemilikan sumber daya lokal biasannya bersifat
bertempat atau berada akan memiliki pengetahuan kolektif. sumber daya lokal ini adalah sesuatu yang
lokal yang terkait dengan lingkungan hidupnya. tersedia di alam untuk dapat di manfaatkan oleh
Pengetahuan lokal tersebut berkaitan dengan masyarakat sekitar sesuai dengan kebutuhan.
perubahan dan siklus iklim kemarau dan penghujan, Dimensi pengambilan keputusan lokal
jenis dari flora dan fauna, kondisi geografi, menurut Ife dalam Sudikan (2013:58). Setiap
demografi, dan sosiografi. Dengan masyarakat masyarakat pada dasarnya memiliki pemerintahan
mendiami suatu tempat atau daerah cukup lama lokal sendiri atau disebut pemerintahan kesukuan.
dengan perubahan-perubahan yang terjadi dan Suku merupakan kesatuan hukum yang memerintah
bervariasi menyebabkan mereka mampu beradaptasi warganya untuk bertindak sebagai warga masyarakat.
dengan lingkungannya. Kemampuan beradaptasi ini Masing-masing dari masyarakat memiliki mekanisme
menjadi bagian dari pengetahuan lokal mereka dalam pengambilan keputusan yang berbeda-beda. Ada
menguasai alam. dapat dikatakan bahwa masyarakat masyarakat yang melakukan secara demokratis atau
yang sudah menempati daerah cukup lama memiliki duduk sama rendah berdiri sama tinggi, ada juga
pengetahuan menghadapi lingkungan sekitarnya dan masyarakat yang melakukan secara hirerarkis,
melakukan adaptasi untuk keberlangsungan hidup bertingkat atau berjenjang. Pengambilan keputusan
pada daerah tersebut. lokal pada kelompok masyarakat sangat penting
Dimensi nilai lokal menurut Ife dalam dalam menyelesaikan suatu permasalahan ataupun
Sudikan (2013:57) adalah upaya mengatur kehidupan kebijakan yang akan di terapkan pada suatu
bersama antara warga masyarakat, maka setiap masyarakat.
masyarakat memiliki aturan dan nilai-nilai lokal yang Dimensi solidaritas kelompok lokal
di taati dan disepakati oleh seluruh anggotanya. Nilai- menurut Ife dalam Sudikan (2013:58) suatu
nilai tersebut biasanya mengatur hubungan antara masyarakat umumnya dipersatukan oleh ikatan
manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan komunal untuk membentuk solidaritas lokal. Setiap
manusia, dan hubungan manusia dengan alam kelompok masyarakat mempunyai media-media
sekitarnya. Nilai-nilai tersebut memiliki nilai masa untuk mengikat warganya, dapat dilakukan ritual
lalu, masa kini, dan masa yang akan datang. Bersama keagamaan atau acara dan upacara adat lainnya.
dengan perubahan sesuai dengan kemajuan setiap anggota masyarakat saling memberi dan
masyarakatnya. Nilai dan aturan tersebut harus menerima sesuai dengan bidang dan fungsinya
dihormati dan ditaati oleh setiap anggota masyarakat masing-masing, seperti dalam solidaritas mengolah
agar terciptanya keharmonisan dalam kehidupan tanaman padi dan kerja bakti serta gotong-royong.
sehari-hari. Solidaritas kelompok lokal adalah suatu cara
Dimensi keterampilan lokal menurut Ife bagaimana suatu kelompok masyarakat agar memiliki
dalam Sudikan (2013:57). dipergunakan sebagai keterikatan pada kelompoknya, dimana hal tersebut
kemampuan bertahan hidup atau survival. akan memberikan rasa saling peduli dan kerukunan
Keterampilan lokal bercocok tanam maupun pada masyarakat.
19
Dimensi Kearifan Lokal Masyarakat Sumba Dalam Novel Melangkah Karya J.S. Khairen (Kajian Antropologi
Sastra)
Penelitian terdahulu yang di anggap relevan Antropologi sastra disini diartikan sebuah analisis dan
dengan penelitian ini yakni ada tiga. Pertama, pemahaman pada sebuah karya sastra dan kaitannya
penelitian yang dilakukan oleh Zain Rochmati dengan kebudayaan. Melalui novel Melangkah karya
Ningsih dengan judul “Kearifan Budaya Lokal J.S Khairen kebudayaan kearifan lokal masyarakat
Masyarakat Jawa dalam novel Genduk Karya Sundari Sumba akan dikemukakan melalui pendekatan
Mardjuki (Kajian Antropologi Sastra)” pada tahun Antropologi Sastra dengan teori 6 dimensi kearifan
2018. Kedua, penelitian yang membahas tentang lokal Jim Ife.
kearifan lokal juga dilakukan oleh Anita Fitriana Data yang digunakan dalam penelitian ini ialah
dengan judul “ Nilai-Nilai kearifan lokal masyarakat kutipan berupa kata, kalimat, dan paragraf dalam
Makassar dalam novel Natisha karya Khrisna novel Melangkah karya J.S. Khairen. Dan di
Pabichara” tahun 2017. Ketiga, penelitian ketiga dalamnya mengandung kearifan lokal yang berkaitan
tentang kearifan lokal juga dilakukan oleh Gusela dengan dimensi pengetahuan lokal, dimensi nilai
Kurniati dengan judul “Kearifan Lingkungan pada lokal, dimensi keterampilan lokal, dimensi sumber
masyarakat Lamalera dalam novel Suara Samudra daya lokal, dimensi pengambilan keputusan lokal,
Catatan dari lamalera karya Maria Matildis Banda” dan dimensi solidaritas kelompok lokal pada
pada tahun 2019. Dari ketiga penelitian terdahulu masyarakat Sumba. Sumber data penelitian adalah
dengan penelitian ini, terdapat persamaan dan dari novel Melangkah karya J.S Khairen diterbitkan
perbedaan dalam penelitiannya. Persamaannya oleh PT Grasindo pertama kali pada maret 2020 dan
adalah sama-sama menggunakan kajian antropologi cetakan kedua pada oktober 2021. Mempunyai
sastra dengan fokus kajian Kearifan Lokal Jim Ife. sampul warna hitam dan ditengah sampul terdapat
Sedangkan perbedaannya terdapat pada segi objek gambar pintu yang terbuka menampilkan kuda yang
novel yang dikaji dan juga pada daerah kearifan sedang dinaiki oleh seseorang dengan latar pantai,
lokalnya. Pada penelitian Zain menggunakan kearifan awan, petir, dan matahari tenggelam. Tebal novel 352
lokal masyarakat Jawa, Anita kearifan lokal halaman, dan pada sampul belakang terdapat synopsis
masyarakat Makassar, dan Gusela kearifan lokal dari novel tersebut. Selain itu, sumber data lainnya
masyarakat Lamalera. Sedangkan dalam penelitian ini adalah buku-buku teori antropologi dan kearifan
menelisik kearifan lokal pada masyarakat Sumba. lokal, buku-buku kebudayaan, dan jurnal-jurnal
penelitian yang sesuai dengan topik penelitian ini.
METODE Kegiatan pengumpulan data dilakukan dengan
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian teknik pustaka. (Faruk, 2012: 56) Metode pustaka
ini adalah deskriptif kualitatif. Jenis penelitian adalah metode yang digunakan untuk memperoleh
kualitatif memfokuskan penelitian ini pada data dan data dengan lebih memusatkan data yang sesuai
hasil dengan cara mendeskripsikan data yang berupa dengan objek penelitian. Langkah pertama peneliti
kata, kalimat, dan paragraf yang akan dikaji oleh membaca dengan seksama novel Melangkah karya
peneliti untuk dapat menjawab rumusan masalah J.S Khairen hingga tamat dan berulang. Dengan
penelitian. Alasan kualitatif digunakan dalam begitu peneliti lebih memahami segala rentetan
penelitian ini adalah selain data yang dipakai bukan kejadian atau peristiwa apa saja yang diungkapkan
berupa angka, penelitian ini bertujuan memahami pengarang dalam novel tersebut. langkah kedua, data
adanya makna pada data yang nampak pada novel. yang tercakup kedalam kearifan lokal masyarakat
Seperti yang diungkapkan oleh Ahmadi, (2019:06) Sumba ditandai dengan cara diberi garis bawah pada
penelitian kualitatif, dalam penggunaannya lebih data yang berupa kalimat, paragraph, dan tuturan
banyak berbentuk narasi. Karena dalam konteks tokoh dalam novel. dan dilanjutkan dengan memberi
interpretasi teks, yang lebih diunggulkan dan tanda berupa kode sesuai dengan rumusan masalah 1
dikedepankan adalah narasi dan deskripsi yang ditandai dengan kode DPL (Dimensi Pengetahuan
dimunculkan oleh peneliti yang berfungsi sebagai Lokal), DNL (Dimensi Nilai Lokal), DKL (Dimensi
interpretator. Sehingga dengan penelitian kualitatif Keterampilan Lokal), DSDL (Dimensi Solidaritas
diharapkan akan dapat menjabarkan dan Kelompok Lokal), DPKL (Dimensi Pengambilan
mendeskripsikan makna yang terdapat pada data yang Keputusan Lokal), DSKL (Dimensi Solidaritas
berkaitan dengan kearifan lokal untuk dapat Kelompok Lokal. Langkah terakhir mencatat dan
menjawab rumusan masalah penelitian. merekap semua data yang terkumpul dari novel.
Pendekatan penelitian, yang digunakan adalah Proses selanjutnya adalah menganalisa data.
pendekatan antropologi yang berfokus pada sastra. Pada penelitian menggunakan teknik analisis isi dan
20
Dimensi Kearifan Lokal Masyarakat Sumba Dalam Novel Melangkah Karya J.S. Khairen (Kajian Antropologi
Sastra)
teknik deskripsi. teknik analisis isi dipadukan dengan hanya satu tahun sekali. Munculnya cacing wawo ini
teknik deskripsi yang menurut Ratna (2007: 39) dapat dijumpai pada bulan februari. Nyale atau
merupakan metode yang digunakan dengan cara pencarian cacing laut yang keluar satu tahun sekali ini
menganalisis kemudian menguraikan data yang dapat sebagai pertanda waktu Pasola akan diadakan.
digunakan untuk mendeskripsikan atau Seperti yang terdapat pada data di bawah ini
menggambarkan kondisi atau situasi dari objek yang
diteliti dan sekaligus untuk menggambarkan aspek – “Eee mantap sudah.” Aura mengacak-acak
aspek yang dijadikan pusat penelitian. Langkah rambut adiknya. Namun, ia agak bingung saat
pertama dalam menganalisis data peneliti membaca mendengar Pasola. Kenapa sekarang ada
secara cermat objek penelitian, yakni novel Pasola? Bukankah belum waktunya? Setahu
Melangkah karya J.S. Khairen. Langkah kedua, Aura, seorang tetua adat yang disegani yang
peneliti mengumpulkan data yang dirasa sesuai bisa menentukan kapan dilaksanakannya
dengan rumusan masalah dalam bentuk deskripsi Pasola. Caranya juga bisa bermacam-macam.
serta penambahan data lainnya yang membantu dalam Mulai dari melihat cacing laut yang hanya
penelitian berupa buku-buku teori, jurnal dan pustaka datang di waktu tertentu, hingga melihat
lainnya sesuai dengan rumusan penelitian. Langkah jantung ayam. (Khairen, 2020:120)
ketiga, peneliti menganalisis atau menafsirkan data
dalam novel Melangkah karya J.S. Khairen dengan Nampak dari data di atas masyarakat Sumba
cara mendeskripsikan kata, kalimat, dan paragraph, memiliki cara tersendiri atau suatu metode turun
sesuai dengan rumusan masalah. Langkah terakhir temurun yang diyakini untuk menentukan kapan
peneliti menyimpulkan hasil analisis data dalam dilaksanakannya salah satu upacara adat istadat yaitu
novel Melangkah karya J.S Khairen sesuai dengan Pasola. Pasola merupakan kegiatan upacara adat
kajian penelitian. untuk merayakan musim tanam padi di Sumba.
Namun pemilihan waktu Pasola tidak bisa
HASIL DAN PEMBAHASAN sembarangan, yaitu dengan menggunakan metode
4.1 Dimensi Pengetahuan Lokal melihat munculnya cacing laut yang hanya ada pada
Pengetahuan lokal digunakan masyarakat waktu tertentu atau juga dapat menggunakan jantung
dalam upaya bertahan hidup dalam suatu tempat ayam, cara tersebut akan dilakukan oleh tetua adat
dengan pengetahuan-pengetahuan dasar yang sesuai masyarakat setempat. Cara ini dikatakan sebagai
dengan kebutuhan hidupnya. Begitupun dengan pengetahuan lokal karena masyarakat Sumba tidak
masyarakat Sumba yang juga memiliki pengetahuan menggunakan cara umum atau kalender untuk
lokal yang mereka gunakan untuk dapat menjalankan menentukan waktu Pasola, tetapi menggunakan cara
kehidupan sehari-hari. Pengetahuan lokal ini meliputi yang telah diyakini dan dilaksanakan secara turun
metode adat istiadat, iklim tempat mereka tinggal, temurun dari nenek moyang mereka. Dengan metode
sosiografi, dan flora fauna yang dimiliki. tersebut tetua adat lah yang dapat menentukan
tepatnya upacara Pasola akan dilaksanakan.
4.1.1 Penentuan Waktu Pelaksanaan Upacara Adat
4.1.2 Iklim Daerah Sumba
Dalam masyarakat Sumba masih memegang
teguh nilai adat istiadat, tak terkecuali upacara adat Tidak berbeda dengan wilayah lainnya di
yang mereka miliki. Setiap daerah tentu memiliki Indonesia, Sumba juga memiliki 2 musim yaitu
cara tersendiri untuk melaksanakan adat istiadat yang kemarau dan musim hujan. Namun berbeda dengan
mereka miliki dan penentuan waktu pelaksanaan daerah di Indonesia lainnya, di Sumba musim
kegiatan tersebut berlangsung, begitupun dengan kemarau akan lebih panjang di banding musim
masyarakat Sumba. Seperti pada upacara adat Pasola, penghujan. Seperti yang di ungkapkan Laksono dkk
syarat diadakannya Pasola adalah dengan di (2019: 348), di Sumba umumnya hanya ada 4 bulan
temukannya terlebih dahulu cacing laut dengan untuk musim hujan yaitu mulai oktober sampai
upacara adat yang dinamakan nyale. Menurut desember dan 8 bulan sisanya adalah musim
Wihelmus, dkk (2018:352) Sebelum diadakannya kemarau. Sehingga di Sumba terdapat sekitar tiga
upacara Pasola ada acara yang dinamakan Nyale. bulan masa paceklik mulai dari bulan November
Nyale ini berkaitan dengan hewan yaitu cacing wawo sampai dengan bulan Desember. Masa paceklik
yang dapat ditemukan di pantai dan kemunculannya tersebut berpengaruh dengan cara budidaya pertanian
21
Dimensi Kearifan Lokal Masyarakat Sumba Dalam Novel Melangkah Karya J.S. Khairen (Kajian Antropologi
Sastra)
masyarakat Sumba. Seperti yang terdapat pada data 4.1.3 Kondisi sosiografi masyarakat
berikut Sumba
“Aura dan kawan-kawan sudah di luar Dalam kehidupan bermasyarakat tentu tidak
bandara, panas terik sekali. Ocha lepas dengan peranan sosial budaya yang ada di
mengeluarkan sunblock dan mengoleskan ke lingkungan sekitar. Pengetahuan lokal terkait
sekujur tubuhnya. Matanya tak bisa membuka sosiografi masyarakat menjadi warisan budaya yang
utuh saking panasnya.” (Khairen, 2020:117) harus dijaga kelestariannya. Menurut Renda (2010)
golongan bangsawan di Sumba memiliki gelar di
depan namanya. Apabila seorang laki-laki memakai
Dari data tersebut dapat diketahui bahwa gelar umbu atau Tamu Umbu dan perempuan
Sumba memiliki cuaca yang panas. Ungkapan bergelar Rambu atau Tamu Rambu. Hal tersebut
teriknya matahari menandakan bahwa keadaan dapat dibuktikan pada kutipan berikut
tersebut berada di musim kemarau. Mata yang
menyipit karena teriknya cahaya matahari yang “Memanggil Runa dengan sebutan tamu
menyilaukan mata menandakan bahwa di Sumba Umbu, panggilan amat terhormat yang hanya
memiliki cuaca yang cukup panas. Dalam masyarakat disematkan pada kalangan keluarga raja.
Sumba pekerjaan utama mereka adalah bertani, dan Runa bukan raja. Bukan pula keluarga raja.
berternak. Jika musim hujan biasannya mereka Kalaupun bapa runa adalah orang
melakukan pekerjaan di sawah dengan menanam kepercayaan raja, tak serta merta itu membuat
padi. Namun dengan pengalaman dan pengetahuan Runa layak dipanggil Tamu Umbu.” (Khairen,
mereka dengan panjangnya musim kemarau di 2020:21)
banding musim hujan di Sumba. Mereka juga
memanfaatkan lingkungan yang ada. Seperti kutipan “Aura kaget dengan sapaan Tamu Rambu.
berikut Menambah kata Tamu di depan Rambu dan
Umbu, adalah panggilan amat terhormat yang
“Mereka berdiri di ujung bukit. Disamping diberikan pada keluarga kerajaan.” (khairen
mereka sebuah pohon jarak melambai oleh 2020: 193)
angin. Jauh di depan, sekeliling mata
memandang, tampak bukit sabana berlapis- Pada dua data tersebut menjelaskan bahwa
lapis tiada habis. Antara tempat mereka masyarakat Sumba memiliki panggilan berbeda pada
berdiri dengan lapisan bukit sabana itu, anggota keluarga kerajaan. Tradisi panggilan ini
terhampar sawah nan luas. Luas sekali, sudah ada sejak zaman dahulu dan dilakukan secara
ratusan kali lapanan bola”. (Khairen turun temurun pada setiap anggota kerajaan Sumba.
2020:122) Pada anggota kerajaan dengan sapaan “Tamu
Rambu” untuk perempuan dan “Tamu Umbu” untuk
Dari data di atas yang menjelaskan kondisi laki-laki. Sapaan tersebut menjadi ciri khas yan di
adanya sabana yang luas di Sumba menunjukkan miliki oleh masyarakat sumba dalam hal tradisi dan
bahwa sumba memiliki musim kemarau yang cukup budaya kerajaan. Hal ini menjadi pengetahuan local
panjang. Sabana sendiri dikenal sebagai padang masyarakat Sumba karena sapaan “Tamu” pada
rumput tropis dimana iklim nya tdak terlalu kering anggota kerajaan hanya berlaku di Sumba. Untuk
untuk menjadi gurun pasir dan tidak cukup basah sapaan anggota kerajaan pada daerah lain akan
untuk menjadi hutan. Dengan pengetahuan lokal berbeda dengan sapaan di kerajaan Sumba.
tentang kondisi iklim di Sumba ini lah, walaupun
pekerjaan utama masyarakat Sumba sebagai petani, 4.1.4 Jenis Flora dan Fauna Sumba
namun karena musim kemarau lebih panjang dan
adanya hamparan sabana yang luas mereka juga Kekayaan alam Indonesia sudah tidak di
menjadi peternak. Dengan sabana tersebut mereka ragukan lagi, berbagai jenis dan beragam flora dan
dapat membiarkan ternak mereka seperti kuda dan fauna ada di Indonesia. Mulai dari yang hanya dapat
sapi untuk makan rumput secara bebas. di temui di daerah tertentu, hingga dapat di jumpai di
banyak daerah. Dari segi tanah, perairan, hutan, dan
juga iklim pada suatu tempat, dapat mempengaruhi
flora dan fauna yang dapat mendiami tempat tersebut.
22
Dimensi Kearifan Lokal Masyarakat Sumba Dalam Novel Melangkah Karya J.S. Khairen (Kajian Antropologi
Sastra)
Seperti di daerah Sumba juga memiliki keberagaman ternaknya yaitu babi dan kuda. Sehingga dapat
flora dan juga fauna. Menurut Toda (2017:90) mulai dikatakan di Sumba masyarakat banyak memiliki
tahun 2007 Pemerintah Pusat menetapkan Provinsi kuda dan banyak memelihara babi. Sumba juga
Nusa Tenggara Timur (NTT) menjadi daerah terkenal dengan kuda-kuda mereka, tak heran jika di
unggulan baru pariwisata di kawasan timur Indonesia. Sumba banyak kuda karena dalam pelaksanaan
Penetapan tersebut bertujuan menjadikan NTT upacara adat mereka juga menggunakan kuda seperti
sebagai gerbang Asia Pasifik berbasis pariwisata, upacara Pasola.
seni, dan budaya yang spesifik. Dengan kekayaan dan
keindahan alamnya baik flora maupun faunanya yang 4.2 Dimensi Nilai Lokal
beragam dan langka. Sumba yang merupakan bagian Untuk menata dan mengatur kehidupan
dari NTT, juga memiliki kekayaan flora dan fauna dalam bermasyarakat, maka setiap kelompok
mulai dari tumbuhan yang biasa hidup di tanah yang masyarakat memiliki aturan dan nilai-nilai lokal
kering atau hewan yang banyak dikembang biakkan yang disepakati dan harus dipatuhi bersama oleh
di daerah Sumba. Seperti pada kutipan berikut. semua anggota masyarakat. Nilai-nilai lokal biasanya
mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan,
“Mereka berdiri di ujung bukit. Disamping hubungan manusia dengan manusia, dan hubungan
mereka sebuah pohon jarak melambai oleh manusia dengan alam sekitarnya.
angin. Jauh di depan, sekeliling mata
memandang, tampak bukit sabana berlapis- 4.2.1 Kepercayaan Marapu sebagai
lapis tiada habis. Antara tempat mereka wujud Hubungan Manusia dengan
berdiri dengan lapisan bukit sabana itu, Tuhan
terhampar sawah nan luas. Luas sekali,
ratusan kali lapangan bola”. (Khairen Manusia lahir, hidup, dan mati adalah kuasa
2020:122) dari Tuhan. Hubungan antara manusia dengan Tuhan
tentu memiliki aturan yang harus ditaati sebagai
Data di atas menunjukkan adanya pohon pedoman hidup di dunia. Dalam masyarakat Sumba
jarak yang tumbuh di ujung bukit. Pohon jarak sendiri terdapat keyakinan Marapu. Menurut Ambrosius
banyak tumbuh pada tempat yang beriklim tropis dan (2021:74) Kepercayaan Marapu adalah suastu sistem
memiliki tanah yang kering dan kelembapan yang keyakinan yang di dasarkan kepada pemujaan
rendah. Hal tersebut sangat cocok dengan tanah terhadap arwah–arwah leluhur atau nenek moyang.
Sumba yang cenderung kering. Pohon jarak juga Dasar dari pemujaan adalah kepercayaan akan adanya
memiliki khasiat untuk kesehatan, sehingga dapat jiwa, sesuatu yang bersifat supernatural, dan kekuatan
bermanfaat bagi masyarakat Sumba. Selain itu Sumba supranatural. Arti pemujaan dalam kepercayaan
juga terdapat hewan-hewan yang tersebar di tersebut mempunyai mekanisme yang berhubungan
lingkungan alam sekitarnya. Baik di biarkan liar dengan kehidupan sehari – hari dan kekuatan alam
ataupun di pelihara oleh masyarakat Sumba. Seperti lain. Hidup dan semua yang mereka dapatkan di
yang di ungkapkan kutipan berikut. dunia ini adalah kuasa dari tuhan, sehingga manusia
harus mampu memberikan pertanggung jawaban dan
“di Sumba, inilah angkotnya. Truk Disko. perasaan syukurnya kepada Tuhan. Seperti yang ada
Demi efisiensi. Masih ingat kelas tentang pada kutipan berikut
efisiensi? Satu truk bisa angkut tiga puluh
orang, juga kuda.” Aura memberi gesture “Pasola ini berbeda dengan Festifal Kuda
tubuh seakan mempersilakan naik. Pasola yang biasa Runa lihat. Pada Festifal,
“kuda?” siti melotot hanya lempar tombak saja tanpa ada pisau
“bahkan babi juga!” tambah Aura.” (Khairen, atau belati di ujungnya. Tujuannya juga untuk
2020:119) perayaan panen. Orang-orang bersuka cita
begitu festival selesai.” (Khairen 2020:06).
Data tersebut adalah saat Aura, Siti, Arif dan
Ocha di jemput menggunakan truk Disko milik Data tersebut menunjukkan bahwa upacara
Daniel atau miskol, adik dari Aura. Kutipan tersebut adat Pasola masyarakat Sumba dalam kepercayaan
menggambarkan di Sumba sudah biasa adanya truk Marapu, adalah upacara untuk perayaan panen.
yang mengangkut manusia beserta dengan hewan Dimana masyarakat Sumba menunjukkan rasa syukur
23
Dimensi Kearifan Lokal Masyarakat Sumba Dalam Novel Melangkah Karya J.S. Khairen (Kajian Antropologi
Sastra)
nya kepada Tuhan, atas hasil panen yang dilimpahkan komunikasi paling ntim yang dilakukan oleh
kepada mereka. Sehingga walaupun masyarakat masyarakat Sumba dalam kepercayaan Marapu.
Sumba sangat meyakini hadirnya nenek moyang Salam hidung yang terdapat pada kutipan tersebut
mereka dalam kehidupan sehari-hari, namun mereka selain menunjukkan tradisi, juga dapat sebagai nilai
juga memiliki keyakinan bahwa Tuhan yang keakraban dan persaudaraan antar masyarakat.
mengatur segala urusan di dunia. Hidup dan mati, Dengan melestarikan tradisi salam hidung dapat
serta nasib dari manusia Tuhanlah yang mampu membuat keakraban di antara banyak orang menjadi
berkehendak. Sehingga nampaklah data tersebut terjalin dan terasa lebih dekat. Sehingga hubunan
menunjukkan adanya hubungan antara manusia antara masyarakat Sumba akan semakin terjalin
dengan Tuhan. semakin baik dan rekat kekeluargaan masyarakat
Sumba.
4.2.2 Tradisi Cium Hidung sebagai
wujud Hubungan Manusia dengan 4.2.3 Pelestarian Lingkungan sebagai
Manusia wujud Hubungan Manusia dengan
Alam
Manusia diciptakan secara berpasang-
pasangan, dan hidup saling membutuhkan karena Manusia di dunia hidup saling
pada hakekatnya manusia adalah makhluk sosial. berdampingan dengan alam, alam membutuhkan
Manusia tidak akan mampu hidup tanpa adanya manusia untuk hidup, begitupun manusia hidupnya
hubungan dengan orang lain. Kehidupan selalu membutuhkan alam sekitar untuk
bermasyarakat dalam pola bersosialisasi dengan keberlangsungan hidup. Manusia dengan alam
kelompok memiliki nilai atau cara-cara tersendiri. diciptakan berdampingan, alam diperuntukkan untuk
Pada masyarakat Sumba sendiri memiliki cara manusia, agar manusia menjaga, memanfaatkan, dan
tersendiri dalam memperkuat tali kekeluargaan antar melestarikannya.
orang. Seperti yang dikatakan Harini dkk (2019) Begitupun dengan masyarakat Sumba yang
salah satu daerah di Sumba yaitu pada masyarakat dalam kehidupan sehari-hari membutuhkan alam
Sabu mempunyai tradisi untuk menjaga hubungan sekitarnya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
persaudaraan antar masyarakat, dan menjalin dan Dengan kekayaan alamnya, masyarakat Sumba
mempertahankan hubungan kekerabatan antar berupaya untuk selalu menjaga dan melestarikannya,
sesama. Dengan tujuan terciptanya keharmonisan dan hal tersebut dapat membantu dalam perekonomian
keseimbangan bermasyarakat. Tradisi itu berupa dan keberlangsungan hidup masyarakat Sumba.
komunikasi nonverbal dan dalam bahasa setempat Menurut Laksono, dkk. (2019:345) usaha agar Sumba
disebut henge’dho (cium hidung). hal tersebut dapat semakin sejahtera harus ada proses adaptasi
dibuktikan dengan kutipan berikut. masyarakat Sumba terhadap alam yang harus terus
produktif, yaitu mengubah alam menjadi sruktur
“penganut kpercayaan Marapu, cara keberagaman hayati, energi dan infrastruktur,
bersalamannya begitu tadi. Salam hidung.” ekonomi dan menjadi sektor-sektor penghidupan.
Aura menjawab Tanya di wajah teman- Artinya masyarakat Sumba harus dapat menjaga,
temannya.” (Khairen 2020:119). melestarikan, serta mengembangkan kekayaan alam
“Aura langsung menyapa semua keluarganya yang telah tersedia, dengan begitu akan
dengan cium hidung. Mereka mendekatkan menguntungkan bagi masyarakat Sumba juga alam
wajah masing-masing, lalu menempelkan sekitar. Hal itu dapat dibuktikan dari kutipan berikut.
ujung-ujung hidung. Tidak ada pelukan seperti
keluarga lainnya di Ibu Kota atau di Kota “Mulai tampak sebuah lagoon berwarna
Kembang. Cium hidung adalah cara biru. Disusul suara rebut-ribut. “Ehh, ue
komunikasi paling intim bagi orang Sumba.” belum bagus nih fotonya. Lagi doooong.”
(Khairen, 2020:126) Jelas itu suara pekikan anggota GTR. Lagoon
ini adalah danau kecil alami yang terbentuk di
Pada dua data tersebut mengungkapkan saat sebelah laut. Dibatasi karang dan tebing
Aura kembali ke Sumba saat berjumpa kembali setinggi gedung. Danau ini tampak indah saat
dengan adiknya dan kedua orang tuannya, mereka matahari makin rebah.” (Khairen 2020:345)
melakukan salam hidung. Salam hidung adalah
24
Dimensi Kearifan Lokal Masyarakat Sumba Dalam Novel Melangkah Karya J.S. Khairen (Kajian Antropologi
Sastra)
Dari data tersebut dapat diketahui bahwa Pasola adalah aksi perang-perangan dengan
adanya danau yang disebut lagoon dengan warna air menunggangi kuda oleh dua kelompok yang berbeda.
yang berwarna biru, dibatasi karang dan tebing. Sehingga tentu masyarakat Sumba sudah tidak asing
Warna kebiruan pada air selalu mengisyaratkan dengan berkuda, bahkan di Sumba sejak usia anak-
bahwa air tersebut masih asri, alami dan belum anak, mereka sudah terlatih untuk berkuda. Sehingga
tercemar. Artinya walaupun lagoon tersebut saat dewasa kaum laki-laki Sumba sudah sangat
digunakan untuk tempat wisata namun masyarakat handal dalam berkuda. Hal tersebut juga nampak
Sumba senantiasa menjaga keasrian dan tidak pada pada kutipan berikut.
merusaknya. Hal tersebut akan berdampak positif
bagi lingkungan apabila selalu dijaga kealamiannya. “Aura, kamu lupa? aku tinggal satu malam di
Masyarakat Sumba juga mencoba untuk tetap rumah para lelaki Sumba. Lebih tepatnya di
menjaga alam lingkungannya tak terkeculi flora dan pelataran, kena nyamuk dan angin malam.
fauna. Seperti yang tercermin pada kutipan berikut. Belajar naik kuda dari mereka.” (Khairen,
2020:188)
“Aura menyipitkan matanya. Melindungi
penglihatannya dari cahaya matahari yang Data tersebut dapat dimaknai bahwa Arif
amat menyilaukan. “itu” ia berpikir sejenak. belajar tentang ilmu menaiki kuda dari para laki-laki
“itu kuda liar.” (Khairen, 2020:187) Sumba. Hal tersebut menandakan bahwa laki-laki
Sumba sudah memiliki keahlian, ilmu, dan
Dari data di atas terdapat hubungan manusia keterampilan dalam menunggangi kuda.
dengan alam sekitar yaitu bagaimana masyarakat Keterampilan ini mereka dapat dengan belajar
Sumba berupaya tetap menjaga keseimbangan alam bersama orang tua mereka atau dari lingkungan
sekitar. Walaupun masyarakat Sumba banyak mereka. Hal tersebut dapat dikatakan sebagai
beternak kuda namun mereka juga membiarkan keterampilan lokal karena tidak semua orang dapat
adanya kuda-kuda di alam liar. Mereka bebas menunggangi kuda. Keterampilan laki-laki Sumba
memakan rumput di sabana yang luas, dan hidup di tersebut sangat terlatih, dikarenakan mereka tidak
alam bebas. Dengan begitu kuda-kuda di habitat asing lagi untuk menunggangi kuda, karena juga
aslinya tidak punah, dengan keserakahan yang tidak keterampilan ini juga mereka gunakan dalam upacara
di perlukan. Walaupun memang rata-rata masyarakat adat Pasola.
Sumba membutuhkan kuda sebagai upacara adat
ataupun kegiatan sehari-hari, mereka tidak 4.3.2 Keterampilan Membuat Tenun
mengeksploitasi jumlah kuda liar yang ada di Sumba. Sumba
25
Dimensi Kearifan Lokal Masyarakat Sumba Dalam Novel Melangkah Karya J.S. Khairen (Kajian Antropologi
Sastra)
26
Dimensi Kearifan Lokal Masyarakat Sumba Dalam Novel Melangkah Karya J.S. Khairen (Kajian Antropologi
Sastra)
27
Dimensi Kearifan Lokal Masyarakat Sumba Dalam Novel Melangkah Karya J.S. Khairen (Kajian Antropologi
Sastra)
Pada setiap daerah memiliki cara tersendiri adat sudah ada di Sumba dalam jangka waktu yang
dalam melakukan ritual keagamaan bergantung lama yang diturunkan dari nenek moyang mereka.
kepercayaan dan nilai-nilai yang ada pada setiap Masyarakat Sumba memiliki banyak upacara adat,
daerah. Pada masyarakat Sumba juga memiliki cara mulai dari upacara adat kelahiran, pernikahan,
tersendiri untuk melakukan ritual keagamaan, salah hingga kematian. Menurut Ambrosius (2014:79)
satunya pada kepercayaan Marapu. Salah satu ritual Kepercayaan Marapu memiliki keyakinan bahwa
kepercayaan Marapu adalah Wolla Mpoddu. Menurut orang yang telah meninggal akan kembali ke negeri
Wellem (2004) dalam berlian, dkk. Ritual Wolla leluhur. sehingga jasad atau jenazahnya harus di
Mpoddu ialah ritual yang dilakukan oleh masyarakat simpan secara tunduk, serupa dengan keadaan semula
Marapu yaitu suatu kepercayaan lokal masyarakat ketika manusia masih di dalam kandungan. Pada
Sumba. Menurut Berlian dkk, (2020:174) pada zaman dahulu, setelah jenazah laki-laki akan di lilit
masyarakat Loli Wolla Mpoddu memiliki makna dengan tenun Sumba berlapis-lapis, sedangkan
sebagai bulan suci, keramat. Wolla Mpoddu sebagai jenazah perempuan dengan sarung Sumba. Jenazah
bulan suci masyarakat Marapu, memiliki aturan yang akan di dudukkan di atas kursi yang terbuat dari kulit
harus diikuti oleh seluruh orang Loli. Jadi Wolla kerbau yang disebut keka manulangu. Tentu dapat di
Mpoddu merupakan ritual keagamaan yang diadakan bayangkan apabila jenazah sudah masuk hari ke tiga
dan dilaksanakan bersama oleh semua orang dengan akan mulai berbau. Kalau bau jenazah semakin kuat,
kepercayaan Marapu. Dapat dibuktikan pada kutipan maka di anggap bahwa arwahnya sedang
berikut. berkomunikasi dengan orang di sekitarnya. Hal
tersebut dapat dibuktikan pada kutipan berikut.
“apakah ada penjahat?” Tanya Arif
“Tidak.” Siti menggeleng. “ada ribuan “Beberapa orang juga membawa jenazah
manusia, seperti sedang benyanyi dan Bapa Tetua Adat ke Uma Mbakul untuk
bersorak sorai.” hamayang. Ia akan disemayamkan di sana,
“itu Festifal Wolla Mpoddu! Hari besar kami dililit tenun Sumba. Untuk kemudian dikubur,
orang Marapu! Syukurlah, kita bisa kabur yang mungkin bisa tiga tahun, atau empat
meminta ke sana meminta bantuan.” tahun lagi. Bahkan lebih.” (Khairen,
(Khairen, 2020:226) 2020:341)
Wolla mpodu adalah ritual keagamaan yang Data tersebut mengungkapkan saat tetua
merupakan bulan suci bagi masyarakat penganut adat meninggal di bawa ke Uma Mbakul untuk
Marapu. Wolla mpoddu adalah ritual keagamaan hamayang, dan di semayamkan di sana dililitkan
kepercayaan Marapu yang diadakan bertujuan tenun Sumba, dan akan di kuburkan beberapa tahun
menentukan pedoman atau petunjuk untuk selanjutnya. Pada data tersebut dijelaskan adanya
bermacam-macam aspek kehidupan dalam suatu salah satu upacara adat yang ada di Sumba yaitu
jangka waktu. Karena itulah, Wolla Mpoddu upacara kematian. Masyarakat Sumba akan bersama-
menjadi ritual keagamaan yang kerap dilakukan sama melakukan serangkaian kegiatan untuk
secara rutin dengan salah satu tujuannya menyiapkan dan melaksanakan upacara tersebut.
mendekatkan diri kepada tuhan. Acara ini dilakukan kegiatan upacara kematian di setiap daerah mungkin
secara bersama-sama oleh masyarakat Sumba memiliki perbedaan, tetapi tidak akan terlepas dari
penganut Marapu. Seperti yang dikatakan pada data bantuan masyarakat sekitar. Sehingga solidaritas
diatas, solidaritas lokal masyarakat Sumba dalam kelompok lokal masyarakat Sumba juga nampak pada
upacara keagamaan ini akan nampak saat upacara adat yang ada, seperti upacara kematian.
masyarakat Sumba secara bersama-sama bernyanyi
dan bersorak sorai dalam upacara Wolla Mpoddu 4.6.3 Solidaritas Gotong royong
tersebut. masyarakat Sumba
4.6.2 Solidaritas Upacara Adat kematian Bukan hanya tentang tentang nilai budaya
upacara keagamaan dan upacara adat, solidaritas
Bukan hanya solidaritas dalam hal upacara masyarakat Sumba juga terjadi pada kehidupan
keagamaan, masyarakat Sumba juga memiliki mereka sehari-hari. Masyarakat Sumba yang hidup
solidaritas dalam kegiatan upacara adat. Upacara dalam nilai sosial dan kerukunan antar sesama
28
Dimensi Kearifan Lokal Masyarakat Sumba Dalam Novel Melangkah Karya J.S. Khairen (Kajian Antropologi
Sastra)
menjadikan mereka inisiatif saat ada orang lain yang membantu masyarakat Sumba dalam melakukan
membutuhkan bantuan. Menurut Winangun (1991) kegiatan sehari-hari dengan pengetahuan yang
dalam Berlian, Ritus memiliki kaitan erat dengan didapatkan melalui adaptasi, pengalaman dan
masyarakat, yang dalam pelaksanaannya bertujuan observasi.
dapat mendorong masyarakat menaati dan Dimensi nilai lokal yang di temukan pada novel
melaksanakan tatanan sosial yang telah disepakati. Melangkah karya J.S. Khairen dapat ditemukan
Ritus merupakan tindakan atau tatanan yang biasanya dalam 3 aspek hubungan manusia. Yaitu hubungan
berkaitan dengan hal keagamaan. Ritus akan manusia dengan tuhan, manusia dengan manusia, dan
memberikan motivasi dan nilai pada tingkat yang hubungan manusia dengan alam. Dalam nilai lokal
paling dalam pada manusia. Oleh sebab itu, ritus manusia menempatkan dirinya sebagai makhluk yang
mempunyai peran dalam tatanan masyarakat, antara membutuhkan dan di butuhkan. Sehingga terjadi
lain, menghilangkan konflik, mengatasi perpecahan, keseimbangan dalam hidup manusia yang merupakan
membangun solidaritas, menyatukan prinsip yang makhhluk ciptaan Tuhan, makhluk sosial, dan sebagai
berbeda-beda dan memberi motivasi serta kekuatan makhluk hidup.
baru untuk hidup dalam kehidupan masyarakat Dimensi keterampilan lokal yang di temukan
sehari-hari. Seperti yang telah diungkapkan bahwa pada novel Melangkah karya J.S. Khairen dapat
peran ritus untuk solidaritas masyarakat, tentu gotong ditemukan dari keterampilan menunggang kuda dan
royong adalah hal yang akan ada dalam elemen keterampilan dalam industri rumah tangga yaitu
bermasyarakat orang Sumba. Seperti kutipan berikut. perempuan Sumba yang membuat tenun.
Keterampilan yang mereka kuasai mereka dapatkan
“Angin berembus di kampung Aura yang dari turun temurun atau juga lingkungan sekitar
kembali ramai. Masyarakat sebisa mungkin tempat mereka tinggal. Keterampilan yang mereka
membantu menyembuhkan para penunggang miliki dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari,
kuda yang kini telah sadarkan diri.” (Khairen, kegiatan upacara adat, atau dalam membantu
2020:341) perekonomian mereka.
Dimensi sumber daya lokal yang di temukan
Dari data digambarkan bagaimana pada novel Melangkah karya J.S. Khairen dapat
solidaritas masyarakat Sumba untuk bergotong ditemukan dari adanya area persawahan dimana itu
royong saling tolong menolong. Mereka saling bahu adalah sumber utama mata pencaharian masyarakat
membahu menolong sesama yang membutuhkan Sumba dengan bertani, juga sumber daya lokal dalam
bantuan. Dari kejadian yang terjadi sehari-hari walau bentuk pengelolaan tempat wisata yang ada di Sumba.
tidak di minta, atau tidak diwajibkan bergotong Sumber daya lokal berguna untuk menambah nilai
royong, masyarakat Sumba dengan senang hati perekonomian pada masyarakat Sumba.
bersama-sama mengulurkan tangan kepada siapapun Dimensi pengambilan keputusan lokal pada
yang membutuhkan bantuan. Dalam hal saat terdapat masyarakat Sumba yang ditemukan dalam novel
kegiatan seperti acara perkawinan dengan melangkah karya J.S Khairen dalam bidang sosial dan
membutuhkan tenaga orang banyak, masyarakat politik di pegang oleh Maramba atau Raja mereka.
Sumba akan berbondong-bondong membantu Namun dalam hal adat Raja dibantu oleh Rato atau
menyukseskan acara tanpa meminta imbalan. Hal tetua Adat. Tetua adat mengambil keputusan di setiap
tersebut didasari oleh rasa kemanusiaan dan upacara adat, ritual keagamaan, dan segala sesuatu
persaudaraan yang mereka miliki. Dengan begitu yang berurusan dengan adat Sumba.
solidaritas lokal kelompok masyarakat Sumba terjalin Dimensi solidaritas kelompok lokal yang di
dengan baik. temukan pada novel Melangkah karya J.S. Khairen
dapat dijumpai dalam 3 aspek, yaitu solidaritas ritual
PENUTUP keagamaan, solidaritas upacara adat, dan solidaritas
gotong royong. Solidaritas yang ada pada masyarakat
Simpulan Sumba sangat erat dan kental karena mereka dengan
Dimensi pengetahuan lokal yang di temukan toleransi, hati yang ikhlas, dan dalam kesadaran
pada novel Melangkah karya J.S. Khairen dapat tinggi dalam hidup bermasayarakat dan sekaligus
ditemukan dari berbagai aspek, yaitu penentuan melestarikan budaya Sumba.
waktu upacara adat, iklim, sosiografi, dan jenis flora
dan fauna. Pengetahuan lokal masyarakat Sumba Saran
29
Dimensi Kearifan Lokal Masyarakat Sumba Dalam Novel Melangkah Karya J.S. Khairen (Kajian Antropologi
Sastra)
Bagi peneliti selanjutnya diharapkan penelitian Khotimah, Khusnul. 2016. Unsur Budaya Dan
ini memberikan informasi dasar bagi penelitian Kearifan Lokal Novel Dasamuka Karya Junaedi
berikutnya. Dalam penelitian ini hanya mengungkap Setiyono Dan Skenario Pembelajarannya Di
sebagian kecil kearifan lokal Sumba yang terkandung Kelas Xii Sma (Kajian Antropologi Sastra).
dalam sebuah novel. Oleh karena itu perlu penelitian Skripsi : Universitas Muhammadiyah Purworejo.
lebih dalam dan luas lagi tentang kearifan lokal pada Diakses 24 Juli 2021
daerah Sumba atau di daerah lain di Indonesia, hal itu Koentjaraningrat. 2015. Pengantar Ilmu Antropologi.
di harapkan dapat membantu pengembangan Jakarta : PT. Rineka Cipta
pengetahuan tentang ilmu antropologi, sastra, dan Kondi,, Rambu Pesi Berlian Dkk. 2020. Ritual Wulla
pengenalan budaya Indonesia. Poddu Sebagai Model Resiliensi Masyarakat
Bagi tenaga pendidik diharapkan penelitian ini Marapu di Kampung Tarung dan Praiijing Sumba
menjadi salah satu bahan ajar alternatif pada bidang Barat. Volume 6 no 2.
sastra yang efektif sebagai upaya mengenalkan nilai https://jurnal.unimed.ac.id/. diakses 13 April 2022
budaya dan kearifan lokal kepada peserta didik dan Kuara, jangga uma Wihelmus. dkk. 2018. Makna
menanamkan rasa cinta peserta didik pada karya Nyale Dalam Upacara Adat Pasola Sebagai
sastra khususnya novel. Upaya Pelestarian Budaya Di Sumba Barat Nusa
Bagi masyarakat umum penelitian ini Tenggara Timur." Volume 6 no. 2.
diharapkan dapat membantu pembaca untuk https://fkip.ummetro.ac.id/. Diakses 12 April 2022
memahami tentang unsur kearifan lokal dan Kurniati ,Gusela. 2019 . Kearifan Lingkungan pada
diharapkan dapat meningkatkan minat baca dalam masyarakat Lamalera dalam novel Suara
mengapresiasi karya sastra. Membangun rasa cinta Samudra Catatan dari lamalera karya maria
terhadap budaya Indonesia dan membantu matildis Banda. Skripsi: Tidak diterbitkan
mengetahui sedikit banyak tentang kearifan lokal Laksono, PM. dkk. 2019. Reproduksi Moda
yang terdapat di daerah Sumba. (Pertukaran) Pangan: Menyemai Daulat Hidup
Di Sumba Barat (Daya). Jurnal Masyarakat Dan
Budaya. Volume 21 Nomor 3.
DAFTAR PUSTAKA https://jmb.lipi.go.id/ diakses pada 12 April 2022
Ningsih, Zain Rochmati. 2018 . Kearifan Budaya
Ahmadi, Anas. 2019. Metode Penelitian Sastra. Lokal Masyarakat Jawa dalam novel Genduk
Gresik : Graniti Karya Sundari Mardjuki (Kajian Antropologi
Djawa, Randa Ambrosius. 2021. Ritual Marapu Di Sastra). Skripsi: Tidak diterbitkan
Masyarakat Sumba Timur. Surabaya : Universitas Ratna, Nyoman Kutha. 2011. Antopologi Sastra :
Negeri Surabaya. Volume 02 Nomor 01. Peranan Unsur-unsur Kebudayaan dalam Proses
https://core.ac.uk/ diakses 12 April 2022 Kreatif. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Endraswara, Suwardi. 2013. Metodologi Penelitian Renda, Trijuliani. 2012. Studi Kasus Tentang
Antropologi Sastra. Yogyakarta : Penerbit
Perubahan Sosial Si Sumba Timur Terhadap
Ombak.
Faruk. 2012. Metode Penelitian Sastra. Sebuah Persyaratan Gelar Kebangsawanan. Skripsi:
Penjelajahan Awal. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Universitas Kristen Satya Wacana. Diakses 12
Fitriana, Anita. 2017. Nilai-Nilai Kearifan Lokal April 2022
Masyarakat Makassar Dalam Novel Natisha Sudikan, Setya Yuwana. 2013. Kearifan Budaya
Karya Khrisna Pabichara. Skripsi: Tidak Lokal. Sidoarjo: Damar Ilmu.
diterbitkan Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif
Harini dan jatie, K. 2019. Henge’dho Seni Kualitatif Dan R&D. Bandung : Alfabeta
Mengungkapkan Isi Hati . Surabaya : Universitas Thahir, Andi. 2014 . Psikologi Belajar : Buku
Surabaya. https://journal.unnes.ac.id/ diakses 13 Pengantar Dalam Memahami Psikologi Belajar.
April 2022. Lampung : LP2 M UIN Raden Intan Lampung.
Ife, Jim dan Tesoriero Frank. 2008. Community Toda, Hendrik. 2017 . Keanekaragaman Nusa
Development : Alternatif Pengembangan Tenggara Timur Sebagai Provinsi Pariwisata
Masyarakat di Era Globalisasi. Yogyakarta : Berkelas Dunia. Bandung: Universitas
Pustaka Pelajar. Padjadjaran. https://jurnal.untirta.ac.id/. Diakses
Khairen, J.S. 2020. Melangkah. Jakarta: PT Grasindo pada 12 April 2022
Anggota Ikapi
30