Tehnik Penanganan Nyeri PKDM
Tehnik Penanganan Nyeri PKDM
Tehnik Penanganan Nyeri PKDM
PKDM
MENGANALISIS JURNAL TEKNIK PENANGANAN NYERI
Disusun Oleh :
Dwi Intan Maharani (A122072)
Putri Tiara Rosa (A122100)
Hanum Zahra Fauziah (A122101)
Mela Maylani (A122102)
Dinar Nurazijah (A122105)
A. Pendahuluan
Hemoroid atau yang sering dikenal dengan penyakit wasir atau ambeien meru
pakan penyakit yang sangat umum terjadi di masyarakat dan sudah ada sejak jaman d
ahulu. Kejadian hemoroid cenderung meningkat seiring bertambahnya usia seseorang,
dimana insidennya lebih tinggi pada seseorang yang berusia 20-50 tahun. Pada usia di
atas 50 tahun ditemukan 50% populasi mengalami hemoroid (Black & Jane, 2014).
Faktor resiko terhadap kejadian hemoroid adalah aktifitas fisik sering mengeja
n bila BAB merupakan faktor risiko paling tinggi kejadian hemoroid (Sunarto, 2016)
dan merupakan pencetus terjadinya hemoroid (Rani, Simadibrata, Syam, 2011). Akiba
t jika hemoroid yang tidak segera ditangani akan menimbulkan komplikasi yaitu perd
arahan yang dapat menyebabkan anemia defisiensi besi, trombosis yang dapat membu
at nyeri yang intens, dan 3 strangulasi hemoroid merupakan prolapse dari hemoroid y
ang kemudian terpotong oleh spingter ani yang kemudian dapat menyebabkan trombo
sis (Black & Jane, 2014).
Umumnya pada hemoroid grade III dan IV penatalaksaan dilakukan dengan te
rapi bedah yaitu hemoroidektomi, karena biasanya memberikan hasil yang baik. Prinsi
p eksisi dilakukan sehemat mungkin, pada jaringan yang berlebihan saja, dan tidak me
ngganggu sfingter ani. (Sjamsuhidajat, 2010). Saat ini hemoroidektomi masih diangga
p sebagai gold strandard untuk penyembuhan hemoroid, karena berkinerja baik. Namu
n akibat dari prosedur bedah hemoroidektomi tersebut, eksisi setelah operasi akan me
nimbulkan rasa nyeri yang hebat (Shenoy & Anitha, 2014).
Akibat jika nyeri tidak segera ditangani maka dapat berpengaruh pada fisiologi
s, psikologis dan peilaku dari seseorang tersebut (Zakiyah, 2015). Bahkan klien pasca
operasi hemoroidektomi bisa saja sampai pingsan karena nyeri (Black & Jane, 2014).
Pentingnya upaya penurunan nyeri dilakukan karena setelah pembedahan rektal akan
menimbulkan nyeri pada sfingter dan perianal akibat terjadinya spasme. Sehingga nye
ri menjadi pertimbangan utama (Smeltzer & Bare, 2013).
B. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam karya tulis ini adalah metode deskriptif dengan
pemaparan studi kasus melalui pendekatan karya tulis yakni pengkajian, penegakan di
agnosa keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi keperawatan. Tempat p
engambilan kasus dalam karya tulis ini. Waktu pelaksanaan studi kasus pada tanggal
5 – 7 Juli 2018. Penulisan karya tulis ini mengambil salah satu klien yaitu Ny.S denga
n Hemoroid. Untuk mendapatkan data dalam penyusunan asuhan keperawatan ini mel
alui wawancara, pemeriksaan fisik dan observasi. Wawancara dilakukan dilakukan de
ngan mengajukan pertanyaan terbuka maupu tertutup yang dimaksudkan untuk menda
patkan data secara subyektif. Pemeriksaan fisik dilakukan dengan empat cara yaitu ins
peksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. Sedangkan observasi dilakukan dengan menga
mati respon fisik, psikologis, emosi, serta rasa aman dan nyaman dari klien (Debora, 2
011). Serta untuk menyelesaikan karya tulis ini penulis juga mengumpulkan data dari
berbagai sumber yaitu buku, jurnal, artikel dan web sebagai acuan.
C. Hasil
Setelah dilakukan Tindakan keperawatan selama 3x24 jam yang dilakukan yai
tunyeri berkurang. Dengan kriteria hasil klien mampu mengontrol dengan menggunak
an teknik non farmakologi, melaporkan nyeri berkurang dengan manajemen nyeri, kli
en mampu mengenali nyeri (penyebab, skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri), m
enyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang(Nurarif & Hardhi, 2015).
Rencana tindakan keperawatan yang akan dilakukan adalah monitor tanda- tan
da vital (Nurarif & Hardhi, 2015), lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif meli
puti lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi. Ajarkan ma
najemen nyeri menggunakan teknik nonfarmakologi, ajarkan teknik relaksasi nafas da
lam ketika nyeri muncul, ajarkan teknik distraksi bila nyeri muncul, lakukan stimulasi
kutaneus atau sentuhan (Bulechek, et al, 2013). Anjurkan klien untuk memilih posisi
yang nyaman,dan berikan bantalan saat duduk (Smeltzer & Bare, 2013). Berikan infor
masi mengenai nyeri, kolaborasi dengan dokter pemberian analgetik untuk menurunka
n nyeri (Bulechek et al., 2013).
Berdasarkan perencanaan yang dibuat, hanya tiga tindakan keperawatan mandi
ri yang dilakukan yaitu menganjurkan klien untuk memilih posisi yang nyaman dan m
emberikan bantalan saat duduk, mengajarkan klien relaksasi nafas dalam, dan mengaj
arkan klien teknik distraksi. Tindakan menganjurkan klien memilih posisi yang nyam
an dan memberikan bantalan saat duduk,mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam, da
n teknik distraksi dirasa cukup efektif untuk menurunkan nyeri.
D. Pembahasan
Selain teknik relaksasi nafas dalam, teknik distraksi dan stimulus sentuhan yan
g disebutkan penulis dalam perencanaan, sebenarnya ada banyak tindakan nonfarmak
ologi yang dapat menurunkan nyeri seperti stimulasi, listrik syaraf transkutaneus (TE
NS), hypnosis, terapi musik, akupresur, kompres panas atau dingin dan pijatan (Bulec
hek et al., 2013). Tetapi tindakan tersebut jarang dilakukan karena banyaknya klien da
n anggota tim kesehatan lebih cenderung berfokus kepada obat sebagai satu-satunya
metode untuk menurunkan nyeri. Meskipun metode pereda nyeri tersebut bukan meru
pakan pengganti obat-obatan tetapi tindakan tersebut mungkin diperlukan. Namun dal
am implementasi diatas penulis berfokus pada tindakan nonfarmakologi teknik relaks
asi nafas dalam, teknik distraksi, dan menganjurkan memilih posisi yang nyaman.
E. Kesimpulan
Hasil pengkajian didapatkan diagnosa keperawatan pada Ny.S yaitu nyeri akut
berhubungan dengan agen cedera fisik (prosedur bedah). Pemberian teknik nonfarmak
ologi yaitu menganjurkan memilih posisi nyaman dan memberikan bantalan saat dudu
k, mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam, teknik distraksi pada Ny.S dengan diagn
osa nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (prosedur bedah) dalam menuru
nkan nyeri terbukti efektif dari skala nyeri 8 menjadi 4.
Daftar Pustaka
Agung, S., Andriyani, A., & Sari, D.K. (2013). Pengaruh pemberian teknik relaksasi nafas da
lam terhadap tingkat nyeri pada pasien post operasi dengan anestesi umum di RSUD Dr. M
oewardi Surakarta. Jurnal Ilmiah Rekam Medis dan Informatika Kesehatan, 3(1), 52–60.
Black, J.M. & Jane, H.H. (2014). Keperawatan medikal bedah manajemen klinis untuk hasil
yang diharapkan. Edisi 8: Elseiver.
Bulechek, G.M., Butcher, H.K., Dochterman, J.M., &Wagner, C.M. (2013). Nursing Interven
tions Classification (NIC). Edisi Keenam: Elseiver.
Debora, O. (2011). Proses Keperawatan dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Salemba Medika.
ISFI. (2009). ISO Informasi Spesialite Obat Indonesia. Volume 44. Jakarta: PT.ISFI Penerbit
an.
Medina-Gallardo, A., Curbelo-Pena, Y., Castro, X. De, Roura-poch, P., Roca-Closa, J., & Ca
raltMestres, E. De. (2017). Case Report – Open Access International Journal of Surgery Case
Reports. Is the severe pain after Milligan-Morgan hemorrhoidectomy still currently remainin
g a major postoperative problem despite being one of the oldest surgical techniques described
? A cas. International Journal of Surgery Case Reports, 30, 73–75.
Jurnal 2
Pengaruh Terapi Relaksasi Autogenik Terhadap Tingkat Nyeri Akut pada Pasien Abdo
minal Pain di Igd Rsud Karawang 2014
Nita Syamsiah1 , Endang Muslihat2
STIKes Kharisma Karawangan, Email: [email protected]
1,2
A. Pendahuluan
Abdominal Pain merupakan gejala utama dari acute abdoment yang terjadi secara
tiba-tiba dan tidak spesifik. Akut abdomen merupakan istilah yang digunakan untuk
gejala-gejala dan tanda-tanda dari nyeri abdomen dan nyeri tekan yang tidak spesifik
tetapi sering terdapat pada penderita dengan keadaan intraabdominal akut yang
berbahaya (catastrophe) (Cooper, 1999). Abdominal Pain akan direspon oleh tubuh
dengan meningkatkan pelepasan substansi kimia yang dapat menstimulus reseptor-
reseptor nyeri seperti histamin, prostaglandin, bradikinin dan substansi P yang akan
menimbulkan persepsi nyeri.
Insiden nyeri abdomen akut dilaporkan berkisar 5–10% pada kunjungan pasien
ke unit gawat darurat. Kegawatan abdomen yang datang ke rumah sakit dapat berupa
kegawatan bedah atau kegawatan non bedah. Penyebab tersering dari akut abdomen
antara lain appendisitis, kolik bilier, kolisistitis, divertikulitis, obstruksi usus, perforasi
viskus, pankreatitis, peritonitis, salpingitis, adenitis mesenterika dan kolik renal. Di Unit
Gawat Darurat RSUD Karawang pasien yang berkunjung dengan keluhan nyeri abdomen
akut dengan berbagai penyebab mencapai 405 kasus (3,9%) dari total 10.453 kunjungan
selama tahun 2012 (Data Medikal Rekord RSUD Karawang, Tahun 2012)
Teknik relaksasi merupakan intervensi keperawatan secara mandiri untuk
menurunkan intensitas nyeri, Teknik relaksasi memberikan individu kontrol diri ketika
terjadi rasa nyeri serta dapat digunakan pada saat seseorang sehat ataupun sakit. (Perry &
Potter, 2005). Relaksasi otot skeletal dipercaya dapat menurunkan nyeri dengan
merilekskan tegangan otot yang menunjang nyeri. Ada banyak bukti yang menunjukkan
bahwa relaksasi efektif dalam meredakan nyeri (Smeltzer, 2008). Relaksasi secara umum
sebagai metode yang paling efektif terutama pada pasien yang mengalami nyeri
(National Safety Council, 2003), hasil penelitian diberbagai tempat membuktikan bahwa
terapi tekhnik relaksasi efektif menurunkan respon nyeri, penelitian-penelitian tersebut
dilakukan terhadap nyeri kronis dan penulis belum menemukan penelitian yang
dilakukan terhadap nyeri akut pada abdominal pain. Studi pendahuluan terhadap 12
responden dengan diagnosa Abdominal Pain di IGD RSUD Karawang menunjukkan
perbedaan penurunan skala nyeri yang signifikan, dimana hasil pretest terhadap 12
responden, skala nyeri beragam antara 7 sampai dengan 10, kemudian 6 responden yang
pertama diberikan terapi standar dan 6 responden yang kedua diberikan kombinasi terapi
standar dan tehnik relaksasi. Kelompok pertama ada penurunan nyeri setelah setengah
jam pemberian obat analgetik dengan skala nyeri 6 – 3, sedangkan kelompok yang kedua
penurunan skala nyeri rata-rata dibawah 4, tehnik relaksasi yang dilakukan adalah
membimbing mengatur posisi yang nyaman, relaksasi otot-otot dan mengatur bernafas
dalam.
Manajemen nyeri pada Abdominal Pain di IGD RSUD Karawang meliputi terapi
farmakologi dan nonfarmakologi, terapi farmakologi meliputi pemberian analgetik non-
opiat dan opiat, terapi non-farmakologi yang dilakukan meliputi relaksasi dan distraksi,
teknik relaksasi secara spontan dan tidak prosedural sering diterapkan pada pasien-pasien
yang mengeluh nyeri dengan berbagai penyebab dan respon yang dihasilkan pada
pasien-pasien dengan Abdominal Pain relatif bervariasi, sebagian keluhan nyeri pasien
dapat teratasi dan dipulangkan serta sebagian lagi klien berlanjut kepada tindakan
diagnostik dan medik lebih lanjut. Berbagai jenis teknik relaksasi untuk mengurangi
nyeri telah banyak diterapkan dalam tatanan pelayanan keperawatan. Namun,
penggunaan teknik relaksasi di Indonesia masih belum optimal. Tehnik relaksasi yang
paling sering digunakan yaitu bernafas dalam dan teknik distraksi. Akan tetapi belum
ada prosedur tertulis mengenai teknik relaksasi untuk mengurangi rasa nyeri pada
Abdominal Pain yang diterapkan menjadi standar pelayanan keperawatan. Sementara itu
belum ada penggunaan alat audio-visual yang secara khusus disiapkan untuk
mempermudah pasien memahami dan melakukan prosedur teknih relaksasi dengan benar
dan tepat, maka berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik untuk melakukan
penelitian “Pengaruh Terapi Relaksasi (Autogenic) Terhadap Tingkat Nyeri Akut pada
Pasien dengan Abdominal Pain di IGD RSUD Kab. Karawang”.
B. Metodologi Penelitian
Desain penelitian ini menggunakan rancangan desain eksperimen semu (quasi
experiment design) dengan equivalent time sample design. Desain ini bertujuan untuk
membandingkan dua kelompok yang diberikan perlakuan dengan yang tidak diberikan
perlakuan (Hidayat, 2007).
Pada penelitian ini kelompok A (eksperimen) diberikan intervensi terapi relaksasi
autogenik sedangkan kelompok B (kontrol) tidak diberikan terapi relaksasi autogenik.
C. Hasil
Besar sampel yang diperoleh dalam penelitian ini adalah 30 pasien selanjutnya
dibagi menjadi dua kelompok yaitu 15 pasien sebagai kelompok kontrol dan 15 pasien
lainnya sebagai kelompok intervensi. Pengambilan data diperoleh selama rentang
waktu dua minggu (17 Februari – 02 Maret 2014). Adapun analisis statistik data hasil
penelitian akan ditampilkan sebagai berikut:
Hasil analisis univariat menggambarkan karakteristik responden berdasarkan
rata-rata, nilai tengah, simpang baku, nilai terendah dan nilai tertinggi rasa nyeri dari
kedua kelompok. Hasil analisis statistik univariat karakteristik responden
menggambarkan distribusi responden berdasarkan skala nyeri pada kelompok kontrol
dan kelompok intervensi. Semua karakteristik skala nyeri pasien dapat dilihat ditabel
bawah ini.
Nilai Rerata Skala Nyeri pada Pasien dengan Abdominal Pain pada Kelompok
Kontrol dapat dilihat dari Distribusi Frequensi Nyeri pada Pasien dengan Abdominal
Pain pada Kelompok Kontrol di IGD RSUD Karawang Maret 2014. Dari 15
responden kelompok kontrol bahwa nilai rata-rata pretest dari responden sebelum
diberikan terapi analgetik adalah 8,33, dan nilai ratarata posttest setelah diberikan
terapi analgetik adalah 3,20. Artinya terdapat penurunan skala nyeri dengan selisih
5,13.
Nilai rerata skala nyeri pada pasien dengan abdominal pain pada kelompok
intervensi dapat dilihat dari Distribusi Frequensi Skala Nyeri pada Pasien dengan
Abdominal Pain pada Kelompok Intervensi di IGD RSUD Karawang Maret 2014.
Dari 15 responden kelompok intervensi bahwa nilai rata-rata pretest dari responden
sebelum dilakukan intervensi terapi relaksasi dan analgetik adalah 8,53, dan nilai rata-
rata posttest setelah intervensi adalah 1,00. Artinya terdapat penurunan dengan selisih
7,53. Analisis bivariat dilakukan untuk menguji hipotesis penelitian yaitu pengaruh
tehnik relaksasi terhadap tingkat penurunan skala nyeri akut pada pasien dengan
Abdominal Pain. Uji statistik yang digunakan yaitu: uji t independen, digunakan
untuk mencari perbedaan skor kuesioner antara posttest pada kedua kelompok yang
tidak berpasangan.
Berdasarkan hasil uji analisis Parametric Independent t-test pada tabel 3 diatas
dengan jumlah responden n=30, diperoleh nilai sig (2-tailed) = (0,000) < α (0,05)
dengan perhitungan nilai “t” adalah sebesar -5,284. Hal ini berarti Ho ditolak karena
nilai p-value lebih kecil dari α (alpha) dan dapat disimpulkan secara statistik bahwa
terdapat perbedaan pengaruh antara skala nyeri sesudah diberikan terapi relaksasi dan
analgetik dibandingkan terapi analgetik saja.
D. Pembahasan
Analisi beda pengaruh kombinasi terapi relaksasi dengan analgetik pada
kelompok Intervensi dan terapi analgetik pada kelompok kontrol terhadap tingkat
penurunan nyeri akut pada pasien dengan abdominal pain
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa terdapat perbedaan pengaruh
terhadap skala nyeri pada pasien dengan abdominal pain antara sesudah diberikan
terapi relaksasi dan analgetik dibandingkan sesudah diberikan terapi analgetik saja.
Hasil uji analisis parametric independent t-test pada kedua kelompok diperoleh nilai p
(0,000) < α (0,05) dengan t hitung (- 5,284), hal ini menunjukkan bahwa Ho ditolak,
artinya bahwa terdapat perbedaan pengaruh antara kelompok intervensi dan kelompok
kontrol terhadap skala nyeri. Dapat disimpulkan bahwa kombinasi terapi relaksasi
dengan analgetik lebih efektif menurunkan sekala nyeri pada pasien dengan
abdominal pain. Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian Dewi dkk, 2009.
Yang menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan pada pemberian tehnik
relaksasi terhadap penurunan persepsi nyeri. Hal ini sesuai dengan teori yang
diungkapkan oleh Bruner & Suddart (2013), bahwa tehnik relaksasi napas dalam
efektif untuk mengatasi nyeri, termasuk pada pasien dengan abdominal pain.
Manajemen nyeri untuk mengendalikan nyeri pada pasien dengan abdominal
pain yang dilakukan secara multidisiplin sangat perlu dilakukan mengingat
manajemen nyeri termasuk indikator mutu pelayanan institusi rumah sakit.
Pengendalian rasa nyeri pada pasien dengan abdominal pain sangat penting dalam
tatanan pelayanan keperawatan. Perawat berperan penting dalam menurunkan skala
nyeri pasien dengan abdominal pain, Teori self-care dari Orem’s self-care deficit
theory of nursing menjelaskan bagaimana tindakan self-care membantu individu
untuk menghilangkan nyeri;
1. totally compensatory, perawat menggantikan klien dalam perawatan diri
(membantu sepenuhnya),
2. partly compensatory, adalah perawat dan klien bekerja sama untuk memenuhi
kebutuhan klien, dan
3. supportive-educative; klien sebagai agens self-care tetapi memerlukan bantuan
dalam mengambil keputusan, modifikasi perilaku dan meningkatkan pengetahuan
dan keahlian, Perawat bertindak sebagai pendukung dan pemberi pendidikan
ketika menggunakan relaksasi untuk menghilangkan nyeri pada Abdominal Pain.
Tehnik relaksasi untuk mengatasi nyeri ini dapat dilakukan dengan cara yang
sederhana, biaya yang relative murah dan dapat dilakukan secara mandiri oleh pasien.
Peneliti mencoba melakukannya dengan cara membimbing pasien secara lisan
berdasarkan prosedur tehnik relaksasi yang sudah disusun. Pasien yang diterapi hanya
mendengarkan perkataan perawat hingga akhirnya pasien fokus pada kata-kata
perawat dan mau melakukan apa yang dicontohkan oleh perawat, dalam hal ini
perawat terlibat langsung untuk member contoh kepada pasien dan selanjutnya melatih
pasien untuk melakukannya secara mandiri untuk mengantisipasi nyeri yang
sewaktuwaktu dapat terjadi.
E. Kesimpulan
Penanganan dengan teknik relaksasi napas dalam dapat mengurangi nyeri
karena berdasarkan pembahasan jurnal teknik relasi napas dapat merileksasikan otot
dan vasodilatasi pada pembuluh darah sehingga menurunkan tingkat nyeri (Black
hawks, 2015) termasuk pada pasien dengan abdominal pain.