Makalah Perkerasan Kaku Agus 4 A
Makalah Perkerasan Kaku Agus 4 A
Makalah Perkerasan Kaku Agus 4 A
DISUSUN
OLEH:
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga makalah ini
dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih terhadap
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran
maupun materinya. Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan
dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa
pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa
masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan
pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Lapis pondasi ini terletak di antara tanah dasar dan pelat beton semen mutu tinggi.
Sebagai bahan subbase dapat digunakan unbound granular (sirtu) atau bound granural
(CTSB, cement treated subbase). Pada umumnya fungsi lapisan ini tidak terlalu
struktural, maksudnya keberadaan dari lapisan ini tidak untuk menyumbangkan nilai
struktur perkerasan beton semen. Fungsi utama dari lapisan ini adalah sebagai lantai kerja
yang rata dan uniform. Apabila subbase tidak rata, maka pelat beton juga tidak rata.
Bahan pondasi bawah dapat berupa:
Lapis pondasi bawah perlu diperlebar sampai 60 cm diluar tepi perkerasan beton semen.
Untuk tanah ekspansif perlu pertimbangan khusus perihal jenis dan penentuan lebar
lapisan pondasi dengan memperhitungkan tegangan pengembangan yang mungkin
timbul. Pemasangan lapis pondasi dengan lebar sampai ke tepi luar lebar jalan merupakan
salah satu cara untuk mereduksi prilaku tanah ekspansif. Tebal lapisan pondasi minimum
10 cm yang paling sedikit mempunyai mutu sesuai dengan Pd T-14-2003 dan AASHTO
M-155. Bila direncanakan perkerasan beton semen bersambung tanpa ruji, pondasi bawah
harus menggunakan campuran beton kurus. Tebal lapis pondasi bawah minimum yang
disarankan dan CBR tanah dasar efektif dapat dilihat
A Pilih jenis perkerasan beton semen, bersambung tanpa ruji, bersambung dengan ruji,
atau menerus dengan tulangan.
C Tentukan jenis dan tebal pondasi bawah berdasarkan nilai CBR rencana dan perkirakan
jumlah sumbu kendaraan niaga selama umur rencana.
D Tentukan CBR efektif berdasarkan nilai CBR rencana dan pondasi bawah yang
Dipilih
E Pilih kuat tarik lentur atau kuat tekan beton pada umur 28 hari
Pilih faktor keamanan beban (FKB).
G Taksir tebal pelat beton (taksiran awal dengan tebal tertentu berdasarkan pengalaman
atau menggunakan contoh yang tersedia.
H Tentukan tegangan ekivalen (TE) dan faktor erosi (FE) untuk STRT
I Tentukan faktor rasio tegangan (FRT) dengan membagi tegangan ekivalen (TE) oleh
kuat tarik-lentur.
J Untuk setiap rentang beban kelompok sumbu tersebut, tentukan beban per roda dan
kalikan dengan faktor keamanan beban (FKB) untuk menentukan beban rencana per roda.
Jika beban rencana per roda ≥ 65 KN (6,5 ton), anggap dan gunakan nilai tersebut
sebagai batas tertinggi.
K Dengan faktor rasio tegangan (FRT) dan beban rencana, tentukan jumlah repetisi ijin
untuk fatik 2.4, yang dimulai dari beban roda tertinggi dari jenis sumbu STRT tersebut
L Hitung presentase dari repetisi fatik yang direncanakan terhadap jumlah repetisi ijin.
M Dengan menggunakan faktor erosi (FE), tentukan jumlah repetisi ijin untuk erosi.
N Hitung presentase dari repetisi erosi yang direncanakan terhadap jumlah repetisi ijin.
O Ulangi langkah k sampai dengan n untuk setiap beban per roda pada sumbu tersebut
sampai jumlah repetisi beban ijin yang terbaca.
P Hitung jumlah tolak fatik dengan menjumlahkan presentase fatik dari setiap beban
roda pada STRT tersebut. Dengan cara yang sama hitung jumlah total erosi dari setiap
beban roda pada STRT tersebut.
Q Ulangi langkah h sampai dengan langkah p untuk setiap jenis kelompok sumbu
lainnya.
R Hitung jumlah total kerusakan akibat fatik dan jumlah total kerusakan akibat erosi
untuk seluruh jenis kelompok sumbu.
S Ulangi langkah g sampai dengan langkah r hingga diperoleh ketebalan tertipis yang
menghasilkan total kerusakan akibat fatik dan atau erosi ≤ 100%. Tebal tersebut sebagai
tebal perkerasan beton semen yang direncanakan.
BAB III
TEORI
3.1 PENGERTIAN
Jalan Perkerasan kaku, telah lama diterapkan di Inverness, Inggris, yaitu pada tahun
1868. Tetapi pada saat itu perkembangannya tidak begitu pesat, dimanasampai dengan
tahun 1919 hanya beberapa kilometer jalan saja yang telah dibangun. Sementara itu di
Amerika Serikat, perkerasan kaku yang pertama dibangun ialah di Bellefontaine, Ohio,
pada tahun 1891 oleh George Bartholomew. Dia telah belajar tentang produksi semen
di Jerman dan Texas, serta menemukan sumber material tersebut seperti batu kapur
dan lempung di pusat Ohio. Karena perkerasan kaku ini yang pertama kali dibangun di
sana, pemerintah daerah meminta dia untuk memberikan jaminan sebesar $ 5000,
bahwa perkerasan kaku ini bisa bertahan selama 5 tahun. Lebih dari 100 tahun
kemudian, bagian dari perkerasan kaku ini masih berfungsi. Pada tahun 1893, Cort
Avenue dan Opera Street diperkeras. Columbia avenue dan Main street diperkeras
tahun 1894. Pada saat itu, istilah “beton – “concrete” belum digunakan secara umum
dan bahan tersebut dinamakan “artificial stone” yang pembuatannya dicampur secara
manual dengan ukuran 1,5 persegi. Perkerasan kaku lainnya yang termasuk generasi
awal, yaitu Frount Street di Chicago yang dibangun tahun 1905 dan bertahan 60 tahun,
serta Woodward Avenue di Detroit tahun 1909 yang merupakan bagian tonggak
perkerasan kaku pertama. Dengan meningkatnya penggunaan kendaraan beroda empat.
menjadikan meningkatnya pula keperluan jalan yang diperkeras. Pada tahun 1913,
perkerasan kaku dekat Pine Bluff Arkansas Amerika telah dibangun dengan panjang 37
km. Dengan biaya satu dolar per setiap kaki (foot) panjang, dengan lebar 2,7 m dan
tebal 12,5 cm. Perkerasan kaku lainnya juga diterapkan di rest area, kemudian ini diikuti
dengan pembangunan perkerasan sepanjang 79 km di jalan luar kota di Mississippi di
tahun 1914, dan menjelang akhir tahun 1914 panjang total jalan dengan perkerasan
kaku di Amerika telah mencapai 3788 km. Untuk memberikan masukan dalam
pengembangan prosedur perencanaan perkerasan kaku. jalan percobaan telah banyak
dibuat selama beberapa tahun, Evaluasi pertama kali pada kinerja perkerasan kaku telah
dilakukan oleh Departemen Pekerjaan Umum Detroit pada tahun 1909. Jalur percobaan
ini mencakup beton, granit, creosote blok, serta cedar block. Berdasarkan hasil studi ini,
Wayne County Michigan telah memperkeras Woodward Avenue dengan beton dan
kemudian lebih dari 96 km diperkeras dengan perkerasan kaku pada dua tahun
berikutnya. Setelah tahun 1916, perkerasan kaku dibuat dengan tebal 12,5 - 22,5 cm,
tetapi sangat minim sekali tentang tebal yang diperlukan. Selama tahun 1912 - 1913,
negara bagian Illionis membuat jalan percobaan Bates, dengan menggunakan truk bekas
perang dunia pertama, yang mempunyai beban roda dari 454 kg sampai 5900 kg,
sebagai beban pengujiannya. Segmen percobaan terdiri dari berbagai macam bahan dan
tebal yang berbeda. Tebal penampang dari perkerasan kaku ini adalah antara 10 cm -
22,5 cm, sedangkan segmen dengan bagian tepinya yang dipertebal adalah 22,9 cm -
12,5 cm - 22,9 cm serta 22,9 cm - 15,2 cm dan 22,9 cm dan sebagian segmen dipasang
pembesian tepi. Hasil menunjukkan satu segmen batu bata, tiga segmen dengan aspal,
dan sepuluh segmen perkerasan kaku memberikan hasil yang memuaskan. Sebagai
hasilnya, beberapa rumus rancangan telah dikembangkan untuk pembuatan sistem
jalan antara negara bagian di Illionis. Jalur percobaan Bates ini memberikan data-data
dasar yang digunakan oleh para insinyur selama beberapa tahun. Sampai tahun 1922,
banyak perkerasan kaku dibangun tanpa sambungan dan penebalan di bagian tengah
guna mencegah retak memanjang yang akan terjadi pada lebar perkerasan antara 4,9 –
5,5 m. Berdasarkan hasil percobaan di Bates, diterapkan sambungan di tengah untuk
menghilangkan retak memanjang. Jalan percobaan lainnya, ialah Pitsburg, California
antara tahun 1921-1923 yang membandingkan perkerasan kaku bertulang terhadap
perkerasan kaku tanpa tulangan. Pada tahun 1950-1951, Burreau of Public Road
(sekarang FHWA) bersama dengan Highway Research Board (sekarang Transportation
Research Board) melakukan Road Test One –M0 di sebelah selatan Washington DC.
Jalan sepanjang 1,8 km dengan lebar dua lajur diamati, dipasang alat pemantau dan
dilalui oleh 1000 truk per hari nya. Hasilnya menunjukkan pentingnya fungsi penyalur
beban antar pelat, pengaruh kecepatan dan beban sumbu serta masalah penyebab
pumping. Di jalur percobaan Maryland, perkembangan retak berkaitan erat dengan
perkembangan pumping. Perkembangan pumping terbesar ditemukan pada sambungan
muai. Pumping terjadi pada tanah lempung plastis, tetapi tidak terjadi pada tanah dasar
berbutir dengan kandungan silt dan lempung yang rendah. Selain untuk jalan raya,
perkerasan kaku ini di kembangkan juga untuk perkerasan pada lapangan terbang.
Perkerasan kaku untuk lapangan terbang yang pertama kali dibangun tahun 1928 di
Ford Field Dearborn, Michigan. Setahun kemudian dibangun juga di Cunken Field
Cincinati, Ohio. Seperti kebanyakan perkerasan kaku untuk jalan raya, perkerasan di
lapangan terbang ini menggunakan penebalan pada bagian tepinya, dengan penebalan
5 cm lebih tebal dari bagian tengahnya. Dwight E Eisenhower pada tahun 1956,
merancang jaringan jalan “interstate highway” sepanjang 66.000 km. Enam puluh
persen jalan tersebut diperkeras dengan perkerasan kaku. Hal ini memerlukan
penelitian guna mendukung rencana tersebut. Jalan percobaan AASHTO ini dibangun
dekat Ottawa, Illionis terdiri dari 6 loop yang berbeda dan dibebani lalu lintas selama 2
tahun. Dua belas kombinasi beban sumbu dan berbagai tebal perkerasan aspal dan
beton dievaluasi, guna menetapkan kinerja dan trend dari perkerasan tersebut. Pada
jalan percobaan AASHTO ada dua mode keruntuhan yang berbeda untuk perkerasan
kaku. Perkerasan yang sangat tipis runtuh dengan pumping tepi yang memanjang, yang
diakibatkan oleh retak tepi yang menyatu menjadi retak tepi yang memanjang.
Perkerasan yang lebih tebal runtuh akibat pumping pada sambungan, yang
menyebabkan dimulainya retak melintang, khususnya pada sisi sambungan yang
ditinggal lalu lintas (traffic leave side of the joints). Dari 84 segmen percobaan yang
tebalnya lebih besar dari 20 cm hanya tujuh segmen yang mengalami indeks
serviceability lebih kecil dari 4 pada akhir masa pelayanannya. Kenyataanya hanya tiga
segmen yang bisa dipandang runtuh/hancur. Pada awal penggunaan pekerasan kaku,
sering mengalami kerusakan akibat siklus “freezing and thawing” atau scalling
(pelepasan butir) akibat deicing salt atau pumping dari subgrade. Masalah ini telah
diatasi pada tahun 1930 an, dengan air entrainment pada beton untuk mengatasi
masalah durabilitas. Kondisi yang mengarah pada pumping telah diidentifikasi, yaitu
akibat material halus yang bisa menjadi “bubur” pada tanah dasar, serta beban sumbu
kendaraan yang berat dan sering dilewati. Untuk mencegah kondisi tersebut lapisan
subbase antara tanah dasar dengan perkerasan kaku, perlu digunakan untuk mencegah
pumping.
Perkerasan kaku mulai dipergunakan di Indonesia secara lebih meluas pada tahun
1985 khususnya pada jalan-jalan di kota-kota besar yang antara lain adalah DKI
Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Medan, Padang, Ujungpandang dan lain-
lain. Beberapa jalan tol telah dibangun dengan menggunakan perkerasan kaku;
beberapa diantaranya adalah Jakarta Intra Urban Ring Road, Jakarta Outer Ring
Road, Tangerang-Merak, PadalarangCileunyi, dan Ujungpandang Tahap 1.
Penggunaan perkerasan kaku di Indonesia terus berkembang, seperti di jalan tol
Kanci- Pejagan, Jalan Nasional Sulawesi Selatan, Cikampek – Palimanan dan lain-lain.
Hasil pengujian tegangan pada tanah dasar pada perkerasan kaku, dari beban roda
seberat 12.000 lb, atau tegangan yang bekerja seberat 106 psi, direduksi hingga
tegangan pada tanah dasar menjadi 3 sampai 7 psi dengan area daerah distribusi lebih
dari 20 ft. Pengujian yang dilakukan oleh Portland Cement Association (PCA) juga
menunjukkan bahwa beban roda yang lebih berat didistribusikan pada tanah dasar
dengan bidang yang luas serta tidak menimbulkan tegangan yang lebih tinggi.
Pemecah ikatan antara lapisan subbase dengan lapisan pelat beton, ialah
dengan menggunakan lapisan pemecah ikatan di atas lapisan pondasi untuk memberikan
permukaan yang halus dan friksi yang seragam. Campuran beton kurus (lean concrete) dibuat
seperti beton biasa tanpa sambungan melintang dan karena itu akan timbul retak. Ini
dimaksudkan untuk mencapai pola retak yang dekat dan lebar retak yang sempit, sehingga
memberikan tingkat penyaluran beban, yang berkaitan dengan lapis pemecah ikatan dan tidak
akan menjalar ke pelat beton diatasnya.
Konstruksi perkerasan kaku pada umumnya mempunyai ketebalan pelat beton sekitar 25 cm,
dengan mutu kuat tekan beton yang setara dengan kuat tarik lentur 45 kg/cm2. Perkerasan kaku
tersebut mempunyai kapasitas atau daya layan sebesar 8 juta repetisi standard axle load, yang
setara dengan konstruksi perkerasan lentur setebal 55 cm. Dengan demikian untuk beban dan
tanah dasar yang sama, konstruksi perkerasan kaku memerlukan ketebalan konstruksi yang
lebih tipis.
Bahu jalan dari beton yang diikatkan, pertama kali di uji coba di Illionis pada tahun 1964, dan
ditemukan memberikan tambahan nilai struktur yang sangat berarti pada perkerasan kaku,
sehingga tebal pelat dari perkerasan yang menggunakan bahu beton bisa menjadi lebih tipis.
Bahu beton disini harus merupakan bahu beton yang menyatu dengan pelat secara integral atau
bahu beton yang mempunyai sifat struktural, dan harus mempunyai mutu beton dan tebal yang
sama dengan tebal pelat itu sendiri dengan lebar minimum 60 cm. Sedangkan lebar bahu yang
menyatu dengan pelat beton dan letaknya di jalur median, lebarnya bisa dikurangi dengan
minimum 50 cm.
Bahu beton yang diikatkan dan bersifat struktural adalah bahu beton yang sambungannya
dibentuk ada takikan dengan lebar minimum 150 cm. Gambar 4 menunjukkan tipikal bahu beton
pada perkerasan kaku.
3.4 . JENIS PERKERASAN KAKU
Perkerasan kaku bersambung tanpa tulangan adalah jenis yang paling umum
digunakan karena biaya yang relatif murah dalam pelaksanaannya dibanding jenis
lainnya. Survei yang dilakukan oleh American Concrete Pavement Association
(ACPA) pada tahun 1999, di Amerika Serikat 70% dari badan pengelola jalan negara
(State Highway Agencies) menggunakan perkerasan bersambung tanpa tulangan. Di
daerah dimana korosi terhadap tulangan akan menjadi masalah, ketidakberadaan
tulangan akan meniadakan masalah korosi tersebut, walaupun besi ruji masih akan
kena pengaruh korosi. Sambungan susut umumnya dibuat setiap antara 3,6 m dan 6
m (di Indonesia umumnya antara 4,5 m dan 5 m). Sambungan ini mempunyai jarak
yang relatif dekat sehingga retak tidak akan terbentuk di dalam pelat sampai akhir
umur layan dari perkerasan tersebut. Karena itu pada perkerasan kaku bersambung
tanpa tulangan, pemuaian dan penyusutan perkerasan diatasi melalui sambungan,
Pada perkerasan kaku bersambung tanpa tulangan, tidak ada tulangan pada pelat,
kecuali ruji yang diletakkan pada sambungan susut tersebut, dan batang pengikat
(tie bar) yang terletak pada sambungan memanjang, Ruji adalah baja polos lurus
yang dipasang pada setiap jenis sambungan melintang dengan maksud sebagai
sistem penyalur beban, sehingga pelat yang berdampingan dapat bekerja sama
tanpa terjadi perbedaan penurunan yang berarti. Sedangkan batang pengikat (tie
bars) adalah batang baja ulir yang dipasang pada sambungan memanjang dengan
maksud untuk mengikat pelat agar tidak bergerak horizontal. Satu kinerja yang
penting dari perkerasan bersambung tanpa tulangan ialah penyalur beban yang
melintang sepanjang sambungan. Jika sambungan mengalami faulting (perbedaan
ketinggian dari kedua sisi pelat pada sambungan), maka pengemudi akan
mengalami “bumping” pada sambungan dan menyebabkan ketidaknyamanan
sewaktu mengemudi. Dua metode digunakan untuk melengkapi penyaluran beban
pada sambungan perkerasan JPCP, yaitu agregat interlocking dan ruji. Jika ruji tidak
digunakan, maka penyaluran beban pada sambungan, bisa didapat melalui kekuatan
geser dari agregat interlocking. Sambungan dengan agregat interlocking dibentuk
selama pelaksanaan dengan menggergaji seperempat sampai sepertiga tebal pelat
perkerasan untuk membuat perlemahan pada pelat didaerah tersebut. Retak akan
terus menjalar melalui tebal pelat yang tidak digergaji ketika perkerasan mengalami
penyusutan. Permukaan bidang retak ini akan kasar, sebab retak itu menjalar sekitar
agregat melalui pasta atau mortar semen, dan selama retak tersebut tetap sempit,
maka sambungan bisa menyalurkan beban dari satu pelat ke pelat lainnya melalui
bearing stress dari masing masing partikel agregat yang dilalui retakan tersebut.
Penyaluran beban akan menyesuaikan jika bukaan sambungan terlalu lebar atau jika
agregat mengalami keausan. Kualitas dan ketahanan erosi dari bahan yang
mendukung pelat pada sambungan juga mempengaruhi penyaluran beban. Ketika
perkerasan memikul beban lalu lintas yang berat, khususnya pada kecepatan tinggi,
agregat interlocking akan hancur seiring dengan seringnya lalu lintas lewat. Hal ini
akan menyebabkan deformasi pada sambungan menjadi semakin besar, yang
akhirnya menimbulkan faulting, dan kerusakan pada sambungan.
Perkerasan kaku bersambung dengan tulangan atau JRCP serupa dengan perkerasan
kaku bersambung tanpa tulangan (JPCP) kecuali ukuran pelat lebih panjang dan ada
tambahan tulangan pada pelatnya. Jarak sambungan umumnya antara 7,5 m dan 12
m, meskipun ada juga yang jarak sambungannya sebesar 30 m. Hasil survei oleh
ACPA pada tahun 1999, sekitar 20% dari pengelola jalan negara (State Highway
Agency) di Amerika Serikat menggunakan perkerasan kaku bersambung dengan
Tulangan (JRCP) Pada pelat dan jarak sambungan yang lebih panjang, ruji sangat
disarankan karena bukaan sambungan akan menjadi lebih lebar dan agregat
interlocking akan menjadi tidak efektif sebagai penyalur beban pada sambungan.
Prosentase tulangan yang digunakan dalam arah memanjang umumnya antara 0,1%
dan 0,2 % dari luas penampang melintang beton, sedangkan penulangan dalam arah
melintang lebih kecil. Penulangan pada perkerasan kaku bersambung dengan
tulangan bukan dimaksudkan untuk memikul beban secara struktural, tetapi untuk
"memegang" retak agar tetap rapat, guna menjaga geser sepanjang bidang retakan
sebagai penyalur beban tetap berfungsi. Perkerasan kaku bersambung dengan
tulangan ini masih tetap menggunakan ruji. Selanjutnya karena panjang pelat lebih
besar dari pada perkerasan kaku bersambung tanpa tulangan, retak tetap terjadi
pada interval yang sama, karena itu perkerasan bersambung dengan tulangan masih
mempunyai satu atau dua retakan pada pelatnya.
Keuntungan dari perkerasan kaku bersambung dengan tulangan adalah jumlah
sambungan yang lebih sedikit, tetapi biayanya lebih mahal karena adanya
penggunaan tulangan serta kinerja sambungan yang kurang baik dan adanya retak
pada pelat. Karena jarak antar sambungan yang lebih besar dari perkerasan kaku
bersambung tanpa tulangan, maka bukaan dan penutupan sambungan menjadi
lebih lebar, serta ruji sebagai penyalur beban menjadi lebih rentan ketika
sambungan terbuka lebih lebar.
Perkerasan kaku menerus dengan tulangan adalah pelat dengan jumlah tulangan
yang cukup banyak tanpa sambungan susut. Jumlah tulangan yang digunakan pada
arah memanjang umumnya antara 0,6 % dan 0,8 % dari luas penampang melintang
beton, dan jumlah tulangan dalam arah melintang lebih kecil dari arah memanjang.
Pengalaman menunjukkan jika jumlah tulangan yang digunakan pada perkerasan
kaku menerus dengan tulangan lebih kecil dari 0,6 %, maka potensi terjadinya
kerusakan punch out akan menjadi lebih besar. Retak rambut terjadi pada
perkerasan kaku menerus dengan tulangan, tetapi bukan merupakan masalah bagi
kinerjanya. Karakteristik retak terdiri dari beberapa retakkan, umumnya dengan
jarak antara 0,6 m - 2,4 m. Retak-retak tersebut “dipegang” oleh tulangan yang ada
sehingga agregat interlocking-nya serta penyaluran gaya geser masih dapat terjadi.
Jika interlocking geser agregat tidak dijaga, maka kerusakan "punch out" pada tepi
perkerasan akan terjadi, yang merupakan tipikal kerusakan perkerasan kaku
menerus dengan tulangan. Perkerasan kaku menerus dengan tulangan memerlukan
angker pada awal dan akhir dari perkerasan, untuk menahan ujung-ujung nya dari
kontraksi akibat dari penyusutan, serta membantu perkembangan retak sesuai
dengan yang diinginkan. Perkerasan kaku menerus dengan tulangan ini akan
memberikan kenyamanan berkendaraan yang lebih baik, karena permukaanya lebih
rata, serta mempunyai umur yang lebih panjang dari tipe perkerasan lainnya. Survey
yang dilakukan oleh ACPA tahun 1999, menemukan hanya delapan negara bagian di
Amerika Serikat yang membangun perkerasan kaku menerus dengan tulangan ini.
Studi yang dilakukan pada tahun 2000 tentang kinerja perkerasan kaku di Amerika
Serikat bagian tenggara terhadap jalan CRCP di negara bagian Alabama, Florida,
Mississippi, Carolina utara dan Carolina Selatan, membuktikan kinerja CRCP sangat
bangus. Pada saat survey dilakukan umur perkerasan tersebut antara 21 dan 30
tahun dan telah melayani lalu lintas berat, serta mempunyai kondisi sangat bagus
sampai luar biasa dengan nilai serviceability 4 atau lebih. Biaya untuk perkerasan
kaku menerus dengan tulangan lebih mahal dari perkerasan bersambung tanpa
tulangan atau perkerasan bersambung dengan tulangan, disebabkan oleh jumlah
tulangan yang digunakan cukup banyak. Akan tetapi perkerasan kaku menerus
dengan tulangan telah terbukti mempunyai pembiayaan yang efektif pada jalan
dengan lalu lintas yang tinggi, disebabkan oleh kinerja jangka panjangnya yang lebih
baik dibandingkan dengan jenis perkerasan kaku lainnya.
Perkerasan kaku prategang diperkenalkan di akhir tahun 1940 an dan pertama kali
digunakan di lapangan terbang. Sekitar tahun 1959 dua pelat pratekan digunakan di
lapangan terbang militer Priggs di Texas. Perkerasan kaku tanpa tulangan setebal 60
cm diganti dengan perkerasan kaku prategang setebal 23 cm. Di lapangan terbang
internasional Chicago O’Hax, yaitu perkerasan kaku prategang setebal antara 20,3
cm dan 22,8 cm diletakan diatas perkerasan kaku menerus dengan tulangan lama
dengan tebal 30,5 cm. Beberapa dari proyek tersebut mempunyai strand untuk
prategang hanya dalam satu arah saja, sehingga cenderung terjadi retak searah
dengan strand, akibat tidak adanya tegangan tekan dalam arah melintang.
Perkerasan kaku prategang dengan tebal 15 cm yang diberi tegangan tekan dalam
ke dua arah, dengan panjang proyeknya 1600 m di Texas; masih dalam kondisi baik
setelah berumur 17 tahun. Puslitbang Jalan dan Jembatan, telah membuat jalur
percobaan dengan perkerasaan kaku prategang pada tahun 2011 di Buntu, Jawa
Tengah, sepanjang 80 m, Lebar 7 meter dan tebal 20 cm. Potensi dari perkerasan
kaku prategang, berkaitan dengan dua hal, yaitu:
Pada perkerasan kaku konvensional, tegangan akibat beban roda dibatasi oleh
kuat tarik lentur dari beton, jadi tebal perkerasan ditentukan oleh tegangan tarik
yang terjadi akibat beban roda tidak melampaui kuat tarik lentur dari beton. Pada
jenis perkerasan kaku konvensional, beton antara serat atas dan serat bawah dari
pelat tidak dimaksimalkan untuk menahan tegangan akibat beban roda, yang
hasilnya penggunaan bahan konstruksi tersebut tidak efisien. Sedangkan pada
perkerasan beton prategang, kuat tarik lentur beton ditingkatkan dengan
memberikan tegangan tekan dan tidak dibatasi lagi oleh kuat tarik lentur betonnya.
Dengan demikian tebal perkerasan kaku yang dibutuhkan untuk beban tertentu
akan lebih tipis dari tebal perkerasan kaku konvensional. Perkerasan kaku jenis
prategang, yang umum dilaksanakan, mempunyai ukuran panjang pelat sekitar 130
m. Tetapi di Amerika telah dibangun dengan panjang pelat 230 m, dan di Eropa
dengan panjang pelat lebih dari 300 m. Tebal perkerasan kaku prategang sekitar
40% sampai 50% dari tebal perkerasan kaku konvensional.
2. SAMBUNGAN MEMANJANG
Sambungan memanjang ialah sambungan antar dua pelat yang memungkinkan pelat melenting
tanpa terjadi pemisahan atau retak pada pelat tersebut. Sambungan memanjang digunakan
untuk melepaskan tegangan lenting dan umumnya diperlukan bila lebar pelat lebih dari 4,6
meter. Lebar pelat yang lebih kecil atau sama dengan 4,6 meter menunjukkan kinerja yang
memuaskan tanpa sambungan memanjang, walaupun ada kemungkinan terjadinya beberapa
retak memanjang. Sambungan memanjang bila memungkinkan, sebaiknya satu garis dengan
garis lajur perkerasan, untuk meningkatkan layanan lalu lintas. Marka berupa “cat strip lurus”
ditempatkan pada lajur perkerasan. Penyaluran beban pada sambungan memanjang didapat
melalui agregat interlock. Untuk membantu penyaluran beban, batang pengikat sering
digunakan yang dipasang melintang pada sambungan memanjang. Batang pengikat lebih kecil
ukuranya dari ruji, dan merupakan besi sirip (besi alur).
Sambungan memanjang bisa dibuat dengan penggergajian atau dibuat sebagai sambungan
pelaksanaan. Jika digergaji dudukannya dipasang terlebih dahulu dan sambungan digergaji
seperti pada cara pembuatan sambungan susut melintang. Jika dibuat sebagai sambungan
pelaksanaan, batang pengikat digunakan untuk mengikat pelat beton yang sudah dan baru
dihampar.
3. SAMBUNGAN PELAKSANAAN
Sambungan pelaksanaan ialah sambungan antara pelat bila beton dicor pada saat yang tidak
bersamaan. Tipe sambungan ini bisa dibagi lagi menjadi sambungan pelaksanaan melintang dan
memanjang.
Setelah penghamparan mencapai daerah sambungan, maka papan pemisah akan dilepas. Pada
penghamparan berikutnya, adukan beton yang baru langsung menempel pada permukaan
penampang melintang beton yang lama. Sambungan pelaksanaan melintang, umumnya
menggantikan sambungan susut, akan tetapi jangan dibuat miring, karena penghamparan dan
pemadatan yang sempurna akan sulit didapat. Sambungan pelaksanaan melintang hendaknya
dipasang ruji dan menyatu langsung dengan beton lama. Sambungan melintang beralur
cenderung gompal, sehingga tidak direkomendasikan. Disarankan sambungan pelaksanaan
melintang, digergaji dan diberi lapisan penutup (joint sealent).
Batang pengikat harus terikat kuat pada beton, batang pengikat hendaklah dimasukkan pada
beton yang masih plastis. Sangat disarankan untuk melakukan pengujian “pull out” untuk
menjamin bahwa batang pengikat tertanam kuat pada beton. Pembengkokan batang pengikat
tidak dianjurkan. Bila pembengkokan harus dilakukan, kemudian diluruskan saat pelaksanaan,
maka tulangan yang dipergunakan ialah grade 40 (tegangan lelehnya kurang dari 276 MPa),
karena tulangan seperti ini lebih toleran terhadap pembengkokan. Mungkin diperlukan
pengulangan kembali pemberian lapisan tahan karat pada batang pengikat setelah diluruskan
kembali. Bilamana dilakukan pengujian pull out, maka pengujian tersebut harus dilakukan
setelah batang pengikat diluruskan kembali. Disarankan sambungan pelaksanaan memanjang
digergaji dan diberi lapisan penutup. Ukuran reservoar hendaklah sama dengan ukuran pada
sambungan melintang. Sambungan memanjang berupa lidah alur, telah digunakan pada masa
lalu dan sekarang sangat jarang. Sambungan ini berupa konfigurasi dari lidah yang pendek dan
alur (takikan) yang pas ukuranya untuk memindahkan gaya geser. Pemilihan untuk
menggunakan sambungan pelaksanaan memanjang dengan tipe lidah alur harus dilakukan
dengan hati hati. Bagian atas dari pelat diatas lidah alur seringkali mengalami kerusakan akibat
geser. Dengan alasan tersebut, disarankan bahwa sambungan dengan lidah alur tidak digunakan
bila tebal pelat lebih kecil dari 25 cm.
Sambungan muai ialah sambungan yang terletak pada lokasi spesifik untuk memungkinkan
perkerasan memuai tanpa merusak struktur di sebelahnya atau merusak perkerasan itu sendiri.
Umumnya ini digunakan pada daerah dekat kepala jembatan dan utilitas yang tertanam di jalan.
Perancangan perkerasan di awal, menggunakan sambungan muai melintang seperti sambungan
susut, tetapi kinerjanya tidak baik. Salah satu rancangan awal menggabungkan sambungan muai
dengan jarak setiap 28 meter dengan sambungan susut setiap 9 meter. Jika sambungan muai
menutup memungkinkan sambungan susut terbuka dengan sangat lebar. Perancangan dan
pemeliharaan sambungan susut yang baik sebenarnya bisa menghilangkan keperluan
sambungan muai, kecuali pada objek seperti struktur. Ketika sambungan muai digunakan,
perkerasan bergerak mendekati sambungan muai dalam waktu beberapa tahun. Hal ini
menyebabkan beberapa sambungan susut yang berdekatan akan terbuka dan merusak lapisan
penutup dan agregat interlocknya. Lebar dari sambungan muai umumnya 19 mm atau lebih dan
dipasang 19 mm - 25 mm dibawah permukaan pelat, untuk memberikan tempat bagi
pemasangan lapisan penutup (joint sealent). Ruji polos paling umum digunakan sebagai alat
penyalur beban pada sambungan muai ini.
Pada lokasi jembatan, sambungan muai sangat penting sebab perkerasan yang mengalami
pemuaian bisa menimbulkan gaya dan kerusakan pada bagian atas jembatan serta kepala
jembatan itu sendiri abutmen.
Pelapisan kaku bisa juga digunakan untuk pelapisan ulang, apakah di atas perkerasan aspal
maupun di atas perkerasan kaku yang lama. Ada dua klasifikasi pada pelapisan ulang tersebut,
berdasarkan apakah lapisan ulang tersebut terikat (bonded) dengan perkerasan lama atau apakah ikatan
itu diabaikan atau dicegah (unbounded). Pelapisan beton dengan cara unbounded ialah yang dibangun
diatas perkerasan beton lama, dengan kondisi tertentu untuk mencegah ikatan antara dua lapisan
tersebut. Umumnya pemecah ikatan (bond breaker) ialah lapisan tipis campuran beraspal panas. Alasan
dari penggunaan bond breaker ini, ialah untuk menjaga retak dan kerusakan lainnya pada perkerasan
lama yang menjalar sampai ke lapisan barunya (reflection crack). Dengan adanya lapisan bond breaker
(pemecah ikatan), fungsi perkerasan lama sebagai sebagai base dengan kualitas yang tinggi untuk
mendukung perkerasan baru. Lapis tambah dengan sistem bonded ialah pelapisan pada perkerasan
lama dengan ikatan diantara dua lapisan tersebut. Pelapisan tambah dengan cara ini, ketebalannya bisa
sampai 5 cm, sebab adanya sistem komposit dengan perkerasan lamanya. Akan tetapi, karena setiap
kerusakan pada lapisan beton lama, akan menjalar ke lapisan di atasnya, maka pelapisan tambah beton
dengan sitem bonded dibatasi untuk perkerasan lama yang mempunyai kondisi cukup baik. Hal ini
mungkin yang menjadi alasan utama, mengapa pelapisan dengan sistem ini, sangat jarang digunakan.
Pengelola jalan enggan untuk mengalokasikan dananya pada jalan yang kondisinya masih relatif baik dan
cenderung mengalokasikan dananya kepada perkerasan dengan kondisi yang lebih jelek. Alasan lainnya
mengapa ini jarang dipergunakan, ialah jika “ikatan” tidak tercapai, pelapisan tambah ini akan
mengalami kerusakan dengan cepat. Lapis tambah dengan sitem bonded dapat dilihat pada gambar 24
di bawah ini.
BAB IV
PENUTUP
4.1 SIMPULAN
Pemahaman mengenai konsep dasar konstruksi perkerasan kaku, sangat penting dalam
pelaksanaan untuk mendapatkan perkerasan yang sesuai dengan yang direncanakan. Setiap
jenis perkerasan kaku mempunyai tujuan dan konstruksi yang berbeda, sehingga perlu dipahami
dari setiap prinsip dasar perkerasan tersebut, seperti material yang digunakan, peralatan dan
pelaksanaannya. Setelah memahami konsep dasar dari perkerasan kaku, maka diperlukan
pengetahuan mengenai bahan dan pengujian yang diperlukan dalam pelaksanaan konstruksi
perkerasan kaku. Hal ini bertujuan untuk lebih memahami karakteristik dari setiap material
perkerasan kaku tersebut yang harus memenuhi persyaratan yang ditentukan melalui pengujian
di laboratorium.