Laporan Rekayasa Jalan Raya II - Kelompok 4
Laporan Rekayasa Jalan Raya II - Kelompok 4
Laporan Rekayasa Jalan Raya II - Kelompok 4
TUGAS DESAIN
J
A
L
A
N
R
A DOSEN PENGAMPU :
HUSNI MUBARAK, ST.M.Sc
Y MAHASISWA :
UNIVERSITAS ABDURRAB
JL. Riau Ujung No. 073
LEMBAR ASISTENSI
KEGIATAN ASISTENSI :
Husni Mubarak,ST.M.Sc
NIDN. 1003028501
LEMBAR ASISTENSI
KEGIATAN ASISTENSI :
Husni Mubarak,ST.M.Sc
NIDN. 1003028501
LEMBAR ASISTENSI
KEGIATAN ASISTENSI :
Husni Mubarak,ST.M.Sc
NIDN. 1003028501
LEMBAR ASISTENSI
KEGIATAN ASISTENSI :
Husni Mubarak,ST.M.Sc
NIDN. 1003028501
LEMBAR ASISTENSI
KEGIATAN ASISTENSI :
Husni Mubarak,ST.M.Sc
NIDN. 1003028501
LEMBAR ASISTENSI
KEGIATAN ASISTENSI :
Husni Mubarak,ST.M.Sc
NIDN. 1003028501
REKAYASA JALAN RAYA II
KATA PENGANTAR
Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat-Nya serta hidayah-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan
sehingga laporan ini bisa selesai pada waktunya.
Sholawat dan salam tidak lupa kita sanjungkan kepada Nabi Muhammad
SAW, semoga kita bersama mendapat safaatnya. Amin Ya Robbal Alamin.
Laporan ini kami buat dengan tujuan untuk belajar dan memperoleh ilmu
mengenai perkerasan jalan terkait Teknik Sipil, yang mana nantinya ini dipakai
dalam pekerjaan perencanaan perkerasann jalan.
Dalam kesempatan kali ini, penulis menyadari bahwa laporan ini tidak lepas
dari bimbingan dan dorongan dari beberapa pihak,oleh karena itu penulis
mengucapkan banyak Terima Kasih Kepada:
1. Husni Mubarak, ST, M.Sc selaku dosen pengampu mata kuliah
Rekayasa Jalan Raya II.
2. Dan semua teman-teman Teknik Sipil Universitas Abdurrab.
Kami berharap semoga laporan ini bisa menambah pengetahuan para
pembaca. Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa laporan ini masih jauh
dari kata sempurna, sehingga sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat
membangun demi terciptanya laporan selanjutnya yang lebih baik lagi.
Kelompok 4
KELOMPOK 4 1
REKAYASA JALAN RAYA II
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................ 1
DAFTAR ISI.................................................................................................................... 2
BAB I - PENDAHULUAN ................................................................................................ 3
1.1. LATAR BELAKANG............................................................................................. 3
1.2. TUJUAN DAN MANFAAT .................................................................................. 5
BAB II - TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................ 6
2.1. PENGERTIAN PERKERASAN JALAN ................................................................... 6
2.2. JENIS DAN FUNGSI LAPISAN PERKERASAN LENTUR ....................................... 12
2.3. MATERIAL KONSTRUKSI PERKERASAN ...........................................................22
2.4. PARAMETER PERENCANAAN TEBAL LAPISAN KONSTRUKSI PERKERASAN .... 71
2.5. LANGKAH-LANGKAH PERENCANAAN TEBAL LAPISAN PERKERASAN LENTUR101
BAB III – PEMBAHASAN ............................................................................................102
3.1. DATA PERKERASAN LENTUR JALAN RAYA .................................................... 102
3.2. LANGKAH-LANGKAH PERHITUNGAN ........................................................... 102
3.3. PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR METODE ANALISA KOMPONEN102
BAB IV – PENUTUP ................................................................................................... 103
4.1. KESIMPULAN ................................................................................................ 103
4.2. SARAN .......................................................................................................... 103
BAB V DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 103
KELOMPOK 4 2
REKAYASA JALAN RAYA II
BAB I - PENDAHULUAN
KELOMPOK 4 3
REKAYASA JALAN RAYA II
KELOMPOK 4 4
REKAYASA JALAN RAYA II
1.2.1. Tujuan
Tujuan dari penyusunan laporan perkerasan jalan raya ini adalah
sebagai pedoman bacaan untuk pembuatan dalam pekerjaan perkerasan
jalan raya.
1.2.2. Manfaat
Manfaat dari penyusunan laporan perkerasan jalan raya ini adalah
sebagai berikut:
1) Dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan perkerasan jalan.
2) Dapat mengetahui jenis dan fungsi lapisan perkerasan lentur.
3) Dapat mengetahui material konstruksi perkerasan.
4) Dapat mengetahui parameter perencanaan tebal lapisan
konstruksi perkerasan.
5) Mengetahui langkah-langkah perencanaan tebal lapisan
perkerasan lentur.
6) Dapat mengetahui cara merencanakan tebal perkerasan lentur
metode analisa komponen.
KELOMPOK 4 5
REKAYASA JALAN RAYA II
Jalan adalah sarana yang bisa dilalui oleh makhluk hidup dan kendaraan
atau barang. Sedangkan secara teknis pengertian jalan adalah sarana yang
digunakan kendaraan untuk menghubungkan dari satu daerah ke daerah yang
lainnya.
Perkerasan Jalan Adalah campuran antara agregat dan bahan ikat yang
digunakan untuk melayani beban lalu lintas.
Menurut Sukirman (2003), perkerasan jalan adalah lapisan perkerasan
yang terletak di antara lapisan tanah dasar dan roda kendaraan, yang berfungsi
memberikan pelayanan kepada transportasi, dan selama masa pelayanannya
diharapkan tidak terjadi kerusakan yang berarti.
Agregat yang dipakai :
Batu pecah
Betu belah
Batu kali
Hasil samping Peleburan baja
KELOMPOK 4 6
REKAYASA JALAN RAYA II
1. Fungsi Jalan
Sesuai undang –undang tentang jalan, No. 13 tahun 1980 dan peraturan
pemerintah No. 26 tahun 1985, sistem jaringan jalan indonesia dapat
dibedakan atas sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan
sekunder.
a. Sistem jaringan jalan primer adalah sistem jaringan jalan dengan perana
pelayanan jasa distribusi untuk pengembangan semua wilayah ditingkat
nasional dengan semua simpul jasa distribusi yang kemuadian berwujud
kota.
b. Sistem jaringan jalan sekunder adalah sistem jaringan jalan dengan
peranan pelayasan jasa distribusi untuk masyarakat dalam kota, ini
berarti sistem jaringan jalan sekunder disusun mengikuti ketentuan
KELOMPOK 4 7
REKAYASA JALAN RAYA II
KELOMPOK 4 8
REKAYASA JALAN RAYA II
3. Umur Rencana
Umur rencana perkerasan jalan ialah jumlah tahun dari saat jalan tersebut
dibuka untuk lalu lintas kendaraan sampai diperlukan suatu perbaikan yang
bersifat struktural. Selama umur rencana tersebut pemeliharaan perkerasan
jalan tetap harus dilakukan, seperti pelapisan nonstruktural yang berfungsi
sebagai lapis aus. Umur rencana untuk perkerasan lentur jalan baru umumnya
diambil 20 tahun dan untuk peningkatan jalan 10 tahu. Umur rencana yang
lebih besar dari 20 tahun tidak lagi ekonomiskarena pengembangan lalu lintas
yang terlalu besar dan sukar mendapatkan ketelitian yang memadai.
KELOMPOK 4 9
REKAYASA JALAN RAYA II
juga memiliki beragam sifat khusus sebagai akibat dari pengaruh iklim dan
jasad hidup yang membentuknya.
1) Tanah Granular
Jenis tanah yang termasuk kedalam tanah granular yaitu pasir,
kerikil, batuan dan campurannya. Tanah granular merupakan material
yang baik untuk mendukung bangunan dan badan jalan karena tanah ini
mempunyai kapasitas dukung yang tinggi dan penurunan kapasitas dukung
kecil asalkan tanahnya relatif padat. Penurunanan kapasitas dukung terjadi
segera karena permukaan tanah diterapkan beban. Penurunan yang besar
juga dapat terjadi pada tanah yang tidak padat jika terdapat getaran dengan
frekuensi tinggi.
Tanah granular merupakan tanah yang baik untuk tanah urug pada
dinding penahan tanah karena menghasilkan tekanan lateral yang kecil.
Tanah granular ini mudah dipadatkan dan merupakan material untuk
drainase yang baik karena lolos air. Tanah yang baik untuk timbunan
karena mempunyai kuat geser yang tinggi. Tanah ini jika dicampur dengan
tanah kohesif tidak dapat digunakan sebagai bahan tanggul, bendungan,
kolam dan lain-lain permeabilitasnya besar.
2) Tanah Kohesif
Jenis tanah yang termasuk tanah kohesif yaitu lempung, lempung
berlanau, lempung berpasir atau berkerikil yang sebagian besar butiran
tanahnya terdiri dari butiran halus. Dalam menentukan kuat geser tanah ini
dapat ditentukan dengan melihat nilai kohesinya.
KELOMPOK 4 10
REKAYASA JALAN RAYA II
4) Tanah Organik
Tanah organik adalah tanah yang tersusun dari bahan organik dan
mempengaruhi sifat-sifat teknis tanah. Bahan-bahan organik tersebut
terdiri dari sisa tumbuh-tumbuhan dan binatang. Jumlah bahan organic
dalam tanah organik dinyatakan dengan kadar organik. Kadar organik
adalah nilai banding antara berat bahan organik terhadap contoh tanah
yang kering oven. Berat bahan organik dapat ditentukan dengan
memanaskan contoh tanah untuk membakar bahan organiknya
KELOMPOK 4 11
REKAYASA JALAN RAYA II
Berdasarkan bahan ikat, lapisan perkerasan jalan dibagi atas dua kategori:
1) Lapisan perkerasan lentur ( flexible pavement )
2) Lapisan perkerasan kaku ( rigit pavement )
KELOMPOK 4 12
REKAYASA JALAN RAYA II
Apabila dperlukan, dapat juga dipasang suatu lapis penutup / lapis aus
(wearing course) di atas lapis permukaan tersebut. Fungsi lapis aus ini
adalah sebagai lapisan pelindung bagi lapis permukaan untuk mencegah
masuknya air dan untuk memberikankekesatan (skid resistance)
permukaan jalan. Apis aus tidak diperhitungkan ikut memikul beban lalu
lintas.
KELOMPOK 4 13
REKAYASA JALAN RAYA II
Bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda dan
menyebarkan beban ke lapisan di bawahnya.
Lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah.
Bantalan terhadap lapisan permukaan.
Bahan-bahan untuk lapis pondasi atas ini harus cukup kuat dan awet
sehingga dapat menahan beban-beban roda.
KELOMPOK 4 14
REKAYASA JALAN RAYA II
Lapisan tanah dasar dapat berupa tanah asli yang dipadatkan jika
tanah aslinya baik, atau tanah urugan yang didatangkan dari tempat lain
atau tanah yang distabilisasi dan lain lain.
Ditinjau dari muka tanah asli, maka lapisan tanah dasar dibedakan atas :
KELOMPOK 4 15
REKAYASA JALAN RAYA II
KELOMPOK 4 16
REKAYASA JALAN RAYA II
Konstruksi Pondasi
Konstruksi Macadam
Konstruksi Telford
Konstruksi ini terdiri dari batu pecah berukuran 15/20 sampai 25/30
yang disusun tegak. Batu batu kecil di atasnya untuk menutup pori – pori
yang ada dan memberikan permukaan yang rata . konstruksi telford di
pakai sebagai lapisan pondasi.
Japat
Japat atau jalan agregat padat tahan cuaca adalah jenis jalan yang
dimaksudkan untuk mengutamakan berfungsinya dengan segera agar
selalu mampu melayani lalu lintas umum, menembus daerah baru atau
menghidupkan jalan mati. Digunakan sebagai sasaran antara atau sasaran
akhir, dan untuk mencapai pengadaan jaringan jalan yang seluas-luasnya
pada tingkat kemampuan Dana yang terbatas.
KELOMPOK 4 17
REKAYASA JALAN RAYA II
Soil Cement
Soil cement adalah campuran antara tanah dengan kadar semen dan air
dengan perbandingan 6% yang kemudian memadat sampai mencapai
kepadatan yang tinggi 15-20cm. Dalam arti yang lebih luas,soil cement
bisa diartikan sebagai material yang didapatkan melalui kegiatan
pencampuran dan pemadatan dari tanah, semen, air, dan penambahan zat
lainnya untuk membentuk suatu material dengan karakteristik tertentu.
Pada soil cement, semen digunakan sebagai agen pengikat butir ± butir
partikel tanah. Tetapi tidak sama dengan beton, meskipun setelah
mengeras terlihat seperti beton (American Concrete Institute1997 State-of-
the-Art Report on Soil Cement).
KELOMPOK 4 18
REKAYASA JALAN RAYA II
KELOMPOK 4 19
REKAYASA JALAN RAYA II
KELOMPOK 4 20
REKAYASA JALAN RAYA II
2) Perkerasan komposit
Yaitu perkerasan kaku denga pelat beton semen sebagai lapis pondasi dan
aspal beton sebagai lapis permukaan. Perkerasan kaku ini sering
digunakan sebagai runway lapangan terbang.
KELOMPOK 4 21
REKAYASA JALAN RAYA II
1. TANAH DASAR
1.1.Klasifikasi Tanah
Sistem klasifikasi tanah adalah suatu sistem pengaturan beberapa
jenis tanah yang berbeda-beda tetapi mempunyai sifat yang serupa
kedalam kelompok-kelompok dan subkelompok berdasarkan
pemakaiannya. Sistem klasifikasi memberikan suatu bahasa yang mudah
untuk menjelaskan secara singkat sifat-sifat umum dari tanah yang
bervariasi tanpa penjelasan yang terinci. Sebagian besar sistem klasifikasi
KELOMPOK 4 22
REKAYASA JALAN RAYA II
KELOMPOK 4 23
REKAYASA JALAN RAYA II
∗ PI ≤ LL – 30
ℵPI > LL – 30
KELOMPOK 4 24
REKAYASA JALAN RAYA II
b. Sistem Unified
Sistem ini pada mulanya diperkenalkan oleh Casagrande pada tahun
1942 untuk dipergunakan pada pekerjaan lapangan terbang yang
dilaksanakan oleh The Army Corps of Engineers selama perang dunia ke
II. Dalam rangka kerja sama dengan United States Bureau of Reclamation
tahun 1952, sistem ini disempurnakan. Pada masa kini, sistem klasifikasi
tersebut digunakan secara luas oleh para ahli teknik. Sistem klasifikasi
Unfied ini mengelompokan tanah kedalam beberapa kelompok besar,
yaitu:
1) Tanah berbutir kasar (coarse-grainedsoil), yaitu: tanah kerikil dan
pasir dimana kurang dari 50% berat total lolos ayakan Nc. 200.
Simbol dari kelompok ini dimulai dengan huruf awal G atau S. G
adalah untuk kerikil (gravel) atau tanah kerikil, dan S adalah untuk
pasir (sand) atau tanah berpasir.
2) Tanah berbutir halus (fine-grainedsoil), yaitu tanah dimana lebih dari
50% berat total contoh tanah lolos ayakan No. 200. Simbol dari
kelompok ini dimulai dengan huruf awal M untuk lanau (silt)
anorganik, C untuk lempung (clay) anorganik, dan O untuk lanau-
organik dan lempung-organik. Simbol PT digunakan untuk tanah
gambut (peat), rnuck, dan tanah-tanah lain dengan kadar organik yang
tinggi.
KELOMPOK 4 25
REKAYASA JALAN RAYA II
1) Persentase butiran yang lolos ayakan No. 200 (ini adalah fraksi halus).
2) Persentase fraksi kasar yang lolos ayakan No. 40.
3) Koefisien keseragaman (Uniformity Coefisien, CU) dan koefisien
gradasi (Gradition Coefisien, Cc) dan indeks plastisitas (PI) bagian
tanah yang Iclcs ayakan No. 40. (untuk tanah dimana 5% atau lebih
lolos ayakan No. 200).
KELOMPOK 4 26
REKAYASA JALAN RAYA II
perubahan kadar air dan mempunyai daya dukung yang lebih besar jika
dibandingkan dengan tanah yang sejenis dengan tingkat kepadatan lebih
rendah. Tingkat kepadatan dinyatakan dalam persentase berat volume
kering (pk) tanah terhadap berat volume kering maksimum (pk maks).
Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan kepadatan
standar (standard proctor) sesaui AASHTO T99-74 atau PB-0111, atau
dengan menggunakan pemeriksaan kepadatan berat (modified proctor)
sesaui AASHTO T180-74 atau PB-0112-76.
Daya dukung tanah dasar (subgrade) pada perencanaan perkerasan
lentur dinyatakan dengan nilai CBR (California Bearing Ratio). CBR
pertama kali diperkenalkan oleh California Division of Highways pada
tahun 1928. Orang yang banyak mempopulerkan metode ini adalah
O.J.Porter. CBR adalah perbandingan antara beban yang dibutuhkan untuk
penetrasi contoh tanah sebesar 0,1”/0,2” dengan beban yang ditahan batu
pecah standar pada penetrasi 0,1”/0,2”. Harganya dinyatakan dalam
persen. Jadi harga CBR adalah nilai yang menyatakan kwalitas tanah dasar
dibandingkan dengan bahan standar berupa batu pecah yang mempunyai
CBR sebesar 100% dalam memikul beban lalu lintas.
2. AGREGAT
Agregat atau batuan didefinisikan secara umum sebagai formasi kulit bumi
yang keras dan solid. Agregat merupakan komponen utama dari lapisan
perkerasan jalan yaitu mengandung 90% - 95% agregat berdasarkan
persentase berat atau 75% - 85% agregat berdasarkan persentase volume
(Sukirman, 1999). Dengan demikian kualitas perkerasan jalan ditentukan juga
dari sifat agregat dan hasil campuran agregat dengan material lain.
Pemilihan jenis agregat yang sesuai untuk digunakan pada konstruksi
perkerasan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu gradasi, kekuatan, bentuk
butir, tekstur permukaan, kelekatan terhadap aspal serta kebersihan dan sifat
kimia. Jenis dan campuran agregat sangat mempengaruhi daya tahan atau
stabilitas suatu perkerasan jalan (Kerbs and Walker, 1971).
KELOMPOK 4 27
REKAYASA JALAN RAYA II
2.1.Klasifikasi Agregat
A. Klasifikasi Agregat Berdasarkan Proses Terjadinya
Klasifikasi agregat berdasarkan asal kejadiannya dapat dibedakan
atas batuan beku (igneous rock), batuan sedimen, dan batuan metamorf
(batuan malihan).
1) Batuan Beku
Batuan beku terbentuk dari membekunya magma cair yang terdesak
ke permukaan pada saat gunung berapi meletus. Batuan beku ini
dibedakan menjadi dua, yaitu:
a) Batuan beku luar (extrusive igneous rock), berasal dari material yang
keluar dari bumi saat gunung meletus kemudian akibat dari pengaruh
cuaca mengalami pendinginan dan membeku. Pada umumnya batuan
beku jenis ini berbutir halus, contohnya adalah rhyolite, andesit, dan
basalt.
b) Batuan beku dalam (intrusive igneous rock), berasal dari magma
yang tidak dapat keluar dari bumi kemudian mengalami pendinginan
dan membeku secara perlahan. Pada umumnya batuan beku jenis ini
bertekstur kasar dan dapat ditemui di permukaan bumi karena proses
erosi dan gerakan bumi, contoh batuan jenis ini adalah granit,
gabbro, dan diorit.
2) Batuan Sedimen
Batuan sedimen berasal dari campuran mineral, sisa-sisa hewan, dan
tanaman. Batuan jenis ini terdapat pada lapisan kulit bumi, hasil endapan
di danau, laut, dan sebagainya. Berdasarkan cara pembentukannya batuan
sedimen dapat dibedakan atas:
a) Batuan sedimen yang dibentuk secara mekanik, seperti breksi,
konglomerat, batu pasir, dan batu lempung. Batuan jenis ini banyak
mengandung silika.
KELOMPOK 4 28
REKAYASA JALAN RAYA II
b) Batuan sedimen yang dibentuk secara organis, seperti batu bara, dan
opal. Batuan sedimen yang dibentuk secara kimiawi, seperti batu
gamping, garam, gift, dan flint.
3) Batuan Metamorf
Batuan ini umumnya berasal dari batuan sedimen ataupun batuan
beku yang mengalami proses perubahan bentuk akibat adanya perubahan
tekanan dan temperatur kulit bumi, contoh batuan jenis ini adalah marmer,
kwarsit, dan batuan metamorf yang berlapis, seperti batu sabak, filit, dan
sekis.
KELOMPOK 4 29
REKAYASA JALAN RAYA II
KELOMPOK 4 30
REKAYASA JALAN RAYA II
2) Agregat halus, agregat dengan ukuran butir lebih halus dari saringan
No.4 (4,75 mm)
3) Bahan pengisi (filler), bagian dari agregat halus yang minimum 85 %
lolos saringan No.200 (0,075 mm), non-plastis, tidak mengandung
bahan organik, tidak menggumpal, kadar air maksimum 1%.
2.2.Klasifikasi Agregat
Sifat dan kwalitas agregat menentukan kemampuannya dalam
memikul beban lalu lintas. Agregat dengan kwalitas dan sifat yang baik
dibutuhkan untuk lapisan permukaan yang langsung menerima beban lalu
lintas dan menyebarkannya ke lapisan dibawahnya. Sifat agregat yang
menentukan kwalitasnya sebagai bahan konstruksi perkerasan jalan dapat
dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kelompok yaitu:
1) Kemampuan dan keawetan (strength and durability) lapisan perkerasan
dipengaruhi oleh gradasi, ukuran maksimum, kadar lempung, kekerasan
dan ketahanan (toughness and durability) bentuk butir serta tekstur
permukaan.
2) Kemampuan dilapisi aspal dengan baik, yang dipengaruhi oleh
porositas, kemungkinan basah dan jenis agregat yang digunakan.
3) Kemudahan dalam pelaksanaan dan menghasilkan lapisan yang nyaman
dan aman, yang dipengaruhi oleh tahanan geser (skid resistance) serta
campuran yang memberikan kemudahan dalam pelaksanaan
(bituminous mix durability).
A. Gradasi
Gradasi/distribusi partikel-partikel ukuran agregat merupakan hal
yang penting dalam menentukan stabilitas perkerasan. Gradasi agregat
mempengaruhi besarnya rongga antara butir yang akan menentukan
stabilitas dan kemudahan dalam proses pelaksanaan. Gradasi agregat
diperoleh dari hasil analisis ayakan. Gradasi agregat dapat dibedakan atas:
1) Gradasi Seragam (Uniform Graded) atau Gradasi Terbuka
Adalah gradasi agregat dengan ukuran yang hampir sama, mengandung
agregat halus sedikit sehingga tidak dapat mengisi rongga antar agregat.
Agregat dengan gradasi seragam menghasilkan lapisan perkerasan
KELOMPOK 4 31
REKAYASA JALAN RAYA II
KELOMPOK 4 32
REKAYASA JALAN RAYA II
C. Kadar Lempung
Yang dipergunakan adalah agregat yang lolos ayakan ukuran 4,75
mm (No.4) dan tertahan ayakan ukuran 0,30 mm (No.50). Kadar lempung
pada agregat dibatasi, maksimal 0,25%. Beberapa hal yang perlu
diperhatikan adalah sebagai berikut:
- Lempung yang melapisi agregat dapat mengurangi ikatan antara
agregat dan aspal sehingga dapat menyebabkan pengelupasan.
- Luas permukaan agregat menjadi lebih besar sehingga tebal lapisan
aspal menipis dan mudah mengalami oksidasi yang berakibat
mempercepat pengerasan aspal, sehingga aspal menjadi lebih getas.
- Lempung menyerap air, di mana air dapat melunakkan aspal, sehingga
campuran menjadi lebih lemah dan cepat rusak.
- Pengujian kadar lempung untuk agregat kasar, dilaksanakan dengan
mencari selisih berat dari agregat kering sebelum dicuci dengan
agregat kering setelah dicuci. Selisih berat ini dibagi dengan agregat
kering sebelum dicuci (%). Dengan rumus perhitungan sebagai berikut:
Keterangan :
P = gumpalan lempung dan butir-butir mudah pecah dalam agregat
w = berat benda uji (gram)
KELOMPOK 4 33
REKAYASA JALAN RAYA II
Keterangan:
A = Skala pembacaan permukaan lumpur
B = Skala pembacaan pasir
Keterangan:
a = berat benda uji semula, dinyatakan dalam gram,
b = berat benda uji tertahan ayakan no. 12 (1,70 mm) dinyatakan
dalam gram.
KELOMPOK 4 34
REKAYASA JALAN RAYA II
Keterangan:
X = persentase bahan yang lolos saringan setelah pengujian (%)
Y = persentase bahan yang lolos saringan setelah pengujian (%)
A = persentase gradasi benda uji masing-masing fraksi (%)
B = berat benda uji awal (gram)
C = berat benda uji tertahan saringan setelah pengujian (gram)
KELOMPOK 4 35
REKAYASA JALAN RAYA II
KELOMPOK 4 36
REKAYASA JALAN RAYA II
Keterangan:
V = volume agregat halus dalam silinder
W = berat agregat halus
Gsb = berat jenis kering oven agregat halus
KELOMPOK 4 37
REKAYASA JALAN RAYA II
KELOMPOK 4 38
REKAYASA JALAN RAYA II
Keterangan:
Vp = volume pori yang dapat diresapi air
V = volume total dari agregat
Vi = volume pori yang tidak dapat diresapi air
Vs = volume partikel agregat
Ws = berat kering partikel agregat
γw = berat volume air
KELOMPOK 4 39
REKAYASA JALAN RAYA II
Keterangan :
DL = Dilatomeric Liquid (cairan yang tidak bereaksi dengan filler)
dDL= kepadatan dari DL
A = Tabung/gelas dengan penutup tanpa air
B = Tabung/gelas dengan penutup berisi air
C = Tabung/gelas dengan penutup berisi Dilatomeric Liquid
D = Tabung/gelas dengan penutup berisi air + filler
E = Tabung/gelas dengan penutup berisi Dilatomeric Liquid +
filler
Bk = berat benda uji kering oven (gram)
B = berat piknometer berisi air (gram)
Bt = berat piknometer berisi benda uji dan air (gram)
KELOMPOK 4 40
REKAYASA JALAN RAYA II
Keterangan:
X = % agregat halus
S = % titik tengah spec limit dari saringan yang dikehendaki
F = % agregat halus lewat saringan tertentu
C = % agregat kasar lewat saringan tertentu
3) Cara Grafis
a. Cara grafis untuk pencampuran 2 fraksi agregat
Cara ini adalah penggabungan agregat yang dilakukan dengan
menggambarkan grafik hubungan antara persentase butir-butir lolos
ayakan dari setiap agregat yang digunakan dengan persentase lolos
ayakan spesifikasi limit. Penentuan gradasi dari kedua fraksi agregat
yang akan dicampur melalui pemeriksaan analisis ayakan. Persen
lolos untuk fraksi agregat kasar digambarkan pada bagian sebelah
kanan dan untuk fraksi agregat halus di bagian kiri. Garis yang
menghubungkan titik tepi sebelah kanan dan kiri dari persen lolos
masing-masing fraksi untuk gradasi yang sama menunjukkan garis
ukuran ayakan dari persen lolos yang dimaksud. Penggabungan
agregat digambarkan dengan menggunakan gambar bujur sangkar
dengan ukuran (10 x 10) cm.
KELOMPOK 4 41
REKAYASA JALAN RAYA II
3. LATEKS
Lateks kebun adalah cairan getah berwarna putih yang diperoleh dengan
cara penyadapan (membuka pembuluh lateks) pada kulit tanaman karet.
Lateks memiliki sifat-sifat unggul dan sifat-sifat yang lemah sbb :
1) Lateks bersifat keras dan elastis, tetapi akan melunak dan lengket bila
berada pada suhu yang tinggi dan mengeras dan padat pada suhu rendah.
2) Memiliki daya elastisitas tinggi.
3) Memiliki ketahanan terhadap daya gesek dan kekuatan tensil rendah.
4) Larut dalam larutan ether, carbon disulphide, carbon tetrachloride,
turpentine dan minyak tanah.
Besarnya efektifitas penambahan karet ke dalam aspal tergantung dari luas
partikel karet yang distribusi dalam aspal. Campuran sangat efektif jika semua
partikel karet terdistribusi dengan baik di dalam aspal. Faktor lain yang
mempengaruhi efektifitas campuran adalah jenis, jumlah dan ukuran partikel
KELOMPOK 4 42
REKAYASA JALAN RAYA II
KELOMPOK 4 43
REKAYASA JALAN RAYA II
4) Kekakuan struktur
Karet dapat meningkatkan kekakuan aspal tanpa membuatnya rapuh.
Dengan demikian, campuran beraspal karet memiliki kemampuan
penyebaran yang lebih besar. Jika dua jalan dibangun dengan ketebalan
yang sama, perkerasan aspal karet akan melendut lebih kecil akibat lalu
lintas dan akan diperkirakan berumur lebih lama dari pada menggunakan
aspal tanpa karet.
Bahan kimia yang umum digunakan untuk pengawetan lateks kebun
adalah larutan amoniak karena harganya cukup murah dan cukup efektif.
Dosis pemberian amoniak dalam lateks kebun harus disesuaikan dengan
lamanya waktu yang dibutuhkan, proses pengolahan di pabrik dan jenis
mutu karet yang diperlukan.
4. ASPAL
Aspal merupakan material perekat berwarna hitam atau cokelat tua dengan
unsur utama bitumen, pada temperatur ruang berbentuk padat, sampai agak
padat dan bersifat termoplastis. Aspal yang umum digunakan saat ini berasal
dari salah satu hasil proses destilasi minyak bumi. Sebagai salah satu material
konstruksi perkerasan lentur, aspal merupakan salah satu komponen kecil
yang umumnya 4-10% berdasarkan berat atau 5-10% berdasarkan volume.
Aspal yang digunakan pada konstruksi perkerasan jalan berfungsi sebagai
(Sukirman, 1999):
1) Bahan pengikat, memberikan ikatan yang kuat antara aspal dan agregat
serta antara aspal itu sendiri.
2) Bahan pengisi, mengisi rongga antar butir-butir agregat dan pori-pori
yang ada dari agregat itu sendiri.
KELOMPOK 4 44
REKAYASA JALAN RAYA II
4.1.Jenis Aspal
A. Berdasarkan Cara Memperolehnya
Berdasarkan cara memperolehnya, aspal dibedakan atas aspal alam,
dan aspal buatan, dengan penjelasan sebagai berikut:
1) Aspal alam
Aspal alam merupakan campuran antara bitumen dengan bahan
mineral lainnya dalam bentuk batuan. Aspal ini dapat dibedakan
menjadi:
a. Aspal gunung (rock asphalt), seperti aspal di Pulau Buton.
b. Aspal danau( lake asphalt), seperti di Trinidad.
2) Aspal buatan
a. Aspal minyak adalah aspal yang merupakan residu destilasi
minyak bumi. Minyak bumi dapat menghasilkan residu jenis
asphaltic base crude oil yang banyak mengandung aspal, parafin
base crude oil yang banyak mengandung parafin, atau mixed base
crude oil yang banyak mengandung campuran antara parafin dan
aspal. Untuk perkerasan jalan umumnya digunakan aspal minyak
jenis asphaltic base crude oil.
b. Tar adalah suatu cairan yang diperoleh dari proses karbonasi
(destilasi destruktif tanpa udara/oksigen) suatu material organik
misalnya kayu atau batu bara.
KELOMPOK 4 45
REKAYASA JALAN RAYA II
KELOMPOK 4 46
REKAYASA JALAN RAYA II
4.2.Sifat Aspal
Aspal mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
a. Daya tahan (Durability)
Daya tahan aspal adalah kemampuan aspal mempertahankan sifat
asalnya akibat pengaruh cuaca selama masa pelayanan jalan.
b. Adhesi dan kohesi
Adhesi yaitu ikatan antara aspal dan agregat pada campuran aspal
beton. Sifat ini dievaluasi dengan menguji sepesimen dengan test
stabilitas Marshall. Kohesi adalah ketahanan aspal untuk tetap
mempertahankan agregat tetap di tempatnya setelah terjadi
pengikatan.
c. Kepekaan terhadap temperature
Aspal adalah bahan yang termoplastis, berarti akan menjadi keras atau
lebih kental jika temperatur berkurang dan akan lunak jika
temperature bertambah.
d. Kekerasan aspal
Aspal pada proses pencampuran dipanaskan dan dicampur dengan
agregat sehingga dilapisi aspal atau disiramkan ke permukaan agregat
yang telah disiapkan pada proses pelaburan. Pada proses pelaksanaan,
terjadi oksidasi yang menyebabkan aspal menjadi getas. Peristiwa
perapuhan terus berlangsung selama masa pelaksanaan. jadi, selama
masa pelayanan, aspal mengalami proses oksidasi yang besar yang
dipengaruhi oleh ketebalan aspal yang menyelimuti agregat. Semakin
tipis lapisan aspal, semakin besar tingkat kerapuhan yang terjadi.
KELOMPOK 4 47
REKAYASA JALAN RAYA II
4.3.Pemeriksaan Aspal
Sifat-sifat aspal harus selalu diperiksa dan aspal yang memenuhi syarat
yang telah ditetapkan dapat dipergunakan sebagai bahan pengikat
perkerasan lentur.
Pemeriksaan yang dilakukan untuk aspal keras adalah sebagai berikut:
a. Pemeriksaan Penetrasi Aspal
Pemeriksaan penetrasi aspal bertujuan untuk memeriksa tingkat
kekerasan aspal. Pengujian dilaksanakan pada suhu 25ºC dan
kedalaman penetrasi diukur setelah beban dilepaskan selama 5 detik.
b. Pemeriksaan Titik Lembek (Softening Point Test)
Pemeriksaan titik lembek bertujuan untuk mengetahui kepekaan aspal
terhadap temperatur. Suhu pada saat aspal mulai menjadi lunak
tidaklah sama pada setiap hasil produksi aspal walaupun mempunyai
nilaipenetrasi yang sama. Titik lembek adalah suhu rata-rata (dengan
beda suhu = 1º C) pada saat bola baja menembus aspal karena leleh
dan menyentuh plat dibawahnya (sejarak 1 inch = 25,4mm). Pengujian
dilaksanakan denga alat ‘Ring and Ball Apparatus’. Manfaat dari
pengujian titik lembek ini adalah digunakan untuk menentukan
temperatur kelelehan dari aspal.
c. Pemeriksaan Titik Nyala dan Titik Bakar
Pemeriksaan titik nyala dan titik bakar bertujuan untuk menentukan
suhu pada aspal terlihat nyala singkat di permukaan aspal (titik nyala)
dan suhu pada saat terlihat nyala sekurang-kurangnya 5 detik. Titik
nyala dan bakar perlu diketahui untuk memperkirakan temperatur
maksimum pemanasan aspal sehingga aspal tidak terbakar.
d. Pemeriksaan Kehilangan Berat Aspal
Pemeriksaan dilakukan bertujuan untuk mengetahui pengurangan
berat akibat penguapan bahan-bahan yang mudah menguap dalam
aspal. Penurunan berat menunjukkan adanya komponen aspal yang
menguap yang dapat berakibat aspal mengalami pengerasan yang
eksesif/berlebihan sehingga menjadi getas (rapuh) bila pengurangan
berat melebihi syarat maksimalnya. Pengujian ini dilanjutkan dengan
KELOMPOK 4 48
REKAYASA JALAN RAYA II
Keterangan :
δ = berat jenis aspal
A = berat piknometer (dengan penutup) (gram)
B = berat piknometer berisi air (gram)
C = berat piknometer berisi aspal (gram)
D = berat piknometer berisi aspal dan air (gram)
KELOMPOK 4 49
REKAYASA JALAN RAYA II
Catatan :
1. Hasil pengujian adalah untuk bahan pengikat (bitumen) yang diektraksi
dengan menggunakan metode SNI 2490:2008. Kecuali untuk pengujian
kelarutan dan gradasi mineral dilaksanakan pada seluruh bahan
pengikat termasuk kadar mineralnya.
2. Untuk pengujian residu aspal Tipe II dapat mengajukan metode
pengujian alternatif untuk viskositas bilamana sifat-sifat elastometrik
atau lainnya didapati berpengaruh terhadap akurasi pengujian penetrasi
atau standar lainnya.
3. Viscositas diuji juga pada temperatur 100oC dan 160oC untuk tipe I,
untuk tipe II pada temperatur 100oC dan 170oC.
KELOMPOK 4 50
REKAYASA JALAN RAYA II
Asphalt Concrete (AC) disebut juga dengan nama Laston (Lapisan Aspal
Beton) adalah beton aspal yang terdiri dari campuran aspal keras dan agregat
bergradasi menerus, dicampur, dihampar, dan dipadatkan pada suhu tertentu
yang umumnya digunakan untuk jalan-jalan dengan beban lalu lintas berat.
Asphalt Concrete-Wearing Course (AC-WC)/ Lapis Aus Aspal Beton dapat
berfungsi sebagai pendukung beban lalu lintas, sebagai lapis kedap air
sekaligus sebagai pelindung konstruksi dibawahnya, sebagai lapisan aus, dan
berfungsi menyediakan permukaan jalan yang rata dan tidak licin. Penggunaan
AC-WC yaitu untuk lapis permukaan (paling atas) dalam perkerasan dan
KELOMPOK 4 51
REKAYASA JALAN RAYA II
2. Agregat halus
Agregat halus adalah agregat yang lolos saringan No.4 (4,75mm) dan
tertahan pada saringan No.200 (0,075 mm). Agregat yang digunakan
harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
KELOMPOK 4 52
REKAYASA JALAN RAYA II
- Agregat halus harus terdiri dari pasir alam atau pasir buatan atau
pasir terak atau gabungan dari bahan-bahan tersebut yang
keadaannya bersih, kering, kuat, bebas dari gumpalan-gumpalan
lempung dan bahan-bahan lain yang mengganggu.
- Mempunyai angularitas sesuai syarat. Angularitas agregat halus
didefinisikan sebagai persen rongga udara pada agregat lolos ayakan
No.4 (4,75mm) yang dipadatkan dengan berat sendiri.
- Pasir alam dapat digunakan dalam campuran AC sampai suatu batas
yang tidak melampaui 15% terhadap berat total campuran.
Tabel 2.5 Ketentuan Agregat Halus
KELOMPOK 4 53
REKAYASA JALAN RAYA II
5.3.Persyaratan Campuran
Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan, maka campuran harus
dirancang sampai memenuhi semua ketentuan yang diberikan dalam
spesifikasi.
Komposisi rencana campuran Laston berada dalam batas-batas rencana
yang diberikan pada Tabel berikut.
KELOMPOK 4 54
REKAYASA JALAN RAYA II
6.1.Pengujian Material
Sebelum merencanakan campuran aspal, terlebih dahulu harus
melaksanakan pengujian material : agregat kasar, agregat halus, filler dan
aspal. Sifat-sifat material harus memenuhi spesifikasi yang ditentukan.
KELOMPOK 4 55
REKAYASA JALAN RAYA II
Keterangan:
P = % material lolos ayakan d (mm)
D = diameter agregat maksimum (mm)
F = % filler
n = nilai eksponensial yang mempengaruhi kecekungan garis gradasi
Nilai n =0,45 banyak dipilih untuk memberikan agregat interlock
optimal (Thanaya and Zoorob, 2002)
KELOMPOK 4 56
REKAYASA JALAN RAYA II
KELOMPOK 4 57
REKAYASA JALAN RAYA II
dan data-data yang sudah ada. Sebagai pedoman umum, suhu pemanasan
untuk material campuran laston dilaksanakan sebagai berikut:
- Temperatur pemanasan agregat maksimum : 175 ºC
- Temperatur pemanasan aspal = temperatur pemanasan agregat dengan
perbedaan maksimal 15ºC, yang umumnya berkisar sebagai berikut:
Temperatur pemanasan aspal penetrasi 60/70 : 130 – 165 ºC
Temperatur pemanasan aspal penetrasi 80/100 : 124 – 162 ºC
- Temperatur pemadatan di lab : 110 – 135ºC
- Pada pelaksanaan di lapangan temperatur penghamparan: = 124ºC
- Temperatur pemadatan awal di lapangan minimum : 120ºC
- Temperatur pemadatan akhir di lapangan minimum : 60ºC (masih diatas
titik lembek aspal).
Atau dapat menggunakan pedoman lainnya dalam menentukan suhu
pemanasan untuk material campuran khususnya yang menggunakan aspal
penetrasi 60/70, seperti pada Tabel berikut.
Tabel 2.8 Suhu Pemanasan untuk Material Campuran
KELOMPOK 4 58
REKAYASA JALAN RAYA II
Mould (cetakan sampel) dengan diameter 4 inch (101,6 mm) dan tinggi
3 inch (75 mm) dilengkapi colar mould ( mould tambahan), dan alat
pencampur (mixer) atau sendok pengaduk metal, dan batang besi perojok/
penusuk juga perlu dipanaskan (dapat dipanaskan pada temperatur sama
dengan temperatur pemanasan aspal).
6.9.Pemadatan Sampel
Sebaiknya semua peralatan dipanaskan untuk mempertahankan
temperatur dan kemudahan pelaksanaan (workability). Pemadatan
dilakukan sesuai dengan jumlah tumbukan sebagai berikut:
a) Untuk pemadatan sedang (Latasir): 2 x 50 tumbukan
b) Untuk pemadatan berat (Laston dan Lataston): 2 x 75 tumbukan
c) Berat alat tumbuk : 4,5 kg
d) Tinggi jatuh : 18” = 45,7 cm
KELOMPOK 4 59
REKAYASA JALAN RAYA II
Keterangan:
Gsb = Berat jenis bulk total agregat
P1,P2,P3 = Presentase masing-masing fraksi agregat
G1, G2,G3 = Berat jenis bulk masing-masing fraksi agregat
Berat jenis bulk bahan pengisi sulit ditentukan dengan teliti. Namun
demikian, jika berat jenis nyata (apparent) bahan pengisi
dimasukkan, maka penyimpangan yang timbul dapat diabaikan.
b) Berat Jenis Efektif Agregat
Berat Jenis efektif campuran (Gse) rongga dalam partikel agregat
yang menyerap aspal, dapat ditentukan dengan rumus:
KELOMPOK 4 60
REKAYASA JALAN RAYA II
Keterangan:
Gse = Berat jenis efektif agregat
P1,P2,P3 = Presentase masing-masing fraksi agregat
Gse1, Gse2,Gse3 = Berat jenis efektif masing” fraksi agregat
c) Berat Jenis Maksimum Campuran
Berat jenis maksimum campuran, Gmm pada masing-masing kadar
aspal diperlukan untuk menghitung kadar rongga masing-masing
kadar aspal. Ketelitian hasil uji terbaik adalah bila kadar aspal
campuran mendekati kadar aspal optimum. Sebaiknya pengujian
berat Jenis maksimum dilakukan dengan benda uji sebanyak
minimum dua buah (duplikat) atau tiga buah (triplikat). Selanjutnya
Berat Jenis Maksimum (Gmm) campuran untuk masing-masing
kadar aspal dapat dihitung menggunakan berat jenis efektif (Gse)
rata-rata sebagai berikut:
Keterangan:
Gmm = Berat Jenis Maksimum Campuran, Rongga Udara nol
Pmm = Persen berat total campuran (= 100)
Ps = Kadar agregat, persen terhadap berat total campuran
Pb = Kadar aspal, persen terhadap berat total campuran
Gse = Berat jenis efektif agregat
Gb = Berat jenis aspal
d) Penyerapan Aspal
Penyerapan aspal dinyatakan dalam persen terhadap berat agregat
total, tidak terhadap berat campuran. Perhitungan penyerapan aspal
(Pba) adalah sebagai berikut:
KELOMPOK 4 61
REKAYASA JALAN RAYA II
Keterangan:
Pba = Penyerapan aspal, persen total agregat
Gsb = Berat jenis bulk agregat
Gse = Berat jenis efektif agregat
Gb = Berat jenis aspal
e) Kadar Aspal Efektif
Kadar aspal efektif (Pbe) Campuran beraspal adalah kadar aspal total
dikurangi jumlah aspal yang terserap oleh partikel agregat. Kadar
aspal efektif ini akan menyelimuti permukaan agregat bagian luar
yang pada akhirnya akan menentukan kinerja perkerasan beraspal.
Rumus kadar aspal efektif adalah:
Keterangan:
Pbe = Kadar aspal efektif, persen total campuran
Pb = Kadar aspal, persen total campuran.
Pba = Penyerapan aspal, persen total agregat
Ps = Kadar agregat, persen total campuran.
f) Rongga di antara Mineral Agregat (VMA)
VMA (Voids in Mineral aggregate) adalah ruang di antara partikel
agregat pada suatu perkerasan beraspal, termasuk rongga udara dan
volume aspal efektif (tidak termasuk volume aspal yang diserap
agregat). VMA dihitung berdasarkan Berat Jenis Bulk (Gsb) agregat
dan dinyatakan sebagai persen volume Bulk campuran yang
dipadatkan. VMA dapat dihitung pula terhadap berat campuran total
atau terhadap berat agregat total (Lihat Rumus 2.13).
Perhitungan VMA terhadap campuran total adalah dengan rumus
berikut:
KELOMPOK 4 62
REKAYASA JALAN RAYA II
Keterangan:
VMA = Rongga di antara Mineral Agregat, persen volume bulk
Gsb = Berat jenis bulk agregat
Gmb = Berat jenis bulk campuran padat
Ps = Kadar agregat, persen total campuran
Keterangan:
VMA = Rongga di antara Mineral Agregat, persen volume bulk
Gsb = Berat jenis bulk agregat
Gmb = Berat jenis bulk campuran padat
Pb = Kadar aspal, persen total campuran
g) Rongga di Dalam Campuran (VIM)
VIM (Voids In Mix) dalam campuran perkerasan beraspal terdiri
atas ruang udara di antara partikel agregat yang terselimuti aspal.
Volume rongga udara dalam persen dapat ditentukan dengan rumus
berikut:
Keterangan:
VIM = Ronga udara campuran, persen total campuran
Gmb = Berat jenis bulk campuran padat
Gmm = Berat Jenis Maksimum Campuran
h) Rongga Terisi Aspal (VFB)
VFB (Voids Filled with Bitumen) adalah persen rongga yang
terdapat di antara partikel agregat (VMA) yang terisi oleh aspal,
KELOMPOK 4 63
REKAYASA JALAN RAYA II
tidak termasuk aspal yang diserap oleh agregat. Rumus VFB adalah
sebagai berikut:
Keterangan:
VFB = Rongga Terisi Aspal, persen VMA
VMA = Rongga di antara Mineral Agregat, persen volume bulk.
VIM = Rongga di dalam campuran, persen total campuran
i) Gambaran Volumetrik Campuran Beraspal
Gambaran volumetrik campuran beraspal seperti yang ditunjukkan
pada Gambar berikut.
KELOMPOK 4 64
REKAYASA JALAN RAYA II
KELOMPOK 4 65
REKAYASA JALAN RAYA II
Tabel 2.9 Konversi pembacaan dial gauge stabilitas ke kN untuk alat uji tekan
Marshall model H-4454.100
KN DEFL KN DEFL KN DEFL KN DEFL KN DEFL
0 1.5 4.445 263.5 15.557 926.5 26.669 1600.5 37.781 2285.7
0.089 6.7 4.667 276.7 15.779 939.8 26.892 1614.1 38.004 2299.5
0.178 11.9 4.889 289.8 16.002 953.2 27.114 1627.7 38.226 2313.3
0.267 17.2 5.112 303 16.224 966.6 27.336 1641.3 38.448 2327.1
0.356 22.4 5.334 316.2 16.446 980 27.558 1654.9 38.67 2341
0.444 27.6 5.556 329.3 16.668 993.4 27.781 1668.5 38.893 2354.8
0.533 32.8 5.778 342.5 16.891 1006.8 28.003 1682.1 39.115 2368.6
0.622 38.1 6.001 355.7 17.113 1020.2 28.225 1695.8 39.337 2382.5
0.711 43.3 6.223 368.9 17.335 1033.6 28.447 1709.4 39.559 2396.3
0.8 48.5 6.445 382.1 17.557 1047 28.669 1723 39.782 2410.2
0.889 53.8 6.667 395.2 17.78 1060.4 28.892 1736.7 40.004 2424
0.978 59 6.89 408.4 18.002 1073.8 29.114 1750.3 40.226 2437.9
1.067 64.2 7.112 421.6 18.224 1087.2 29.336 1763.9 40.448 2451.8
1.156 69.5 7.334 434.8 18.446 1100.7 29.558 1777.6 40.671 2465.6
1.245 74.7 7.556 448 18.669 1114.1 29.781 1791.2 40.893 2479.5
1.333 79.9 7.779 461.3 18.891 1127.5 30.003 1804.9 41.115 2493.4
1.422 85.2 8.001 474.5 19.113 1141 30.225 1818.6 41.337 2507.3
1.511 90.4 8.223 487.7 19.335 1154.4 30.447 1832.2 41.56 2521.2
1.6 95.6 8.445 500.9 19.557 1167.8 30.67 1845.9 41.782 2535.1
1.689 100.9 8.668 514.1 19.78 1181.3 30.892 1859.6 42.004 2548.9
1.778 106.1 8.89 527.4 20.002 1194.8 31.114 1873.2 42.226 2562.9
1.867 111.3 9.112 540.6 20.224 1208.2 31.336 1886.9 42.449 2576.8
1.956 116.6 9.334 553.9 20.446 1221.7 31.559 1900.6 42.671 2590.7
2.045 121.8 9.556 567.1 20.669 1235.2 31.781 1914.3 42.893 2604.6
2.134 127.1 9.779 580.4 20.891 1248.6 32.003 1928 43.115 2618.5
2.222 132.2 10.001 593.6 21.113 1262.1 32.225 1941.7 43.338 2632.4
2.311 137.5 10.223 606.9 21.335 1275.6 32.448 1955.4 43.56 2646.4
2.4 142.8 10.445 620.1 21.558 1289.1 32.67 1969.1 43.782 2660.3
2.489 148 10.668 633.4 21.78 1302.6 32.892 1982.8 44.004 2674.2
2.578 153.3 10.89 646.7 22.002 1316.1 33.114 1996.6 44.227 2688.2
2.667 158.5 11.112 660 22.224 1329.6 33.337 2010.3 44.449 2702.1
2.756 163.8 11.334 673.2 22.447 1343.1 33.559 2024 44.671 2716.1
2.845 169 11.557 686.5 22.669 1356.6 33.781 2037.7 44.893 2730
2.934 174.2 11.779 699.8 22.891 1370.1 34.003 1051.5 45.116 2744
3.023 179.5 12.001 713.1 23.113 1383.6 34.226 1065.2 45.338 2757.9
3.111 184.7 12.223 726.4 23.336 1397.1 34.448 2079 45.56 2771.9
3.2 190 12.446 739.7 23.558 1410.7 34.67 2092.7 45.782 2785.9
3.289 195.2 12.668 753 23.78 1424.2 34.892 2106.5 46.005 2799.8
3.378 200.5 12.89 766.4 24.002 1437.7 35.115 2120.2 46.227 2813.8
3.467 205.7 13.112 779.7 24.225 1451.3 35.337 2134 46.449 2827.8
3.556 211 13.335 793 24.447 1464.8 35.559 2147.8 46.671 2841.8
3.645 216.2 13.557 806.3 24.669 1478.4 35.781 2161.5 46.894 2855.8
3.734 221.5 13.779 819.7 24.891 1491.9 36.004 2175.3 47.116 2869.8
3.823 226.7 14.001 833 25.114 1505.5 36.226 2189.1 47.338 2883.8
3.911 232 14.224 846.3 25.336 1519 36.448 2202.9 47.56 2897.8
4 237.3 14.446 859.7 25.558 1532.6 36.67 2216.7 47.782 2911.8
4.089 242.5 14.668 873 25.78 1546.2 36.893 2230.5 48.005 2925.8
4.178 247.8 14.89 886.4 26.003 1559.8 37.115 2244.3 48.227 2939.9
4.267 253 15.113 899.7 26.225 1573.3 37.337 2258.1 48.449 2953.9
4.356 258.3 15.335 913.1 26.447 1586.9 37.559 2271.9 48.671 2967.9
KELOMPOK 4 66
REKAYASA JALAN RAYA II
KELOMPOK 4 67
REKAYASA JALAN RAYA II
KELOMPOK 4 68
REKAYASA JALAN RAYA II
KELOMPOK 4 69
REKAYASA JALAN RAYA II
KELOMPOK 4 70
REKAYASA JALAN RAYA II
1. FUNGSI JALAN
KELOMPOK 4 71
REKAYASA JALAN RAYA II
KELOMPOK 4 72
REKAYASA JALAN RAYA II
KELOMPOK 4 73
REKAYASA JALAN RAYA II
KELOMPOK 4 74
REKAYASA JALAN RAYA II
KELOMPOK 4 75
REKAYASA JALAN RAYA II
roda, kekasaran permukaan dan lain sebagainya yang terjadi selama umur
jalan tersebut. Indeks permukaan bervariasi dari angka 0-5, masing-masing
angka menunjukkan fungsi pelayanan sebagai berikut.
Tabel 2.11 Nilai Indeks Permukaan
Indeks Permukaan (IP) Fungsi Pelayanan
4-5 Sanga baik
3-4 Baik
2-3 Cukup
1-2 Kurang
0-1 Sangat kurang
Jalan dengan lapis aspal beton yang baru dibuka untuk umum merupakan
contoh jalan dengan nilai IP=4,2
Indeks Kondisi Jalan (Road Condition Index =RCI) adalah skala dari
tingkat kenyamanan atau kinerja dari jalan, dapat diperoleh dengan hasil
dari pengukuran dengan alat roughometer atau secara visual. Skala angka
bervariasi dari 2-10, dengan pengertian sebagai berikut :
Tabel 2.12 Indeks Kondisi Jalan (RCI)
RCI Kondisi Permukaan Jalan Secara Visual
8-10 - Sangat rata dan teratur
7-8 - Sangat baik, umumnya rata
6-7 - Baik
5-6 - Cukup, sedikit/tidak ada lubang, permukaan jalan
4-5 tidak rata
3-4 - Jelek, kadang-kadang ada lubang, permukaan jalan
2-3 tidak rata
≤2 - Rusak, bergelombang, banyak lubang
- Rusak berat, banyak lubang dan seluruh daerah
perkerasan hancur
- Tidak dapat dilalui kecuali dengan 4WD jeep
KELOMPOK 4 76
REKAYASA JALAN RAYA II
3. UMUR RENCANA
Umur rencana perkerasan jalan adalah jumlah tahun dari saat jalan tersebut
dibuka untuk lalu lintas kendaraan sampai diperukan suatu perbaikan yang
bersifat strukturan (sampai diperlukan overlay lapisan perkerasan). Selama
umur rencana tersebut pemeliharaan perkerasan jalan tetap harus dilakukan,
seperti lapisan nonstruktural yang berfungsi sebagai lapisan aus. Umur
rencana untuk perkerasan lentur jalan yang baru umumnya diambil 20 tahun
dan untuk peningkatan jalan 10 tahun. Umur rencana yang lebih besar dari 20
tahun tidak lagi ekonomis karena perkembangan lalu lintas yang terlalu besar
dan sukar untuk mendapatkan ketelitian yang memadai (tambahan tebal
lapisan perkerasan menyebabkan biaya awal yang cukup tinggi).
4. LALU LINTAS
Tebal lapisan perkerasan jalan ditentukan dari beban yang akan dipikul,
hal ini berhubungan dengan arus lalu lintas yang hendak melewati jalan
tersebut. Besarnya arus lalu lintas dapat diperoleh dari :
1) Analisa lalu lintas saat ini, sehingga diperoleh data mengenai : jumlah
kendaraan yang akan memakai jalan, jenis kendaraan, konfigurasi sumbu
dari setiap jenis kendaraan, serta beban masing-masing sumbu kendaraan.
Pada perencanaan jalan baru perkiraan volume lalu lintas ditentukan
dengan menggunakan hasil surveri volume lalu lintas di deket jalan
tersebut dan analisa pola lalu lintas disekitar lokasi jalan.
2) Perkiraan faktor pertumbuhan lalu lintas selama umur rencana, antara lain
berdasarkan atas analisa ekonomi dan sosial daerah tersebut.
KELOMPOK 4 77
REKAYASA JALAN RAYA II
KELOMPOK 4 78
REKAYASA JALAN RAYA II
dimana perhitungan dilakukan, dapat diperoleh data lalu lintas harian rata-
rata (LHR) yang representatif.
Saat ini Indonesia telah mempunyai pos-pos rutin perhitungan volume
lalu lintas yang merupakan pos yang dipilih sepanjang jaringan halan yang
ada yang dapat dibagi atas 3 (tiga) kelas yaitu :
1. Kelas A, adalah pos yang terletak pada ruas jalan dengan lalu lintas
padat, dimana perhitungannya dilakukan terus-menerus secara
otomatis selama setahun, disamping itu juga dilakukan perhitungan
secara manual selama 7 x 24 jam yang dilakukan setiap hari ke 52.
2. Kelas B, adalah pos yang terletak pada ruas jalan denganlalu lintas
sedang, dimana perhitungannya dilakukan secara manual selama 7 x
24 jam yang dilakukan setiap hari ke 52.
3. Kelas C, adalah pos yang terletak pada ruas jalan dengan lalu lintas
rendah, dimana perhitungannya dilakukan secara manual selama 1 x
24 jam yang dilakukan setiap hari ke 52.
KELOMPOK 4 79
REKAYASA JALAN RAYA II
KELOMPOK 4 80
REKAYASA JALAN RAYA II
𝒃𝒆𝒃𝒂𝒏 𝒔𝒖𝒎𝒃𝒖,(𝒌𝒈) x
E= 𝟖𝟏𝟔𝟎
KELOMPOK 4 81
REKAYASA JALAN RAYA II
KELOMPOK 4 82
REKAYASA JALAN RAYA II
= 0,0009 + 0,0133
=0,0142
, ( ) 4 , ( ) 4
Etruk maksimal = +
= 0,3307 + 4,6957
= 5,0264
KELOMPOK 4 83
REKAYASA JALAN RAYA II
Menurut NAASRA :
, ( ) 4 , ( ) 4
Etruk kosong = +
= 0,0049 + 0,00131
= 0,0180
, ( ) 4 , ( ) 4
Etruk maksimum = +
= 1,7244 + 4,6047
= 6,3291
Truk tersebut mempunyai angka ekivalen yang berbeda antara
kondisi kosong dan kondisi termuat penuh sehingga mencapai berat
maksimum. Pada perencanaan tebal perkerasan sebaiknya tidak selalu
menggunakan angka ekivalen berdasarkan berat maksimum dan tidak
mungkin pula menggunakan angka ekivalen berdasarkan berat kosong.
Angka ekivalen yang dipergunakan dalam perencanaan adalah angka
ekiyalen berdasarkan berat kendaraan yang diharapkan selama umur
rencana, yang dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut :
- Fungsi jalan. Kendaraan berat yang memakai jalan arteri umumnya
membawa muatan yang lebih berat dari pada jalan lokal.
- Keadaan medan. Jalan yang mendaki mengakibatkan truk tidak
mungkin memuat beban yang lebih berat dibandingkan dengan jalan
pada medan datar.
- Kondisi jembatan. Jembatan-jembatan yang dibangun dengan
kemampuan memikul beban yang terbatas jelas tidak mungkin untuk
memikul beban truk yang melewati batas beban maksimum yang
dapat dipikulnya, walaupun truk tersebut dapat membawa beban yang
lebih besar.
- Aktifitas ekonomi di daerah yang bersangkutan. Jenis dan berat beban
yang diangkut oleh kendaraan berat sangat bergantung dari jenis
kegiatan yang ada di daerah tersebut. Truk didaerah industri
KELOMPOK 4 84
REKAYASA JALAN RAYA II
Survei Timbang
Beban sumbu dipengaruhi oleh konfigurasi sumbu dan muatan
kendaraannya sehingga mungkin saja dua kendaraan yang sama akan
mempunyai beban sumbu yang berbeda akibat perbedaan muatan, dengan
demikian berbeda pula angka ekivalennya. Pada jalan 2 arah mungkin saja
arah yang satu mempunyai beban yang lebih besar dari arah yang lain,
terutama akibat pola penggunaan tanah. Hal ini sering terjadi di daerah
perkebunan, pabrik atau usaha usaha industri lainnya, misalnya truk dari
daerah pabrik baja akan membawa baja, kembalinya akan membawa
barang-barang pecah belah dan konsumsi sehari-hari yang jauh lebih
ringan. Oleh karena itu dalam perencanaan perlu dilakukan penelitian yang
saksama dari variasi beban sumbu, sehingga dapat ditentukan angka
ekivalen perencanaan yang baik yang mewakili angka ekivalen untuk
variasi beban sumbu selama umur rencana. Penelitian dilakukan dengan
menggunakan survei timbang dan survei volume lalu lintas. Tingkat beban
sumbu kendaraan berat (berat kosong >1500 kg) tidak terlalu cepat
berubah dari tahun ke tahun, sehingga angka ekivalen yang diperoleh dari
survei timbang dapat dianggap sama selama umur rencana jalan. Jika pada
kondisi tertentu dimana perbedaan tingkat beban sumbu cukup menyolok,
maka angka ekivalen harus dikoreksi selama umur rencana, sama halnya
KELOMPOK 4 85
REKAYASA JALAN RAYA II
KELOMPOK 4 86
REKAYASA JALAN RAYA II
KELOMPOK 4 87
REKAYASA JALAN RAYA II
4 4
E = +
= 0,0005 + 0,0702
= 0,0752
KELOMPOK 4 88
REKAYASA JALAN RAYA II
a. Lintas ekivalen pada saat jalan tersebut dibuka (Lintas Ekivalen awal
umum rencana = LEP)
b. Lintas ekivalen pada akhir umur rencana adalah bersarnya lintas
ekivalen papda saat jalan tersebut membutuhkan perbaikan seara
struktural (Lintas Ekivalen akhir umur rencana = LEA)
c. Lintas ekivalen selama umur rencana (AE18KSAL), jumlah lintas
ekivalen yang akan melintasi jalan bersangkutan selama masa
pelayanan, dari saat dibuka sampai akhir umur rencana.
KELOMPOK 4 89
REKAYASA JALAN RAYA II
KELOMPOK 4 90
REKAYASA JALAN RAYA II
KELOMPOK 4 91
REKAYASA JALAN RAYA II
Dimana :
Ai : umlah kendaraan untuk 1 jenis kendaraan, dinyatakan dalam
kendaraan/hari/2 arah untuk jalan tanpa median dan
kendaraan/hari/1 arah untuk kendaraan yang dilengkapi dengan
median.
Ei : Angka ekivalen beban sumbu unuk satu jenis kendaraan.
Ci : koefisien distribusi kendaraan pada lajur rencana
a : Faktor pertumbuhan lalu lintas tahunan dari survei lalu lintas
dilakukan sampai saat jalan tersebut dibuka.
n’ : jumlah tahun dari saat diadakan pengamatan sampai jalan tersebut
dibuka.
Dimana :
AE18KSAL = Lintas Ekivalen selama umur rencana.
365 = jumlah hari dalam setahun
LEP = Lintas ekivalen awal umur renana untuk setiap
jenis kendaraan keuali kendaraan ringan
KELOMPOK 4 92
REKAYASA JALAN RAYA II
KELOMPOK 4 93
REKAYASA JALAN RAYA II
- Jika badan jalan terletak di atas tanah timbunan dimana tinggi tanah
timbunan lebih besar dari 1 meter, maka contoh tanah untuk pemeriksaan
CBR cukup diambil dari rencana bahan timbunan. Tetapi jika tinggi tanah
timbunan lebih kecil dari 1 meter, maka contoh tanah harus diambil dari
contoh tanah bahan timbunan dan juga dari contoh tanah asli pada lokasi
rencana jalan.
- Jika badan jalan terletak di atas tanah galian, perlu diketahui terlebih
dahulu kedalaman galian dari muka tanah asli sehingga dapat dipastikan
apakah pembuatan sumur uji (test-pit) sampai kedalaman pengambilan
contoh tanah dapat dilakukan atau nilai daya dukung tanah cukup
diperoleh dari perkiraan secara empiris dengan menggunakan hasil analisa
saringan dan pemeriksaan batas-batas plastis dari contoh tanah yang
diperoleh dengan pemboran.
- Jika badan jalan terletak hampir sama dengan muka tanah asli,
pengambilan contoh tanah dilakukan di sepanjang trase rencana. Lokasi
pengambilan contoh dilakukan dari jenis tanah di sepanjang jalan. Interval
1 km dapat dipergunakan sebagai guidence jika terletak pada jenis tanah
yang sama. Pengambilan contoh tanah tambahan harus dilakukan pada
KELOMPOK 4 94
REKAYASA JALAN RAYA II
setiap pergantian jenis tanah atau kondisi lingkungan dan lokasi yang
diragukan keadaan tanahnya.
𝟑 𝟑
𝒉𝟏 √𝑪𝑩𝑹𝟏 𝒉𝒏 √𝑪𝑩𝑹𝟏 3
CBR titik pengamatan = [ 𝟏𝟎𝟎
]
KELOMPOK 4 95
REKAYASA JALAN RAYA II
6. KONDISI LINGKUNGAN
KELOMPOK 4 96
REKAYASA JALAN RAYA II
KELOMPOK 4 97
REKAYASA JALAN RAYA II
Intensitas aliran air juga ditentukan oleh kondisi drainase di sekitar badan
jalan tersebut. Aliran air pada badan jalan kurang mempengaruhi kadar air
tanah dasar jika drainase jalan tersebut baik. Besar kecilnya bangunan drainase
yang dibuat tergantung dari :
- Intensitas hujan, semakin tinggi intensitas hujan di daerah tersebut
semakin banyak air yang harus dialirkan, maka semakin besar kebutuhan
akan drainase.
- Keadaan medan dan ketinggian muka air tanah dari elevasi tanah dasar.
Tanah dasar pada tanah galian umumnya mempunyai muka air tanah yang
tinggi, sehingga harus dilengkapi dengan bangunan drainase bawah tanah
yang baik. Dengan demikian kondisi yang terbaikyaitu dapat memelihara
kadar airdalam keadaan seimbang. Hal ini dapat dilakukan dengan :
- Membuat drainase di tempat yang diperlukan
- Bahu jalan dipilih dari material yang cepat mengalirkan air, di tempat
tertentu dibuat dari lapisan kedap air.
- Tanah dasar dipadatkan pada keadaan kadar air optimum sehingga dicapai
kepadatan yang baik.
KELOMPOK 4 98
REKAYASA JALAN RAYA II
KELOMPOK 4 99
REKAYASA JALAN RAYA II
masuk melalui lubang lubang pada perkerasan, lambat keluar karena tertahan
oleh material tanah dasar.
KELOMPOK 4 100
REKAYASA JALAN RAYA II
KELOMPOK 4 101
REKAYASA JALAN RAYA II
KELOMPOK 4 102
REKAYASA JALAN RAYA II
BAB IV – PENUTUP
4.1. KESIMPULAN
.
4.2. SARAN
Beberapa saran yang dapat diambil yaitu :
.
KELOMPOK 4 103