Bitcoin Sebagai Alat Transaksi Dan Investasi

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 134

BITCOIN SEBAGAI ALAT TRANSAKSI DAN INVESTASI

(Analisis Hasil Keputusan Bahsul Masail Pengurus Wilayah Nahdlatul

Ulama (PWNU) Jawa Timur tahun 2018 tentang Bitcoin)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat

Guna Memperoleh Gelar Sarjana Program Strata 1 (S.1)

Dalam Ilmu Syariah dan Hukum

Disusun Oleh:

ACHMAD WAFYUDDIN NURILLAH

1402036133

PRODI HUKUM EKONOMI ISLAM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) WALISONGO

SEMARANG

2018

i
NOTA PEMBIMBING

Lampiran : 4 (empat) Eksemplar


Hal : Persetujuan Naskah Skripsi
a.n. Sdr. Achmad Wafyuddin Nurillah

Kepada Yth.
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
UIN Walisongo
di Semarang

Assalamualaikum Wr. Wb.


Setelah membaca, mengadakan koreksi dan perbaikan sebagaimana mestinya,
maka saya menyatakan bahwa skripsi saudari :
Nama : Achmad Wafyuddin Nurillah
NIM : 1402036133
Jurusan : Muamalah
Judul Skripsi : BITCOIN SEBAGAI ALAT TRANSAKSI DAN INVESTASI
(Analisis Hasil Keputusan Bahsul Masail Pengurus Wilayah
Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur tahun 2018 tentang
Bitcoin)
Dengan ini telah saya setujui dan mohon agar segera diajukan. Demikian atas
perhatiannya diucapkan terimakasih.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Semarang, 27 November 2018
Pembimbing I Pembimbing II

Dr. MAHSUN, M.Ag AFIF NOOR, S.Ag., S.H., M.Hum


NIP. 19671113200511001 NIP. 197606152005011005

ii
KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
Jl. Prof. Dr. Hamka (Kampus III) Ngaliyan Semarang 50185
Telp. (024) 7601291, Fax.(024) 7624691, Web.http://fs.walisongo.ac.id

PENGESAHAN

Nama : Achmad Wafyuddin Nurillah


NIM : 1402036133
Jurusan/Fakultas : Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah)/ Syariah dan Hukum
Judul : BITCOIN SEBAGAI ALAT TRANSAKSI DAN
INVESTASI (Analisis Hasil Keputusan Bahsul Masail
Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa
Timur Tahun 2018 tentang Bitcoin)
Telah diujikan dalam sidang munaqosyah oleh Dewan Penguji Fakultas Syari’ah dan
Hukum UIN Walisongo. dan dinyatakan lulus dengan predikat
cumlaude/baik/cukup, pada tanggal :
27 Desember 2018
Dan dapat diterima sebagai kelengkapan ujian akhir dalam rangka menyelesaikan
studi progam Sarjana Strata 1 (S.1) tahun akademik 2018/2019 guna memperoleh
gelar sarjana ilmu Syariah.
Semarang, 27 Desember 2018

Mengetahui,
Ketua Sidang, Sekretaris Sidang,

SUPANGAT, M.Ag Dr. MAHSUN, M.Ag


NIP. 197104022005011004 NIP. 19671113200511001
Penguji Utama I, Penguji Utama II,

Dr. H. NUR KHOIRIN, M.Ag Drs. SAHIDIN, M.Si.


NIP. 196308011992031001 NIP. 196703211993031005
Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. H. MAHSUN, M. Ag AFIF NOOR, S.Ag., S.H., M.Hum


NIP 19671113 20051 1 001 NIP. 197606152005011005

iii
MOTTO

ْ)‫ صىل ْهللا ْعليه ْوسمل ْ َوه َُْو ْي َ ْق َرأْ ْ( َألْه َُْاكُ ْالتَّ ََكث ُُر‬-ْ ‫ب‬
َّْ ِ َّ‫َع ْْن ْ ُم َط ّ ِرفْ ْ َع ْْن ْ َأبِي ِْه ْقَا َْل ْ َأتَيْتُْ ْالن‬

َْْ‫الْا ْلَّْ َماْ َأ َ َْكتَْْفَأَفْنَ ْيت‬ َْ َ ْ‫الْْقَا َْلْْ َوه َْْل‬


َْ ِ ‫لْ َْيْا ْب َْنْأ ٓ َد َْمْ ِم ْْنْ َم‬ ُْ ‫ْي َ ُق‬:‫قَا َْل‬
ْ ِ ‫ولْا ْب ُْنْأ ٓ َد َْمْ َم‬
ْ ِ ‫الْ َم‬
ِ
(‫ْ) حصيحْمسمل‬.‫َأ ْْوْلَب ِْستَْْفَأَبْلَ ْيتَْْ َأ ْْوْت ََص َّد ْقتَْْفَأَ ْمضَ يْ َت‬

“Manusia berkata, “Hartaku-hartaku.” Beliau bersabda, “Wahai

manusia, apakah benar engkau memiliki harta? Bukankah yang

engkau makan akan lenyap begitu saja? Bukankah pakaian yang

engkau kenakan juga akan usang? Bukankah yang engkau

sedekahkan akan berlalu begitu saja? ”

(HR. Muslim no. 2958)

iv
HALAMAN PERSEMBAHAN

Kepada Allah yang telah menciptakan segala apa yang telah diciptakan, dengan

rasa hormat yang sebesar-besarnya serta permohonan maaf yang sedalam-

dalamnya, penulis mempersembahkan skripsi ini kepada oang-orang tersayang:

Bapak Imam Rofi’i dan Ibu Mufarrochah

Wajahnya yang teduh selalu menjadi penyemangat saat penulis mulai lelah dan

bosan, yang tak henti mendoakan kesuksesan anak-anaknya,

yang tak pernah lupadan terlambat memberi sangu.

Mas Aji Ainul Faqih, Mbak Nisa’u rohmah, Kang Said Ali, Kang Syaiful

sebagai motivator terbesar dalam hidup, penggugah semangat dan pendobrak

kualitas perjuangan serta memberi teladan yang baik untuk penulis.

Para guru, Asatidz, Asatidzah dan Sahabat- sahabat

yang telah mengajarkan tentang artinya ilmu kehidupan dan pentingnya sebuah

pertemanan.

Dek Nihayatul Chusna, S.Ag

cinta petama yang ku kenal sejak Mts. yang tak penah enggan dan bosan
memberikan doa dan semangat, membuka sebuah harapan, yang bersabar saat
aku marah dan tetap tinggal walau aku membosankan.

kau tak pernah kusut dai awal berjumpa.

Semoga kita bejodoh Dek.

Amin.

v
DEKLARASI

Yang bertandatangan dibawah ini

Nama : Achmad Wafyuddin Nurillah

NIM : 1402036133

Jurusan / Fakultas : Muamalah/ Syari’ah dan Hukum

Program Studi : S1

Dengan penuh kejujuran dan tanggungjawab, penulis menyatakan bahwa skripsi

ini tidak berisi materi yang telah pernah ditulis oleh orang lain atau diterbitkan

oleh pihak manapun. Demikian juga skripsi ini tidak berisi satupun pikiran-

pikiran orang lain, kecuali atas informasi-informasi yang telah terdapat dalam

referensi yang dijadikan bahan rujukan.

Semarang, 27 November 2018

Deklarator,

Achmad Wafyuddin Nurillah


NIM. 1402036133

vi
ABSTRAK
Bitcoin adalah sebuah komoditas digital bebasis kiptografi, atau disebut
juga sebagai mata uang virtual atau mata uang digital, yang digunakan oleh
penggunanya atau suatu komunitas sebagai alat transaksi maupun investasi. Di
Indonesia penggunaan Bitcoin bukan semata-mata persoalan teknologi, tetapi
sudah masuk ke ranah fiqh. Fenomena yang menarik kaitannya dengan ini adalah
adanya respon beberapa organisasi besar Islam Indonesia maupun pendapat
Ulama dalam menyikapi masalah Bitcoin tersebut. Diantaranya komisi fatwa MUI
Malang yang mengatakan bahwa penggunaan Bitcoin hukumnya haram karena
tidak diakui oleh BI, bepotensi besar terjadi transaksi gharar, dan rawan disalah
gunakan untuk kejahatan. Fatwa MUI Malang tersebut cukup bebeda dengan hasil
keputusan Bahsul Masail Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa
Timur tahun 2018. Menurut hasil keputusan Bahsul Masail tentang pandangan
Fiqh terhadap penggunaan Bitcoin sebagai alat transaksi maupun investasi adalah
sah, dan boleh digunakan untuk bemuamalah. Berdasarkan latar belakang tersebut
timbul pemasalahan yaitu bagaimana analisis keputusan Bahsul Masail NU
tentang Bitcoin dan apa metode yang digunakan Ulama NU dalam memandang
Bitcoin.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum normatif yang bersifat
doktrinal atau penelitian pustaka (library research) yaitu dengan mengambil
referensi pustaka dan dokumen yang relevan dengan masalah ini. Adapun sumber
datanya berasal dari data sekunder. Adapun Teknik pengumpulan data penulis
menggunakan studi kepustakaan melalui dokumnetasi, selanjutnya data tersebut
dianalisis menggunakan deskriptif analisis.
Berdasarkan analisis yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa
Bitcoin dikategorikan sebagai harta virtual sudah sesuai, karena Bitcoin memenuhi
unsur mal (harta) sehingga pada dasarnya dapat digunakan untuk bertransaksi,
namun karena Bank Indonesia melarang penggunaan Bitcoin sebagai alat tukar atau
pembayaran, maka Bitcoin tidak sah sebagai alat tukar. Sedangkan untuk beinvestasi
diperbolehkan selama tidak untuk tujuan spekulasi. Adapaun Metode penetapan
hukum hasil bahsul masail NU tentang Bitcoin adalah ilhaqi, yaitu menyamakan
sesuatu yang sudah ada keputusan hukumnya dengan masalah yang dicari
jawaban hukumnya. Hal ini terlihat dari pengambilan rujukan yang digunakan,
yang mana para mubahitsin mengkategorikan Bitcoin sebagai harta virtual serupa
dain yang mengandung unsur nuqud (emas dan perak). Dari segi argumentasi
yang mengacu pada kitab-kitab rujukan, tidak ada yang menyebut secara jelas
mengenai pandangan fiqh tentang penggunaan Bitcoin.

Kata kunci : Bahsul Masail, Bitcoin, Nahdlatul Ulama.

vii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin, Puji syukur penulis haturkan kepada Ilaahi

Robby, yang telah menciptakan alam semesta dan isinya yang indah dipandang

mata, yang telah memberikan rahmat, Taufiq, Hidayah serta segala kenikmatan

yang tiada tara sehingga penulis mampu mewujudkan impian dan harapan yang

berharap semuanya mampu mengangkat derajat kedua oreang tua, keluarga, dan

juga orang-orang yang dengan ikhlas turut berdoa dengan seksama. Sehingga

penulis mampu menyelesaikan skripsinya yang berjudul “Bitcoin sebagai Alat

Transaksi dan Investasi (Analisis Keputusan Bahsul Masail Pengurus

Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur tahun 2018 tentang

Bitcoin)”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh

gelar Sarjana Strata 1 (S.1)) Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam

Negeri Walisongo Semarang.

Shalawat serta salam tercurahkan kepada Beliau sinar dari segala sinar,

pembawa kebenaran dalam masa kedzaliman, penuntun ummat dijalan yang

benar, yakni Rasulullah SAW, Semoga syafaat kelak akan tiba pada ummatnya di

yaumil Qiyamah, Aamin.

Sampai pada masanya, sudah saatnya penulis mengungkapkan ucapan

terimakasih yang sebesar-besarnya dan permohonan maaf yang sedalam-dalamnya

kepada orang-orang yang dengan tulus menyuarakan motivasi serta segala bentuk

inspirasi kepada penulis. Khususnya kepada:

1. Bapak Imam Rofi’i dan Ibu Mufarrochah, kedua orang tua yang sangat

berharga dalam hidup penulis, yang rela banting tulang dan mencucurkan

viii
air mata hingga melangitkan doa-doa yang diharapkan dan berharap yang

terbaik untuk anaknya. Mas Aji Ainul Faqih, Kang Said Ali Setiawan dan

Mbak Nisa sebagai motivator terbesar dan pendobrak semangat penulis,

memberikan inspirasi dan teladan yang baik kepada penulis.

2. Prof. Dr. Muhibbin, M. Ag selaku Rektor UIN Walisongo Semarang, Dr.

H. Ahmad Arif junaidi, M. Ag selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

UIN Walisongo Semarang yang telah merestui persembahan skripsi ini.

3. Bapak Afif Noor, S. Ag., S. H., M. Hum selaku Ketua Program Studi

Muamalah beserta para staf dan Bapak Supangat, M.Ag selaku Dosen

Wali juga seluruh Dosen Pengajar di lingkungan Fakultas Syari’ah dan

Hukum UIN Walisongo Semarang terkhusus dosen-dosen Muamalah,

yang telah memberikan pengalaman dan pengetahuan sehingga penulis

mampu menyelesaikan skripsi ini.

4. Pembimbing I dan II. Dr. KH. Mahsun, M.Ag dan Bp. Afif Noor, S. Ag.,

S. H., M. Hum yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran

untuk memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi.

5. Keluarga besar Pondok Pesantren al-Itqon dan yayasan al-Wathoniyyah

Bugen Semarang, sebagai tempat penulis menimba Ilmu. Terkhusus

kepada KH. Ahmad Haris Shodaqoh, KH. Ubaidillah Shodaqoh sebagai

Pengasuh Pondok Pesantren al-Itqon dan Bapak Sholeh Syafi’i sebagai

Kepala madrasah MA al-Wathoniyyah.

ix
6. Teman-teman prodi Muamalah Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN

Walisongo, khususnya kelas MUD yang telah menjadi teman yang sangat

luar biasa dan memberikan motivasi semangat untuk terus belajar.

7. Sahabat-sahabatku KUPAT dan pria kesepian, Yuda, Bisri, Munir,

Syaiful, Agung cik, Primadi, Nadhif, Arifin dkk. Sahabat-sahabat kelas

MUD yang menemaniku tidur diatas pasir pantai Gunung Kidul dalam

tenda yang sunyi, Abu, Akbar, Mee, Ucil, Jabrix dkk.

8. Keluarga besar KKN Posko 51 UIN Walisongo Semarang Desa

Morodemak, Kecamatan Bonang, Kabupaten Demak, Pak Nyana, Pras, Yi

Fikri, Mbak Mus, Budhe Yofi, Mira, farah, Bibah, Hawa, Jajil, Anis,

Liyana dan Mbah Maroh, yang memberikan warna dalam masa akhir-akhir

kuliah sebagai keluarga baru yang memberikan pelajaran kepada penulis.

Harapan dan doa penulis semoga semua amal kebaikan dan jasa-jasa dari

semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya skripsi ini diterima

oleh Allah SWT, serta semoga mendapatkan balasan yang lebih baik dari

Allah SWT.

Pada akhirnya penulis menyadari banyaknya kekurangan dan kesalahan


dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharap kritik dan
saran dari pembaca demi baiknya skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi
ini dapat memberikan manfaat bagi penulis sendiri khususnya dan para
pembaca pada umumnya.
Semarang, 27 November 2018
Penulis,

ACHMAD WAFYUDDIN N.
NIM. 1402036133

x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN.............................................................. iii
HALAMAN MOTTO........................................................................... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN........................................................... v
HALAMAN DEKLARASI.................................................................. vi
HALAMAN ABSTRAK...................................................................... vii
HALAMAN KATA PENGANTAR................................................... viii
HALAMAN DAFTAR ISI................................................................... xi

BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.......................................................... 1
B. Rumusan Masalah..................................................... 9
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian.................................. 10
D. Telaah Pustaka........................................................... 11
E. Metode Penelitian...................................................... 15
F. Sistematika Penulisan................................................ 18
BAB II : GAMBARAN UMUM TENTANG METODE PENETAPAN

HUKUM DAN MATA UANG DALAM PERSPEKTIF

ISLAM

A. METODE PENETAPAN HUKUM........................... 20


1. Pengertian Metode Penetapan Hukum Islam.......... 20
2. Macam-Macam Metode Penetapan hukum............. 24
3. Syarat-syarat Mujtahid ........................................... 28
4. Macam-Macam Ijtihad & Ruang Lingkupnya ....... 30
B. UANG DALAM ISLAM ........................................... 35
1. Pengertian Uang...................................................... 37
2. Uang Dalam Perspektif Hukum Islam.................... 38

xi
3. Fungsi uang ........................................................... 41
4. Syarat Uang............................................................ 46

BAB III KEPUTUSAN BAHSUL MASAIL PWNU JAWA TIMUR


: TAHUN 2018 TENTANG BITCOIN
A. PROBLEMATIKA BITCOIN.................................... 48
1. Sekilas tentang Bitcoin........................................... 48
2. Bitcoin Masa Depan atau Ancaman ...................... 50
3. Polemik Penggunaan Bitcoin................................. 54
B. BAHSUL MASAIL ................................................ 57
1. Sejarah Bahsul Masail ........................................ 57
2. Metode Penetapan Hukum Bahsul Masail ......... 64
C. Hasil Keputusan Bahsul Masail PWNU Jawa Timur
Tentang Bitcoin ......................................................... 73
BAB IV ANALISIS KEPUTUSAN BAHSUL MASAIL PWNU
: JAWA TIMUR TAHUN 2018 TENTANG BITCOIN
A. Analisis Keputusan Bahsul Masail PWNU
Jawa Timur tentang Bitcoin ...................................... 82
B. Analisis Terhadap Metode Penetapan Hukum

Hasil Bahsul Masail PWNU Jawa Timur

Tahun 2018 tentang Bitcoin ......................................


95
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................ 105
B. Saran ......................................................................... 106
C. Penutup...................................................................... 107

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

xii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Agama Islam adalah agama kaya akan tuntunan hidup bagi

umatnya, selain sumber utamanya yaitu al-Quran dan sunnah, dalam Islam

juga mengandung aspek penting yakni fiqih, fiqih islam sangat penting

dan dibutuhkan oleh umat Islam, karena ini merupakan sebuah “manual

book” dalam menjalankan praktek ajaran islam itu sandiri, baik dari sisi

ibadah, muamalah, syariah dan sebagainya.

Seiring dengan perkembangan masyarakat sebagai akibat kemajuan

dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Banyak hal yang dahulu

tidak ada kini bermunculan yang selanjutnya menuntut jawaban dari segi

hukum. Berbagai masalah yang muncul di tengah-tengah masyarakat, baik

yang menyangkut masalah ibadah, akidah, ekonomi, sosial, sandang,

pangan dan kesehatan dan sebagainya seringkali meminta jawabannya dari

sudut hukum.1

Seiring dengan berkembangnya zaman, problematika di

masyarakat semakin berkembang dan kompleks. Banyak sekali persoalan-

persoalan hukum baru yang tidak dijelaskan dalam al-Qur’an secara

implisit, belum pernah ditemukan pada zaman Nabi dan belum pernah

dibahas oleh para Sahabat. Sehingga dengan berkembangnya zaman

1
Abuddin Nata, Masail al-Fiqhiyyah, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2003), hal.2.

1
2

menuntut adanya pembaharuan hukum Islam, terutama pada masalah yang

belum ada ketetepan hukumnya.

Pada era modern ini, banyak sekali muncul persoalan baru yang

ditemui oleh masyarakat modern tidak terkecuali pada aspek muamalah.

Banyak sekali bentuk-bentuk transaksi modern yang membutuhkan

jawaban tentang kesesuaianya dengan syariat Islam. Karena pada

prinsipnya kegiatan bermuamalah dalam Islam harus mengandung unsur

kemashlahatan dan terhindar dari segala jenis bahaya.

Salah satu model transaksi modern yang berkembang saat ini

adalah uang virtual atau uang digital. Sebelum Islam datang, manusia telah

mengenal jenis alat tukar dengan berbagai bentuk seperti emas, perak dan

lain sebagainya. Lalu dari jenis uang logam berkembang lagi menjadi jenis

bentuk uang kertas. Namun salah satu kelemahan dari bentuk-bentuk uang

tersebut adalah kurang efisien ketika harus membawanya tunai dalam

jumlah banyak, sehingga dinilai kurang praktis.

Seiring dengan perkembangan peradaban manusia didukung

dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dan era digital yang

semakin berkembang pesat memungkinkan masyarakat modern melakukan

transaksi tanpa perlu membawa uang tunai, cukup dengan kartu ATM atau

e-money, seseorang bisa berbelanja aneka keperluan. Bahkan sekarang

telah ditemukan uang digital yang disebut Bitcoin, yaitu sebuah mata uang

virtual terdesentralisasi pertama di dunia dengan menggunakan jaringan

internet yang pada awalnya hanya bisa didapatkan dengan cara ”mining”
3

atau "menambang" dari sebuah aplikasi sehingga tidak bisa mudah

didapatkan, bahkan dalam satu hari hanya bisa dihasilkan enam Bitcoin

saja. 2

Pada kurun waktu tertentu Bitcoin sudah tidak bisa ditambang lagi

dan menurut informasi yang beredar, pada akhirnya Bitcoin hanya

mencapai 21 juta sehingga menyebabkan permintaan Bitcoin semakin

meningkat dengan penawaran yang terbatas sehingga menyebabkan harga

satu coin Bitcoin pun meroket. Saat pertama kali dimunculkan pada tahun

2009 oleh Satoshi Nakamoto yang kemudian dilempar ke dunia maya,

Bitcoin sangat tidak berharga, dan hanya digunakan oleh beberapa orang

saja. Lalu pada 22 Mei 2010 terjadi transaksi pertama kali menggunakan

Bitcoin, satu pizza ditukar dengan 10 ribu Bitcoin. Lalu setelah itu

mulailah Bitcoin dikenal oleh masyarakat dan permintaannya pun semakin

meningkat didukung dengan kepercayaan masyarakat akan keamanan

Bitcoin yang semakin meningkat, harganya terus meningkat dari hari ke

hari, selaras dengan semakin langkanya Bitcoin yang bisa ditambang.

Dalam beberapa waktu lalu, tercatat pada 24 Desember 2017, harga satu

Bitcoin mencapai Rp. 170.000.000 dan sekarang harga satu Bitcoin sudah

mencapai harga 200 jutaan.

Sistem transaksi Bitcoin sebenarnya hampir sama dengan transaksi

pada umumnya, dimana pemilik akun dompet Bitcoin yang disebut Wallet,

bisa menampung kiriman Bitcoin dari akun lain sebagai pembayaran dari

2
Materi Waq’iyyah PWNU Jawa Timur, 2018.
4

transaksi yang dilakukan baik dalam dunia nyata atau maya. Namun

biasanya, transaksi yang paling digeluti oleh pemilik Bitcoin adalah

dengan melemparnya di pasar global layaknya sebuah komoditas investasi

seperti bursa saham. 3

Dalam masalah yang kedua ini, dibutuhkan keahlian dalam

menganalisa naik turunnya harga Bitcoin. Sebab jika analisa yang

dilakukan tepat, pelepasan Bitcoin di pasar global bisa menghasilkan harga

yang sangat fantastis, dari modal RP 30.000.000, dalam hitungan jam bisa

berkembang menjadi Rp 90.000.000. Namun demikian, karena

dibutuhkannya analisa yang bagus, maka tidak jarang, pelaku transaksi

meski sudah ahli sekalipun, dapat mengalami kerugian yang berlipat ganda

akibat meleset dalam menganalisa kenaikan harga Bitcoin.4 Melihat

kenyataan tersebut, maka perlu ditemukan kepastian hukum untuk

mengetahui kebolehan bertransaksi menggunakan Bitcoin.

Pada dasarnya hukum Islam adalah titah Allah SWT yang

berkaitan dengan aktifitas mukallaf, baik berbentuk perintah, larangan,

pilihan maupun ketetapan. Hukum Islam tersebut digali dari dalil-dalilnya

yang terperinci yaitu al-Qur’an, Sunnah dan lain-lain yang diratifikasikan

kepada kedua sumber utama tersebut. Al-Qur’an dan Sunnah, secara jelas

dan gamblang (eksplisit) maupun samar-samar (implisit), sesungguhnya

3
Materi Waq’iyyah PWNU Jawa Timur, 2018.
4
Ibid.
5

mengandung keseluruhan hukum Islam. Hanya saja, yang samar-samar

inilah yang perlu digali lebih lanjut dengan menggunakan akal (ijtihad).5

Ijtihad sendiri yang secara sederhana didefinisikan sebagai upaya

pengerahan akal secara maksimal utuk menemukan jawaban dari suatu

persoalan. Orang yang melakukan ijtihad disebut sebagai mujthid. Dan

seorang Mujtahid harus memenuhi kualifikasi khusus dan mempunyai

kompetensi untuk melakukan Ijtihad.

Di Negara Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam

tentu menjadi pertimbangan bagi para pemeluknya untuk melakukan atau

menggunakan sesuatu yang harus sesuai dengan ajaran Islam. Maka dari

itu ketika menemui fenomena baru seperti Bitcoin, para ahli hukum di

Indonesia berusaha menemukan jawabannya lewat ijtihad yang dilakukan

secara kolektif, salah satunya adalah Lembaga Bahsul Masail Nahdlatul

Ulama.

Bahsul Masail merupakan salah satu forum diskusi keagamaan

dalam keorganisasian NU (Nahdlatul Ulama) di Indonesia. forum ini

berusaha menemukan jawaban hukum dari pembahasan permasalahan-

permasalahan majemuk yang muncul di masyarakat. secara Fungsional

munculnya lembaga Bahsul Masail ini adalah sebagai sebuah lembaga

yang membahas tentang masalah-masalah keagamaan yang juga

memberikan fatwa-fatwa hukum secara keagaaman umat Islam.6

5
Abuddin Nata, Masail al-Fiqhiyyah, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2003), hal.5
6
https://aswajamuda.com/bahsul-masail-pwnu-jatim-februari-2018, (diakses pada
02/8/2018)
6

Dengan fungsinya sebagai sebuah lembaga fatwa secara

keagamaan, bahsul masail juga mengetahui bahwa tidak seluruh peraturan-

peraturan syari’at Islam tidak secara implisit ditemukan nash al-Quran.

Ada banyak aturan-aturan syari’at yang memerlukan daya nalar kritis

melalui istinbath hukum. Sehingga pembahasan masalah secara maslahat

kemajemukan umat bisa juga berlaku dan relevan dengan kemajuan

zaman.7

Secara singkat tentang hukum Bitcoin secara fiqh, pada hasil

kajian komisi Waqi’iyyah PWNU Jawa Timur lebih memandang Bitcoin

sebagai sebuah harta virtual menyerupai dain (utang) dan Karena

berfungsi sebagai sebuah harta virtual, maka Bitcoin dapat dijadikan

sebagai alat transaksi yang sah, sekaligus bisa juga dijadikan sebagai

sebuah instrumen investasi. Atas dasar itu, hasil keputusan komisi

Waqi’iyyah Bahsul Masail PWNU Jatim di Tuban memutuskan

penggunaan Bitcoin sebagai alat tukar, instrumen investasi maupun jual

beli boleh dilakukan.8

Meski hasil keputusannya adalah boleh dilakukan, namun Bahsul

Masail PWNU Jatim juga memandang Bitcoin masih belum diatur secara

pasti oleh pemerintah Indonesia, sehingga pemerintah tidak bisa menjamin

keamanan investasi dan mempunyai resiko tinggi karena sepenuhnya

bergantung pada pasar.9

7
Ibid.
8
Ibid.
9
https://aswajamuda.com/bahsul-masail-pwnu-jatim-februari-2018 (diakses pada
02/8/2018).
7

Namun Ketiadaan regulasi dari pemerintah tidak menghalangi

sahnya bermuamalah dengannya selagi tidak ada catatan yang dilarang

oleh syara’. Apabila di kemudian hari ada indikasi bahwa bermuamalah

dengan harta virtual semacam ini ditetapkan sebagai yang dilarang oleh

imam (pemerintah) karena pertimbangan faktor adanya kejahatan atau

mafsadah yang besar, maka kita wajib mematuhi perintah dari

pemerintah.10

Hasil pembahasan Bahsul Masail PWNU Jatim, cukup berbeda

dengan Fatwa MUI Malang yang pernah dikeluarkan pada bulan Mei 2016

lalu. MUI Malang menyebut bahwa transaksi dengan menggunkan Bitcoin

haram dan tidak diakui pemerintah. Pendapat itu di dasarkan pada sebuah

tafsir dari ayat al-Quran yang menerangkan bahwa mukmin diharuskan

taat kepada pemimpin (pemerintah) dalam tujuh hal. Salah satu dari

ketujuh hal tersebut adalah tentang mata uang.11

Komisi Fatwa MUI kota Malang tersebut menilai bahwa sebuah

transaksi keuangan, sumber uang yang diperoleh haruslah jelas. Dalam

Islam menuntut kejelasan di setiap transaksi agar memenuhi syarat jual

beli. Sedangkan Bitcoin dihasilkan dari sebuah alat yang menghasilkan

uang secara otomatis. Sehingga sudah jelas unsur haramnya. Terlebih koin

yang didapat tidak mempunyai bentuk yang jelas dan hanya tersimpan di

sebuah dompet virtual (e-wallet).

10
https://www.nu.or.id/post/read/86225/hukum-transaksi-dengan-bitcoin, (diakses pada
02/8/2018)
11
https://edukasibitcoin.com/mui-malang-haramkan-bitcoin, (diakses pada 02/8/2018)
8

Konsep Bitcoin semula merupakan suatu bentuk inovasi mata uang

digital yang tidak terdesentralisasi oleh suatu negara. Di Indonesia sendiri

uang yang sah yang diakui oleh Indonesia adalah rupiah12, sehingga

Bitcoin adalah mata uang yang tidak diakui oleh pemerintah. Padahal

menurut Dumairy sahnya alat tukar setidaknya harus memenuhi tiga

syarat. Pertama adalah bisa diterima secara umum. Kedua, berfungsi

sebagai alat pembayaran. ketiga adalah sah, maksudnya adalah diakui oleh

Negara13. Dari ketiga persyaratan diatas penggunaan Bitcoin belum

memenuhi ketentuan sahnya alat tukar diantaranya, tidak diakui

pemerintah dan belum diterima masyarakat secara umum (hanya

komunitas tertentu saja).

Dan pada prakteknya sekarang, Bitcoin tidak hanya digunakan

sebagai alat tukar melainkan juga digunakan sebagai barang komoditas

yang diperjual belikan seperti emas dan perak maupun saham. Sehingga

terjadi fluktuasi harga pada Bitcoin yang bisa saja menyebabkan kerugian

besar pagi penggunanya apabila suatu saat harga Bitcoin turun drastis.

Sehingga berinvestasi dengan Bitcoin mengandung resiko yang besar yang

jika terjadi kerugian maka pemerintah tidak dapat menanggung resiko

yang terjadi. Dan kerugian tersebut merupakan tanggung jawab individu

maupun komunitas yang menggunakan Bitcoin.

Dari fenomena dan praktek yang tejadi di lapangan, peneliti

merasakan kegelisahan diantara dua fatwa yang dikeluarkan oleh dua

12
Lihat UU Nomor 7 Tahun 2011 Pasal 1 Ayat 1 tentang Tentang Mata Uang.
13
Dumairy, Perekonomian Indonesia (Yogyakarta: BPFE, 1997), hlm. 20.
9

lembaga besar Islam di Indonesia. di satu sisi MUI Malang melarang

penggunaan Bitcoin sebagai alat tukar karena ketiadaan regulasi

pemerintah serta sumbernya yang tidak jelas. Di sisi lain Lembaga Bahsul

Masail Jawa Timur membolehkan bertransaksi menggunakan Bitcoin

karena termasuk harta vrtual yang menyeruapai dain yang sah digunakan

sebagai alat transaksi maupun investas dan ketiadaan regulasi tidak

menghalangi sahnya bermuamalah menggunakan Bitcoin.

Walaupun pada prakteknya penggunaan Bitcoin memang

mengandung rmanfaat terutama pada efisiensi cara pembayaran yang lebih

mudah tanpa menggunakan kartu kredit atau perantara bank dan juga bisa

digunakan dimanapun. Namun juga mengandung kemadharatan karena

ketiadaan payung hukum dan rawan terjadi penyalahgunaan terhadap

Bitcoin.

Berdasarkan dari uraian di atas, penulis tertarik untuk mencoba

meneliti dan menelusuri kembali permasalahan-permasalahan hukum

tentang Bitcoin. Dalam penelitian ini, penulis lebih fokus menganalisis

Bitcoin menurut pendapat dari hasil keputusan Bahsul Masail Nahdlatul

Ulama dengan titik tekan pada metode pengambilan keputusan hukumnya

yang diambil dari segi kajian fiqhnya serta untuk mengetahi latar belakang

munculnya fatwa tersebut.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka

penulis telah merumuskan beberapa pokok masalah yang akan menjadi


10

pembahasan dalam skripsi ini. Adapun pokok permasalahan tersebut

adalah:

1. Bagaimana hasil keputusan Bahsul Masail Nahdlatul Ulama tentang

Bitcoin ?

2. Apa metode penetapan hukum yang digunakan Nahdlatul Ulama dalam

memandang Bitcoin?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada pokok permasalahan diatas maka tujuan yang

hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana hasil keputusan Bahsul Masail Nahdlatul

Ulama tentang Bitcoin.

2. Untuk menjelaskan metode penetapan hukum yang digunakan

Nahdlatul Ulama (NU) dalam memandang hukum Bitcoin.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi penulis Penelitian sebagai tambahan pengetahuan yang selama ini

hanya didapat penulis secara teoritis.

2. Bagi akademik Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi

pemikiran bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan dijadikan sebagai

salah satu bahan referensi serta rujukan bagi penelitian-penelitian

selanjutnya

3. Bagi masyarakat Penelitian ini diharapkan sebagai referensi dan

informasi bagi masyarakat.


11

E. Telaah Pustaka

Telaah Pustaka digunakan untuk mendapatkan gambaran tentang

hubungan pembahasan dengan peneltian yang pernah dilakukan oleh

peneliti sebelumnya. Sehingga teidak terjadi pengulangan dan plagiasi

karya ilmiah yang pernah ada. Dalam hal ini tentang permasalahan

Bitcoin.

Skripis Ari Pribadi tahun 2014 berjudul “Analisis Hukum Islam

Tentang Alat Tukar Bitcoin (Studi kasus jual beli Bitcoin di dunia maya”.

Dalam penelitian ini penulis memokuskan penelitiannya pada analisa

hukum Islam dikaitkan dengan fiqh Muamalah tentang bertransaksi

menggunakan Bitcoin.Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan yakni

analisis Undang-Undang No 7 Tahun 2011 Tentang Mata uang, bahwa

Bitcoin yang dijadikan alat tukar dalam pembayaran di Negara Indonesia

ini termasuk melanggar undang-undang karena undang-undang sudah

mengatur mengenai alat pembayaran yang sah di Indonesia. Penggunaan

Bitcoin tidak dijadikan sebagai alat tukar atau hanya sebagai komoditas ini

tidak dipermasalahkan secara yuridis karena tidak ada peraturan yang

mengatur maupun melarang dari OJK atau Bank Indonesia terhadap

Bitcoin. Akan tetapi terkait resiko seperti kehilangan dan kerugian itu

ditanggung sendiri oleh penggunanya sebagaimana siaran pers

“Pernyataan Bank Indonesia Terkait Bitcoin dan Virtual Currency

Lainnya” No: 16/ 6 /DKom. Dalam prespektif hukum Islam Bitcoin yang

dijadikan sebagai alat tukar maupun alat investasi diharamkan. Sebab


12

praktek yang terjadi terdapat unsur gharar dan maisir, serta menghindari

kemadharatan yang dapat terjadi pada pengguna.14

Skripsi Muhamad Imam Sabirin tahun 2015 berjudul, “Transaksi

Jual Beli Menggunakan Bitcoin Perspektif Hukum Islam”. Fokus

penelitian penulis adalah tinjauan hukum Islam dikaitkan dengan peraturan

Bank Indonesia (BI) tentang alat tukar. Dari penelitian tersebut penulis

menyimpulkan bahwa transaksi jual beli menggunakan Bitcoin itu syubhat

karena kemadharatannya lebih besar daripada manfaatnya.15

Skripsi Sandra Wijaya tahun 2018 berjudul, “Transaksi Jual-Beli

Bitcoin dalam Perspektif Hukum Islam”. Fokus penelitian yang dikaji

adalah untuk mengetahui hakikat transaksi jual beli Bitcoin kemudian

pandangan Islam mengenai transaksi jual beli Bitcoin. kesimpulan yang

diambil peneliti adalah Bitcoin memenuhi manfaat sebagai alat transaksi

namun karena tidak ada payung hukum dari pemerintah dan tidak diatur

oleh lembaga manapun, maka Bitcoin bukanlah mata uang yang sah.

Adapun penggunaannya sebagai instrumen investasi maka hukum Bitcoin

tergantung kepada penggunanya, selama tidak mengandung unsur maysir

maka boleh digunakan. Dan transaksi menggunakan Bitcoin boleh

dikaitkan dengan akad sharf.16

14
Ari Pribadi, Analisis Hukum Islam tentang Alat Tukar Bitcoin,(Studi kasus jual beli
Bitcoin di dunia maya), skripsi UIN Walisongo Semarang tahun 2014.
15
Muhamad Imam Sabirin , Transaksi Jual Beli Menggunakan Bitcoin Perspektif Hukum
Islam. Skripsi UIN Sunan Kalijaga tahun 2015.
16
Sandra Wijaya, Transaksi Jual-Beli Bitcoin dalam Perspektif Hukum Islam, skripsi
Universitas Islam Indonesia tahun 2018.
13

Jurnal yang ditulis Luqman Nurhisam yang berjudul “Bitcoin

dalam Kacamata Hukum Islam”. Dalam kajiannya peneliti menganalisis

aspek kemanfaatan dan kemadharatan Bitcoin ditinjau dari kaidah fiqh

dan juga membandingkan unsur Bitcoin sebagai mata uang dengan syarat

mata uang yang sah. Dari kajian tersebut peneliti menyimpulkan bahwa

aspek kemadharatan Bitcoin lebih besar daripada kemanfaatannya,

sehingga penggunaan Bitcoin sebagai mata uang digital, alat transaksi dan

investasi dihukumi syubhat dan harus ditinggalkan.17

Jurnal yang ditulis Muhamad Fuad Zain berjudul “Mining-Trading

Cryptocurrency dalam Hukum Islam”, Fokus penulis mengkaji hukum

transaksi uang digital dalam pandangan Islam. Penulis menemukan bahwa

bitcoin memiliki kelebihan dan kekurangan, diantara kelebihannya

pengguna dapat menggunakan pertukaran tanpa ada jasa ketiga, dapat

ditransaksikan di tempat penyedia merchandise, akan tetapi

kekurangannya lebih banyak diantaranya nilai bitcoin sangat fluktuatif,

tidak terdaftar sebagai komoditas yang diawasi oleh OJK, adanya unsur

gharar dan maysir, sehingga memungkinkan dipakai untuk kejahatan

seperti pencucian uang dan norkoba, di sisi lain sampai saat ini masyarakat

Indonesia belum menganggap bitcoin sebagai harta.18

Pada jurnal lain yang ditulis oleh Syufa’at berjudul “Implementasi

Maqasid al-Shari’ah dalam Hukum Ekonomi Islam, beliau mengemukakan

17
Luqman Nurhisam, Bitcoin dalam Kacamata Hukum Islam, jurnal Ar-Raniry, Vol. 4,
No. 1, 2017.
18
Muhammad fuad Zain, Mining-Trading Cryptocurrency dalam Hukum Islam, jurnal
al-Manahij, vol. Xii, No.1, 2018.
14

bahwa penemuan-penemuan baru akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan

teknologi, telah menggeser cara pandang dan membentuk pola pikir yang

membawa konsekuensi logis munculnya norma baru dalam kehidupan

masyarakat. Maka tidak semestinya kemajuan iptek dan peradaban

manusia itu dihadapkan secara konfrontatif dengan naṣh, akan tetapi harus

dicari pemecahannya secara ijtihadi. Dalam banyak hal pada aktivitas

ekonomi, Islam memberikan skala normatifnya secara global. Untuk

menyebut salah satu contohnya, dapat dikemukakan persoalan aktivitas

jual beli dan jaminan hutang piutang. Dalam al-Qur' an hanya disebutkan

jual beli yang halal dengan tidak terperinci, umpamanya mana yang boleh

ikhtiyar dan yang tidak boleh, dan tidak disebutkan pula cara-cara

penjaminan hutang piutang dan hukumnya secara terperinci. Hal-hal yang

tidak diatur dalam kedua sumber utama hukum tersebut, diperoleh

ketentuannya dengan jalan ijtihad dengan menjadikan konsep maqasid

sebagai teori dasar dalam pengembangannya, agar umat Islam terdorong

aktif, kreatif dan produktif dalam ikhtiar-ikhtiar kehidupan ekonomi

mereka. Selama tujuan hukumnya dapat diketahui, maka akan dapat

dilakukan pengembangan hukum berkaitan dengan masalah yang

dihadapi.19

F. Metodologi Penelitian

Metode penelitian adalah suatu metode cara kerja untuk dapat

memahami obyek yang menjadi sasaran yang menjadi ilmu pengetahuan

19
Syuafat, Implementasi Maqasid al-Shari’ah dalam Hukum Ekonomi Islam, Jurnal al-
Ahkam, Vol.23, No.2, 2013.
15

yang bersangkutan. Metode adalah pedoman cara seorang ilmuwan

mempelajari dan memahami lingkungan-lingkungan yang dipahami.20

1. Jenis Penelitian dan Pendekatan Penelitian

Suatu penelitian dapat memperoleh keterangan yang lengkap,

sistematis serta dapat dipertanggungjawabkan. Maka diperlukan suatu

metode penelitian guna memberikan arah dalam pelaksanaan penelitian.

Penelitian ini mendasarkan pada penelitian hukum yang dilakukan

dengan pendekatan doktrinal kualitatif.21

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

penelitian pustaka (library research) yaitu penelitian yang mengkaji

studi dokumen, yakni menggunakan berbagai data sekunder seperti

peraturan perundang-undangan, keputusan pengadilan, teori hukum,

dan dapat berupa pendapat para sarjana. Penelitian jenis normatif ini

menggunakan analisis kualitatif yakni dengan menjelaskan data-data

yang ada dengan kata-kata atau pernyataan bukan dengan angka-angka.

penulis menggunakan buku-buku dan literatur-literatur penunjang yang

mengemukakan berbagai teori hukum dan dalil yang berhubungan

dengan masalah yang dikaji.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan hukum

normatif (doktrinal) yaitu mengkaji masalah yang diteliti dengan

mengacu sumber-sumber hukum Islam yang berhubungan dengan

masalah yang dikaji. Kemudian penilitian disajikan dengan


20
Soerjono Soekamto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1986), hlm. 67.
21
Soetandyo Wignjosoebroto, Silabus Metode Penelitian Hukum, (Surabaya: Program
Pasca Sarjana Universitas Airlangga, 2006), hlm. 3.
16

menggunakan teknik deskriptif, yaitu dengan menggambarkan keadaan

data secara apa adanya.22 Maksud dari apa adanya adalah tanpa campur

tangan peneliti berupa pengurangan maupun penambahan data. Namun

bukan berarti tanpa interpretasi, hanya hal itu dilakukan ketika analisis

data.

2. Sumber Data

Yang dimaksud sumber data dalam penelitian adalah subjek

darimana data dapat diperoleh.23 Penelitian yang dilakukan adalah

penelitian kasus dimana pengertian dari penelitian kasus adalah suatu

penelitian yang dilakukan secara intensif ,terinci dan mendalam

terhadap suatu organisasi, lembaga atau gejala tertentu.24

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa

sumber data sekunder yang berasal dari Keputusan Bahsul Masail

Diniyyah al-Waqi’iyyah Nahdlatul Ulama PWNU Jatim di Tuban

tentang Bitcoin. Data ini diperoleh dari dokumen-dokumen, buku, dan

hasil penelitian yang berkaitan dengan penelitian ini.

3. Bahan Hukum

Terdapat 3 macam bahan pustaka yang dipergunakan oleh penulis

yakni:

a. Bahan Hukum Primer

22
Tajul Arifin, Metode Penelitian, cet-1, (Bandung: CV.Pustaka Setia, 2008), hlm.119
23
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu PendekatanPraktek,(Jakarta: PTRineka
Cipta,2002),Cet. 12, hlm.107.
24
Ibid. ,hlm.120.
17

Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang

mengikat atau yang membuat orang taat pada hukum seperti

peraturan perundang–undangan, dan putusan hakim. Bahan hukum

primer yang penulis gunakan di dalam penulisan ini yakni: UU No.7

tahun 2011 tentang mata uang, PBI Nomor 19/12/PBI/2017 tentang

Penyelenggaraan Teknologi Finansial (Tekfin) dan PBI

18/40/PBI/2016 tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi

Pembayaran (PTP).

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder itu diartikan sebagai bahan hukum

yang tidak mengikat tetapi menjelaskan mengenai bahan hukum

primer yang merupakan hasil olahan pendapat atau pikiran para

pakar atau ahli yang mempelajari suatu bidang tertentu secara khusus

yang akan memberikan petunjuk ke mana peneliti akan mengarah.

Yang dimaksud dengan bahan sekunder disini oleh penulis adalah

doktrin-doktrin yang ada di dalam buku, jurnal hukum dan internet.

4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian kualitatif,peneliti tidak mengumpulkan data

dengan seperangkat instrumen untuk mengatur variabel, akan tetapi

peneliti mencari dan belajar dari subjek dalam penelitiannya, dan

menyusun format untuk mencatat data ketika penelitian berjalan.25

Teknik pengumpulan data, dalam hal ini penulis menggunakan studi

25
AsmadiAlsa,Pendekatan Kuantitatif danKualitatif Serta Kombinasinya dalam Penelitian
Psikologi,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2003),Cet. 1,hlm.47.
18

kepustakaan atau dokumentasi yaitu pengumpulan data dengan

mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, makalah atau

artikel, majalah, jurnal, web (internet), catatan catatan yang ada

hubungannya dengan masalah yang dipecahkan dan menganalisa data-

data tersebut sehingga penulis bisa menyimpulkan tentang masalah

yang dikaji.

5. Analisis Data

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara

sistematis data yang diperoleh sehingga dapat dipahami dengan mudah

dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain.26 Dalam

penelitian ini penulis mengungkap masalah hasil keputusan Bahsul

Masail Al-Diniyyah Al-Waqiiyyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama

Jawa Timur 2018 di PP. Sunan Bejagung Tuban. Penulis menggunakan

teknik analisis data secara deskriptif analisis yaitu prosedur pemecahan

masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan

keadaan subyek atau obyek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat

dan lainlain) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak

atau sebagaimana adanya.27

G. Sistematika Penelitian

Dalam sistematika pembahasan skripsi ini meliputi lima bab, antara

lain secara globalnya sebagai berikut:

26
Muhammad Nadzir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003), hlm. 241.
27
Hadari Nawawi, Metode Peneletian Bidang Sosial, (Yogyakarta:Gajah Mada University
Press, 1995), hlm. 63.
19

Bab pertama adalah pendahuluan. Bab ini berisi gambaran umum

tentang penelitian yang meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan

penulisan, manfaat penulisan, telaah pustaka, metode penelitian, dan

sistematika penulisan.

Bab kedua adalah gambaran umum tentang metode penetapan hukum

dan Teori uang. Bab ini merupakan landasan teori yang akan digunakan

untuk membahas bab-bab selanjutnya. Bab ini terdiri dari dua sub.

Pertama, membahas tentang pengertian metode penetapan hukum, macam-

macam metode penetapan hukum, syarat mujtahid, tingkatan mujtahid.

Kedua, membahas tentang teori uang yaitu definisi uang, fungsi uang dan

syarat uang.

Bab ketiga adalah gambaran umum tentang Bitcoin, bahsul masail

Nahdlatul Ulama dan Keputusan Bahsul Masail PWNU Jawa Timur 2018

mengenai hukum Bitcoin. Bab ini terbagi menjadi tiga sub. Pertama,

membahas tentang Bitcoin. kedua membahas tentang bahsul masail.

Ketiga, mengupas hasil bahsul masail.

Bab keempat adalah analisis. Bab ini berisi analisis terhadap

keputusan bahsul masail tentang Bitcoin dan metode yang digunakan

dalam menetapkan hukum Bitcoin.

Bab kelima Penutup. Bab ini berisi kesimpulan yang merupakan hasil

pemahaman, penelitian dan pengkajian terhadap pokok masalah, saran-

saran dan penutup.


BAB II

GAMBARAN UMUM TENTANG METODE PENETAPAN HUKUM

DAN MATA UANG DALAM PERSPEKTIF ISLAM

A. METODE PENETAPAN HUKUM

1. Pengertian Metode Penetapan Hukum Islam

Metode penetapan hukum Islam, secara sederhana dapat diartikan

sebagai cara-cara menetapkan, meneliti, dan memahami aturan-aturan yang

bersumber dari nash-nash hukum untuk diaplikasikan dalam kehidupan

manusia, baik menyangkut individu maupun masyarakat. Metode ini

terkandung dalam satu disiplin ilmu yang dikenal dengan ilmu ushul fiqh,

yaitu pengetahuan yang membahas tentang dalil-dalil hukum secara garis

besar, cara pemanfaatannya dan keadaan orang yang memanfaatkannya,

yakni mujtahid. Melalui ilmu ini, pengetahuan tentang hukum-hukum Islam

dapat diwujudkan, sehingga ilmu ushul fiqh diidentifikasikan sebagai

metodologi konvensional dalam studi hukum Islam1, atau koleksi teori-teori

hukum Islam juga telah dikemukaan oleh Abu Zahrah dan Mustafa Sa’id al-

Khinn, bahwa ilmu ushul fiqh adalah metode yang ditempuh oleh ahli

hukum, yang berfungsi sebagai kaidah-kaidah berpikir yang mesti diikuti

supaya terhindar dari kesalahan dalam penemuan hukum.2 Dalam kitab-

1
M. Atho Mudzhar, Pendekatan Studi Islam dalam Teori dan Praktek, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 1998), hlm.2
2
Muhammad Abu Zahroh, Ushul Fiqh, terjemahan Safullah Ma’shum dkk, (Jakarta : PT.
Pusataka Firdaus, 2010), hlm. 3

20
21

kitab ilmu ushul fiqh, wacana tentang metode penetapan hukum Islam juga

disebut dengan metode ijtihad.3

Ijtihad adalah salah satu pilar penting dalam fiqh Islam. Fiqh

merupakan hasil Ijtihad para ulama dari generasi ke generasi dalam upaya

memahami khitab Allah.4 Secara harfiah, ijtihad adalah suatu ungkapan dari

pengarahan daya kemampuan untuk mewujudkan sesuatu yang dituju.

Karenanya kosakata Ijtihad hanya digunakan untuk sesuatu yang

mengandung beban dan kesulitan5 yang berasal dari kata juhda dan jahda

yang menurut Az-Zubaidi berarti kekuatan dan kesanggupan. Sedangkan

menurut Ibn Katsir juhda berarti yang sulit atau berlebih-lebihan, sedangkan

Said at-Taftazami memberikan arti ijtihad dengan Tahmilul juhdi atau ke

arah yang membutuhkan kesungguhan.6

Ijtihad dalam Ushul fiqih diartikan sebagai proes untuk pengerahan

daya upaya guna melahirkan hukum.7 Definisi ijtihad yang cukum

representatif adalah sebagaimana yang dikemukakan oleh Abdul Wahab

Khalaf yaitu mengerahkan daya upaya untuk sampai kepada hukum syar’i

dari dalil-dalil yang rinci dan dalil-dalil syar’i.8 Definisi tersebut telah jelas

3
Duski Ibrahim, Metode Penetapan Hukum Islam, (Yogyakarta: : AR-RUZZ MEDIA,
2008), hlm.80
4
Ahwan Fanani, Horizon Ushul Fihih Islam, (Semarang : Cv Karya Abadi, 2015),
hlm,243
5
Forum Karya Ilmiah 2004 MHM PP Lirboyo, Kilas Balik Teoritis Fiqih Islam, (Kediri:
MHM PP Lirboyo, 2004), hlm. 314
6
Rosihon Anwar dkk, Pengantar Studi Islam, (Bandung : Cv: Pustaka Setia, 2009), hlm.
192
7
Ahwan Fanani, op.cit, hlm. 245
8
Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul Fikih, terj, Faiz el-Muttaqin, (Jakarta : Pustaka Amani,
2003), hlm. 317
22

menyebutkan apa yang dimaksud ijtihad, darimana sumbernya dan apa

substansi dari ijtihad itu sendiri.

Dari definisi diatas bahwa ijtihad selalu berkonotasi dengan upaya

sungguh-sungguh yang berarti bahwa permasalahan-permasalahan yang

dijadikan objek Ijtihad merupakan permasalahan yang serius yang

memerlukan jawaban hukum. Sehingga permasalahan yang ada dalilnya

atau yang sudah jelas terdapat pada petunjuk dalam nash tidak termasuk ke

dalam ruang ijtihad karena tidak membutuhkan pemahaman yang berat.

Dari proses istinbath9 hukum yang dilakukan oleh mujtahid akhirnya

menghasilkan sebuah keputusan hukum yang disebut fatwa. Fatwa sendiri

secara bahasa berarti suatu perkataan yang memberi arti pernyataan hukum

mengenai suatu masalah yang timbul kepada siapa yang ingin

mengetahuinya.10 Sedangkan secara istilah adalah menerangkan hukum

syara’ dalam suatu persoalan sebagai jawaban dari suatu pertanyaan, baik si

penanya itu jelas identitasnya maupun tidak, baik perseorangan maupun

kolektif11 atau dengan kata lain fatwa adalah pendapat para ulama (mufti)

yang mempunyai keahlian dalam hukum Islam tentang aturan-aturan yang

diinterpretasikan dari hukum-hukum Allah.12 Jadi dari pengertian diatas

baik secara bahasa maupun istilah substansi fatwa adalah respon atau

9
Kata Istinbath jika dihubungan dengan hukum, seperti dijelaskan oleh Muhammad bin
‘Ali al-Fayyumi (w.770 H) ahli bahasa Arab dan Fiqh , berarti upaya untuk menarik hukum dari
al-Qura’an dan Sunnah dengan jalas ijtihad. Lihat Satria Effendi, M.Zein, Ushul Fiqh , (Jakarta:
Kencana: 2005), hlm.177
10
Imam Yahya, Dialektika Hukum Islam dan Politik Lokal: Analisis Fatwa Bahsul
Masail NU tentang Keharaman Pembangunan PLTN di Jepara, (Semarang : Walisongo Press,
2009), hlm. 14
11
Yusuf Qardhawi, Fatwa: Antara Ketelitian dan Kecerobohan, terj, Faiz el-Muttaqin
(Jakarta : Gema Insani Press, 1997), hlm. 5
12
Imam Yahya, op.cit.
23

jawaban hukum dari seorang ahli hukum atas suatu persoalan faktual yang

ditanyakan, sehingga fatwa bukanlah aktifitas yang imajinatif.

Para ahli ushul fiqh menyamakan mujtahid dengan mufti, orang

yang dimintai pendapatnya. Di semua karya-karya mereka kedua istilah ini

dipakai secara sinonim. Mandat kesarjanaan yang dimiliki oleh mujtahid

harus pula dimiliki oleh mufti, namun dengan satu perbedaan bahwa mufti

selain harus bersifat adil dan dapat dipercaya, namun juga diketahui bahwa

dia menjadikan agama dan persoalan-persoalan agama dengan sangat serius.

Kalau seseorang telah memenuhi syarat ini maka ia berkewajiban untuk

berfatwa kepada seseorang yang datang kepadanya menanyakan persoalan

agama.13

Menurut Abu Zahrah, Memberi fatwa (ifta’) lebih khusus dibanding

ijtihad. Sebab ijtihad adalah kegiatan menggali hukum, baik karena ada

persoalan maupun tidak. Sedangkan ifta’ hanya dilakukan ketika ada

kejadian nyata, dan seorang ahli fiqih berusaha mengetahui hukumnya.14

Namun sesungguhnya antara ijtihad dan ifta’ mempunyai sebuah korelasi

yaitu proses menggali hukum, hanya saja instutusi fatwa bergerak jika ada

permohonan.

Adanya korelasi antara fatwa dan ijtihad menunjukkan bahwa secara

otomatis fatwa itu menguatkan posisi ijtihad, karena pada dasarnya fatwa

merupakan hasil dari ijtihad. Keduanya merupakan hal yang penting,

bahkan suatu keharusan bagi umat Islam. Sebab jika tidak dilakukan
13
Mardani, Ushul Fiqh, (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2013), hlm. 367
14
Muhammad Abu Zahroh, Ushul Fiqh terjemahan Safullah Ma’shum dkk, (Jakarta : PT.
Pusataka Firdaus, 2010), hlm. 595
24

penggalian hukum secara mendalam tentu masyarakat akan bingung dalam

menjalankan syariat terutama terhadap persoalan-persoalan baru. Di

samping itu fatwa dan ijtihad juga memacu umat Islam agar tidak masa

bodoh sekaligus menghindarkan taqlid buta.15

2. Macam-Macam Metode Penetapan Hukum

Masalah kontemporer dan aktual bukanlah merupakan sebuah

ancaman, namun justru menjadi sebuah tantangan besar bagi para ulama

yang memiliki kompetensi ijtihad untuk menemukan solusi dan jawaban

hukum dari sebuah permasalahan. Maka ketika muncul persoalan-persoalan

baru yang membutuhkan jawaban hukum atau tatkala menemukan pendapat

para imam yang akurat terhadap permasalahan tersebut, hal yang harus

dilakukan pertama kali oleh seorang mujtahid adalah menhimpun akumulasi

dari berbagai disiplin ilmu yang berkaitan dengan permasalahan, antara lain

ilmu gramatikal Arab, ayat-ayat al-Qur’an, hadits-hadits Nabi, pendapat

ulama terdahulu dan metode-metode qiyas, selanjutnya dianalisa dengan

langkah-langkah sebagai berikut16:

Pertama, seorang mujtahid harus terlebih dahulu meneliti nash-nash

al-Qur’an. Tatkala ditemukan ayat-ayat yang menjelaskan bail secara nash

atau secara dzahir17, maka itulah yang harus dijadikan sebagai sandaran

hukumnya. Dan ketika tidak ditemukan di dalam al-Qur’an maka yang

15
Rohadi Abdul Fatah, Analisis Fatwa Keagamaan Dalam Fikih Islam, (Jakarta : Bumi
Aksara, 2006), hlm. 108
16
Forum Karya Ilmiah 2004 MHM PP Lirboyo, op.cit, hlm. 357
17
Penunjukan secara nash adalah penunjukan kepada makna yang jelas dan lugas yang
tidak mengkin diarahkan ke makna lain, sedangkan penunjukan makna dzahir adalah penunjukan
makana yang masih memungkinkan untuk diarahkan ke makna yang lain dengan kemungkinan-
kemungkinan yang kecil sesuai indikasi yang ada.
25

kedua adalah beranjak ke penelitian sunnah Rasullullah yang meliputi

perkataan, tindakan dan ketetapan beliau. Bila ditemukan penjelasan di

dalamnya maka itulah yang digunakan sebagai sumber rujukan. Kemudian

langkah berikutnya jika tidak ditemukan dalam sunnah Rasul adalah dengan

meneliti hasil-hasil ijma’ yang valid dari para mujtahid terdahulu, lalu

beralih pada qiyas dengan menggali illat hukumnya sesuai dengan

ijtihadnya dan kemudian diterapkan pada permasalahan yang sedang digali

solusi hukumnya.18

Dari metode ijtihad diatas secara singkat dapat diklasifikasikan

menjadi tiga bagian :

a. Metode Bayani (lughowi)

Ijtihad dengan menggunkan metode bayani adalah ijtihad terhadap

persoalan yang memiliki landasan dari teks al-Qur’an dan sunnah. Ijtihad

ini utamanya menggunakan pendekatan linguistik, yaitu memahami

makna lafal dan menyimpulkan hukum dari pemahaman lafal tersebut.

Ijtihad bayani merupakan level pertama yaitu level pemahaman terhadap

petunjuk nash sebagai metode dalam penetapan hukum Islam karena

hukum Islam berlansdakan dalil syar’i yang bersumber dari wahyu.19

Ijtihad bayani merupakan deduksi langsung terhadap dalil utama

hukum Islam, yaitu al-Qur’an dan sunnah. Operasionalisasi ijtihad

bayani adalah dengan penggunaan kaidah-kaidah ushul untuk

memahami dalil-dalil yang terperinci, yaitu petunjuk ayat per ayat,

18
Forum Karya Ilmiah 2004 MHM PP Lirboyo, op.cit, hlm. 357
19
Ahwan Fanani, op.cit, hlm. 250
26

sunnah per sunnah, atau persoalan hukum melalui penyimpulan dari ayat

atau sunnah.

b. Metode Qiyasi

Ijtihad dengan menggunakan metode qiyasi menempati level

kedua dalam penggalian hukum. Ijtihad qiyasi merupakan wilayah

perluasan dari ijtihad bayani, yaitu dengan deduksi alasan hukum dan

kasus-kasus hukum baru yang belum ada petunjuk dalilnya.

Ijtihad qiyasi adalah ijtihad yang didasarkan atas prinsip

persamaan antara permasalahan yang telah diketahui hukumnya dengan

kasus baru yang belum deketahui hukumnya dengan mempertimbangkan

persamaan illat dari kedua kejadian.

c. Metode istishlahi

Ijtihad dengan menggunakan metode istishlahi dilakukan ketika

tidak ada petunujuk dari nash atau suatu persoalan dan tidak mungkin

dilakukan qiyas karena tidak ada ashlnya. Ijtihad istishlahi menggunakan

landaan maslahah marsalah. Maslahah mursalah adalah mashlahah yang

tidak dilegalisasi dan tidak dilarang oleh syariat. Mashlahah mursalah

tersebut dibedakan dari:

1.) Maslahah Mu’tabarah (maslahah yang dilegalisasi syariat). Karena

syariat datang untuk kebaikan manusia, banyak kebaikan manusia

yang ditegaskan kembali, diperintahkan atau dianjurkan oleh syariat.

Maslahah yang ditegaskan kembali oleh syariat inilah yang disebut

maslahah mu’tabarah,
27

2.) Maslahah mulghah ( maslahah yang diabaikan oleh syartiat).

Maslahah mulghah adalah bagian dari kesenangan manusia yang

tidak diterima oleh syariat, penolakan syariat terhadap bentuk

kesenangan manusia ini bisa dilandasi pertimbangan bahwa

meskipun satu perbuatan adalah menyenangkan manusia, tetapi pada

hakikatnya kesenangan itu adalah sebab yang membawa kepada

kerusakan.

Maslahah Mursalah menjadi bagian dari Istidlal, pencarian dalil

yang bukan bersumber dari al-Qur’an, sunnah, ijma’ maupun qiyas.

Melainkan kepada ruh dari syariat itu sendiri yaitu terletak pada

pengejawentahan tujuan syariat yang terumuskan dalam al-kulliyatul al-

khamsah (lima tujuan syariat Islam).

Penggunaan maslahat mursalah sebagai dasar bagi penentuan hukum

syar’i didaarkan kepada beberapa prinsip yang menghindarkan maslahat

mursalah dari sekedar berhujjah dengan menggunakan hawa nafsu. Seorang

ulama kontemporer Abdul Wahab Khallaf, memberikan batasan syarat

penggunaan maslahah mursalah:

1.) Maslahahnya hakiki, yaitu bahwa maslahah yang dimaksud benar-

benar mengandung kebaikan bagi manusia, bukan sekedar kesenangan

atau dugaan yang pada akhirnya membawa kemadharatan. Atau dengan

kata lain bahwa mashlahat yang hakiki adalah maslahah yang dapat
28

menarik manfaat untuk manusia dan dapat menolak bahaya dari

mereka.20

2.) Maslahah bersifat umum, yaitu kebaikan yang menyangkut dan

dirasakan umumnya komunitas atau masyarakat, bukan kebaikan bagi

satu atau dua orang saja ataupun kelompok tertentu saja.

3.) Tidak bertentangan dengan nash, yaitu mekipun maslahah murslahah

adalah dalil hukum yang tidak ada petunjuknya dalam nash, namun

dalam penggunaannya tidak boleh bertentangan dengan nash. Maka

maslahah harus sejalan dengan tujuan hukum-hukum yang dituju oleh

syariat.

3. Syarat -syarat Mujtahid

Secara bahasa orang yang melakukan ijtihad disebut mujtahid, yaitu

orang yang berusaha bersungguh-sungguh. Adapun secara terminologi

mujtahid adalah seseorang yang mempunyai kompetensi untuk menggali

hukum Islam dari sumbernya baik dengan cara memahami langung pada

teks al-Qur’an dan as-Sunnah maupun melalui ilmu bantu berupa teori-teori

yang telah dibangun oleh para pendahulunya. Yang pertama disebut -

mujtahid mutlaq atau mustaqil dan yang kedua disebut mujtahid muntasib.21

Dalam melakukan kegiatannya pada penggalian hukum Islam, para

mujtahid selalu menerapkan sikap kehatia-hatian agar tidak terjerumus

dalam kesalahan. Oleh karenanya tidak semabarang orang layak disebut

sebagai mujtahid. Hanya mereka yang memenuhi kriteria tertentu saja yang

20
Cherul Umam dkk, Ushul Fiqih 1, (Bandung: Pustaka Setia,2000), hlm.137
21
Mahsun, Sejarah Hukum Islam, (Semarang: CV Karya Abadi Jaya, 2015), hlm.117
29

dapat mencerminkan adanya kompetensi untuk berijtihad. Kriteria yang

dimaksud adalah syarat-syarat menjadi mujtahid, yaitu22:

a. Syarat yang disepakati (mutafaq ‘alaih)

1.) Mengetahui ilmu al-Qur’an meliputi ilmu asbab an-nuzul dan

nasikh wa manshukh.

2.) Mengetahui ilmu as-sunnah meliputi ilmu dirayah al-hadits, ilmu

asbab wurud al-hadits, ilmu nasikh wa mansukh fi al-hadits.

3.) Mengetahui ilmu bahasa Arab.

4.) Mengetahui ijma’

5.) Mengetahui ilmu ushul fiqh

6.) Mengetahui tujuan syariat (maqashid asy-syari’ah)

7.) Mengetahui ilmu sosial dan kehidupan

8.) Adil dan bertaqwa

b. Syarat yang masih diperselisihkan (mukhtalaf fih)

1.) Mengetahui ilmu ushuluddin

2.) Mengetahui ilmu mantiq

3.) Mengetahui cabang-cabangnya fiqh.

Salah satu syarat penting lainnya dalam penetapan fatwa lewat Ijtihad

adalah harus memenuhi metodologi (manhaj) dalam berfatwa, karena

menetapkan fatwa tanpa mengindahkan manhaj, termasuk yang dilarang

agama. menetapkan fatwa yang didasarkan semata karena adanya kebutuhan

(lil al-hajah), atau adanya kemashlahatan (lil mashlahah), atau karena

22
Ibid.
30

adanya intisari ajaran Agama (li maqashid al-syariah), dengan tanpa

berpegang pada teks keagamaan (an-nhusush al-syar’iyyah), ter,asuk

kelompokyang kebablasan (ifrathi).

Sebaliknya kelompok yang rigit memegang teks keagamaan (an-

nhusush al-syar’iyyah) dengan tanpa memperhatikan kemashlahatan dan

intisari ajaran Agama, sehingga banyak permasalahan yang tidak terjawab,

maka kelompok ini termasuk gegabah (tafrithi). Oleh karenanya dalam

berfatwa harus menjaga keseimbangan antara tetap memakai manhaj yang

telah disepakati, sebagai upaya untuk tidak terjerumus dalam kategori

memberi fatwa tanpa mempertimbangkan dalil yang jelas. Tapi di sisi lain

juga harus memperhatikan unsur posisi fatwa sebagai salah satu alternatif

pemecahan kebekuan dalam perkembangan hukum Islam.23

4. Macam-Macam Ijtihad dan Ruang Lingkupnya

Ijtihad pada umumnya dilakukan sekitar memahami nash-nash dan

usaha memahami ‘illat hukum yang menjadi motivasi dari sebuah ketentuan

hukum serta memahami maqashid asy-syari’ah.24 Para ulama ulama ushul

fiqh telah membagi ijtihad ke dalam beberapa pembagian.

Mujtahid dari segi tingkatannya dibagi menjadi tiga:

a. Ijtihad Mutlaq Mustaqil

Adalah ijtihad yang dilakukan dengan cara menciptakan norma

hukum dan kaidah istnbath yang menjadi metode bagi setiap orang yang

handal melakukan ijtihad. Orang yang melakukan ijtihad bentuk ini

23
Lihat Salahuddin al Ayub, www.mui.com
24
Mahsun, Op.cit, hlm.6
31

disebut Mujtahid Mutlaq Mutaqil (independen), contohnya adalah imam

madzhab yang empat, yaitu Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam

Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hambal.

b. Ijtihad Mutlaq Muntasib

Adalah ijtihad yang dilakukan dengan menggunakan metode

istinbath yang dibuat oleh mujtahid Mutlaq Mustaqil. Meskipun dari segi

kemampuan mereka mampu merumuskan, namun tetap berpegang pada

ushul fiqh salah seorang Imam Mujtahid Mustaqil, seperti berpegang

kepada ushul fiqh Abu Hanifah. Akan tetapi mereka bebas berijtihad

tanpa terikat dengan salah seorang Mujtahid mustqil. Termasuk

kelompok ini adalah murid-murid Abu Hanifah seperti as-Syaibani dan

Abu Yusuf. Mujtahid seperti ini dinisbahkan kepada salah satu Imam

Mujtahid Mutlaq Mustaqil karena mereka menggunakan metode istinbath

Imam tersebut.25

c. Ijtihad Tarjih

Adalah ijtihad seseorang dalam memberi fatwa atau pendapat

hukum dengan menyandarkan kepada salah satu dari madzhab-madzhab

besar. Mujtahid dalam kelompok ini kegiatannya bukan mengistinbath

hukum tetapi terbatas membandingkan berbagai madzhab atau pendapat,

dan mempunyai kemampuan untuk mentarjih atau memilih salah satu

pendapat terkuat dari pendapat-pendapat yang ada, dengan menggunakan

metode tarjih yang telah diruuskan oleh ulama-ulama mujtahid

25
Mardani, op.cit. hlm. 358-359
32

sebelumnya. Dengan metode ini, ia dianggap melaporkan di mana

kelemahan dalil yang dipakai dan dimana keunggulannya.26

Ijtihad dilihat dari segi pelakunya dibagi menjadi dua:

a. Ijtihad jama’i (kolektif)

Adalah apa yang dikenal dengan ijma’ dalam kitab-kitab ushul

fiqh, yaitu kesepakatan para mujtahid dari umat Nabi Muhammad SAW.

setelah rasul wafat dalam masalah tertentu. Dalam sejarah ushul fiqh,

ijtihad jama’i dalam pengertia ini hanya melibatkan ulama dalam satu

disiplin ilmu saja yaitu fiqh, dalam perkembangannya, ijtihad jama’i

melibatkan berbagai disiplin ilmu di samping ilmu fiqh itu sendiri sesuai

permasalahan yang akan dibahas.

b. Ijtihad fardhi

Adalah ijtihad yang dilakukan oleh perorangan atau hanya

beberapa orang mujtahid. Mislanya, ijtihad yang dilakukan oleh para

Imam Mujtahid besar seperti Abu hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i

dan Imam Hambali.27

Sedangkan dilihat dari segi proses kerjanya ijtihad dibagi menjadi

dua:

a. Ijtihad Istinbathi, yaitu upaya untuk meneliti ‘illat yang dikandung

oleh nash.

b. Ijtihad tatbiqi, yaitu upaya untuk meneliti suatu masalah di mana

hukum hendak diidentifikai dan diterapkan sesuai dengan ide yang

26
Satria Effendi M.Zein, Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana, cet ke-2, 2008), hlm. 254.
27
Mardani, op.cit, hlm.361
33

dikandung oleh nash. Ijtihad ini fokusnya adalah upaya mengaitkan

kasus-kasus yang muncul dengan kandungan makna yang ada dalam

nash.28

Sedangkan menurut Yusuf Qardhawi, ijtihad dari proses kerjanya

dibagi menjadi dua:

a. Ijtihad Intiqa’i

Adalah pemilihan pendapat yang diriwayatkan dari ulama

terdahulu, baik berupa fatwa maupun putusan hukum selaku hakim,

melalui proses tarjih pendapat. Menurut Yusuf Qardhawi,

penerimaan atau pengambilan pendapat tidak boleh melalui proses

taqlid atau sekedar menerima saja pendapat dari ulama terdahulu,

melainkan melalui proses pengecekan dalil dan membandingkan

satu pendapat dengan pendapat lainnya untuk dicari pendapat yang

lebih kuat dengan ukuran

1) pendapat itu lebih sesuai dengan masa sekarang,

2) lebih mendapatkan kepad kemudahan syariat,

3) lebih sesuai dengan tujuan syariat Islam (maqashid asy-Syariah)

b. Ijtihad Insya’i

Adalah istinbath hukum baru dalam persoalan yang belum

dibahas para ulama terdahulu, baik ulama klasik maupun ulama

sekarang. Ijtihad ini juga mencakup masalah-masalah lama yang

28
Mardani, Ibid, hlm.364
34

ditemukan pendapat baru oleh mujtahid sekarang dan belum ada

ulama klasik yang berpendapat demikian.29

Secara garis besar ruang lingkup ijtihad adalah sekitar ayat-ayat

atau teks-teks yang bersifat dzanni (tidak tegas) bukan pada ayat-ayat atau

teks yang qath’i (pasti) penunjukannya kepada makna yang dikehendaki.

Hukum tentang wajibnya shalat, puasa, zakat, dan haji adalah termasuk

yang tidak bisa diijtihadkan karena sudah pasti dan telah disepakati.30 Jadi

secara ringkas dapat dipahami bahwa lapangan ijtihad meliputi masalah-

masalah yang secara eklplisit tidak terdapat dalam al-Qur’an maupun as-

Sunnah, dan masalah-masalah yang terdapat dalam kedua sumber tersebut,

tetapi termasuk kategori yang dzanni, baik masalah yang masuk kategori

pertama maupun kedua perlu ditangani dengan cara merujuk kepad sumber

utama ajaran Islam yaitu al-Qur’an dan as-Sunnah, kemudian

menginterpretasikannya sesuai dengan masalah yang sedang diselesaikan.

Interpretasi ini dilakukan dengan memperhatikan jangkauan arti lafal atau

kalimat yang terdapat di dalam teks al-Qur’an dan as-Sunnah. Dalam

kaitan ini Fathi al-Darimi menyatakan, bahwa ijtihad memerlukan analisis

yang tajam terhadap nash serta jiwa yang terkandung di dalamnya, dengan

memerhatikan aspek kaidah kebahasaan dantujuan umum disyariatkannya

hukum Islam.31

29
Ahwan Fanani, op.cit, hlm. 271
30
Mahsun, op.cit, hlm. 116
31
Mardani, op.cit, hlm. 355-356
35

B. UANG DALAM ISLAM

Uang sudah digunakan untuk keperluan sehari-hari dan merupakan

suatu kebutuhan dalam menggerakkan perokonomian suatu negara. Bahkan

uang yang semula hanya digunakan sebagai alat tukar, sekarang sudah berubah

menjadi lebih multi fungsi. Begitu pula dengan jenis-jenis uang yang makin

beragam terutama yang digunakan sebagai alat tukar. 32

Di era modern ini hampir tidak bisa dipisahkan antara kata ekonomi dan

uang. Keduanya saling berkaitan, saling mempengaruhi dan saling menjelaskan

satu sama lain. Bahkan dalam kehidupan sehari-hari keberhasilan ekonomi

diukur dengan uang. Namun disisi lain, apalah arti uang bila tidak ada aktivitas

ekonomi. Dalam ekonomi modern sekarang ini hampir semua kebutuhan dan

keinginan manusia didapat melalui transaksi barang dan jasa. Dalam

bertransaksi, manusia menggunakan alat tukar yang dnamakan uang. Oleh

karena itu, di era modern saat ini, hampir tidak ada kegiatan manusia yang

dapat dipisahkan dari uang. Dengan kata lain, sekarang ini uang memegang

peranan penting dalam kehidupan manusia.33

Pada awalnya, manusia tidak mengenal uang, tetapi melakukan

pertukaran antar barang dan jasa secara barter34 sampai masa mereka mendapat

32
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
Cetakan pertama, 2005), hlm. 11
33
Henry Faizal Noor, Ada Apa Dengan Uang Kertas? Dilema dan Agenda di Balik
Ekonomi Uang Kertas, (Jakarta : UI Press, 2014), hlm 15-16
34
Barter merupakan uatu sistem pertukaran antara barang dengan barang atau dengan jasa
atau sebaliknya. Sistem ini merupakan sistem yang pertama kali dikenal dalam perdagangan dunia,
namun sistem ini kemudian mulai ditinggalkan karena banyak kendala dalam melakukan
pertukaran dan mulai dikenalnya alat pertukaran baru yang lebih efisien, lihat Kasmir, Uang dan
Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, Cetakan Pertama, 2005), hlm12
36

petunjuk Allah untuk membuat uang.35 Seperti diketahui bahwa awal mula

penciptaan uang adalah akibat kesulitan masyarakat dalam melakukan tukar

menukar barang ataupun jaa di masa barter. Kendala utama untuk melakukan

pertukaran adalah sulitnya memperoleh barang dan jasa yang sangat

dibutuhkan karena belum tentu orang lain mau menukarkan barang atau jasa

dengan barang dan jasa yang kita punya.

Pada mulanya uang yang tersebar luas adalah uang yang terbuat dari

logam seperti emas, perak, dan tembaga. Pada zaman Rasulullah SAW mata

uang yang digunakan sebagai alat tukar disebut dinar36, dirham37 dan fulus38.

Dasar transaksi terebut terus digunakan sampai muncul mata uang kertas

tepatnya setelah perang dunia pertama tahun 1914 M. Semenjak itu banyak

negara tidak membenarkan lagi bagi penduduknya dalam melakukan transaksi

menggunakan emas dan perak sebagai dasar mata uang.39

Sedangkan secara umum mata uang dalam Islam disebut dengan nuqud

untuk menjelaskan pengertian mata uang baik berupa emas, perak maupun

tembaga. Dan kata nuqud memang tidak terdapat dalam al-Qur’an maupun

Sunnah, karena bangsa Arab umumnya tidak menggunakan kata nuqud untuk

menjelaskan harga, tetapi mereka menggunakan kata dinar untuk menunjukkan

mata uang yang terbuat dari emas, dirham yang menunjukkan mata uang yang

35
Ahmad Hasan, MATA UANG ISLAM Telaah Komprehensif Sistem Keuangan Islami,
(Jakarta : PT Rajagrafindo Persada, 2004), hlm 23
36
Dinar berasal dari bahasa Romawi, Denarius yaitu nama untuk emas cetakan yang
sudah digunakan di masa Romawi.
37
Dirham berasal dari bahasa Yunani, Drachma yaitu nama untuk perak cetakan.
38
Fulus, Plural fals adalah recehan yang dicetak dari tembaga, lihat Ahmad Hasan, Mata
Uang Islami, hlm. 2
39
Ibid, hlm. xi
37

terbuat dari perak dan fulus atau uang tembaga adalah alat tukar tambahan

yang digunakan untuk membeli barang-barang murah40.

1. Pengertian Uang

Uang pada dasarnya adalah kesepakatan mengenai alat tukar antara

orang-orang yang bertransaksi. Sejenis perjanjian atau kesepakatan tidak

tertulis mengenai sesuatu yang dapat dijadikan alat tukar. Uang hakikatnya

adalah semua alat tukar yang dapat diterima secara umum. Alat tukar itu

dapat berupa benda apapun yang disepakati oleh setiap orang di masyarakat

sebagai alat tukar dalam proses transaksi barang dan jasa.41

Menurut fuqaha, uang ialah yang digunakan oleh manusia sebagai

standar ukuran nilai harga, media transaksi pertukaran, dan media simpanan.

Sedangkan menurut teori ekonomi, uang merupakan simbol dari komoditi

yang akan ditukar, atau alat tukar yang dikaitkan dengan sesuatu yang

berharga dan memiliki nilai guna bagi manusia. Menurut teori ekonomi

tradisional, ternyata uang didefinisikan sebagai setiap alat tukar yang dapat

diterima secara umum, meski alat tukar tersebut berupa benda apapun yang

dapat diterima oleh setiap orang di masyarakat dalam proses pertukaran

barang dan jasa. Sedangkan menurut teori ekonomi modern, uang

didefiniikan sebagai sesuatu yang tersedia dan secara umumditerima sebagai

alat pembayaran bagi pembelian barang dan jasa serta kekayaan berharga

40
Ibid, hlm.2
41
Henry Faizal Noor,op.cit, hlm. 16
38

lainnya, juga sebagai pembayaran utang atau sebagai alat penunda

pembayaran.42

Definisi yang lebih detail diungakapkan oleh Kasmir yang

mendefinisikan uang sebagai sesuatu yang diterima secara umum sebagai

alat pembayaran dalam suatu wilayah tertentu atau sebagai alat pembayaran

hutang atau sebagai alat pembelian barang dan jasa. Dengan kata lain bahwa

uang merupakan alat yang digunakan dalam melakukan pertukaran baik

barang maupun jasa dalam suatu wilayah tertentu saja misalnya di suatu

negara, namun bisa saja mata uang tertentu berlaku di semua Negara

misalnya dollar.43

Dalam perekonomian yang semakin modern ini, uang memegang

peranan penting bagi semua kegiatan masyarakat. Uang sudah merupakan

kebutuhan, bahkan menjadi penentu stabilitas dan kemajuan perekonomian

di suatu negara.

2. Uang Dalam Perspektif Hukum Islam

Sebagai perbandingan teori ekonomi konvensional-kapitalisme, Islam

membicarakan uang sebagai sarana penukaran dan penyimpan nilai yang

berguna jika ditukar dengan benda yang dinyatakan atau jika digunakan

untuk membeli barang dan jasa. tetapi uang bukanlah barang komoditas

yang diperdagangkan.44 Oleh karena itu uang harus dikembalikan ke fungsi

aslinya yaitu sebagai alat tukar, bukan komoditas yang diperjualbelikan

42
Siti Mujibatun, Konsep Uang dalam Hadis, (Semarang: eLSA, 2012), hlm.53
43
Kasmir, op.cit, hlm. 13
44
Eko Suprayitno, Ekonomi Islam: Pendekatan Ekonomi Makro Islam dan
Konvensional,( Yogyakarta : Graha Ilmu, 2005), hlm.197
39

yang akhirnya dapat memicu krisis sebagaimana yang dirasakan oleh

negara-negara kapitalis.45 Orang perlu memahami kebijakan Rasulullah

SAW, bahwa Rasul tidak hanya mengumumkan bunga atas pinjaman

sebagai seseuatu yang tidak sah, tetapi juga melarang pertukaran uang dan

beberapa benda bernilai lainnya untuk pertukaran yang tidak sama

jumlahnya, serta menunda pembayaran jika barang dagangan atau mata

uangnya sama. Hal ini untuk menghindari adanya bunga yang menjurus

kepada riba yang dilarang oleh syariat.46

Dengan keberadaan uang, hakikat ekonomi (dalam perspektif Islam)

dapar berlangsung lebih baik, yaitu terpelihara dan meningkatkan

perputaran harta (velocity) diantara manusia (pelaku ekonomi). Dengan

keberadaan uang aktifitas zakat, infaq, sedekah, wakaf, kharaj, jizyah, dan

lain-lain dapat lebih lancar terselenggara. Dengan keberadaan uang juga,

aktifitas sektor swasta, publik dan sosial dapat berlangsung dengan

akselerasi yang lebih cepat.47

Dalam ekonomi konvensional, satuan bunga dan fungi uang yang

dapat disamakan dengan komoditi menyebabkan timbulnya pasar tersendiri

dengan uang sebagai komoditinya dan bunga sebagai harganya. Pasar ini

adalah pasar moneter yang timbul sejajar dengan pasar riil (barang dan jasa)

berupa pasar uang, pasar modal, pasar obligasi, dan pasar derivatif.

Akibatnya dalam pasar konvensional timbul dikotomi sektor riil dan

45
Chairul Huda, Ekonomi Islam, (Semarang: CV. Karya Abadi Jaya, 2015), hlm. 126
46
Muhammad, Kebijakan Fiskal dan Moneter dalam ekonomi Islam, (Jakarta: Salemba
Empat, 2002), hlm.37
47
Mardani, Hukum Sistem Ekonomi Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2015).
Hlm. 140
40

moneter. Lebih jauh lagi perkembangan pesat di sektor moneter telah

menyedot uang dan produktifitas atau nilai tambah yang dihasilkan sektor

riil sehingga sektor moneter telah menghambat pertumbuhan sektor riil,

bahkan telah menyempitkan sektor riil, menimbulkan inflasi dan

menghambat pertumbuhan ekonomi.48

Selain mengembalikan uang ke fungi aslinya sebagai alat tukar yang

tidak dapat diperdagangkan, di dalam ekonomi Islam uang bukanlah

modal49. Sementara ini kita kadang salah kaprah menempatkan uang. Uang

kita sama artikan dengan modal (capital). Uang adalah barang khalayak

(public goods) masyarakat luas. Uang bukan sebagai monopoli seeorang.

Jadi semua berhak memiliki uang yang berlaku di suatu negara. Sementara

modal adalah barang pribadi atau orang per orang.

3. Fungsi Uang

Pada awalnya uang diciptakan untuk mempermudah pertukaran.

Namun seiring dengan berkembangnya zaman, fungsi uang semakin

berkembang yang mulanya hanya sebagai alat tukar, kini berkembang

memiliki banyak fungsi yang bermanfaat bagi masyarakat luas terutama

para pengguna uang. Berubahnya fungsi uang disebabkan karena kebutuhan

masyarakat akan uang semakin beragam. Fungi-fungsi uang pada dasarnya

adalah sebagai berikut:

48
Ibid, 140-141.
49
Modal (capital) mengandung arti barang yang dihasilkan oleh alam atau buatan
manusia, yang diperlukan bukan untuk memenuhi secara langsung keinginan manusia tetapi untuk
membantu memproduksi barang lain yang pada gilirannya akan dapat memenuhi kebutuhan
manusia secara langsung dan menghasilkan keuntungan, lihat Nurul Huda Dkk, Ekonomi Makro
Islam, hlm.94
41

a. Alat tukar menukar (medium of exchange)

Uang adalah alat tukar yang digunakan setiap individu untuk

penukaran barang dan jasa. Misalnya seseorang yang memiliki jagung

ingin membutuhkan daging, maka dalam sistem barter pemilik jagung

harus pergi ke pasar untuk menemukan seseorang yang memiliki daging

yang membutuhkan jagung sehingga bisa terjadi pertukaran antar

keduanya. Berbeda jika pemilik jagung tidak menemukan pemilik daging

yang membutuhkan jagung, maka proses pertukaran jagung dengan

daging tidak terjadi. Itulah kelemahan dari sistem barter.

Fungsi ini menjadi sangat penting dalam ekonomi modern,

dimana pertukaran terjadi oleh banyak pihak. Seseorang tidak bisa

memproduksi setiap barang yang dibutuhkan, tetapi terbatas pada barang

tertentu, atau bagian dari barang atau jasa tertentu, yang dijual kepada

orang-orang untuk selanjutnya digunakan untuk mendapatkan barang

atau jasa yang dibutuhkan. Orang memproduksi barang dan menjualnya

dengan bayaran uang, selanjutnya dengan uang itu diguanakan untuk

pembayaran transaksi lainnya yang dibutuhkan50.

Fungsi uang sebagai alat tukar termasuk fungsi asli uang, yaitu

sebagai alat tukar menukar antara orang yang membutuhkan barang dan

jasa dengan orang yang memiliki barang dan jasa, dimana uang sebagai

penengah atau perantara diantara mereka. Dengan uang seseorang bisa

memiliki barang dan jasa dengan menukarkan uang yang dimiliki kepada

50
Ahmad Hasan,op.cit., hlm 14
42

pemilik barang dan jasa, dan pemilik barang atau jasa menerima uang

sebagai harga dari barang tersebut yang dapat digunakan untuk membeli

barang dan jasa lainnya yang dibutuhkan.51

b. Uang sebagai standar ukuran harga dan unit hitungan

Fungsi ini juga termasuk yang paling utama dan terpenting dari

fungsi uang52. Uang adalah standar ukuran harga (unit of account), yakni

sebagai media pengukur nilai harga komoditi dan jasa, dan perbandingan

harga setiap komoditas dengan komoditi lainnya. Pada sistem barter

sangat sulit menentukan harga setiap komoditas dengan komoditas

lainnya, demikian pula terhadap sebuah jasa dengan jasa-jasa lainnya.53

Apabila pemilik kerbau ingin menukarkan kerbaunya dengan beras

misalnya, ia tidak mengetahui berapa harga kerbau sesuai ukuran beras

yang harus diserahkan sebagai pertukaran dengan kerbau. Maka dengan

uang nilai setiap komoditi maupun jasa dapat diukur atas dasar nilai atau

unit-unit uang.

Uang dalam funginya sebagai standar ukuran harga berlaku untuk

ukuran nilai dan harga dalam ekonomi, seperti berlakunya meter untuk

jarak atau kilogram sebagai standar timbangan. Dari sinilah pentinganya

51
Muchdarsyah Sinungan, Uang dan Bank, (Jakarta : Rineka Cipta, cetakan kedua,
1989), hlm.6
52
Dalam buku-buku teks ekonomi-moneter tradisional, dua fungsi pertama, yaitu uang
sebagai alat tukar dan satuan hitung dianggap sebagai fungsi asli uang, sementara fungsi-fungsi
lainnya dianggap sebagai fungsi turunan uang.
53
Ahmad Hasan, Mata Uang Islami: Telaah Komprehensif Sistem Keuangan Islami,
(Jakarta : PT Rajagrafindo Persada, 2004), hlm 12
43

fungsi uang sebagai standar ukuran harga yang diperlukan untuk

hitungan dalam kegiatan ekonomi.54

c. Uang sebagai media penyimpan nilai

Maksud dari uang sebagai penyimpan nilai adalah bahwa orang

yang mendapatkan uang tidak mengeluarkan seluruhnya dalam satu

waktu, tetapi ia sisihkan sebagian untuk membeli barang dan jasa yang ia

butuhkan pada waktu yang ia inginkan, atau ia simpan untuk hal-hal yang

tak terduga seperti sakit mendadak dan hal-hal yang bersifat mendadak.55

Keynes dalam teori liquidity preference mengemukakan berbagai

alasan mengapa orang cenderung untuk menyimpan uang dalam bentuk

tunai. Pertama, sebagai alasan transaksi. Kedua, sebagai alasan berjaga-

jaga. Ketiga, sebagai alasan berspekulasi.56

d. Uang Sebagai Alat Pembayaran yang Sah (legal tender)

Fungsi uang sebagai alat pembayaran resmi yang diakui dan

dilindungi negara. Fungsi ini masih berjalan dengan baik samapi

sekarang. Hal ini dapat dipahami bahwa uang sebagai legal tender harus

didukung dengan undang-undang, sehingga penerapannya dijaga oleh

penyelenggara negara. Fungsi ini masih berjalan, namun tidak optimal.

Hal ini disebabkan kenaikan harga atau inflasi yang berarti menurunnya

daya beli uang terhadap barang dan jasa. 57

e. Uang Sebagai Standar Pembayaran Hutang

54
Ibid,hlm. 13
55
Ibid, hlm. 15
56
Muchdarsyah Sinungan, op.cit, hlm.8
57
Henry Faizal Noor, op.cit, hlm. 18
44

Uang juga berfungsi sebagai standar untuk melakukan

pembayaran dikemudian hari (standard for deffered payment),

pembayaran berjangka atau pencicilan hutang. Penggunaan uang sebagai

standar pembayaran hutang sangat berkaitan erat bersamaan dengan

penerimaan masyarakat terhadap uang sebagai alat tukar maupun alat

satuan hitung. Dengan adanya uang yang digunakan sebagai alat

pembayaran utang piutang secara tepat dan cepat, baik secara tunai

maupun angsuran, akan dapat meningkatkan usaha perekonomian

masyarakat. Dengan adanya uang maka dapat ditentukan berapa besar

nilai hutang piutang yang harus diterima atau dibayar sekarang atau di

masa yang akan datang.58

f. Uang Sebagai Alat Pendorong Kegiatan Ekonomi

Bila nilai uang stabil orang lebih bergairah dalam melakukan

investasi, kegiatan ekonomi akan semakin meningkat. Fungsi ini berjalan

melalui penerapan kebijakan moneter yang dilaksanakan oleh masing-

masing negara.59

g. Uang Sebagai Salah Satu Identitas Negara

Uang juga berfungi sebagai salah satu identitas negara atau

wilayah. Misalnya rupiah adalah mata uang Indonesia, Bath Tahiland,

Rupee India, Ringgit Malasyia, Yen Jepang, Uero untuk beberapa negara

58
Kasmir, op.cit, hlm. 18
59
Henry Faizal Noor, op.cit, hlm. 19
45

di Eropa barat, Dolar Amerika dan sebagainya. Walaupun fungsi uang

sebagai idntitas negara ini secara perlahan mulai mengalami penurunan.60

4. Syarat Uang

Uang secara fisik tidak memiliki manfaat langsung kepada manusia

seperti dapat dimakan (mengenyangkan) atau dapat diminum

(menghilangkan dahaga) atau manfaat lainnya. Namun demikian, manfaat

uang berasal dari nilai nominalnya yang dapat ditukarkan dengan barang

atau jasa yang kita inginkan, yang mana nominal uang ditetapkan oleh

pemerintah negara yang bersangkutan, sebagaimana rupiah yang

diterbitkan oleh bank sentral di negara Indonesia.61

Agar uang dapat berfungsi sebagai alat tukar yang baik, maka

benda yang digunakan sebagai alat tukar harus memenuhi persyaratan

sebagai berikut:

a. Diterima dan diakui sebagai alat transaksi secara umum

(acceptability), artinya uang harus diterima secara umum

penggunaannya oleh masyarakat, entah itu sebagai alat tukar ataupun

sebagai pembayaran hutang.

b. Mudah disimpan, artinya uang harus mudah disimpan di berbagai

tempat termasuk dalam tempat yang kecil namun dalam jumlah besar.

Oleh karena itu uang harus dibuat dari bahan yang fleksibel, seperti

60
Dari publikasi laporan kekayaan penyelenggaraan Negara yang disis\arkan media,
hampir semua penyelenggara Negara di Indonesia memilki simpanan dalam mata uang dollar
Amerika Serikat. Ini mengindikasikan berkurangnya kepercayaan para penyelenggara negara
terhadap mata uang rupiah, yang merupakan identitas nasional negara Indonesia.
61
Henry Faizal Noor , op.cit, hlm. 20
46

bentuk fisiknya tidak terlalu besar, mudah dilipat atau terdapat

nominal yang jelas mulai dari yang terkecil sampai yang terbesar.

c. Mudah dibawa, artinya bila kita ingin membawa uang tersebut

ataupun dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain, dari atu tangan

ke tangan lain dalam jumlah besar dapat dilakukan dengan mudah.

Mudah dibawa untuk keperluan sehari-hari. Oleh karena itu fisik uang

juga jangan terlalu besar dan juga terlalu berat.

d. Mudah dibagi-bagi (divisibility), uang mudah dibagi ke dalam satuan

unit tertentu dengan harga nominal yang ada guna kelancaran dalam

transaksi mulai dari nominal terkecil sampai nominal terbesar

sekalipun. Kemudian uang tidak hanya mudah dibagi tapi juga mudah

dalam pembulatan kelipatan tertentu terutama dalam nilai bulat. Oleh

karena itu agar uang mudah dibagi harus dibuat nominal yang

beragam.

e. Nilainya stabil (stability of value), nilai uang harus memiliki

kestabilan, walaupun mempunyai fluktuasi tetapi diusahakan agar

fluktuasinya sekecil mungkin. Apabila nilai uang sering terjadi

ketidakstabilan, maka akan sulit dipercaya oleh para penggunanya.

f. Tidak mudah rusak (durability), uang hendaknya tidak mudah rusak

dalam berbagai kondisi, baik robek ataupun hancur terutama kondisi

fisiknya mengingat frekuensi pemindahan uang dari satu tangan ke

tangan lain demikian besar. Dalam hal ini yang perlu diperhatikan

adalah kualitas fisik uang harus benar-benar dijaga dan terjamin


47

kualitasnya, sehingga uang dapat digunakan untuk waktu yang relatif

lama.

g. Suplai harus elastis, agar aktivitas perekonomian lancar, maka jumlah

uang yang beredar haruslah mencukupi. Tersedianya uang dalam

jumlah yang cukup disesuaikan dengan kondisi perekonomian suatu

wilayah. Apabila dalam perekonomian terjadi kekurangan uang maka

berakibat kurang baik demikian pun sebaliknya apabila terlalu banyak

jumlah uang yang beredar akan menyebabkan turunnya nilai uang.

Oleh karena itu jumlah uang harus disesuaikan dengan kodisi yang

ada. Artinya apabila terjadi kekurangan atau kelebihan jumlah uang

harus segera dapat diatasi, sehingga tidak menganggu aktivitas

perekonomian masyarakat yang menggunakan uang.62

h. Harus ada kontinuitas, artinya kontinuitas penggunaan uang tersebut

tidak dalam waktu yang relatif singkat diganti-ganti sehingga dapat

menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap uang.63

Dari berbagai persyaratan diterimanya uang diatas, tidak semua benda

yang dapat digunakan sebagai uang dapat menjalankan semua fungsi tersebut.

Dalam hal ini, fungsi benda tertentu yang dapat digunakan sebagai uang

mungkin dapat berubah, sejalan dengan perkembangan zaman.64

62
Kasmir, op.cit, hlm. 15-16
63
Muchdarsyah Sinungan, op.cit, hlm. 6
64
Solikin dan Suseno, Uang pengertian Penciptaan dan perannannya dalam
perokonomian , (Jakarta: Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan, 2002), hlm. 2
BAB III

KEPUTUSAN BAHSUL MASAIL

PWNU JAWA TIMUR TAHUN 2018

TENTANG BITCOIN

A. PROBLEMATIKA BITCOIN

1. Sekilas Tentang Bitcoin

Transaksi non tunai yang berbasis virtual saat ini telah memasuki era

yang belum pernah terbayangkan sebelumnya dengan kemunculan mata

uang virtual bernama Bitcoin. Sistem pembayaran telah berubah sepanjang

waktunya mengikuti, dengan melihat evolusi pembayaran dalam

perekonomian. Bentuk uang pun berubah seiring dengan berkembangnya

zaman. Pada satu waktu logam mulia seperti emas digunakan sebagai alat

pembayaran utama. Perkembangan selanjutnya aset kertas seperti cek dan

uang kertas mulai dianggap sebagai sebagai uang dan digunakan sebagai

pembayaran.1

Pada era berikutnya seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan

teknologi, manusia berhasil menemukan uang elektronik (e-money) yang

dinilai lebih praktis dan mudah seperti kartu kredit yang memungkinkan

konsumen membeli barang dan jasa memindahkan dana secara praktis. Dan

kini muncul mata uang berbasis digital yang tidak memiliki bentuk maupun

wujud, salah satunya dan yang paling populer adalah Bitcoin.

1
Frederich S. Mishkin, Ekonomi Uang, Perbankan, dan Pasar Keuangan Buku I, alih
bahasa Lana Soelistianingsih dan Beta Yulianita (Jakarta: Salemba Empat, 2010), hlm. 72.

48
49

Tahun 2009 merupakan tahun pertama kemunculan Bitcoin di dunia

bisnis digital.2 Bitcoin merupakan uang elektronik atau mata uang virtual

yang menggunakan jaringan pembayaran peer to peer (pengguna ke

pengguna) yang bersifat terbuka (open source). Bitcoin hanya tersedia di

dunia digital, pengguna Bitcoin terhubung satu sama lain melalui jaringan

komputer di seluruh dunia. Karena berbentuk virtual, maka Bitcoin tidak

memiliki bentuk fisik seperti uang pada umumnya yang dikeluarkan oleh

Bank atau oleh suatu Negara.3 Itu sebabnya Bitcoin disebut mata uang

terdesentralisasi karena tidak ada badan terpusat yang mengaturnya.

Kemunculan skema Bitcoin sebagai sebuah mata uang virtual tidak

lepas dari nama Sathosi Nakamoto yang merupakan pencetus Bitcoin. Tidak

ada yang mengetahui pasti siapa sebenarnya Nakamoto yang menciptakan

Bitcoin. Orang yang diduga berasal dari Jepang yang bisa jadi penyamaran

sebuah korporasi atau benar-benar seorang individu yang memiliki

kemampuan brilian. Bitcoin sendiri pada awal kemunculannya dianggap

sebagai sebuah skema yang rumit, namun memiliki prospek bagus di masa

depan. Konsep uang digital yang pelaksanaannya menggunakan mekanisme

elektronik berbasis jaringan internet, membuat Bitcoin digadang-gadang

dapat menjadi sebuah tren global baru dalam dunia bisnis.4

Konsep Bitcoin sendiri memiliki sebuah keunggulan privatisasi

secara mutlak, yang memungkinkan setiap individu berdaulat penuh dalam

2
Ibrahim Nubika, Bitcoin Mengenal Cara Baru Berinvestasi Genarasi Milenial,
(Yogyakarta: Genesis Learning, 2018),hlm. 81
3
Willy Wong, Bitcoin, (Semarang:Indraprasta media, 2014), hlm.1
4
Ibrahim Nubika, Op.cit.
50

kepemilikannya. Bitcoin tidak bergantung kepada sistem perbankan

konvensional, karena pemiliknya mutlak mengatur dan mengelola secara

pribadi dengan domain privat. Skema tanpa perantara yang tidak

memerlukan campur tangan lembaga atau intitusi, menjadikan pengguna

Bitcoin lebih terjamin kerahasiannya sebagai mata uang digital, otomatis

Biaya transaksi menjadi sangat murah bahkan mendekati 0 rupiah.5

Keuntungan penggunaan Bitcoin lainnya dibandingkan dengan

penggunaan uang secara konvensional adalah kebebasan dalam

pembayaran, Bitcoin dapat dikirim kemana saja dan kapan saja tanpa

melalui lembaga bank atau lembaga kliring, tanpa ada bank libur, tidak ada

batas negara dan birokrasi, sehingga memberikan kontrol penuh pengguna

atas uangnya. rekening pemilik juga tidak dapat dibekukan, dan dalam hal

transaksi, Bitcoin tidak memiliki syarat dan batasan trasnfer. Selain itu juga

Transparan dan netral, Semua informasi terkait suplai mata uang bitcoin

yang tersimpan di dalam rantai-block dapat dilihat secara publik yang ingin

memverifikasi atau menggunakannya secara real-time. Hal ini

memungkinkan inti Bitcoin untuk dapat sepenuhnya netral, transparan, dan

dapat diprediksi.6

2. Bitcoin Masa Depan atau Ancaman

Dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi,

inovasi-inovasi dalam bidang financial technology pun semakin

5
Ibid.
6
https://bitcoin.org/id/faq#apa-keuntungan-menggunakan-bitcoin, (diakses pada 13
Oktober 2018)
51

berkembang. Kemajuan tersebut merupakan suatu keniscayaan yang tidak

dapat dihindari. Salah satu ciptaan penting mendapat perhatian global dalam

dunia internet adalah Bitcoin. Bitcoin dikenal sebagai mata uang virtual,

atau ada pula yang menyebutnya sebagai mata uang digital. Mempunyai

kesamaan fungsi seperti uang yang ada di dompet kita namun tidak

berbentuk fisik. Bitcoin selayaknya uang konvensional dapat dijadikan

sebagai alat transaksi keuangan. Hanya saja karena berbentuk virtual maka

uang ini hanya dipergunakan melalui internet.7 Sejak kemunculannya pada

tahun 2009, Bitcoin yang mulanya tidak berharga kemudian dalam kurun

tujuh tahun terakhir harganya semakin meroket karena besarnya permintaan

atas Bitcoin.

Konsep yang ditawarkan Bitcoin merupakan suatu gagasan

cemerlang masa depan uang dimana untuk melakukan sebuah transaksi

seseorang hanya perlu membawa ponsel genggam yang terhubung dengan

jaringan internet, sangat mudah dan praktis. Selain kemudahan yang

ditawarkan sebagai alat transaksi yang dapat digunakan dimanapun

kapanpun, dewasa ini para pemilik Bitcoin juga menggunakannya sebagai

sarana investasi, salah satu caranya adalah dengan melakukan trading.

Namun sebagai sarana investasi para pemilik harus menggunakan strategi

jitu karena harga Bitcoin yang sangat fluktuatif.

Selain konsep kemudahan dalam bertransaksi, konsep lainnya yang

ditawarkan Bitcoin adalah keamanan dan privatisasi pengguna dalam

7
https://www.kompasiana.com/venusgazer/54f3caba745513a02b6c7f7d/bitcoin-dan-
ancaman-terhadap-stabilitas-sistem-keuangan, (diakses pada 13 Oktober 2018)
52

bertransaksi karena menggunakan sistem blockchain (Rantai blok) dimana

para pengguna Bitcoin atau lazim disebut miner dapat ikut serta

memverikasi transaksi Bitcoin yang sedang dilakukan di seluruh dunia,

sehingga untuk memalsukan transaksi sangat mustahil karena data transaksi

tercatat di seluruh jaringan di dunia. Selain itu data transaksi adalah

menggunakan anonim sehingga tidak dapat diketahui data antar para

pengguna Bitcoin. Itulah kenapa transaksi menggunakan Bitcoin sangat

aman. Namun karena sangat aman itulah penggunaan Bitcoin juga

mempunyai kelemahan untuk disalah gunakan misalnya sebagai kejahatan

pencucian uang atau transaksi yang terlarang. Dan jika itu terjadi maka tidak

ada badan atau lembaga yang bisa mengontrol maupun mengawasi .

Berkenaan dengan Bitcoin, Bank Indonesia sendiri selaku otoritas

keuangan tertinggi di Indonesia belum mengakui penggunaan Bitcoin

sebagai alat pembayaran resmi yang sah, karena UU keuangan kita hanya

mengakui rupiah sebagai alat pembayaran yang sah. Namun tidak menutup

kemungkinan jika suatu saat konsep Bitcoin dapat digunakan sebagai

inovasi sistem pembayaran di masa depan. Bukan tidak mungkin Bitcoin

semakin diterima oleh masyarakat dunia dan dapat dipergunakan sebagai

alat pembayaran via internet layaknya kartu kredit. Disamping itu Bitcoin

akan menjadi instrumen investasi yang sama seperti uang biasa. Penting

bagi BI dan pemerintah untuk menyiapkan payung hukum yang akan

melindungi masyarakat pengguna mata uang digital, baik itu Bitcoin

maupun jenis mata uang digital lainnya. Rasa aman masyarakat khususnya
53

dalam persoalan keuangan dan sistem pembayaran secara tidak langsung

berhubungan dengan Stabilitas Sistem Keuangan suatu negara.8

Jika saat ini BI merasa bahwa Bitcoin cukup beresiko dipergunakan

karena praktek penipuan atau disalahgunakan sebagai salah satu

sarana money laundrying misalnya, maka BI hendaknya bukan hanya

sekedar melakukan pengawasan terhadap Bitcoin, tetapi penting juga

dilakukan edukasi kepada masyarakat sebelum semuanya terlambat. Gejolak

yang melibatkan mata uang digital dan investasi sedini mungkin bisa

diantisipasi. Satu hal yang terpenting adalah perlindungan terhadap

masyarakat dalam penggunaan mata uang digital seperti Bitcoin.9

Dunia virtual akan menjadi bagian penting bagi masa depan dunia,

termasuk masyarakat Indonesia. Cepat atau lambat Bitcoin dan bentuk uang

digital lainnya akan ikut berperan dalam bidang perekonomian. Memang

diperlukan kajian dan riset yang mendalam terhadap hal ini untuk

mengembangkan instrumen dan indikator macroprudential guna

mendetekesi kerentanan mata uang digital terhadap sektor keuangan. Dan

ini memang sudah bagian dari tugas dari BI dalam menjaga stabilitas Sistem

Keuangan. Tentu BI tidak akan bekerja sendiri, kajian mereka akan berguna

bagi otoritas lain seperti OJK atau Kepolisian RI.10

3. Polemik Penggunaan Bitcoin

Kehadiran mata uang digital seperti Bitcoin masih mengundang

polemik di banyak negara tidak terkecuali di Indonesia. Bagaikan dua sisi


8
Ibid.
9
Ibid.
10
Ibid.
54

mata uang Bitcoin memiliki sisi kelebihan dan kekurangan, ada pro juga

ada yang kontra. Sebagian yang menolak memandang Bitcoin adalah

sebuah ancaman terhadap uang konvensional dan erat hubungannya dengan

moneter serta dapat disalah gunakan sebagai kejahatan. Bagi sebagian lain

yang pro menganggap Bitcoin sama saja dengan mata uang biasa karena

mempunyai nilai dan sama fungsinya.

Keberadaan Bitcoin sendiri di Indonesia belum diakui sebagai mata

uang yang resmi sebagai alat pembayaran maupun investasi, karena mata

uang yang resmi dan berlaku di Indonesia adalah rupiah. Bahkan Bank

Indonesia sebagai otoritas tertinggi keuangan di Indonesia tidak

menyarankan penggunaan Bitcoin sebagai alat transaksi maupun investasi.

Bank Indonesia (BI) menilai mata uang virtual atau virtual currency

memiliki risiko uang tinggi pada area sistem pembayaran, stabilitas sitem

keuangan (SSK), anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme

(APU PPT) dan perlindungan konsumen. Pasalnya, risiko pencucian uang

dan pendanaan terorisme menjadi hal yang digarisbawahi BI dikarenakan

mekanisme transfer tidak melewati institusi formal yang memiliki sistem

APU PPT sehinga tidak dapat dilakukan identifikasi dan monitoring

terhadap pergerakan transaksi.11

Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengatakan bahwa

Bitcoin bukan merupakan alat pembayaran yang sah di Indonesia dan tidak

diatur oleh bank sentral, maka bank sentral tidak bertanggung jawab atas

11
http://keuangan.kontan.co.id/news/ini-bahaya-mata-uang-virtual-menurut-bi, (diakses
pada 13 Oktober pukul 00.13)
55

resiko-resiko terkait penggunaan bitcoin. Selain itu, mekanisme transaksi

mata uang virtual juga tidak dapat diidentifikasi alias pseudonimity.

Transaksinya pun dilakukan secara cepat, mudah dan bahkan bisa lintas

negara. Hal ini menurut BI dapat menyulitkan para pemangku hukum untuk

melakukan pembekuan atau penyitaan terkait kasus kejatahan.12

Hal senada juga disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani

Indrawati, beliau memberikan himbauan kepada masyarakat tidak

berspekulasi untuk berinvestasi di mata uang digital, seperti Bitcoin.

Menteri Sri Mulyani menuturkan, terkait mata uang digital dan investasi

dalam mata uang digital itu sendiri, merupakan wewenang Bank Indonesia

selaku bank sentral dan juga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang

mengawasi dan mengatur segala bentuk investasi di lembaga jasa keuangan.

Jadi jika Bitcoin merupakan suatu currency yang competing terhadap

currency yang formal di Indonesia, maka harus diaddress oleh BI. Kalau

digunakan sebagai investasi, seharusnya OJK yang keluarkan statement,

apakah badan atau produk seperti itu memang safe bagi investasi. 13

Selain dari kalangan ekonom, pendapat yang kontra terhadap Bitcoin

juga disampaikan oleh Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia

(MUI) Pusat KH Muhammad Cholil Nafis. Beliau menilai uang digital,

termasuk Bitcoin, dekat pada praktir gharar atau erat dengan ketidakpastian.

Terutama karena fungsi mata uang digital tersebut telah berkembang dari

12
www.bonepos.com/opini/2017/12/07/problematika-bitcoin-sebagai-mata-uang-digital.
(diakses pada 13 Oktober pukul 00.34)
13
https://www.merdeka.com/uang/ini-pandangan-menteri-sri-mulyani-soal-bitcoin-yang-
tengah-happening.html, (diakses pada 13 Oktober 2018 pukul 01.05)
56

awalnya sekadar alat tukar menjadi komoditas investasi. Kiai Cholil

menilai, Bitcoin sebagai alat tukar dapat diperbolehkan. Beliau beralasan,

pemilik bitcoin tidak bisa disalahkan karena alat tukar tersebut diterima dan

tidak ada pihak yang dirugikan. Akan tetapi, sejalan dengan pengamatan

Bank Indonesia (BI), mayoritas masyarakat sekarang membeli Bitcoin untuk

mendapatkan untung dari fluktuasi harga. Oleh karena itu, Kiai Cholil

memandang bitcoin lebih banyak dipakai untuk proses perjudian dan

spekulasi.14

Seangkan dari kalangan Promotor, salah satunya diwakili oleh

Kepala badan Koordinasi Penanaman Modal (BKMP), Thomas Lembong,

menuturkan kehadiran mata uang virtual seperti Bitcoin saat ini tidak bisa

dihindari. Bitcoin merupakan sebuah inovasi pembayaran yang harus

dirangkul agar tidak tertinggal oleh perkembangan zaman. Walaupun

penggunaan Bitcoin untuk transaksi masih terus dikaji, namun inovasi itu

tidak bisa dihindari, harus dirangkul dan dikapitalisasi.15

Kepala Bidang Stabilitas Sistem Keuangan Badan Kebijakan Fiskal

Kementerian Keuangan, Deni Ridwan berpendapat bahwa Bitcoin

merupakan terobosan teknologi yang gemilang karena merupakan salah satu

bentuk virtual currency atau cryptocurrency yang menggunakan teknologi

blockchain. Deni menjelaskan, dua pihak yang ingin bertransaksi masing-

masing akan menyerahkan private key dan public key melalui aplikasi ke

14
https://www.republika.co.id/berita/nasional/news-analysis/18/01/27/p35hum440-pro-
kontra-uang-digital-kasus-bitcoin , (diakses pada 14 oktober pukul 01.15)
15
https://www.merdeka.com/Thomas-Lembong-dukung-Bitcoin-sebagai-inovasi-
pembayaran.html, (diakses pada 13 Oktober 2018 pukul 01.05)
57

jaringan bitcoin. Setelah itu, akan muncul peringatan dalam sistem yang

memberi tahu para penambang atau miner sedang terdapat transaksi.

Penambang kemudian melakukan verifikasi dan membuat satu blok

tersendiri yang berisi ribuan transaksi. Blok tersebut dienkripsi sehingga

memiliki tingkat keamanan yang tinggi. Setelah itu, blok tersebut akan

masuk ke dalam sistem dan para penambang akan coba mencocokkan.

Penambang kemudian akan melakukan validasi dari transaksi itu.

Penambang yang paling cepat bisa memecahkan algoritma akan

mendapatkan koin. Ini adalah terobosan yang brilian, beliau mengaku,

sampai saat ini terbukti sistem itu kuat dan sulit untuk diretas.16

Dari kalangan Ulama yang pro terhadap Bitcoin salah satunya adalah

Nahdlatul Ulama (NU). NU melalui Lembaga Bahsul Masailnya

memutuskan bahwa Bitcoin sah untuk digunakan bermuamalah karena

bitcoin dikelompokkan sebagai harta virtual menyerupai dain sehingga

boleh dijadikan sebagai alat transaksi dan dapat dijadikan sebagai investasi.

Dengan demikian berlaku wajib zakat dengannya.17

B. BAHSUL MASAIL

1. Sejarah Bahsul Masail

Setelah kembali ke Khittah 1926 pada 1984, NU bertekad

meninggalkan kegiatan politik praktis. Sejak saat itu NU kembali

menegaskan bahwa organisasi ini sejak awal didirikan merupakan

16
https://www.republika.co.id/berita/nasional/news-analysis/18/01/27/p35hum440-pro-
kontra-uang-digital-kasus-bitcoin , (diakses pada 14 oktober pukul 01.15)
17
https://www.nu.or.id/post/read/86225/hukum-transaksi-dengan-bitcoin, (diakses pada
07 Maret 2018 pukul 14.19)
58

18
Jam’iyyah Diniyyah (Organisasi Keagamaan). Nahdlatul Ulama sebagai

organisasi keagamaan sekaligus sebagai gerakan diniyyah islamiyah dan

ijtma’iyah sejak awal berdirinya telah menjadikan faham ahlussunnah

waljamaa’ah sebagai faham teologi atau dasar berakidah yang menganut

empat madzhab besar, Syafi‟i, Hanafi, Maliki dan Hambali dalam berfiqh.

Dengan mengikuti pendapat dari empat madzhab ini, menunjukkan bahwa

NU sangat elastis dan fleksibel dalam memutuskan hukum suatu perkara,

sekaligus dapat memungkinkan NU berpindah madzhab secara total ketika

dipandang sebagai suatu kebutuhan. Meskipun kenyataan dalam

kesehariannya ulama NU menggunakan fiqh bermadzhab Syafi‟i. Bahkan

hampir bisa dipastikan bahwa keputusan hukum yang diberikan juga

bersumber dari madzhab Syafi’i.19

Dalam memutuskan sebuah hukum, NU mempunyai sebuah forum

yang disebut bahsul masa‟il yang dikoordinasi oleh lembaga Syuriyah.

Forum ini bertugas mengambil keputusan hukum-hukum Islam berkaitan

dengan masalah fiqh maupun masalah ketauhidan bahkan juga masalah

tasawuf.20 Bahkan tradisi keilmuan NU juga dipengaruhi oleh forum ini,

karena masalah keagamaan yang masuk, dikaji dan diberi jawaban hukum

kemudian ditransmisikan ke warganya.21

18
Shonhaji Sholeh, Arus Baru Nu Perubahan Pemikiran Kamum Muda Dari
Tradisionalisme ke Pos-Tradisionalisme, (Surabaya: JP Books, 2004), hlm.44
19
Ahmad Muhatadi Anshor, Bath al-Masail Nahdlatul Ulama: Melacak Dinamika
Pemikiran Kaum Tradisionalis, (Yogyakarta: Teras, 2012), hlm.73
20
Ibid.
21
Ahmad Zahro, Tradisi Intelektual NU: Lajnah Bahsul Masail1926-1999, (Yogyakarta:
LkiS, 2004), hlm.68
59

Bagi warga Nahdiyyin, forum bahsul masail tidak hanya dikenal

dengan forum yang erat muatannya dengan kitab-kitab salaf klasik, tetapi

juga sebagai lembaga yang menjadi kawah candra di muka. Karena dengan

bahsul masail, keputusan hukum yang dihasilkan dapat ditransmisikan

kepada warganya di daerah-daerah di Indonesia. bahkan bagi masyarakat

yang awam, Keputusan Bahsul Masail dianggap sebagai rujukan dalam

praktek beragama sehari-hari.22

Dalam pasal 17 butir l Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah

Tangga NU menyebutkan bahwa Lembaga Bahsul Masail Nahdlatul Ulama

(LBMNU) bertugas membahas masalah-masalah maudhi’iyyah (tematik)

dan waqi’iyyah (aktual) yang akan menjadi keputusan Pengurus Besar

Nahdlatul Ulama (PBNU).23 Dari sini forum bahsul masail dituntut untuk

mampu membumikan nilai-nilai Islam sekaligus mengakomodir berbagai

pemikiran yang relevan dengan kemajuan zaman dan lingkungan di

sekitarnya.24

Secara historis, forum bahsul masail NU pertama kali dilaksanakan

beberapa bulan setelah NU berdiri, tepatnya pada 13 Rabi al-Tsani 1345 / 21

Oktober 1926. Bahkan menurut Kyai Sahal Mahfudz forum bahsul masail

telah ada sebelum NU berdiri. Saat itu sudah ada diskusi di kalangan

pesantren yang melibatkan kyai dan santri yang hasilnya diorbitkan pada

bulletin LINO (Lailatul Ijtima‟ Nahdhatul Oelama). Dalam LINO, selain

22
Imam Yahya, Dinamika Ijtihad NU, (Semarang: Walisongo Press, 2008), hlm. 39
23
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Nahdhatul Ulama (Hasil Keputusan
Muktamar Ke-33 NU), www.nu.or.id , (diakses pada 02/08/2018 pukul 15.17 wib)
24
Imam Yahya, Op. Cit, 39-40
60

memuat hasil bahsul masail juga menjadi ajang diskusi interaktif jarak jauh

antar para Ulama, seorang Kyai menulis kemudian ditanggapi oleh Kyai

lainnya begitu seterusnya.25 Namun dokumen-dokumen yang

menginformasikan kelahiran dan perkembangan bahsul masail baik latar

belakang, metode, obyek maupun pelaku sejarahnya masih sangat sedikit.26

Meskipun kegiatan bahsul masail sudah ada sejak kongres pertama

atau muktamar I, institusi lajnah bahsul masail baru resmi ada pada

muktamar XXVIII di Yogyakarta tahun 1989, ketika komisi I (bahsul

masail) merekomendasikan kepada PBNU untuk membentuk lajnah bahsul

masail diniyah sebagai lembaga permanen yang menangani persoalan

keagamaan. Sebenarnya gagasan pembentukan lajnah bahsul masail sudah

berkembang sejak kurun 1980an dimana saat itu mulai muncul pemikiran-

pemikiran tajdid tentang perlunya fiqh baru karena adanya keterbatasan

kitab-kitab fiqh klasik dalam menjawab persoalan kontemporer disamping

adanya ide kontekstualisasi kitab kuning. Sejak saat itu lalu berkali-kali

diadakan halaqah yang diikuti oleh ulama syuriyah dan pengasuh pondok

pesantren untuk merumuskan fiqh baru. Kesepakatan yang telah dicapai

yaitu menambah dan memperluas muatan agenda bahsul masail, yang tidak

saja meliputi hukum halal dan haram melainkan juga hal-hal yang bersifat

pengembangan keislaman dan kajian kitab.27

25
Lihat Sahal Mahfudz dalam Ahkamul Fuqaha Solusi Problematika Aktual Hukum
Islam, Keputusan Muktamar, Munas dan Konbes Nahdhatul Ulama (1926-2004 M), (Surabaya:
Tim PW LTN NU Jatim dan Khalista, 2004) , hlm.vii
26
Ahmad Zahro, op.cit, hlm.69
27
Sahal mahfudz, op.cit, hlm. vii
61

Dalam halaqah ini juga disepakati perlunya melengkapi referensi

madzahib selain Syafi‟i dan perlunya penyusunan sistematika bahasan yang

mencakup pengembangan metode-metode dan proses pembahasan untuk

mencapai tingkat kedalaman dan ketuntatasan suatu masalah. Rumusan fiqh

baru inilah yang juga dibahas secara intensif pada Muktamar ke 28 di

Krapyak Yogyakarta yang kemudian dikukuhkan dalam Munas Alim Ulama

di Lampung 1992. Di dalam hasil Munas tersebut di antaranya disebutkan

perlunya bermadzhab secara manhaji (metodologis) serta

merekomendasikan para Kyai NU yang sudah mempunyai kemampuan

intelktual cukup untuk beristinbath langsung pada teks dasar. Jika tidak

mampu maka dilakukan ijtihad jama’i. Bentuknya bisa istinbath (menggali

teks asal atau dasar) maupun ilhaq.28

Pembentukan Lajnah Bahsul Masail didukung juga oleh halaqah

(sarasehan) Denanyar yang diadakan pada 26-28 Januari 1990 bertempat di

Pondok Pesantren Manbaul Ma‟arif Denanyar Jombang yang juga

merekomendasikan dibentuknya lajnah bahsul masail dengan harapan dapat

menghimpun Ulama dan intelktual NU untuk melakukan penggalian dan

penetapan hukum secara kolektif (istinbath jama’i). Berkat desakan

muktamar XXVIII dan halaqah Denanyar tersebut akhirnya pada 1990

terbentuklah lajnah bahsul masail berdasarkan keputusan PBNU

28
Ibid.
62

nomor:30/A/I/05/5/1990 yang akhirnya dirubah namanya menjadi lembaga

bahsul masail atau disingkat LBM.29

Dari segi historis dan operasionaliras, bahsul masail NU merupakan

forum yang sangat dinamis, demokratis dan berwawasan luas. Dikatakan

dinamis sebab persoalan yang digarap selalu mengikuti trend perkembangan

hukum di masyarakat. Demokratis karena dalam forum bahsul masail tidak

ada perbedaan antara kyai, santri baik yang tua maupun yang muda.

Pendapat siapapun yang paling kuat ialah yang diambil. Dikatakan

berwawasan luas sebab dalam bahsul masail tidak ada dominasi madzhab

dan selalu sepakat dalam khilaf.30

Sedangkan dari sudut hirarki yuridis-praktis, dalam arti struktur

jenjang pengambilan keputusan, bahsul masail yang diselenggarakan oleh

PBNU adalah yang memiliki otoritas tertinggi dan memiliki keputusan

berdaya ikat kuat bagi warga nahdhiyyin dalam memutuskan masalah

keagamaan yang belum terpecahkan di tingkat wilayah, cabang, atau yang

diadakan di pesatren.31 Walaupun demikian menurut keputusan Munas Alim

Ulama di Bandar Lampung tahun 1992 menyatakan bahwa, baik hasil

keputusan bahsul masail PBNU maupun bukan, asalkan itu masih dalam

lingkungan Nahdlatul Ulama, mempunyai kekuatan hukum yang sederajat

serta mengikat dan tidak bisa saling membatalkan.32

29
Ahmad Zahro, op.cit, hlm. 68
30
Sahal mahfudz, op.cit. hlm. xi
31
Ahmad Zahro, op.cit. hlm.76
32
A. Aziz Mansyuri, Masalah Keagamaan Hasil Muktamar dan Munas Alim Ulama
Nahdhatul Ulama, (Surabaya: Dinamika Press, 1997), hlm.365
63

Perlu diketahui bahwa dalam struktur organisasi Nahdlatul Ulama

yang bertugas mengadakan bahsul masail adalah lembaga Syuriyah (salah

satu lembaga dari struktur organisasi NU yang memiliki otoritas paling

tinggi), sedangkan manajemen kepengurusan lembaga bahsul masail secara

sederhana terdiri dari ketua, sekretaris dan beberapa anggota. Peserta bahsul

masail adalah para ulama dan cendekiawan Nahdlatul Ulama, baik yang

berada d luar maupun yang berada di salam struktur organisasi, termasuk

pengasuh pesantren.33

Mengenai masuknya masalah adalah jika ada permasalahan yang

dihadapi masyarakat maka mereka mengajukan kepada Syuriyah tingkat

cabang (kabupaten atau kota) guna menyelenggarakan bahsul masail yang

nantinya hasil dari keputusan bahsul masail diserahkan kepada majelis

Syuriyah tingkat wilayah (provinsi) untuk kemudian diadakan bahsul masail

untuk mebahas permasalahan yang dianggap urgen bagi masyarakat.

Beberapa permasalahan yang belum tuntas atau masih diperselisihkan

diserahkan kepada majelis Syuriyah PBNU untuk diinventarisasi dan

diseleksi berdasarkan skala prioritas pembahasannya. Terkadang

permasalahan juga ditambah dengan permasalahan yang diajukan PBNU

sendiri, lalu diedarkan kepada para Ulama dan cendekiawan Nahdlatul

Ulama yang ditunjuk sebagai anggota lembaga bahsul masail agar dipelajari

dan disiapkan jawabannya, untuk selanjutnya dibahas, dikaji dan ditetapkan

hukumnya oleh lembaga bahsul masail dalam sidang bahsul masail yang

33
Ahmad Muhtadi Anshor, op.cit. hlm.79
64

diselenggarakan bersamaan dengan Muktamar dan MUNAS Alim Ulama

NU. Musyawarah Nasional Alim Ulama diadakan 1 kali dalam 1 periode

atau di tengah-tengah 2 Muktamar untuk membahas masalah-masalah

keagamaan.34 Dan bila di tingkat Muktamar masih belum ditemukan

jawabannya atau sering diistilahkan dengan mauquf, maka biasanya akan

dilakukan pengkajian ulang di luar forum bahsul masail (biasanya dalam

bentuk halaqah dengan melibatkan lebih banyak ahli, kemudian hasilnya

direkomendasikan kepada PBNU untuk dikukuhkan atau dibahas ulang

dalam bahsul masail berikutnya.35

Sedangkan topik yang dibahas dalam bahsul masail adalah suputar

massalah keagamaan (masail diniyyah) yang meliputi tiga komisi, yaitu:

a. Masail Diniyyah al-Waqi’iyyah, yaitu permasalahan kekinian (aktual)

yang menyangkut hukum suatu peristiwa.

b. Masail Diniyyah Maudhi’iyyah, yaitu permasalahan keagamaan yang

menyangkut pemikiran.

c. Masail Diniyyah Qanuniyyah, yaitu penyikapan terhadap rencana UU

peralihan yang baru disahkan.36

2. Metode Penetapan Hukum Bahsul Masail

Metodologi penetapan Hukum atau istinbath hukum dalam wacana

hukum Islam merupakan spare part yang paling penting dan berpengaruh

dalam penetapan produk hukum yang dihasilkan. Para Ulama ushul

34
H. Munawir Abdul Fattah, Tradisi Orang-Orang NU, (Yogyakarta: PT. LkiS Pelangi
Aksara), hlm. 32
35
Ahmad Zahro, op.cit. hlm.79-81
36
Sulaeman Fadeli dan Muhamad Subhan, Antologi NU, (Surabaya:Khalista, 2007),
hlm.77
65

membahas metodologi penetapan hukum itu dalam pembahasan adillat al-

ahkam yakni dalil-dalil yang menjadi dasar dan metode penetapan hukum. 37

Kata istinbath yang berarti menggali, menemukan, menetapkan dan

mengeluarkan dari sumbernya yaiu al-Qur‟an dan Sunnah melalui kerangka

teori yang dipakai oleh ulama ushul diidentikan oleh para Ulama NU

sebagai kegiatan Ijtihad yang harus dilakukan oelh orang yang memiliki

kualifikasi dan kompetensi khusus. Sehingga oleh para Ulama NU dirasa

sangat berat mengingat kualifikasi seorang mujtahid yang harus menguasai

ilimu-ilmu penunjang lainnya. Sehingga di kalangan ulama NU, istinbath

bukan diartikan mengeluarkan hukum dari sumber pokoknya melainkan

dengan memberlakukan nash-nash yang telah dielaborasi para fuqaha’

kepada suatu persoalan yang dicarikan jawaban hukumnya. Ijtihad dalam

batas madzhab dinilai lebih praktis untuk dilakukan oleh ulama NU yang

telah mampu memahami ibarat kitab-kitab fiqh yang sesuai dengan

terminologinya yang baku.38

Secara definitif NU memberikan arti istinbath hukum dengan upaya

mengeluarkan hukum syara’ dengan al-qawaid al-fiqhiyyah dan al-qawaid

al-ushuliyyah baik berupa adillah ijmaliyyah, adillah tafshiliyyah maupun

adillah ahkam. Dengan demikian produk hukum yang dihasilkan PBNU

merupakan hasil ijtihad ulama atas nash-nash al-Qur‟an dan Sunnah dengan

prinsip-prinsip mujtahid tempo dulu.39

37
Imam Yahya, op.cit. hlm. 46
38
Ibid, hlm. 47
39
Ibid, hlm. 48
66

Secara umum kaidah fiqhiyyah dan kaidah ushuliyyah mempunyai

perbedaan yang komplementer. Kaidah fiqhiyyah merupakan kaidah yang

timbul dari pemahaman mujtahid terhadap nash-nash syara‟ yang

penekanannya dalam konteks hukum praktis. Sedangkan kaidah ushuliyyah

timbul dari konteks kebiasaan dalam rangka memahami nas-nash al-Qur‟an

dan Sunnah. Selain itu kaidah fiqhiyyah merupakan hasil penelitian induksi

dari hukum-hukum yang telah ada, sedang kaidah ushul merupakan sarana

untuk memahami pesan-pesan nash dalam bentuk praktis, hukum-hukum

Islam.40

Dari beberapa pertimbangan di atas, ada dua cara istinbath hukum

yang dilakukan, yakni melalui pendekatan kaidah fiqhiyyah dan kaidah

ushuliyyah. Kaidah fiqhiyyah lebih didahulukan daripada kaidah ushuiyyah

yang secara umum telah disepakati oleh para ulama sebagai thariqat

istinbath hukum, di samping itu juga mengingat eksistensi kaidah fiqhiyyah

yang sangat penting dalam studi fiqh. Penggunaan kaidah fiqhiyyah di

kalangan Ulama NU, nampaknya dilatarbelakangi oleh konsep bermadzhab

dalam mengembangkan hukum Islam yang dianut para Ulama NU di masa-

masa awal. Pilihan tersebut dilatarbelakangi oleh situasi masyarakat

Indonesia yang telah menganut madzhab Syafi‟i secara kultural. Dengan

demikian apa yang dipilih NU merupakan akumulasi pendapat masyarakat

dalam memahami dan mengamalkan hukum Islam yang dielaborasi dari al-

Qur‟an dan Sunnah. Akumulasi itu selanjutnya terformat dalam konsep

40
ibid
67

bermadzhab dengan cara mengikuti pendapat-pendapat yang sudah menjadi

dalam linngkungan madzhab tertentu, yakni berupa aqwal hasil istinbath

yang dilakukan oleh seorang mujtahid. Sekaligus menggunakan manhaj

tersebut bila memang diperlukan.41

Dalam forum Bahsul Masail orientasi pengambilan hukum kepada

aqwal al-mujtahid mutlaq maupun muntasib. Bila kebetulan mendapatkan

qaul manshus (pendapat berdasarkan eksplisit), itulah yang dipegangi, bila

tidak, maka beralih kepada qaul mukharroj yaitu dengan mengambil qaul

yang paling kuat sesuai dengan pertarjihan para mabahits. Dan seringpula

mengambil keputusan yang khilafiyah, akan tetapi dengan menentukan

pilihan yang sesuai dengan situasi dhurriyah (darurat), hajiyah (kebutuhan)

maupun tahsiniyah (kebagusan).42

Sedangkan mekanisme dalam pengambilan keputusan Bahsul Masail

menurut hasil Munas Alim Ulama di Bandar Lampung tahun 1992, selain

menggunakan metode qauli, bahsul masail juga menggunakan metode baru

dengan mengikuti kerangka berpikir Imam Madzhab yaitu metode manhaji

dengan proses pengambilan hukum sebagai berikut, pertama, dilihat terlebih

dahulu adakah pendapat Ulama mengenai kasus yang dibahas. Kalau ada,

dan jumlah qaul itu hanya satu, itulah yang dijadikan keputusan. Kedua, bila

jumlah qaul lebih dari satu,tapi ada perbedaan pendapat, maka dilakukan

kompromi, jika tidak bisa dikompromikan maka menggunakan taqrir

41
Ibid, 48-49
42
Ahmad Taqwim, Hukum Islam Dalam Perspektif Pemikiran Rasional, Tradisional dan
Fundamental, (Semarang: Walisongo Press, 2009), hlm.84
68

jama’i43, yaitu upaya secara kolektif dalam menetapkan pilihan terhadap

beberapa pendapat dengan mengutamakan pendapat dua Ulama madzhab

Syafi‟i yang terkenal (imam Nawawi dan Imam Rofi‟i), pilihan berikutnya

ialah pendapat yang didukung oleh mayoritas Ulama atau Ulama yang

terpandai. Ketiga, bila tidak menemukan qaul terhadap kasus yang dibahas,

dilakukan ilhaq atau qiyas dengan menganalogikan masalah itu dengan

masalah-masalah serupa yang telah terjawab dalam suatu kitab. Keempat,

jika ilhaq44 tidak mungkin, barulah dilakukan istinbath jama’i45, yakni

secara kolektif menetapkan hukum di luar pendapat yang sudah ada.46

Secara Rinci metode kerja bahsul masail dibagi menjadi tiga dan

ketiganya digunakan secara berjenjang:

a) Metode Qauli

metode ini adalah metode yang pertama kali digunakan yaitu dengan

mempelajari masalah yang dihadapi kemudian mencari jawabannya pada

43
Taqrir jama’i adalah upaya kolektif untuk menetapkan pilihan terhadap satu dari
beberapa pendapat yang ada dengan cara 1). Identifikasi pendapat ulama tentang masalah, 2).
Mimilih pendapat yang lebih unggul dengan kriteria pendapat yang kuat dalilnya, paling
mashlahat, didukung oleh mayoritas Ualma, pendapat Ulama yang paling alim dan pendapat ulama
yang paling Wara’ , 3). Memperhatikan ketentuan dari setiap madzhab, khususnya madzhab
Syafi‟i, pendapat Imam Nawawi dan Rafi‟i yang diunggulkan. Setelah kedua Imam tersebut,
menggunakan pendapat Ulama yang kepandaiannya disaksikan oleh ulama-ulama yang hidup pada
masanya atau sesudahnya, melihat karya-karyanya (metodologi dan pemikiran), Lihat Jamal
Ma‟mur, Rezim Gender NU, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), hlm.128
44
Ilhaq adalah penyamaan hukum satu kasus dengan kasus yang ada jawabannya dalam
kitab dengan cara, pertama,memahami masalah yang benar. Kedua, mencari padanannya dalam
kitab. Ketiga, menetapkan hukumnya dalam masalah. Lihat Jamal Ma‟mur, Rezim Gender NU,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), hlm.128
45
Istinbath Jama’i, adalah upaya kolektif untuk mengeluarkan hukum syariat dari
dalilnya menggunakan qawa’id ushuliyah dengan cara, pertama, memahami kasus secara benar.
Kedua, mncari dalil yang digunakan sebagai dasar penetapan hukum. Ketiga, menerapkan dalil
terhadap masalah yang ada dengan metode pengambilan hukum. Keempat, menetapkan hukum
atas masalah yang ada. Lihat Jamal Ma‟mur, Rezim Gender NU, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2015), hlm.128
46
Ahmad Taqwim, Hukum Islam Dalam Perspektif Pemikiran Rasional, Tradisional dan
Fundamental, (Semarang: Walisongo Press, 2009), hlm.85
69

kitab-kitab fiqh dari madzhab Imam empat dengan mengacu dan merujuk

secara langsung pada bunyi teksnya. Atau dengan kata lain mengikuti

pendapat-pendapat yang sudah jadi dlam lingkup madzhab tertentu.47

Keputusan bahsul masail di lingkungan NU dibuatdalan keranga

bermadzhab kepada salah satu madzhab empat yang disepakati dan

mengutamakan bermadzhab secara qauli. Oleh karena itu, prosedur

penjawaban masalah disusun dalam urutan seagai berikut:

1.) Dalam kasus ketika jawaban bisa dicukupi oleh ibarat kitab48 dan di

sana terdapat hanya satu qaul atau wajah49, maka disepakatilah qaul

atau wajah sebagaimana diterangkan dalam ibarat tersebut.

2.) Dalam kasus ketika jawaban bisa dicukupi oleh ibarat kitab dan di sana

terdapat lebih dari satu qaul atau wajah , maka dilakukan taqrir jama’i

untuk memilih salah satu qaul atau wajah.50

Adapun prosedur pemilihan qaul atau wajah dalam satu masalah

ketika dijumpai beberapa qaul atau wajah dilakukan dengan memilih salah

satu pendapat dengan ketentuan sebagai berikut:

1.) dengan mengambil pendapat yang paling maslahah atau yang lebih

kuat.

47
Ahmad Zahro, op.cit, hlm. 118
48
Ibarat kitab adalah ungkapan tekstual yang ada dalam kitab-kitab yang dijadikan
rujukan dalam bahsul masail.
49
Yang dimaksud qaul adalah pendapat Imam madzhab, sedangkan yang dimaksud
wajah adalah pendapat ulama madzhab, lihat KHA Aziz Masyhuri, Masalah Keagamaan
NU,(Surabaya: PP RMI dan Dinamika Press, 1997), hlm. 364
50
A Aziz Masyhuri, Masalah Keagamaan NU,(Surabaya: PP RMI dan Dinamika Press,
1997), hlm. 365
70

2.) Sedapat mungkin dengan melaksanakan ketentuan Mukatamar I tahun

1926, bahwa perbedaan pendapat diselesaikan dengan cara memilih:

a. Pendapat yang disepakati oleh al-Syaikhani (an-Nawawi dan al-

Rafi‟i)

b. Pendapat yang dipegangi oleh al-Nawawi.

c. Pendapat yang dipegangi oleh al-Rafi‟i.

d. Pendapat yang didukung oleh mayoritas Ulama.

e. Pendapat Ulama yang terpandai.

f. Pendapat yang paling wara’.51

b) Metode Ilhaqi

apabila metode qauli tidak dapat dilaksanakan karena tidak ditemukan

jawaban tekstual dari kitab mu’tabar, maka yang dilakukan adalah dengan

ilhaq al-masail bi nadzariha yakni menyamakan hukum suatu kasus atau

masalah yang belum dijawab oleh kitab (belum ada ketetapan hukumnya)

dengan kasus atau masalah yang telah dijawab oleh kitab (telah ada

ketetapan hukumnya) atau menyamakan dengan pendapat yang sudah jadi.52

Sedangkan prosedur ilhaq adalah dengan memperhatikan ketentuan

sebagai berikut : mulhaq bih (sesuatu yang belum ada ketentuan hukumnya),

mulhaq alaih (sesSuatu yang sudah ada ketentuan hukumnya), wajh al-ilhaq

(faktor keserupaan antara mulhaq bih dan mulhaq alaih) oleh para mulhiq

yang ahli.53

51
Imam Ghazali Said, (ed) Solusi Hukum Islam, Keputusan Muktamar, Munas dan
Konbes Nahdhatul Ulama (1926-2004 M.), (Surabaya: Diantama, 2006), hlm.9
52
Ahmad Zahro, op.cit, hlm.121
53
Ahmad Zahro, op.cit, hlm.121
71

Dalam prakteknya penggunaan metode ilhaqi mirip dengan qiyas,

oleh karena itu metode ini juga disebut metode qiyas versi NU. Namun ada

perbedaan diantara ilhaq dan qiyas. Qiyas adalah menyamakan kejadian

yang belum ada ketetapannya dalam nash , disamakan dengan kejadian yang

sudah ada kepastian hukumnya berdasarkan nash baik al-Qur‟an maupun

Sunnah. Sedangkan ilhaq adalah menyamakan hukum yang belum ada

ketetepanya dengan suatu kejadian yang sudah ada kepastian hukumnya

berdasarkan teks suatu kitab (mu’tabar).54

Dalam metode ilhaqi nampak ada kecenderungan bahwa cara ini

ditempuh hanya dalam rangka menjaga agar tidak terjadi stagnasi (mauquf).

Selama ini memang sering terjadi kebuntuan dalam memecahkan persoalan-

persoalan yang diajukan, terutama dalam pemecahan masalah-masalah

kontemporer. Kebutuhan warga NU terhadap jawaban atas masalah-masalah

baru semakin lama semakin meningkat. Tanpa jawaban dengan legitimasi

keagamaan atau kitab kuning yang mu’tabar dapat diastikan akan

membingungkan mereka.55

c) Metode Manhaji

metode manhaji adalah salah satu cara yang ditempuh dalam bahsul masail

dengan cara mengikuti jalan pikiran dan kaidah-kaidah penetapan hukum

yang telah disusun oleh para Imam madzhab. Metode ini ditempuh ketika

jawaban terhadap permasalahan yang dikaji tidak ditemukan dalil dari suatu

kitab atau argumentasi yang detail dari kitab yang mu’tabar. Metode

54
Ibid.
55
Ahmad Muhtadi Anshor, op.cit, hlm. 90
72

manhaji diterapkan dengan mendasarkan jawaban mula-mula pada al-

Qur‟an, jika tidak ditemukan dalam al-Qur‟an maka dicarikan pada Sunnah

dan begitu seterusnya yang akhirnya sampailah pada jawaban kaidah

fiqhiyyah.56

Proses pengambilan hukum yang biasa dilakukan oleh Ulama NU

sebagaimana tercermin dalam forum bahsul masail dengan langkah-

langkahnya dapat dijelaskan sebagai berikut. Pertama, respon terhadap

masalah-masalah waqi’iyyah (aktual/riil) pada berbagai daerah di semua

tingkatan organisasi, baik yang diajukan oleh perseorangan atau masyarakat.

Kedua, sebelum diajukan ke tingkat bahsul masail pusat (PBNU)

pertanyaan-pertanyaan tersebut sudah dibahas dalam bahsul masail sesuai

tingkat jajarannya, tetapi tidak mendapatkan jawaban atau solusi yang

memuaskan. Ketiga, melakukan identifikasi masalah untuk dipersiapkan

jawabannya di pra sidang bahsul masaail. Keempat, mencari jawabannya

dalam kitab-kitab klasik hingga modern atau artikel, majalah yang ditulis

oleh para Ulama yang diakui kredibilitas keilmuannya. Disinilah terjadi

penilaian. Yang menjadi komitmen adalah komitmen terhadap pola

bermadzhab, terutama madzhab Syafi‟i, kewira’ian dan kejelasan argumen

yang ditampilkan dalam redaksi kitan atau rujukan teks yang dipilih.

Biasanya, pemilihan dilakukan secara alami, apaka kitab itu diterima oleh

kalangan pesantren yang secara kultural terkait dengan NU atau tidak, jika

diterima maka kitab tersebut dapat dijadikan rujukan. Kelima, setelah

56
A Aziz Masyhuri, op.cit, hlm 364
73

mendengar argumen dari para peserta LBM dengan landasan redaksional

kitab yang menjadi pegangannya, pimpinan sidang membuat kesimpulan

dan ditawarkan kembali kepada para peserta bahsul masail untuk ditetapkan

ketentuan hukumnya secara kolektif (taqrir jama’i). Keenam, kesimpulan

ketetapan hukum seperti itulah yang dikalangan NU populer dikenal dengan

ahkam al- fuqaha.57

C. Hasil Bahsul Masail PWNU Jawa Timur Tahun 2018 tentang Bitcoin

Menurut pandangan alim Ulama Nahdlatul Ulama (NU), persoalan

Bitcoin bukan semata-mata persoalan teknologi, namun telah masuk ke

ranah fiqh. Mereka memang tidak mampu memberi jawaban dan berdebat

soal Bitcoin menggunakan dalil-dalil teknologi, tapi para Ulama NU

menggunakan dalil agama. inilah pandangan dunia masyarakat NU, yang

senantiasa merespon berbagai persoalan kemasyarakatan dengan

menggunakan perspektif fiqh.

Namun hal ini tidak berarti mereka mengabaikan aspek-aspek di luar

fiqh . seperti soal ilmu pengetahuan dan teknomogi maupun sosial. Justru,

keputusan dengan menggunakan perspektif fiqh dilakukan setelah mereka

mendapat informasi yang dipandang lengkap tentang Bitcoin, baik terkait

sisi teknologi, kebutuhan, dampak yang ditimbulkan pada masyarakat.

Dalam tradisi bahsul masail NU, proses ini disebut Tashawwur, yang dalam

ilmu mantiqnya disebut sebagai proses untuk memperoleh gambaran yang

kurang lebih konprehensif atas masalah yang akan dibahas.

57
Ahmad Muhtadi Anshor, op.cit, hlm. 92-93
74

Inilah yang dilakukan oleh komisi waqi’iyyah Lembaga bahsul Masail

Pengusrus Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Timur (LBM PWNU Jatim)

dalam dialog dan mubahatsah tentang hukum Bitcoin di PP Sunan Bejagung

Semanding Tuban pada tanggal 10-11 Februari 2018.

Respon Ulama NU Jawa Timur tantang Bitcoin dilatar belakangi oleh

Era digital yang terus berkembang memungkinkan masyarakat modern

melakukan transaksi tanpa susah-susah membawa uang tunai, cukup dengan

kartu ATM atau e-money, seseorang bisa berbelanja aneka keperluan.

Bahkan sekarang telah ditemukan program uang digital yang disebut

Bitcoin, dimana pada awalnya hanya bisa didapatkan dengan cara

"menambang" sehingga tidak bisa mudah didapatkan, bahkan dalam satu

hari hanya bisa dihasilkan enam Bitcoin saja. Pada kurun waktu tertentu

Bitcoin sudah tidak bisa ditambang lagi dan menurut informasi yang

beredar, pada akhirnya Bitcoin hanya mencapai 21 juta.

Saat pertama kali muncul, Bitcoin sangat tidak berharga, bahkan

transaksi pertama kali yang terjadi menggunakan bitcoin, satu pizza ditukar

dengan 10 ribu Bitcoin. Namun karena kepercayaan masyarakat akan

keamanan Bitcoin semakin meninggi, harganya terus meningkat dari hari ke

hari, selaras dengan semakin langkanya Bitcoin yang bisa ditambang. Dalam

beberapa waktu lalu, tercatat pada 24 Desember 2017, harga satu Bitcoin

mencapai Rp. 170.000.000.

Sistem transaksi Bitcoin sebenarnya hampir sama dengan transaksi

pada umumnya, dimana pemilik akun dompet Bitcoin yang disebut Wallet,
75

bisa menampung kiriman Bitcoin dari akun lain sebagai pembayaran dari

transaksi yang dilakukan baik dalam dunia nyata atau maya. Namun

biasanya, transaksi yang paling digeluti oleh pemilik Bitcoin adalah dengan

melemparnya di pasar global layaknya bursa saham. Dalam masalah yang

kedua ini, dibutuhkan keahlian dalam menganalisa naik turunnya harga

Bitcoin. Sebab jika analisa yang dilakukan bagus dan cemerlang, pelepasan

Bitcoin di pasar global bisa menghasilkan harga yang sangat fantastis, dari

modal RP 30.000.000, dalam hitungan jam bisa berkembang menjadi Rp

90.000.000. Namun demikian, karena dibutuhkannya analisa yang bagus,

maka tidak jarang, pelaku transaksi meski sudah ahli sekalipun, dapat

mengalami kerugian yang berlipat ganda akibat meleset dalam menganalisa

kenaikan harga Bitcoin.

Dari latar belakang tersebut lalu muncul dua pertanyaan terkait hukum

Bitcoin, yaitu:

a. Bagaimana fiqh melihat menyikapi penggunaan Bitcoin sebagai alat

tukar/pembayaran dan investasi?

b. Bagaimana hukum menjual Bitcoin dalam pasar global yang bisa saja

untung atau rugi tanpa diketahui secara pasti?

Jawaban a

Menurut fiqh, Bitcoin tergolong harta virtual menyerupai dain. Dengan

demikian, dapat dijadikan sebagai alat transaksi yang sah dan dapat

dijadikan sebagai investasi. Namun demikian, sampai saat ini, pemerintah

Indonesia belum menerbitkan regulasi yang mengatur Bitcoin sebagai alat


76

transaksi yang sah dan belum menjamin keamanan investasi Bitcoin,

sehingga investasi Bitcoin memliki resiko yang tinggi karena sepenuhnya

bergantung kepada pasar dan tidak ada jaminan dari pemerintah.

Referensi

‫‌دار‌الفكر‬19‌‫ بغيت‌المضترشذيه‌صـ‬.‫‌أ‬

‫ح وذفع صواج اٌّاي‬٠‫ال‬ٚ ٗ١‫ وً ِا ٌٗ ف‬ٟ‫جة اِتثاي أِش اإلِاَ ف‬٠ :)‫ ن‬:‫)ِسأٌح‬

‫تح جاص اٌذفع‬ٚ‫ إٌّذ‬ٚ‫اجثح أ‬ٌٛ‫ق ا‬ٛ‫ ِٓ اٌذم‬ٛ٘ٚ ‫ح‬٠‫ال‬ٚ ٗ١‫ فئْ ٌُ تىٓ ٌٗ ف‬،‫اٌظا٘ش‬

ٚ‫٘ا ً أ‬ٚ‫ ِىش‬ٚ‫س تٗ ِثادا ً أ‬ِٛ‫إْ واْ اٌّأ‬ٚ ،ٗ‫ ِصاسف‬ٟ‫االستمالي تصشفٗ ف‬ٚ ٗ١ٌ‫إ‬

ٌٝ‫ ثُ ِاي إ‬،‫ اٌتذفح‬ٟ‫ٗ ف‬١‫تشدد ف‬ٚ )‫ٗ وّا لاٌٗ (َ س‬١‫جة اِتثاي أِشٖ ف‬٠ ٌُ ً ‫دشاِا‬

ْ‫ِا عذاٖ إْ وا‬ٚ ،‫ ِذشِا ً ٌىٓ ظا٘شاً فمػ‬ٌٛٚ َ‫ وً ِا أِش تٗ اإلِا‬ٟ‫ب ف‬ٛ‫ج‬ٌٛ‫ا‬

.ً ‫عا‬٠‫إال فظا٘شاً فمػ أ‬ٚ ً ‫تاغٕا‬ٚ ً‫جة ظا٘شا‬ٚ ‫ٗ ِصٍذح عاِح‬١‫ف‬

“Wajib hukumnya mematuhi perintah pemimpin di dalam segala hal yang

menjadi wilayah kuasanya, seperti membayar zakat mal zhahir. Namun,

untuk hal yang di luar kewenangan kekuasaan pemerintah, seperti

melaksanakan hak-hak wajib atau sunah, maka boleh ia melaksanakannya

dan bebas untuk bertasharruf di dalam kepentingannya, Dan apabila yang

diperintahkan itu bersifat mubah, makruh atau haram maka tidak wajib

melaksanakan perintah tersebut seperti yang telah diungkapkan oleh Imam

Romly di dalam kitab Tuhfah, namun imam Romly ragu akan pendapat

tersebut, dan pada akhirnya Imam Romly lebih condong untuk mewajibkan

semua perkara yang diperintahkan oleh imam walaupun perkara yang

diperintahkan tersebut haram dilakukan. Akan tetapi pelaksanaannya secara


77

dhohir saja. Dan adapun perkara-perkara yang tidak diharamkan yang

didalamnya ada maslhat bagi khalayak umum maka wajib melaksanakannya

secara dhohir maupun batin. Dan apabila tidak ada mashlahat bagi khalayak

umum maka wajib melaksanakannya secara dhohir saja.”

‫‌دار‌الفكر‬891-895‌:‫ الفقه‌اإلصالمي‌الجزء‌الخامش‬.‫ب‬

‫ك اٌعذي‬١‫عح ٌتذم‬ٚ‫اخ اٌخاصح اٌّشش‬١‫ اٌٍّى‬ٟ‫ٌح اٌتذاخً ف‬ٚ‫ذك ٌٍذ‬٠ ‫وزاٌه‬ٚ

‫تٍّه اٌّثاداخ‬ٚ ‫ ِٕع اٌّثاح‬ٟ‫ ف‬ٚ‫ح أ‬١‫ أصً دك اٌٍّى‬ٟ‫اء ف‬ٛ‫اٌّصٍذح اٌعاِح س‬ٚ

‫ح‬١‫ا اٌٍّى‬ٚ‫تعخ ِٓ ِسا‬٠ ‫ ظشس عاَ وّا‬ٌٝ‫ استعّاٌٗ إ‬ٜ‫تعذٖ إرا أد‬ٚ َ‫لثً اإلسال‬

‫ح‬٠‫ تذا‬ٟ‫ح ف‬١‫د اٌٍّى‬ٛ١‫فشض ل‬٠ ْ‫ األِش اٌعادي أ‬ٌٌٟٛ ‫ذك‬٠ ‫ِٓ ٕ٘ا‬ٚ ‫ح‬١‫اإللطاع‬

‫ا ِع‬ٙ‫ا ِٓ أصذات‬ٙ‫ٕتضع‬٠ ٚ‫ٓ أ‬١‫ذذد٘ا تّمذاس ِع‬١‫اخ ف‬ٌّٛ‫اء ا‬١‫ داي إد‬ٟ‫ا ف‬ٙ‫إٔشائ‬

ِٓٚ ٓ١ٍّ‫ً اٌّصٍذح اٌعاِح ٌٍّس‬١‫ سث‬ٟ‫ا إرا واْ راٌه ف‬ٕٙ‫ط عادي ع‬٠ٛ‫اٌذفع تع‬

ِٕٗ ‫صذس‬٠ ‫ح تذظش‬١‫ إتادح اٌٍّى‬ٕٝٙ٠ ْ‫ األِش أ‬ٌٌٟٛ ْ‫اء أ‬ٙ‫اٌّمشس عٕذ اٌفم‬

. ‫سا‬ٛ‫صٖ أِش ِذظ‬ٚ‫صثخ ِا تجا‬١‫ٗ ف‬١‫ٌّصٍذح تمتع‬

“Begitu juga bahkan negara berhak melakukan intervensi terhadap

kepentingan-kepentingan pribadi yang legal sekalipun guna menciptakan

keadilan dan kemashlahatan umum, baik pada hak asal kepemilikan

tersebut, maupun di dalam melarang suatu harta yang mubah dan larangan

memilikinya baik sebelum islam maupun sesudah islam apabila

penggunaanya bisa menyebabkan atau menimbulkan dampak negatif dan

kerugian yang bersifat umum. Seperti yang nampak pada sisi-sisi negatif

kepemilikan berdasarkan al-iqthaa‟ (feodalisme). Dari ini, seorang

penguasa yang adil berhak untuk menetapkan aturan dan batasan-batassan


78

terhadap suatu kepemilikan pada awal mendapatkannya pada kasus

menghidupkan lahan yang mati. Sehingga ia berhak membatasinya pada

ukuran luas lahan tertentu, atau mencabutnya dari para pemiliknya dengan

memberi mereka kompenasi yang adil apabila hal itu memang menjadi

suatu tuntutan demi menciptakan kemashlahatan umum bagi muslimin.

Diantara yang sudah menjadi ketetapan para fuqaha adalah bahwa

pemerintah bisa membatasi suatu kepemilikan dan mengeluarkan

peraturan batasan larangan untuknya jika suatu kemashlahatan

menghendaki hal itu, sehingga apa yang melewati batas larangan tersebut

statusnya tidak boleh.”

Jawaban b

Boleh.

Referensi

‫‌المطبعت‌العامرة‌الشرفيت‌بمصر‌لمحميت‬03-91‌:‌‫ الترمضى‌الجزء‌الرابع‌صـ‬.‫‌أ‬

‫ش‬١ّ‫خ ساٌُ تٓ س‬١‫غ فعٕذ اٌش‬ٌٕٛ‫فح تا‬ٚ‫سلح اٌّعش‬ٌٛ‫ ا‬ٝ‫ْ ف‬ٚ‫اختٍف اٌّتأخش‬ٚ

‫سلح‬ٌٛ‫ ِا تعّٕتٗ ا‬ٌٝ‫ْ ٔظشا إ‬ٛ٠‫ً اٌذ‬١‫ا ِٓ لث‬ٙٔ‫ػ أ‬١ّ‫ة عثذ هللا تٓ س‬١‫اٌذث‬ٚ

ٓ‫ة عثذ هللا ت‬١‫اٌذث‬ٚ ٝ‫خ ِذّذ األٔثات‬١‫عٕذ اٌش‬ٚ ‫ا‬ٙ‫د اٌّتعاًِ ت‬ٛ‫سج ِٓ إٌم‬ٛ‫اٌّزو‬

‫تجة صواج ِا‬ٚ ً‫خ عٕذ اٌى‬١‫ا صذ‬ٙ‫اٌتعاًِ ت‬ٚ ‫تح‬ٚ‫ط اٌّعش‬ٍٛ‫ا واٌف‬ٙٔ‫ تىش أ‬ٝ‫أت‬

‫تجة صواج اٌتجاسج عٕذ‬ٚ ٓ١‫ٓ صواج ع‬١ٌٚ‫د عٕذ األ‬ٛ‫ساق ِٓ إٌم‬ٚ‫تعّٕتٗ األ‬
79

‫ا‬ٙ‫ ٌُ تمصذ ت‬ٝ‫ساق اٌت‬ٚ‫اْ األ‬١‫أِا أع‬ٚ ‫ا اٌتجاسج‬ٙ‫ا إرا لصذ ت‬ٙٔ‫ا‬١‫ أع‬ٝ‫ٓ ف‬٠‫خش‬٢‫ا‬
58
.‫اٌتجاسج‬

“Ulama kontemporer berbeda pendapat dalam hukum uang elektronik.

Menurut Syekh Salim Samiir dan Habib Abdullah bin Smith, uang

elektronik adalah serupa dengan duyun (hutang-piutang), dengan

mencermati isi kandungannya berupa nuqud yang bisa digunakan untuk

muamalah. Menurut Syekh Muhammad Al-Unbaby dan Habib Abdullah

bin Abu bakar, ia serupa dengan fulus yang dicetak sehingga hukum

bermuamalah dengannya adalah sah secara total. (Dengan demikian) wajib

membayar zakat dengan harta yang tersimpan di dalam kartu tersebut-

menurut ulama-ulama yang disebut pertama-dengan zakat „ain, dan wajib

membayar zakat tijarah-menurut ulama yang disebut terakhir-sebab

kondisinya ketika dipakai untuk perdagangan”.

058‌‫ الفقه‌اإلصالمي‌وأدلته‌الجزء‌الضابع‌صـ‬.‫ب‬

.ٗٔ‫ٍضَ ِتٍفٗ تعّا‬٠ ‫ّح‬١‫ وً ِا ٌٗ ل‬ٛٙ‫ ف‬:‫ح‬١‫ش اٌذٕف‬١‫س غ‬ّٛٙ‫أِا اٌّاي عٕذ اٌج‬ٚ

.‫ح‬١ٌ‫ّح ِا‬١‫ ل‬ٞ‫ وً ر‬ٛ٘ ْٛٔ‫ اٌما‬ٟ‫ فاٌّاي ف‬،‫ٔا‬ٛٔ‫ر تٗ لا‬ٛ‫ اٌّأخ‬ٛ٘ ٕٝ‫٘زا اٌّع‬ٚ

“Harta menurut jumhur fuqaha selain hanafiyyah adalah setiap yang

memiliki nilai yang jika rusak maka orang yang merusaknya mesti

mengganti. Inilah pengertian yang digunakan dalam undang-undang, jadi,

58
Hasil Keputusan Bahsul Masail komisi Waqi‟iyyah PWNU Jawa Timur di PP Sunan
Bejagung Semanding Tuban Sabtu-Ahad, 24-25 Jumadil Ula 1439 H /10-11 Februari 2018 M
(didownload dari https://aswajamuda.com/keputusan-bahsul-masail-pwnu-jatim-pp-sunan-
bejagung pada 03 Maret 2018 pukul 14.03 wib)
80

jika harta dalam pandangan undang-undang adalah setiap yang memiliki

nilai sebagai sebuah harta.”

18-19‌‫‌ص‬7‌‫ الفقه‌المنهجي‌ج‬.‫ج‬

‫ظا‬ٛ‫ا ِذف‬١‫ذا ر٘ث‬١‫ا سص‬ٌٙ ْ‫اَ أل‬٠‫ ٘زٖ األ‬ٟ‫ ٘زٖ اٌعّالخ اٌّتعاسفح ف‬ٟ‫ذخً ف‬٠ٚ

.‫ظ‬ٛ‫ذ اٌّذف‬١‫ا ِٓ ٘زٖ اٌشص‬ٍٙ‫مات‬٠ ‫ششاء ِا‬ٚ‫ع أ‬١‫مح ت‬١‫ث‬ٚ ٓ‫ا عثاسج ع‬ِٕٙ ‫وً لطعح‬ٚ

“Emas dan perak masuk di dalam proses transaksi yang dikenal hari ini,

karena ia memiliki nilai yang tersimpan. Setiap bagian dari emas dan perak

merupakan jaminan jual-beli. Secara jelas dapat dipahami bahwa transaksi

dengan menggunakan emas dan perak saat ini itu diperbolehkan dengan

syarat yang ketat yakni seimbangnya (sepadan) nilai tukar dua barang yang

dipertukarkan tersebut.”

‫ث اإلصتضحاق‌اإلصالمي‌للشيخ‌عبذ‌هللا‌به‌صليمان‌المني‬ٛ‫ اٌثذ‬.‫د‬

‫ داي‬ٜ‫ أ‬ٍٝ‫ع‬ٚ ‫ػ‬١‫س‬ٌٛ‫ّا واْ رٌه ا‬ِٙ ‫ال عاِا‬ٛ‫ لث‬ٝ‫ٍم‬٠ ‫ػ ٌٍتثادي‬١‫س‬ٚ ً‫ و‬ٛ٘ ‫إٌمذ‬

. ْٛ‫ى‬٠

“Naqd adalah segala mediator untuk pertukaran yang memungkinkan

penerimaan dalam keadaan seperti apapun.”

‫‌دار‌النفائش‌للشيخ‌محمذ‌رواس‬90‌‫‌‌المعامالث‌الماليت‌المعاصرة‌صـ‬.ٖ

، ‫٘ا‬ٛ‫ٔذ‬ٚ ‫عح‬ٛ‫ساق اٌّطث‬ٚ‫ األ‬ٚ‫تح أ‬ٚ‫إٌمذ ِا اتخز إٌاط ثّٕا ِٓ اٌّعادْ اٌّعش‬

‫ح صادثح اإلختصاص‬١ٌ‫اٌصادسج عٓ اٌّؤسسح اٌّا‬


81

“Naqd adalah segala sesuatu yang bisa diambil nilainya oleh manusia dari

barang-barang tambang yang di cetak, lembaran-lembaran, atau sejenisnya

yang diterbitkan oleh lembaga resmi yang terkait. “

Berdasarkan dalil-dalil diatas NU memutuskan bahwa Bitcoin sah

sebagai alat tukar atau pembayaran dan boleh digunakan untuk berinvestasi

maupun bermuamalah dengannya. Hal ini didasarkan pada keserupaan

Bitcoin dengan nuqud yang menyerupai dain dan berlaku pula zakatnya.

Namun karena pemerintah belum mengeluarkan regulasi berkaitan dengan

Bitcoin dan keamanannya sebagai alat investasi, maka masyarakat dihimbau

untuk berhati-hati menggunakannya. Dan apabila terjadi kerugian, maka

kerugian tersebut ditanggung oleh pengguna karena tidak ada jaminan dari

pemerintah.

Hasil keputusan diatas merupakan hasil keputusan nomer dua dari

keempat hasil keputusan Bahsul Masail ad-Diniyyah al-Waqi‟iyyah

Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Timur di PP Sunan Bejagung

Semanding Tuban pada 10-11 Februari 2018 . adapun keempat hasil

keputusan tersebut adalah:

1. Hukum Uang Elektronik

2. Hukum Bitcoin

3. Wudhu Penyandang Disabilitas

4. Hukum Menutup Dagu Wanita Saat Sholat.


BAB IV

ANALISIS TERHADAP HASIL KEPUTUSAN BAHSUL MASAIL

PWNU JAWA TIMUR TAHUN 2018

TENTANG BITCOIN

A. Analisis Keputusan Bahsul Masail PWNU Jawa Timur Tahun 2018

tentang Bitcoin

Persoalan Bitcoin bukan semata-mata persoalan teknologi maupun

ekonomi semata, namun telah masuk ke ranah fiqh. Merespon berbagai

permasalahan kemasyarakatan dengan perspektif fiqh merupakan salah

satu peran Nahdlatul Ulama. Sebagai salah satu organisasi Keagamaan

dengan pengikut terbesar di Indonesia, tentu keputusan bahsul masail NU

akan memberikan dampak pada masyarakat dan pengikutnya. Meskipun

keputusan bahsul masail bukanlah merupakan qanun atau undang-undang

yang bersifat mengikat yang wajib ditaati dan memiliki implikasi hukum,

namun fatwa bahsul masail digunakan sebagai rujukan dalam kehidupan

sehari-hari.

Inilah yang dilakukan oleh para Ulama dan intelktual NU Jawa

Timur sebagai respon tentang masalah waqi’iyyah terhadap munculnya

tren mata uang virtual bernama Bitcoin, yang bagi warga Nahdhiyyin perlu

mendapatkan jawaban secara fiqh tentang penggunaannya, apakah boleh

atau tidak. Karena bagaimanapun keputusan Bahsul Masail dianggap

sebagai referensi dalam melakukan atau meninggalkan suatu pekerjaan

82
83

Walaupun keputusan Lembaga Bahsul Masail sering diidentikkan

dengan qaul-qaul Ulama yang populer di masanya, sehingga keputusan

yang dihasilkan tidak jarang juga diidentikakkan dengan hukum Islam

masa lalu yang kurang relevan dengan masa sekarang, walaupun tidak

seluruhnya benar. Ulama dan Intelktual NU dalam merespon suatu

masalah lebih bersikap hati-hati dengan tetap berpegang pada referensi

yang sudah ada lewat nash-nash yang telah dielaborasi fuqaha yang telah

dikodifikasi dalam kutubul fuqaha.

Mengenai persoalan pertama tentang pandangan fiqh terhadap

penggunaan Bitcoin sebagai alat pembayaran atau investasi, menurut hasil

keputusan Lembaga Bahsul Masail penggunaan Bitcoin sebagai alat tukar

maupun investasi sah digunakan sebagai sarana bermuamalah, baik

sebagai alat transaksi maupun investasi, Ulama NU menggolongkan

Bitcoin sebagai harta virtual menyerupai dain. Dalil yang digunakan

adalah dari kitab At-Tarmasy, (Al-Mathba‟ah Al-„Amirah As-Syarafiyyah

bi Mishra Al-Mahmiyyah; juz IV), halaman 29-30:

‫ة‬١‫اٌذث‬ٚ ‫ش‬١ّ‫خ ساٌُ تٓ س‬١‫ط فعٕذ اٌش‬ٌٕٛ‫فح تا‬ٚ‫سلح اٌّعش‬ٌٛ‫ ا‬ٝ‫ْ ف‬ٚ‫اخرٍف اٌّرأخش‬ٚ

ِٓ ‫سج‬ٛ‫سلح اٌّزو‬ٌٛ‫ ِا ذضّٕرٗ ا‬ٌٝ‫ْ ٔظشا إ‬ٛ٠‫ً اٌذ‬١‫ا ِٓ لث‬ٙٔ‫ظ أ‬١ّ‫عثذ هللا تٓ س‬

‫ا‬ٙٔ‫ تىش أ‬ٝ‫ة عثذ هللا تٓ أت‬١‫اٌذث‬ٚ ٝ‫خ ِذّذ األٔثات‬١‫عٕذ اٌش‬ٚ ‫ا‬ٙ‫د اٌّرعاًِ ت‬ٛ‫إٌم‬

‫ساق‬ٚ‫ذجة صواج ِا ذضّٕرٗ األ‬ٚ ً‫خ عٕذ اٌى‬١‫ا صذ‬ٙ‫اٌرعاًِ ت‬ٚ ‫تح‬ٚ‫ط اٌّضش‬ٍٛ‫واٌف‬

‫ا إرا‬ٙٔ‫ا‬١‫ أع‬ٝ‫ٓ ف‬٠‫خش‬٢‫ذجة صواج اٌرجاسج عٕذ ا‬ٚ ٓ١‫ٓ صواج ع‬١ٌٚ‫د عٕذ األ‬ٛ‫ِٓ إٌم‬

.‫ا اٌرجاسج‬ٙ‫لصذ ت‬
84

“Ulama kontemporer berbeda pendapat dalam hukum uang

elektronik. Menurut Syekh Salim Samiir dan Habib Abdullah bin Smith,

uang elektronik adalah serupa dengan duyun (hutang-piutang), dengan

mencermati isi kandungannya berupa nuqud yang bisa digunakan untuk

muamalah. Menurut Syekh Muhammad Al-Unbaby dan Habib Abdullah

bin Abu bakar, ia serupa dengan fulus yang dicetak sehingga hukum

bermuamalah dengannya adalah sah secara total. (Dengan demikian) wajib

membayar zakat dengan harta yang tersimpan di dalam kartu tersebut-

menurut ulama-ulama yang disebut pertama-dengan zakat „ain, dan wajib

membayar zakat tijarah-menurut ulama yang disebut terakhir-sebab

kondisinya ketika dipakai untuk perdagangan”.

Berdasarkan rujukan di atas Bitcoin serupa dengan duyun atau dain

yang secara harfiyyah memiliki makna piutang. Menurut perspektif fiqh

muamalah didefinisakan sebagai harta yang berada dalam tanggung jawab,

maksudnya adalah harta yang masih dalam bentuk hutang-piutang yang

harus diselesaikan yang merupakan harta pemberi hutang yang masih

dalam tanggung jawab penghutang. Harta dain dalam perspektif fiqh

muamalah digolongkan dalam klasifikasi pembagian harta bersama harta

ain (harta yang berwujud atau berbentuk benda seperti rumah, kendaraan

dan sebagainya). Oleh karena itu penulis memahami dengan mafhum

mukhalafah bahwa harta dain adalah harta yang tidak berwujud (aset yang

tidak berwujud / financial asset) kebalikan dari harta ain yang dipahami

sebagai harta berwujud. Hal ini dikarenakan substansi dari harta itu sendiri
85

yang didefinisakan sebagai segala hal yang memiliki nilai, dapat dikuasai,

bermanfaat dan tabiat manusia condong kepadanya.

Terkait penggolongan Bitcoin sebagai harta virtual, maka menurut

penulis status Bitcoin menjadi lebih umum dibandingkan jika digunakan

frase mata uang virtual. Karena keduanya memiliki implikasi hukum yang

berbeda, yang mana keumuman harta mencakup mata uang dan harta-harta

lainnya seperti emas perak dan sesuatu yang dianggap bernilai, sedangkan

mata uang merupakan bagian dari harta. Jadi sederhananya mata uang

adalah harta, namun harta tidak hanya mata uang atau belum tentu mata

uang, bisa berupa selain mata uang.

Walaupun Bitcoin dikenal dan terkenal sebagai mata uang

virtual, atau ada pula yang menyebutnya sebagai mata uang digital karena

mempunyai kesamaan fungsi seperti uang yang ada di dompet kita namun

tidak berbentuk fisik. Karena Bitcoin berbentuk virtual maka uang ini

hanya dipergunakan melalui internet. Meskipun demikian, seperti yang

telah dijelaskan pada Bab II tentang kriteria uang, maka Bitcoin belum

memenuhi beberapa unsur dan kriteria sebagai mata uang yang berlaku di

Indonesia. diantaranya tidak ada payung hukum atau legal tender yang

mengatur tentang Bitcoin sebagai alat pembayaran, nilainya tidak stabil

karena tidak ada underlying atau dasar penilaian terhadap Bitcoin, suplai

atau peredarannya juga tidak diatur, sehingga bisa saja berdampak pada

stabilitas ekonomi.
86

Penggunaan istilah harta virtual juga serupa dengan pendapat

Oscar Darmawan, Ketua Asosiasi Blockchain Indonesia, dimana Oscar

menyatakan bahwa pendekatan Bitcoin itu lebih dekat kepada komoditas,

yaitu berupa komoditas digital atau aset digital, dibandingkan dengan

menggunakan pendekatan mata uang. Karena jika berbicara soal mata

uang maka ada suatu entiti yang menerbitkan yaitu bank sentral, dan suatu

mata uang harus memiliki legal tender atau Undang-undangnya.

Sedangkan jika dianalogikan dengan komoditas, maka Bitcoin sama

dengan komoditas atau harta berharga seperti emas, perak atau minyak,

namun dalam bentuk digital. Maka pendekatan untuk memahami Bitcoin

paling dekat adalah dengan komoditas atau suatu aset seperti emas dan

perak, walaupun tidak persis sama karena logam mulia seperti emas dan

perak memiliki nilai absolut sedangkan Bitcoin tidak, karea setiap satu

Bitcoin bisa dipecah ke dalam beberapa keping. Sampai saat ini belum

begitu jelas nama untuk setiap puluh, ratus, ribu, atau jutaan keping

Bitcoin. Dari sini jelas bahwa jika dikomparasikan dengan harta virtual

atau komoditas digital, maka Bitcoin digolongkan kepada sesuatu yang

memiliki nilai.

Harta sendiri seperti telah dijelaskan sebelumnya adalah sesuatu

yang diinginkan oleh watak manusia dan dapat disimpan sebagai

persediaan, atau oleh para ulama kontemporer mendifinisikannya dengan

segala sesuatu yang dapat menjadi hak milik seseorang dan dapat diambil

manfaatnya. bahkan imam Syafi‟i menganggap segala sesuatu yang


87

memiliki nilai uang atau meteriil dikalangan masyarakat adalah harta.

Dari definisi diatas maka segala sesuatu berupa benda maupun tidak, baik

berupa nyata maupun yang abstrak merupakan pengertian harta.1

Mengenai kaitannya dengan harta, para Ulama NU menggunakan

dalil tentang harta dalam kitab fiqh islamy wa adillatuhu karya Wahbah

Zuhaili juz 7 halaman 385 :

‫٘زا‬ٚ .ٗٔ‫ٍضَ ِرٍفٗ تضّا‬٠ ‫ّح‬١‫ وً ِا ٌٗ ل‬ٛٙ‫ ف‬:‫ح‬١‫ش اٌذٕف‬١‫س غ‬ّٛٙ‫أِا اٌّاي عٕذ اٌج‬ٚ

‫ح‬١ٌ‫ّح ِا‬١‫ ل‬ٞ‫ وً ر‬ٛ٘ ْٛٔ‫ اٌما‬ٟ‫ فاٌّاي ف‬،‫ٔا‬ٛٔ‫ر تٗ لا‬ٛ‫ اٌّأخ‬ٛ٘ ٕٝ‫اٌّع‬

“Adapun harta menurut jumhur fuqaha selain hanafiyyah adalah setiap


yang memiliki nilai yang jika rusak maka orang yang merusaknya mesti
mengganti. Inilah pengertian yang digunakan dalam undang-undang, jadi,
jika harta dalam pandangan undang-undang adalah setiap yang memiliki
nilai sebagai sebuah harta.”

Dari rujukan diatas, para mubahitsin beranggapan bahwa Bitcoin

digolongkan sebegai harta karena mayoritas fuqaha selain Hanafiyyah

menganggap harta tidak selalu yang bersifat ain atau memiliki wujud yang

bisa digenggam dan dikuasai, melainkan segala hal yang memiliki nilai

baik yang memiliki wujud maupun tidak. Sedangkan jika diikutkan

pendapat dari kalangan Hanafiyyah, maka Bitcoin tidak bisa disebut harta

dikarenakan tidak memenuhi salah satu dari kedua unsur yang

dipersyaratkan Hanafiyyah, yaitu tidak bisa digenggam karena tidak

memiliki wujud dan tidak dapat digenggam walaupun memiliki manfaat.

1
Fathurrahman Djamil, Hukum Ekonomi Islam, (Jakarta : Sinar Grafika, 2013), hlm.173-
174
88

Berdasarkan dasar diatasi penulis sepakat atas dalil yang digunakan

para mubahitsin karena Bitcoim sendiri menurut hemat penulis saat ini

merupakan sesuatu yang memiliki nilai disebabkan oleh kepercayaan dan

kesepakatan para penggunanya, para pengguna Bitcoin menganggapnya

memiliki nilai, sehingga atas kepercayaan tersebut Bitcoin menjadi

memiliki nilai. Apabila suatu saat komunitas atau para pengguna

menganggap Bitcoin sudah tidak lagi berharga dan tidak memiliki nilai,

maka Bitcoin sudah bukan lagi termasuk harta. Sederhanya, Bitcoin

berharga karena orang menghargai Bitcoin. demikian juga degan

komoditas lainnya, tanpa adanya kepercayaan oleh masyarakat, komoditas

tersebut tak akan ada nilainya. Dari sini penulis setuju dengan pendapat

Ulama NU bahwa Bitcoin digolongkan kepada harta virtual, bukan sebagai

mata uang virtual. Walaupun di Indonesia Bitcoin dikenal dengan mata

uang virtual atau ada pula yang menyebutnya sebagai mata uang digital.

Pada dasarnya Bitcoin sama dengan komoditas lain seperti emas,

bahkan juga seperti uang kertas yang dicetak, yaitu memiliki nilai juga

memiliki fungsi yang sama yang bisa digunakan sebagai alat tukar yang

diterima oleh masyarakat umum, memiliki standar nilai karena bisa

ditukarkan dengan rupiah dan bisa digunakan sebagai alat saving. Namun

memang saat ini yang dapat mengakses Bitcoin hanya komunitas tertentu,

apalagi untuk menambang coin baru biasanya orang-orang yang ahli di

bidang teknologi khususnya bidang teknologi kriptografi. Namun tidak

menutup kemungkinan bagi masyarakat awam untuk mengakses Bitcoin,


89

karena kini telah banyak perusahaan atau market place yang menjadi pihak

perantara antara penjual dan pembeli Bitcoin, sehingga penggunaan

Bitcoin lebih mudah dan praktis.

Terkait penggunaan Bitcoin sebagai alat pembayaran atau

transaksi, dalam Islam dikenal prinsip kerelaan atau Ridha bil ar-Ridha.

           

....    


“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang batil, tetapi (hendaklah) dengan
perbiagaan yang berdasarkan kerelaan di antara kamu.” (QS. An-Nisa:29)2

Setiap melakukan transaksi atau akad harus mengandung unsur

kerelaan bersama dari kedua belah pihak, baik pihak pembeli maupun

pihak penjual. Dengan atas dasar bahwa kedudukan penjual yang menjual

barang keridhaan tersebut sebagai fondasi awal dan pembeli yang

mengeluarkan alat pembayaran untuk melakukan pembelian barang dari

penjual, terletak pada adanya kesepakatan antar pihak. Jika pedagang

(merchant) menggunakan transaksi keuangan online dan alat

pembayarannya menggunakan mata uang digital, secara tidak langsung

pembeli juga sepakat dan menyetujui tanpa harus adanya pemberitahuan.

Dikarenakan dalam transaksi online berjalan, pembeli dianggap setuju dan

sepakat jika dalam hal ketika pertama kali membeli suatu barang tertentu

2
M. Quraish Shihab, Tafsir a-Misbah, vol.2, (Tangerang: PT.Lentera Hati,2016),
hlm.495
90

di situs online kepada pedagang (merchant).3 Karena kini yang disebut

uang tidak lagi berbentuk koin atau kertas (fiat money), maka jelasnya

apapun bisa dianggap uang berdasarkan kesepakatan pemakainya melalui

otoritas negara yang mengeluarkannya.4

Dalam hal ini mubahhitsin merujuk pada kitab Muamalah al-

Maliyah wa al Muashshiroh karya Syech Muhammad Rawas halaman 23:

، ‫٘ا‬ٛ‫ٔذ‬ٚ ‫عح‬ٛ‫ساق اٌّطث‬ٚ‫ األ‬ٚ‫تح أ‬ٚ‫إٌمذ ِا اذخز إٌاط ثّٕا ِٓ اٌّعادْ اٌّضش‬

.‫ح صادثح اإلخرصاص‬١ٌ‫اٌصادسج عٓ اٌّؤسسح اٌّا‬

“nuqd adalah segala sesuatu yang bisa diambil nilainya oleh


manusia dari barang-barang tambang yang di cetak, lembaran-lembaran,
atau sejenisnya yang diterbitkan oleh lembaga resmi yang terkait.”

Mengambil posisi bahwa Bitcoin memenuhi kondisi mal (harta)

sehingga halal karena itu sah untuk berdagang (diperjual belikan). Namun,

untuk memenuhi syarat sebagai alat tukar, seharusnya jenis cryptocurrency

itu harus disetujui oleh otoritas pemerintah terkait, dalam hal ini adalah BI

selaku otoritas keuangan di Indonesia bersama OJK selaku pengawas

keuangan.

Bank Indonesia sendiri lewat surat edarannya No. 20/4/DKom

menegaskan bahwa virtual currency termasuk bitcoin tidak diakui sebagai

alat pembayaran yang sah, sehingga dilarang digunakan sebagai alat

pembayaran di Indonesia. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan dalam

Undang-Undang No. 7 tahun 2011 tentang Mata Uang yang menyatakan

3
Luqman Nurhisam, Bitcoin dalam Kacamata Hukum Islam, Jurnal ar-Raniry, vol.2, ,
UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta 2017.
4
Siti Mujibatun, Konsep Uang dalam Hadis, (Semarang:eLSA, 2012), hlm. 141
91

bahwa mata uang adalah uang yang dikeluarkan oleh Negara Kesatuan

Republik Indonesia dan setiap transaksi yang mempunyai tujuan

pembayaran, atau kewajiban lain yang harus dipenuhi dengan uang, atau

transaksi keuangan lainnya yang dilakukan di Wilayah Negara Kesatuan

Republik Indonesia wajib menggunakan Rupiah.5

Bank Indonesia menegaskan bahwa sebagai otoritas sistem

pembayaran, Bank Indonesia melarang seluruh penyelenggara jasa sistem

pembayaran dan penyelenggara Teknologi Finansial di Indonesia baik

Bank dan Lembaga Selain Bank untuk memproses transaksi pembayaran

dengan virtual currency, sebagaimana diatur dalam PBI 18/40/PBI/2016

tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran dan dalam

PBI 19/12/PBI/2017 tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial.6

Dari beberapa pandangan diatas penulis dapat menyimpulkan

sementara bahwa penggunaan Bitcoin sebagai alat transaksi pembayaran

secara hukum Islam diperbolehkan. Akan tetapi, penggunaannya ilegal di

Indonesia karena kebijakan Bank Indonesia dalam menetapkan alat tukar

yang diakui di Indonesia hanya mata uang Rupiah. Kepatuhan terhadap

Imam (pemerintah) dalam hal penggunaan Bitcoin sebagai alat transaksi

dan investasi harus diikuti berdasarkan rujukan kitab bughyatul

murtasyidin halaman 91:

5
www.bi.go.id, Bank Indonesia Memperingatkan Kepada Seluruh Pihak Agar Tidak
Menjual, Membeli atau Memperdagangkan Virtual Currency (diakses pada 09/11/2018)
6
Ibid.
92

ٓ‫ فئْ ٌُ ذى‬،‫ح وذفع صواج اٌّاي اٌظا٘ش‬٠‫ال‬ٚ ٗ١‫ وً ِا ٌٗ ف‬ٟ‫جة اِرثاي أِش اإلِاَ ف‬٠

ٗ‫االسرمالي تصشف‬ٚ ٗ١ٌ‫تح جاص اٌذفع إ‬ٚ‫ إٌّذ‬ٚ‫اجثح أ‬ٌٛ‫ق ا‬ٛ‫ ِٓ اٌذم‬ٛ٘ٚ ‫ح‬٠‫ال‬ٚ ٗ١‫ٌٗ ف‬

ٖ‫جة اِرثاي أِش‬٠ ٌُ ً ‫ دشاِا‬ٚ‫٘ا ً أ‬ٚ‫ ِىش‬ٚ‫س تٗ ِثادا ً أ‬ِٛ‫إْ واْ اٌّأ‬ٚ ،ٗ‫ ِصاسف‬ٟ‫ف‬

َ‫ وً ِا أِش تٗ اإلِا‬ٟ‫ب ف‬ٛ‫ج‬ٌٛ‫ ا‬ٌٝ‫ ثُ ِاي إ‬،‫ اٌرذفح‬ٟ‫ٗ ف‬١‫ذشدد ف‬ٚ )‫ٗ وّا لاٌٗ (َ س‬١‫ف‬

ً ‫تاطٕا‬ٚ ً‫جة ظا٘شا‬ٚ ‫ٗ ِصٍذح عاِح‬١‫ِا عذاٖ إْ واْ ف‬ٚ ،‫ ِذشِا ً ٌىٓ ظا٘شاً فمظ‬ٌٛٚ

.ً ‫ضا‬٠‫إال فظا٘شاً فمظ أ‬ٚ

“Wajib hukumnya mematuhi perintah pemimpin di dalam segala


hal yang menjadi wilayah kekuasaannya, seperti membayar zakat mal
zhahir. Namun, untuk hal yang di luar kewenangan kekuasaan pemerintah,
seperti melaksanakan hak-hak wajib atau sunah, maka boleh ia
melaksanakannya dan bebas untuk bertasharruf di dalam kepentingannya.
Dan apabila yang diperintahkan itu bersifat mubah, makruh atau haram
maka tidak wajib melaksanakan perintah tersebut seperti yang telah
diungkapkan oleh Imam Romly di dalam kitab Tuhfah, namun imam
Romly ragu akan pendapat tersebut, dan pada akhirnya Imam Romly lebih
condong untuk mewajibkan semua perkara yang diperintahkan oleh imam
walaupun perkara yang diperintahkan tersebut haram dilakukan. Akan
tetapi pelaksanaannya secara dhohir saja.”

Berdasarkan rujukan diatas, menurut penulis penggunaan Bitcoin


sebagai alat pembayaran dan investai seharusnya masuk ke dalam wilayah
kekuasaan pemerintah, ranahnya pemerintah karena berkaitan dengan
stabilitas keuangan nasional dan itu domainnya pemerintah. Walaupun
peggunaan Bitcoin boleh, tapi pemerintah menganggap itu ilegal, maka
wajib mentaati pemerintah. Bahkan menurut Wahbah Zuhaily dalam kitab
fiqh Islamy waadillatuhu pemerintah boleh melakukan intervensi kepada
kepemilikan, bahkan melarang penggunaan harta yang mubah sekalipun
apabila menimbulkan dampak negatif bagi kepentingan umum.
93

‫اٌّصٍذح اٌعاِح‬ٚ ‫ك اٌعذي‬١‫عح ٌرذم‬ٚ‫اخ اٌخاصح اٌّشش‬١‫ اٌٍّى‬ٟ‫ٌح اٌرذاخً ف‬ٚ‫ذك ٌٍذ‬٠

‫تعذٖ إرا‬ٚ َ‫ذٍّه اٌّثاداخ لثً اإلسال‬ٚ ‫ ِٕع اٌّثاح‬ٟ‫ ف‬ٚ‫ح أ‬١‫ أصً دك اٌٍّى‬ٟ‫اء ف‬ٛ‫س‬

.َ‫ ضشس عا‬ٌٝ‫ اسرعّاٌٗ إ‬ٜ‫أد‬

“Begitu juga bahkan negara berhak melakukan intervensi terhadap


kepentingan-kepentingan pribadi yang legal sekalipun guna menciptakan
keadilan dan kemashlahatan umum, baik pada hak asal kepemilikan
tersebut, maupun di dalam melarang suatu harta yang mubah dan larangan
memilikinya baik sebelum islam maupun sesudah islam apabila
penggunaanya bisa menyebabkan atau menimbulkan dampak negatif dan
kerugian yang bersifat umum.”

Adapun sebagai sarana investasi, penulis setuju bahwa investasi

Bitcoin adalah sah dan boleh. Penulis belum menemukan peraturan yang

melarang penggunaan Bitcoin untuk berinvestasi. Bank Indonesia hanya

mengingatkan kepada para pengguna untuk berhati-hati dan tetap waspada

dalam menggunakan Bitcoin sebagai instrumen investasi, BI tidak

bertanggung jawab apabila pengguna mengalami kerugian karena harga

Bitcoin yang sangat fluktuatif. Kerugian ditanggung sepenuhnya oleh

pengguna.

BI beranggapan bahwa pemilikan virtual currency sangat berisiko

dan sarat akan spekulasi karena tidak ada otoritas yang bertanggung jawab,

tidak terdapat administrator resmi, tidak terdapat underlying asset yang

mendasari harga virtual currency serta nilai perdagangan sangat fluktuatif

sehingga rentan terhadap risiko penggelembungan (bubble) serta rawan

digunakan sebagai sarana pencucian uang dan pendanaan terorisme,


94

sehingga dapat mempengaruhi kestabilan sistem keuangan dan merugikan

masyarakat. Oleh karena itu, Bank Indonesia memperingatkan kepada

seluruh pihak agar tidak menjual, membeli atau memperdagangkan virtual

currency.7

Menurut penulis hukum berinvestasi menggunakan Bitcoin boleh

selama tidak untuk tujuan spekulasi. Jika banyak yang beranggapan bahwa

Bitcoin diharamkan karena terdapat unsur spekulasi yang sangat besar,

maka menurut penulis hal tersebut tidak dapat dinilai utuh karena kembali

pada pribadi dan motivasi masing-masing yang menjalankannya. Adapun

tentang anggapan bahwa Bitcoin sangat beresiko untuk disalah gunakan

sebagai tindak kejahatan pencucian uang, pendanaan korupsi, transaksi

narkoba dan yang lainnya. Hal itu tidak menyebabkan keharaman Bitcoin,

karena secara umum, penggunaan sesuatu yang sah untuk tujuan yang

melanggar hukum tidak lantas menjadikan benda itu sendiri menjadi tidak

sah. Seperti ibarat botol bir yang menurut Imam Ghazali yang diharamkan

adalah isinya bukan botolnya, sehingga cukup membuang isinya tanpa

harus memecahkan botolnya, karena botolnya masih dapat dimanfaatkan.

Selanjutnya mengenai permasalahan kedua tentang kebolehan

menjual Bitcoin dalam pasar global yang bisa untung dan bisa juga rugi

tanpa diketahui secara pasti, menurut hasil keputusan bahsul masail

dinyatakan “boleh”, dan hanya sesingkat itu jawaban yang diberikan

dengan langsung merujuk dalil pada kitab mu’tabar. Menurut Martin Van

7
Ibid.
95

Bruinessen menggambarkan bahwa fatwa Ulama NU biasanya berupa

jawaban yang sangat singkat (kadang-kadang seringkas jawaban ya atau

tidak), yang disertai rujukan atau kutipan dari kitab mu’tabar yang tidak

lagi diberi penafsiran seolah-olah makna harfiyyahnya tidak problematis.8

Menurut Penulis dari persoalan kedua tentang hukum menjual

Bitcoin dalam pasar global (trading Bitcoin) yang bisa untung atau rugi

tanpa diketahui secara pasti, berdasarkan rujukan yang dipakai masih

kurang mengcover jawaban dari pertanyaan diatas. Karena rujukan yang

dipakai hanya menjawab tentang keumuman Bitcoin sebagai harta serta

bolehnya menukar komoditas dengan komoditas lainnya secara sepadan,

jadi hanya sebatas mengcover bahwa Bitcoin termasuk kategori harta yang

berharga dan bernilai, sehingga layaknya sebagai sebuah harta yang

bernilai, pemilik harta tersebut boleh menggunakannya untuk kepentingan

berinvestasi. Namun belum menjawab tentang menjualnya ke pasar global

yang bisa untung atau rugi yang diketahui secara pasti. Jika pertanyaan

yang dikehendaki adalah kebolehan berspekulasi, maka menurut penulis

tidak diperbolehkan, tapi jika diperdagangkan sebagai sebuah harta atau

komoditas yang memiliki nilai kemudian diperjual belikan, maka masih

sangat dimungkinkan.

B. Analisis Terhadap Metode Penetapan Hukum Hasil Bahsul Masail

PWNU Jawa Timur Tahun 2018 tentang Bitcoin

8
Bruinessen, NU, Tradisi, Relasi-Relasi Kuasa, hlm.212, lihat Ahmad Zahro, Tradisi
Intelektual NU: Lajnah Bahsul Masail1926-1999, (Yogyakarta: LkiS, 2004), hlm. 25
96

Maksud dari Metode Penetapan hukum dalam hal ini adalah cara

yang digunakan ulama dan intelektual NU untuk menggali dan

menetapkan suatu keputusan hukum dalam bahsul masail.9 Dalam

operasionalnya metode penetapan hukum NU dilakukan dengan cara

mentatbiqkan (mencocokkan) secara dinamis nash-nash yang telah

dielaborasi fuqaha kepada persoalan (waqi’iyyah) yang hendak dicari

hukumnya.10

Sebagaimana disampaikan oleh KH Sahal Mahfudz, bahwa

istinbath al-ahkam di kalangan NU bukan mengambil langsung dari

sumber aslinya, yaitu al-Qur‟an dan Sunnah, akan tetapi sesuai dengan

sikap dasar bermadzhab dengan mentatbiqkan (memberlakukan) secara

dinamis nash-nash fuqaha dalam konteks permasalahan yang dicari

hukumnya. Sedangkan istinbath dalam pengertian pertama (menggali

secara langsung melalui al-Qur‟an dan Sunnah) cenderung ke arah

perilaku ijtihad yang oleh Ulama NU dirasa sulit karena keterbatasan-

keterbatasan yang disadari. Terutama di bidang ilmu-ilmu penunjang dan

pelengkap yang harus dikuasai oleh seorang mujtahid. Sementara itu,

istinbath dalam pengertian kedua, selain praktis, dapat dilakukan oleh

semua Ulama NU yang telah memahami ibarat-ibarat kitab fiqh sesuai

dengan terminologinya yang baku. Oleh karena itu, kalimat istinbath di

kalangan NU terutama dalam kerja bahsul masailnya Syuriah tidak

populer karena kalimat itu telah populer di kalangan Ulama NU dengan


9
Ahmad Zahro, Tradisi Intelektual NU: Lajnah Bahsul Masail1926-1999, (Yogyakarta:
LkiS, 2004), hlm. 167
10
Imam Yahya, Metode Ijtihad NU, (Semarang: Walisongo Press, 2009), hlm. 47
97

konotasinya yang pertama yaitu ijtihad, suatu hal yang oleh ulama NU

tidak dilakukan karena keterbataan pengetahuan. Sebagai gantinya dipakai

kalimat bahsul masail yang artinya membahas masalah-masalah waqi’ah

(yang terjadi) melalui referensi (maraji’) yaitu kutubul fuqaha (kitab-kitab

karya para ahli fiqh).11 Dalam forum Bahsul Masail orientasi pengambilan

hukum kepada aqwal al-mujtahid mutlaq maupun muntasib. Bila

kebetulan mendapatkan qaul manshus (pendapat berdasarkan eksplisit),

itulah yang dipegangi, bila tidak, maka beralih kepada qaul mukharroj

yaitu dengan mengambil qaul yang paling kuat sesuai dengan pertarjihan

para mabahits.12

Sedangkan mekanisme dalam pengambilan keputusan Bahsul

Masail menurut hasil Munas Alim Ulama di Bandar Lampung tahun 1992

menggunakan tiga metode secara berjenjang, yakni qauli dengan

mengambil langsung qaul Ulama secara tekstual. Jika tidak ditemukan

maka menggunakan metode yang kedua yaitu ilhaqi dengan

menganalogikan kasus yang sudah dijawab Ulama dengan kasus baru yang

dicari illat jawaban hukumnya. Adapun metode terakhir yang ditempuh

adalah manhaji dengan mengikuti pola berfikir para Imam.

Adapun mengenai keputusan bahsul masail PWNU Jawa Timur

terkait pandangan fiqh tentang penggunaan Bitoin sebagai alat transaksi

maupun investasi, para mubahitsin yang terdiri dari ulama dan intelktual

11
Lihat Sahal Mahfudz dalam Ahkamul Fuqaha :Solusi Problematika Aktual Hukum
Islam, Keputusan Muktamar, Munas dan Konbes Nahdlatul Ulama (1926-2004 M), (Surabaya:
Tim PW LTN NU Jatim dan Khalista, 2004) , hlm.ix
12
Ahmad Taqwim, Hukum Islam Dalam Perspektif Pemikiran Rasional, Tradisional dan
Fundamental, (Semarang: Walisongo Press, 2009), hlm.84
98

NU menggunakan metode ilhaqi, yaitu menyamakan sesuatu yang sudah

ada keputusan hukumnya dengan masalah yang dicari jawaban hukumnya.

Hal ini terlihat dari pengambilan dalil yang digunakan, yang mana para

mubahitsin menganalogikan Bitcoin dengan harta virtual berupa dain yang

mengandung unsur nuqud (emas dan perak).

Dari segi argumentasi yang mengacu pada kitab-kitab rujukan,

tidak ada yang menyebut secara jelas mengenai pandangan fiqh tentang

penggunaan Bitcoin yang dalam bahasa Arab disebut ٓ٠ٛ‫ اٌثد و‬atau

‫ح‬١ّ‫( اٌعٍّح اٌشل‬mata uang digital). Yang ada adalah uraian mengenai

konsep harta dalam Islam dan pembagian harta dalam Islam tentang harta

yang berwujud dan tidak berwujud (fiiqh Islam wa Adillatuhu), juga

tentang pendapat Ulama tentang mata uang bentuk baru (at-Tarmasy),

tentang kepatuhan terhadap pemimpin dalam segala hal (Bughyatul

Murtasyidin). Jadi keputusan ini didasarkan pada ilhaq atau qiyas dengan

illat Bitcoin memiliki nilai dan dianggap sebagai harta sebagaimana harta

dain atau piutang.

Dalam prakteknya penggunaan metode ilhaqi mirip dengan qiyas,.

Namun ada perbedaan diantara ilhaq dan qiyas. Qiyas adalah menyamakan

kejadian yang belum ada ketetapannya dalam nash , disamakan dengan

kejadian yang sudah ada jawaban hukumnya berdasarkan nash baik al-

Qur‟an maupun Sunnah. Sedangkan ilhaq adalah menyamakan hukum


99

yang belum ada ketetepanya dengan suatu kejadian yang sudah ada

kepastian hukumnya berdasarkan teks suatu kitab (mu’tabar).13

Dalam metode ilhaqi nampak ada kecenderungan bahwa cara ini

ditempuh hanya dalam rangka menjaga agar tidak terjadi stagnasi

(mauquf). Selama ini memang sering terjadi kebuntuan dalam

memecahkan persoalan-persoalan yang diajukan, terutama dalam

pemecahan masalah-masalah kontemporer. Kebutuhan warga NU terhadap

jawaban atas masalah-masalah baru semakin lama semakin meningkat.

Tanpa jawaban dengan legitimasi keagamaan membingungkan mereka.14

Persoalan Bitcoin merupakan persoalan yang sangat kontemporer

dan aktual dalam Islam, sehingga menurut penulis dengan menggunakan

metode ilhaqi jawaban yang diperoleh dari ta’bir yang digunakan oleh

kasus yang telah dijawab oleh Ulama terdahulu kurang mengcover

permasalahan yang ada. Padahal mulhaq bih yang digunakan dalam

metode ilhaq adalah aqwal ulama yang berasal dari ijtihad Ulama dahulu

yang terikat oleh ruang dan waktu yang rentan dengan perubahan, padahal

persoalan fiqh terus berkembang, sehingga forum bahsul masail bukan

sekedar aktivitas mencocok-cocokkan kasus-kasus hukum dengan ibarah

kitab, karena sekalipun kasus hukum sekarang yang ada tampak seperti

kasus lama yang sudah ditangani oleh Ulama terdahulu, hakikatnya kasus

lama tetaplah berbeda dengan kasus yang baru, sebab konteks zamannya

13
Ibid.
14
Ahmad Muhtadi Anshor, op.cit, hlm. 90
100

sudah berbeda, dan manusia yang menjadi obyek hukumnya pun juga

berbeda.15

Dalam perspektif Ulama ushul seperti yang telah dijelaskan oleh

Dr. Imam Yahya, terjadi perdepatan di antara para Ulama ushul dalam

penggunaan ilhaq sebagai dalalah hukum. Bagi Ulama ushul yang

menganggap ilhaq sebagai dalalah hukum meski tidak sama seperti qiyas,

mereka menganggap ilhaq merupakan hasil pemahaman atas nash.

Sebaliknya ada juga yang mengannggap ilhaq tidak bisa dijadikan dalalah

hukum. Imam Ghazali sendiri memandang bahwa ilhaq sah digunakan

sebagai dalalah hukum meskipun penentuan hukum atas mulhaq alaih itu

tidak berdasarkan syar’i secara langsung tetapi berdasarkan reasoning

mauoun aspek kebahasaan.16 Penggunaan metode ilhaq sepintas

merupakan upaya untuk ikhtiyat dalam memlakukan istinbath hukum,

tetapi secara substansial mengkaburkan hukum mulhiq, karena tidak semua

hukum mulhaq alaihnya dapat diketahui sandarannya langsung kepada

nash. Maka untuk merespon masalah kontemporer maupun wacana aktual

seharusnya diekplorasi oleh para Ulama NU dengan menggunakan

kerangka bermadzhab untuk menggali hukum-hukum dari nash. Sehingga

aktifitas bahsul masail bisa berevolusi dari pola madzhab qauli menuju

terciptanya pola madzhab manhaji.

Hasil Keputusan bahsul masail NU tentang Bitcoin ini memang

bukanlah keputusan final. Walaupun hasil ijtihad tidak bisa dibatalkan atau
15
http://islamlib.com/lembaga/nahdlatululama/metode-bahtsul-masail-nu/, (diakses pada
03 januari 2019)
16
Op.cit, Imam Yahya, hlm.79-80
101

digugurkan dengan ijtihad yang lain, serta hasil keputusan ini merupakan

suatu bentuk pendapat hukum yang tidak mengikat. Namun sebagai warga

negara harus mematuhi peraturan pemerintah terkait persoalan transaksi

keuangan yang ada di Indonesia, karena hal tersebut merupakan domain

pemerintah untuk mewujudkan kestabilan ekonomi di Indonesia

Para Ulama NU dalam keputusannya tentang Bitcoin memberikan

himbauan kepada masyarakat untuk tetap waspada dan berhati-hati dalam

penggunaan Bitcoin sebagai alat transaksi maupun instrumen investasi

dengan alasan bahwa sampai saat ini Pemerintah Indonesia belum

menerbitkan regulasi yang mengatur Bitcoin sebagai alat transaksi yang

sah dan belum menjamin keamanan investasi Bitcoin, sehingga investasi

Bitcoin memiliki resiko yang tinggi karena sepenuhnya bergantung kepada

pasar dan tidak ada jaminan dari pemerintah.

Keputusan bahsul masail tentang Bitcoin ini setelah penulis teliti

menggunakan beberapa rujukan qaul Ulama dari kitab klasik maupun

kontemporer. Salah satu rujukan primernya adalah kitab at-Tarmasiy yang

disusun oleh Syeikh al-„Allamah Muhammad Mahfuz bin Abdullah bin

Abdul Mannan al-Tarmasi al-Jawi al-Syafi‟i, Lahir di Termas, Pacitan,

pada 12 Jumadil Ula 1285 H, bertepatan 31 Agustus 1868 M dan wafat di

Mekah pada 1 Rajab 1338 H, bertepatan 20 Mei 1920. Beliau pernah

belajar kepada Mbah Sholeh Darat Semarang sebelum akhirnya pergi ke

makkah untuk menimba Ilmu. Beliau pun menjadi guru banyak ulama

seluruh dunia juga Nusantara. Beliau juga dikenal sebagai ahli hadits,
102

Dalam sanad kelimuan kitab hadits ini, Syekh Mahfudz merupakan

pewaris terakhir dari pertalian penerima (isnad) hadits dari 23 generasi

penerima Sahih Bukhari.17

Kitab lainnya yang digunkan sebagai rujukan bahsul masail

tentang Bitcoin adalah Kitab fiqh kontemporer yaitu fiqh Islam wa

Adillatuhu, karya Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaily.Kitab agung ini pertama

kali diterbitkan pada tahun 1984. Merupakan sebuah ensiklopedi Hukum

Islam dari A sampai Z, dan termasuk magnum opus sang penulis selama

belajar, mengajar, dan menulis. Karenanya, buku ini diterima oleh

berbagai kalangan; baik akademisi, apalagi awam. Selain merujuk kepada

empat madzhab utama-Hanafi, Maliki, Syafi‟i, dan Hambali, dalam kasus

tertentu beliau juga memakai mazhab fiqih lainnya. Misalnya, Imamiah,

Ibadhiah, dan lainnya. Di dalamnya, penulis merangkum berbagai sumber

Hukum Islam. Di antara kelebihannya, meski di dalamnya terangkum

berbagai hukum dari banyak perspektif madzhab, penulis tidak pernah

mengatakan, “Selain ini salah.”18

Kitab Fiqh Islam wa Adillatuhu karya Wahbah Zuhaili ini menurut

Ahmad Zahro dikategorikan kepada kitab rujukan umum dalam bahsul

Masail. Dikatakan rujukan umum karena mimiliki beberapa kriteria,

pertama, rujukan yang isinya secara jelas tidak dapat diklasifikasikan

berafiliasi ke salah satu madzhab empat, seperti al-Qur‟an, kutubus sittah ,

17
http://www.nu.or.id/post/read/65799/ini-kitab-warisan-syekh-mahfudz-attarmasi-
kepada-kh-hasyim-asyari, (diakses pada 11/09/2018 pukul 10.03Wib)
18
http://bersamadakwah.net/fiqih-islam-wa-adillatuhu-kitab-fiqih-paling-lengkap-dan-
kontemporer, (diakses pada 11/09/2018 pukul 10.12Wib)
103

kamus dan sebagainya. Kedua, rujukan yang judulnya secara jelas tidak

dapat dikategorikan berafiliasi kepada salah satu dari empat madzhab,

seperti al-Fiqh ala al-Madzhab al-Arba’ah (walaupun penulisnya

bermadzhab Hanafi). Ketiga, rujukan yang diketahui berafiliasi pada

selainmadzhab empat, seperti subulus salam (madzhab Syiah Zaidiyyah)

dan terakhir, rujukan yang tidak diketahui berafiliasi kepada salah satu

madzhab empat, seperti kitab fiqh Islam wa Adillatuhu ini.19

Selain kedua sumber rujukan di atas, yang digunakan sebagai

sumber rujukan dalam bahsul masail Bitcoin ini adalah Kitab Bughyah al-

Mustarsyidin fi Talkhish Fatawa Ba’dh al-Aimmah al-Muta-akhkhirin

karya Sayyid „Abdur Rahman bin Muhammad bin Husain bin „Umar Ba

„Alawi al-Hadhrami (0521-0251). Kitab ini merupakan Salah satu kitab

yang sering kali dijadikan rujukan dalam mengupas hukum fiqh terutama

dalam Bahsul Masail NU, bahkan Ahmad Zahro dalam penelitiannya

menempatkan kitab ini pada peringkat dua kitab yang paling sering

digunakan sebagai rujukan dalam Bahsul Masail setelah I’anah at-

Thalibin karya ad-Dimyati.20 Kitab ini merupakan sebuah kitab fiqh yang

menghimpunkan ringkas dari berbagai fatwa para ulama mazhab Syafi‟i

yang mutaakhirin (kebelakangan). beliau menyusun kitab Bughyah al-

Mustarsyidin ini adalah untuk menampilkan karya yang mudah dibaca dan

difahami tanpa perlu berlakunya pengulangan dalam berbagai perbahasan

yang ada dari berbagai pendapat tersebut. Sayyid Abdurrahman Ba‟lawi

19
Ahmad Zahro, tradisi Intelektual NU, (Yogyakarta:LkiS, 2004), hlm.158
20
Ibid, hlm.162
104

menyusun kitab ini secara sistematik sehingga beberapa persoalan yang

ada dengan mudah dapat difahami dengan disertai jawabannya sekaligus.

Beliau menyusun kitab ini untuk memudahkan rujukan dan pembacaan

oleh para santri yang tertarik mengkaji berbagai fatwa tersebut. Oleh

kerana kitab ini merupakan ringkasan dari kumpulan fatwa para ulama‟,

maka untuk memudahkan identifikasi fatwa masing-masing imam yang

ditulis dalam kitab ini, beliau membuat tanda atau rumus yang mewakili

para ulama tersebut. Berikut adalah rumus tersebut;

a. Imam Abdullah Bafaqih, ditulis ‫ب‬,

b. Imam Abdullah bin Yahya, ditulis ٞ,

c. Imam Alawy bin Tsaqaf bin Muhammad al-Jafri, ditulis ‫ج‬,

d. Imam Muhammad bin Abi Bakar al-Asykhari al- Yamani, ditulis ‫ش‬,

e. Imam Muhammad bin Sulaiman al-Kurdi al-Madany, ditulis ‫ن‬.

Di samping itu, Sayyid Abdurrahman Ba‟lawi juga menuliskan

faidah untuk menunjukkan bahawa fatwa yang dikeluarkan mempunyai

beberapa faidah untuk diketahui.beliau dalam menulis berbagai fatwa ini,

ia juga menambah atau mengurangi beberapa kata dari fatwa asal agar

sesuai dan relevan. Sebagaimana layaknya seorang editor, Abdurrahman

Ba‟lawi mensinkronkan antara fatwa dengan berbagai improvisasi yang ia

lakukan agar karya ini mudah difahami dan sistematis. Bahkan dalam

beberapa hal, penambahan tersebut merupakan pendapat pribadinya.21

21
http://abusyahmin.blogspot.com/2015/04/bughyah-al-mustarsyidin.html, (diakses pada
11/09/2018 pukul 10.49 Wib)
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan seluruh uraian yang ada di dalam skripsi ini penulis

dapat mengambil kesimpulan bahwa, menurut hasil keputusan Bahsul

Masail Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur di PP

Sunan Bejagung Semanding Tuban pada Sabtu-Ahad, 24-25 Jumadal Ula

1439 H /10-11 Februari 2018 M, para Ulama NU mengkatagorikan Bitcoin

sebagai harta virtual, karena dari beberapa rujukan kitab mu’tabarah

Bitcoin telah memiliki unsur harta yaitu berharga dan bernilai, sehingga

dengan terpenuhinya kondisi harta maka Bitcoin sah untuk digunakan

sebagai alat pembayaran atau transaksi, Namun, karena Bank Indonesia

secara tegas melarang penggunaan Bitcoin sebagai alat tukar, maka

penggunaan Bitcoin untuk tujuan transaksi pembayaran tidak sah.

Sedangkan untuk tujuan investasi selama tidak untuk motif spekulasi maka

diperbolehkan, namun BI memberikan peringatan untuk waspada dan

berhati-hati terkait penggunaa Bitcoin sebagai investasi, karena tidak ada

lembaga yang bertanggung jawab jika terjadi kerugian.

Adapun metode yang digunakan Lembaga Bahsul Masail PWNU

Jawa Timur terkait pandangan fiqh tentang penggunaan Bitoin sebagai alat

transaksi maupun investasi, para mubahitsin yang terdiri dari ulama dan

intelektual NU menggunakan metode ilhaqi, yaitu menyamakan sesuatu

105
106

yang sudah ada keputusan hukumnya dengan masalah yang dicari jawaban

hukumnya. Hal ini terlihat dari pengambilan dalil yang digunakan, yang

mana para mubahitsin mengkategorikan Bitcoin sebagai harta virtual

serupa dain yang mengandung unsur nuqud (emas dan perak). Dari segi

argumentasi yang mengacu pada kitab-kitab rujukan, tidak ada yang

menyebut secara jelas mengenai pandangan fiqh tentang penggunaan

Bitcoin yang dalam bahasa Arab disebut ‫ البت كوين‬atau ‫العملة الرقمية‬

(mata uang digital).

B. Saran-Saran

Sistematika dalam perumusan keputusan Bahsul Masail atau

format ittifaq hukum Hasil Keputusan Bahsul Masail supaya dalam

penyempurnaannya disertai dengan jalan keluar dari tindakan lanjutan

sebagai konsekuensi dari bunyi keputusan tersebut. Dengan latar belakang

permasalahan yang dibahas disertai dengan tindakan lanjutan, nantinya

keputusan Bahsul Masail dapat dipahami oleh kalangan umum dan

mempunyai pengaruh kepada masyarakat maupun menjadi pertimbangan

dalam pengambilan keputusan pemerintah.

Walaupun Bitcoin memiliki unsur nilai dan berharga, sehingga

boleh digunakan sebagai transaksi maupun investasi. Namun otoritas

keuangan Indonesia tidak menganggap Bitcoin sebagai alat pembayaran

yang sah dan ilegal, maka para pengguna perlu bijak dalam menggunakan

Bitcoin sebagai alat pembayaran dan tetap waspada dalam menggunakan

Bitcoin sebagai sarana investasi karena resiko ditanggung sendiri.


107

C. Penutup

Demikian sedikit kajian tentang hukum Bitcoin. penulis

mengucapkan syukur yang tak terhingga kepada Allah SWT atas rahmat,

taufiq, hidayah dan inayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini. Sholawat serta salam tetap tercurahkan kepada baginda Nabi

Agung Muhammad SAW, keluarga dan para sahabatnya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan

karena keterbatasan penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang

konstruktif sangat penulis butuhkan demi kesempurnaan skripsi ini dan

demi kemajuan di masa yang akan datang.

Akhirnya, penulis mengucapkan terimakasih yang tak terhingga

kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan support dalam

penyelesaian penulisan skripsi ini, semoga senantiasa mendapatkan

rahmat Allah SWT. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya

dan umumnya bagi para pembaca.


DAFTAR PUSTAKA

Alsa, Asmadi, Pendekatan Kuantitatif danKualitatif Serta Kombinasinya dalam


Penelitian Psikologi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2003.

Anshor, Ahmad Muhatadi, Bath al-Masail Nahdlatul Ulama: Melacak Dinamika


Pemikiran Kaum Tradisionalis, Yogyakarta: Teras, 2012.
Anwar, Rosihon, dkk, Pengantar Studi Islam, Bandung : Cv: Pustaka Setia, 2009.

Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu PendekatanPraktek, Jakarta: PT


Rineka Cipta, 2002.

Djamil, Fathurrahman, Hukum Ekonomi Islam, Jakarta : Sinar Grafika, 2013.

Dumairy, Perekonomian Indonesia, Yogyakarta: BPFE, 1997.

Fadeli, Sulaeman, Muhamad Subhan, Antologi NU, Surabaya:Khalista, 2007.


Fanani, Ahwan, Horizon Ushul Fihih Islam, Semarang : Cv Karya Abadi, 2015.
Fatah, Rohadi Abdul, Analisis Fatwa Keagamaan Dalam Fikih Islam, Jakarta :
Bumi Aksara, 2006.

Fattah, H. Munawir Abdul, Tradisi Orang-Orang NU, Yogyakarta: PT. LkiS


Pelangi Aksara.
Forum Karya Ilmiah 2004 MHM PP Lirboyo, Kilas Balik Teoritis Fiqih Islam,
Kediri: MHM PP Lirboyo, 2004.
Ghazali Said, Imam, (ed) Solusi Hukum Islam, Keputusan Muktamar, Munas dan
Konbes Nahdhatul Ulama (1926-2004 M.), Surabaya: Diantama, 2006.

Hasan, Ahmad, MATA UANG ISLAM Telaah Komprehensif Sistem Keuangan


Islami, Jakarta : PT Rajagrafindo Persada, 2004.

Huda, Chairul, Ekonomi Islam, Semarang: CV. Karya Abadi Jaya, 2015.
Ibrahim, Duski, Metode Penetapan Hukum Islam, Yogyakarta: : AR-RUZZ
MEDIA, 2008.
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, Cetakan pertama, 2005.
Khalaf, Abdul Wahab, Ilmu Ushul Fikih, terj, Faiz el-Muttaqin, Jakarta : Pustaka
Amani, 2003.

Mahfudz, Sahal, Ahkamul Fuqaha Solusi Problematika Aktual Hukum Islam,


Keputusan Muktamar, Munas dan Konbes Nahdhatul Ulama (1926-2004
M), Surabaya: Tim PW LTN NU Jatim dan Khalista, 2004.
Mahsun, Sejarah Hukum Islam, Semarang: CV Karya Abadi Jaya, 2015.

Mansyuri, Aziz, Masalah Keagamaan Hasil Muktamar dan Munas Alim Ulama
Nahdhatul Ulama, Surabaya: Dinamika Press, 1997.
Mardani, Hukum Sistem Ekonomi Islam, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2015.
Mardani, Ushul Fiqh, Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2013.
Masyhur, A Aziz i, Masalah Keagamaan NU, Surabaya: PP RMI dan Dinamika
Press, 1997.

Mishkin, Frederich S., Ekonomi Uang, Perbankan, dan Pasar Keuangan Buku I,
alih bahasa Lana Soelistianingsih dan Beta Yulianita Jakarta: Salemba
Empat, 2010.

Mudzhar, M. Atho, Pendekatan Studi Islam dalam Teori dan Praktek,


Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998.

Muhammad, Kebijakan Fiskal dan Moneter dalam ekonomi Islam, Jakarta:


Salemba Empat, 2002.
Mujibatun, Siti, Konsep Uang dalam Hadis, Semarang: eLSA, 2012.

Nata, Abuddin, Masail al-Fiqhiyyah, Jakarta: Prenadamedia Group, 2003.

Noor, Henry Faizal, Ada Apa Dengan Uang Kertas? Dilema dan Agenda di Balik
Ekonomi Uang Kertas, Jakarta : UI Press, 2014.

Nubika, Ibrahim, Bitcoin Mengenal Cara Baru Berinvestasi Genarasi Milenial,


Yogyakarta: Genesis Learning, 2018.
Qardhawi, Yusuf, Fatwa: Antara Ketelitian dan Kecerobohan, Jakarta : Gema
Insani Press, 1997.
Shibah, M. Quraish, Tafsir al-Misbah, vol.2, Tangerang: PT. Lentera hati, 2016.

Sholeh, Shonhaji, Arus Baru Nu Perubahan Pemikiran Kamum Muda Dari


Tradisionalisme ke Pos-Tradisionalisme, Surabaya: JP Books, 2004.
Sinungan, Muchdarsyah, Uang dan Bank, Jakarta : Rineka Cipta, cetakan kedua,
1989.
Soekamto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, 1986.
Solikin dan Suseno, Uang pengertian Penciptaan dan perannannya dalam
perokonomian , Jakarta: Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan,
2002.

Suprayitno, Eko, Ekonomi Islam: Pendekatan Ekonomi Makro Islam dan


Konvensional, Yogyakarta : Graha Ilmu, 2005.
Syuafat, IMPLEMENTASI MAQASID AL-SHARI'AH DALAM HUKUM
EKONOMI ISLAM, Jurnal al-Ahkam, Vol.23, No.2, 2013.
Taqwim, Ahmad, Hukum Islam Dalam Perspektif Pemikiran Rasional,
Tradisional dan Fundamental, Semarang: Walisongo Press, 2009.

Umam, Cherul dkk, Ushul Fiqih 1, Bandung: Pustaka Setia,2000.

Wignjosoebroto, Soetandyo, Silabus Metode Penelitian Hukum, Surabaya:


Program Pasca Sarjana Universitas Airlangga, 2006.

Wong, Willy, Bitcoin, Semarang:Indraprasta media, 2014.

Yahya, Imam, DIALEKTIKA HUKUM ISLAM DAN POLITIK LOKAL Analisis


Fatwa Bahtsul Masail NU tentang Keharaman Pembangunan PLTN di
Jepara. Semarang: Walisongo Press, 2009.
Yahya, Imam, Dinamika Ijtihad NU, Semarang: Walisongo Press, 2008.
Zahro, Ahmad, Tradisi Intelektual NU: Lajnah Bahtsul Masail1926-1999,
Yogyakarta: LkiS, 2004.
Zahroh, Muhammad Abu, Ushul Fiqh, terjemahan Safullah Ma’shum dkk, Jakarta
: PT. Pusataka Firdaus, 2010.
http://abusyahmin.blogspot.com/2015/04/bughyah-al-mustarsyidin.html, (diakses
pada 11/09/2018 pukul 10.49 Wib).

http://bersamadakwah.net/fiqih-islam-wa-adillatuhu-kitab-fiqih-paling-lengkap-
dan-kontemporer, (diakses pada 11/09/2018 pukul 10.12Wib).
http://keuangan.kontan.co.id/news/ini-bahaya-mata-uang-virtual-menurut-bi,
(diakses pada 13 Oktober pukul 00.13)
http://www.nu.or.id/post/read/65799/ini-kitab-warisan-syekh-mahfudz-attarmasi-
kepada-kh-hasyim-asyari, (diakses pada 11/09/2018 pukul 10.03Wib).
https://aswajamuda.com/bahtsul-masail-pwnu-jatim-februari-2018 (diakses pada
02/8/2018)

https://bitcoin.org/id/faq#apa-keuntungan-menggunakan-bitcoin, (diakses pada 13


Oktober 2018)
https://edukasibitcoin.com/mui-malang-haramkan-bitcoin (diakses pada
02/8/2018)
https://www.kompasiana.com/venusgazer/54f3caba745513a02b6c7f7d/bitcoin-
dan-ancaman-terhadap-stabilitas-sistem-keuangan
https://www.merdeka.com/Thomas-Lembong-dukung-Bitcoin-sebagai-inovasi-
pembayaran.html, (diakses pada 13 Oktober 2018 pukul 01.05)
https://www.merdeka.com/uang/ini-pandangan-menteri-sri-mulyani-soal-bitcoin-
yang-tengah-happening.html,
https://www.nu.or.id/post/read/86225/hukum-transaksi-dengan-bitcoin (diakses
pada 02/8/2018)
https://www.nu.or.id/post/read/86225/hukum-transaksi-dengan-bitcoin, (diakses
pada 07 Maret 2018 pukul 14.19)
https://www.republika.co.id/berita/nasional/news-analysis/18/01/27/p35hum440-
pro-kontra-uang-digital-kasus-bitcoin , (diakses pada 14 oktober pukul
01.15)
https://www.republika.co.id/berita/nasional/news-analysis/18/01/27/p35hum440-
pro-kontra-uang-digital-kasus-bitcoin , (diakses pada 14 oktober pukul
01.15)
www.bi.go.id, Bank Indonesia Memperingatkan Kepada Seluruh Pihak Agar
Tidak Menjual, Membeli atau Memperdagangkan Virtual Currency
(diakses pada 09/11/2018).
www.bonepos.com/opini/2017/12/07/problematika-bitcoin-sebagai-mata-uang-
digital. (diakses pada 13 Oktober pukul 00.34).
Keputusan Bahtsul Masail PWNU Jawa Timur
di PP Sunan Bejagung Semanding Tuban
Sabtu-Ahad, 24-25 Jumadal Ula 1439 H /10-11 Februari 2018 M

Komisi Waqi’iyyah

Musahhih
KH. Yasin Asmuni
KH. Athoillah Anwar
KH. Muhibbul Aman
KH. Farihin Muhsan
KH. Mahrus Maryani
Perumus
KH. Asyhar Shofwan
KH. Muhammad Anas
K. Anang Darunnaja
Moderator
KH. Ali Romzi
KH. Syihabuddin Sholeh
Notulen
KH. M. Ali Maghfur Syadzili

1. Hukum Uang Elektronik, 2


2. Hukum Bitcoin, 6
3. Wudhu Penyandang Disabilitas, 7
4. Hukum Menutup Dagu Wanita Saat Shalat, 8

Waqi’iyyah Tuban 2018 1


1. Uang Elektronik (PCNU Kab. Tuban)
Deskripsi Masalah
Uang Elektronik menurut Bank Central Eropa adalah penyimpanan nilai uang secara
elektronik pada perangkat teknis yang dapat digunakan secara luas untuk melakukan pembayaran
ke pihak lain. Perangkat bertindak sebagai instrumen pembawa uang prabayar yang tidak harus
melibatkan rekening bank dalam transaksi.
Produk Uang Elektronik menurut Bank Indonesia membaginya sebagai produk berbasis chip
dan berbasis server. Untuk produk berbasis chip, daya beli berada di perangkat fisik seperti kartu
chip atau sitker dengan fitur keamanan berbasis perangkat keras. Nilai uang biasanya ditransfer
melalui pembaca perangkat yang tidak memerlukan konektivitas jaringan real-time ke server.
Sementara produk yang berbasis server umumnya hanya berfungsi di perangkat pribadi seperti
komputer, tablet atau ponsel pintar. Untuk transfer nilai uang, perangkat perlu tersambung
melalui jaringan internet dengan server yang mengontrol penggunaan daya beli.
Untuk meningkatkan penggunaan uang Elektronik ini, Bank Indonesia memiliki program
Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT). Program ini mulai digencarkan dalam berbagai kebijakan,
salah satunya aturan 100% non tunai pada transaksi di gerbang tol.
Pertanyaan a
a. Apa status Uang Elektronik baik yang berbasis Chip atau Server menurut Fiqh?
b. Bagaimana hukum Isi ulang/top up Uang Elektronik yang dikenakan Biaya?
c. Bagaimana fikih melihat kebijakan yang mengharuskan menggunakan Uang Elektronik dalam
transaksi?
Jawaban a
Status Uang Elektronik tersebut menurut Fiqih adalah alat transaksi yang sah layaknya uang fisik
sebab berisikan nominal uang yang tersimpan pada lembaga keuangan yang menerbitkan.
Referensi
‫ املطتعث اىعامسة الرشفيث ةمرص املحميث‬03-99 / ‫ اىرتمىس اجلشء الساةع ضـ‬.1
‫واعخيف املخأعؽون ىف الٔركث املػؽوفث ةاجلٔط فػِػ الشيظ ـالً ةَ ـٍري واحلتيب غتػ اهلل ةَ ـٍيػ أُٓا ٌَ كتيو ادلئن ُظؽا إىل ٌا‬
‫حغٍِخّ الٔركث املؼنٔرة ٌَ اجللٔد املخػامو ةٓا وغِػ الشيظ حمٍػ األُتاىب واحلتيب غتػ اهلل ةَ أىب ةكؽ أُٓا اكىفئس املرضوبث‬
‫واتلػامو ةٓا ضطيص غِػ اللك وجتب زٌلة ٌا حغٍِخّ األوراق ٌَ اجللٔد غِػ األوىني زٌلة غني وجتب زٌلة اتلشارة غِػ اآلعؽيَ ىف‬
‫أغيآُا إذا كطػ ةٓا اتلشارة وأٌا أغيان األوراق اىىت لً حلطػ ةٓا اتلشارة فال زٌلة فيٓا ةاحفاق ودمع شيغِا رمحّ اهلل ةني الكًٌٓ فلال‬
‫ةػػ ُلو افخاآحًٓ ٌا ميغطّ أن األوراق املؼنٔر هلا سٓخان االوىل سٓث ٌا حغٍِخّ ٌَ اجللػيَ اثلاُيث سٓث أغيان فإذا كطػت املػاميث‬
‫ةٍا حغٍِخّ ففيٓا حفطيو ضاضيّ أُّ إذا اشرتبج غني ةّ ؤْ اىغاىب ىف املػاميث ةٓا اكن ٌَ كتيو رشاء غؽض ةِلػ ىف اذلٌث ؤْ سائؾ‬
‫وإغؽاء وركث اجلٔط ليتائع إٍُا ْٔ ىتفيً ٌا حغٍِخّ ٌَ احلاكً الٔاعع ذللم اجلٔط أو ُٔاةّ وإذا كطػ ةؼلم الرشاء اتلشارة ضص‬
‫وضارت حيم اىػني غؽض اتلشارة كال فان دفع االوراق لرصاف حلأعؼ ٌِّ كػر ٌا حغٍِخّ اكن ٌَ كتيو تفيً ٌا لطاضب الٔركث غِػ‬
‫احلاكً ٌَ ُٔاةّ ألُّ ديَ غِػه يػفػّ ةِففّ او ةٍأذوُّ ٌَ لك ٌَ يخػاىط املػاميث ةٓا ملَ أراد ضلّ ممَ اكُج االوراق ىف يػه فان‬
‫ةيػج االوراق ةٍريٓا ٌخٍاذال او ٌخفاوحا اكن ٌَ كتيو ادليَ ؤْ ةاؼو واذا كطػت املػاميث ةأغيآُا اكُج اكىفئس املرضوبث فيطص‬
‫ابليع ةٓا وبيع ةػغٓا ةتػظ ألُٓا ٌِخفع ةٓا وذات كيتٍث اكجلطاس املرضوب وحطري غؽض جتارة ةجيخٓا وجتب زٌلة اتلشارة فيٓا وضاضو‬
‫ْؼا اجلٍع أُا ُػخرب كطػ املخػاميني فإٌا أن يلطػ ٌا حغٍِخّ األوراق وإٌا أن يلطػ أغيآُا ويرتحب ىلع لك أضاكم غري أضاكم اآلعؽ‬
‫كال وحؽسيص سٓث االوىل ْٔ األوىل ألُّ يػيً ةالرضورة أن امللطٔد غِػ املخػاكػيَ إٍُا ْٔ اىلػر املػئم مما حغٍِخّ األوراق ال ذواحٓا ال‬
‫يلال أن املخػاكػيَ ال يرصضٔن ةألفجخًٓ أن امللطٔد ٌِٓا ْٔ اجللػ امللػر ألُا ُلٔل ملا شاع اضؽالح واعػٓا ىلع ذلم وًلرث اتلػامو ةٓا‬

Waqi’iyyah Tuban 2018 2


‫ىلع الٔسّ املطؽيص غييّ ُؾل ذلم ٌزنىث اتلرصيص ويرتحب ىلع ذلم أُّ اشرتاْا وبليج غِػه ضٔال اكمال وٌلُج ُطاةا وستج غييّ‬
‫زٌلحٓا ألُٓا ٌَ كتيو ادليَ ؤْ جتب فيّ الؾٌلة كال واذا غيٍج ذلم حػيً أن ٌا نختّ اىػالٌث غتػ احلٍيػ الرشواىن حمىش اتلطفث ىف‬
‫أوائو نخاب ابليع ٌَ سؾٌّ ةػػم ضطث اتلػامو ةٓا ٌؽيلا وسؾٌّ ةػػم وسٔب الؾٌلة ٌػيال غػم الططث ةأن األوراق املؼنٔرة ال ٌِفػث‬
‫فيٓا وأُٓا نطتىت ةؽ غري ضطيص ألُٓا ذات كيٍث وٌِفػث ٌِخفع ةٓا اغيث االُخفاع ىلع أُم كػ محيج أن اىلطػ ٌا دىج غييّ ٌَ اجللٔد‬
‫امللػرة فال يخً حػيييّ فخجتّ هلؼه املفأىث فأن اتلشار ذاو األمٔال يتربخٔن ةٍا ضػر ٌَ املطىش املؼنٔر رمحّ اهلل ويٍخِػٔن ٌَ اعؽاج‬
‫الؾٌلة وْؼا سٓو ًٌِٓ وغؽور واملطىش كال فيٓا حبفب ٌا ةػا هل ٌَ غري ُص فال يؤعؼ ةلٔهل واالضخياط ىف أٌرال ْؼه املفأىث مما ْٔ‬
‫ٌخػني ألُّ يجشأ ٌِّ ففاد نتري وغؽر غظيً ليشٓال وٌَ حٍكَ ضب ادلُيا ىف كيتّ اُخىه ٌاأردت ُليّ ٌَ الكم شيغِا رمحّ اهلل ولً‬
‫يبني ٌا أعؽسّ ىف الؾٌلة غِٓا ْو ْٔ ذْب أو فغثواىظاْؽ أن خيؽسٓا فغث ألن املشٓٔر أن ضٔرة املهخٔب فيٓا كيٍث ادلراًْ ٌَ الؽباىب‬
‫والؽياالت ال ادلُاُري وحيخٍو أُّ أن خيؽسٓا حبفب ٌا ةؼل ليطاكً أوال غٔعا غِٓا ـٔاء اكن ذْتا أم فغث وْؼا ْٔ املختادر ٌَ الكم‬
‫الشيظ رمحّ اهلل وىكَ ةًف ىلع ْؼا فيٍَ ضطيٓا ٌَ غري إغؽاء اىػٔض فيٓا نأن أغؽاه شغص اياْا او حٍيم ىلؽث ٌِٓا برشؼّ ولٔ‬
‫كيو ةاتلغيري ضيجئؼ لً يتػػ واهلل أغيً ‪ .‬إْ‬

‫‪ .9‬اىفلى اإلضاليم وأدتلى اجلشء الطاةع ضـ ‪083‬‬


‫حػؽيف املال‪ /‬املال يف اليغث‪ /‬لك ٌا يلخىن وحئزه اإلنفان ةاىفػو ـٔاء أكان غيِا أو ٌِفػث‪ ،‬نؼْب أو فغث أو ضئان أو ُتات أو ٌِافع‬
‫اليشء اكلؽًلٔب واليبؿ والفهىن‪ .‬أٌا ٌا ال حئزه اإلنفان فال يفُل ٌاال يف اليغث اكىؽري يف اهلٔاء والفٍم يف املاء واألششار يف اىغاةات‬
‫واملػادن يف ةاؼَ األرض‪ .‬وأٌا يف اضؽالح اىفلٓاء فيف حتػيػ ٌػِاه رأيان‪ /‬أوال‪ /‬غِػ احلِفيث‪ /‬املال ْٔ لك ٌا يٍكَ ضيازحّ وإضؽازه‬
‫ويجخفع اعدة‪ ،‬أي أن املاحلث حخؽيب حٔفؽ غِرصيَ‪/‬‬
‫األول ‪ /‬إماكن احليازة واإلحساز‪ ،‬فال يػػ ٌاال‪ٌ ،‬ا ال يٍكَ ضيازحّ اكألمٔر املػِٔيث ٌرو اىػيً والططث والرشف واذلاكء‪ ،‬وٌا ال حٍكَ‬
‫الفيؽؽة غييّ اكهلٔاء اىؽيق وضؽارة الشٍؿ وعٔء اىلٍؽ‪.‬‬
‫اثلاين ‪ /‬إماكن االهتفاع ةى اعدة‪ ،‬فلك ٌا ال يٍكَ االُخفاع ةّ أضال لكطً امليخث واىؽػام املفٍٔم أو اىفاـػ‪ ،‬أو يجخفع ةّ اُخفااع ال يػخػ‬
‫ةّ غِػ اجلاس نطتث كٍص أو كؽؽة ٌاء أو ضفِث حؽاب‪ ،‬ال يػػ ٌاال‪ ،‬ألُّ ال يجخفع ةّ وضػه‪ .‬واىػادة حخؽيب ٌػىن االـخٍؽار ةاالُخفاع‬
‫ةاليشء يف األضٔال اىػاديث‪ ،‬أٌا االُخفاع ةاليشء ضال الرضورة نأكو امليخث غِػ اجلٔع الشػيػ (املغٍطث) فال جيػو اليشء ٌاال‪ ،‬ألن‬
‫ذلم ظؽف اـترِايئ‪.‬‬
‫ذاُيا‪ /‬وأٌا املال غِػ اجلٍٓٔر غري احلِفيث‪ /‬فٓٔ لك ٌا هل كيٍث ييؾم ٌخيفّ ةغٍاُّ(‪ .)1‬وْؼا املػىن ْٔ املأعٔذ ةّ كأُُا‪ ،‬فاملال يف اىلأُن ْٔ لك ذي‬
‫كيٍث ٌاحلث‪ .‬األشياء غري املاديث ‪ -‬احللٔق واملِافع‪ /‬ضرص املالهيث ٌػىن املال يف األشياء أو األغيان املاديث أي اىيت هلا ٌادة وسؽم حمفٔس‪.‬‬
‫وأٌا املِافع واحللٔق فيحفج أمٔاال غِػًْ وإٍُا يه ميم ال ٌال‪ .‬وغري احلِفيث اغخربوْا أمٔاال‪ ،‬ألن امللطٔد ٌَ األشياء ٌِافػٓا ال ذواحٓا‪ ،‬وْؼا ْٔ‬
‫الؽأي الططيص املػٍٔل ةّ يف اىلأُن ويف غؽف اجلاس وٌػامالحًٓ‪ ،‬وجيؽي غييٓا اإلضؽاز واحليازة‪ .‬وامللطٌد ةاملوفعث‪ /‬يٌ اىفائرة اجلاجتث من‬
‫األعيان‪ ،‬نطهىن ادلار‪ ،‬وركٌب الطيارة‪ ،‬وىبص اثلٌب وحنٌ ذلم‪ .‬وأما احلق‪ /‬فًٌ ما يلسره الرشع لشذص من ادتطاص يؤييى ملمارضث ضيطث‬
‫معيوث أو تكييف بيشء‪ .‬فًٌ كر يتعيق ةاملال نحق امليهيث وحق االرتفاق ةاىعلار املجاور من مسور أو رشب أو تعيل‪ ،‬وكر ال يتعيق ةاملال نحق‬
‫احلضاهث‪ ،‬والٌاليث ىلع هفص اىلارص‪ .‬ادلنتٌر ويتث الشحيىل‬
‫ةيع اإلـً اتلشاري وغريه‪ /‬احلٍػ هلل وضػه والطالة والفالم ىلع ٌَ ال ُىب ةػػه وبػػ فلػ أكؽت اىلٔاُني الٔعػيث احلػيثيث ٌا يفُل حبق‬
‫امليهيث األدةيث واىغِيث والطِاغيث ٌرو ضلٔق اتلأحلف وضق الؽـام يف لٔضاحّ املتخهؽة وبؽاءة اإلضرتاع واىػالٌات اتلشاريث اىفاركث واإلـً‬
‫اتلشاري واىرتعيص فال جئز ألضػ املفاس ةٓؼا احلق أو اإلغخػاء غييّ وجئز لطاضتّ أن يتِازل غِّ يف ٌلاةو غٔض ٌايل أو ُلػي بفبتّ‬
‫الشٓؽة اىىت أضػذٓا ضاضتٓا يف حمو احلق وضق الؽواج يف األـٔاق لألشياء اىىت حتٍو اـٍّ ةِاء ىلع حؽعيص يف ادلوىث ومحايث ٌِٓا هلؼه احللٔق‬
‫والفؤال اآلن ْو جئز ةيع ْؼا احلق وعطٔضا ةيع اإلـً اتلشاري واىرتعيص املٍِٔع ٌَ ادلوىث ةإكاٌث مطِع أو فخص ٌخشؽ ٌرال يٍكَ‬
‫اإلساةث غَ ْؼا الفؤال ٌَ عالل ٌا أةاُّ فلٓاؤُا يف حػؽيف املال وامليم وعٔاةػ اتلٍٔل واإلغخياض غَ احلق ليفلٓاء يف ْؼا إجتاْان األول‬
‫ملخلػٍل احلِفيث واثلاىن ملخأعؽى احلِفيث ودمٓٔر اىفلٓاء وأٌا اإلجتاه األول ملخلػٍل احلِفيث فٓٔ أن اليشء ال يػػ ٌاال إال ةخٔافؽ غِرصيَ فيّ‬

‫‪Waqi’iyyah Tuban 2018‬‬ ‫‪3‬‬


‫وٍْا إماكن احليازة واإلضؽاز وإماكن اإلُخفاع ةّ اعدة أو غؽفا فال يػػ ٌاال ٌا ال يٍكَ ضيازحّ وإضؽازه اكألمٔر املػِٔيث اكىػيً والططث‬
‫والرشف وًلؼا لك ٌا ال يٍكَ اإلُخفاع ةّ إٌا لرضره وففاده لكطً امليخث واىؽػام املفٍٔم أو اىفاـػ وإٌا تلفاْخّ نطتث ضِؽث أو كؽؽة ٌاء‬
‫وْؼا يػىن أن املال غِػ ْؤالء يلخرص ىلع ٌاهل ضفث ٌاديث حمفٔـث أٌا املِافع واحللٔق فيحفج أمٔاال وإٍُا يه ميم ال ٌال ىػػم إماكن‬
‫ضيازحٓا ةؼاحٓا وإذا وسػت فال ةلاء وال اـخٍؽار هلا ألُٓا ٌػِٔيث وحجخىه شحئا فشحئا حػرجييا إذا لً تفخٔف املِفػث ٌع مؽور الؾٌان املخشػد‪-‬اىل‬
‫أن كال‪ -‬أٌا املخأعؽو احلِفيث ‪ /‬فيً جيػئا إماكن احليازة و اإلضؽاز أو اىػيجيث املاديث ٌَ ٌلٍٍات املال ساء يف ادلر املِخىف رشح امليخًف يف‬
‫حػؽيف املال ‪ /‬ويؽيق املال ىلع اىليٍث ويه ٌا يػعو حتج حلٔيً ٌلٔم ٌَ ادلراًْ وادلُاُري (ادلر املطخار ‪ )11/4‬وْؼا يػل ىلع أن لك ٌا هل كيٍث‬
‫ةني اجلاس فٓٔ ٌال رشاع ألن اىليٍث املاحلث حخغٍَ وتفخيؾم املِفػث وال يخػارف اجلاس حلٔيً ٌا ىحؿ هل ٌِفغث وال جئز فيّ اتلػامو‪ -‬اىظ‬
‫واخلالضث أن ةيع اإلـً اتلشارى واىرتعيص يف األغؽاف الفائػة احلٔم أمؽ سائؾ فلٓا ألُّ أضتص ٌاال وذا كيٍث ٌاحلث ودالىث جتارة ٌػيِث حيلق‬
‫رواج اليشء اذلى حيٍو اإلـً اتلشارى واذلى ٌِص ضاضتّ حؽعيطا ةٍٍارـث اىػٍو ؤْ ممئك لطاضتّ وامليم يفيػ اإلعخطاص أو اإلـتتػاد‬
‫أو اتلٍكَ ٌَ اإلُخفاع ةاليشء املٍئك واىػالكث ةني الشغص وإـٍّ اتلشارى غالكث ضق غيين إذ يه غالكث إعخطاضيث وٌتارشة ومفِػ‬
‫نٔن اإلـً اتلشارى ٌخٍٔال ْٔ اىػؽف املفتِػ اىل مطيطث ٌػخربة رشغيث حخغٍَ سيب املِفػث ودفع املرضة وال يطادم ذلم ُطا رشغيا اْ‬

‫‪ .0‬اىفلى املوًيج ج ‪ 7‬ص ‪93-99‬‬


‫واملؽاد ةاألذٍان واجللػ ادلراًْ وادلُاُري أو ٌا اكن ٌَ سجفٍٓا ؤْ اذلْب واىفغث ٌؽيلا ـٔاء اكُج مرضوبث أم مطٔغث أم غري ذلم‬
‫ويػعو يف ْ ؼه اىػٍالت املخػارفث يف ْؼه األيام ألن هلا رضيػا ذْتيا حمفٔظا ولك كؽػث ٌِٓا غتارة غَ وذيلث ةيع أورشاء ٌا يلاةيٓا ٌَ‬
‫ْؼه الؽضيػ املطفٔظ وٌَ الٔاعص أن اتلػامو ةٓا يف ْؼه األيام يلٔم ٌلام اتلػامو ةادلراًْ وادلُاُري يف األيام الفاىفث فٔسب أن حزنل‬
‫ٌزنهلا يف احلكً الرشيع الرشوط اخلاضث لططث غلػ الرصف ‪ - 1‬املٍاذيث غِػ احتاد اجلجؿ فإذا ةيع اذلْب ةاذلْب أو اىفغث ةاىفغث‬
‫فال ةػ ٌَ تفاوى اىػٔعني يف الٔزن ـٔاء أكاُا مرضوبني أم مطٔغني أم غري ذلم ‪-‬اىل أن كال‪ -‬ولك ذلم مؽ ٌػم ةأدتلّ يف ةاب الؽبا‬
‫فارسع احلّ ولك ٌا يلال يف ادلراًْ وادلُاُري يلال يف اىػٍالت الؽاجئث اآلن واىتفاوى ةحِٓا ضفب ُٔغٓا املخػامو ةّ اْ‬

‫‪ .9‬ابلحٌث اإلضتطحاق اإلضاليم ليشيخ عتر اهلل ةن ضييمان املين‬


‫اجللػ ْٔ لك وـيػ ليختادل ييًف كتٔال اعٌا ٌٍٓا اكن ذلم الٔـيػ وىلع أى ضال يكٔن ‪.‬‬

‫‪ .3‬املعامالت املاحلث املعارصة ضـ ‪ 90‬دار اجلفائص ليشيخ حممر رواس‬


‫اجللػ ٌا اختؼ اجلاس ذٍِا ٌَ املػادن املرضوبث أو األوراق املؽتٔغث وحنْٔا ‪ ،‬الطادرة غَ املؤـفث املاحلث ضاضتث اإلعخطاص ‪.‬‬

‫‪Jawaban b‬‬
‫‪Pembayaran Top Up melalui penerbit E money langsung atau melalui pihak yang ditunjuk melalui‬‬
‫‪pihak yang ditunjuk seperti Indomart, Alfamart dapat dibenarkan. Adapun uang tambahan biaya‬‬
‫‪top up, tergolong uang jasa.‬‬
‫‪Referensi‬‬

‫‪ .1‬ةغيث املطرتشرين ليطير ةاعيٌي احلرضيم ضـ ‪998‬‬


‫[فائػة]‪ /‬أفىت حمٍػ ضاىص الؽيؿ فيٍَ أرـو ٌع غريه دراًْ أٌاُث ئضيٓا إىل حمو آعؽ‪ ،‬وأذن هل يف اتلرصف فيٓا ةأعؼ ةغاغث‪ ،‬وٌا ظٓؽ‬
‫ً‬
‫فيٓا ٌَ ربص يكٔن لألٌني يف ٌلاةيث محيّ ادلراًْ وإغؽائٓا املؽـو إحلّ اكألسؽة‪ ،‬ةأُّ إن اكُج ادلراًْ املؼنٔرة مياك ليٍؽـو وأذن‬
‫ً‬
‫نؼلم ساز‪ ،‬وٌلن الؽـٔل عاٌِا وضهٍّ ضكً اىلؽض ضىت حطو إىل املؽـو إحلّ‪ ،‬وإن لً حكَ ميهّ ولً يأذن ٌالهٓا يف اتلرصف لً‬
‫جيؾه ذلم‪ ،‬ةو يغٍِٓا احلامو عٍان غطب واملؽـو ؼؽيق يف الغٍان لٔ حيفج‬

‫‪Jawaban c‬‬
‫‪Boleh, sebab terdapat maslahah ‘ammah.‬‬

‫‪Waqi’iyyah Tuban 2018‬‬ ‫‪4‬‬


‫‪Referensi‬‬
‫‪ .1‬أضىن املطاىب اجلشء اثلاين ص‪999 /‬‬
‫(ولٔ أكؽػّ إياه اإلٌام) ارحفاكا (ساز) أي ولإلٌام أن يلؽع ةلػث ٌَ الشارع ملَ يؽحفق فيٓا ةاملػاميث ‪ 0‬ألن هل ُظؽا واسخٓادا يف أن اجلئس فيّ مرض ‪,‬‬
‫أو ال وهلؼا يؾغز ٌَ رأى سئـّ مرضا (ال) إن أكؽػّ (ةػٔض) غتارة الؽوعث ‪ /‬وىحؿ لإلٌام وال ىغريه ٌَ الٔالة أن يأعؼ ممَ يؽحفق ةاجلئس ‪,‬‬
‫وابليع وحنٔه يف الشٔارع غٔعا ةال عالف (وال) إن أكؽػّ (حٍيياك) وإن فغو غَ ضاسث اىؽؽوق وٌَ ِْا ال جئز ةيع يشء ٌِّ وٌا يفػيّ والكء‬
‫ةيج املال ٌَ ةيع ٌا يؾغٍٔن أُّ فاعو غَ ضاسث املفيٍني ةاؼو ‪ 0‬ألن ابليع يفخػيع حلػم امليم ؤْ ٌِخف ولٔ ساز ذلم جلاز ةيع املٔات وال كائو‬
‫ةّ ُتّ غييّ الفتيك (وإن ـتق اذِان) إىل ماكن ٌِّ (أكؽع ةحٍِٓا) ىػػم املؾيث فإن اكن أضػٍْا مفيٍا فٓٔ أضق كؽػا كاهل ادلارَل ‪.‬‬

‫‪ .9‬مغين املحتاج إىل معسفث أىفاظ املوًاج (‪)989 /17‬‬


‫واإلٌام أو ُائتّ ْٔ اذلي يخٔىل األمٔر اىػظام ‪ ،‬ؤْ أغؽف ةاملطاىص ٌَ اآلضاد ‪ ،‬وأكػر ىلع اتلػةري ًٌِٓ نٍا كال املاوردي ‪ ،‬وال يلٔم إٌام ابلغاة ٌلام‬
‫إٌام اهلػُث يف ذلم‬

‫‪ .0‬األحاكم الطيطاهيث والٌاليات ادلينيث (ص‪)119 /‬‬


‫ابلاب اىػارش يف الٔاليث ىلع احلز‪ /‬وْؼه الٔاليث ىلع احلز رضبان‪ /‬أضػٍْا أن حكٔن ىلع تفحري احلشيز واثلاين ىلع إكاٌث احلز‪ ،‬فأٌا تفحري احلشيز فٓٔ‬
‫ً‬
‫واليث ـياـث وزاعٌث وحػةري‪ .‬والرشوط املػخربة يف املٔىل‪ /‬أن يكٔن ٌؽااع ذا رأي وششاغث وْيتث وْػايث‪ .‬واذلي غييّ يف ضلٔق ْؼه الٔاليث غرشة أشياء‪/‬‬
‫ً‬
‫أضػْا دمع اجلاس يف مفريًْ وُؾوهلً ضىت ال يخفؽكٔا فيغاف غييًٓ اتلٔى واتلغؽيؽ‪ ،‬واثلاين حؽححتًٓ يف املفري واىزنول ةإغؽاء لك ؼائفث ًٌِٓ ٌلادا ضىت‬
‫يػؽف لك فؽيق ًٌِٓ ٌلاده إذا ـار ويأىف ماكُّ إذا ُؾل‪ ،‬فال يتِازغٔن فيّ وال يغئن غِّ‪ .‬واثلاىد يؽفق ةًٓ يف الفري ضىت ال يػشؾ غِّ عػيفًٓ وال‬
‫يغو غِّ ٌِلؽػًٓ‪ ،‬وروي غَ اجليب ضًل اهلل غييّ وـيً أُّ كال‪ " /‬الغػيف أٌري الؽفلث "‪ .‬يؽيػ أن ٌَ عػفج دواةّ اكن ىلع اىلٔم أن يفريوا ـريه‪ .‬والؽاةع‬
‫أن يفيم ةًٓ أوعص اىؽؽق وأعطتٓا‪ ،‬ويخشِب أسػةٓا وأوغؽْا‪ .‬واخلامؿ أن يؽحاد هلً املياه إذا اُلؽػج واملؽايع إذ كيج‪ .‬والفادس أن حيؽـًٓ إذا ُؾال أو‬
‫حئؼًٓ إذا رضئا ضىت ال يخغؽفًٓ داغؽ وال يؽٍع فيًٓ ٌخيطص‪ .‬والفاةع أن يٍِع غًِٓ ٌَ يطػًْ غَ املفري ويػفع غًِٓ ٌَ حيرصًْ غَ احلز ةلخال‬
‫ً‬ ‫ً‬ ‫ً‬ ‫ً‬ ‫ً‬
‫إن كػر غييّ أو يتؼل ٌال إن أساب احلشيز إحلّ وال يفػّ أن جيرب أضػا ىلع ةؼل اخلفارة إن اٌخِع ٌِٓا ضىت يكٔن ةاذال هلا غفٔا ودليتا إحلٓا ؼٔاع‪ ،‬فإن‬
‫ً‬
‫ةؼل املال ىلع اتلٍهني ٌَ احلز ال جيب‪ .‬واثلاٌَ أن يطيص ةني املتشاسؽيَ ويخٔـػ ةني املخِازغني وال يخػؽض ليطً ةحًِٓ إستارا إال أن يفٔض احلكً إحلّ‬
‫فيػخرب فيّ أن يكٔن ٌَ أْيّ فيشٔز هل ضيجئؼ احلكً ةحًِٓ فإن دعئا ةرل فيّ ضاكً ساز هل وحلاكً ابلرل أ حيكً ةحًِٓ فأيٍٓا ضكً ُفؼ ضهٍّ ولٔ‬
‫اكن اتلِازع ةني احلشيز وأْو ابلرل لً حيكً ةحًِٓ إال ضاكً ابلرل‪ .‬واتلاـع أن يلٔم زائغًٓ ويؤدب عائًِٓ – إىل أن كال ‪ -‬وإن اكُج الٔاليث ىلع إكاٌث‬
‫ً‬ ‫ً‬
‫احلز فٓٔ فيّ ةٍزنىث اإلٌام يف إكاٌث الطئات‪ ،‬فٍَ رشوط الٔاليث غييّ ٌع الرشوط املػخربة يف أئٍث الطئات أن يكٔن اعملا ةٍِاـم احلز وأضاكٌّ‪ ،‬اعرفا‬
‫ةٍٔاكيخّ وأياٌّ‪ .‬وحكٔن ٌػة واليخّ ٌلػرة بفتػث أيام أوهلا ٌَ ضالة اىظٓؽ يف احلٔم الفاةع ٌَ ذي احلشث وآعؽْا ئم احلالق ؤْ اجلفؽ اثلاين يف احلٔم‬
‫اثلاىد غرش ٌَ ذي احلشث‪ ،‬ؤْ فيٍا كتيٓا وبػػْا أضػ الؽاعيا وىحؿ ٌَ الٔالة وإذا اكن ٌؽيق الٔاليث ىلع إكاٌث احلز فيّ إكاٌخّ يف لك اعم ٌا لً يرصف‬
‫غِّ‪ ،‬وإن غلػت هل عاضث ىلع اعم واضػ لً يخػػ إىل غريه إال غَ واليث‪.‬‬

‫‪ .9‬ةغيث املطرتشرين ضـ ‪ 91‬دار اىفهس‬


‫(مفأىث‪ /‬ك)‪ /‬جيب اٌخرال أمؽ اإلٌام يف لك ٌا هل فيّ واليث نػفع زٌلة املال اىظاْؽ‪ ،‬فإن لً حكَ هل فيّ واليث ؤْ ٌَ احللٔق الٔاستث أو‬
‫ً‬ ‫ً‬ ‫ً‬
‫املِػوبث ساز ادلفع إحلّ واالـخلالل ةرصفّ يف مطارفّ‪ ،‬وإن اكن املأمٔر ةّ ٌتاضا أو مهؽوْا أو ضؽاٌا لً جيب اٌخرال أمؽه فيّ نٍا كاهل (م ر)‬
‫ً‬ ‫ً‬ ‫ً‬
‫وحؽدد فيّ يف اتلطفث‪ ،‬ذً ٌال إىل الٔسٔب يف لك ٌا أمؽ ةّ اإلٌام ولٔ حمؽٌا ىكَ ظاْؽا فلػ‪ ،‬وٌا غػاه إن اكن فيّ مطيطث اعٌث وسب ظاْؽا‬
‫ً‬ ‫ً‬ ‫ً‬ ‫ً‬ ‫ً‬
‫وباؼِا وإال فظاْؽا فلػ أيغا‪ ،‬واىػربة يف املِػوب واملتاح ةػليػة املأمٔر‪ ،‬وٌػىن كٔهلً ظاْؽا أُّ ال يأذً ةػػم االٌخرال‪ ،‬وٌػىن ةاؼِا أُّ يأذً اْ‪.‬‬
‫ً‬ ‫ً‬
‫كيج‪ /‬وكال ش ق‪ /‬واحلاضو أُّ جتب ؼاغث اإلٌام فيٍا أمؽ ةّ ظاْؽا وباؼِا مما ىحؿ حبؽام أو مهؽوه‪ ،‬فالٔاسب يخأكػ‪ ،‬واملِػوب جيب‪ ،‬وًلؼا‬
‫املتاح إن اكن فيّ مطيطث نرتك رشب اتلجتاك إذا كيِا ةكؽاْخّ ألن فيّ عفث ةؼوي اهليئات‪ ،‬وكػ وكع أن الفيؽان أمؽ ُائتّ ةأن يِادي ةػػم‬
‫ً‬
‫رشب اجلاس هل يف األـٔاق واىلٓاوي‪ ،‬فغاىفٔه ورشبٔا فًٓ اىػطاة‪ ،‬وحيؽم رشبّ اآلن اٌخراال ألمؽه‪ ،‬ولٔ أمؽ اإلٌام بيشء ذً رسع ولٔ كتو‬
‫اتليبؿ ةّ لً يفلػ الٔسٔب اْ‬

‫‪ .3‬اىفلى اإلضاليم اجلشء اخلامص‪ 319-318 /‬دار اىفهس‬

‫‪Waqi’iyyah Tuban 2018‬‬ ‫‪5‬‬


‫وًلؼالم حيق لرلوىث اتل ػاعو يف امليهيات اخلاضث املرشوغث تلطليق اىػػل واملطيطث اىػاٌث ـٔاء يف أضو ضق امليهيث أو يف ٌِع املتاح وحٍيم‬
‫املتاضات كتو اإلـالم وبػػه إذا أدى اـخػٍاهل إىل رضر اعم نٍا يخغص ٌَ مفاوئ امليهيث اإلكؽاغيث وٌَ ِْا حيق لٔيل األمؽ اىػادل أن يفؽض كئد‬
‫امليهيث يف ة ػايث إنشائٓا يف ضال إضياء املٔات فيطػدْا ةٍلػار ٌػني أو يجزتغٓا ٌَ أضطاةٓا ٌع ادلفع حػٔيظ اعدل غِٓا إذا اكن ذالم يف ـبيو‬
‫املطيطث اىػاٌث ليٍفيٍني وٌَ امللؽر غِػ اىفلٓاء أن لٔيل األمؽ أن يِىه إةاضث امليهيث حبظؽ يطػر ٌِّ ملطيطث حلخغيّ فيطتص ٌا جتاوزه أمؽ‬
‫ "يأيٓا الزليَ آٌِٔا أؼيػٔا اهلل وأؼيػٔا الؽـٔل وأويل األمؽ ٌِكً" وأويل األمؽ األمؽاء والٔالة نٍا‬/‫حمظٔرا فإن ؼاغث ويل األمؽ واستث ىلٔهل حػاىل‬
ْ‫روى إةَ غتاس وأةٔ ْؽيؽة وكال اىؽربي أُّ أويل األكٔال ةالطٔاب إ‬

6. Hukum Bitcoin (PCNU Kab. Bangkalan dan PWNU)


Deskripsi Masalah
Era digital yang terus berkembang memungkinkan masyarakat modern melakukan transaksi
tanpa susah-susah membawa uang tunai, cukup dengan kartu ATM atau e-money, seseorang bisa
berbelanja aneka keperluan. Bahkan sekarang telah ditemukan program uang digital yang disebut
Bitcoin, dimana pada awalnya hanya bisa didapatkan dengan cara "menambang" sehingga tidak
bisa mudah didapatkan, bahkan dalam satu hari hanya bisa dihasilkan enam Bitcoin saja. Pada
kurun waktu tertentu Bitcoin sudah tidak bisa ditambang lagi dan menurut informasi yang
beredar, pada akhirnya Bitcoin hanya mencapai 21 juta.
Saat pertama kali muncul, Bitcoin sangat tidak berharga, bahkan transaksi pertama kali yang
terjadi menggunakan bitcoin, satu pizza ditukar dengan 10 ribu Bitcoin. Namun karena
kepercayaan masyarakat akan keamanan Bitcoin semakin meninggi, harganya terus meningkat
dari hari ke hari, selaras dengan semakin langkanya Bitcoin yang bisa ditambang. Dalam beberapa
waktu lalu, tercatat pada 24 Desember 2017, harga satu Bitcoin mencapai Rp. 170.000.000.
Sistem transaksi Bitcoin sebenarnya hampir sama dengan transaksi pada umumnya, dimana
pemilik akun dompet Bitcoin yang disebut Wallet, bisa menampung kiriman Bitcoin dari akun lain
sebagai pembayaran dari transaksi yang dilakukan baik dalam dunia nyata atau maya. Namun
biasanya, transaksi yang paling digeluti oleh pemilik Bitcoin adalah dengan melemparnya di pasar
global layaknya bursa saham. Dalam masalah yang kedua ini, dibutuhkan keahlian dalam
menganalisa naik turunnya harga Bitcoin. Sebab jika analisa yang dilakukan bagus dan cemerlang,
pelepasan Bitcoin di pasar global bisa menghasilkan harga yang sangat fantastis, dari modal RP
30.000.000, dalam hitungan jam bisa berkembang menjadi Rp 90.000.000. Namun demikian,
karena dibutuhkannya analisa yang bagus, maka tidak jarang, pelaku transaksi meski sudah ahli
sekalipun, dapat mengalami kerugian yang berlipat ganda akibat meleset dalam menganalisa
kenaikan harga Bitcoin.
Pertanyaan
a. Bagaimana fikih melihat menyikapi penggunaan Bitcoin sebagai alat tukar/pembayaran dan
investasi?
b. Bagaimana hukum menjual Bitcoin dalam pasar global yang bisa saja untung atau rugi tanpa
diketahui secara pasti?
Jawaban a
Menurut fiqh, bitcoin tergolong harta virtual menyerupai dain. Dengan demikian, dapat dijadikan
sebagai alat transaksi yang sah dan dapat dijadikan sebagai investasi. Namun demikian, sampai
saat ini, pemerintah Indonesia belum menerbitkan regulasi yang mengatur bitcoin sebagai alat
transaksi yang sah dan belum menjamin keamanan investasi bitcoin, sehingga investasi bitcoin
memliki resiko yang tinggi karena sepenuhnya bergantung kepada pasar dan tidak ada jaminan
dari pemerintah.
Referensi

Waqi’iyyah Tuban 2018 6


‫‪ .1‬ةغيث املطرتشرين ضـ ‪ 91‬دار اىفهس‬
‫(مفأىث‪ /‬ك)‪ /‬جيب اٌخرال أمؽ اإلٌام يف لك ٌا هل فيّ واليث نػفع زٌلة املال اىظاْؽ‪ ،‬فإن لً حكَ هل فيّ واليث ؤْ ٌَ احللٔق الٔاستث أو‬
‫ً‬ ‫ً‬ ‫ً‬
‫املِػوبث ساز ادلفع إحلّ واالـخلالل ةرصفّ يف مطارفّ‪ ،‬وإن اكن املأمٔر ةّ ٌتاضا أو مهؽوْا أو ضؽاٌا لً جيب اٌخرال أمؽه فيّ نٍا كاهل‬
‫ً‬ ‫ً‬
‫(م ر) وحؽدد فيّ يف اتلطفث‪ ،‬ذً ٌال إىل الٔسٔب يف لك ٌا أمؽ ةّ اإلٌام ولٔ حمؽٌا ىكَ ظاْؽا فلػ‪ ،‬وٌا غػاه إن اكن فيّ مطيطث اعٌث‬
‫ً‬ ‫ً‬ ‫ً‬ ‫ً‬ ‫ً‬
‫وسب ظاْؽا وباؼِا وإال فظاْؽا فلػ أيغا‪ ،‬واىػربة يف املِػوب واملتاح ةػليػة املأمٔر‪ ،‬وٌػىن كٔهلً ظاْؽا أُّ ال يأذً ةػػم االٌخرال‪،‬‬
‫ً‬ ‫ً‬ ‫ً‬
‫وٌػىن ةاؼِا أُّ يأذً اْ‪ .‬كيج‪ /‬وكال ش ق‪ /‬واحلاضو أُّ جتب ؼاغث اإلٌام فيٍا أمؽ ةّ ظاْؽا وباؼِا مما ىحؿ حبؽام أو مهؽوه‪ ،‬فالٔاسب‬
‫يخأكػ‪ ،‬واملِػوب جيب‪ ،‬وًلؼا املتاح إن اكن فيّ مطيطث نرتك رشب اتلجتاك إذا كيِا ةكؽاْخّ ألن فيّ عفث ةؼوي اهليئات‪ ،‬وكػ وكع أن‬
‫ً‬
‫الفيؽان أمؽ ُائتّ ةأن يِادي ةػػم رشب اجلاس هل يف األـٔاق واىلٓاوي‪ ،‬فغاىفٔه ورشبٔا فًٓ اىػطاة‪ ،‬وحيؽم رشبّ اآلن اٌخراال ألمؽه‪،‬‬
‫ولٔ أمؽ اإلٌام بيشء ذً رسع ولٔ كتو اتليبؿ ةّ لً يفلػ الٔسٔب اْ‬

‫‪ .9‬اىفلى اإلضاليم اجلشء اخلامص‪ 319-318 /‬دار اىفهس‬


‫وًلؼالم حيق لرلوىث اتلػاعو يف امليهيات اخلاضث املرشوغث تلطليق اىػػل واملطيطث اىػاٌث ـٔاء يف أضو ضق امليهيث أو يف ٌِع املتاح‬
‫وحٍيم املتاضات كتو اإلـالم وبػػه إذا أدى اـخػٍاهل إىل رضر اعم نٍا يخغص ٌَ مفاوئ امليهيث اإلكؽاغيث وٌَ ِْا حيق لٔيل األمؽ‬
‫اىػادل أن يفؽض كئد امليهيث يف ةػايث إنشائٓا يف ضال إضياء املٔات فيطػدْا ةٍلػار ٌػني أو يجزتغٓا ٌَ أضطاةٓا ٌع ادلفع حػٔيظ‬
‫اعدل غِٓا إذا اكن ذالم يف ـبيو املطيطث اىػاٌث ليٍفيٍني وٌَ امللؽر غِػ اىفلٓاء أن لٔيل األمؽ أن يِىه إةاضث امليهيث حبظؽ يطػر‬
‫ٌِّ ملطيطث حلخغيّ فيطتص ٌا جتاوزه أمؽ حمظٔرا فإن ؼاغث ويل األمؽ واستث ىلٔهل حػاىل‪" /‬يأيٓا الزليَ آٌِٔا أؼيػٔا اهلل وأؼيػٔا الؽـٔل‬
‫وأويل األمؽ ٌِكً" وأويل األمؽ األمؽاء والٔالة نٍا روى إةَ غتاس وأةٔ ْؽيؽة وكال اىؽربي أُّ أويل األكٔال ةالطٔاب إْ‬

‫‪Jawaban b‬‬
‫‪Boleh.‬‬
‫‪Referensi‬‬
‫‪Idem pada ibaroh jawaban nomor 1 poin a.‬‬
‫)‪3. Wudhu Penyandang Disabilitas (PWNU‬‬
‫‪Deskripsi Masalah‬‬
‫‪Di antara penyandang disabilitas terdapat orang yang tangan atau kakinya diamputasi‬‬
‫‪namun kemudian disambung dengan tangan atau kaki palsu. Kondisi di atas menimbulkan‬‬
‫‪problem tersendiri ketika berwudhu, apalagi jika tempat wudhu atau akses jalanke tempat wudhu‬‬
‫‪cukup sulit dilewati. Dalam kondisi seperti ini, penyandang disabilitas berharap ada solusi dari‬‬
‫‪agama untuk dirinya agar tetap dapat melaksanakan ibadah secara mudah tanpa sisa beban taklif‬‬
‫‪yang harus ditanggung.‬‬
‫‪Pertanyaan‬‬
‫‪a. Mengingat bongkar pasang tangan/kaki palsu terkadang cukup sulit bagi penyandang disabilitas‬‬
‫‪dan juga tempat wudhu yang tidak ramah bagi mereka, apakah hukum membasuh tangan/kaki‬‬
‫?‪palsu dapat disamakan hukum membasuh dengan jabirah, atau khuf khusus untuk kaki palsu‬‬
‫‪b. Jika tayamum bagi mereka lebih memunginkan dari pada wudhu, apakah alasan di atas dapat‬‬
‫?‪dimasukkan sebagai sebab dibolehkannya tayamum‬‬
‫‪Jawaban a‬‬
‫‪Menurut fatwa Imam Ibn Hajar al-Haitami tidak cukup dengan membasuh kaki palsu, akan tetapi‬‬
‫‪harus melepasnya. Namun fatwa dari sebagian fatwa ulama cukup mengusap bagian dari kaki‬‬
‫‪palsu jika tidak mungkin dilepas karena menngakibatkan dharar.‬‬
‫‪Jawaban b‬‬
‫‪Waqi’iyyah Tuban 2018‬‬ ‫‪7‬‬
‫‪Bukan termasuk uzur yang memperbolehkan tayammum.‬‬
‫‪Referensi‬‬
‫‪ .1‬اىفتاوى اىفلًيث الهربى ‪)03 / 1( -‬‬
‫وـئو ُفع اهلل ةػئٌّ غٍَ كؽع أُفّ أو أٍُيخّ فشػو حميّ ةػهل ٌَ ذْب ٌرال فٓو جيب غفيّ يف الٔعٔء واىغفو أو إزاتلّ وْو يٍفطّ ةػال‬
‫غٍا حتخّ اكجلترية أو ال فأساب ةلٔهل إن اكن ذلم ابلػل حبيد يٍكَ ةال عشيث ٌتيص حيًٍ إزاتلّ وغٔده وستج إزاتلّ وغفو ٌا حتخّ وْؼا‬
‫ظاْؽ وإن لً يكَ نؼلم فاذلي يظٓؽ أُّ إن ةين غييّ اليطً أو اجلرل وـرته وسب غفيّ وًلؼا لٔ ةين ىلع ةػغّ فيشب غفو ذلم ابلػظ‬
‫وْؼا ظاْؽ أيغا وأٌا اىظاْؽ اذلي لً ينب غييّ اليطً وال اجلرل فٓٔ حمو حؽدد اجلظؽ وكػ ذنؽوا يف اجلِايات (يف الفَ املخغؼة ٌَ ذْب أُّ ال‬
‫أرش فيٓا وإن اكن ُفػٓا أكرث ٌَ ُفع الططيطث وإٍُا فيٓا ضهٌٔث)وْؼا ُاؼق ةأًُٓ لً ييطلْٔا ةالفَ األضييث اىيت يه ةػل غِٓا وإذا لً‬
‫ييطلْٔا ةٓا يف ضلٔق اآلدٌيني ٌع ةِائٓا ىلع املغايلث فأوىل أن ال ييطلٔا ابلػل يف مفأتلِا ةاألضٌل يف ضلٔق اهلل حػاىل وغييّ فال جيب غفو‬
‫ٌا لً يجتج غييّ حلً وال سرل ٌَ أُف اجللػ وال أٍُيخّ وٌريّ ٌا لٔ وضو غظٍّ ةػظً جنؿ ةو ْؼا أوىل ألن غفو اىؽاْؽ ٌػٓٔد خبالف‬
‫غفو جنؿ اىػني وًلؼا لٔ وضيّ ةػظً ؼاْؽ ىكَ ال أولٔيث ِْا ةو كػ يػىع غػم املفاواة ألن اجللػ ال يشتّ اىػغٔ املفلٔد ةٔسّ خبالف‬
‫اىػظً ٌَ آدَل أو ضئان فإُّ يشتّ اىػغٔ املفلٔد فإن كيج ـيٍِا غػم وسٔب غفو اىظاْؽ ٌَ اجللػ املؼنٔر فٍا يطِع فيٍا ـرته ٌَ حمو‬
‫اىلؽع اذلي ةارشه اىلؽع فظٓؽ ةّ وضار ظاْؽا جيب غفيّ كيج إذا اـخطرضت أن اىفؽض أُّ عيش ٌَ إزاتلّ حمؼور اتليًٍ ظٓؽ لم أن‬
‫اليطً أو اجلرل ةين غييّ إذ ال خيىش ذلم املطؼور إال ضيجئؼ نٍا ْٔ ظاْؽ وإذا ةين غييّ ذلم وسب غفو ٌا اـترت ٌِّ ةّ دون ٌا غػاه نٍا‬
‫مؽ وبفؽض أُّ لً ينب غييّ يشء ْٔ آيو إىل ابلِاء غييّ ويطري ةػغّ إن لً يػٍّ حنٔ اليطً أو لكّ إن غٍّ غغٔا ٌغفٔال وبٓؼا فارق وسٔب‬
‫مفص اجلترية ةػال غٍا أعؼحّ ٌَ أؼؽاف الططيص ألُٓا ىحفج آييث إىل اىػغٔيث ةو يه ةطػد الؾوال فيً يجخظؽ فيٓا ذلم ىلع أن مفطٓا‬
‫اكخلف رعطث فال جتؽي يف غريٍْا الٌخِاع اىلياس يف الؽعص ىلع ٌا حلؽر يف األضٔل وعؽج ةلٔيل حمو اىلؽع اذلي ظٓؽ ةّ إىظ ةاؼَ األُف‬
‫املفترت ةاىلطتث واملارن فٓؼا لٔ فؽض ظٓٔره لً جيب غفيّ غٍال ةاألضو فيّ ؤْ نُّٔ ةاؼِا وإذا لً جيب غفيّ ةفؽض ظٓٔره فٍا ـرته ٌَ‬
‫أُف اجللػ أوىل إذ ال جيب غفيّ وال يأيت ُظري ذلم يف األٍُيث ألن دميع ٌا ظٓؽ جيب غفيّ ألُّ كتو اىلؽع لً حيكً غييّ بيشء تلػؼر‬
‫ظٓٔره وباؼَ األُف حمهٔم غييّ ةابلاؼِيث ٌع حأيت غفيّ وبٓؼا يظٓؽ لم اىفؽق ةني إجياةًٓ غفو ٌا ظٓؽ ةاىلؽع دون ٌا اكن مفترتا‬
‫ةاىلطتث واملارن وًلؼا ةاؼَ اىفً ذً رأيج ةػغًٓ أفىت يف ْؼه املفأىث ةٍا ضاضيّ أُّ جيب مفطّ اكجلترية ٌع ـرت لك ملا جيب غفيّ وكػ‬
‫غيٍج ففاد اىلياس ـيٍا ٌع ظٓٔر اىفؽق اذلي ذنؽحّ ىلع أُّ حٔكف ةػػ ذلم فيٓا حبرّ ٌَ وسٔب املفص اكجلترية ذً كال يجتيغ إن اتلطً‬
‫ساُب األُف وسب غفو امليخطً وًلؼا ةليث أُف اجللػ حتػا كياـا ىلع ٌا لٔ سرب غظٍّ ةػظً ؼاْؽ فاتلطً ساُتاه فإن اىظاْؽ وسٔب غفو‬
‫اجلٍيع وكياـا ىلع اُكشاط سرلة اىػغػ واتلطاكٓا ةالفاغػ فإُّ جيب غفو ظاْؽ ٌا حياذي اىفؽض ٌِٓا ٌع ٌا حتخّ إن جتافج واجلاٌع‬
‫ةحٍِٓا نٔن لك ٌٍِٓا ال جيب غفيّ ٌَ كتو وإٍُا وسب غفيّ حتػا ال أضاىث ا ْ وكػ غيٍج مما كػٌخّ ففاد اىلياس ىلع اجلرلة املؼنٔرة‬
‫ألُٓا ٌَ سجؿ ٌا جيب غفيّ فإذا ضارت يف حمو اىفؽض نفتج إحلّ وغػت ٌِّ فٔسب غفيٓا ذللم وأٌا أُف اجللػ فيحؿ ٌَ سجؿ ٌا‬
‫جيب غفيّ يف اىؽٓارة حبال فيً يطص كياـّ وال ساٌػّ املؼنٔران فخأمو ذلم وأٌػَ اجلظؽ فيٍا كؽرحّ لم فإُّ ًٌٓ إذ لً يرصضٔا فيّ بيشء‬
‫وإٍُا أعؼُا ذلم ٌَ فطٔى الكًٌٓ واهلل ـتطاُّ وحػاىل ْٔ املٔفق وفٔق لك ذي غيً غييً‬

‫)‪4. Hukum Menutup Dagu Wanita Saat Shalat (PCNU Kab. Pasuruan‬‬
‫‪Deskripsi Masalah‬‬
‫‪Fenomena salah kaprah yang banyak terjadi di kalangan Umat Islam seringkali kurang‬‬
‫‪mendapat perhatian tentang status hukumnya, entah disebabkan faktor pelakunya, karena sudut‬‬
‫‪pandang yang berbeda dalam menyikapinya, atau bahkan subtansi masalah tergolong perkara‬‬
‫‪yang samar di kalangan masyarakat umum (ma yakhfa ala ‘al-‘awam). Di antaranya adalah‬‬
‫‪masalah bagian wajah yang wajib tertutup oleh mukena saat wanita melaksanakan sholat.‬‬
‫‪Realitanya banyak desain mukena tidak bisa menutup bagian bawah dagu wanita.‬‬
‫‪Pertanyaan‬‬

‫‪Waqi’iyyah Tuban 2018‬‬ ‫‪8‬‬


‫?‪a. Sebenarnya wajibkah wanita menutup bagian bawah dagu ketika melaksanakan shalat‬‬
‫‪b. Jika memang wajib, adakah pendapat dalam mazhab Syafi’i yang tidak mewajibkan menutup‬‬
‫?‪bagian tersebut‬‬
‫‪c. Jika tidak ada pendapat yang membolehkan membuka bagian bawah dagu, bagaimana solusi untuk‬‬
‫‪fenomena tersebut mengingat mayoritas kaum wanita tidak menutup bagian tersebut saat‬‬
‫?‪melaksanakan shalat yang tentunya berkonsekuensi pada batalnya shalat‬‬
‫?‪d. Apakah kasus ini bisa dikategorikan ma yakhfa ala ‘al-‘awam‬‬
‫‪Jawaban a‬‬
‫‪Wajib menurut mazhab Syafi’i namun menurut mazhab Hanafi dan mazhab Maliki membuka bawah‬‬
‫‪dagu saat sholat bukan merupakan perkara yang membatalkan shalat.‬‬
‫‪Referensi‬‬
‫‪ .1‬إاعهث اىطابلني اجلشء األول ضـ ‪33‬‬
‫(و) ذاُيٓا‪( /‬غفو) ظاْؽ (وسّٓ) آل يث‪( * /‬فاغفئا وسْٔكً) * (ؤْ) ؼٔال (ٌا ةني ٌِاةج) شػؽ (رأـّ) اغبلا (و) حتج (ٌِخىه حلييّ) ‪-‬‬
‫ةفخص الالم ‪ -‬فٓٔ ٌَ الٔسّ دون ٌا حتخّ‪ ،‬والشػؽ اجلاةج ىلع ٌا حتخّ‪( ،‬و) غؽعا (ٌا ةني أذُيّ)‪ .‬وجيب غفو شػؽ الٔسّ ٌَ ْػب وضاسب‬
‫وشارب وغِفلث وحليث ‪ -‬ويه ٌا ُتج ىلع اذلكَ ‪ -‬ؤْ دلخٍع اليطيني ‪ -‬وغؼار ‪ٌ ْٔ -‬ا ُتج ىلع اىػظً املطاذي لالذن ‪ -‬واعرض ‪ -‬ؤْ ٌا‬
‫احنػ غِّ إىل اليطيث ‪.‬‬
‫(كٔهل‪ٌ /‬ا ةني ٌِاةج إىظ) يه دمع ٌِتج ‪ -‬ةفخص ابلاء ‪ -‬نٍلػػ‪ .‬واملؽاد ةّ ٌا ُتج غييّ الشػؽ ةاىفػو‪ ،‬السو أن يكٔن ىلٔهل ةػػ اغبلا‬
‫فائػة وإال اكن عائػا‪ .‬وبيان ذلم أُّ إن أريػ ةاملِتج ٌا ُتج غييّ الشػؽ ةاىفػو خيؽج غِّ مٔعع الطيع‪ ،‬ويػعو ةلٔهل اغبلا‪ .‬وإن‬
‫أريػ ةّ ٌا شأُّ اجلتات غييّ يػعو فيّ مٔعع الطيع‪ ،‬فإن ٌَ شأُّ ذلم‪ .‬وأٌا احنفار الشػؽ فيّ فٓٔ ىػارض‪ ،‬ويكٔن كٔهل اغبلا عائػا‪،‬‬
‫أي ال فائػة فيّ‪ .‬وعؽج ةإعافث ٌِاةج إىل شػؽ الؽأس مٔعع اىغًٍ‪ ،‬الن اجلتٓث ىحفج ٌِبخّ وإن ُتج غييٓا الشػؽ‪( .‬كٔهل‪ /‬فٓٔ ٌَ‬
‫الٔسّ) أي املِخىه اذلي ْٔ ؼؽف امللتو ٌَ حلييّ اكئَ ٌَ الٔسّ‪( .‬كٔهل‪ /‬دون ٌا حتخّ) أي املِخىه‪ ،‬فٓٔ ىحؿ ٌَ الٔسّ‪( .‬كٔهل‪ /‬والشػؽ‬
‫اجلاةج) ٌػؽٔف ىلع ٌا حتخّ‪ ،‬أي ودون الشػؽ اجلاةج ىلع ٌا حتخّ‪( .‬كٔهل‪ٌ /‬ا ةني أذُيّ) أي وحػيٍٓا‪ ،‬والٔحػ اهلِيث اجلازشة يف ٌلػم‬
‫االذن‪ ،‬وإٍُا اكن ضػ اىؽٔل واىػؽض ٌا ذنؽ حلطٔل املٔاسٓث ةّ‪.‬‬

‫‪ .9‬فتاوي اضماعيو الشين ضـ ‪39‬‬


‫اُكشاف ٌا حتج اذلكَ ٌَ ةػن املؽأة ىف ضال الطالة واىؽٔاف يرض فيهٔن ٌتؽال ليطالة واىؽٔاف وذلم ألُّ داعو ىف غٍٔم الكًٌٓ فيٍا‬
‫جيب ـرته فلٔهلً غٔرة احلؽة ىف الطالة دميع ةػُٓا إال الٔسّ والهفني يفيػ ذلم ألمٔر ٌِٓا اإلـترِاء فإُّ ٌػيار اىػٍٔم ‪ ،‬وٌِٓا كٔهلً جيب‬
‫غييٓا أن تفرت سؾأ ٌَ الٔسّ يٍَ دميع اجلٔاُب حلخطلق ةّ نٍال الفرت ملا غػاه فظٓؽبؼلم أن نشف ذلم يرض ويػخرب ٌتؽال ليطالة ‪،‬‬
‫وٌريٓا اىؽٔاف ْؼا ٌؼْب ـادحِا الشافػيث ‪ ،‬وأٌا غريًْ اكلفادة احلِفيث والفادة املالهيث فإن ٌا حتج اذلكَ وحنٔه اليػػ نشفّ ٌَ املؽأة‬
‫ٌتؽال ليطالة نٍا يػيً ذلم ٌَ غتارات نخب ٌؼاْتًٓ ‪ ،‬وضيجئؼ لٔ وكع ذلم ٌَ اىػاٌيات الالىت لً يػؽفَ نيفيث اتللييػ ةٍؼْب الشافػيث‬
‫فإن ضالحَٓ ضطيطث ألن اىػاَل الٌؼْب هل وضىت ٌَ اىػارفات ةِؼْب الشيفىع إذا أردن حلييػ غري الشافيع ممَ يؽى ذلم فإن ضالحَٓ‬
‫حكٔن ضطيطث ألن أْو املؼاْب األربػث لكًٓ ىلع ْػى فشؾاًْ اهلل غِا عري اجلؾاء وبؼلم يػيً أن ْؼه املفأىث اىىت وكع الفٔأل غِٓا يه‬
‫ىف مٔعع عالف ةني أئٍث املؼاْب وىحفج ٌَ املشٍع غييّ واحلٍػ هلل اذلى سػو ىف األمٔر ـػث‪.‬‬

‫‪Jawaban b‬‬
‫‪Belum ditemukan.‬‬
‫‪Jawaban c‬‬
‫‪Sholatnya sah mengacu pada pendapat Malikiyah atau Hanafiyyah.‬‬
‫‪Referensi‬‬
‫‪ .1‬مزايب األربعث اجلشء األول ص ‪188‬‬

‫‪Waqi’iyyah Tuban 2018‬‬ ‫‪9‬‬


‫املالهيث كالٔا إن اىػٔرة يف الؽسو واملؽأة ةاىجفتث ليطالة حِلفً إىل كفٍني ٌغيظث وخمففث وللك ٌِٓا ضكً إىل أن كال‪ .....‬واملغيظث ليطؽة دميع‬
‫ةػُٓا ٌاغػا األؼؽف والطػر وٌاضاذاه ٌَ اىظٓؽ واملغففث هلا يه الطػر وٌاضاذاه ٌَ اىظٓؽ واذلراغني واىػِق والؽأس وٌَ الؽًلتث إىل آعؽ‬
‫اىلػم أٌا الٔسّ و الهفان ظٓؽاوبؽِا فٍٓا ىحفخا ٌَ اىػٔرة ٌؽيلا‪ -‬إىل أن كال‪ -‬فٍَ ضًل مهشٔف اىػٔرة املغيظث لكٓا أو ةػغٓا ولٔ كييال ٌَ‬
‫اىلػرة ىلع الفرت ولٔبرشاء ـاحؽ أواـخػارحّ أو كتٔل إاعرحّ الْتخّ ةؽيج ضالحّ إن اكن ذانؽا وأاعدْا وسٔبا أةػا أي ـٔاء أةٌف وكخٓا أم عؽج‬
‫أم اىػٔرة املغففث فإن نشفٓا الك أو ةػغا ال يتؽو الطالة وإن اكن نشفٓا ضؽٌا أو مهؽوْا يف الطالة وحيؽم اجلظؽ إحلٓا وىكَ يفخطب ملَ‬
‫ضًل مهشٔف اىػٔرة املغففث أن يػيػ الطالة يف الٔكث مفخٔرا ىلع اتلفطيو إىظ‬

‫‪Jawaban d‬‬
‫‪Bukan termasuk ma yakhfa ala ‘al-‘awam.‬‬
‫‪ .1‬فتاوي اضماعيو الشين ضـ ‪39‬‬
‫اُكشاف ٌا حتج اذلكَ ٌَ ةػن املؽأة ىف ضال الطالة واىؽٔاف يرض فيهٔن ٌتؽال ليطالة واىؽٔاف وذلم ألُّ داعو ىف غٍٔم الكًٌٓ فيٍا‬
‫جيب ـرته فلٔهلً غٔرة احلؽة ىف الطالة دميع ةػُٓا إال الٔسّ والهفني يفيػ ذلم ألمٔر ٌِٓا اإلـترِاء فإُّ ٌػيار اىػٍٔم ‪ ،‬وٌِٓا كٔهلً جيب‬
‫غييٓا أن تفرت سؾأ ٌَ الٔسّ يٍَ دميع اجلٔاُب حلخطلق ةّ نٍال الفرت ملا غػاه فظٓؽبؼلم أن نشف ذلم يرض ويػخرب ٌتؽال ليطالة ‪،‬‬
‫وٌريٓا اىؽٔاف ْؼا ٌؼْب ـادحِا الشافػيث ‪ ،‬وأٌا غريًْ اكلفادة احلِفيث والفادة املالهيث فإن ٌا حتج اذلكَ وحنٔه اليػػ نشفّ ٌَ املؽأة‬
‫ٌتؽال ليطالة نٍا يػيً ذلم ٌَ غتارات نخب ٌؼاْتًٓ ‪ ،‬وضيجئؼ لٔ وكع ذلم ٌَ اىػاٌيات الالىت لً يػؽفَ نيفيث اتللييػ ةٍؼْب الشافػيث‬
‫فإن ضالحَٓ ضطيطث ألن اىػاَل الٌؼْب هل وضىت ٌَ اىػارفات ةِؼْب الشيفىع إذا أردن حلييػ غري الشافيع ممَ يؽى ذلم فإن ضالحَٓ‬
‫حكٔن ضطيطث ألن أْو املؼاْب األربػث لكًٓ ىلع ْػى فشؾاًْ اهلل غِا عري اجلؾاء وبؼلم يػيً أن ْؼه املفأىث اىىت وكع الفٔأل غِٓا يه‬
‫ىف مٔعع عالف ةني أئٍث املؼاْب وىحفج ٌَ املشٍع غييّ واحلٍػ هلل اذلى سػو ىف األمٔر ـػث‬

‫‪Waqi’iyyah Tuban 2018‬‬ ‫‪10‬‬


DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Achmad Wafyuddin Nurillah

NIM : 1402036133

Tempat/TanggalLahir : Semarang, 15 Oktober 1996

Alamat : Firaga Baru 2 Rt 03/01, Tlogomulyo,

Pedurungan, Semarang

Menerangkan dengan sesunguhnya:

Riwayat Pendidikan

a. Pendidikan Formal : SDN Pedurungan Tengah 01 Semarang

Mts Al-Wathoniyyah Semarang

MA Al-Wathoniyyah Semarang

b. Pendidikan non Formal : Madrasah Diniyyah Al-Wathoniyyah

Ponpes Al-Itqon Bugen Semarang

Pengalaman organisasi : Anggota Osis Mts Al-Wathoniyyah

Anggota Cesa (The Center Of Student Activities)

Ketua CeSA (The Center Of Student Activities)

Wakil Ketua ISMA (Ikatan Siswa Madin Al-

Wathoniyyah)

Demikian Riwayat Hidup Saya Buat Sebenarnya.

Semarang, 27 November 2018

Achmad Wafyuddin Nurillah


NIM: 1402036133

Anda mungkin juga menyukai