Skripsi Negotiable Certificate Deposit
Skripsi Negotiable Certificate Deposit
Skripsi Negotiable Certificate Deposit
SKRIPSI
M. PRASTIETO IKHSAN
1306380973
FAKULTAS HUKUM
PROGRAM SARJANA
DEPOK
JULI 2017
UNIVERSITAS INDONESIA
SKRIPSI
M. PRASTIETO IKHSAN
1306380973
FAKULTAS HUKUM
PROGRAM SARJANA
DEPOK
JULI 2017
ii
iii
iv
ABSTRAK
Kata Kunci: Sertifikat Deposito, Sumber Dana Perbankan, Surat Berharga, Pasar
Uang, Moneter, Dana Pihak Ketiga.
v Universitas Indonesia
ABSTRACT
vi Universitas Indonesia
KATA PENGANTAR
4. Bapak Greatman Rajab dan Ibu Patricia dari Otoritas Jasa Keuangan, serta
Bapak Rolan Samossir dan Bapak Agus Seno Aji dari Bank Indonesia, serta
pihak-pihak lain yang telah membantu serta menerima dengan baik penulis
untuk melakukan penelitian terkait dengan penulisan skripsi ini.
5. Daddy M. Al Ikhsan dan Bunda Mimi Rofita. Terima kasih banyak atas
cinta dan ketulusannya dalam mendidik serta membesarkan penulis, hingga
penulis mampu menjadi diri penulis sekarang. Tak lupa penulis ucapkan
terima kasih kepada M. Prasetyo Ikhsan selaku adik penulis dan seluruh
keluarga besar yang telah memberikan dukungan maupun doanya kepada
penulis selama ini.
6. Sahabat-sahabat penulis selama menempuh perkuliahan di FHUI, yaitu
Kharisma Bintang, Charlie Malessy, Tatiana Kanisha, Adinda Rifdahtama,
Nadira Sjarif, Andrew Atmadja, Fathurrahman Anhar, Angky Banggaditya,
Michael Ray, Dita Anggraeni, Bayu Arofianto, Prabowo Rizky, Mario
Bimo, Nafia Azhariya, Ivan Dwi Anugrah, Revino Irsali, Abi J. Kurnia,
Kevien Zulfi, Rizki Cahyadi, Yusuf Rashidi, Jovico Honanda, Shafira
Hexagraha, Maudy Purliayu, Aji Satrio, Rani Nur'aini, dan Irfan Wijaya
yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini
7. Senior-senior FHUI yang telah membantu dan berbagi ilmu kepada penulis,
yaitu Mba Muthia, Bang Amar, Bang Nando, Bang Erick, Bang Ricky,
Bang Edwin, Bang Tommy, Mba Ratna, Bang Juma, Bang Opik, Bang
Baringin, dan Adhimas. Serta kepada junior-junior di FHUI yang tidak
dapat disebutkan satu per satu.
8. Rekan-rekan Sembari, Takut Ilang, Komdis, Tibum, UI4MCCUNAIR2015,
LKBH-PPS FHUI, IMR UI, Klinik Hukum, BLS dan seluruh teman-teman
FHUI 2013 yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
9. Last but not least, Giani Virginia Rajab yang selalu ada dan memberikan
dukungan kepada penulis.
ix Universitas Indonesia
x Universitas Indonesia
DAFTAR GRAFIK/SKEMA/GAMBAR
xi Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
A. Latar Belakang
Kondisi pasar keuangan Indonesia masih cenderung tertinggal bahkan
berada di belakang negara-negara dalam kawasan Asia. Dalam menyikapi kondisi
tersebut, Bank Indonesia (BI) yang diberi kewenangan untuk menetapkan dan
melaksanakan kebijakan moneter maupun makroprudensial, tengah mendorong
pendalaman pasar uang sebagai bagian dari sistem pasar keuangan. Bila ditelusuri
sejarahnya, perkembangan pasar uang di Indonesia relatif agak berarti setelah
pemerintah melakukan deregulasi sektor keuangan tahun 1988.1 Sejak saat itu,
instrumen pasar uang mulai beragam dan berkembang sesuai dengan kebutuhan
pasar uang.2
Terhitung sejak tahun 2014, BI mulai mendorong kembali penguatan
terhadap pasar keuangan melalui sektor pasar uang, terlihat dengan lahirnya
Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/11/PBI/2016 tentang Pasar Uang (PBI Pasar
Uang), terhitung pada 28 Juli 2016. Pasar uang yang efisien, likuid, dan dalam
tidak hanya mendukung efektivitas kebijakan BI, tapi juga dapat memberikan
fleksibilitas bagi para pelaku pasar dalam rangka pengelolaan dana, baik untuk
kegiatan pendanaan investasi, maupun kegiatan ekonomi lainnya.3 Oleh karena
itu, BI perlu mempercepat proses pendalaman pasar uang melalui pengaturan,
perizinan, pengembangan, dan pengawasan yang komprehensif terhadap berbagai
transaksi dan instrumen di pasar uang.4
Berdasarkan Pasal 1 angka 7 PBI Pasar Uang, instrumen pasar uang
adalah instrumen yang ditransaksikan di pasar uang, yang meliputi instrumen
1
Mahdi Mahmudy, Pasar Uang Rupiah: Gambaran Umum, cet. 1 (Jakarta: Bank
Indonesia, 2005), hlm. 38
2
Ibid.
3
Bank Indonesia, Peraturan Bank Indonesia tentang Pasar Uang, PBI No.
18/11/PBI/2016, LN No. 148 Tahun 2016, TLN No. 5909, Penjelasan Umum
4
Ibid.
Universitas Indonesia
2
yang diterbitkan dengan jangka waktu sampai dengan satu tahun, sertifikat
deposito, dan instrumen lain yang ditetapkan oleh BI, termasuk yang berdasarkan
prinsip syariah. 5 Dari penjabaran pasal tersebut, satu-satunya instrumen yang
disebutkan dengan jelas adalah sertifikat deposito. Selain menjadi instrumen pasar
uang, sertifikat deposito juga merupakan produk simpanan yang disebutkan dalam
definisi simpanan pada UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas UU No. 7
Tahun 1992 tentang Perbankan (UU Perbankan). Berdasarkan Pasal 1 angka 8,
sertifikat deposito adalah simpanan dalam bentuk deposito yang sertifikat bukti
penyimpanannya dapat dipindahtangankan.6 Sebagai produk simpanan pada bank,
sertifikat deposito berada sejajar dengan simpanan lainnya, yang terdiri dari
deposito, giro, dan tabungan.
Keempat produk simpanan tersebut dimanfaatkan oleh bank untuk
selanjutnya dikelola dalam menjalankan fungsinya. Bank merupakan badan usaha
yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk
lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. 7 Dana yang
berasal dari masyarakat tersebut adalah dana yang berhasil dihimpun dari
masyarakat dalam bentuk simpanan yang diwujudkan dalam berbagai bentuk.
Dana tersebut pada prinsipnya harus diolah dan dikelola oleh bank dengan sebaik-
baiknya agar memperoleh keuntungan. 8
Bila ditinjau dari segi sumber pendanaan perbankan sendiri, berbagai
macam bentuk simpanan yang ditawarkan oleh bank untuk menghimpun dana dari
masyarakat luas justru sangat dibutuhkan untuk mendukung sumber dana
perbankan. Fungsi untuk mencari dan menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan memegang peranan penting terhadap pertumbuhan suatu bank,
sebab volume dana yang berhasil dihimpun tentunya akan mementukan volume
5
Ibid., Ps. 1 angka 7.
6
Indonesia, Undang-Undang Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1992 Tentang Perbankan, UU No. 10 Tahun 1998, LN. No. 182, TLN No. 3790, Ps. 1 angka 8.
7
Ibid., Ps. 1 angka 2.
8
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, cet. 8 (Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2014), hlm. 45
Universitas Indonesia
3
dana yang dapat dikembangkan oleh bank tersebut dalam bentuk penanaman dana
yang menghasilkan, misalnya dalam bentuk pemberian kredit, pembelian efek-
efek, atau surat-surat berharga di pasar uang.9
Dalam rangka penyaluran dana dari masyarakat untuk membiayai
banyaknya pembangunan nasional, pemerintah telah menerbitkan bermacam-
macam surat berharga yang dapat dibeli oleh setiap orang yang dapat juga
menghasilkan keuntungan, salah satu dari surat berharga tersebut adalah sertifikat
deposito. 10 Ketentuan mengenai penerbitan sertifikat deposito pada mulanya
diatur dalam SKDBI No. 17/44/KEP/DIR/1984 tentang Penerbitan Sertifikat
Deposito oleh Bank Umum dan Pembangunan, yang tidak lama kemudian dicabut
dengan terbitnya peraturan baru yaitu SKDBI No. 21/48/KEP/DIR tanggal 27
Oktober 1988 tentang Penerbitan Sertifikat Deposito oleh Bank dan Lembaga
Keuangan Bukan Bank.
Berdasarkan SKDBI tersebut, sertifikat deposito didefinisikan sebagai
surat berharga atas unjuk dalam Rupiah yang merupakan surat pengakuan hutang
dari bank atau LKBB dan dapat diperjualbelikan dalam pasar uang. Dalam
perkembangannya, peraturan ini telah dicabut seiring dengan diterbitkannya
POJK No. 10 /POJK.03/2015 tentang Penerbitan Sertifikat Deposito Oleh Bank
(POJK Penerbitan Sertifikat Deposito), dikarena SKDBI tersebut dianggap sudah
tidak berlaku lagi dan perlu disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan
masyarakat.
Berdasarkan penjelasan umum yang terdapat pada POJK Penerbitan
Sertifikat Deposito, beberapa perkembangan kebutuhan masyarakat yang perlu
disesuaikan terhadap penerbitan sertifikat deposito saat ini antara lain jenis mata
uang, penyesuaian atas minimal nominal, pengamanan yang lebih baik dan
transparansi produk bank.11 Selain itu, perkembangan teknologi informasi yang
sangat pesat dan dalam rangka meningkatkan kepercayaan masyarakat,
9
Ibid., hlm. 43
10
H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia: Hukum Surat
Berharga, cet. 6 (Jakarta: Djambatan, 2008), hlm. 194
11
Otoritas Jasa Keuangan, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Penerbitan
Sertifikat Deposito Oleh Bank, POJK No. 10 /POJK.03/2015, LN No. 164 Tahun 2015, TLN No.
5718, Penjelasan Umum
Universitas Indonesia
4
Universitas Indonesia
5
B. Rumusan Permasalahan
Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan
sebagai berikut:
1. Bagaimana penggunaan sertifikat deposito sebagai sumber dana
perbankan?
2. Apa saja permasalahan yang timbul dalam penggunaan sertifikat deposito
sebagai sumber dana perbankan?
C. Tujuan Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini terdapat tujuan yang ingin dicapai oleh
penulis. Tujuan tersebut terbagi ke dalam dua macam tujuan yang hendak dicapai.
Tujuan pertama adalah tujuan yang bersifat umum, dimana penulisan ini bertujuan
untuk memberikan wawasan lebih bagi para pembaca agar dapat memahami lebih
dalam mengenai sertifikat deposito sebagai produk simpanan bank maupun
instrumen pasar uang.
Sedangkan tujuan kedua dalam penulisan ini adalah tujuan khusus, yaitu
diantaranya:
1. Mengetahui penggunaan sertifikat deposito sebagai sumber dana
perbankan
2. Mengetahui permasalahan yang timbul seputar penggunaan sertifikat
deposito sebagai sumber dana perbankan.
15
Ibid.
Universitas Indonesia
6
D. Definisi Operasional
Dalam penulisan ini, penulis akan mencantumkan beberapa pengertian
dasar tentang istilah-istilah yang berkaitan dengan topik yang akan dibahas. Istilah
dan pengertian tersebut antara lain adalah:
1. Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank,
mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam
melaksanakan kegiatan usahanya.16
2. Bank merupakan badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat
dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam
bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan
taraf hidup rakyat banyak.17
3. Lembaga Keuangan Non-Bank adalah lembaga keuangan yang meliputi
asuransi, dana pensiun, sekuritas, modal ventura, dan perusahaan
pembiayaan, serta badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan dana
masyarakat.18
4. Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank
berdasarkan perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk giro, deposito
berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lainnya.19
5. Sertifikat Deposito adalah simpanan dalam bentuk deposito yang sertifikat
bukti penyimpanannya dapat dipindahtangankan.20
6. Transaksi Sertifikat Deposito adalah pemindahtanganan secara jual-beli
putus (outright) Sertifikat Deposito yang dilakukan melalui Pasar Uang
dengan kesepakatan harga, mekanisme penyelesaian, dan penatausahaan
tertentu.21
16
Indonesia, Undang-Undang Perbankan, Ps. 1 angka 1.
17
Ibid, Ps. 1 angka 2.
18
Ibid, Ps. 1 angka 4.
19
Ibid, Ps. 1 angka 5.
20
Ibid, Ps. 1 angka 8.
21
Bank Indonesia, Peraturan Bank Indonesia Transaksi Sertifikat Deposito di Pasar
Uang, Ps. 1 angka 6.
Universitas Indonesia
7
7. Pasar Uang adalah bagian dari sistem keuangan yang bersangkutan dengan
kegiatan perdagangan, pinjam-meminjam, atau pendanaan berjangka
pendek sampai dengan 1 (satu) tahun dalam mata uang Rupiah dan valuta
asing, yang berperan dalam transmisi kebijakan moneter, pencapaian
stabilitas sistem keuangan, dan kelancaran sistem pembayaran.22
8. Pelaku Pasar Uang adalah pihak yang melakukan kegiatan penerbitan
Instrumen Pasar Uang dan/atau melakukan transaksi di Pasar Uang.23
9. Instrumen Pasar Uang adalah instrumen yang ditransaksikan di Pasar
Uang, yang meliputi instrumen yang diterbitkan dengan jangka waktu
sampai dengan 1 (satu) tahun, sertifikat deposito, dan instrumen lain yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia, termasuk yang berdasarkan prinsip
syariah.24
10. Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan
dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam
antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk
melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian
bunga.25
11. Nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank.26
12. Nasabah Penyimpan adalah nasabah yang menempatkan dananya di bank
dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang
bersangkutan.27
22
Bank Indonesia, Peraturan Bank Indonesia Pasar Uang, Ps. 1 angka 1.
23
Ibid, Ps. 1 angka 2.
24
Ibid, Ps. 1 angka 7.
25
Indonesia, Undang-Undang Perbankan, Ps. 1 angka 11.
26
Ibid.
27
Ibid.
Universitas Indonesia
8
E. Metode Penelitian
1. Bentuk Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian yuridis
normatif dikarenakan bahan penelitian yang digunakan penulis adalah bahan-
bahan hukum. Metode penelitian ini secara khusus mengaitkan hukum sebagai
upaya untuk menjadi landasan pedoman dalam pelaksanaan berbagai bidang
kehidupan masyarakat yang dapat mengatur ketertiban dan keadilan.28 Penelitian
ini bertujuan untuk memberikan gambaran secara spesifik mengenai penggunaan
salah satu produk perbankan yaitu sertifikat deposito sebagai sumber pendanaan
bank.
2. Tipologi Penelitian
Tipologi Penelitian yang digunakan adalah bersifat deskriptif, yaitu
menggambarkan secara tepat suatu individu, gejala, atau kelompok tertentu untuk
menentukan frekuensi suatu gejala.29 Data utama diperoleh dari bahan pustaka
dimana pengolahan, analisis, dan konstruksi datanya dilaksanakan dengan cara
penelitian yang menggunakan metode kualitatif yang merupakan suatu cara
penelitian yang menghasilkan data deskriptif
Apabila dilihat dari sisi bentuknya, ini merupakan penelitian evaluatif
karena menambah pengetahuan tentang kegiatan dan dapat mendorong penelitian
atau pengembangan lebih lanjut. Dari sudut tujuannya, ini merupakan problem
identification, yaitu untuk menemukan suatu permasalahan.30
3. Jenis Data
Pada penelitian hukum normatif, bahan pustaka merupakan data dasar
yang dalam ilmu penelitian digolongkan sebagai data sekunder. 31 Adapun di
28
Sri Mamudji, et.al., Metode Penelitian dan Penulisan Hukum (Jakarta: Badan Penerbit
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005) hlm. 4.
29
Ibid., hlm. 4.
30
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, cet. 3 (Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia, 2012), hlm. 10.
31
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan
Singkat, cet. 16 (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2014) hlm. 24.
Universitas Indonesia
9
dalam penelitian ini, jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang terdiri
dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier sebagai berikut:
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang isinya mempunyai
kekuatan mengikat kepada masyarakat. 32 Bahan hukum primer yang
digunakan dalam penelitian ini adalah:
1) Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan.
2) Undang-Undang No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.
3) Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.
4) Peraturan Bank Indonesia No. 19/2/PBI/2017 tentang Transaksi
Sertifikat Deposito di Pasar Uang.
5) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 10/POJK.03/2015 tentang
Penerbitan Sertifikat Deposito Oleh Bank.
6) Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No:
97/DSN-MUI/XII/2015 tentang Sertifikat Deposito Syariah.
7) Peraturan Bank Indonesia No. 18/11/PBI/2016 tentang Pasar Uang.
8) Peraturan Bank Indonesia No. 17/3/PBI/2015 tentang Kewajiban
Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
9) Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan No. 41/SEOJK.03/2016 tentang
Tata Cara Penerbitan Sertifikat Deposito.
b. Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan
hukum primer.33 Meliputi hasil penelitian, buku, atau literatur serta skripsi
maupun tesis yang membahas mengenai sertifikat deposito maupun
sumber dana perbankan, artikel ilmiah, serta jurnal yang memuat
informasi yang dibutuhkan.
c. Bahan hukum tersier, yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun
34
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder. Seperti
32
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, hlm. 52.
33
Ibid.
34
Ibid.
Universitas Indonesia
10
F. Sistematika Penulisan
Pembahasan materi dalam penulisan ini akan dibagi menjadi 5 (lima) bab
yang terdiri dari sub bab sehingga sistematika penulisannya adalah sebagai
berikut:
35
Sri Mamudji, et.al., Metode Penelitian Hukum, hlm. 31.
36
Ibid., hlm. 22.
37
Surakhmad Winarso, Metode dan Tekhnik dalam bukunya, Pengantar Penelitian
Ilmiah Dasar Metode Teknik (Bandung: Tarsito, 1994), hlm. 17.
Universitas Indonesia
11
BAB 1 PENDAHULUAN
Dalam bab ini penulis akan menguraikan mengenai latar belakang;
pokok permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian; tujuan
penelitian; definisi operasional yang akan menjelaskan definisi
istilah-istilah yang banyak digunakan dalam penelitian ini; dan
sistematika penulisan.
Universitas Indonesia
12
BAB 5 PENUTUP
Bab ini merupakan bab terakhir atau penutup, penulis akan
menyampaikan kesimpulan dari hasil penelitian dan penjabaran
fakta-fakta yang telah dilakukan dan juga jawaban dari pokok
permasalahan yang telah dijabarkan pada bab pendahuluan. Serta
penambahan saran-saran yang terkait dengan perumusan dan
jawaban dari pokok permasalahan.
Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN UMUM TENTANG SERTIFIKAT DEPOSITO DAN SUMBER
DANA PERBANKAN
A. Sertifikat Deposito
1. Surat Berharga
a. Pengertian Surat Berharga
Dalam kegiatan transaksi perdagangan, baik nasional maupun
internasional, para pelaku bisnis menggunakan berbagai macam alat pembayaran.
Alat pembayaran yang digunakan selain uang adalah surat berharga. Beberapa
alasan mengapa surat berharga digunakan dalam masyarakat umum maupun
bisnis, antara lain:1
1. Alasan keamanan, dikarenakan penggunaan surat berharga lebih aman
dibandingkan menggunakan uang, karena:
a. tidak semua orang dapat menerbitkan surat berharga, untuk
menerbitkan haruslah memenuhi syarat-syarat tertentu yang diatur
dalam peraturan perundang-undangan tentang surat berharga.
b. tidak semua orang dapat menggunakan surat berharga, karena ada
prosedur tertentu yang harus dilalui oleh pemegang atau pemilik surat
berharga.
c. kertas atau bahan surat berharga tidak semua badan hukum bebas
begitu saja untuk dapat mencetak atau membuat bentuk surat berharga
karena harus melalui prosedur tertentu.
2. Menggunakan surat berharga lebih praktis dibandingkan menggunakan
uang tunai.
Di dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) tidak terdapat
definisi secara jelas mengenai apa yang dimaksud dengan surat berharga. KUHD
hanya memuat aturan-aturan tentang jenis surat berharga saja. Sebelum
1
Joni Emirzon, Hukum Surat Berharga dan Perkembangannya di Indonesia (Jakarta: PT
Prenhallindo, 2002), hlm. 3.
Universitas Indonesia
14
mengetahui pengertian surat berharga, sesuai yang diatur di dalam KUHD, perlu
dibedakan terlebih dahulu dua macam surat yaitu:2
1. Surat berharga, terjemahan dan istilah aslinya dalam bahasa Belanda
waarde papier, di negara-negara Anglo Saxon dikenal dengan istilah
negotiable instruments.
2. Surat yang mempunyai harga atau nilai, dikenal juga dengan sebutan surat
yang berharga. Terjemahan dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda
papier van waarde, dalam bahasa Inggrisnya dikenal dengan letter of
value.
Menurut pandangan ahli, salah satunya ialah Prof. Soekardono yang
memberikan pendapatnya mengenai pengertian dari surat berharga dengan sangat
sederhana, yaitu "surat-surat berharga adalah surat-surat yang senilai dengan
perikatan dasarnya".3 Dengan kata lain, nilai dari surat berharga adalah sama
dengan nilai dari perikatan dasarnya
Pendapat diatas didasarkan pada apa yang dimaksud surat berharga disini
adalah surat yang diadakan oleh seseorang sebagai pelaksanaan pemenuhan suatu
prestasi berupa pembayaran sejumlah harga uang, yang mana terdapat suatu
perintah kepada pihak ketiga untuk membayar sejumlah uang kepada pemegang
surat tersebut. Dengan diterbitkannya surat itu oleh penerbit, maka turut
diserahkan kepada pemegangnya hak untuk memperoleh pembayaran dengan
menunjukkan atau menyerahkan surat itu kepada pihak ketiga yang
menyanggupi. Selanjutnya hak tagih itu dapat pula dipindahtangankan dengan
mudah dan sederhana.4
Surat berharga itu adalah surat bukti tuntutan utang, pembawa hak dan
mudah dijualbelikan. 5 Secara lebih lanjut ketiga unsur yang dijabarkan oleh
H.M.N Purwosutjipto tersebut, dijelaskan sebagai berikut:6
2
Imam Prayogo Suryohadibroto dan Djoko Prakoso. Surat Berharga Alat Pembayaran
Dalam Masyarakat Modern, cet. 3 (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1995), hlm. 4.
3
Ibid., hlm, 6.
4
Ibid., hlm, 6 - 7.
5
H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia: Hukum Surat
Berharga, cet. 6 (Jakarta: Djambatan, 2008), hlm. 5.
Universitas Indonesia
15
Universitas Indonesia
16
berharga dan yang mana yang tidak termasuk surat berharga perlu diketahui apa
yang menjadi isi perikatan dasarnya. Menurut isi dari perikatannya, surat
berharga dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu:8
1. Surat-surat yang mempunyai sifat kebendaan (Zakenrechtelijke Papieren),
memiliki ciri isi perikatan yang bertujuan untuk penyerahan barang.
Penyerahan dan surat tersebut berakibat terjadinya penyerahan barang,
misalnya ceel dan konosemen.
2. Surat-surat tanda keanggotaan (Lidmastschaps Papieren), perikatan yang
terjadi adalah perikatan antara persekutuan dengan pemegang-pemegang
surat berharga, sehingga memilki hak untuk memberikan suaranya,
menuntut pembagian keuntungan dan sebagainya, misalnya saham.
3. Surat-surat tagihan hutang (Schuldvorderings Papieren), semua surat-surat
kepada pembawa atau surat-surat kepada pengganti yang mewujudkan
suatu perikatan untuk membayar sejumlah uang yang tidak termasuk
dalam golongan angka 1 dan 2 di atas, yaitu diantaranya wesel, surat
sanggup, cek, kwitansi, dan promes (atas unjuk). Berdasarkan bentuknya,
kelompok ini dibedakan menjadi tiga, yaitu:9
a. Surat kesanggupan membayar, yaitu janji untuk membayar, misalnya
surat sanggup, promes, dan surat berharga komersial (commercial
paper).
b. Surat perintah untuk membayar, misalnya wesel dan cek.
c. Surat pembebasan, misalnya dalam hal pelunasan pembayaran hutang
seperti kwitansi atas unjuk.
8
Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Hukum Dagang Surat-Surat Berharga: Wesel, Surat
Sanggup/Aksep, Cek, Kwitansi dan Promes Atas Tunjuk (Yogyakarta: Seksi Hukum Dagang FH
UGM, 1993), hlm. 35-36.
9
Ibid., hlm. 36.
Universitas Indonesia
17
dalam suatu surat berharga seperti wesel, surat sanggup, dan cek.10 Namun dari
beberapa ketentuan yang mengatur isi surat-surat berharga dapat disimpulkan
bahwa secara garis besar bahwa suatu surat berharga yang dimaksud dalam
KUHD memuat hal-hal sebagai berikut:11
1. Surat berharga harus memiliki nama, misalnya wesel, cek, surat sanggup,
commercial paper, bilyet giro, saham, dan sebagainya. Nama merupakan
identitas diri surat berharga yang bersangkutan, yang mencerminkan
karakteristik masing-masing.
2. Surat berharga harus berisi janji atau perintah tertulis tak bersyarat. Syarat
ini sangat penting bagi si pemegang dan si pembayar agar terjadi
kelancaran dalam lalu lintas pembayaran. Janji atau perintah tersebut
haruslah tertulis, karena surat berharga yang dibuat secara tertulis dapat
dijadikan alat bukti. Tanpa adanya alat bukti tertulis tidak mungkin untuk
melakukan penagihan kepada bankir atau tersangkut dan penerbit, jika
surat berharga tersebut ditolak atau tidak dibayar oleh bankir.12
3. Surat berharga harus memuat nama orang yang harus membayar.
4. Surat berharga harus menyebutkan hari bayar. Hari bayar suatu surat
berharga harus ditetapkan oleh penerbit, karena hal ini akan berkaitan
dengan masa jatuh tempo dan untuk menjamin kepastian hukum mengenai
pembayaran atau pencairan surat berharga.13
5. Surat berharga harus menyebutkan tempat pembayaran harus dilakukan.
6. Kecuali surat berharga kepada-pembawa, surat berharga harus
menyebutkan nama orang, kepada siapa atau kepada penggantinya
pembayaran itu harus dilakukan.
7. Penyebutan tanggal, tempat surat berharga diterbitkan, dan tanda tangan
penerbit. Dalam KUHD, penandatanganan dalam surat berharga
merupakan suatu keharusan, tanpa ada tanda tangan, maka surat berharga
10
Joni Emirzon, Hukum Surat Berharga, hlm. 28.
11
Ibid.
12
Ibid., hlm. 30 - 31.
13
Ibid.
Universitas Indonesia
18
tersebut cacat hukum, demikian juga antara nama dengan tanda tangan
dilakukan oleh orang yang berbeda. Penandatanganan dalam surat
berharga tidak dapat dilakukan secara terpisah, harus merupakan satu
kesatuan dengan surat berharga tersebut.14
Apabila persyaratan tersebut tidak terpenuhi, maka surat berharga
dianggap cacat hukum, namun persyaratan seperti hari bayar, tempat pembayaran
dapat dikecualikan. Selain persyaratan umum, terdapat juga persyaratan khusus
yang terlihat pada masing-masing bentuk surat berharga, seperti kata yang
menunjukkan "perintah" pada wesel atau kata yang menunjukkan kesanggupan
untuk membayar pada surat sanggup. Selain itu syarat khusus yang dapat kita lihat
pada surat berharga adalah adanya nomor seri yang berguna sebagai alat
pengendalian baik bagi penerbit maupun tersangkut.15
14
Ibid., hlm. 31 - 32.
15
Ibid., hlm. 36.
16
Abdulkadir Muhammad, Hukum Dagang Tentang Surat-Surat Berharga, hlm. 36.
Universitas Indonesia
19
KUHD Indonesia dan dapat diperlakukan untuk semua warga negara Indonesia
tanpa memandang asal golongan penduduknya. 17
Adapun mengenai sejarah pengaturan surat berharga itu sendiri, pada
mulanya dikenal tiga macam sistem pengaturan yang saling berlainan. Ketiga
macam sistem itu adalah:18
1. Pengaturan Sistem Perancis, sistem Perancis ini berdasarkan pada
pendapat sarjana hukum di Perancis yang terkenal seperti Pothier dan
Dornat. Menurut mereka, perjanjian wesel itu adalah perjanjian pertukaran
uang (contract de change). Dalam surat wesel selalu ada klausula tempat
(tempat penerbit dan tempat pemegang pertama) dan klausula valuta
(dasar perjanjian penukaran uang). Jika A memberikan uang kepada B di
suatu tempat, maka B akan membayar uang tersebut kepada A di tempat
lain. B berposisi sebagai penerbit, dan A berposisi sebagai pemegang
pertama. Karena surat wesel itu sebagai alat bukti untuk penukaran uang,
maka A sebagai pemegang dapat memindahtangankannya kepada orang
lain, dengan tentu saja dengan uang. Konsekuensi dari penerapan sistem
ini adalah jika ada cacat yang mengakibatkan batalnya perjanjian yang
menjadi dasar penerbitan surat wesel, maka pemegang surat wesel tidak
berhak atas pembayaran wesel itu, walaupun pemegang wesel itu adalah
orang yang jujur.
2. Pengaturan Sistem Jerman, berbeda dengan sistem Perancis di atas,
menurut paham sistem Jerman, surat wesel yang diterbitkan itu terlepas
dari perikatan dasarnya. Artinya dengan adanya surat wesel maka para
pihak dianggap melepaskan diri dari perikatan dasarnya. Ajaran ini dikenal
dengan ajaran abstraksi. Konsekuensi dari ajaran ini adalah jika ada cacat
yang mengakibatkan batalnya perikatan dasar, maka pemegang surat wesel
itu tetap bertanggung jawab atas pembayaran wesel, dan tersangkut juga
turut serta harus membayarnya.
17
Ibid.
18
Ibid., hlm, 36 - 39.
Universitas Indonesia
20
3. Pengaturan Sistem Inggris, juga dikenal pula dengan Bill of Exchange Act
1882 yang didasarkan pada Rancangan Undang-Undang yang disusun oleh
Sir Machenzie D. Chalmers. Sistem ini merupakan jalan tengah antara
sistem Perancis dan sistem Jerman, artinya dengan menolak ajaran
abstraksi pada sistem Jerman dan memperhatikan perikatan dasar yang
menjadi latar belakang penerbitan surat wesel itu, serta memberikan
perlindungan kepada pemegang surat wesel yang jujur, walaupun ada
cacat pada perikatan dasar yang menjadi latar belakang penerbitan surat
wesel itu.
Dalam perkembangannya, ketiga macam sistem pengaturan ini semakin
menuju suatu persamaan konsep, sehingga mulai mengurangi prinsip-prinsip
yang berbeda. Sistem Perancis mengadakan perubahan-perubahan diantaranya
menghapuskan klausula "perbedaan tempat" yang disusul oleh dihapuskannya
klausula "valuta" dan menganut asas perlindungan terhadap pihak ketiga yang
jujur. Sedangkan sistem Jerman pada akhirnya melepaskan ajaran abstraksinya.19
Pada tahun 1925, Belanda mengubah dari yang semula menganut sistem
Perancis menjadi sistem Inggris. Lima tahun berselang tepatnya pada 1930 dan
1931 diadakan konferensi di Jenewa untuk menyatukan sistem pengaturan surat
wesel, surat sanggup, dan surat cek. Belanda yang ikut menandatangani semua
perjanjian hasil dari konferensi tersebut mulai menyesuaikan W.v.K sesuai hasil
perjanjian tersebut pada 1932. Perubahan tersebut diterapkan pula pada Hindia
Belanda dan mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 1936.20
Universitas Indonesia
21
21
Joni Emirzon, Hukum Surat Berharga, hlm. 71.
22
Ibid, hlm. 71.
Universitas Indonesia
22
e. Konosemen, adalah surat berharga yang memuat kata konosemen atau Bill
of Lading yang merupakan tanda bukti penerimaan barang dari pengirim,
ditandatangani oleh pengangkut dan yang memberikan hak kepada
pemegangnya untuk menuntut penyerahan barang-barang yang disebut
dalam konosemen itu. Konosemen diatur pada Pasal 504 KUHD.
f. Saham, yaitu surat berharga yang mencantumkan kata saham di dalamnya,
sebagai tanda bukti kepemilikan sebagian dari modal perseroan. Ketentuan
mengenai saham ini terdapat pada Pasal 40-43 KUHD.
2. Surat berharga yang diatur diluar Kitab Undang-undang Hukum Dagang, yaitu
surat berharga yang lahir dengan mempertimbangkan perkembangan transaksi
bisnis, teknologi, dan informasi menyebabkan munculnya jenis-jenis surat
berharga yang pengaturannya di luar KUHD, seperti ceel, obligasi, sertifikat,
sertifikat deposito, bilyet giro, dan surat berharga komersial. Walaupun kini
banyak surat berharga yang belum diatur didalam KUHD, tidak berarti
ketentuan dalam pasal-pasal mengenai surat berharga dalam KUHD tidak
dapat diberlakukan. Surat berharga yang timbul di luar KUHD tersebut tetap
tunduk kepada ketentuan-ketentuan umum dalam KUHD yang berlaku bagi
surat-surat berharga, sepanjang tidak diatur tersendiri, sesuai dengan fungsi
dan tujuan penerbitan surat berharga itu.23
23
Imam Prayogo dan Djoko Prakoso. Surat Berharga, hlm. 44.
24
H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, hlm. 21.
Universitas Indonesia
23
1. Surat berharga atas nama (op naam), yaitu surat berharga yang nama
krediturnya disebutkan jelas dalam akta tanpa tambahan apa-apa.25
Biasanya klausula ini diberikan pada surat yang berharga, namun
untuk surat berharga atas nama hanya ada dua jenis yaitu wesel dan
cek. Bagi surat wesel dan cek, peralihannya dilakukan dengan cara
endorsement, yaitu menulis suatu keterangan bahwa surat berharga
dengan maksud bahwa pemegang memberikan keterangan bahwa
surat berharga tersebut diperalihkan kepada pemegang berikutnya,
ditandatangani, dan diberi tanggal. Ini adalah endorsement yang
sempurna. Bila hanya memberikan paraf saja di belakang akta, maka
disebut endorsement blangko, karena nama kreditur baru tidak
disebut.26 Dasar hukum endorsement surat wesel dan cek adalah Pasal
110 ayat (1) dan 191 ayat (1) KUHD.27
2. Surat berharga kepada-pengganti (aan order, to order), adalah surat
berharga yang nama krediturnya disebut jelas dalam akta dengan
tambahan kata-kata "atau pengganti" setelahnya. 28 Peralihannya
dilakukan dengan cara endorsement dan penyerahan surat tersebut.
Endorsement merupakan lembaga pemindahan hak milik atas tagihan
pada surat berharga yang berklausula atas pengganti. Dasar hukum
peralihan surat berharga ini adalah Pasal 613 ayat (3) KUHPerdata.29
Endorsement harus dilakukan tanpa syarat dan setiap persyaratan yang
dimasukkan ke dalamnya dianggap tidak ada. Apabila endorsement
dilakukan untuk sebagian maka batal, sedangkan endorsement atas
unjuk berlaku sebagai endorsement blanko.
3. Surat berharga kepada-pembawa (aan toonder, to bearer), yaitu surat
berharga yang nama krediturnya tidak disebut dalam akta atau jika
25
Ibid.
26
Ibid., hlm. 22.
27
Ibid.
28
Ibid., hlm. 21.
29
Ibid., hlm. 22.
Universitas Indonesia
24
30
Joni Emirzon, Hukum Surat Berharga, hlm. 40.
31
Ibid.
32
Ibid.
33
H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, hlm. 28.
Universitas Indonesia
25
Universitas Indonesia
26
tanda tangan di bagian muka surat berharga di bawah kata "penyelaan dan
intervensi" ditambah dengan kata-kata untuk siapa penyelaan diberikan,
misalnya "intervensi untuk akseptan".39
2. Sertifikat Deposito
a. Pengertian Sertifikat Deposito
Sebagaimana telah diuraikan pada sub-bab sebelumnya, surat berharga
dibagi menjadi dua jenis yaitu surat berharga yang diatur di dalam KUHD dan
surat berharga yang diatur di luar KUHD. Sertifikat Deposito termasuk dalam
jenis surat berharga yang diatur di luar KUHD atau yang dimaksud dengan tidak
diatur dalam KUHD. Namun menurut UU Perbankan, surat berharga adalah surat
pengakuan utang, wesel, saham, obligasi, sekuritas kredit, atau setiap derivatifnya,
atau kepentingan lain, atau suatu kewajiban dari penerbit, dalam bentuk yang
lazim diperdagangkan dalam pasar modal dan pasar uang.40
Secara tata bahasa, sertifikat deposito terdiri dari dua kata yaitu "sertifikat"
dan "deposito". Kata sertifikat artinya adalah suatu akta yang sengaja dibuat untuk
bukti tentang adanya suatu peristiwa tertentu. Dalam bidang surat berharga,
sertifikat berarti surat berharga kepada pembawa yang diterbitkan oleh bank atau
suatu badan hukum tertentu.41 Deposito, berdasarkan Undang-Undang Perbankan,
adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu
berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dengan bank. 42 Dengan demikian
deposito merupakan dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank
dengan salah satu ciri-ciri sebagai surat yang berharga yang diterbitkan oleh bank
43
berdasarkan atas nama, sehingga tidak dapat diperjualbelikan. Sedangkan
39
Ibid.
40
Indonesia, Undang-Undang Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1992 Tentang Perbankan, UU No. 10 Tahun 1998, LN. No. 182 Tahun 1998, TLN No. 3790, Ps. 1
angka 10.
41
H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia: Hukum Surat
Berharga, cet. 6 (Jakarta: Djambatan, 2008), hlm. 192.
42
Indonesia, Undang-Undang Perbankan, Ps. 1 angka 7.
43
Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, cet. 2 (Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 2003), hlm. 228.
Universitas Indonesia
27
Universitas Indonesia
28
instrumen pasar uang yang dapat ditransaksikan oleh pelaku pasar uang juga
diharapkan mampu mendorong efisiensi pendanaan dan menjadi salah satu
sumber pembiayaan ekonomi nasional.46 Sehingga saat ini pengaturan mengenai
sertifikat deposito terdapat pada:
1) POJK No. 10 /POJK.03/2015 tentang Penerbitan Sertifikat Deposito Oleh
Bank.
2) SEOJK No. 41 /SEOJK.03/2016 tentang Tata Cara Penerbitan Sertifikat
Deposito.
3) PBI No. 19/2/PBI/2017 tentang Transaksi Sertifikat Deposito di Pasar
Uang.
4) Fatwa DSN MUI No: 97/DSN-MUI/XII/2015 tentang Sertifikat Deposito
Syariah.
46
Bank Indonesia, Peraturan Bank Indonesia tentang Transaksi Sertifikat Deposito di
Pasar Uang, PBI No. 19/2/PBI/2017 Tahun 2017, LN No. 50 Tahun 2017, TLN No. 6034,
Penjelasan Umum.
47
Otoritas Jasa Keuangan, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Penerbitan
Sertifikat Deposito Oleh Bank, POJK No. 10 /POJK.03/2015 Tahun 2015, LN. No. 164 Tahun
2015, TLN No. 5718, Penjelasan Umum.
Universitas Indonesia
29
21/48/KEP/DIR, tepatnya Pasal 2 ayat (2) dan ayat (3), sertifikat deposito hanya
dapat diterbitkan dalam rupiah dengan nilai nominal sekurang-kurangnya Rp
1.000.000,00 (satu juta rupiah), dengan jangka waktu sekurang-kurangnya 30
hari atau satu bulan, dan selama-lamanya 24 bulan.
Perbedaan-perbedaan tersebut sebagaimana terdapat dalam POJK terbaru
yaitu, sertifikat deposito dapat diterbitkan dalam bentuk warkat atau tanpa warkat
(scripless). 48 Untuk bank yang menerbitkan sertifikat deposito dalam bentuk
tanpa warkat wajib mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Otoritas Jasa
Keuangan.49 Sertifikat deposito juga dapat diterbitkan dalam rupiah atau valuta
asing, dengan nominal paling sedikit yaitu Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta
rupiah) atau ekuivalennya dalam valuta asing. 50 Suatu sertifikat deposito
memiliki tenor paling singkat satu bulan dan paling lama 36 bulan, 51 yaitu tiga
bulan, enam bulan, sembilan bulan, 12 bulan, 24 bulan atau 36 bulan.
Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) POJK Sertifikat Deposito, sertifikat deposito
dapat diterbitkan dalam bentuk warkat maupun tanpa warkat (scripless). Untuk
ketentuan mengenai persyaratan yang harus dipenuhi dalam penerbitan sertifikat
deposito dalam bentuk warkat maupun tanpa warkat, selanjutnya diatur dalam
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 41/SEOJK.03/2016 tentang Tata
Cara Penerbitan Sertifikat Deposito, antara lain:
1. Sertifikat Deposito dalam Bentuk Warkat
Sertifikat Deposito dalam bentuk warkat paling sedikit memuat:
a. tanda tangan pejabat bank yang berwenang;
b. pada halaman depan paling sedikit memuat informasi:
1) frasa "SERTIFIKAT DEPOSITO" dan "DAPAT
DIPERDAGANGKAN" yang ditulis dalam huruf kapital dan
berukuran besar;
2) nomor seri warkat dan nomor rekening dalam penatausahaan di
bank;
3) nama bank, jenis kantor bank, dan lokasi kantor bank;
4) nilai nominal sesuai mata uang yang digunakan;
5) tangal dan tempat penerbitan;
48
Ibid., Ps. 2 ayat (1).
49
Ibid., Ps. 3 ayat (2).
50
Ibid., Ps. 5 ayat (1).
51
Ibid., Ps. 5 ayat (2).
Universitas Indonesia
30
Nama: Nama:
Nomor identitas diri: Nomor identitas diri:
Tanda tangan: Tanda tangan:
dan
6) informasi mengenai pihak bank yang dapat dihubungi oleh
pemegang Sertifikat Deposito.
Universitas Indonesia
31
52
Otoritas Jasa Keuangan, Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan tentang. Tata Cara
Penerbitan Sertifikat Deposito, SEOJK No. 41 /SEOJK.03/2016 Tahun 2016, angka IV.
53
Otoritas Jasa Keuangan, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Penerbitan Sertifikat
Deposito, Ps. 2 ayat (2).
54
Ibid., angka I.
55
H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, hlm. 22.
Universitas Indonesia
32
Universitas Indonesia
33
57
Bank Indonesia, Peraturan Bank Indonesia Transaksi Sertifikat Deposito, Ps.3 ayat (1).
58
Ibid., Ps. 6 ayat (1).
59
Hermansyah, Hukum Perbankan, hlm. 43.
Universitas Indonesia
34
berasal dari masyarakat luas adalah dana yang berhasil dihimpun dari masyarakat
dalam bentuk simpanan. Simpanan dari masyarakat itu adalah dana yang
dipercayakan oleh masyarakat kepada bank berdasarkan perjanjian penyimpanan
dana dalam bentuk giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk
lainnya yang dipersamakan dengan itu.60
Fungsi untuk mencari dan menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan memegang peranan penting terhadap pertumbuhan suatu bank,
sebab volume dana yang berhasil dihimpun atau disimpan tentunya akan
menentukan pula volume dana yang dapat dikembangkan oleh bank tersebut
dalam bentuk penanaman dana yang menghasilkan, misalnya dalam bentuk
pemberian kredit, pembelian efek-efek, atau surat-surat berharga di pasar uang.61
Dalam rangka menyalurkan dan menghimpun dana dari masyarakat tersebut, bank
harus sedemikian rupa mengenal sumber-sumber dana yang terdapat di dalam
berbagai lapisan masyarakat yang berbeda. Menurut Thomas Suyatno, secara
garis besar sumber dana bagi sebuah bank dibagi menjadi tiga macam, yaitu:62
1) Dana yang bersumber dari bank sendiri
2) Dana yang berasal dari masyarakat luas.
3) Dana yang bersumber dari lembaga keuangan, baik berbentuk bank
maupun bukan bank.
Selain ketiga sumber diatas, terdapat satu sumber tambahan lagi yaitu dana
yang bersumber dari Bank Indonesia sebagai Bank Sentral. Dana yang bersumber
dari Bank Indonesia adalah dana yang dikucurkan oleh Bank Indonesia melalui
fasilitas kredit atau disebut juga kewajiban kepada bank sentral berupa kredit
likuiditas.
60
Ibid., hlm. 45.
61
Ibid., hlm. 43
62
Hermansyah, Hukum Perbankan, hlm. 44.
Universitas Indonesia
35
dibagikan kepada para pemegang saham. Sumber ini adalah dana murni yang
dimiliki bank yang telah ada sejak memulai kegiatan usahanya, bahkan sejak bank
tersebut memperoleh izin usaha dari Bank Indonesia. 63 Berdasarkan Pasal 5
Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 11/1/PBI/2009 tentang Bank Umum,
ditetapkan bahwa "modal disetor untuk mendirikan bank ditetapkan paling kurang
sebesar Rp 3.000.000.000.000,00 (tiga triliun rupiah)."64
Secara umum, modal bagi suatu bank mempunyai berbagai peran antara
lain:65
• Sebagai sumber dana yang paling awal untuk membiayai kebutuhan
kegiatan bank yang bersangkutan sebelum mampu mengumpulkan dana
pihak ketiga.
• Sebagai bagian dari sumber likuiditas usaha.
• Sebagai alat untuk mengukur kepercayaan masyarakat terhadap bank.
• Sebagai ukuran kemampuan bank untuk menyerap kerugian.
Modal disetor yang berasal dari pemegang saham dapat dikatakan bersifat tetap,
dalam arti selamanya akan tetap mengendap dalam bank dan tidak akan mudah
ditarik begitu saja oleh penyetornya. Pemilik modal tersebut adalah para
pemegang saham baik dalam bentuk saham biasa maupun saham preference.66
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dana dari saham ini antara lain:67
• Dana tersebut akan tertanam sepanjang masa di dalam bank yang
bersangkutan.
• Pemilik dana (pemegang saham) mempunyai hak untuk mengontrol
jalannya usaha.
• Besar kecilnya deviden yang dibagikan akan tergantung pada besar
kecilnya laba yang diperoleh oleh bank yang bersangkutan.
63
Ibid., hlm. 45.
64
Bank Indonesia, Peraturan Bank Indonesia tentang Bank Umum, PBI No.
11/1/PBI/2009, LN No. 27 Tahun 2009, TLN No. 4976, Ps. 5.
65
Teguh Pudjo Muljono, Bank Budgeting: Profit Planning & Control (Yogyakarta:
BPFE-Yogyakarta, 1996), hlm. 180.
66
Ibid., hlm. 150.
67
Ibid.
Universitas Indonesia
36
• Nilai saham yang dimiliki pemodel akan dapat naik turun sesuai dengan
perkembangan dan kemajuan usaha dari masing-masing bank yang
bersangkutan. Selisih harga pasar dengan nilai nominal dalam struktur
rekening modal masuk ke dalam kelompok agio saham.
a. Giro
Berdasarkan Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
(UU Perbankan), giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap
saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sara perintah lainnya atau dengan
pemindahbukuan.70 Dari pengertian tersebut ada dua hal yang perlu diperhatikan
tentang giro, yaitu:71
• Penarikan giro dapat dilaksanakan setiap saat. Hal ini berarti penyimpan
dapat melakukan penarikan simpanan dalam bentuk giro setiap saat selama
kantor kas bank buka,
68
Hermansyah, Hukum Perbankan, hlm. 45.
69
Ibid., hlm. 45-46.
70
Indonesia, Undang-Undang Perbankan, Ps. 1 angka 6.
71
Hermansyah, Hukum Perbankan, hlm. 46.
Universitas Indonesia
37
b. Deposito
Berdasarkan Pasal 1 angka 7 UU Perbankan, deposito adalah simpanan
yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu menurut perjanjian
antara nasabah penyimpan dengan bank. 73 Sesuai dengan namanya sebagai
simpanan berjangka maka bentuk deposito ini juga dapat dibedakan dengan
jangka waktu jatuh temponya. 74 Masing-masing bank mempunyai pembagian
jangka waktu yang berbeda-beda tetapi pada umumnya jangka waktu tersebut
diatur dalam bentuk 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, 1 tahun, dan 2 tahun. Dari
pengertian tersebut ada dua hal yang perlu diperhatikan tentang deposito, yaitu:75
• Penarikan deposito hanya dapat ditarik atau diuangkan pada saat jatuh
temponya oleh pihak yang namanya tercantum dalam bilyet deposito. Oleh
karena itu, deposito disebut juga simpanan atas nama.
• Cara penarikannya harus menunggu sampai dengan waktu yang tertuang
dalam perjanjian deposito telah jatuh tempo, maka deposan dapat menarik
deposito tersebut atau memperpanjang dengan suatu waktu yang
diinginkannya. Apabila deposito ditarik atau diuangkan sebelum waktu
jatuh tempo, maka bank akan mengenakan penalti kepada deposan dan hak
72
Teguh Pudjo Muljono, Bank Budgeting, hlm. 155.
73
Indonesia, Undang-Undang Perbankan, Ps. 1 angka 7.
74
Teguh Pudjo Muljono, Bank Budgeting, hlm. 155.
75
Hermansyah, Hukum Perbankan, hlm. 47.
Universitas Indonesia
38
c. Sertifikat Deposito
Berdasarkan Pasal 1 angka 8 UU Perbankan, sertifikat deposito adalah
simpanan dalam bentuk deposito yang sertifikat bukti penyimpanannya dapat
dipindahtangankan.78 Dari pengertian tersebut ada dua hal yang perlu diperhatikan
tentang sertifikat deposito, yaitu:
• Penarikannya sama dengan deposito, namun berbentuk deposito
bersertifikat. Apabila deposito berjangka diterbitkan atas nama, maka
sertifikat deposito diterbitkan atas unjuk.79
• Dapat dipindahtangankan sesuai dengan definisi, dan penerbitannya yang
berbentuk atas unjuk. Sehingga bukti kepemilikan sertifikat deposito dapat
dipindahtangankan kepada pihak lain. Dengan modifikasi menjadi warkat
atas unjuk dan dapat diperjualbelikan ini akan memberikan keluwesan
bagi para deposan untuk mencairkan di cabang lain atau di kota lain, serta
apabila sewaktu-waktu memerlukan dana tidak perlu menunggu sampai
deposito dimilikinya jatuh tempo terlebih dahulu.80
76
Teguh Pudjo Muljono, Bank Budgeting, hlm. 156.
77
Ibid.
78
Indonesia, Undang-Undang Perbankan, Ps. 1 angka 8.
79
Hermansyah, Hukum Perbankan, hlm. 48.
80
Teguh Pudjo Muljono, Bank Budgeting, hlm. 156-157.
Universitas Indonesia
39
d. Tabungan
Berdasarkan Pasal 1 angka 9 UU Perbankan, tabungan adalah simpanan
yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang
disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan/atau alat lainnya
yang dipersamakan dengan itu. 82 Tabungan memiliki ciri di antara giro dan
deposito. Pada tabungan, dapat dilakukan penyetoran sewaktu-waktu dan
penarikan dananya oleh nasabah dengan tidak perlu memperhatikan jatuh
waktunya seperti pada deposito. Dari pengertian tersebut ada dua hal yang perlu
diperhatikan tentang tabungan, yaitu:83
• Penarikannya dengan syarat tertentu sesuai dengan perjanjian yang telah
disepakati oleh nasabah penyimpan dengan bank. Misalnya ada
persyaratan bahwa nasabah penyimpan dapat melakukan penarikan
simpanan setiap waktu baik dalam jumlah yang dibatasi atau tidak
dibatasi.
• Cara penarikannya dapat dilakukan langsung oleh nasabah penyimpan
dengan mengisi slip penarikan yang berlaku di bank yang bersangkutan,
atau dapat juga dengan tarikan langsung pada mesin-mesin atm yang
disediakan oleh bank. Namun penarikannya tidak dapat dilakukan
menggunakan cek, bilyet giro, maupun alat lainnya yang dipersamakan
dengan itu.
Dari sudut perbankan, biaya dana yang berasal dari tabungan ini juga
dapat digolongkan sebagai dana yang relatif mahal karena dapat ditarik sewaktu-
81
Ibid., hlm. 157.
82
Indonesia, Undang-Undang Perbankan, Ps. 1 angka 9.
83
Hermansyah, Hukum Perbankan, hlm. 49.
Universitas Indonesia
40
waktu. Namun lebih stabil dibanding dengan giro, tetapi lebih volatile dibanding
dengan deposito, karena segmen pasar penabung terutama diarahkan kepada
perorangan dan masyarakat luas.84
84
Teguh Pudjo Muljono, Bank Budgeting, hlm. 158.
85
Ibid., hlm. 54 - 55.
Universitas Indonesia
41
86
Ibid., hlm. 49.
87
Ibid., hlm. 50-53.
Universitas Indonesia
42
Universitas Indonesia
BAB 3
PENGGUNAAN SERTIFIKAT DEPOSITO SEBAGAI SUMBER DANA
PERBANKAN
Universitas Indonesia
44
Kredit berarti kepercayaan, yaitu keyakinan dari si pemberi (dalam hal ini
yaitu pihak bank) bahwa prestasi yang diberikannya dalam bentuk uang akan
diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu. Prestasi yang wajib dilakukan
oleh si peminjam atas kredit yang diberikan kepadanya adalah tidak semata-mata
melunasi utangnya, tetapi juga disertai dengan bunga sesuai dengan perjanjian
yang telah disepakati sebelumnya.
Berkaitan dengan pengertian kredit tersebut, menurut ketentuan Pasal 1
angka 5 PBI Nomor 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum,
yang dimaksud dengan kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-
meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam
untuk melunasi utang setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga
termasuk:5
a. Cerukan (overdraft), yaitu saldo negatif pada rekening giro nasabah yang
tidak dapat dibayar lunas pada akhir hari.
b. Pengambilalihan tagihan dalam rangka kegiatan anjak piutang.
c. Pengambilalihan atau pemberian kredit pada pihak lain.
Kredit bagi setiap bank mempunyai arti yang strategis dalam
pengembangan usaha bank yang bersangkutan. Salah satunya adalah sebagai
sumber pendapatan bagi bank dengan adanya bunga kredit. Hal ini
memungkinkan setiap bank untuk dapat mengembangkan usahanya apabila kredit
yang diberikan berjalan dengan lancar. Selain itu pemberian kredit juga berfungsi
4
Indonesia, Undang-Undang Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1992 Tentang Perbankan, UU No. 10 Tahun 1998, LN. No. 182, TLN No. 3790, Ps. 1 angka 11.
5
Hermansyah, Hukum Perbankan, hlm. 58.
Universitas Indonesia
45
untuk menjaga solvabilitas suatu bank, sebab kredit merupakan salah satu bentuk
penyaluran dana bank yang terbesar.6
6
Teguh Pudjo Muljono, Bank Budgeting: Profit Planning & Control (Yogyakarta: BPFE-
Yogyakarta, 1996), hlm. 207.
7
Hermansyah, Hukum Perbankan, hlm. 60.
Universitas Indonesia
46
memberikan kredit tidak perlu menunggu terlebih dahulu harus mempunyai dana
yang cukup, tetapi dapat melakukan kerja sama dengan bank lain dalam
membiayai proyek-proyeknya. Oleh karena itu jenis-jenis kredit juga bisa
dibedakan atas dasar sumber dananya yang terdiri dari:8
a. Kredit dengan dana bank yang bersangkutan, yaitu kredit-kredit yang
sumber dana sepenuhnya berasal dari dana yang dihimpun oleh bank
tersebut,
b. Kredit konsorsium, yaitu apabila bank mendapatkan nasabah yang
memerlukan pembiayaan kredit dalam jumlah dana yang cukup besar.
Sedangkan di sisi bank itu sendiri sudah menghadapi keterbatasan dana
atau limitnya. Maka bank tersebut dapat melakukan kerja sama dalam
pembiayaan kredit tersebut dengan beberapa bank. Dalam kredit
konsorsium ini, perlu ditetapkan bank mana yang akan bertindak sebagai
ketua konsorsium dan bank-bank mana yang akan menjadi anggota, serta
perlu pula dirumuskan masing-msaing tugas dan kewajiban sebagai
anggota maupun ketua.
c. Kredit sindikasi, yaitu untuk proyek-proyek yang perlu pembiayaan kredit
yang sangat besar dan dalam rangka penyebaran risiko yang luas maka
perlu didukung sumber dana dari bank yang semakin banyak dibandingkan
dengan model konsorsium. Oleh karena itu perlu dibentuk pembiayaan
bersama yang lebih besar, lebih luas, dan lebih terorganisr dalam kredit
sindikasi. Kredit sindikasi ditinjau dari asal pembiayaannya dapat
dibedakan menjadi offshore loan dan onshore loan. Offshore loan adalah
pinjaman yang pembiayaannya berasal dari luar negeri, sedangkan onshore
loan adalah pinjaman yang dananya berasal dari negara debitur sendiri.9
Pembagian tugas dalam organisasi sindikasi di antara bank-bank tersebut
mungkinn ada beberapa tingkatan antara lain:
• Management group, yaitu bank yang bertindak selaku pengelola
kredit.
8
Teguh Pudjo Muljono, Bank Budgeting, hlm. 228 - 230.
9
Iswahjudi A. Karim, Kredit Sindikasi (Jakarta: KarimSyah Law Firm, 2005), hlm. 1.
Universitas Indonesia
47
• Lead Bank, yaitu bank yang menjadi pemasok terbesar dana yang
dipakai untuk sindikasi.
• Co Manager, yaitu anggota sindikasi yang menyediakan dananya lebih
besar dibandingkan dengan bank-bank lainnya dalam meminta
kedudukan dalam sindikasi tersebut mendapatkan perbedaan
perlakuan.
• Agent Bank, yaitu bank yang menyediakan diri dalam keanggotaan
sindikasi untuk ditunjuk sebagai pelaksana teknis operasionil dari
manajemen.
• Member Bank, yaitu anggota sindikasi yang bertugas semata-mata
menjadi penyedia dana.
Universitas Indonesia
48
12
Bank Indonesia, Peraturan Bank Indonesia tentang Perubahan Atas Peraturan Bank
Indonesia Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum, PBI No.
8/13/PBI/2006 Tahun 2006, LN. No. 70 Tahun 2006, TLN. No. 4639, Ps. 1 angka 2.
13
Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, cet. 2 (Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 2003), hlm. 252.
Universitas Indonesia
49
14
Mahdi Mahmudy, Pasar Uang Rupiah: Gambaran Umum, (Jakarta: Bank Indonesia,
2005), hlm. 1.
15
Ibid., hlm. 2.
Universitas Indonesia
50
16
Wawancara dengan Bapak Mario Simatupang dan Ibu Tira Nitria, Manager
Department of Financial Market Development dan Analyst Money Market Development &
Regulation Division Department of Financial Market Development Bank Indonesia, tanggal 19
Juni 2017.
17
Mahdi Mahmudy, Pasar Uang Rupiah, hlm. 5.
18
Ibid., hlm. 7-8.
19
Gantiah Wuryandai, et. al., "Pengelolaan Dana dan Likuiditas Bank" Buletin Ekonomi
Moneter dan Perbankan (Januari 2014), hlm. 250.
20
Bank Indonesia, Peraturan Bank Indonesia Tentang Pasar Uang, PBI No.
18/11/PBI/2016 Tahun 2016, LN No. 148, TLN No. 5909, Ps. 1 angka 2.
Universitas Indonesia
51
Universitas Indonesia
52
deposito, dan instrumen lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, termasuk
berdasarkan prinsip syariah.22 Instrumen pasar uang yang diperdagangkan dalam
pasar uang di Indonesia saat ini adalah diantaranya, Promes, commercial paper
(CP), sertifikat Bank Indonesia (SBI), repurchase agreement (Repo), banker's
acceptance (BA), surat perbendaharaan negara (SPN), Sertifikat Deposito (NCD),
dan Pasar Uang Antar Bank (PUAB).
a. Promes
Promes adalah surat sanggup bayar dalam jumlah, tanggal, dan jangka
waktu tertentu yang diterbitkan oleh yang terhutang (issuer). Warkat promes di
samping digunakan sebagai instrumen pasar uang antar bank, juga dapat
digunakan sebagai jaminan tambahan dari nasabah debitur atas setiap penarikan
kredit yang dilakukan. Pengaturan mengenai promes masih tunduk kepada Pasal
174 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD).23
22
Bank Indonesia, Peraturan Bank Indonesia Tentang Pasar Uang, Ps. 1 angka 7.
23
Mahdi Mahmudy, Pasar Uang Rupiah, hlm. 38.
24
Ibid., hlm. 16.
25
Ibid.
Universitas Indonesia
53
26
Ibid., hlm. 39.
27
Ibid., hlm. 42.
Universitas Indonesia
54
waktu pendek, dan diperdagangkan dengan sistem diskonto.28 Saat ini BI tengah
mempersiapkan peraturan terbaru mengenai CP untuk mendorong korporasi baik
sektor keuangan maupun non keuangan untuk memanfaatkan sumber dana jangka
pendek di luar fasilitas kredit perbankan.
28
Ibid., hlm. 45 - 46.
29
Ibid., hlm. 47 - 48.
30
Ibid., hlm. 16
31
Bank Indonesia, Surat Edaran Bank Indonesia perihal Perubahan Kedua Surat Edaran
Bank Indonesia Nomor 16/23/DPM tanggal 23 Desember 2014 perihal Operasi Pasar Terbuka,
SEBI No. 17/12/DPM, Butir I.A angka 12.
Universitas Indonesia
55
32
Nanang Hendarsah, Tayangan PBI Transaksi Sertifikat Deposito (Jakarta: Bank
Indonesia, 2017), dipresentasikan di Bank Indonesia pada 22 Maret 2017.
33
Mahdi Mahmudy, Pasar Uang Rupiah, hlm. 5.
Universitas Indonesia
56
34
Otoritas Jasa Keuangan, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Penerbitan
Sertifikat Deposito Oleh Bank, Ps. 18.
35
Bank Indonesia, Peraturan Bank Indonesia tentang Transaksi Sertifikat Deposito di
Pasar Uang, PBI No. 19/2/PBI/2017 Tahun 2017, LN No. 50 Tahun 2017, TLN No. 6034, Ps. 1
angka 6.
Universitas Indonesia
57
Universitas Indonesia
58
transaksi sertifikat deposito wajib memperoleh izin dari Bank Indonesia.40 Bank
Indonesia juga mempersyaratkan kustodian yang bertindak sebagai penatausahaan
sertifikat deposito yang ditransaksikan di pasar uang, wajib memperoleh izin.41
PBI Transaksi Sertifikat Deposito ini juga memberikan rambu-rambu
dalam mentransaksikan sertifikat deposito yang memenuhi kriteria dapat
diperdagangkan di pasar uang tersebut. Ketentuan mengenai transaksi sertifikat
deposito tercantum dalam Pasal Pasal 8 yang berisi sebagai berikut:
(1) Transaksi Sertifikat Deposito dilakukan secara langsung atau melalui
perantara pelaksanaan transaksi.
(2) Penyelesaian Transaksi Sertifikat Deposito sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus dilakukan paling lama 5 (lima) hari kerja setelah
transaksi (t+5).
(3) Penghitungan hari kerja Transaksi Sertifikat Deposito menggunakan
konvensi penghitungan hari (day-count convetion) yaitu Actual/360.
(4) Penghitungan harga dalam Transaksi Sertifikat Deposito dapat
mengacu pada suku bunga acuan yang berlaku secara umum di Pasar
Uang.42
40
Ibid., Ps. 7 ayat (1).
41
Ibid., Ps. 7 ayat (2).
42
Ibid., Ps. 8.
43
Bank Indonesia, "Tanya Jawab Peraturan Bank Indonesia No. 19/2/PBI/2017 tentang
Transaksi Sertifikat Deposito di Pasar Uang" http://www.bi.go.id/id/peraturan/moneter/Pages/
pbi_19217.aspx, diakses 10 Mei 2017.
44
Ibid.
Universitas Indonesia
59
mengalami gagal dalam penyerahan dana atau efek yang menyebabkan transaksi
yang telah disepakati menjadi tidak dapat diselesaikan sehingga mengganggu
kredibilitas pasar uang.45
Mengenai pendalaman pasar uang, dalam kaitannya dengan transaksi
sertifikat deposito pada ayat 4 diatas, BI juga turut mendorong peran penggunaan
suku bunga acuan Jakarta Interbank Offered Rate (JIBOR) untuk mata uang
Rupiah dan London Interbank Offered Rate (LIBOR) untuk mata uang valuta
asing. JIBOR dipilih sebagai reference rate untuk mengetahui arah
perkembangan suku bunga bagi pelaku pasar uang dan menjadi acuan bagi bank
dalam menentukan suku bunga pada saat penerbitan sertifikat deposito,
sebagaimana terdapat pada Penjelasan Pasal 8 ayat (4) PBI Transaksi Sertifikat
Deposito. Pada hakekatnya, JIBOR merupakan hasil rata-rata tertimbang suku
bunga dari bank-bank yang dipilih berdasarkan keaktifan mereka di pasar uang.46
45
Ibid.
46
Mahdi Mahmudy, Pasar Uang Rupiah, hlm. 57.
Universitas Indonesia
60
0.35%
23.61% Giro
Tabungan
Deposio On Call
44.90%
Deposito
29.52% Sertifikat Deposito
1.62%
Grafik 2: Distribusi Total Simpanan Berdasarkan Jenis Simpanan Periode April 201747
47
Data diolah dari: Lembaga Penjamin Simpanan, Distribusi Simpanan Bank Umum
Periode April 2017 (Jakarta: Lembaga Penjamin Simpanan, 2017), hlm. 6.
48
Wawancara dengan Ibu Esti Dwi Utami, Staff Departemen Penelitian dan Pengaturan
Perbankan Otoritas Jasa Keuangan, tanggal 14 Juni 2017.
49
Ibid.
Universitas Indonesia
61
Dana yang telah dikumpulkan oleh bank dari memiliki berbagai macam
fungsi, salah satunya adalah sebagai alat pembayaran kegiatan usaha bank.
Penentuan besar kecilnya dana yang harus dikumpulkan di dalam bank
dipengaruhi oleh fungsi dana dana tersebut. Sebagai alat pembayaran kegiatan
usaha, pemakaian dana ke dalam assets dilakukan secara langsung sesuai dengan
jangka waktu atau maturity gap pengelompokan dana yang dapat digambarkan
pada skema berikut.
Gambar 1: Skema Pengelompokan Alokasi Dana Sesuai Jangka Waktu Sumber Dana
Bank50
50
Teguh Pudjo Muljono, Bank Budgeting, hlm. 174.
51
Ibid., hlm. 174 - 175.
Universitas Indonesia
62
52
Ibid., hlm. 175.
53
Wawancara dengan Bapak Mario Simatupang dan Ibu Tira Nitria, Manager
Department of Financial Market Development dan Analyst Money Market Development &
Regulation Division Department of Financial Market Development Bank Indonesia, tanggal 19
Juni 2017.
Universitas Indonesia
63
54
Otoritas Jasa Keuangan, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Penerbitan
Sertifikat Deposito Oleh Bank, POJK No. 10 /POJK.03/2015 Tahun 2015, LN. No. 164 Tahun
2015, TLN No. 5718, Penjelasan Umum.
55
Ibid., Ps. 2 ayat (1).
Universitas Indonesia
64
56
Nanang Hendarsah, Tayangan PBI Transaksi Sertifikat Deposito (Jakarta: Bank
Indonesia, 2017), dipresentasikan di Bank Indonesia pada 22 Maret 2017.
Universitas Indonesia
65
6%
2%
Bank
Dana Pensiun
Lainnya
92%
Pada grafik diatas, tampak Dana Pensiun menjadi lembaga keuangan selain Bank
yang menempatkan investasi tertinggi pada sertifikat deposito.
Berdasarkan definisinya, Dana Pensiun adalah badan hukum yang
mengelola dan menjalankan program yang menjanjikan manfaat pensiun. 58
Indikator pertumbuhan industri Dana Pensiun diantaranya terlihat dari
pertumbuhan aset, investasi, dan peserta yang terus bertambah. Pilihan untuk
berinvestasi bagi dana pensiun, adalah pilihan yang tepat untuk memaksimalkan
nilai portofolio aset mereka.59
Terlebih lagi Otoritas Jasa Keuangan telah mengatur mengenai investasi
dana pensiun dalam POJK Nomor 3/POJK.05/2015. Dalam peraturan tersebut,
telah ditentukan jenis investasi yang dapat dipilih oleh dana pensiun pada Pasal 2
ayat (1) POJK yang menyebutkan bahwa:
Dana Pensiun dilarang menempatkan investasi, kecuali pada jenis
investasi sebagai berikut:
a. tabungan pada Bank;
b. deposito on call pada Bank;
c. deposito berjangka pada Bank;
d. sertifikat deposito pada Bank;
e. surat berharga yang diterbitkan oleh Bank Indonesia;
57
Ibid,
58
Indonesia, Undang-Undang tentang Dana Pensiun, UU No. 11 Tahun 1992, LN No.
37, TLN No. , Ps. 1 angka 1.
59
Jumahardi, "Analisis Pemanfaatan Dana Pensiun Sebagai Alternatif Pembiayaan
Infrastruktur," Tesis Magister Universitas Indonesia, Jakarta, 2013.
Universitas Indonesia
66
60
Otoritas Jasa Keuangan, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Investasi Dana
Pensiun, POJK Nomor 3/POJK.05/2015 Tahun 2015, LN No. 82 Tahun 2015, Ps. 2 ayat (1).
Universitas Indonesia
67
meningkat dengan sangat pesat. Untuk lebih jelasnya, grafik di bawah ini
menunjukkan jumlah investasi Dana Pensiun pada sertifikat deposito mulai dari
April 2016 sampai dengan April 2017.
1600 1507
1400 1517
1200 1074
1076
1000 1046
851 857
728
800 838
723 734 Investasi Serti5ikat
600
Deposito
400
200
34 24
0
61
Data Diolah dari: Otoritas Jasa Keuangan, Statistik Dana Pension Periode April 2017
(Jakart: Otoritas Jasa Keuangan, 2017), Tabel 9.
Universitas Indonesia
68
agar penerbitan sertifikat deposito tidak dilakukan secara retail.62 Maka dari itu,
terdapat beberapa lembaga keuangan yang diyakini dapat menjadi investor pada
sertifikat deposito seperti halnya Dana Pensiun, yaitu diantaranya Perusahaan
Asuransi, BPJS, Manajer Investasi, Korporasi, dan Investor Asing.
62
Wawancara dengan Bapak Mario Simatupang dan Ibu Tira Nitria, Manager
Department of Financial Market Development dan Analyst Money Market Development &
Regulation Division Department of Financial Market Development Bank Indonesia, tanggal 19
Juni 2017.
63
Nanang Hendarsah, Tayangan PBI Transaksi Sertifikat Deposito (Jakarta: Bank
Indonesia, 2017), dipresentasikan di Bank Indonesia pada 22 Maret 2017.
Universitas Indonesia
69
Untuk mencapai target sesuai dengan skema diatas, hal yang ingin dicapai
terlebih dahulu adalah pasar sertifikat deposito yang semakin berkembang
sehingga dapat bersaing dengan produk simpanan bank lainnya. Bila kita
bandingkan dengan produk simpanan lainnya, terdapat beberapa manfaat dalam
penggunaan sertifikat deposito diantaranya:64
a. Mendorong pendalaman pasar uang melalui peningkatan variasi instrumen
pengelolaan likuiditas perbankan.
Pasar keuangan yang likuid dan efisien turut membantu Bank Indonesia
dalam mencapai dan menjaga kestabilan nilai rupiah. Untuk mencapainya
dibutuhkan pengembangan instrumen pasar uang berupa sertifikat
deposito, sehingga memberikan fleksibilitas pengelolaan likuiditas pelaku
pasar uang, dan mendorong pembiayaan ekonomi nasional.
64
Ibid.
Universitas Indonesia
70
65
Wawancara dengan Bapak Mario Simatupang dan Ibu Tira Nitria, Manager
Department of Financial Market Development dan Analyst Money Market Development &
Regulation Division Department of Financial Market Development Bank Indonesia, tanggal 19
Juni 2017.
66
Ibid.
Universitas Indonesia
BAB 4
PERMASALAHAN HUKUM YANG TIMBUL DALAM PENGGUNAAN
SERTIFIKAT DEPOSITO
1
Bank Indonesia, Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia tentang Penerbitan Sertifikat
Deposito oleh Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank, SKDBI No. 21/48/KEP/DIR Tahun
1988, Ps. 1 huruf c.
2
Indonesia, Undang-Undang Tentang Perbankan, UU No. 7 Tahun 1992, LN. No. 31
Tahun 1992, TLN No. 34721, Ps. 1 angka 9.
3
Indonesia, Undang-Undang Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1992 Tentang Perbankan, UU No. 10 Tahun 1998, LN. No. 182 Tahun 1998, TLN No. 3790, Ps. 1
angka 8.
Universitas Indonesia
71
4
Otoritas Jasa Keuangan, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Penerbitan
Sertifikat Deposito Oleh Bank, POJK No. 10 /POJK.03/2015 Tahun 2015, LN. No. 164 Tahun
2015, TLN No. 5718, Ps. 1 angka 3.
5
Bank Indonesia, Peraturan Bank Indonesia tentang Transaksi Sertifikat Deposito di
Pasar Uang, PBI No. 19/2/PBI/2017 Tahun 2017, LN No. 50 Tahun 2017, TLN No. 6034, Ps. 1
angka 5.
6
Teguh Pudjo Muljono, Bank Budgeting: Profit Planning & Control (Yogyakarta: BPFE-
Yogyakarta, 1996), hlm. 156.
Universitas Indonesia
72
7
Wawancara dengan Ibu Esti Dwi Utami, Staff Departemen Penelitian dan Pengaturan
Perbankan Otoritas Jasa Keuangan, tanggal 14 Juni 2017.
8
Ibid.
9
Indonesia, Undang-Undang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992
Tentang Perbankan, Ps. 1 angka 10.
Universitas Indonesia
73
berharga terlebih lagi kriterianya.10 Dalam melihat suatu produk sebagai surat
berharga, apabila tidak terdapat definisi mengenai surat berharga, maka akan kita
tinjau dari segi sejarahnya terlebih dahulu. Pembahasan di bawah ini adalah
mengenai sejarah penerbitan sertifikat deposito.
Universitas Indonesia
74
14
U.S. Department of the Treasury, “The Negotiable CD," diakses 19 Juni 2017.
15
Ibid.
16
Ibid.
Universitas Indonesia
75
17
Bruce J. Summer, "Negotiable Certificates of Deposit," hlm. 9
18
U.S. Department of the Treasury, “The Negotiable CD," diakses 19 Juni 2017.
19
Ibid.
20
Nila Permata Supomo, et. al, "Pendayagunaan Sertifikat Deposito sebagai Instrumen
Pasar Uang di Indonesia," (paper disampaikan pada Pendidikan Calon Pegawai Muda Bank
Indonesia, Jakarta, 1987), hlm. 6.
Universitas Indonesia
76
menarik bagi kalangan bisnis, serta menciptakan efek multiplaier bagi mekanisme
lalu lintas moneter dan perbankan.21
Ketentuan lain tentang Sertifikat Deposito terutama menyangkut periode
perdagangannya yang minimal selama 15 hari dengan nilai nominal yang tidak
dibatasi pada awal penerbitan Sertifikat Deposito yang mulai berlaku sejak tahun
1971 untuk operasional. Sampai tahun 1983, terdapat 16 bank umum yang ikut
berpartisipasi menerbitkan Sertifikat Deposito ini, yakni terdiri atas 5 bank
pemerintah dan 11 bank-bank asing. Setelah Deregulasi Perbankan 1 Juni 1983
jumlah bank-bank yang menerbitkan Sertifikat Deposito meningkat menjadi 22
buah bank. Bank Umum Swasta Nasional (BUSN) dalam hal ini mulai pula turut
aktif dalam menerbitkan Sertifikat Deposito tersebut, yakni sebanyak 6 buah bank
swasta.22
Dari sisi nilai nominal yang dikeluarkan, pada mulanya Bank Indonesia
tidak pernah menetapkan jumlah minimal atau maksimal dari surat beharga
Sertifikat Deposito yang diterbitkan oleh bank penyelenggara. Bank
penyelenggara diberi kebebasan untuk mengeluarkan Sertifikat Depositonya
sesuai dengan nilai transaksi yang dibutuhkan dan disepakati oleh nasabahnya.
Akan tetapi sejak akhir tahun 1985, Bank Indonesia mengeluarkan ketentuan baru
tentang jumlah nilai nominal Sertifikat Deposito yang dikeluarkan atau diterbitkan
oleh bank-bank penyelenggara. Nilai nominal Sertifikat Deposito sejak saat itu
ditetapkan sebesar Rp 5 Juta (lima juta rupiah) untuk setiap lembar. Ketentuan
tentang jumlah minimal dari setiap lembar Sertifikat Deposito tersebut kembali
mengalami perubahan pada bulan April 1987 ini. Direksi Bank Indonesia
mengeluarkan ketentuan baru sehingga nominal yang diperkenankan menjadi
sebesar Rp 1 juta (satu juta rupiah).23
Pada saat ini, peraturan mengenai nominal penerbitan sertifikat deposito
terus mengalami perubahan hingga berdasarkan Pasal 5 ayat (1) POJK Penerbitan
Sertifikat Deposito terbaru menetapkan bahwa "Nominal Sertifikat Deposito
21
Ibid., hlm. 6.
22
Ibid., hlm. 11.
23
Ibid., hlm. 16.
Universitas Indonesia
77
24
Otoritas Jasa Keuangan, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Penerbitan
Sertifikat Deposito, Ps. 5 ayat (1).
25
Wawancara dengan Bapak Mario Simatupang dan Ibu Tira Nitria, Manager
Department of Financial Market Development dan Analyst Money Market Development &
Regulation Division Department of Financial Market Development Bank Indonesia, tanggal 19
Juni 2017.
Universitas Indonesia
78
26
H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, hlm. 192.
27
Ibid.
Universitas Indonesia
79
Universitas Indonesia
80
tercantum dalam akta tersebut. Jadi, akta itu merupakan tanda bukti
adanya perikatan atau utang dari si penandatangan. Utang yang dimaksud
di sini adalah perikatan yang harus ditunaikan oleh debitur. Sebaliknya
kreditur memiliki hak menuntut kepada debitur berdasarkan akta tersebut.
Suatu surat berharga merupakan salah satu dari dua macam, yaitu return
order (perintah untuk membayar) atau return promes (surat hutang).
b. Pembawa hak
Hak di sini ialah hak untuk menuntut sesuatu kepada debitur yang berarti
bahwa hak tersebut melekat pada akta surat berharga, seolah-olah menjadi
satu atau senyawa. Ini berarti, kalau akta itu hilang atau musnah, maka hak
menuntut juga turut hilang.
c. Mudah diperjualbelikan
Apapun nama yang diberikan, yang penting surat itu mudah
dipindahtangankan. Agar surat berharga itu mudah diperjualbelikan harus
diberi bentuk kepada pengganti (order) atau bentuk kepada pembawa
(bearer). Ada atau tidaknya kedua sifat tersebut di dalam suatu sudah
menjadi suatu standar internasional untuk menentukan surat berharga.34
Dengan mempertimbangkan unsur-unsur di atas, dapat kita bandingkan
dengan fungsi yang melekat pada sertifikat deposito agar menentukan
klasifikasinya. Pertama, dari segi substansinya, sertifikat deposito merupakan
surat utang karena terdapat dua pihak dalam penerbitannya, yaitu antara nasabah
yang membeli sertifikat deposito dan bank yang akan menyimpan uang nasabah
sampai dengan jangka waktu yang ditentukan.35 Kedua, sebagai pembawa hak,
apabila sertifikat deposito hilang maka, hak untuk mendapatkan pembayaran dari
bank juga turut hilang. Itulah mengapa saat ini, penerbitan sertifikat deposito telah
dapat dilakukan secara scripless. Salah satunya adalah untuk menghindari risiko
hilang dalam bentuk warkat. Ketiga, mengenai sifatnya yang mudah
dipindahtangankan, suatu sertifikat deposito dikenal sebagai produk simpanan
bank yang dapat dipindahtangankan. Apabila nasabah ingin mendapatkan
34
Wawancara dengan Ibu Yetty Komalasari Dewi, Staff Pengajar Hukum Surat Berharga
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, tanggal 20 Juni 2017.
35
Ibid.
Universitas Indonesia
81
36
Ibid.
37
Ibid.
38
Ibid.
39
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, cet. 8 (Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2014), hlm. 110.
40
Wawancara dengan Ibu Yetty Komalasari Dewi, Staff Pengajar Hukum Surat Berharga
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, tanggal 20 Juni 2017.
Universitas Indonesia
82
41
Yoke Reinata, "Efektivitas Scripless Trading di Pasar Modal," Tesis Magister
Universitas Indonesia, Jakarta, 2009.
42
Indonesia, Undang-Undang tentang Pasar Modal, UU No. 8 Tahun 1995, LN. No. 64
Tahun 1995, TLN. No. 3608. Ps. 55 ayat (1)
Universitas Indonesia
83
2) Penjelasan Pasal 55 ayat (1) UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal,
menyebutkan mengenai transaksi elektronik sebagai dikutip sebagai
berikut:
Yang dimaksud dengan cara lain dalam ayat ini antara lain adalah
penyelesaian Transaksi Bursa secara elektronik atau cara lain yang
mungkin ditemukan dan diterapkan di masa datang sesuai dengan
perkembangan teknologi.43
43
Ibid., Penjelasan Ps. 55 ayat (1)
44
Ibid., Ps. 56.
45
Ibid., Ps. 58.
46
Ibid., Ps. 63.
Universitas Indonesia
84
Universitas Indonesia
85
KSEI adalah agar dapat memfasilitasi pencatatan terhadap seluruh bank yang
menerbitkan, sehingga diperlukan suatu lembaga yang dapat dipercaya oleh
semua pihak untuk menatausahakan dan mencatat pemindahan maupun
penerbitannya.50 Penunjukan KSEI ini juga merupakan konsekuensi dari konsep
scripless tersebut, maka dicarilah suatu lembaga yang capable.51
Bagi bank yang ingin menerbitkan sertifikat deposito dalam bentuk
scripless yang nantinya akan didaftarkan pada KSEI, harus terlebih dahulu
memenuhi persyaratan yang terdapat dalam SEOJK No. 41/SEOJK.03/2016
tentang Tata Cara Penerbitan Sertifikat Deposito. Ketentuan ini terdapat pada poin
4 mengenai tata cara permohonan persetujuan penerbitan sertifikat deposito dalam
bentuk tanpa warkat, yang menyebutkan sebagai berikut:
Bank melakukan perjanjian kerjasama dalam pencatatan kepemilikan
Sertifikat Deposito dengan LPP yang paling sedikit memuat:
a. klausula bahwa LPP bertanggung jawab untuk menyediakan sistem
yang digunakan dalam mencatat dan memantau perubahan
kepemilikan;
b. klausula bahwa LPP menjamin daftar pemegang Sertifikat Deposito
yang disampaikan kepada bank yang menerbitkan Sertifikat Deposito
baik dalam bentuk informasi elektronik, dokumen elektronik, dan/atau
hasil cetaknya sesuai dengan pencatatan dan pemindahbukuan
Sertifikat Deposito pada LPP;
c. klausula bahwa pencatatan yang dilakukan oleh LPP untuk dan atas
nama bank;
d. klausula bahwa bank menyatakan nama dalam daftar pemegang
Sertifikat Deposito yang diterbitkan oleh LPP adalah pemilik Sertifikat
Deposito yang sah;
e. jangka waktu pelaksanaan kerjasama dan mekanisme
perpanjangannya;
f. syarat dan tata cara perubahan perjanjian;
g. kondisi dan tata cara penghentian perjanjian;
h. kerahasiaan data pemegang Sertifikat Deposito; dan
i. klausula mengenai keadaan kahar (force majeur) dan penyelesaian
sengketa.
50
Wawancara dengan Bapak Mario Simatupang dan Ibu Tira Nitria, Manager
Department of Financial Market Development dan Analyst Money Market Development &
Regulation Division Department of Financial Market Development Bank Indonesia, tanggal 19
Juni 2017.
51
Ibid.
Universitas Indonesia
86
Pada halaman web KSEI juga telah dicantumkan tata cara pendaftaran
sertifikat deposito yang dituliskan sebagai NCD (negotiable certificate of
52
deposit). Nantinya calon penerbit efek, yaitu bank, harus mengajukan
permohonan pendaftaran NCD melalui surat yang dapat diunduh pada halaman
tersebut. 53 Selanjutnya calon penerbit diharus mengikuti prosedur yang telah
disediakan beserta dengan melengkapi lampiran-lampiran lainnya yang
dibutuhkan. Sebagai bukti atas penerbitan sertifikat deposito tanpa warkat pada
KSEI, bank wajib menerbitkan Sertifikat Jumbo NCD yang akan disimpan di
KSEI sampai dengan berakhirnya jangka waktu penerbitan54
52
PT Kustodian Sentral Efek Indonesia, "Tata Cara Pendaftaran NCD di KSEI"
http://www.ksei.co.id/services/securities-registrations/negotiable-certificate-of-deposit, diakses 15
Juni 2017
53
Ibid.
54
Ibid.
55
Wawancara dengan Ibu Esti Dwi Utami, Staff Departemen Penelitian dan Pengaturan
Perbankan Otoritas Jasa Keuangan, tanggal 14 Juni 2017.
56
Ibid.
Universitas Indonesia
87
57
Bank Indonesia, Peraturan Bank Indonesia tentang Transaksi Sertifikat Deposito di
Pasar Uang, Ps. 8.
Universitas Indonesia
88
58
Bank Indonesia, Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia tentang Penerbitan Sertifikat
Deposito oleh Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank, SKDBI No. 21/48/KEP/DIR Tahun
1988, Ps. 2 ayat (2).
59
Bank Indonesia, Surat Edaran Bank Indonesia tentang Penerbitan Sertifikat Deposito
oleh Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank, SEBI No. 21/27/UPG Tahun 1988, Angka 3.1.
60
Ina Anggia, "Implikasi Yuridis Penerbitan Sertifikat Deposito (Negotiable Certificate
of Deposit/NCD) Dalam Mata Uang Dolar Amerika Serikat Oleh PT Bank Unibank TBK," Skripsi
Universitas Indonesia, Jakarta, 2006.
Universitas Indonesia
89
aturan yang jelas mengenai kewajiban penggunaan mata uang Rupiah dalam suatu
peraturan tertentu yang dibentuk dalam Undang-Undang maupun peraturan dari
otoritas yang berwenang. Padahal dalam SKDBI maupun SEBI Penerbitan
Sertifikat Deposito sudah ditegaskan bahwa sertifikat deposito harus diterbitkan
dalam mata uang Rupiah. Sehingga penerbitan sertifikat deposito oleh Unibank
pada masa tersebut, tidak sesuai dengan pengaturan Penerbitan sertifikat deposito
menurut ketentuan perbankan Indonesia.61
61
Ibid.
62
Kartini Laras Makmur, "BI Keluarkan Aturan Kewajiban Penggunaan Rupiah"
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5527bdc671422/bi-keluarkan-aturan-kewajiban-
penggunaan-rupiah, diakses 13 Juni 2017.
Universitas Indonesia
90
Sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) PBI Kewajiban Penggunaan Rupiah, setiap
pihak wajib menggunakan Rupiah dalam transaksi yang dilakukan di Wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia.63 Untuk mengetahui lebih lanjut cakupan
dari kata transaksi pada pasal tersebut, Pasal 2 ayat (2) menyebutkan bahwa:
Transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayarn;
b. penyelesaian kewajiban lainnya yang harus dipenuhi dengan uang dan/atau
c. transaksi keuangan lainnya.64
63
Bank Indonesia, Peraturan Bank Indonesia tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di
Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, PBI No. 17/3/PBI/2015 Tahun 2015, LN No. 70
Tahun 2015, TLN No. 5683, Ps. 2 ayat (1).
64
Ibid., Ps. 2 ayat (2)
65
Ibid., Ps. 4.
Universitas Indonesia
91
Universitas Indonesia
BAB 5
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan sebagaimana diuraikan diatas, maka didapatkan
beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Sebagai sumber dana perbankan melalui pengerahan dana dari masyarakat,
sertifikat deposito merupakan satu-satunya produk simpanan bank yang
bukti penyimpanannya dapat dipindahtangankan. Walaupun penarikan
sertifikat hanya dapat dilakukan pada saat habis jangka waktu menurut
perjanjian antara nasabah sekalu penyimpan dengan bank selaku
penerbitnya, sifatnya yang dapat dipindahtangankan dengan mudah
memberikan kebebasan kepada pemilik sertifikat deposito untuk
menjualnya sewaktu-waktu di pasar uang apabila sedang membutuhkan
pencairan dana sebelum jatuh tempo. Selain sifatnya sebagai produk
simpanan, sertifikat deposito juga diklasifikasikan sebagai instrumen pasar
uang yang membuatnya tunduk kepada peraturan-peraturan mengenai
pasar uang. Ketentuan mengenai transaksinya di pasar uang, diatur dalam
PBI No. 19/2/PBI/2017 tentang Transaksi Sertifikat Deposito di Pasar
Uang yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia dalam rangka menjadikan
pasar uang yang likuid dan efisien melalui peningkatan variasi
instrumennya. Ditambah lagi, saat ini Otoritas Jasa Keuangan telah
menerbitkan ketentuan terbaru mengenai penerbitan sertifikat deposito
yang tertuang dalam POJK No. 10/POJK.03/2015 tentang Penerbitan
Sertifikat Deposito oleh Bank. Peraturan ini memberikan kewenangan
kepada nasabah atau pembeli sertifikat deposito untuk menerbitkannya
secara tanpa warkat untuk mendorong percepatan dalam transaksinya.
POJK Penerbitan Sertifikat Deposito juga mengatur jangka waktu
sertifikat deposito hingga mencapai 36 bulan, yang merupakan tenor
paling lama bagi suatu produk simpanan bank jika dibandingkan dengan
produk lainnya seperti giro, tabungan, dan deposito. Sehingga penggunaan
Universitas Indonesia
93
B. Saran
Berikut merupakan saran-saran yang didapatkan oleh penulis dalam
penelitian ini:
1. Perlu adanya upaya dari perbankan untuk mempromosikan produk
sertifikat deposito agar dapat bersaing dengan produk simpanan bank
lainnya, terutama untuk mendorong pendanaan yang lebih efisien bagi
perbankan. Melihat saat ini produk simpanan berjangka seperti deposito
Universitas Indonesia
94
masih menjadi pilihan utama bagi sumber dana pihak ketiga bank, bukan
tidak mungkin sertifikat deposito dapat dijadikan pilihan bagi masyarakat
ditambah dengan kelebihannya yang dapat dipindahtangankan.
2. Hendaknya bank-bank lebih gencar dalam memperkenalkan produk
sertifikat deposito yang memenuhi karakteristik dapat ditransaksikan di
Pasar Uang kepada calon investor potensial sebagai opsi dalam
berinvestasi. Melihat peningkatan jumlah penerbitan sertifikat deposito
yang signifikan dari Dana Pensiun, bukan tidak mungkin hal ini dapat
menarik perhatian perusahaan-perusahaan lainnya untuk turut menerbitkan
sertifikat deposito.
3. Agar dapat mencapai pasar sertifikat deposito yang berkembang, maka
Bank Indonesia bersama-sama dengan Otoritas Jasa Keuangan harus
bersikap saling bahu-membahu dalam menerbitkan peraturan maupun
malkukan pengawasan terhadap produk sertifikat deposito. Hal ini dapat
dimulai dengan menyamakan sudut pandang dalam melihat sertifikat
deposito sebagai produk simpanan yang juga merupakan instrumen pasar
uang di saat yang bersamaan. Sehingga kebijakan yang dihasilkan terkait
dengan produk sertifikat deposito di kemudian hari dapat mendukung
tujuan dalam pengembangan pasar sertifikat deposito sehingga mampu
menjadi sumber pendanaan untuk pembiayaan nasional.
Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU
Emirzon, Joni. Hukum Surat Berharga dan Perkembangannya di Indonesia.
Jakarta: PT Prenhallindo, 2002.
Irawan, James Julianto. Surat Berharga: Suatu Tinjauan Yuridis dan Praktis.
Jakarta: Kencana, 2014.
Mamudji, Sri. et al. Metode Penelitian dan Penulisan Hukum. Jakarta: Badan
Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005.
Universitas Indonesia
95
B. JURNAL
Bruce J. Summer, "Negotiable Certificates of Deposit," Economic Review
Federal Reserve Bank of Richmond (Juli-Agustus 1980), Hlm. 9.
Wuryandai, Gantiah. et. al. "Pengelolaan Dana dan Likuiditas Bank," Buletin
Ekonomi Moneter dan Perbankan (Januari 2014), Hlm. 255.
C. SKRIPSI/TESIS
Anggia, Ina. "Implikasi Yuridis Penerbitan Sertifikat Deposito (Negotiable
Certificate of Deposit/NCD) Dalam Mata Uang Dolar Amerika Serikat
Oleh PT Bank Unibank TBK." Skripsi Universitas Indonesia, Jakarta,
2006.
Universitas Indonesia
96
D. MAKALAH
Supomo, Nila Permata. et. al, "Pendayagunaan Sertifikat Deposito sebagai
Instrumen Pasar Uang di Indonesia." Makalah disampaikan pada
Pendidikan Calon Pegawai Muda Bank Indonesia, Jakarta, 1987.
E. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Indonesia, Bank Indonesia, Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia tentang
Penerbitan Sertifikat Deposito oleh Bank dan Lembaga Keuangan
Bukan Bank, SKDBI No. 21/48/KEP/DIR Tahun 1988.
Universitas Indonesia
97
F. INTERNET
Makmur, Kartini Laras. "BI Keluarkan Aturan Kewajiban Penggunaan
Rupiah."http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5527bdc671422/bi
-keluarkan-aturan-kewajiban-penggunaan-rupiah, diakses 13 Juni 2017.
G. LAIN-LAIN
Hendarsah, Nanang. "Tayangan PBI Transaksi Sertifikat Deposito." Tayangan
disampaikan pada 22 Maret 2017.
Universitas Indonesia
LAMPIRAN 1 HASIL WAWANCARA DEPARTEMEN
PENGEMBANGAN PASAR KEUANGAN BANK INDONESIA
Apakah latar belakang penerbitan PBI Nomor 19/ 2 /PBI/2017 tentang Transaksi
Sertifikat Deposito?
BI sudah punya ketentuan sebelumnya, namun sudah tidak relevan dengan
perkembangan zaman. Kita melihat saat ini mulai tahun 2014, BI mendorong
pasar keuangan. Pasar keuangan kita sedikit tertinggal dibanding negara kawasan.
Mulai dikembangkan mengingat BI dalam kaitannya sebagai otoritas pertama
dalam kebijakan moneter, mengatur stabilitas pasar uang dan valas. Karena pasar
modal dibawah OJK, yaitu Bapepam dan Lembaga Keuangan, pasar uang dan
valas ada di bawah BI. Sertifikat deposito secara definisi ini, walau POJK
mengatur tiga tahun, namun lebih dekat ke Pasar Uang, dan dikecualikan dari
pasar modal. Tidak masuk definisi efek. Akhirnya diatur sendiri, sekaligus
mencabut ketentuan yang lama. Bedanya dengan POJK 2015, yaitu melihat
sertifikat deposito sebagai produk simpanan Bank. BI melihat sertifikat deposito
sebagai instrumen pasar uang. Ibaratnya ada overlapping pengaturan, fokusnya
memang berbeda. POJK keseluruhan, dari sisi sertifikat deposito sebagai produk
simpanan bank, Sisinya lebih mikro, apa bank cukup sehat/capable menerbitkan
sertifikat deposito. Sedangkan BI melihat, apakah suatu Bank dapat menerbitkan
instrumen pasar uang atau tidak. Bila melihat Pasal 18 juga memberikan delegasi
pada otoritas yang berwenang untuk mengatur mengenai transaksinya, yaitu BI.
Angle melihatnya cukup berbeda antara POJK dan PBI. Apabila melihat sebagai
99
Apabila mengacu pada SEBI 1988, diatur tegas bahwa sertifikat deposito adalah
surat berharga, apakah sampai sekarang BI masih menganggap sertifikat deposito
itu sebagai surat berharga?
Masih perlu waktu untuk menerima ini. Produk pasar uang ada bermacam-
macam. Kita melihat lagi pada sejarahnya, yaitu pada 1960, diterbitkan oleh
Citibank. Zaman dahulu, di Amerika ada kebijakan ekonomi capping suku bunga.
Sehingga bank-bank bersaing, karena ada tren penerbitan suku bunga. Penerbit-
penerbit obligasi tiap ada penerbitan yang baru, dapat melakukan pressing
terhadap suku bunga. Entah kenapa bank itu di capping, sehingga Citibank dapat
mengeluarkan suatu produk baru agar tidak kalah funding dari capital market.
Lahirlah sertifikat deposito, punya karakteristik sebagai surat berharga, namun
simpanan, diterbitkan dengan kupon dan mengikuti suku bunga. Namun ini surat
berharga memang harus dapat diperjual belikan? Sehingga Citibank melakukan
funding kepada broker untuk dapat mentransaksikan sertifikat deposito-nya.
Orang yang punya sertifikat deposito dapat menjual sewaktu-waktu produk
sertifikat deposito ini pada broker bila membutuhkan uang. Dari situlah sertifikat
deposito mulai populer sebagai simpanan yang dapat diperjual belikan. Di negara
Asia, Tiongkok dan Korea, sertifikat deposito sudah sangat populer. Outstanding
penerbitan sertifikat deposito di China mencapai 700 Miliar US Dollar, sehingga
lahir lagi pertanyaan ini simpanan atau surat berharga? Ada namanya hybird
100
Jadi Menurut Bank Indonesia, sertifikat deposito itu adalah surat berharga atau
bukan?
Tergantung dari segi mana apakah penerbit ataupun pembeli. Gak bisa
dua-duanya. Bagi pembeli, dicatat sebagai surat-surat berharga atau efek. Bagi
penerbit, dicatat sebagai produk simpanan. Ini lah terdapat perbedaannya. Investor
taunya ini dapat dipindahtangankan, namun sebagai simpanan tidak dapat
101
dipindahtangankan, dari segi akuntansi nya pun tergantung dari sisi mana
melihatnya. Fitur dipindahtangankannya menjadi tidak aktif, bila bank beli maka
ditempatkan pada penempatan pada bank yang lain, tidak sesuai, sehingga dari
segi investor tidak sesuai. Perspektif nya selama ini masih kebanyakan bersumber
dari penerbit, yaitu sebagai produk simpanan.
Tenor maksimal sertifikat deposito adalah 36 Bulan, sedangkan salah satu alasan
penerbitan PBI Transaksi Sertifikat Deposito adalah untuk memperbaiki tenor
mismatch penempatan kredit. Bukannya banyak sektor kredit yang memiliki
jangka waktu cukup panjang, apakah jangka waktu 36 bulan sudah cukup buat
sertifikat deposito?
Yang pertama, 36 bulan itu melanjutkan dari pengaturan penerbitan yang
dikeluarkan oleh OJK, untuk mengikuti. Sebenarnya yang diatur sama namun
perspektifnya saja yang berbeda. Mengapa 36 bulan, ya karena simpanan. Dilihat
dari perbankan, ekspertis dibayar mahal karena untuk mengelola likuiditas, skill
bank adalah menyalurkan dalam bentuk penempatan yang lebih panjang. Paling
yang tenornya panjang seperti kartu kredit, modal kerja, investasi dan lain-lain,
itulah skill perbankan. BI membantu dengan memberikan funding jangka panjang
dengan sertifikat deposito ini. Semakin semuanya pendek, semakin berisiko pada
102
Bank nya. Sertifikat deposito ini merupakan alternatif yang sedikit lebih baik,
karena orang tidak bisa kapanpun mencairkan dana. Berbeda dengan deposito,
dimana dapat sewaktu-waktu dicairkan namun deposan kena penalty dan tidak
dapat bunga dari depositonya. Intinya adalah bagaimana bank dapat mengelola
likuiditasnya, namun BI memberikan alternatif untuk funding yang lebih baik.
nominal yang besar. Untuk itu, BI mengatur adanya batasan minimum 10 Miliar
Rupiah, yaitu agar ketersediaan instrumen dan likuiditas yang terbentuk
mendorong terbentuknya pasar wholesale.
produk simpanan lain selain tabungan dan deposito yang sudah terlebih dahulu
ada. Hal ini juga menambah alternatif produk DPK sebagai sumber dana bagi
bank.
Dalam POJK tersebut juga menyebutkan CD kini dapat diterbitkan dalam bentuk
tanpa warkat (scripless) sedangkan selama ini CD dikenal dengan adanya bentuk
warkat yang diterbitkan oleh Bank. Apakah bukti kepemilikan yang dipegang oleh
nasabah selaku pemilik CD dalam bentuk tanpa warkat tersebut?
Sebagaimana diatur dalam POJK dan SEOJK Sertifikat Deposito,
mekanisme pemindahtanganan CD dilakukan melalui sistem dan ditatausahakan
di KSEI. Sehingga dengan kata lain, hanya yang memiliki sub rekening di KSEI
(terdaftar) yang dapat bertransaksi CD scripless.
Apakah benar penerbitan CD saat ini dapat mendorong efisiensi biaya bagi
sumber dana perbankan, jika dibandingkan dengan produk simpanan bank lainnya
seperti giro, tabungan, dan deposito?
Untuk menjawab pertanyaan ini, Ananda bisa menganalisis sendiri dari
sudut pandang Ananda sendiri. Misalnya dengan bechmarking ke beberapa
produk simpanan perbankan dan membandingkan bunga yang ditawarkan untuk
masing-masing produk simpanan tersebut. Semakin kecil bunga pada produk
simpanan, maka semakin kecil beban operasional yang ditanggung oleh bank.
LAMPIRAN 3 HASIL WAWANCARA PENGAJAR HUKUM SURAT
BERHARGA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA
sanggup. Itu adalah definisi secara sempit. Harusnya untuk definisi yang lebih
luas itu adalah diatur OJK, yang bertanggung jawab pada pasar modal.
Jadi sama aja, kita cukup berpegang pada kriteria, apabila tidak ada
definisinya maka kita uraikan dari kriteria. Seperti yang kamu jelaskan tadi mulai
dari sejarahnya, lalu fungsinya. Kan sudah jelas bahwa sertifikat deposito ini
merupakan alat bayar atau pinjaman. Misalnya, saya punya sertifikat deposito nih
berarti saya punya hak untuk meminta pembayaran, namun apabila belum jatuh
tempo, saya butuh pembayaran maka saya jual kepada pihak lain. Itulah
maksudnya sebagai credit devices. Kalau ini produk simpanan yang bukan surat
berharga, maka apa gunanya terdapat sifat yang mudah dipindahtangankan.
Kembali lagi harus ada dua magic word nya, yaitu order atau bearer. Kalau sudah
terpenuhi kedua magic word itu maka dengan mudah itu merupakan surat-surat
berharga atau negotiable instrument.