Skripsi Negotiable Certificate Deposit

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 124

UNIVERSITAS INDONESIA

TINJAUAN YURIDIS SERTIFIKAT DEPOSITO SEBAGAI


SUMBER DANA PERBANKAN

SKRIPSI

M. PRASTIETO IKHSAN
1306380973

FAKULTAS HUKUM
PROGRAM SARJANA
DEPOK
JULI 2017
UNIVERSITAS INDONESIA

TINJAUAN YURIDIS SERTIFIKAT DEPOSITO SEBAGAI


SUMBER DANA PERBANKAN

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk


memperoleh gelar Sarjana Hukum

M. PRASTIETO IKHSAN
1306380973

FAKULTAS HUKUM
PROGRAM SARJANA
DEPOK
JULI 2017

ii

iii

iv
ABSTRAK

Nama : M. Prastieto Ikhsan


NPM : 1306380973
Program Studi : Ilmu Hukum
Judul : Tinjauan Yuridis Sertifikat Deposito Sebagai Sumber
Dana Perbankan

Dalam menjalankan kegiatan usahanya, bank menerbitkan produk-produk


simpanan, yaitu salah satunya ialah sertifikat deposito. Sertifikat deposito
merupakan produk perbankan yang menawarkan simpanan dalam bentuk
deposito, namun dapat dipindahtangan dengan mudah oleh pemiliknya. Saat ini
penggunaan sertifikat deposito masih terhitung sangat rendah bila dibandingkan
dengan produk simpanan bank lainnya, padahal terdapat banyak keunggulan di
dalamnya. Selain simpanan bank, seritfikat deposito juga merupakan instrumen
yang dapat diperdagangkan di Pasar Uang. Dalam perkembangannya, sertifikat
deposito mengalami berbagai perubahan, baik secara definisi, penerbitan, maupun
transaksinya. Perubahan-perubahan ini ternyata juga melahirkan suatu
permasalahan hukum yang akan dibahas pada penelitian ini. Penelitian ini
menggunakan metode yuridis normatif dimana dalam penelitiannya menekankan
pada penggunaan norma-norma hukum secara tertulis yang didukung dengan hasil
wawancara dengan narasumber dan informan. Dari tipe penelitian tersebut
berdasarkan sifatnya penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Hasil dari
penelitian ini menyatakan bahwa pengembangan pasar sertifikat deposito dapat
mendorong perekenomian nasional. Di samping itu, terdapat juga suatu
permasalahan hukum mengenai klasifikasi sertifikat deposito sebagai produk
simpanan bank yang berbentuk surat-surat berharga.

Kata Kunci: Sertifikat Deposito, Sumber Dana Perbankan, Surat Berharga, Pasar
Uang, Moneter, Dana Pihak Ketiga.

v Universitas Indonesia
ABSTRACT

Name : M. Prastieto Ikhsan


Student Number : 1306380973
Program : Law
Title : Juridical Analysis on Negotiable Certificate of Deposit as
the Source of Banks Fund

In conducting business activities, Bank offers corporations of Deposit Products,
one of which is the Negotiable Certificate of Deposit. Negotiable Certificate of
Deposit is a financial product that offers savings in a form of deposit, however it
can be transferred to another person by endorsement. Current use of negotiable
certificates of deposit is still very low if compared to the rate of other bank
deposit products. Even though, it has many excellence traits in it. Besides a bank
deposits, negotiable certificate of deposit is also an instrument that can be traded
in the Money Market. In its developments, Negotiable certificate of deposit have
various changes, either in its definition, issuance, as well as the transactions.
These changes have also created a legal issue, which is going to be discussed in
this thesis. In this research the writer is using the normative juridical method that
emphasize the use of norms in writing which is supported with the result of
interviews with interviewees and informants. Based on that type of research seen
from its character, this research is a descriptive research. The results of this study
indicate that with an expansion of negotiable certificate of deposit, it can improve
the national economy. Other than that, there is also a legal problem regarding the
classification of negotiable certificate of deposit as a bank deposit product in a
form of negotiable instruments.

Keywords: Negotiable Certificate of Deposit, Sources of Banks Fund, Negotiable


Instruments, Money Market, Monetary, Third-party funds

vi Universitas Indonesia
KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah Subhaanahu Wa Ta'aala, karena hanya


dengan segala rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan studi di
Program Sarjana Fakultas Hukun Universitas Indonesia dan dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul "Tinjauan Yuridis Sertifikat Deposito Sebagai Sumber
Dana Perbankan".
Penggunaan sertifikat deposito melalui pengerahan dana masyarakat
diharapkan mampu meningkatkan sumber dana perbankan yang lebih efisien dan
memiliki jangka waktu yang lebih panjang. Skripsi ini membahas mengenai
penggunaan sertifikat deposito dan membahas mengenai permasalahan hukum
yang timbul terkait penggunaannya.
Penulis menyadari bahwa selama proses penyusunan skripsi ini sampai
selesai, Penulis mendapatkan bantuan, bimbingan serta dukungan dari berbagai
pihak. Dari lubuk hati yang paling dalam, penulis menyampaikan terima kasih dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:
1. Bapak Dr. Yunus Husein., S.H., LL.M., selaku dosen pembimbing skripsi
penulis. Terima kasih atas waktu yang telah dicurahkan, ilmu yang
senantiasa disampaikan, dan obrolan-obrolan ringan yang memotivasi
penulis untuk menjadi orang hebat seperti bapak.
2. Tim Penguji skripsi ini, Bapak Aad Rusyad Nurdin, S.H., M.Kn., Ibu Nadia
Maulisa, S.H., M.H., dan Ibu Rouli Anita Valentina, S.H., LL.M., terima
kasih penulis ucapkan kepada para penguji dalam sidang skripsi ini yang
telah memberikan masukan dan meluangkan waktunya.
3. Ibu Dr. Yetty Komalasari Dewi, S.H., ML.I., selaku pengajar Hukum
Dagang dan Hukum Surat Berharga penulis, Bapak Mario Simatupang dan
Ibu Tira Nitria dari Departemen Pengempangan Pasar Keuangan Bank
Indonesia, Ibu Esti Dwi Utami dari Departemen Penelitian dan Pengaturan
Perbankan Otoritas Jasa Keuangan, terima kasih karena telah meluangkan
waktunya untuk bertukar fikiran sebagai narasumber wawancara dalam
penulisan skripsi ini.

vii Universitas Indonesia


4. Bapak Greatman Rajab dan Ibu Patricia dari Otoritas Jasa Keuangan, serta
Bapak Rolan Samossir dan Bapak Agus Seno Aji dari Bank Indonesia, serta
pihak-pihak lain yang telah membantu serta menerima dengan baik penulis
untuk melakukan penelitian terkait dengan penulisan skripsi ini.
5. Daddy M. Al Ikhsan dan Bunda Mimi Rofita. Terima kasih banyak atas
cinta dan ketulusannya dalam mendidik serta membesarkan penulis, hingga
penulis mampu menjadi diri penulis sekarang. Tak lupa penulis ucapkan
terima kasih kepada M. Prasetyo Ikhsan selaku adik penulis dan seluruh
keluarga besar yang telah memberikan dukungan maupun doanya kepada
penulis selama ini.
6. Sahabat-sahabat penulis selama menempuh perkuliahan di FHUI, yaitu
Kharisma Bintang, Charlie Malessy, Tatiana Kanisha, Adinda Rifdahtama,
Nadira Sjarif, Andrew Atmadja, Fathurrahman Anhar, Angky Banggaditya,
Michael Ray, Dita Anggraeni, Bayu Arofianto, Prabowo Rizky, Mario
Bimo, Nafia Azhariya, Ivan Dwi Anugrah, Revino Irsali, Abi J. Kurnia,
Kevien Zulfi, Rizki Cahyadi, Yusuf Rashidi, Jovico Honanda, Shafira
Hexagraha, Maudy Purliayu, Aji Satrio, Rani Nur'aini, dan Irfan Wijaya
yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini
7. Senior-senior FHUI yang telah membantu dan berbagi ilmu kepada penulis,
yaitu Mba Muthia, Bang Amar, Bang Nando, Bang Erick, Bang Ricky,
Bang Edwin, Bang Tommy, Mba Ratna, Bang Juma, Bang Opik, Bang
Baringin, dan Adhimas. Serta kepada junior-junior di FHUI yang tidak
dapat disebutkan satu per satu.
8. Rekan-rekan Sembari, Takut Ilang, Komdis, Tibum, UI4MCCUNAIR2015,
LKBH-PPS FHUI, IMR UI, Klinik Hukum, BLS dan seluruh teman-teman
FHUI 2013 yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
9. Last but not least, Giani Virginia Rajab yang selalu ada dan memberikan
dukungan kepada penulis.

Depok, 8 Juli 2017


Penulis

viii Universitas Indonesia


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i


PERNYATAAN ORISINALITAS .................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI.................................................. iv
ABSTRAK ........................................................................................................ v
ABSTRACT ...................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ...................................................................................... vii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... ix
DAFTAR GRAFIK, SKEMA, DAN GAMBAR............................................ xi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xii
BAB 1 PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG ............................................................................. 1
B. RUMUSAN MASALAH ......................................................................... 5
C. TUJUAN PENELITIAN ......................................................................... 5
D. DEFINISI OPERASIONAL ................................................................... 6
E. METODE PENELITIAN ....................................................................... 8
F. SISTEMATIKA PENULISAN............................................................... 10
BAB 2 TINJAUAN UMUM TENTANG SERTIFIKAT DEPOSITO DAN
SUMBER DANA PERBANKAN
A. Sertifikat Deposito ................................................................................... 13
1. Surat Berharga ...................................................................................... 13
a. Pengertian Surat Berharga ............................................................... 13
b. Syarat-Syarat Surat Berharga ........................................................... 16
c. Sejarah Pengaturan Surat Berharga ................................................. 18
d. Jenis-Jenis Surat Berharga ............................................................... 20
e. Peralihan Surat Berharga ................................................................. 22
f. Tanggung Jawab Para Pihak dalam Surat Berharga ........................ 24
2. Sertifikat Deposito ................................................................................ 26
a. Pengertian Sertifikat Deposito ......................................................... 26
b. Pengaturan Mengenai Sertifikat Deposito ....................................... 27
c. Penerbitan Sertifikat Deposito ......................................................... 28
d. Pemindahtanganan Sertifikat Deposito ............................................ 31
e. Sertifikat Deposito di Pasar Uang .................................................... 32
B. Sumber Dana Perbankan ....................................................................... 33
1. Dana yang Bersumber dari Bank Sendiri ............................................. 34
2. Dana yang Bersumber dari Masyarakat Luas ....................................... 36
a. Giro ................................................................................................. 36
b. Deposito .......................................................................................... 37
c. Sertifikat Deposito .......................................................................... 38
d. Tabungan ........................................................................................ 39
3. Dana yang Bersumber dari Lembaga Keuangan Bank dan Lembaga
Keuangan Bukan Bank ......................................................................... 40
4. Dana yang Bersumber dari Bank Sentral ............................................. 41

ix Universitas Indonesia

BAB 3 PENGGUNAAN SERTIFIKAT DEPOSITO SEBAGAI


SUMBER DANA PERBANKAN
A. Pemberian Kredit oleh Bank.................................................................. 43
1. Tinjauan Mengenai Kredit Bank .......................................................... 43
2. Jenis-Jenis Kredit Perbankan ................................................................ 45
3. Batas Maksimum Pemberian Kredit ..................................................... 48
B. Penggunaan Sertifikat Deposito di Pasar Uang.................................... 49
1. Gambaran Umum Pasar Uang .............................................................. 49
2. Peraturan Mengenai Pasar Uang........................................................... 51
3. Instrumen Pasar Uang di Indonesia ...................................................... 51
a. Promes.............................................................................................. 52
b. Sertifikat Deposito ........................................................................... 52
c. Sertifikat Bank Indonesia ................................................................. 53
d. Pasar Uang Antar Bank .................................................................... 53
e. Surat Berharga Komersial ................................................................ 53
f. Banker's Acceptance ........................................................................ 54
g. Repurchase Agreement .................................................................... 54
4. Transaksi Sertifikat Deposito di Pasar Uang ........................................ 55
C. Analisa Sertifikat Deposito Sebagai Sumber Dana Perbankan .......... 59
1. Sertifikat Deposito Sebagai Sumber Dana Perbankan ......................... 59
2. Investor Potensial Pengguna Sertifikat Deposito ................................. 64
3. Manfaat Pengembangan Sertifikat Deposito ........................................ 68
BAB 4 PERMASALAHAN HUKUM YANG TIMBUL DALAM
PENGGUNAAN SERTIFIKAT DEPOSITO ................................................... 70
A. Klasifkasi Sertifikat Deposito Sebagai Surat Berharga ....................... 70
1. Perkembangan Definisi Sertifikat Deposito ......................................... 70
2. Sejarah Penerbitan Sertifikat Deposito ................................................. 73
3. Analisis Sertifikat Deposito Sebagai Surat Berharga ........................... 77
B. Permasalahan Lain yang Timbul Dalam Penggunaan Sertifikat
Deposito .................................................................................................... 82
1. Pemindahtanganan Sertifikat Deposito Tanpa Warkat ......................... 82
a. Landasan Hukum Scripless Trading ................................................ 82
b. Penitipan Sertifikat Deposito Melalui PT KSEI .............................. 84
c. Mekanisme Pemindahtanganan Sertifikat Deposito Scripless ......... 86
2. Penerbitan Sertifikat Deposito Dalam Mata Uang Asing ..................... 88
a. Tinjauan Mengenai Penerbitan Sertifikat Deposito........................ 88
b. Analisa Penerbitan Sertifikat Deposito Dalam Mata Uang Asing . 89
BAB 5 PENUTUP ........................................................................................ 92
A. Kesimpulan ........................................................................................... 92
B. Saran ...................................................................................................... 93
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 94
LAMPIRAN 1 ................................................................................................... 98
LAMPIRAN 2 ................................................................................................... 103
LAMPIRAN 3 ................................................................................................... 105

x Universitas Indonesia

DAFTAR GRAFIK/SKEMA/GAMBAR

Grafik 1 : Outstanding Transaksi Pasar Uang


Grafik 2 : Distribusi Total Simpanan Berdasarkan Jenis Simpanan Periode
April 2017
Grafik 3 : Statistik Peningkatan Jumlah Penerbitan Sertifikat Deposito Maret
2017
Grafik 4 : Laporan Kepemilikan Sertifikat Deposito KSEI Periode Februari
2017
Graikf 5 : Portofolio Investasi Dana Pensiun pada Sertifikat Deposito 2016 -
2017
Skema 1 : Pengelompokan Alokasi Dana Sesuai Jangka Waktu Sumber Dana
Bank
Skema 2 : Sinergi Kebijakan Otoritas terkait Sertifikat Deposito

xi Universitas Indonesia

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Wawancara Mario Simatupang dan Tira Nitria,


Departemen Pengembangan Pasar Keuangan Bank
Indonesia
Lampiran 2 : Wawancara Esti Dwi Utami, Departemen Pengaturan
dan Penelitian Perbankan Otoritas Jasa Keuangan
Lampiran 3 : Wawancara Dr. Yetty Komalasari Dewi, S.H., ML.I, Pengajar
Hukum Surat Berharga Fakultas Hukum Universitas
Indonesia

xii Universitas Indonesia


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kondisi pasar keuangan Indonesia masih cenderung tertinggal bahkan
berada di belakang negara-negara dalam kawasan Asia. Dalam menyikapi kondisi
tersebut, Bank Indonesia (BI) yang diberi kewenangan untuk menetapkan dan
melaksanakan kebijakan moneter maupun makroprudensial, tengah mendorong
pendalaman pasar uang sebagai bagian dari sistem pasar keuangan. Bila ditelusuri
sejarahnya, perkembangan pasar uang di Indonesia relatif agak berarti setelah
pemerintah melakukan deregulasi sektor keuangan tahun 1988.1 Sejak saat itu,
instrumen pasar uang mulai beragam dan berkembang sesuai dengan kebutuhan
pasar uang.2
Terhitung sejak tahun 2014, BI mulai mendorong kembali penguatan
terhadap pasar keuangan melalui sektor pasar uang, terlihat dengan lahirnya
Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/11/PBI/2016 tentang Pasar Uang (PBI Pasar
Uang), terhitung pada 28 Juli 2016. Pasar uang yang efisien, likuid, dan dalam
tidak hanya mendukung efektivitas kebijakan BI, tapi juga dapat memberikan
fleksibilitas bagi para pelaku pasar dalam rangka pengelolaan dana, baik untuk
kegiatan pendanaan investasi, maupun kegiatan ekonomi lainnya.3 Oleh karena
itu, BI perlu mempercepat proses pendalaman pasar uang melalui pengaturan,
perizinan, pengembangan, dan pengawasan yang komprehensif terhadap berbagai
transaksi dan instrumen di pasar uang.4
Berdasarkan Pasal 1 angka 7 PBI Pasar Uang, instrumen pasar uang
adalah instrumen yang ditransaksikan di pasar uang, yang meliputi instrumen

1
Mahdi Mahmudy, Pasar Uang Rupiah: Gambaran Umum, cet. 1 (Jakarta: Bank
Indonesia, 2005), hlm. 38
2
Ibid.
3
Bank Indonesia, Peraturan Bank Indonesia tentang Pasar Uang, PBI No.
18/11/PBI/2016, LN No. 148 Tahun 2016, TLN No. 5909, Penjelasan Umum
4
Ibid.

Universitas Indonesia
2

yang diterbitkan dengan jangka waktu sampai dengan satu tahun, sertifikat
deposito, dan instrumen lain yang ditetapkan oleh BI, termasuk yang berdasarkan
prinsip syariah. 5 Dari penjabaran pasal tersebut, satu-satunya instrumen yang
disebutkan dengan jelas adalah sertifikat deposito. Selain menjadi instrumen pasar
uang, sertifikat deposito juga merupakan produk simpanan yang disebutkan dalam
definisi simpanan pada UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas UU No. 7
Tahun 1992 tentang Perbankan (UU Perbankan). Berdasarkan Pasal 1 angka 8,
sertifikat deposito adalah simpanan dalam bentuk deposito yang sertifikat bukti
penyimpanannya dapat dipindahtangankan.6 Sebagai produk simpanan pada bank,
sertifikat deposito berada sejajar dengan simpanan lainnya, yang terdiri dari
deposito, giro, dan tabungan.
Keempat produk simpanan tersebut dimanfaatkan oleh bank untuk
selanjutnya dikelola dalam menjalankan fungsinya. Bank merupakan badan usaha
yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk
lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. 7 Dana yang
berasal dari masyarakat tersebut adalah dana yang berhasil dihimpun dari
masyarakat dalam bentuk simpanan yang diwujudkan dalam berbagai bentuk.
Dana tersebut pada prinsipnya harus diolah dan dikelola oleh bank dengan sebaik-
baiknya agar memperoleh keuntungan. 8
Bila ditinjau dari segi sumber pendanaan perbankan sendiri, berbagai
macam bentuk simpanan yang ditawarkan oleh bank untuk menghimpun dana dari
masyarakat luas justru sangat dibutuhkan untuk mendukung sumber dana
perbankan. Fungsi untuk mencari dan menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan memegang peranan penting terhadap pertumbuhan suatu bank,
sebab volume dana yang berhasil dihimpun tentunya akan mementukan volume

5
Ibid., Ps. 1 angka 7.
6
Indonesia, Undang-Undang Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1992 Tentang Perbankan, UU No. 10 Tahun 1998, LN. No. 182, TLN No. 3790, Ps. 1 angka 8.
7
Ibid., Ps. 1 angka 2.
8
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, cet. 8 (Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2014), hlm. 45

Universitas Indonesia
3

dana yang dapat dikembangkan oleh bank tersebut dalam bentuk penanaman dana
yang menghasilkan, misalnya dalam bentuk pemberian kredit, pembelian efek-
efek, atau surat-surat berharga di pasar uang.9
Dalam rangka penyaluran dana dari masyarakat untuk membiayai
banyaknya pembangunan nasional, pemerintah telah menerbitkan bermacam-
macam surat berharga yang dapat dibeli oleh setiap orang yang dapat juga
menghasilkan keuntungan, salah satu dari surat berharga tersebut adalah sertifikat
deposito. 10 Ketentuan mengenai penerbitan sertifikat deposito pada mulanya
diatur dalam SKDBI No. 17/44/KEP/DIR/1984 tentang Penerbitan Sertifikat
Deposito oleh Bank Umum dan Pembangunan, yang tidak lama kemudian dicabut
dengan terbitnya peraturan baru yaitu SKDBI No. 21/48/KEP/DIR tanggal 27
Oktober 1988 tentang Penerbitan Sertifikat Deposito oleh Bank dan Lembaga
Keuangan Bukan Bank.
Berdasarkan SKDBI tersebut, sertifikat deposito didefinisikan sebagai
surat berharga atas unjuk dalam Rupiah yang merupakan surat pengakuan hutang
dari bank atau LKBB dan dapat diperjualbelikan dalam pasar uang. Dalam
perkembangannya, peraturan ini telah dicabut seiring dengan diterbitkannya
POJK No. 10 /POJK.03/2015 tentang Penerbitan Sertifikat Deposito Oleh Bank
(POJK Penerbitan Sertifikat Deposito), dikarena SKDBI tersebut dianggap sudah
tidak berlaku lagi dan perlu disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan
masyarakat.
Berdasarkan penjelasan umum yang terdapat pada POJK Penerbitan
Sertifikat Deposito, beberapa perkembangan kebutuhan masyarakat yang perlu
disesuaikan terhadap penerbitan sertifikat deposito saat ini antara lain jenis mata
uang, penyesuaian atas minimal nominal, pengamanan yang lebih baik dan
transparansi produk bank.11 Selain itu, perkembangan teknologi informasi yang
sangat pesat dan dalam rangka meningkatkan kepercayaan masyarakat,

9
Ibid., hlm. 43
10
H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia: Hukum Surat
Berharga, cet. 6 (Jakarta: Djambatan, 2008), hlm. 194
11
Otoritas Jasa Keuangan, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Penerbitan
Sertifikat Deposito Oleh Bank, POJK No. 10 /POJK.03/2015, LN No. 164 Tahun 2015, TLN No.
5718, Penjelasan Umum

Universitas Indonesia
4

menunjang kecepatan transaksi pemindahtanganan sertifikat deposito,


meningkatkan keamanan, dan transparansi terhadap sertifikat deposito, diperlukan
sertifkat deposito dalam bentuk tanpa warkat (scripless). 12 Selain beberapa
perkembangan tersebut yang perlu disesuaikan, definisi sertifikat deposito dalam
POJK Penerbitan Sertifikat Deposito juga ikut diubah, dan disesuaikan dengan
definisi sertifikat deposito yang terdapat pada UU Perbankan. Namun tetap saja,
sifat yang paling membedakan antara sertifikat deposito dengan produk simpanan
bank lainnya adalah dapat dipindahtangankan.
Sehubungan dengan ketentuan penerbitan sertifikat deposito dalam bentuk
tanpa warkat dalam POJK Penerbitan Sertifikat Deposito, Bank Indonesia turut
serta mendapatkan pendelegasian kewenangan untuk menerbitkan peraturan
mengenai transaksi sertifikat deposito di pasar uang, sebagaimana terdapat dalam
Pasal 18 POJK Penerbitan Sertifikat Deposito. Peraturan mengenai transaksi
sertifikat deposito yang diterbitkan oleh BI tersebut, dituangkan dalam PBI No.
19/2/PBI/2017 tentang Transaksi Sertifikat Deposito di Pasar Uang (PBI
Transaksi Sertifikat Deposito) tertanggal 20 Maret 2017. Penerbitan regulasi ini
dibutuhkan sebagai bentuk pengembangan instrumen pasar uang yang dapat
ditransaksikan oleh pelaku pasar uang. Bila POJK Sertifikat Deposito diterbitkan
untuk mengatur mengenai penerbitan sertifikat deposito, maka PBI Transaksi
Sertifikat Deposito diterbitkan untuk mengatur mengenai transaksinya di pasar
uang.
Dari segi makroekonomi, pasar sertifikat deposito yang likuid akan
mendukung transmisi kebijakan moneter melalui penciptaan term structure suku
bunga pasar uang yang lebih panjang.13 Dari segi mikroekonomi, pasar sertifikat
deposito yang likuid akan mendukung perbaikan struktur pendanaan perbankan
melalui jangka waktu pendanaan yang lebih panjang dan potensi peningkatan
dana pihak ketiga.14 Di samping itu, pengembangan instrumen pasar uang yang
dapat ditransaksikan oleh pelaku pasar uang juga diharapkan dapat mendorong

12
Ibid.
13
Bank Indonesia, Peraturan Bank Indonesia tentang Transaksi Sertifikat Deposito di
Pasar Uang, PBI No. 19/2/PBI/2017, LN No. 50 Tahun 2017, TLN No. 6034, Penjelasan Umum
14
Ibid.

Universitas Indonesia
5

efisiensi pendanaan dan menjadi salah satu sumber pembiayaan ekonomi


nasional.15
Sehingga berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan diatas, penelitian ini
bertujuan untuk memberikan analisis penggunaan sertifikat deposito sebagai
alternatif sumber dana perbankan yang lebih baik dan memberikan pemahaman
mengenai permasalahan apa yang timbul seiring dengan penggunaan sertifikat
deposito, baik dari segi hukum perbankan, hukum surat berharga, maupun
permasalahan diluar hukum.

B. Rumusan Permasalahan
Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan
sebagai berikut:
1. Bagaimana penggunaan sertifikat deposito sebagai sumber dana
perbankan?
2. Apa saja permasalahan yang timbul dalam penggunaan sertifikat deposito
sebagai sumber dana perbankan?

C. Tujuan Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini terdapat tujuan yang ingin dicapai oleh
penulis. Tujuan tersebut terbagi ke dalam dua macam tujuan yang hendak dicapai.
Tujuan pertama adalah tujuan yang bersifat umum, dimana penulisan ini bertujuan
untuk memberikan wawasan lebih bagi para pembaca agar dapat memahami lebih
dalam mengenai sertifikat deposito sebagai produk simpanan bank maupun
instrumen pasar uang.
Sedangkan tujuan kedua dalam penulisan ini adalah tujuan khusus, yaitu
diantaranya:
1. Mengetahui penggunaan sertifikat deposito sebagai sumber dana
perbankan
2. Mengetahui permasalahan yang timbul seputar penggunaan sertifikat
deposito sebagai sumber dana perbankan.


15
Ibid.

Universitas Indonesia
6

D. Definisi Operasional
Dalam penulisan ini, penulis akan mencantumkan beberapa pengertian
dasar tentang istilah-istilah yang berkaitan dengan topik yang akan dibahas. Istilah
dan pengertian tersebut antara lain adalah:
1. Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank,
mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam
melaksanakan kegiatan usahanya.16
2. Bank merupakan badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat
dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam
bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan
taraf hidup rakyat banyak.17
3. Lembaga Keuangan Non-Bank adalah lembaga keuangan yang meliputi
asuransi, dana pensiun, sekuritas, modal ventura, dan perusahaan
pembiayaan, serta badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan dana
masyarakat.18
4. Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank
berdasarkan perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk giro, deposito
berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lainnya.19
5. Sertifikat Deposito adalah simpanan dalam bentuk deposito yang sertifikat
bukti penyimpanannya dapat dipindahtangankan.20
6. Transaksi Sertifikat Deposito adalah pemindahtanganan secara jual-beli
putus (outright) Sertifikat Deposito yang dilakukan melalui Pasar Uang
dengan kesepakatan harga, mekanisme penyelesaian, dan penatausahaan
tertentu.21


16
Indonesia, Undang-Undang Perbankan, Ps. 1 angka 1.
17
Ibid, Ps. 1 angka 2.
18
Ibid, Ps. 1 angka 4.
19
Ibid, Ps. 1 angka 5.
20
Ibid, Ps. 1 angka 8.
21
Bank Indonesia, Peraturan Bank Indonesia Transaksi Sertifikat Deposito di Pasar
Uang, Ps. 1 angka 6.

Universitas Indonesia
7

7. Pasar Uang adalah bagian dari sistem keuangan yang bersangkutan dengan
kegiatan perdagangan, pinjam-meminjam, atau pendanaan berjangka
pendek sampai dengan 1 (satu) tahun dalam mata uang Rupiah dan valuta
asing, yang berperan dalam transmisi kebijakan moneter, pencapaian
stabilitas sistem keuangan, dan kelancaran sistem pembayaran.22
8. Pelaku Pasar Uang adalah pihak yang melakukan kegiatan penerbitan
Instrumen Pasar Uang dan/atau melakukan transaksi di Pasar Uang.23
9. Instrumen Pasar Uang adalah instrumen yang ditransaksikan di Pasar
Uang, yang meliputi instrumen yang diterbitkan dengan jangka waktu
sampai dengan 1 (satu) tahun, sertifikat deposito, dan instrumen lain yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia, termasuk yang berdasarkan prinsip
syariah.24
10. Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan
dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam
antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk
melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian
bunga.25
11. Nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank.26
12. Nasabah Penyimpan adalah nasabah yang menempatkan dananya di bank
dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang
bersangkutan.27


22
Bank Indonesia, Peraturan Bank Indonesia Pasar Uang, Ps. 1 angka 1.
23
Ibid, Ps. 1 angka 2.
24
Ibid, Ps. 1 angka 7.
25
Indonesia, Undang-Undang Perbankan, Ps. 1 angka 11.
26
Ibid.
27
Ibid.

Universitas Indonesia
8

E. Metode Penelitian
1. Bentuk Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian yuridis
normatif dikarenakan bahan penelitian yang digunakan penulis adalah bahan-
bahan hukum. Metode penelitian ini secara khusus mengaitkan hukum sebagai
upaya untuk menjadi landasan pedoman dalam pelaksanaan berbagai bidang
kehidupan masyarakat yang dapat mengatur ketertiban dan keadilan.28 Penelitian
ini bertujuan untuk memberikan gambaran secara spesifik mengenai penggunaan
salah satu produk perbankan yaitu sertifikat deposito sebagai sumber pendanaan
bank.

2. Tipologi Penelitian
Tipologi Penelitian yang digunakan adalah bersifat deskriptif, yaitu
menggambarkan secara tepat suatu individu, gejala, atau kelompok tertentu untuk
menentukan frekuensi suatu gejala.29 Data utama diperoleh dari bahan pustaka
dimana pengolahan, analisis, dan konstruksi datanya dilaksanakan dengan cara
penelitian yang menggunakan metode kualitatif yang merupakan suatu cara
penelitian yang menghasilkan data deskriptif
Apabila dilihat dari sisi bentuknya, ini merupakan penelitian evaluatif
karena menambah pengetahuan tentang kegiatan dan dapat mendorong penelitian
atau pengembangan lebih lanjut. Dari sudut tujuannya, ini merupakan problem
identification, yaitu untuk menemukan suatu permasalahan.30

3. Jenis Data
Pada penelitian hukum normatif, bahan pustaka merupakan data dasar
yang dalam ilmu penelitian digolongkan sebagai data sekunder. 31 Adapun di

28
Sri Mamudji, et.al., Metode Penelitian dan Penulisan Hukum (Jakarta: Badan Penerbit
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005) hlm. 4.
29
Ibid., hlm. 4.
30
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, cet. 3 (Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia, 2012), hlm. 10.
31
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan
Singkat, cet. 16 (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2014) hlm. 24.

Universitas Indonesia
9

dalam penelitian ini, jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang terdiri
dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier sebagai berikut:
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang isinya mempunyai
kekuatan mengikat kepada masyarakat. 32 Bahan hukum primer yang
digunakan dalam penelitian ini adalah:
1) Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan.
2) Undang-Undang No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.
3) Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.
4) Peraturan Bank Indonesia No. 19/2/PBI/2017 tentang Transaksi
Sertifikat Deposito di Pasar Uang.
5) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 10/POJK.03/2015 tentang
Penerbitan Sertifikat Deposito Oleh Bank.
6) Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No:
97/DSN-MUI/XII/2015 tentang Sertifikat Deposito Syariah.
7) Peraturan Bank Indonesia No. 18/11/PBI/2016 tentang Pasar Uang.
8) Peraturan Bank Indonesia No. 17/3/PBI/2015 tentang Kewajiban
Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
9) Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan No. 41/SEOJK.03/2016 tentang
Tata Cara Penerbitan Sertifikat Deposito.
b. Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan
hukum primer.33 Meliputi hasil penelitian, buku, atau literatur serta skripsi
maupun tesis yang membahas mengenai sertifikat deposito maupun
sumber dana perbankan, artikel ilmiah, serta jurnal yang memuat
informasi yang dibutuhkan.
c. Bahan hukum tersier, yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun
34
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder. Seperti


32
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, hlm. 52.
33
Ibid.
34
Ibid.

Universitas Indonesia
10

penggunaan Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Inggris-Indonesia,


Black’s Law Dictionary.35

4. Alat Pengumpulan Data


Alat pengumpul data dalam penelitian ini adalah studi dokumen untuk
mencari data sekunder.36 Yaitu dengan menggunakan metode Library Research
(Penelitian Kepustakaan), yakni melakukan penelitian dengan berbagai sumber
bacaan seperti peraturan perundang-undangan, buku-buku, majalah, internet, dan
bahan lainnya. Kemudian, untuk lebih menunjang penelitian ini, penulis juga
melakukan studi lapangan melalui wawancara terhadap narasumber yang terkait
dengan permasalahan dalam skripsi ini.

5. Metode Analisis Data


Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa
pendekatan kualitatif. Metode analisis dara kualitaif ini menghasilkan data yang
bersifat deskriptis analitis, yaitu dengan jalan menganalisis data yang diperoleh
dari wawancara dan studi dokumen kemudian mengaitkannya dengan teori-teori
hukum yang berkaitan. Kesimpulan yang diambil dengan menggunakan cara
berpikir deduktif, yaitu cara berpikir yang mendasar kepada hal-hal yang bersifat
umum dan kemudian ditarik kesimpulan yang bersifat khusus dengan pokok
permasalahan tersebut.37

F. Sistematika Penulisan
Pembahasan materi dalam penulisan ini akan dibagi menjadi 5 (lima) bab
yang terdiri dari sub bab sehingga sistematika penulisannya adalah sebagai
berikut:


35
Sri Mamudji, et.al., Metode Penelitian Hukum, hlm. 31.
36
Ibid., hlm. 22.
37
Surakhmad Winarso, Metode dan Tekhnik dalam bukunya, Pengantar Penelitian
Ilmiah Dasar Metode Teknik (Bandung: Tarsito, 1994), hlm. 17.

Universitas Indonesia
11

BAB 1 PENDAHULUAN
Dalam bab ini penulis akan menguraikan mengenai latar belakang;
pokok permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian; tujuan
penelitian; definisi operasional yang akan menjelaskan definisi
istilah-istilah yang banyak digunakan dalam penelitian ini; dan
sistematika penulisan.

BAB 2 TINJAUAN UMUM TENTANG SERTIFIKAT DEPOSITO


DAN SUMBER DANA PERBANKAN
Bab ini akan diuraikan oleh penulis menjadi dua sub-bab, pertama
mengenai sertifikat deposito yang ditinjau dari segi surat berharga
dan sertifikat deposito/negotiable certificate of deposit itu sendiri;
selanjutnya mengenai aspek-aspek sumber dana perbankan.

BAB 3 TINJAUAN TERHADAP PENGGUNAAN SERTIFIKAT


DEPOSITO SEBAGAI SUMBER DANA PERBANKAN
Dalam bab ini, penulis akan membahas mengenai analisa
penggunaan sertifikat deposito sebagai alternatif sumber pendanaan
bank, yang terdiri dari pembahasan seputar penempatan dana oleh
bank, penggunaan sertifikat deposito di pasar uang dan analisis
sertifikat deposito sebagai sumber dana perbankan.

BAB 4 ANALISA PERMASALAHAN TERKAIT PENGGUNAAN


SERTIFIKAT DEPOSITO SEBAGAI SUMBER DANA
PERBANKAN
Dalam bab ini, penulis akan membahas mengenai permasalahan
hukum maupun permasalahan lainnya yang timbul dari penggunaan
sertifikat deposito sebagai sumber dana perbankan, yaitu klasifikasi
sertifikat deposito sebagai surat berharga, dan permasalahan
lainnya yang terdiri dari penerbitan sertifikat deposito dalam mata
uang asing dan pemindahtanganan sertifikat deposito tanpa warkat
(scripless).

Universitas Indonesia
12

BAB 5 PENUTUP
Bab ini merupakan bab terakhir atau penutup, penulis akan
menyampaikan kesimpulan dari hasil penelitian dan penjabaran
fakta-fakta yang telah dilakukan dan juga jawaban dari pokok
permasalahan yang telah dijabarkan pada bab pendahuluan. Serta
penambahan saran-saran yang terkait dengan perumusan dan
jawaban dari pokok permasalahan.

Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN UMUM TENTANG SERTIFIKAT DEPOSITO DAN SUMBER
DANA PERBANKAN

A. Sertifikat Deposito
1. Surat Berharga
a. Pengertian Surat Berharga
Dalam kegiatan transaksi perdagangan, baik nasional maupun
internasional, para pelaku bisnis menggunakan berbagai macam alat pembayaran.
Alat pembayaran yang digunakan selain uang adalah surat berharga. Beberapa
alasan mengapa surat berharga digunakan dalam masyarakat umum maupun
bisnis, antara lain:1
1. Alasan keamanan, dikarenakan penggunaan surat berharga lebih aman
dibandingkan menggunakan uang, karena:
a. tidak semua orang dapat menerbitkan surat berharga, untuk
menerbitkan haruslah memenuhi syarat-syarat tertentu yang diatur
dalam peraturan perundang-undangan tentang surat berharga.
b. tidak semua orang dapat menggunakan surat berharga, karena ada
prosedur tertentu yang harus dilalui oleh pemegang atau pemilik surat
berharga.
c. kertas atau bahan surat berharga tidak semua badan hukum bebas
begitu saja untuk dapat mencetak atau membuat bentuk surat berharga
karena harus melalui prosedur tertentu.
2. Menggunakan surat berharga lebih praktis dibandingkan menggunakan
uang tunai.
Di dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) tidak terdapat
definisi secara jelas mengenai apa yang dimaksud dengan surat berharga. KUHD
hanya memuat aturan-aturan tentang jenis surat berharga saja. Sebelum


1
Joni Emirzon, Hukum Surat Berharga dan Perkembangannya di Indonesia (Jakarta: PT
Prenhallindo, 2002), hlm. 3.

Universitas Indonesia
14

mengetahui pengertian surat berharga, sesuai yang diatur di dalam KUHD, perlu
dibedakan terlebih dahulu dua macam surat yaitu:2
1. Surat berharga, terjemahan dan istilah aslinya dalam bahasa Belanda
waarde papier, di negara-negara Anglo Saxon dikenal dengan istilah
negotiable instruments.
2. Surat yang mempunyai harga atau nilai, dikenal juga dengan sebutan surat
yang berharga. Terjemahan dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda
papier van waarde, dalam bahasa Inggrisnya dikenal dengan letter of
value.
Menurut pandangan ahli, salah satunya ialah Prof. Soekardono yang
memberikan pendapatnya mengenai pengertian dari surat berharga dengan sangat
sederhana, yaitu "surat-surat berharga adalah surat-surat yang senilai dengan
perikatan dasarnya".3 Dengan kata lain, nilai dari surat berharga adalah sama
dengan nilai dari perikatan dasarnya
Pendapat diatas didasarkan pada apa yang dimaksud surat berharga disini
adalah surat yang diadakan oleh seseorang sebagai pelaksanaan pemenuhan suatu
prestasi berupa pembayaran sejumlah harga uang, yang mana terdapat suatu
perintah kepada pihak ketiga untuk membayar sejumlah uang kepada pemegang
surat tersebut. Dengan diterbitkannya surat itu oleh penerbit, maka turut
diserahkan kepada pemegangnya hak untuk memperoleh pembayaran dengan
menunjukkan atau menyerahkan surat itu kepada pihak ketiga yang
menyanggupi. Selanjutnya hak tagih itu dapat pula dipindahtangankan dengan
mudah dan sederhana.4
Surat berharga itu adalah surat bukti tuntutan utang, pembawa hak dan
mudah dijualbelikan. 5 Secara lebih lanjut ketiga unsur yang dijabarkan oleh
H.M.N Purwosutjipto tersebut, dijelaskan sebagai berikut:6

2
Imam Prayogo Suryohadibroto dan Djoko Prakoso. Surat Berharga Alat Pembayaran
Dalam Masyarakat Modern, cet. 3 (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1995), hlm. 4.
3
Ibid., hlm, 6.
4
Ibid., hlm, 6 - 7.
5
H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia: Hukum Surat
Berharga, cet. 6 (Jakarta: Djambatan, 2008), hlm. 5.

Universitas Indonesia
15

1. Surat berharga merupakan surat bukti tuntutan utang.


Istilah surat di sini mengacu pada kata akta sebagaimana telah dijelaskan,
yaitu surat yang ditandatangani, sengaja dibuat untuk dipergunakan
sebagai alat bukti. Penandatanganan akta itu terikat pada semua apa yang
tercantum dalam akta tersebut. Jadi, akta itu merupakan tanda bukti
adanya perikatan atau utang dari si penandatangan. Utang yang dimaksud
disini adalah perikatan yang harus ditunaikan oleh si penandatangan akta
yaitu debitur, sebaliknya si pemegang akta atau kreditur memiliki hak
menuntut kepada orang yang menandatangani akta tersebut.
2. Surat berharga merupakan pembawa hak.
Hak di sini ialah hak untuk menuntut sesuatu kepada debitur. Surat
berharga itu pembawa hak (drager van recht), yang berarti bahwa hak
tersebut melekat pada akta surat berharga, seolah-olah menjadi satu atau
senyawa. Ini berarti, kalau akta itu hilang atau musnah, maka hak
menuntut juga turut hilang.
3. Surat berharga mudah diperjualbelikan.
Agar surat berharga itu mudah diperjualbelikan harus diberi bentuk
kepada-pengganti (aan order, to order) atau bentuk kepada-pembawa
(aan tonder, to bearer). Surat berharga dengan bentuk kepada-pengganti
dapat dengan mudah diserahkan kepada orang lain dengan cara
endosemen, sedangkan bentuk kepada-pembawa dapat diserahkan kepada
orang lain dengan cara lebih mudah lagi, yaitu penyerahan fisik.
Pembagian ketiga unsur diatas, didasari oleh pendapat ahli yaitu
Scheltema, yang membagi jenis surat berharga hanyalah surat kepada pengganti,
dan surat kepada pembawa (atas tunjuk) saja. Atas dasar dua macam klausula
tersebut timbul suatu pertanyaan, apakah setiap surat yang mencantumkan
klausula atas tunjuk dan atas pengganti sudah pasti merupakan surat berharga.
Jawabannya adalah tidak semua surat atas tunjuk dan atas pengganti itu adalah
surat berharga. 7 Untuk mengetahui surat-surat mana yang termasuk surat

6
Ibid., hlm. 5 - 6.
7
Abdulkadir Muhammad, Hukum Dagang tentang Surat-Surat Berharga, cet. 8
(Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2013), hlm. 9.

Universitas Indonesia
16

berharga dan yang mana yang tidak termasuk surat berharga perlu diketahui apa
yang menjadi isi perikatan dasarnya. Menurut isi dari perikatannya, surat
berharga dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu:8
1. Surat-surat yang mempunyai sifat kebendaan (Zakenrechtelijke Papieren),
memiliki ciri isi perikatan yang bertujuan untuk penyerahan barang.
Penyerahan dan surat tersebut berakibat terjadinya penyerahan barang,
misalnya ceel dan konosemen.
2. Surat-surat tanda keanggotaan (Lidmastschaps Papieren), perikatan yang
terjadi adalah perikatan antara persekutuan dengan pemegang-pemegang
surat berharga, sehingga memilki hak untuk memberikan suaranya,
menuntut pembagian keuntungan dan sebagainya, misalnya saham.
3. Surat-surat tagihan hutang (Schuldvorderings Papieren), semua surat-surat
kepada pembawa atau surat-surat kepada pengganti yang mewujudkan
suatu perikatan untuk membayar sejumlah uang yang tidak termasuk
dalam golongan angka 1 dan 2 di atas, yaitu diantaranya wesel, surat
sanggup, cek, kwitansi, dan promes (atas unjuk). Berdasarkan bentuknya,
kelompok ini dibedakan menjadi tiga, yaitu:9
a. Surat kesanggupan membayar, yaitu janji untuk membayar, misalnya
surat sanggup, promes, dan surat berharga komersial (commercial
paper).
b. Surat perintah untuk membayar, misalnya wesel dan cek.
c. Surat pembebasan, misalnya dalam hal pelunasan pembayaran hutang
seperti kwitansi atas unjuk.

b. Syarat-Syarat Surat Berharga


Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) tidak mengatur secara
khusus mengenai persyaratan pokok suatu surat berharga, melainkan hanya
mengatur tentang bentuk-bentuk surat berharga dan hal-hal yang harus dimuat


8
Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Hukum Dagang Surat-Surat Berharga: Wesel, Surat
Sanggup/Aksep, Cek, Kwitansi dan Promes Atas Tunjuk (Yogyakarta: Seksi Hukum Dagang FH
UGM, 1993), hlm. 35-36.
9
Ibid., hlm. 36.

Universitas Indonesia
17

dalam suatu surat berharga seperti wesel, surat sanggup, dan cek.10 Namun dari
beberapa ketentuan yang mengatur isi surat-surat berharga dapat disimpulkan
bahwa secara garis besar bahwa suatu surat berharga yang dimaksud dalam
KUHD memuat hal-hal sebagai berikut:11
1. Surat berharga harus memiliki nama, misalnya wesel, cek, surat sanggup,
commercial paper, bilyet giro, saham, dan sebagainya. Nama merupakan
identitas diri surat berharga yang bersangkutan, yang mencerminkan
karakteristik masing-masing.
2. Surat berharga harus berisi janji atau perintah tertulis tak bersyarat. Syarat
ini sangat penting bagi si pemegang dan si pembayar agar terjadi
kelancaran dalam lalu lintas pembayaran. Janji atau perintah tersebut
haruslah tertulis, karena surat berharga yang dibuat secara tertulis dapat
dijadikan alat bukti. Tanpa adanya alat bukti tertulis tidak mungkin untuk
melakukan penagihan kepada bankir atau tersangkut dan penerbit, jika
surat berharga tersebut ditolak atau tidak dibayar oleh bankir.12
3. Surat berharga harus memuat nama orang yang harus membayar.
4. Surat berharga harus menyebutkan hari bayar. Hari bayar suatu surat
berharga harus ditetapkan oleh penerbit, karena hal ini akan berkaitan
dengan masa jatuh tempo dan untuk menjamin kepastian hukum mengenai
pembayaran atau pencairan surat berharga.13
5. Surat berharga harus menyebutkan tempat pembayaran harus dilakukan.
6. Kecuali surat berharga kepada-pembawa, surat berharga harus
menyebutkan nama orang, kepada siapa atau kepada penggantinya
pembayaran itu harus dilakukan.
7. Penyebutan tanggal, tempat surat berharga diterbitkan, dan tanda tangan
penerbit. Dalam KUHD, penandatanganan dalam surat berharga
merupakan suatu keharusan, tanpa ada tanda tangan, maka surat berharga


10
Joni Emirzon, Hukum Surat Berharga, hlm. 28.
11
Ibid.
12
Ibid., hlm. 30 - 31.
13
Ibid.

Universitas Indonesia
18

tersebut cacat hukum, demikian juga antara nama dengan tanda tangan
dilakukan oleh orang yang berbeda. Penandatanganan dalam surat
berharga tidak dapat dilakukan secara terpisah, harus merupakan satu
kesatuan dengan surat berharga tersebut.14
Apabila persyaratan tersebut tidak terpenuhi, maka surat berharga
dianggap cacat hukum, namun persyaratan seperti hari bayar, tempat pembayaran
dapat dikecualikan. Selain persyaratan umum, terdapat juga persyaratan khusus
yang terlihat pada masing-masing bentuk surat berharga, seperti kata yang
menunjukkan "perintah" pada wesel atau kata yang menunjukkan kesanggupan
untuk membayar pada surat sanggup. Selain itu syarat khusus yang dapat kita lihat
pada surat berharga adalah adanya nomor seri yang berguna sebagai alat
pengendalian baik bagi penerbit maupun tersangkut.15

c. Sejarah Pengaturan Surat Berharga


Menurut sejarahnya, Wetboek van Koophandel (W.v.K) Hindia Belanda,
atau yang kini dikenal dengan KUHD di Indonesia, sebenarnya hanyalah duplikat
saja dari W.v.K Belanda. Berdasarkan asas konkordansi, peraturan ini yang
diberlakukan oleh Belanda kepada Hindia Belanda sejak 1 Mei 1948 ini pada
mulanya berasal dari Perancis, karena Belanda pernah dijajah oleh Perancis pada
zaman Napoleon dahulu.16
W.v.K pada mulanya hanya diberlakukan bagi golongan Eropa saja.
Kemudian barulah mulai diberlakukan bagi golongan Timur Asing dan bukan
Cina. Sedangkan bagi kalangan Bumiputera, untuk bisa diberlakukannya
peraturan ini harus terlebih dahulu melakukan penundukan. Setelah Indonesia
merdeka barulah dilakukan penghapusan terhadap berbagai golongan tersebut
sebagaimana dalam aturan pengalihan Pasal II UUD 1945 dan peraturan-
peraturan lainnya. Sejak saat itu pula istilah W.v.K Hindia Belanda menjadi


14
Ibid., hlm. 31 - 32.
15
Ibid., hlm. 36.
16
Abdulkadir Muhammad, Hukum Dagang Tentang Surat-Surat Berharga, hlm. 36.

Universitas Indonesia
19

KUHD Indonesia dan dapat diperlakukan untuk semua warga negara Indonesia
tanpa memandang asal golongan penduduknya. 17
Adapun mengenai sejarah pengaturan surat berharga itu sendiri, pada
mulanya dikenal tiga macam sistem pengaturan yang saling berlainan. Ketiga
macam sistem itu adalah:18
1. Pengaturan Sistem Perancis, sistem Perancis ini berdasarkan pada
pendapat sarjana hukum di Perancis yang terkenal seperti Pothier dan
Dornat. Menurut mereka, perjanjian wesel itu adalah perjanjian pertukaran
uang (contract de change). Dalam surat wesel selalu ada klausula tempat
(tempat penerbit dan tempat pemegang pertama) dan klausula valuta
(dasar perjanjian penukaran uang). Jika A memberikan uang kepada B di
suatu tempat, maka B akan membayar uang tersebut kepada A di tempat
lain. B berposisi sebagai penerbit, dan A berposisi sebagai pemegang
pertama. Karena surat wesel itu sebagai alat bukti untuk penukaran uang,
maka A sebagai pemegang dapat memindahtangankannya kepada orang
lain, dengan tentu saja dengan uang. Konsekuensi dari penerapan sistem
ini adalah jika ada cacat yang mengakibatkan batalnya perjanjian yang
menjadi dasar penerbitan surat wesel, maka pemegang surat wesel tidak
berhak atas pembayaran wesel itu, walaupun pemegang wesel itu adalah
orang yang jujur.
2. Pengaturan Sistem Jerman, berbeda dengan sistem Perancis di atas,
menurut paham sistem Jerman, surat wesel yang diterbitkan itu terlepas
dari perikatan dasarnya. Artinya dengan adanya surat wesel maka para
pihak dianggap melepaskan diri dari perikatan dasarnya. Ajaran ini dikenal
dengan ajaran abstraksi. Konsekuensi dari ajaran ini adalah jika ada cacat
yang mengakibatkan batalnya perikatan dasar, maka pemegang surat wesel
itu tetap bertanggung jawab atas pembayaran wesel, dan tersangkut juga
turut serta harus membayarnya.


17
Ibid.
18
Ibid., hlm, 36 - 39.

Universitas Indonesia
20

3. Pengaturan Sistem Inggris, juga dikenal pula dengan Bill of Exchange Act
1882 yang didasarkan pada Rancangan Undang-Undang yang disusun oleh
Sir Machenzie D. Chalmers. Sistem ini merupakan jalan tengah antara
sistem Perancis dan sistem Jerman, artinya dengan menolak ajaran
abstraksi pada sistem Jerman dan memperhatikan perikatan dasar yang
menjadi latar belakang penerbitan surat wesel itu, serta memberikan
perlindungan kepada pemegang surat wesel yang jujur, walaupun ada
cacat pada perikatan dasar yang menjadi latar belakang penerbitan surat
wesel itu.
Dalam perkembangannya, ketiga macam sistem pengaturan ini semakin
menuju suatu persamaan konsep, sehingga mulai mengurangi prinsip-prinsip
yang berbeda. Sistem Perancis mengadakan perubahan-perubahan diantaranya
menghapuskan klausula "perbedaan tempat" yang disusul oleh dihapuskannya
klausula "valuta" dan menganut asas perlindungan terhadap pihak ketiga yang
jujur. Sedangkan sistem Jerman pada akhirnya melepaskan ajaran abstraksinya.19
Pada tahun 1925, Belanda mengubah dari yang semula menganut sistem
Perancis menjadi sistem Inggris. Lima tahun berselang tepatnya pada 1930 dan
1931 diadakan konferensi di Jenewa untuk menyatukan sistem pengaturan surat
wesel, surat sanggup, dan surat cek. Belanda yang ikut menandatangani semua
perjanjian hasil dari konferensi tersebut mulai menyesuaikan W.v.K sesuai hasil
perjanjian tersebut pada 1932. Perubahan tersebut diterapkan pula pada Hindia
Belanda dan mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 1936.20

d. Jenis-Jenis Surat Berharga


Penggunaan surat berharga biasa dijadikan alternatif dalam transaksi
pembayaran sehingga memiliki peranan yang penting baik dalam dunia
perdagangan maupun perbankan. Peraturan mengenai surat berharga di Indonesia
masih berpedoman kepada KUHD dan tersebar pada peraturan-peratuan lain
seperti Keputusan Presiden (Kepres), Peraturan Menteri (Permen), Peraturan Bank

19
James Julianto Irawan, Surat Berharga: Suatu Tinjauan Yuridis dan Praktis (Jakarta:
Kencana, 2014), hlm. 15.
20
Ibid., hlm. 16.

Universitas Indonesia
21

Indonesia (PBI), Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK), dan peraturan-


peraturan lainnya. Adapun penggolongan jenis-jenis menurut peraturan dapat
dibagi ke dalam dua kelompok besar yaitu:21
1. Surat berharga yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang,
yang terdiri dari:22
a. Wesel, adalah surat berharga yang memuat kata wesel di dalamnya, diberi
tanggal, dan ditandatangani di suatu tempat, penerbit memberi perintah
tanpa syarat kepada tersangkut untuk pada hari bayar membayar sejumlah
uang kepada penerima yang ditunjuk oleh penerbit atau penggantinya di
suatu tempat tertentu. Wesel ini diatur dalam Buku I, Bab VI, tepatnya
pada Pasal 100 - 173 KUHD.
b. Surat sanggup, adalah surat berharga yang memuat kata aksep atau
promes, dimana penerbit menyanggupi untuk membayar sejumlah uang
kepada orang yang disebut dalam surat sanggup itu atau penggantinya atau
pembawanya pada hari bayar. Surat sanggup ini dapat diterbitkan kepada
pengganti atau kepada pembawa, tapi dapat diendosemen kepada orang
lain. Mengenai surat sanggup ini diatur dalam Bagian XIII tepatnya pada
Pasal 174 - 177 KUHD.
c. Cek, adalah surat berharga yang memuat kata cek/cheque dimana
penerbitnya memerintahkan kepada bank tertentu untuk membayar
sejumlah uang kepada orang yang namanya disebutkan di dalam cek,
penggantinya atau pembawanya pada saat diunjukkan. Cek diatur dalam
Bab VII tepatnya pada Pasal 178 - 229 d KUHD.
d. Charter-party, yaitu surat berharga yang membuktikan tentang adanya
perjanjian pencarter kapal, dimana si penandatangan mengikatkan diri
untuk menyerahkan sebagian atau seluruh ruangan kapal kepada pencarter
untuk dioperasikan sedangkan pencarter mengikatkan diri untuk
membayar uang carter. Surat berharga ini diatur dalam Bab V, Buku II,
tepatnya pada Pasal 453-465 KUHD.


21
Joni Emirzon, Hukum Surat Berharga, hlm. 71.
22
Ibid, hlm. 71.

Universitas Indonesia
22

e. Konosemen, adalah surat berharga yang memuat kata konosemen atau Bill
of Lading yang merupakan tanda bukti penerimaan barang dari pengirim,
ditandatangani oleh pengangkut dan yang memberikan hak kepada
pemegangnya untuk menuntut penyerahan barang-barang yang disebut
dalam konosemen itu. Konosemen diatur pada Pasal 504 KUHD.
f. Saham, yaitu surat berharga yang mencantumkan kata saham di dalamnya,
sebagai tanda bukti kepemilikan sebagian dari modal perseroan. Ketentuan
mengenai saham ini terdapat pada Pasal 40-43 KUHD.
2. Surat berharga yang diatur diluar Kitab Undang-undang Hukum Dagang, yaitu
surat berharga yang lahir dengan mempertimbangkan perkembangan transaksi
bisnis, teknologi, dan informasi menyebabkan munculnya jenis-jenis surat
berharga yang pengaturannya di luar KUHD, seperti ceel, obligasi, sertifikat,
sertifikat deposito, bilyet giro, dan surat berharga komersial. Walaupun kini
banyak surat berharga yang belum diatur didalam KUHD, tidak berarti
ketentuan dalam pasal-pasal mengenai surat berharga dalam KUHD tidak
dapat diberlakukan. Surat berharga yang timbul di luar KUHD tersebut tetap
tunduk kepada ketentuan-ketentuan umum dalam KUHD yang berlaku bagi
surat-surat berharga, sepanjang tidak diatur tersendiri, sesuai dengan fungsi
dan tujuan penerbitan surat berharga itu.23

e. Peralihan Surat Berharga


Suatu surat berharga dapat diterbitkan dalam bentuk atas nama (op naam),
kepada-pengganti (aan order, to order) atau bentuk kepada-pembawa (aan
tonder, to bearer).24 Sebagai alat bayar, surat berharga harus dapat dialihkan
dengan mudah. Untuk mengalihan suatu surat berharga harus terlebih dahulu
melihat bentuk dan klausula yang terdapat di dalam surat berharga tersebut.
Secara lebih lanjut, cara peralihan berdasarkan bentuk surat berharga tersebut
adalah sebagai berikut:


23
Imam Prayogo dan Djoko Prakoso. Surat Berharga, hlm. 44.
24
H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, hlm. 21.

Universitas Indonesia
23

1. Surat berharga atas nama (op naam), yaitu surat berharga yang nama
krediturnya disebutkan jelas dalam akta tanpa tambahan apa-apa.25
Biasanya klausula ini diberikan pada surat yang berharga, namun
untuk surat berharga atas nama hanya ada dua jenis yaitu wesel dan
cek. Bagi surat wesel dan cek, peralihannya dilakukan dengan cara
endorsement, yaitu menulis suatu keterangan bahwa surat berharga
dengan maksud bahwa pemegang memberikan keterangan bahwa
surat berharga tersebut diperalihkan kepada pemegang berikutnya,
ditandatangani, dan diberi tanggal. Ini adalah endorsement yang
sempurna. Bila hanya memberikan paraf saja di belakang akta, maka
disebut endorsement blangko, karena nama kreditur baru tidak
disebut.26 Dasar hukum endorsement surat wesel dan cek adalah Pasal
110 ayat (1) dan 191 ayat (1) KUHD.27
2. Surat berharga kepada-pengganti (aan order, to order), adalah surat
berharga yang nama krediturnya disebut jelas dalam akta dengan
tambahan kata-kata "atau pengganti" setelahnya. 28 Peralihannya
dilakukan dengan cara endorsement dan penyerahan surat tersebut.
Endorsement merupakan lembaga pemindahan hak milik atas tagihan
pada surat berharga yang berklausula atas pengganti. Dasar hukum
peralihan surat berharga ini adalah Pasal 613 ayat (3) KUHPerdata.29
Endorsement harus dilakukan tanpa syarat dan setiap persyaratan yang
dimasukkan ke dalamnya dianggap tidak ada. Apabila endorsement
dilakukan untuk sebagian maka batal, sedangkan endorsement atas
unjuk berlaku sebagai endorsement blanko.
3. Surat berharga kepada-pembawa (aan toonder, to bearer), yaitu surat
berharga yang nama krediturnya tidak disebut dalam akta atau jika

25
Ibid.
26
Ibid., hlm. 22.
27
Ibid.
28
Ibid., hlm. 21.
29
Ibid., hlm. 22.

Universitas Indonesia
24

disebut dengan jelas dalam akta, maka dibelakangnya ditambah


dengan kata-kata "atau pembawa". Surat berharga bentuk ini paling
mudah untuk dialihkan atau dipindahtangankan kepada orang lain,
yaitu tanpa perlu adanya endosemen.30 Pengalihannya cukup dengan
menyerahkan surat itu saja, dari tangan ke tangan, seperti
menyerahkan uang.31 Kelemahan surat berharga ini adalah jika hilang
atau dicuri dan orang yang mendapatkan/mencurinya ternyata lebih
dahulu mencairkan di bank tersangkut daripada diterimanya laporan
atau pemberitahuan pemegang asli ke bank tersangkut. Dalam praktik
perdagangan surat berharga dengan bentuk kepada-pembawa lebih
banyak digunakan para pelaku bisnis, karena alasan kemudahan dan
kepraktisan dalam pengalihannya.32

f. Tanggung Jawab Para Pihak dalam Surat Berharga


Suatu surat berharga tentu saja melahirkan hak dan kewajiban di antara
penerbit dan penerima. Namun terhadap penerbitan surat berharga tertentu,
pihak-pihak yang terlibat tidak hanya penerbit dan penerima saja, melainkan bisa
saja lebih dari dua pihak.33 Surat berharga yang dalam penerbitannya hanya
melibatkan dua pihak diantaranya adalah surat sanggup dan kwitansi, sedangkan
surat berharga yang melibatkan lebih dari dua pihak adalah wesel, cek, bilyet
giro, dan lain-lain. Pihak-pihak yang terlibat dalam penerbitan surat berharga
antara lain penerbit, akseptan, avalis, penyela, andosan, dan pemegang.
Kedudukan masing-masing pihak dalam penerbitan surat berharga
melahirkan tanggung jawab hukum yang melekat pada mereka. Berikut
merupakan tanggung jawab para pihak yang terlibat dalam penerbitan surat
berharga:


30
Joni Emirzon, Hukum Surat Berharga, hlm. 40.
31
Ibid.
32
Ibid.
33
H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, hlm. 28.

Universitas Indonesia
25

1. Tanggung Jawab Penerbit. Penerbit adalah orang yang menandatangani


surat berharga dan akibatnya bertanggung jawab terhadap pembayaran
atau pelunasan pokok utang yang tercantum dalam surat berharga.
Penerbit bertanggung jawab kepada pemegang surat berharga walaupun
tanpa perjanjian dengan pemegang berikutnya.34
2. Tanggung Jawab Andosan. Andosan adalah orang yang menyerahkan
surat berharga kepada orang lain secara andosemen. Andosan harus
menjamin terlaksananya akseptasi dan pembayaran, kecuali jika
diperjanjikan sebaliknya.35
3. Tanggung Jawab Pemegang. Pemegang harus menyerahkan asli surat
berharga yang sudah diakseptasi untuk mendapatkan pembayaran, atau
mengunjukan surat berharga yang sah pada surat berharga kepada-
pembawa atau aan toonder.36
4. Tanggung Jawab Akseptan. Akseptan adalah tersangkut yang menaruh
tanda tangan dalam surat berharga, khususnya wesel, di bawah kata
"setuju" atau sejenisnya. Setelah menandatangani, tersangkut
berkedudukan menjadi akseptan yang mempunyai tanggung jawab untuk
membayar wesel pada hari bayar.37
5. Tanggung Jawab Avalis. Avalis atau Penjamin Aval adalah orang yang
bertanggung jawab menjamin pembayaran suatu surat berharga untuk
seluruh atau sebagian dari jumlah uang yang harus dibayar. Tanggung
jawab avalis muncul setelah ia membubuhkan tanda tangan di bawah
tulisan "untuk avalis".38
6. Tanggung Jawab Penyela. Penyela adalah orang yang ditunjuk untuk
dalam keadaan darurat memberikan akseptasi atau pembayaran surat
berharga. Tanggung jawab Penyela muncul setelah ia membubuhkan

34
Ibid., hlm. 68.
35
Ibid., hlm. 69.
36
Ibid., hlm. 68.
37
Ibid.
38
Ibid., hlm. 69.

Universitas Indonesia
26

tanda tangan di bagian muka surat berharga di bawah kata "penyelaan dan
intervensi" ditambah dengan kata-kata untuk siapa penyelaan diberikan,
misalnya "intervensi untuk akseptan".39

2. Sertifikat Deposito
a. Pengertian Sertifikat Deposito
Sebagaimana telah diuraikan pada sub-bab sebelumnya, surat berharga
dibagi menjadi dua jenis yaitu surat berharga yang diatur di dalam KUHD dan
surat berharga yang diatur di luar KUHD. Sertifikat Deposito termasuk dalam
jenis surat berharga yang diatur di luar KUHD atau yang dimaksud dengan tidak
diatur dalam KUHD. Namun menurut UU Perbankan, surat berharga adalah surat
pengakuan utang, wesel, saham, obligasi, sekuritas kredit, atau setiap derivatifnya,
atau kepentingan lain, atau suatu kewajiban dari penerbit, dalam bentuk yang
lazim diperdagangkan dalam pasar modal dan pasar uang.40
Secara tata bahasa, sertifikat deposito terdiri dari dua kata yaitu "sertifikat"
dan "deposito". Kata sertifikat artinya adalah suatu akta yang sengaja dibuat untuk
bukti tentang adanya suatu peristiwa tertentu. Dalam bidang surat berharga,
sertifikat berarti surat berharga kepada pembawa yang diterbitkan oleh bank atau
suatu badan hukum tertentu.41 Deposito, berdasarkan Undang-Undang Perbankan,
adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu
berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dengan bank. 42 Dengan demikian
deposito merupakan dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank
dengan salah satu ciri-ciri sebagai surat yang berharga yang diterbitkan oleh bank
43
berdasarkan atas nama, sehingga tidak dapat diperjualbelikan. Sedangkan


39
Ibid.
40
Indonesia, Undang-Undang Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1992 Tentang Perbankan, UU No. 10 Tahun 1998, LN. No. 182 Tahun 1998, TLN No. 3790, Ps. 1
angka 10.
41
H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia: Hukum Surat
Berharga, cet. 6 (Jakarta: Djambatan, 2008), hlm. 192.
42
Indonesia, Undang-Undang Perbankan, Ps. 1 angka 7.
43
Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, cet. 2 (Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 2003), hlm. 228.

Universitas Indonesia
27

pengertian sertifikat deposito adalah simpanan dalam bentuk deposito yang


sertifikat bukti penyimpanannya dapat dipindahtangankan.44
Dari pengertian berdasarkan UU Perbankan diatas, menunjukkan bahwa
suatu sertifikat deposito dapat dipindahtangankan, yang berarti bahwa dengan
dikeluarkannya sertifikat deposito dalam bentuk atas tunjuk, maka bukti
penyimpanannya dapat dipindahtangankan kepada pihak lain.45 Berbeda dengan
deposito berjangka dikeluarkan atas nama, sedangkan sertifikat deposito
dikeluarkan atas pengganti. Sehingga suatu sertifikat deposito dapat
diperjualbelikan serta dapat digunakan sebagai alat bayar.

b. Pengaturan Mengenai Sertifikat Deposito


Semula ketentuan mengenai sertifikat deposito diatur dalam SKDBI No.
21/48/KEP/DIR dan SEBI No. 21/27/UPG tertanggal 27 Oktober 1988, keduanya
mengatur tentang Penerbitan Sertifikat Deposito Oleh Bank dan Lembaga
Keuangan Bukan Bank. Setelah berlaku selama lebih dari 26 tahun, barulah pada
14 Juli 2015 Otoritas Jasa Keuangan mengeluarkan peraturan mengenai
penerbitan sertifikat deposito yang diatur dalam POJK No. 10 /POJK.03/2015.
Berdasarkan POJK tersebut, sertifikat deposito didefinisikan sebagai
simpanan dalam bentuk deposito termasuk yang berdasarkan prinsip syariah yang
sertifikat bukti penyimpanannya dapat dipindahtangankan. Dari pengertiannya,
terdapat juga jenis sertifikat deposito syariah yang diatur dalam Fatwa DSN No:
97/DSN-MUI/XII/2015 tentang Sertifikat Deposito Syariah.
Saat ini, Bank Indonesia baru saja menerbitkan peraturan mengenai
transaksi sertifikat deposito di pasar uang, setelah dua tahun sebelumnya Otoritas
Jasa Keuangan menerbitkan peraturan mengenai penerbitan sertifikat deposito
oleh bank. Bila peraturan yang diterbitkan oleh OJK membahas mengenai
penerbitannya, maka PBI No. 19/2/PBI/2017 mengatur tentang transaksinya.
Peraturan ini dibuat dalam rangka pengembangan pasar uang, yaitu dengan
menambah instrumen pasar uang berupa sertifikat deposito. Pengembangan

44
Indonesia, Undang-Undang Perbankan, Ps. 1 angka 8.
45
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, cet. 8 (Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2014), hlm. 48.

Universitas Indonesia
28

instrumen pasar uang yang dapat ditransaksikan oleh pelaku pasar uang juga
diharapkan mampu mendorong efisiensi pendanaan dan menjadi salah satu
sumber pembiayaan ekonomi nasional.46 Sehingga saat ini pengaturan mengenai
sertifikat deposito terdapat pada:
1) POJK No. 10 /POJK.03/2015 tentang Penerbitan Sertifikat Deposito Oleh
Bank.
2) SEOJK No. 41 /SEOJK.03/2016 tentang Tata Cara Penerbitan Sertifikat
Deposito.
3) PBI No. 19/2/PBI/2017 tentang Transaksi Sertifikat Deposito di Pasar
Uang.
4) Fatwa DSN MUI No: 97/DSN-MUI/XII/2015 tentang Sertifikat Deposito
Syariah.

c. Penerbitan Sertifikat Deposito


Perkembangan produk simpanan perbankan mengalami berbagai macam
perubahan fitur seiring dengan perubahan kebutuhan masyarakat. Oleh sebab itu,
dirasa perlu memperbarui peraturan mengenai penerbitan suatu Sertifikat
Deposito. Beberapa perkembangan kebutuhan masyarakat yang terpengaruh oleh
perkembangan terknologi informasi antara lain jenis mata uang, penyesuaian atas
minimal nominal, keamanan, dan transparansi. Untuk meningkatkan transparansi
terhadap sertifikat deposito, dalam peraturan baru ini diatur mengenai sertifikat
deposito dalam bentuk tanpa warkat (scripless).47 Sertifikat deposito tanpa warkat
maksudnya adalah suatu sertifikat deposito tanpa bentuk fisiknya atau secara
elektronik.
Hal-hal mengenai bentuk maupun karakteristik sertifikat deposito
berdasarkan peraturan baru ini menunjukkan perbedaan yang signifikan bila
dibandingkan dengan peraturan sebelumnya. Berdasarkan SKDBI No.


46
Bank Indonesia, Peraturan Bank Indonesia tentang Transaksi Sertifikat Deposito di
Pasar Uang, PBI No. 19/2/PBI/2017 Tahun 2017, LN No. 50 Tahun 2017, TLN No. 6034,
Penjelasan Umum.
47
Otoritas Jasa Keuangan, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Penerbitan
Sertifikat Deposito Oleh Bank, POJK No. 10 /POJK.03/2015 Tahun 2015, LN. No. 164 Tahun
2015, TLN No. 5718, Penjelasan Umum.

Universitas Indonesia
29

21/48/KEP/DIR, tepatnya Pasal 2 ayat (2) dan ayat (3), sertifikat deposito hanya
dapat diterbitkan dalam rupiah dengan nilai nominal sekurang-kurangnya Rp
1.000.000,00 (satu juta rupiah), dengan jangka waktu sekurang-kurangnya 30
hari atau satu bulan, dan selama-lamanya 24 bulan.
Perbedaan-perbedaan tersebut sebagaimana terdapat dalam POJK terbaru
yaitu, sertifikat deposito dapat diterbitkan dalam bentuk warkat atau tanpa warkat
(scripless). 48 Untuk bank yang menerbitkan sertifikat deposito dalam bentuk
tanpa warkat wajib mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Otoritas Jasa
Keuangan.49 Sertifikat deposito juga dapat diterbitkan dalam rupiah atau valuta
asing, dengan nominal paling sedikit yaitu Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta
rupiah) atau ekuivalennya dalam valuta asing. 50 Suatu sertifikat deposito
memiliki tenor paling singkat satu bulan dan paling lama 36 bulan, 51 yaitu tiga
bulan, enam bulan, sembilan bulan, 12 bulan, 24 bulan atau 36 bulan.
Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) POJK Sertifikat Deposito, sertifikat deposito
dapat diterbitkan dalam bentuk warkat maupun tanpa warkat (scripless). Untuk
ketentuan mengenai persyaratan yang harus dipenuhi dalam penerbitan sertifikat
deposito dalam bentuk warkat maupun tanpa warkat, selanjutnya diatur dalam
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 41/SEOJK.03/2016 tentang Tata
Cara Penerbitan Sertifikat Deposito, antara lain:
1. Sertifikat Deposito dalam Bentuk Warkat
Sertifikat Deposito dalam bentuk warkat paling sedikit memuat:
a. tanda tangan pejabat bank yang berwenang;
b. pada halaman depan paling sedikit memuat informasi:
1) frasa "SERTIFIKAT DEPOSITO" dan "DAPAT
DIPERDAGANGKAN" yang ditulis dalam huruf kapital dan
berukuran besar;
2) nomor seri warkat dan nomor rekening dalam penatausahaan di
bank;
3) nama bank, jenis kantor bank, dan lokasi kantor bank;
4) nilai nominal sesuai mata uang yang digunakan;
5) tangal dan tempat penerbitan;

48
Ibid., Ps. 2 ayat (1).
49
Ibid., Ps. 3 ayat (2).
50
Ibid., Ps. 5 ayat (1).
51
Ibid., Ps. 5 ayat (2).

Universitas Indonesia
30

6) tanggal jatuh tempo;


7) tingkat suku bunga; dan
8) pernyataan bank yang menerbitkan Sertifikat Deposito untuk
membayar sejumlah nilai nominal Sertifikat Deposito pada tanggal
yang ditetapkan dan bertempat di kantor bank yang menerbitkan
Sertifikat Deposito yang ditunjuk;
c. pada halaman belakang paling sedikit memuat:
1) klausula bahwa Sertifikat Deposito adalah simpanan dalam bentuk
deposito yang sertifikat bukti penyimpanannya dapat
dipindahtangankan;
2) klausula bahwa Sertifikat Deposito dijamin sepanjang memenuhi
ketentuan penjaminan Lembaga Penjamin Simpanan;
3) klausula bahwa pelunasan dilakukan pada tanggal jatuh waktu atau
sesudah jatuh waktu dengan menyerahkan kembali warkat
Sertifikat Deposito yoleh pemilik terakhir yang tercatat di bank
atau yang dikuasakan;
4) klausula dalam hal terjadi perubahan kepemilikan maka pemilik
Sertifikat Deposito yang baru harus melapor kepada bank disertai
dengan identitas diri dan fotokopi dokumen identitas pemilik lama;
5) lembar untuk melakukan endorsement dengan contoh sebagai
berikut:
Nama: Nama:
Nomor identitas diri: Nomor identitas diri:
Tanda tangan: Tanda tangan:

Nama: Nama:
Nomor identitas diri: Nomor identitas diri:
Tanda tangan: Tanda tangan:

dan
6) informasi mengenai pihak bank yang dapat dihubungi oleh
pemegang Sertifikat Deposito.

2. Sertifikat Deposito dalam Bentuk Tanpa Warkat


a. Bukti penerbitan dan/atau pencatatan Sertifikat Deposito dalam
bentuk tanpa warkat pada LPP, paling sedikit memuat:
1) nama bank yang menerbitkan Sertifikat Deposito;
2) lokasi kantor bank yang menerbitkan Sertifikat Deposito;
3) data riwayat dokumen hukum pendirian perusahaan atau anggaran
dasar berikut perubahannya;
4) nomor seri Sertifikat Deposito;
5) nominal Sertifikat Deposito;
6) tingkat suku bunga;
7) tanggal jatuh tempo Sertifikat Deposito;
8) nama agen penjual atau arranger;

Universitas Indonesia
31

9) pernyataan bahwa bukti penerbitan dan/atau pencatatan Sertifikat


Deposito dalam bentuk tanpa warkat yang didaftarkan pada LPP,
diterbitkan atas nama LPP dan untuk kepentingan pemegang
rekening LPP; dan
10) tanda tangan pejabat bank.
b. Bukti penerbitan dan/atau pencatatan Sertifikat Deposito dalam
bentuk tanpa warkat harus dicatatkan pada sistem LPP.
c. Bank membuat daftar rekapitulasi distribusi Sertifikat Deposito dalam
bentuk tanpa warkat dari nasabah yang berhak untuk dicatatkan dalam
sistem LPP. 52

d. Pengalihan Sertifikat Deposito


Salah satu unsur dalam surat berharga adalah dapat diperjualbelikan
dengan mudah, sehingga memenuhi fungsi pokoknya sebagai alat untuk
mengalihkan hak tagih. Surat berharga dapat diterbitkan atas nama (op naam)
atau kepada orang tertentu, kepada pengganti (order), dan kepada pembawa
(bearer) atau atas tunjuk.
Suatu sertifikat deposito dengan bentuk warkat, berdasarkan Pasal 2 ayat
(2) POJK Sertifikat Deposito, wajib bersifat atas pengganti (order).53 Sehingga
kemampuan pemegang sertifikat deposito dalam bentuk warkat untuk
memindahtangankan sertifikat bukti penyimpanannya kepada pihak lain dengan
cara menandatangani pada lembar sertifikat deposito (endorsement) sehingga
pihak yang ditunjuk terakhir berhak menerima pembayaran dari bank yang
menerbitkan pada saat sertifikat deposito telah jatuh tempo. 54 Dasar hukum
peralihan surat berharga kepada pengganti diatur dalam Pasal 613 ayat (3)
KUHPerdata.55
Sebelum berlakunya ketentuan mengenai penerbitan sertifikat deposito
yang diatur oleh OJK, sertifikat deposito dikenal sebagai surat berharga kepada
pembawa atau atas tunjuk. Penyerahannya cukup dilakukan secara fisik, yaitu


52
Otoritas Jasa Keuangan, Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan tentang. Tata Cara
Penerbitan Sertifikat Deposito, SEOJK No. 41 /SEOJK.03/2016 Tahun 2016, angka IV.
53
Otoritas Jasa Keuangan, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Penerbitan Sertifikat
Deposito, Ps. 2 ayat (2).
54
Ibid., angka I.
55
H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, hlm. 22.

Universitas Indonesia
32

penyerahan dari tangan pemegang sertifikat deposito yang lama ke tangan


pemegang sertifikat deposito baru tanpa persyaratan lainnya. Dengan metode ini
tidak diperlukan adanya penandatanganan pada bagian sertifikat deposito.
Pemenuhan pembayaran bagi pemegang sertifikat deposito cukup dengan
menunjukkan dan menyerahkan sertifikat deposito kepada bank. Hal ini
menimbulkan suatu permasalahan, karena fungsi surat berharga sebagai surat
legitimasi. Siapapun yang menguasai surat berharga berhak menerima
pembayaran tanpa harus membuktikan terlebih dahulu walaupun bukan berstatus
sebagai pemilik yang sebenarnya.

e. Transaksi Sertifikat Deposito di Pasar Uang


Bila peralihan sertifikat deposito yang diterbitkan dalam bentuk warkat
dilakukan dengan melakukan endorsement, maka berbeda halnya dengan
transaksi sertifikat deposito yang berbentuk tanpa warkat. Kepemilikan sertifikat
deposito dalam bentuk tanpa warkat wajib diidentifikasi oleh bank pada
pencatatan di Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian (LPP). 56 LPP sendiri
merupakan pihak yang menyelenggarakan kegiatan kustodian sentral bagi bank
kustodian, perusahaan efek, dan pihak lain untuk kepentingan pencatatan dan
penatausahaan sertifikat deposito dalam bentuk tanpa warkat.
Berdasarkan Pasal 18 POJK Sertifikat Deposito, telah diatur bahwa
pemindahtanganan sertifikat deposito dalam bentuk tanpa warkat yang dilakukan
melalui pasar uang, tunduk pada ketentuan yang diatur oleh otoritas yang
berwenang, yaitu Bank Indonesia sebagai otoritas pasar uang. Dengan amanat
pasal tersebut, maka diterbitkanlah PBI No. 19/2/PBI/2017 tentang Transaksi
Sertifikat Deposito di Pasar Uang.
Berdasarkan Pasal 3 ayat (1) PBI Transaksi Sertifikat Deposito,
menentukan kriteria sertifikat deposito yang ditransaksikan di pasar uang,
adapaun pasal tersebut berisi sebagai berikut:
Sertifikat Deposito yang ditransaksikan di Pasar Uang wajib memenuhi
kriteria sebagai berikut:
a. diterbitkan dalam bentuk tanpa warkat (scripless);

56
Otoritas Jasa Keuangan, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Penerbitan Sertifikat
Deposito, Ps. 2 ayat (3).

Universitas Indonesia
33

b. bunga dibayarkan secara diskonto;


c. diterbitkan dalam denominasi rupiah dan/atau valuta asing;
d. diterbitkan dengan besaran nominal paling sedikit Rp
10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) atau ekuivalennya dalam
valuta asing, dan selanjutnya dengan kelipatan Rp 10.000.000.000,00
(sepuluh miliar rupiah) atau ekuivalennya dalam valuta asing;
e. memiliki tenor paling singkat satu bulan dan paling lama 36 bulan,
yaitu satu bulan, tiga bulan, enam bulan, sembilan bulan, 12 bulan, 24
bulan, atau 36 bulan; dan
f. didaftarkan dan ditatausahakan di Bank Indonesia atau LPP yang
ditunjuk oleh Bank Indonesia. 57

Bank yang menerbitkan sertifikat deposito dalam bentuk tanpa warkat


wajib mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Otoritas Jasa Keuangan. Bagi
penerbitan setiap sertifikat deposito yang ditransaksikan di pasar uang, yang telah
memenuhi kriteria diatas, wajib mendapatkan izin dari Bank Indonesia dan
menyampaikan informasi penerbitan kepada Bank Indonesia setiap kali
menerbitkan sertifikat deposito.58 Sebagai otoritas yang berwenang dalam pasar
uang, Bank Indonesia telah menerbitkan PBI No. 18/11/PBI/2016 tentang Pasar
Uang yang memberikan kewenangan untuk mengatur, dan memberikan perizinan
terhadap instrumen pasar uang. Dalam PBI tersebut dinyatakan bahwa sertifikat
deposito merupakan salah satu instrumen pasar uang, sehingga mekanisme
pemindahtanganannya tunduk pada PBI tersebut yaitu dengan transaksi jual-beli
di Pasar Uang.

B. Sumber Dana Perbankan


Lembaga perbankan adalah lembaga keuangan yang menjadi perantara
antara pihak yang mempunyai kelebihan dana (surplus of funds) dengan pihak
yang membutuhkan atau kekurangan dana (lacks of funds), tentu membutuhkan
dana yang tidak sedikit dalam menjalankan kegiatan usaha atau operasionalnya.59
Kegiatan menghimpun dana pada bank tersebut biasanya bersumber dari
masyarakat, yang memegang peran penting bagi kegiatan perbankan. Dana yang


57
Bank Indonesia, Peraturan Bank Indonesia Transaksi Sertifikat Deposito, Ps.3 ayat (1).
58
Ibid., Ps. 6 ayat (1).
59
Hermansyah, Hukum Perbankan, hlm. 43.

Universitas Indonesia
34

berasal dari masyarakat luas adalah dana yang berhasil dihimpun dari masyarakat
dalam bentuk simpanan. Simpanan dari masyarakat itu adalah dana yang
dipercayakan oleh masyarakat kepada bank berdasarkan perjanjian penyimpanan
dana dalam bentuk giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk
lainnya yang dipersamakan dengan itu.60
Fungsi untuk mencari dan menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan memegang peranan penting terhadap pertumbuhan suatu bank,
sebab volume dana yang berhasil dihimpun atau disimpan tentunya akan
menentukan pula volume dana yang dapat dikembangkan oleh bank tersebut
dalam bentuk penanaman dana yang menghasilkan, misalnya dalam bentuk
pemberian kredit, pembelian efek-efek, atau surat-surat berharga di pasar uang.61
Dalam rangka menyalurkan dan menghimpun dana dari masyarakat tersebut, bank
harus sedemikian rupa mengenal sumber-sumber dana yang terdapat di dalam
berbagai lapisan masyarakat yang berbeda. Menurut Thomas Suyatno, secara
garis besar sumber dana bagi sebuah bank dibagi menjadi tiga macam, yaitu:62
1) Dana yang bersumber dari bank sendiri
2) Dana yang berasal dari masyarakat luas.
3) Dana yang bersumber dari lembaga keuangan, baik berbentuk bank
maupun bukan bank.
Selain ketiga sumber diatas, terdapat satu sumber tambahan lagi yaitu dana
yang bersumber dari Bank Indonesia sebagai Bank Sentral. Dana yang bersumber
dari Bank Indonesia adalah dana yang dikucurkan oleh Bank Indonesia melalui
fasilitas kredit atau disebut juga kewajiban kepada bank sentral berupa kredit
likuiditas.

1. Dana yang Bersumber dari Bank Sendiri


Dana yang bersumber dari bank merupakan dana berupa modal disetor
dari pemegang saham dan cadangan-cadangan serta keuntungan bank yang belum


60
Ibid., hlm. 45.
61
Ibid., hlm. 43
62
Hermansyah, Hukum Perbankan, hlm. 44.

Universitas Indonesia
35

dibagikan kepada para pemegang saham. Sumber ini adalah dana murni yang
dimiliki bank yang telah ada sejak memulai kegiatan usahanya, bahkan sejak bank
tersebut memperoleh izin usaha dari Bank Indonesia. 63 Berdasarkan Pasal 5
Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 11/1/PBI/2009 tentang Bank Umum,
ditetapkan bahwa "modal disetor untuk mendirikan bank ditetapkan paling kurang
sebesar Rp 3.000.000.000.000,00 (tiga triliun rupiah)."64
Secara umum, modal bagi suatu bank mempunyai berbagai peran antara
lain:65
• Sebagai sumber dana yang paling awal untuk membiayai kebutuhan
kegiatan bank yang bersangkutan sebelum mampu mengumpulkan dana
pihak ketiga.
• Sebagai bagian dari sumber likuiditas usaha.
• Sebagai alat untuk mengukur kepercayaan masyarakat terhadap bank.
• Sebagai ukuran kemampuan bank untuk menyerap kerugian.
Modal disetor yang berasal dari pemegang saham dapat dikatakan bersifat tetap,
dalam arti selamanya akan tetap mengendap dalam bank dan tidak akan mudah
ditarik begitu saja oleh penyetornya. Pemilik modal tersebut adalah para
pemegang saham baik dalam bentuk saham biasa maupun saham preference.66
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dana dari saham ini antara lain:67
• Dana tersebut akan tertanam sepanjang masa di dalam bank yang
bersangkutan.
• Pemilik dana (pemegang saham) mempunyai hak untuk mengontrol
jalannya usaha.
• Besar kecilnya deviden yang dibagikan akan tergantung pada besar
kecilnya laba yang diperoleh oleh bank yang bersangkutan.

63
Ibid., hlm. 45.
64
Bank Indonesia, Peraturan Bank Indonesia tentang Bank Umum, PBI No.
11/1/PBI/2009, LN No. 27 Tahun 2009, TLN No. 4976, Ps. 5.
65
Teguh Pudjo Muljono, Bank Budgeting: Profit Planning & Control (Yogyakarta:
BPFE-Yogyakarta, 1996), hlm. 180.
66
Ibid., hlm. 150.
67
Ibid.

Universitas Indonesia
36

• Nilai saham yang dimiliki pemodel akan dapat naik turun sesuai dengan
perkembangan dan kemajuan usaha dari masing-masing bank yang
bersangkutan. Selisih harga pasar dengan nilai nominal dalam struktur
rekening modal masuk ke dalam kelompok agio saham.

2. Dana yang Bersumber dari Masyarakat Luas


Sumber dana utama bank berasal dari simpanan yang dihimpun dari
masyarakat luas. Sumber dana ini sering juga disebut sebagai sumber dana
konvensional bank, baik berasal dari masyarakat maupun dari nasabah institusi.
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa dana bank yang berasal dari
masyarakat mempunyai peranan yang sangat penting bagi kegiatan perbankan.68
Dana yang berasal dari masyarakat luas tersebut pada prinsipnya
merupakan dana yang harus diolah atau dikelola oleh bank dengan sebaik-baiknya
agar memperoleh keuntungan. Adapun yang dimaksud dengan simpanan dari
masyarakat itu adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank
berdasarkan perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk giro, deposito, sertifikat
deposito, dan tabungan, dan bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.69

a. Giro
Berdasarkan Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
(UU Perbankan), giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap
saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sara perintah lainnya atau dengan
pemindahbukuan.70 Dari pengertian tersebut ada dua hal yang perlu diperhatikan
tentang giro, yaitu:71
• Penarikan giro dapat dilaksanakan setiap saat. Hal ini berarti penyimpan
dapat melakukan penarikan simpanan dalam bentuk giro setiap saat selama
kantor kas bank buka,

68
Hermansyah, Hukum Perbankan, hlm. 45.
69
Ibid., hlm. 45-46.
70
Indonesia, Undang-Undang Perbankan, Ps. 1 angka 6.
71
Hermansyah, Hukum Perbankan, hlm. 46.

Universitas Indonesia
37

• Cara penarikannya yang paling banyak digunakan adalah penarikan


dengan cek dan bilyet giro. Namun dengan batas-batas tertentu penarikan
dalam bentuk lainseperti sarana perintah pembayaran.
Bagi pihak nasabah, rekening giro dengan sifat penarikannya tersebut akan
sangat membantu dan merupakan alat pembayaran yang lebih efisien bagi nasabah
untuk memperlancar kegiatan bisnisnya. Mengingat sifat rekening giro ini dapat
ditarik sewaktu-waktu maka pengendapannya dana giro di bank juga sangat
berfluktuasi, dan sulit dianggarkan oleh bank dalam rangka investasi sumber dana
dari giro ini. Akibatnya suku bunga yang diberikan pada pemegang rekening ini
juga relatif paling rendah dibandingkan dengan produk dana perbankan lainnya.72

b. Deposito
Berdasarkan Pasal 1 angka 7 UU Perbankan, deposito adalah simpanan
yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu menurut perjanjian
antara nasabah penyimpan dengan bank. 73 Sesuai dengan namanya sebagai
simpanan berjangka maka bentuk deposito ini juga dapat dibedakan dengan
jangka waktu jatuh temponya. 74 Masing-masing bank mempunyai pembagian
jangka waktu yang berbeda-beda tetapi pada umumnya jangka waktu tersebut
diatur dalam bentuk 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, 1 tahun, dan 2 tahun. Dari
pengertian tersebut ada dua hal yang perlu diperhatikan tentang deposito, yaitu:75
• Penarikan deposito hanya dapat ditarik atau diuangkan pada saat jatuh
temponya oleh pihak yang namanya tercantum dalam bilyet deposito. Oleh
karena itu, deposito disebut juga simpanan atas nama.
• Cara penarikannya harus menunggu sampai dengan waktu yang tertuang
dalam perjanjian deposito telah jatuh tempo, maka deposan dapat menarik
deposito tersebut atau memperpanjang dengan suatu waktu yang
diinginkannya. Apabila deposito ditarik atau diuangkan sebelum waktu
jatuh tempo, maka bank akan mengenakan penalti kepada deposan dan hak

72
Teguh Pudjo Muljono, Bank Budgeting, hlm. 155.
73
Indonesia, Undang-Undang Perbankan, Ps. 1 angka 7.
74
Teguh Pudjo Muljono, Bank Budgeting, hlm. 155.
75
Hermansyah, Hukum Perbankan, hlm. 47.

Universitas Indonesia
38

pendapatan bunga tidak diperhitungkan oleh bank atas deposito berjangka


tersebut. Suatu simpanan deposito juga dapat diperpanjang secara otomatis
atas permintaan nasabah.
Mengingat jangka waktu jatuh tempo dari deposito ini sudah pasti dapat
diperkirakan, maka pengendapan dari dana yang bersumber dari deposito ini tentu
lebih stabil dibandingkan dengan rekening giro.76 Oleh karena itu pihak bank juga
dapat menanamkan dana ini ke aset yang mempunyai jangka waktu (umur) yang
relatif lebih panjang, dan sudah tentu suku bunga yang dibayarkan oleh bank
kepada para deposannya juga lebih tinggi dibanding dengan para pemegang
rekening giro.77

c. Sertifikat Deposito
Berdasarkan Pasal 1 angka 8 UU Perbankan, sertifikat deposito adalah
simpanan dalam bentuk deposito yang sertifikat bukti penyimpanannya dapat
dipindahtangankan.78 Dari pengertian tersebut ada dua hal yang perlu diperhatikan
tentang sertifikat deposito, yaitu:
• Penarikannya sama dengan deposito, namun berbentuk deposito
bersertifikat. Apabila deposito berjangka diterbitkan atas nama, maka
sertifikat deposito diterbitkan atas unjuk.79
• Dapat dipindahtangankan sesuai dengan definisi, dan penerbitannya yang
berbentuk atas unjuk. Sehingga bukti kepemilikan sertifikat deposito dapat
dipindahtangankan kepada pihak lain. Dengan modifikasi menjadi warkat
atas unjuk dan dapat diperjualbelikan ini akan memberikan keluwesan
bagi para deposan untuk mencairkan di cabang lain atau di kota lain, serta
apabila sewaktu-waktu memerlukan dana tidak perlu menunggu sampai
deposito dimilikinya jatuh tempo terlebih dahulu.80


76
Teguh Pudjo Muljono, Bank Budgeting, hlm. 156.
77
Ibid.
78
Indonesia, Undang-Undang Perbankan, Ps. 1 angka 8.
79
Hermansyah, Hukum Perbankan, hlm. 48.
80
Teguh Pudjo Muljono, Bank Budgeting, hlm. 156-157.

Universitas Indonesia
39

Dalam perkembangannya saat ini terdapat dua jenis sertifikat deposito


yang dapat diterbitkan oleh bank yaitu sertifikat deposito berbentuk warkat dan
berbentuk non-warkat (scripless). Jangka waktu sertifikat deposito sampai dengan
waktu jatuh tempo dapat mencapai 36 bulan. Dana yang didapatkan bank dari
sertifikat deposito ini juga bersifat lebih stabil dibandingkan dengan giro, dan
penanamannya ke earning assets juga dapat dikendalikan dengan baik.81

d. Tabungan
Berdasarkan Pasal 1 angka 9 UU Perbankan, tabungan adalah simpanan
yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang
disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan/atau alat lainnya
yang dipersamakan dengan itu. 82 Tabungan memiliki ciri di antara giro dan
deposito. Pada tabungan, dapat dilakukan penyetoran sewaktu-waktu dan
penarikan dananya oleh nasabah dengan tidak perlu memperhatikan jatuh
waktunya seperti pada deposito. Dari pengertian tersebut ada dua hal yang perlu
diperhatikan tentang tabungan, yaitu:83
• Penarikannya dengan syarat tertentu sesuai dengan perjanjian yang telah
disepakati oleh nasabah penyimpan dengan bank. Misalnya ada
persyaratan bahwa nasabah penyimpan dapat melakukan penarikan
simpanan setiap waktu baik dalam jumlah yang dibatasi atau tidak
dibatasi.
• Cara penarikannya dapat dilakukan langsung oleh nasabah penyimpan
dengan mengisi slip penarikan yang berlaku di bank yang bersangkutan,
atau dapat juga dengan tarikan langsung pada mesin-mesin atm yang
disediakan oleh bank. Namun penarikannya tidak dapat dilakukan
menggunakan cek, bilyet giro, maupun alat lainnya yang dipersamakan
dengan itu.
Dari sudut perbankan, biaya dana yang berasal dari tabungan ini juga
dapat digolongkan sebagai dana yang relatif mahal karena dapat ditarik sewaktu-

81
Ibid., hlm. 157.
82
Indonesia, Undang-Undang Perbankan, Ps. 1 angka 9.
83
Hermansyah, Hukum Perbankan, hlm. 49.

Universitas Indonesia
40

waktu. Namun lebih stabil dibanding dengan giro, tetapi lebih volatile dibanding
dengan deposito, karena segmen pasar penabung terutama diarahkan kepada
perorangan dan masyarakat luas.84

3. Dana yang Bersumber dari Lembaga Keuangan Bank dan Lembaga


Keuangan Bukan Bank
Dana yang bersumber dari lembaga-lembaga keuangan pada umumnya
diperoleh bank dalam bentuk pinjaman baik dalam jangka pendek maupun dalam
jangka panjang sesuai dengan kebutuhan dari bank yang membutuhkan dana
tersebut. Dana yang termasuk dari lembaga keuangan tersebut diantaranya:85
a. Pinjaman Antarbank. Dalam dunia perbankan adanya kerja sama dengan
pihak bank lain adalah suatu kelaziman. Kerja sama antar bank
diwujudkan dalam berbagai bentuk antara lain pemberian bantuan dalam
bentuk bantuan tenaga ahli maupun dalam bentuk modal kerja. Bantuan
modal biasanya diberikan sebagai pinjaman dalam jangka pendek maupun
menengah. Untuk jangka waktu maksimal tujuh hari disebut call money.
Mengenai pinjam-meminjam uang antarbank yang lazim terjadi adalah
pemberian pinjaman dari bank yang kuat ke bank yang relatif lemah,
misalnya pemberian pinjaman oleh bank pemerintah kepada bank swasta
nasional.
b. Call Money, merupakan dana talangan atau tambahan yang bersumber dari
lembaga keuangan bank. Call Money merupakan dana dalam rupiah yang
dipinjamkan oleh bank kepada bank lainnya dengan jangka waktu paling
lama tujuh hari yang setiap waktu dapat ditarik kembali oleh bank yang
memberikan pinjaman tersebut tanpa dikenakan suatu pembebanan. Ini
adalah instrumen atau sarana yang paling mudah digunakan oleh bank-
bank yang membutuhkan tambahan dana dalam kegiatan operasionalnya,
baik dalam keadan darurat atau mendesak maupun dalam keadaan biasa.


84
Teguh Pudjo Muljono, Bank Budgeting, hlm. 158.
85
Ibid., hlm. 54 - 55.

Universitas Indonesia
41

c. Pinjaman Dana dari Luar Negeri, merupakan keseluruhan dana uang


diperoleh dari pinjaman luar negeri baik yang berasal dari lembaga
keuangan bank atau lembaga keuangan bukan bank yang menimbulkan
kewajiban bagi bank penerima pinjaman untuk mengembalikan dana
pinjaman tersebut kepada pihak pemberi pinjaman dalam waktu tertentu.

4. Dana yang Bersumber dari Bank Indonesia Sebagai Bank Sentral


Bank Sentral dari berbagai negara sering pula disebut sebagai Bankers
Bank dengan maskud bank sentral tersebut dianggap sebagai salah satu sumber
dana di mana bank-bank umum dapat meminta bantuan untuk menambah
permodalan likuiditasnya. Oleh karena itu timbul istilah the Lender of the Last
Resort yaitu sebagai pinjaman pada tingkat yang terakhir atau sebagai fasilitas
kredit likuiditas darurat. Pemberian fasilitas kredit oleh Bank Indonesia (BI)
merupakan implementasi dari fungsi BI sebagai sebagai the lender of the last
resort. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan
atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, fungsi the
lender of the last resort itu memungkinkan BI memberikan fasilitas pembiayaan
darurat yang pendanaannya menjadi beban pemerintah, dalam hal suatu bank
mengalami kesulitan keuangan yang berdampak sistemis dan berpotensi
mengakibatkan krisis yang membahayakan sistem keuangan.86 Berikut merupakan
dana yang bersumber dari BI untuk dikucurkan kepada bank-bank yang
mengalami kesulitan pendanaan diantaranya:87
a. Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI), adalah kredit yang diberikan
oleh BI untuk membiayai kredit program pemerintah yang disalurkan
melalui bank umum. KLBI diberikan oleh BI sebagai pinjaman kepada
bank yang membutuhkan dana untuk kepentingan likuiditas mereka.
Namun saat ini KLBI sudah tidak digunakan lagi oleh BI sejak
dikeluarkannya fasilitas diskonto rupiah dan diberlakukannya Surat
Berharga Pasar Uang (SBPU).


86
Ibid., hlm. 49.
87
Ibid., hlm. 50-53.

Universitas Indonesia
42

b. Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), adalah bantuan yang


diberikan oleh BI kepada bank-bank yang mengalami kesulitan likuiditas
dalam operasinya sehari-hari. Kesulitan likuiditas ini bisa terjadi antara
lain karena penarikan dana secara tiba-tiba dan besar-besaran oleh nasabah
sementara bank tersebut tidak siap melayani kejadian tersebut. BLBI dapat
juga disebut sebagai fasilitas yang diberikan BI kepada perbankan untuk
menjaga kestabilan sistem pembayaran dan sektor perbankan, agar tidak
terganggu oleh adanya mismatch likuiditas antara kewajiban dan aset
bank.
c. Kredit atau Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah Jangka Pendek dari
Bank Indonesia, adalah kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip
syariah yang diberikan kepada bank untuk mengatasi kesulitan pendanaan
jangka pendek dari bank yang bersangkutan. Kredit atau pembiayaan
berdasarkan prinsip syariah ini hanya diberikan oleh BI kepada bank yang
mengalami kesulitan dana dengan menggunakan agunan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.

Universitas Indonesia
BAB 3
PENGGUNAAN SERTIFIKAT DEPOSITO SEBAGAI SUMBER DANA
PERBANKAN

A. Pemberian Kredit oleh Bank


Sebagai lembaga keuangan, peranan bank dalam perekonomian sangatlah
penting. Hampir semua kegiatan perekonomian masyarakat membutuhkan
fasilitas kredit yang disediakan oleh bank. 1 Berdasarkan Statistik Perbankan
Indonesia Maret 2017 yang dirilis oleh OJK, penyaluran dana perbankan
mayoritas ditempatkan dalam bentuk pemberian kredit, sebesar Rp. 4.402 Triliun
Rupiah atau 69% dari penempatan dana. 2 Maka dari itu, subbab ini akan
membahas mengenai tinjauan pemberian kredit oleh bank.

1. Tinjauan Mengenai Kredit Perbankan


Penghimpunan dana dari masyarakat maupun pemberian kredit,
merupakan dua dari sekian banyak kegiatan usaha bank yang paling diketahui
oleh masyarakat awam sebagaimana terdapat dalam Pasal 6 UU No. 7 Tahun
1992 tentang Perbankan. Fungsi untuk mencari dan menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan memegang peranan penting terhadap
pertumbuhan suatu bank, sebab volume dana yang berhasil dihimpun atau
disimpan tentunya akan menentukan pula volume dana yang dapat dikembangkan
oleh bank tersebut dalam bentuk penanaman dana yang menghasilkan, misalnya
dalam bentuk pemberian kredit, pembelian efek-efek, atau surat-surat berharga di
pasar uang.3
Dalam Pasal 1 angka 11 UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas
UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (UU Perbankan), menyebutkan definisi
dari kredit yaitu:

1
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, cet. 8 (Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2014), hlm. 43.
2
Data diolah dari: Otoritas Jasa Keuangan, Statistik Perbankan Indonesia Periode Maret
2017, (Jakarta: Otoritas Jasa Keuangan, 2017), hlm. 64
3
Hermansyah, Hukum Perbankan, hlm. 43.

Universitas Indonesia
44

Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan


dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam
antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk
melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian
bunga.4

Kredit berarti kepercayaan, yaitu keyakinan dari si pemberi (dalam hal ini
yaitu pihak bank) bahwa prestasi yang diberikannya dalam bentuk uang akan
diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu. Prestasi yang wajib dilakukan
oleh si peminjam atas kredit yang diberikan kepadanya adalah tidak semata-mata
melunasi utangnya, tetapi juga disertai dengan bunga sesuai dengan perjanjian
yang telah disepakati sebelumnya.
Berkaitan dengan pengertian kredit tersebut, menurut ketentuan Pasal 1
angka 5 PBI Nomor 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum,
yang dimaksud dengan kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-
meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam
untuk melunasi utang setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga
termasuk:5
a. Cerukan (overdraft), yaitu saldo negatif pada rekening giro nasabah yang
tidak dapat dibayar lunas pada akhir hari.
b. Pengambilalihan tagihan dalam rangka kegiatan anjak piutang.
c. Pengambilalihan atau pemberian kredit pada pihak lain.
Kredit bagi setiap bank mempunyai arti yang strategis dalam
pengembangan usaha bank yang bersangkutan. Salah satunya adalah sebagai
sumber pendapatan bagi bank dengan adanya bunga kredit. Hal ini
memungkinkan setiap bank untuk dapat mengembangkan usahanya apabila kredit
yang diberikan berjalan dengan lancar. Selain itu pemberian kredit juga berfungsi


4
Indonesia, Undang-Undang Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1992 Tentang Perbankan, UU No. 10 Tahun 1998, LN. No. 182, TLN No. 3790, Ps. 1 angka 11.
5
Hermansyah, Hukum Perbankan, hlm. 58.

Universitas Indonesia
45

untuk menjaga solvabilitas suatu bank, sebab kredit merupakan salah satu bentuk
penyaluran dana bank yang terbesar.6

2. Jenis-Jenis Kredit Perbankan


Berdasarkan jangka waktu dan penggunaannya kredit dapat digolongkan
menjadi tiga jenis, yaitu:7
a. Kredit investasi, yaitu kredit jangka menengah atau panjang yang
diberikan kepada debitur untuk membiayai barang-barang modal dalam
rangka rehabilitasi, modernisasi, perluasan, ataupun pendirian proyek
baru, misalnya pembelian tanah dan bangunan untuk perluasan pabrik,
yang pelunasannya dari hasil usaha dengan barang-barang modal yang
dibiayai tersebut.
b. Kredit modal kerja, yaitu kredit yang diberikan baik dalam rupiah maupun
dalam valuta asing untuk memenuhi modal kerja yang habis dalam satu
siklus usaha dengan jangka waktu maksimal satu tahun dan dapat
diperpanjang dengan sesuai kesepakatan antara pihak yang bersangkutan.
Dapat juga dikatakan bahwa kredit ini diberikan untuk membiayai modal
kerja, dan modal kerja adalah jenis pembiayaan yang diperlukan oleh
perusahaan untuk operasi perusahaan sehari-hari.
c. Kredit konsumsi, yaitu kredit jangka pendek atau panjang yang diberikan
kepada debitur untuk membiayai barang-barang kebutuhan atau konsumsi
dalam skala kebutuhan rumah tangga yang pelunasannya dari penghasilan
bulanan debitur yang bersangkutan. Dengan kata lain, kredit konsumsi
merupakan kredit perorangan untuk tujuan nonbisnis, termasuk kredit
pemilikan rumah. Kredit konsumsi biasanya digunakan untuk membiayai
pembelian mobil atau barang konsumsi barang tahan lama lainnya.

Berdasarkan sumber dananya, macam-macam kredit mengalami banyak


perubahan seiring dengan perkembangan perekonomian. Suatu bank ingin


6
Teguh Pudjo Muljono, Bank Budgeting: Profit Planning & Control (Yogyakarta: BPFE-
Yogyakarta, 1996), hlm. 207.
7
Hermansyah, Hukum Perbankan, hlm. 60.

Universitas Indonesia
46

memberikan kredit tidak perlu menunggu terlebih dahulu harus mempunyai dana
yang cukup, tetapi dapat melakukan kerja sama dengan bank lain dalam
membiayai proyek-proyeknya. Oleh karena itu jenis-jenis kredit juga bisa
dibedakan atas dasar sumber dananya yang terdiri dari:8
a. Kredit dengan dana bank yang bersangkutan, yaitu kredit-kredit yang
sumber dana sepenuhnya berasal dari dana yang dihimpun oleh bank
tersebut,
b. Kredit konsorsium, yaitu apabila bank mendapatkan nasabah yang
memerlukan pembiayaan kredit dalam jumlah dana yang cukup besar.
Sedangkan di sisi bank itu sendiri sudah menghadapi keterbatasan dana
atau limitnya. Maka bank tersebut dapat melakukan kerja sama dalam
pembiayaan kredit tersebut dengan beberapa bank. Dalam kredit
konsorsium ini, perlu ditetapkan bank mana yang akan bertindak sebagai
ketua konsorsium dan bank-bank mana yang akan menjadi anggota, serta
perlu pula dirumuskan masing-msaing tugas dan kewajiban sebagai
anggota maupun ketua.
c. Kredit sindikasi, yaitu untuk proyek-proyek yang perlu pembiayaan kredit
yang sangat besar dan dalam rangka penyebaran risiko yang luas maka
perlu didukung sumber dana dari bank yang semakin banyak dibandingkan
dengan model konsorsium. Oleh karena itu perlu dibentuk pembiayaan
bersama yang lebih besar, lebih luas, dan lebih terorganisr dalam kredit
sindikasi. Kredit sindikasi ditinjau dari asal pembiayaannya dapat
dibedakan menjadi offshore loan dan onshore loan. Offshore loan adalah
pinjaman yang pembiayaannya berasal dari luar negeri, sedangkan onshore
loan adalah pinjaman yang dananya berasal dari negara debitur sendiri.9
Pembagian tugas dalam organisasi sindikasi di antara bank-bank tersebut
mungkinn ada beberapa tingkatan antara lain:
• Management group, yaitu bank yang bertindak selaku pengelola
kredit.


8
Teguh Pudjo Muljono, Bank Budgeting, hlm. 228 - 230.
9
Iswahjudi A. Karim, Kredit Sindikasi (Jakarta: KarimSyah Law Firm, 2005), hlm. 1.

Universitas Indonesia
47

• Lead Bank, yaitu bank yang menjadi pemasok terbesar dana yang
dipakai untuk sindikasi.
• Co Manager, yaitu anggota sindikasi yang menyediakan dananya lebih
besar dibandingkan dengan bank-bank lainnya dalam meminta
kedudukan dalam sindikasi tersebut mendapatkan perbedaan
perlakuan.
• Agent Bank, yaitu bank yang menyediakan diri dalam keanggotaan
sindikasi untuk ditunjuk sebagai pelaksana teknis operasionil dari
manajemen.
• Member Bank, yaitu anggota sindikasi yang bertugas semata-mata
menjadi penyedia dana.

Selanjutnya dalam rangka meminimalisir kegagalan dalam pemberian


kredit, maka perlu diadakan usaha-usaha diversifikasi pemberian kredit yang
tersebar ke berbagai sektor perekonomian. Hal ini perlu diperhatikan karena suatu
sektor ekonomi mempunyai gelombang yang berbeda-beda, ada saatnya suatu
jenis industri mengalami kenaikan tetapi di suatu waktu yang lain mengalami
kemerosotan usaha. 10 Pengelompokkan jenis kredit ke dalam sektor-sektor
perekonomian, terdiri dari:11
• Kredit untuk sektor pertanian, perburuhan dan sarana pertanian.
• Kredit untuk sektor perikanan.
• Kredit untuk sektor pertambangan dan penggalian.
• Kredit untuk sektor industri pengolahan.
• Kredit untuk sektor listrik, gas dan air.
• Kredit untuk sektor konstruksi.
• Kredit untuk sektor perdagangan besar dan eceran.
• Kredit untuk sektor akomodasi dan penyediaan makan.
• Kredit untuk sektor transportasi, pergudangan dan komunikasi.
• Kredit untuk sektor perantara keuangan.

10
Ibid., hlm. 232 - 233.
11
Data diolah dari: Otoritas Jasa Keuangan, Statistik Perbankan Indonesia Periode Maret
2017, (Jakarta: Otoritas Jasa Keuangan, 2017), hlm. 117.

Universitas Indonesia
48

• Kredit untuk sektor real estate, usaha persewaan, dan jasa.


• Kredit untuk sektor administrasi pemerintahan, pertahanan, dan
jaminan sosial wajib.
• Kredit untuk sektor jasa.
• Kredit untuk sektor jasa perorangan yang melayani rumah tangga.
• Kredit untuk sektor badan internasional dan badan ekstra internasional.
• Kredit untuk sektor kegiatan yang belum jelas batasannya.

3. Batas Maksimum Pemberian Kredit


Pada Pasal 11 UU Perbankan, diatur mengenai Batas Maksimum
Pemberian Kredit (BMPK) yang berlaku antara lain untuk pemberian kredit oleh
bank kepada peminjam atau sekelompok peminjam atau pihak yang terkait
dengan bank. Pada intinya, pasal tersebut menetapkan:
a. Bagi peminjam atau kelompok peminjam yang tidak terkait dengan bank
adalah tidak melebihi dari 30% dari modal bank yang sesuai dengan
ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
b. Bagi bank yang terkait dengan bank tidak melebihi 10 % dari modal bank.
c. Ketentuan lebih lanjut mengenai BPMK diatur dalam Peraturan Bank
Indonesia Nomor 8/13/PBI/2006 tentang Perubahan atas Peraturan Bank
Indonesia Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian
Kredit (BMPK).
Berdasarkan PBI tersebut, BMPK adalah persentase maksimum
penyediaan dana yang diperkenankan terhadap modal bank.12 Penyediaan dana
disini meliputi pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan, fasilitas jaminan,
penempatan investasi surat berharga, atau hal lain yang serupa dengan itu antara
lain tagihan yang diambil alih oleh bank dalam rangka kegiatan anjak piutang
yang dapat diberikan oleh bank kepada peminjam atau sekelompok peminjam.13


12
Bank Indonesia, Peraturan Bank Indonesia tentang Perubahan Atas Peraturan Bank
Indonesia Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum, PBI No.
8/13/PBI/2006 Tahun 2006, LN. No. 70 Tahun 2006, TLN. No. 4639, Ps. 1 angka 2.
13
Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, cet. 2 (Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 2003), hlm. 252.

Universitas Indonesia
49

Dalam peraturan BI tersebut, Bank dilarang untuk memberikan penyediaan dana


yang mengakibatkan pelanggaran batas maksimum pemberian kredit.
Selain itu, bank wajib menerapkan manajemen risiko kredit yang lebih
prudent kepada pihak terkait maupun peminjam atau keloompok peminjam yang
memiliki eksposur besar (large exposure). Peraturan tersebut mengatur tentang
penyediaan dana kepada pemerintah pusat atau daerah yang dijamin oleh
pemeirntah Indonesia dikecualikan dari perhitungan BMPK sedangkan
penyediaan dana kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk tujuan
pembangungan ditetapkan maksimum 30% dari modal maksimum dan BMPK
untuk non BUMN maksimal sebesar 20% untuk individu atau korporasi dan
maksimal 25% untuk grup atau kelompok.

B. Penggunaan Sertifikat Deposito di Pasar Uang


1. Gambaran Umum Pasar Uang
Pasar keuangan mempunyai peranan penting dalam meningkatkan
efisiensi perekonomian melalui penyaluran dana dari pihak-pihak yang
mempunyai surplus dana kepada pihak-pihak yang membutuhkannya baik untuk
kegiatan investasi maupun kegiatan ekonomi lainnya.14 Aliran dana dari pihak
yang berkelebihan dana kepada pihak lain yang membutuhkan dana dapat
disalurkan secara langsung dan tidak langsung. Pembiayaan langsung terjadi bila
peminjam mencari dana secara langsung ke pasar keuangan dengan menjual surat-
surat berharga. Pembiayaan tidak langsung terjadi bila pemilik surplus dana
menaruh dana pada lembaga perantara seperti bank, perusahaan asuransi, dan
kemudian lembaga keuangan tersebut meminjamkannya pada unit yang
membutuhkan.15 Jenis pasar keuangan yang akan kita bahas dalam tulisan ini
dikhususkan mengenai pasar uang atau money market, karena berkaitan langsung


14
Mahdi Mahmudy, Pasar Uang Rupiah: Gambaran Umum, (Jakarta: Bank Indonesia,
2005), hlm. 1.
15
Ibid., hlm. 2.

Universitas Indonesia
50

dengan BI selaku otoritas pertama dalam kebijakan moneter dan mengatur


stabilitas pasar uang dan valas.16
Perkembangan dan kondisi likuiditas perbankan selain dipengaruhi oleh
kegiatan usaha bank juga dipengaruhi oleh sistem dalam pasar uang. Pasar uang
adalah pasar tempat suatu pihak meminjam dana dari pihak lainnya pada tingkat
bunga tertentu dan biasanya untuk jangka waktu di bawah satu tahun.17 Seperti
pengertian pasar lainnya, pasar uang adalah suatu pasar tempat terjadinya
pertemuan antara penjual dan pembeli yang kesepakatannya membentuk harga
barang/jasa. Pada pasar uang, harga yang terbentuk dinamakan suku bunga.
Hukum permintaan dan penawaran juga berlaku di pasar ini. Bila permintaan akan
dana meningkat, maka suku bunga akan naik. Demikian sebaliknya, bila supply
dana naik karena banyak orang menaruh dana di pasar uang maka bunga akan
turun.18
Pasar uang di suatu negara ditentukan oleh struktur pasar, instrumen yang
tersedia, perkembangannya, regulasi, dan kondisi likuiditas pasar. Kondisi
likuiditas sistem keuangan akan menentukan kebijakan moneter yang akan
dilakukan bank sentral terkait dengan target pencapaian inflasi dan menjaga
momentum pertumbuhan yang berkelanjutan. 19 Sedangkan untuk memastikan
kondisi likuiditas pasar uang tersebut dibutuhkan peran pelaku pasar uang. Pelaku
pasar uang adalah pihak yang melakukan kegiatan penerbitan instrumen pasar
uang dan/atau melakukan transaksi di pasar uang.20
Bank sentral merupakan pelaku utama pada pasar uang mengingat salah
satu tugas utamanya adalah menjaga stabilitas moneter dan harga melalui


16
Wawancara dengan Bapak Mario Simatupang dan Ibu Tira Nitria, Manager
Department of Financial Market Development dan Analyst Money Market Development &
Regulation Division Department of Financial Market Development Bank Indonesia, tanggal 19
Juni 2017.
17
Mahdi Mahmudy, Pasar Uang Rupiah, hlm. 5.
18
Ibid., hlm. 7-8.
19
Gantiah Wuryandai, et. al., "Pengelolaan Dana dan Likuiditas Bank" Buletin Ekonomi
Moneter dan Perbankan (Januari 2014), hlm. 250.
20
Bank Indonesia, Peraturan Bank Indonesia Tentang Pasar Uang, PBI No.
18/11/PBI/2016 Tahun 2016, LN No. 148, TLN No. 5909, Ps. 1 angka 2.

Universitas Indonesia
51

pengendalian jumlah likuiditas di pasar uang. Dalam menunaikan tugasnya, bank


sentral menggunakan surat berharga pemerintah atau surat berharga lainnya,
seperti Sertifikat Bank Indonesia (SBI) guna mengendalikan likuiditas bank-bank
dan lembaga keuangan non bank. Terhitung sejak tahun 2014, BI tengah
mendorong kembali penguatan pasar keuangan melalui penerbitan peraturan-
peraturan di pasar uang.21

2. Peraturan Mengenai Pasar Uang


Pada tahun 2016 yang lalu, Bank Indonesia telah menerbitkan PBI
18//11/PBI/2016 tentang Pasar Uang. Peraturan ini memberikan kewenangan bagi
BI dalam mengatur, memberikan perizinan, mengambangkan, dan mengawasi
beberapa unsur utama dalam suatu pasar uang, diantaranya:
a. Instrumen Pasar Uang.
b. Transaksi Pasar Uang.
c. Pelaku Pasar Uang.
d. Infrastruktur Pasar Uang
e. Pengawasan Pasar Uang.
PBI Pasar Uang juga merupakan bentuk keseriusan Bank Indonesia dalam
mendorong pendalaman pasar keuangan, melalui pengaturan stabilitas pasar uang.
PBI ini sekaligus mencabut ketentuan terdahulu mengenai pasar uang, yaitu
SKDBI No 21./55/KEP/DIR tanggal 27 Oktober 1988, dan SEBI No. 21/32/UPG
tanggal 27 Oktober 1988, semula keduanya mengatur tentang Pasar Uang dan
Penempatan Dana Antar Bank.

3. Instrumen Pasar Uang di Indonesia


Struktur pasar uang Indonesia memiliki instrumen yang sangat terbatas,
sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia tentang Pasar Uang, pengertian
instrumen pasar uang adalah instrumen yang ditransaksikan di pasar uang, yang
meliputi instrumen yang diterbitkan dengan jangka waktu satu tahun, sertifikat

21
Wawancara dengan Bapak Mario Simatupang dan Ibu Tira Nitria, Manager
Department of Financial Market Development dan Analyst Money Market Development &
Regulation Division Department of Financial Market Development Bank Indonesia, tanggal 19
Juni 2017.

Universitas Indonesia
52

deposito, dan instrumen lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, termasuk
berdasarkan prinsip syariah.22 Instrumen pasar uang yang diperdagangkan dalam
pasar uang di Indonesia saat ini adalah diantaranya, Promes, commercial paper
(CP), sertifikat Bank Indonesia (SBI), repurchase agreement (Repo), banker's
acceptance (BA), surat perbendaharaan negara (SPN), Sertifikat Deposito (NCD),
dan Pasar Uang Antar Bank (PUAB).

a. Promes
Promes adalah surat sanggup bayar dalam jumlah, tanggal, dan jangka
waktu tertentu yang diterbitkan oleh yang terhutang (issuer). Warkat promes di
samping digunakan sebagai instrumen pasar uang antar bank, juga dapat
digunakan sebagai jaminan tambahan dari nasabah debitur atas setiap penarikan
kredit yang dilakukan. Pengaturan mengenai promes masih tunduk kepada Pasal
174 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD).23

b. Sertifikat Deposito (NCD)


Sertifikat deposito adalah suatu instrumen keuangan yang dapat
dipindahtangankan, dan didepositkan pada suatu bank atau institusi keuangan
lainnya dengan jangka waktu tertentu dan tingkat bunga tertentu yang diterima
dimuka.24 Sertifikat deposito dapat diperjualbelikan karena merupakan instrumen
yang negotiable dan tidak menyebutkan nama pemilik, berbeda dengan deposito
yang diterbitkan atas nama pemilik dan tidak dapat dipindahtangankan. Besar
kecilnya tingkat suku bunga yang dibayarkan pada sertifikat deposito tergantung
pada beberapa faktor, antara lain jenis mata uang dari sertifikat deposito, tingkat
suku bunga antar bank, dan tingkat kesehatan bank yang menerbitkan. Bagi
investor, sertifikat deposito tersebut dapat disimpan hingga jatuh tempo atau
dijual pada harga yang berlaku sebelum jatuh tempo.25


22
Bank Indonesia, Peraturan Bank Indonesia Tentang Pasar Uang, Ps. 1 angka 7.
23
Mahdi Mahmudy, Pasar Uang Rupiah, hlm. 38.
24
Ibid., hlm. 16.
25
Ibid.

Universitas Indonesia
53

c. Sertifikat Bank Indonesia (SBI)


SBI merupakan surat berharga atas unjuk dalam Rupiah yang diterbitkan
oleh Bank Indonesia (BI) sebagai pengakuan hutang berjangka waktu pendek
dengan sistem diskonto. Selain digunakan untuk instrumen kebijakan moneter
untuk mempengaruhi likuiditas bank-bank, SBI juga dimaksudkan untuk
mendorong pengembangan pasar uang.26 Penerbitan SBI dapat dilakukan dengan
mekanisme lelang maupun non lelang. Adapun saat ini transaksi SBI tunduk
kepada Surat Edaran Bank Indonesia No. 17/12/DPM tanggal 26 Oktober 2015
perihal Perubahan Kedua Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) Nomor
16/23/DPM tanggal 23 Desember 2014 perihal Operasi Pasar Terbuka (SEBI
Operasi Pasar Terbuka).

d. Pasar Uang Antar Bank (PUAB)


PUAB adalah sarana pinjam-meminjam yang dilakukan antar bank dengan
menggunakan telepon atau melalui Reuter. Pada mulanya PUAB diperkenalkan
dengan tujuan untuk mengatasi likuiditas bagi bank yang kalah kliring. Namun
dalam perkembangannya, PUAB tidak hanya terbatas untuk menutup kekalahan
kliring, tetapi juga dapat dimanfaatkan untuk penanaman dana bagi bank yang
kelebihan dana. 27 Semula ketentuan mengenai PUAB diatur dalam Surat
Keputusan Direksi Bank Indonesia (SKDBI) Nomor 21/55/KEP/DIR tanggal 27
Oktober 1988 tentang Pasar Uang dan Penempatan Dana Antar Bank, namun saat
ini telah dicabut seiring dengan diterbitkannya PBI Pasar Uang.

e. Surat Berharga Komersial (CP)


CP sesuai pengaturan yang dikeluarkan BI baik berupa SKDBI Nomor
28/49/KEP/DIR maupun SBI Nomor 28/151/UPG sejak masing-masing tanggal
11 Agustus 1995 dan 31 Januari 1996 tentang Pemberlakuan Persyaratan
Pemeringkatan Atas Surat Berharga Komersial (CP) Melalui Bank Umum di
Indonesia, adalah surat sanggup tanpa jaminan yang diterbitkan oleh perusahaan
bukan bank dan diperdagangkan melalui bank atau perusahaan efek, berjangka


26
Ibid., hlm. 39.
27
Ibid., hlm. 42.

Universitas Indonesia
54

waktu pendek, dan diperdagangkan dengan sistem diskonto.28 Saat ini BI tengah
mempersiapkan peraturan terbaru mengenai CP untuk mendorong korporasi baik
sektor keuangan maupun non keuangan untuk memanfaatkan sumber dana jangka
pendek di luar fasilitas kredit perbankan.

f. Banker's Acceptace (BA)


BA adalah wesel berjangka yang ditarik oleh eksportir (beneficiary) dan
yang menjadi debitur (tertarik) adalah importir (applicant) yang diaksep oleh
bank, diterbitkan dalam rangka pembiayaan transaksi perdagangan internasional
maupun dalam negeri, berjangka waktu pendek dan diperdagangkan secara
diskonto. BA merupakan salah satu instrumen pembiayaan bagi eksportir dan
importir dalam transaksi dagang internasional dan domenstik yang dilakukan,
antara lain dengan Letter of Credit (L/C), Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri
(SKBDN), Collection dan Open Account. Sejalan dengan jenis transaksi tersebut
maka pemanfaatan BA akan disesuaikan dengan menurut keperluan
pembiayaannya.29

g. Repurchase agreement (Repo)


Repo adalah suatu perjanjian antara dua pihak yang salah satunya setuju
untuk menjual instrumen pasar uang kepada pihak lainnya pada waktu dan harga
tertentu, dan sekaligus menyetujui untuk membeli kembali pada tanggal dan harga
tertentu pula.30 Bagi pihak investor, Repo bertujuan sebagai alternatif portofolio
investasi. Transaksi Repo, berdasarkan SEBI Operasi Pasar Terbuka, adalah
transaksi penjualan surat berharga oleh Peserta Operasi Pasar Terbuka kepada BI,
dengan kewajiban penjualan kembali oleh Peserta OPT sesuai dengan harga dan
jangka waktu yang disepakati.31


28
Ibid., hlm. 45 - 46.
29
Ibid., hlm. 47 - 48.
30
Ibid., hlm. 16
31
Bank Indonesia, Surat Edaran Bank Indonesia perihal Perubahan Kedua Surat Edaran
Bank Indonesia Nomor 16/23/DPM tanggal 23 Desember 2014 perihal Operasi Pasar Terbuka,
SEBI No. 17/12/DPM, Butir I.A angka 12.

Universitas Indonesia
55

4. Transaksi Sertifikat Deposito di Pasar Uang


Dalam beberapa tahun terakhir, kondisi pasar uang Indonesia masih
didominasi oleh penerbitan surat berharga oleh Bank Indonesia dan transaksi
pinjam-meminjam antar bank. Untuk lebih jelas mengenai outstanding transaksi
pasar uang dapat dilihat pada grafik berikut.

Grafik 1: Outstanding Transaksi Pasar Uang32

Kondisi sebagaimana grafik diatas, masih kurang efektif dalam


mendukung pembentukan pasar uang yang dalam, dan likuid. Untuk mencapai
dan memelihara kestabilan nilai rupiah, Bank Indonesia merasa perlu dukungan
berupa pasar keuangan yang efisien. Pasar uang dikatakan efisien bila dapat
melakukan transfer uang dari unit surplus ke unit defisit dalam jumlah besar
dengan waktu yang singkat serta biaya yang sangat rendah. Untuk mencapai pasar
keuangan yang efisien tersebut, dibutuhkan antara lain pasar uang yang likuid.
Fungsi likuiditas pasar uang terkait dengan manfaat yang diberikannya kepada
invstor dalam rangka mengelola dana jangka pendek mereka yang idle dengan
membeli instrumen-instrumen pasar uang.33


32
Nanang Hendarsah, Tayangan PBI Transaksi Sertifikat Deposito (Jakarta: Bank
Indonesia, 2017), dipresentasikan di Bank Indonesia pada 22 Maret 2017.
33
Mahdi Mahmudy, Pasar Uang Rupiah, hlm. 5.

Universitas Indonesia
56

Sehingga Bank Indonesia, selaku lembaga yang menetapkan dan


melaksanakan kebijakan moneter serta makroprudensial, belum lama ini
mengeluarkan peraturan mengenai transaksi sertifikat deposito dalam tujuannya
mencapai pasar keuangan yang likuid dan efisien. Peraturan tersebut adalah PBI
No. 19/ 2 /PBI/2017 tentang Transaksi Sertifikat Deposito di Pasar Uang. PBI
tersebut mengatur mengenai pengembangan instrumen pasar uang yang dapat
ditransaksikan oleh pelaku pasar uang, yaitu berupa sertifikat deposito.
Dalam POJK No. 10/POJK.03/2015 tentang Penerbitan Sertifikat Deposito
oleh Bank, khususnya Pasal 18 mengatur bahwa:
Pemindahtanganan Sertifikat Deposito dalam bentuk tanpa warkat yang
dilakukan melalui pasar uang, tunduk pada ketentuan yang diatur oleh
otoritas yang berwenang.34

Maksud dari pasal diatas adalah memberikan pendelegasian kepada


otoritas yang berwenang, yaitu Bank Indonesia, untuk menerbitkan suatu
pengaturan transaksi sertifikat deposito dalam tujuannya mewujudkan pasar uang
yang dalam, likuid, dan efisien. Sehingga dalam rangka pengembangan pasar
uang tersebut, diterbitkanlah PBI No. 19/2/PBI/2017 tentang Transaksi Sertifikat
Deposito.
Adapun yang dimaksud dengan transaksi sertifikat deposito dalam
peraturan ini, adalah pemindahtanganan secara jual-beli putus (outright) sertifikat
deposito yang dilakukan melalui pasar uang dengan kesepakatan harga,
mekanisme penyelesaian, dan penatausahaan tertentu. 35 Dengan kata lain,
transaksi yang diatur dalam PBI ini hanya mencakup transaksi yang dilakukan di
pasar sekunder.
Tidak semua sertifikat deposito dapat ditransaksikan di pasar uang, karena
peraturan ini juga memberikan kriteria terhadap sertifikat deposito yang dapat
ditransaksikan di pasar uang. Hal tersebut diatur dalam Pasal 3 ayat (1) peraturan
ini yang menyebutkan bahwa:


34
Otoritas Jasa Keuangan, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Penerbitan
Sertifikat Deposito Oleh Bank, Ps. 18.
35
Bank Indonesia, Peraturan Bank Indonesia tentang Transaksi Sertifikat Deposito di
Pasar Uang, PBI No. 19/2/PBI/2017 Tahun 2017, LN No. 50 Tahun 2017, TLN No. 6034, Ps. 1
angka 6.

Universitas Indonesia
57

Sertifikat deposito yang ditransaksikan di pasar uang wajib memenuhi kriteria


sebagai berikut:
a. Diterbitkan dalam bentuk tanpa warkat (scripless);
b. Bunga dibayarkan secara diskonto;
c. Diterbitkan dalam denominasi Rupiah dan/atau valuta asing;
d. Diterbitkan dengan besaran nominal paling sedikit Rp.
10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) atau ekuivalennya dalam
valuta asing;
e. Memiliki tenor paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 36 (tiga
puluh enam) bulan, yaitu 1 (satu) bulan, 3 (tiga) bulan, 6 (enam) bulan,
9 (sembilan) bulan, 12 (dua belas) bulan, 24 (dua puluh empat) bulan,
atau 36 (tiga puluh enam) bulan;
f. Didaftarkan dan ditatausahakan di Bank Indonesia atau Lembaga
Penyimpanan dan Penyelesaian (LPP) yang ditunjuk oleh Bank
Indonesia.36

Mengenai besaran nominal penerbitan, diatur paling sedikit Rp.


10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) adalah dengan maksud untuk
mendorong penerbitan sertifikat deposito dalam jumlah yang besar sehingga pada
akhirnya akan meningkatkan likuiditas di pasar sekunder. 37 Sementara untuk
penentuan jangka waktu atau tenor paling singkat satu bulan dan paling lama 36
bulan sebagaimana tertulis pada poin (e) diatas bertujuan untuk harmonisasi
dengan ketentuan dalam POJK, serta mempercepat pembentukan harga pasar uang
yang lebih efisien pada tenor yang lebih panjang.38
Bank yang menerbitkan sertifikat deposito yang ditransaksikan di pasar
uang wajib memperoleh izin dari Bank Indonesia.39 Izin tersebut perlu diperoleh
sehingga bank menjadi eligible issuer untuk menerbitkan sertifikat deposito yang
ditransaksikan di pasar uang. Sebelumnya bank yang menerbitkan sertifikat
deposito dalam bentuk tanpa warkat (scripless) wajib untuk memperoleh
persetujuan terlebih dahulu dari Otoritas Jasa Keuangan. Selain bank, perusahaan
efek dan perusahaan pialang yang bertindak sebagai perantara pelaksanaan

36
Ibid., Ps. 3 ayat (1).
37
Bank Indonesia, "Tanya Jawab Peraturan Bank Indonesia No. 19/2/PBI/2017 tentang
Transaksi Sertifikat Deposito di Pasar Uang" http://www.bi.go.id/id/peraturan/moneter/Pages/
pbi_19217.aspx, diakses 10 Mei 2017
38
Ibid.
39
Bank Indonesia, Peraturan Bank Indonesia tentang Transaksi Sertifikat Deposito di
Pasar Uang, Ps. 5 ayat (1).

Universitas Indonesia
58

transaksi sertifikat deposito wajib memperoleh izin dari Bank Indonesia.40 Bank
Indonesia juga mempersyaratkan kustodian yang bertindak sebagai penatausahaan
sertifikat deposito yang ditransaksikan di pasar uang, wajib memperoleh izin.41
PBI Transaksi Sertifikat Deposito ini juga memberikan rambu-rambu
dalam mentransaksikan sertifikat deposito yang memenuhi kriteria dapat
diperdagangkan di pasar uang tersebut. Ketentuan mengenai transaksi sertifikat
deposito tercantum dalam Pasal Pasal 8 yang berisi sebagai berikut:
(1) Transaksi Sertifikat Deposito dilakukan secara langsung atau melalui
perantara pelaksanaan transaksi.
(2) Penyelesaian Transaksi Sertifikat Deposito sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus dilakukan paling lama 5 (lima) hari kerja setelah
transaksi (t+5).
(3) Penghitungan hari kerja Transaksi Sertifikat Deposito menggunakan
konvensi penghitungan hari (day-count convetion) yaitu Actual/360.
(4) Penghitungan harga dalam Transaksi Sertifikat Deposito dapat
mengacu pada suku bunga acuan yang berlaku secara umum di Pasar
Uang.42

Ketentuan mengenai sertifikat deposito dapat ditransaksikan secara


langsung ataupun tidak langsung adalah dikarenakan bank dapat melakukan
transaksi secara langsung dengan pertimbangan kedua pelaku tersebut memiliki
rekening secara langsung di LPP, namun terdapat pula opsi untuk melakukan
transaksi secara tidak langsung melalui perantara pelaksanaan transaksi yang
diatur dalam PBI. 43 Perantara pelaksanaan transaksi yang dimaksud meliputi
perusahaan efek dan perusahaan pialang yang diberikan izin sebagai perantara
pelaksanaan transaksi sertifikat deposito. 44 Sedangkan mengenai ketentuan
penyelesaian transaksi yang harus dilakukan paling lama lima hari kerja setelah
transaksi (t+5) dimaksud untuk mengurangi risiko counterparty transaksi


40
Ibid., Ps. 7 ayat (1).
41
Ibid., Ps. 7 ayat (2).
42
Ibid., Ps. 8.
43
Bank Indonesia, "Tanya Jawab Peraturan Bank Indonesia No. 19/2/PBI/2017 tentang
Transaksi Sertifikat Deposito di Pasar Uang" http://www.bi.go.id/id/peraturan/moneter/Pages/
pbi_19217.aspx, diakses 10 Mei 2017.
44
Ibid.

Universitas Indonesia
59

mengalami gagal dalam penyerahan dana atau efek yang menyebabkan transaksi
yang telah disepakati menjadi tidak dapat diselesaikan sehingga mengganggu
kredibilitas pasar uang.45
Mengenai pendalaman pasar uang, dalam kaitannya dengan transaksi
sertifikat deposito pada ayat 4 diatas, BI juga turut mendorong peran penggunaan
suku bunga acuan Jakarta Interbank Offered Rate (JIBOR) untuk mata uang
Rupiah dan London Interbank Offered Rate (LIBOR) untuk mata uang valuta
asing. JIBOR dipilih sebagai reference rate untuk mengetahui arah
perkembangan suku bunga bagi pelaku pasar uang dan menjadi acuan bagi bank
dalam menentukan suku bunga pada saat penerbitan sertifikat deposito,
sebagaimana terdapat pada Penjelasan Pasal 8 ayat (4) PBI Transaksi Sertifikat
Deposito. Pada hakekatnya, JIBOR merupakan hasil rata-rata tertimbang suku
bunga dari bank-bank yang dipilih berdasarkan keaktifan mereka di pasar uang.46

C. Analisis Sertifikat Deposito Sebagai Sumber Dana Perbankan


1. Sertifikat Deposito Sebagai Sumber Dana Perbankan
Dilihat struktur pendanaan perbankan saat ini, masih didominasi oleh dana
pihak ketiga atau simpanan, sebesar Rp. 4.916 Triliun Rupiah atau 93% yang
bersifat jangka pendek dan rentan akan penarikan sewaktu-waktu. Mayoritas
sumber dana bank bersumber dari dana pihak ketiga (DPK) yang mempunyai sifat
jangka pendek seperti giro, tabungan dan deposito. Untuk lebih jelas mengenai
distribusi total simpanan pada bank umum dapat dilihat pada grafik berikut.


45
Ibid.
46
Mahdi Mahmudy, Pasar Uang Rupiah, hlm. 57.

Universitas Indonesia
60

0.35%
23.61% Giro
Tabungan
Deposio On Call
44.90%
Deposito
29.52% Sertifikat Deposito
1.62%

Grafik 2: Distribusi Total Simpanan Berdasarkan Jenis Simpanan Periode April 201747

Pada grafik diatas, dapat dilihat bahwa penerbitan sertifikat deposito


hanya sekitar 0,35% jika dibandingkan dengan produk simpanan bank lainnya.
Jumlah tersebut masih sangat timpang mengingat sertifikat deposito memiliki
jangka peminjaman paling lama mencapai 36 bulan, paling panjang dibandingkan
ketiga produk simpanan lainnya. Apabila dilihat secara total, sertifikat deposito
masih yang paling kecil dibandingkan dengan produk simpanan lainnya.48 Namun
berbeda halnya jika dibandingkan secara rata-rata tiap rekening, maka akan
menjadi lebih baik.49
Dalam hal ini diperlukan suatu terobosan agar pemanfaatan potensi
perbankan dalam membiayai kegiatan usahanya dilakukan secara bertahap dan
terukur untuk menghindari permasalahan likuiditas perbankan karena adanya
funding mismatch antara sumber pendanaan bank dengan kegiatan penyaluran
dana oleh bank. Belum lagi penempatan dana berupa pemberian kredit oleh bank
memiliki jangka waktu relatif panjang, sehingga kondisi ini dapat menimbulkan
kondisi mismatch tenor antara aset dan kewajiban bank. Untuk itu, salah satu
solusinya adalah pengembangan instrumen sertifikat deposito sebagai sumber
pendanaan perbankan.


47
Data diolah dari: Lembaga Penjamin Simpanan, Distribusi Simpanan Bank Umum
Periode April 2017 (Jakarta: Lembaga Penjamin Simpanan, 2017), hlm. 6.
48
Wawancara dengan Ibu Esti Dwi Utami, Staff Departemen Penelitian dan Pengaturan
Perbankan Otoritas Jasa Keuangan, tanggal 14 Juni 2017.
49
Ibid.

Universitas Indonesia
61

Dana yang telah dikumpulkan oleh bank dari memiliki berbagai macam
fungsi, salah satunya adalah sebagai alat pembayaran kegiatan usaha bank.
Penentuan besar kecilnya dana yang harus dikumpulkan di dalam bank
dipengaruhi oleh fungsi dana dana tersebut. Sebagai alat pembayaran kegiatan
usaha, pemakaian dana ke dalam assets dilakukan secara langsung sesuai dengan
jangka waktu atau maturity gap pengelompokan dana yang dapat digambarkan
pada skema berikut.

Gambar 1: Skema Pengelompokan Alokasi Dana Sesuai Jangka Waktu Sumber Dana
Bank50

Dari model alokasi dana sesuai dengan skema di atas, diusahakan


semaksimal mungkin jangan sampai timbulnya maturity gap antara sumber
pendanaan dengan penempatan dana, hal ini terlihat bahwa:51
• Giro (Demand deposit) hanya untuk membiayai kebutuhan jangka
pendek yaitu cadangan primer, cadangan sekunder, serta kredit-kredit
jangka pendek saja.


50
Teguh Pudjo Muljono, Bank Budgeting, hlm. 174.
51
Ibid., hlm. 174 - 175.

Universitas Indonesia
62

• Tabungan (Saving deposit) juga hanya untuk membiayai kebutuhan


penanaman dana jangka pendek sebagaimana alokasi dana pada giro.
• Deposito dan Sertifikat Deposito (Time Deposit) hanya untuk
membiayai cadangan sekunder, kredit jangka menenggah dan surat-
surat berharga.
• Capital deposit, seperti obligasi, dapat dipakai untuk membiayai kredit
jangka panjang, perdagangan surat-surat berharga dan untuk
kebutuhan aktiva tetap bank.
Dari penjelasan skema di atas, dapat kita simpulkan bahwa kebutuhan investasi
jangka pendek harus dipenuhi dengan sumber-sumber dana jangka pendek.
Sedangkan kebutuhan investasi jangka panjang harus dipenuhi pula sumber-
sumber dana jangka panjang.52
Pendekatan di atas memang ideal tetapi kenyataannya sumber dana
tersebut bercampur menjadi satu, maka dalam praktik sering mengalami kesulitan.
Tetapi paling tidak pendekatan di atas dapat diterima sebagai acuan dalam alokasi
penetapan dan pemilihan sumber dana. Selanjutnya adalah tugas dari bank itu
sendiri untuk mengelola likuiditasnya, karena itulah yang diharapkan sebagai skill
bank untuk menyalurkan sumber dana yang cendrung lebih singkat ke dalam
bentuk penempatan dana yang jangka waktunya relatif lebih panjang.53
Diantara produk simpanan bank yang memiliki tenor paling panjang
adalah deposito dan sertifikat deposito. Namun diantara keduanya, terdapat
perbedaan paling mendasar yaitu sifat sertifikat deposito yang dapat
dipindahtangankan. Dari segi penarikan, walaupun deposito memiliki jangka
waktu sampai 24 bulan namun nasabah tetap dapat menarik dananya sewaktu-
waktu dengan dikenakan penalty. Berbeda dengan sertifikat deposito, apabila
nasabah membutuhkan dana sewaktu-waktu maka dapat menjualnya di pasar
uang.


52
Ibid., hlm. 175.
53
Wawancara dengan Bapak Mario Simatupang dan Ibu Tira Nitria, Manager
Department of Financial Market Development dan Analyst Money Market Development &
Regulation Division Department of Financial Market Development Bank Indonesia, tanggal 19
Juni 2017.

Universitas Indonesia
63

Ditambah lagi, saat ini Otoritas Jasa Keuangan telah mengeluarkan


peraturan terbaru mengenai penerbitan sertifikat deposito yang tertuang dalam
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 10/POJK.03/2015 tentang Penerbitan
Sertifikat Deposito oleh Bank (POJK Penerbitan Sertifikat Deposito). Peraturan
tersebut telah disesuaikan dengan beberapa perkembangan kebutuhan masyarakat
antara lain jenis mata uang, penyesuaian atas minimal nominal, pengamanan yang
lebih baik dan transparansi produk bank.54
Perkembangan teknologi informasi yang sangat pesat dan dalam rangka
meningkatkan kepercayaan masyarakat, menunjang kecepatan transaksi
pemindahtanganan sertifikat deposito, meningkatkan keamanan dan transparansi,
sertifikat deposito dapat diterbitkan dalam bentuk warkat atau tanpa warkat
55
(scripless). Sertifikat deposito dalam bentuk tanpa warkat (scripless)
ditatausahakan secara sentral di Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian (LPP)
dan dapat ditransaksikan secara elektronik. Sehingga fitur "dapat
dipindahtangankan" pada sertifikat deposito ini menyebabkannya memiliki sifat
seperti Efek.
Lahirnya peraturan penerbitan sertifikat deposito, memberikan dampak
langsung dalam hal penerbitannya. Total penerbitan sertifikat deposito dalam dua
tahun terakhir menjadi semakin meningkat hingga mencapai Rp. 20,25 Triliun
pada periode Maret 2017. Untuk lebih jelasnya mengenai jumlah penerbitan
sertifikat deposito dalam tiga tahun terakhir, dapat dilihat pada grafik berikut.


54
Otoritas Jasa Keuangan, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Penerbitan
Sertifikat Deposito Oleh Bank, POJK No. 10 /POJK.03/2015 Tahun 2015, LN. No. 164 Tahun
2015, TLN No. 5718, Penjelasan Umum.
55
Ibid., Ps. 2 ayat (1).

Universitas Indonesia
64

Grafik 3: Statistik Peningkatan Jumlah Penerbitan Sertifikat Deposito Periode Maret


201756

Nilai penerbitan yang mencapai Rp. 20,25 Triliun, merupakan total


penerbitan sertifikat deposito paling tinggi sepanjang sejarah. Belum lagi PBI
Transaksi Sertifikat Deposito nanti mulai berlaku sejak 1 Juli 2017. Peraturan ini
memberikan rambu-rambu pemindahtanganan sertifikat deposito bagi
pemegangnya. Sehingga tidak mustahil apabila jumlah penerbitan sertifikat
deposito akan terus meningkat pada tahun-tahun mendatang.

2. Investor Potensial Pengguna Sertifikat Deposito


Setelah diterbitkannya peraturan mengenai penerbitan sertifikat deposito
dalam bentuk tanpa warkat, partisipasi masyarakat maupun lembaga keuangan
selain bank untuk menempatkan dananya pada sektor ini masih sangat minim.
Berdasarkan laporan kepemilikan efek yang dirilis oleh PT Kustodian Sentral
Efek Indonesia periode Februari 2017, kepemilikan sertifikat deposito saat ini
masih didominasi oleh sektor Bank. Namun investasi sertifikat deposito oleh
Dana Pensiun saat ini tengah mengelami peningkatan yang signifikan. Kurangnya
partisipasi dari lembaga keuangan lainnya terhadap penempatan investasi pada
sertifikat deposito, dapat lebih jelas dilihat pada grafik berikut:


56
Nanang Hendarsah, Tayangan PBI Transaksi Sertifikat Deposito (Jakarta: Bank
Indonesia, 2017), dipresentasikan di Bank Indonesia pada 22 Maret 2017.

Universitas Indonesia
65

6%
2%

Bank
Dana Pensiun
Lainnya

92%

Grafik 4: Laporan Kepemilikan Sertifikat Deposito KSEI Periode Februari 201757

Pada grafik diatas, tampak Dana Pensiun menjadi lembaga keuangan selain Bank
yang menempatkan investasi tertinggi pada sertifikat deposito.
Berdasarkan definisinya, Dana Pensiun adalah badan hukum yang
mengelola dan menjalankan program yang menjanjikan manfaat pensiun. 58
Indikator pertumbuhan industri Dana Pensiun diantaranya terlihat dari
pertumbuhan aset, investasi, dan peserta yang terus bertambah. Pilihan untuk
berinvestasi bagi dana pensiun, adalah pilihan yang tepat untuk memaksimalkan
nilai portofolio aset mereka.59
Terlebih lagi Otoritas Jasa Keuangan telah mengatur mengenai investasi
dana pensiun dalam POJK Nomor 3/POJK.05/2015. Dalam peraturan tersebut,
telah ditentukan jenis investasi yang dapat dipilih oleh dana pensiun pada Pasal 2
ayat (1) POJK yang menyebutkan bahwa:
Dana Pensiun dilarang menempatkan investasi, kecuali pada jenis
investasi sebagai berikut:
a. tabungan pada Bank;
b. deposito on call pada Bank;
c. deposito berjangka pada Bank;
d. sertifikat deposito pada Bank;
e. surat berharga yang diterbitkan oleh Bank Indonesia;

57
Ibid,
58
Indonesia, Undang-Undang tentang Dana Pensiun, UU No. 11 Tahun 1992, LN No.
37, TLN No. , Ps. 1 angka 1.
59
Jumahardi, "Analisis Pemanfaatan Dana Pensiun Sebagai Alternatif Pembiayaan
Infrastruktur," Tesis Magister Universitas Indonesia, Jakarta, 2013.

Universitas Indonesia
66

f. Surat Berharga Negara;


g. saham yang tercatat di Bursa Efek di Indonesia;
h. obligasi korporasi yang tercatat di Bursa Efek di Indonesia;
i. Reksa Dana yang terdiri dari:
1. Reksa Dana pasar uang, Reksa Dana pendapatan tetap, Reksa
Dana campuran, dan Reksa Dana saham;
2. Reksa Dana terproteksi, Reksa Dana dengan penjaminan dan
Reksa Dana indeks;
3. Reksa Dana berbentuk kontrak investasi kolektif penyertaan
terbatas;
4. Reksa Dana yang saham atau unit penyertaannya
diperdagangkan di Bursa Efek di Indonesia;
j. MTN;
k. efek beragun aset;
l. dana investasi real estat berbentuk kontrak investasi kolektif;
m. kontrak opsi dan kontrak berjangka efek yang diperdagangkan di
Bursa Efek di Indonesia;
n. REPO;
o. penyertaan langsung baik di Indonesia maupun di luar negeri;
p. tanah di Indonesia; dan/atau
q. bangunan di indonesia.60

Dari seluruh opsi berinvestasi yang tersedia untuk Dana Pensiun,


kecenderungan investasi dana pensiun lebih kepada investasi jangka pendek.
Berdasarkan Statistik Dana Pensiun yang dikeluarkan oleh OJK untuk periode
April 2017, menunjukkan bahwa sektor yang menyerap dana investasi terbanyak
pada Dana Pensiun adalah deposito berjangka dan surat berharga pemerintah. Hal
ini dikarenakan kecenderungan akan ketakutan terhadap komitmen jangka
panjang. Padahal selain kedua sektor tersebut, terdapat alternatif pilihan
berinvestasi jangka pendek lainnya, yaitu sertifikat deposito. Penempatan dana
pada produk simpanan perbankan ini, selain memiliki jangka waktu yang dapat
mencapai 36 bulan, namun dapat dipindahtangankan kapan saja terlebih dengan
diterbitkannya peraturan mengenai transaksi sertifikat deposito guna memberikan
landasan hukum dalam melakukan transaksi sertifikat deposito.
Dalam peraturan tersebut diatas, terlihat bahwa dana pensiun dapat
melakukan investasi pada sektor sertifikat deposito pada bank. Selama satu tahun
terakhir, jumlah penempatan investasi dana pensiun pada sertifikat deposito


60
Otoritas Jasa Keuangan, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Investasi Dana
Pensiun, POJK Nomor 3/POJK.05/2015 Tahun 2015, LN No. 82 Tahun 2015, Ps. 2 ayat (1).

Universitas Indonesia
67

meningkat dengan sangat pesat. Untuk lebih jelasnya, grafik di bawah ini
menunjukkan jumlah investasi Dana Pensiun pada sertifikat deposito mulai dari
April 2016 sampai dengan April 2017.

1600 1507
1400 1517

1200 1074
1076
1000 1046
851 857
728
800 838
723 734 Investasi Serti5ikat
600
Deposito
400

200
34 24
0

Grafik 5: Portofolio Investasi Dana Pensiun pada Sertifikat Deposito 2016-2017


(Dalam Miliar Rupiah)61

Berdasarkan grafik diatas, terlihat peningkatan yang signifikan


penempatan investasi Dana Pensiun pada sertifikat deposito sejak tahun 2016.
Dalam kurun waktu satu tahun terakhir, tampak peningkatan mencapai satu
setengah Triliun Rupiah. Hal ini tidak terlepas pada pembaruan regulasi
penerbitan sertifikat deposito yang tertuang dalam POJK Penerbitan Sertifikat
Deposito. Ditambah lagi PBI Transaksi Sertifikat Deposito mulai berlaku sejak 1
Juli 2017, tentu saja pilihan untuk berinvestasi pada sertifikat deposito akan terus
berkembang dengan adanya rambu-rambu yang menjamin transaksi produk
simpanan bank tersebut.
Dikarenakan salah satu karakteristik sertifikat deposito yang dapat
ditransaksikan di pasar uang harus memiliki nominal lebih dari Rp.
10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah), maka diharapkan potensi dari lembaga
keuangan lainnya untuk menjadi investor sertifikat deposito. Syarat ini bertujuan


61
Data Diolah dari: Otoritas Jasa Keuangan, Statistik Dana Pension Periode April 2017
(Jakart: Otoritas Jasa Keuangan, 2017), Tabel 9.

Universitas Indonesia
68

agar penerbitan sertifikat deposito tidak dilakukan secara retail.62 Maka dari itu,
terdapat beberapa lembaga keuangan yang diyakini dapat menjadi investor pada
sertifikat deposito seperti halnya Dana Pensiun, yaitu diantaranya Perusahaan
Asuransi, BPJS, Manajer Investasi, Korporasi, dan Investor Asing.

3. Manfaat Pengembangan Sertifikat Deposito


Bila POJK Penerbitan Sertifikat Deposito lebih mengatur mengenai urusan
penerbitannya, maka PBI Transaksi Sertifikat Deposito mengatur mengenai aspek
transaksinya di pasar uang. Sinergi terhadap dualisme kebijakan kedua otoritas
tersebut, baik yang dikeluarkan Otoritas Jasa Keuangan maupun Bank Indonesia,
diharapkan dapat menghasilkan pasar sertifikat deposito yang semakin
berkembang. Berikut merupakan skema yang berisi harapan seiring dengan
berkembangnya pasar sertifikat deposito sebagaimana akan ditampilkan pada
berikut.

Gambar 2: Skema Sinergi Kebijakan Otoritas terkait Sertifikat Deposito63


62
Wawancara dengan Bapak Mario Simatupang dan Ibu Tira Nitria, Manager
Department of Financial Market Development dan Analyst Money Market Development &
Regulation Division Department of Financial Market Development Bank Indonesia, tanggal 19
Juni 2017.
63
Nanang Hendarsah, Tayangan PBI Transaksi Sertifikat Deposito (Jakarta: Bank
Indonesia, 2017), dipresentasikan di Bank Indonesia pada 22 Maret 2017.

Universitas Indonesia
69

Untuk mencapai target sesuai dengan skema diatas, hal yang ingin dicapai
terlebih dahulu adalah pasar sertifikat deposito yang semakin berkembang
sehingga dapat bersaing dengan produk simpanan bank lainnya. Bila kita
bandingkan dengan produk simpanan lainnya, terdapat beberapa manfaat dalam
penggunaan sertifikat deposito diantaranya:64
a. Mendorong pendalaman pasar uang melalui peningkatan variasi instrumen
pengelolaan likuiditas perbankan.
Pasar keuangan yang likuid dan efisien turut membantu Bank Indonesia
dalam mencapai dan menjaga kestabilan nilai rupiah. Untuk mencapainya
dibutuhkan pengembangan instrumen pasar uang berupa sertifikat
deposito, sehingga memberikan fleksibilitas pengelolaan likuiditas pelaku
pasar uang, dan mendorong pembiayaan ekonomi nasional.

b. Memperkaya kurva imbal hasil (term structure) yang mendukung


transmisi kebijakan moneter.
Dengan meningkatnya transaksi di pasar sekunder seiring dengan
peningkatan transaksi sertifikat deposito di pasar uang, dapat memperkaya
imbal hasil pasar uang sehingga konvergensi suku bunga instrumen pasar
uang sesuai dengan stance kebijakan Bank Indonesia. Oleh karena itu,
inflasi dapat terjaga seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang baik.

c. Memperbaiki profil tenor mismatch pendanaan dan penempatan dana


perbankan
Dengan jangka waktu sertifikat deposito yang dapat mencapai 36 bulan,
merupakan tenor paling lama bila dibandingkan dengan produk simpanan
perbankan lainnya. Tenor ini lebih sesuai untuk memanfaatkan potensi
perbankan yang perlu dilakukan secara bertahap dan terukur agar
menghindari permasalahan likuiditas perbankan karena adanya funding
mismatch antara sumber pendanaan bank dengan kegiatan penyaluran dana
oleh bank.


64
Ibid.

Universitas Indonesia
70

d. Mendorong efisiensi biaya dibandingkan pendanaan lainnya seperti giro,


tabungan, dan deposito.
Karakteristik sertifikat deposito yang membedakannya dari produk
simpanan bank lainnya adalah bank hanya menerbitkan, lalu nasabah yang
menjadi pemegang sertifikatnya yang baru dapat dicairkan pada saat jatuh
tempo. 65 Berbeda dengan pembiayaan berupa simpanan lainnya yang
terdiri dari deposito, tabungan dan giro. Untuk sertifikat deposito, bila
nasabah membutuhkan dana, pilihannya adalah di jual pada Pasar uang.
Sehingga dari sisi bank sebagai penerbit, dapat menghindari risiko
penarikan dana sewaktu-waktu.66


65
Wawancara dengan Bapak Mario Simatupang dan Ibu Tira Nitria, Manager
Department of Financial Market Development dan Analyst Money Market Development &
Regulation Division Department of Financial Market Development Bank Indonesia, tanggal 19
Juni 2017.
66
Ibid.

Universitas Indonesia
BAB 4
PERMASALAHAN HUKUM YANG TIMBUL DALAM PENGGUNAAN
SERTIFIKAT DEPOSITO

A. Klasifikasi Sertifikat Deposito Sebagai Surat Berharga


1. Perkembangan Definisi Sertifikat Deposito
Definisi dan klasifikasi sertifikat deposito kerap mengalami perubahan
seiring dengan pembaruan peraturan yang mengaturnya sampai dengan saat ini.
Berdasarkan urutan waktu diterbitkan peraturannya, berikut merupakan definisi-
definisi sertifikat deposito dalam pengaturan yang terkait:
a. Pasal 1 huruf c SKDBI No. 21/48/KEP/DIR Tahun 1988 tentang
Penerbitan Sertifikat Deposito oleh Bank dan Lembaga Keuangan Bukan
Bank, "Sertifikat Deposito adalah surat berharga atas unjuk dalam rupiah
yang merupakan surat pengakuan hutang dari bank dan lembaga keuangan
bukan bank yang dapat diperjualbelikan dalam pasar uang."1
b. Pasal 1 angka 9 UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, sertifikat
deposito adalah deposito berjangka yang bukti simpanannya dapat
diperdagangkan."2
c. Pasal 1 angka 8 UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-
Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, "Sertifikat Deposito adalah
simpanan dalam bentuk deposito yang sertifikat bukti penyimpanannya
dapat dipindahtangankan."3
d. Pasal 1 angka 3 POJK No. 10/POJK.03/2015 tentang Penerbitan Sertifikat
Deposito oleh Bank, "Sertifikat Deposito adalah simpanan dalam bentuk


1
Bank Indonesia, Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia tentang Penerbitan Sertifikat
Deposito oleh Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank, SKDBI No. 21/48/KEP/DIR Tahun
1988, Ps. 1 huruf c.
2
Indonesia, Undang-Undang Tentang Perbankan, UU No. 7 Tahun 1992, LN. No. 31
Tahun 1992, TLN No. 34721, Ps. 1 angka 9.
3
Indonesia, Undang-Undang Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1992 Tentang Perbankan, UU No. 10 Tahun 1998, LN. No. 182 Tahun 1998, TLN No. 3790, Ps. 1
angka 8.

Universitas Indonesia
71

deposito termasuk yang berdasarkan prinsip syariah yang sertifikat bukti


penyimpanannya dapat dipindahtangankan."4
e. Pasal 1 angka 5 PBI No. 19/2/PBI/2017 tentang Transaksi Sertifikat
Deposito di Pasar Uang, "Sertifikat Deposito adalah simpanan dalam
bentuk deposito yang sertifikat bukti penyimpanannya dapat
dipindahtangankan."5
Sebelum diterbitkannya UU Perbankan, pada mulanya sertifikat deposito
didefinisikan sebagai surat berharga karena sifatnya yang dapat
dipindahtangankan dengan mudah. SKDBI maupun SEBI tahun 1988 yang
sebelumnya merupakan peraturan penerbitan sertifikat deposito, dengan jelas
memberikan definisi sertifikat deposito sebagai suatu surat berharga atas unjuk
atau surat berharga yang bersifat kepada-pembawa (aan tonder, to bearer). Dari
pengertian yang diberikan oleh kedua peraturan tersebut, karakteristik suatu
sertifikat deposito diantaranya adalah:
• Surat tagih.
• Warkat atas unjuk.6
• Diterbitkan oleh kreditur dan disetujui debitur.
• Bukti hutang pihak penerbit (bank).
• Dapat diperjualbelikan atau dipindahtangankan.
Namun dengan diterbitkannya UU Perbankan pada tahun 1992 dan
selanjutnya diubah pada tahun 1998, sekaligus menghapuskan unsur surat
berharga dalam definisi sertifikat deposito, dan secara tegas menyebutkannya
sebagai produk simpanan bank. Definisi ini kemudian terus digunakan dalam
peraturan terbaru mengenai sertifikat deposito baik peraturan penerbitan maupun
transaksinya.


4
Otoritas Jasa Keuangan, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Penerbitan
Sertifikat Deposito Oleh Bank, POJK No. 10 /POJK.03/2015 Tahun 2015, LN. No. 164 Tahun
2015, TLN No. 5718, Ps. 1 angka 3.
5
Bank Indonesia, Peraturan Bank Indonesia tentang Transaksi Sertifikat Deposito di
Pasar Uang, PBI No. 19/2/PBI/2017 Tahun 2017, LN No. 50 Tahun 2017, TLN No. 6034, Ps. 1
angka 5.
6
Teguh Pudjo Muljono, Bank Budgeting: Profit Planning & Control (Yogyakarta: BPFE-
Yogyakarta, 1996), hlm. 156.

Universitas Indonesia
72

Latar belakang lahirnya POJK Penerbitan Sertifikat Deposito, salah


satunya adalah meluruskan dan menegaskan kepada industri perbankan terkait
definisi dan klasifikasi sertifikat deposito sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan.7 Dalam peraturan sebelumnya, yaitu SEBI maupun SKDBI tahun 1988
masih mendefinisikan dan menglasifikasikan sertifikat deposito sebagai surat
berharga. Hal ini menjadi kontradiktif dengan definisi sertifikat deposito
berdasarkan UU Perbankan, yang menglasifikasikan sertifikat deposito sebagai
simpanan dan pembukuannya dicatatkan pada sektor Dana Pihak Ketiga yang
berupa simpanan.8
Kedudukan sertifikat deposito bukan sebagai surat berharga, tampak jelas
dimana UU Perbankan, memberikan definisi surat berharga sebagaimana terdapat
pada Pasal 1 angka 10, yang menyebutkan:
Surat Berharga adalah surat pengakuan utang, wesel, saham obligasi,
sekuritas kredit, atau setiap derivatifnya, atau kepentingan lain, atau suatu
kewajiban dari penerbit, dalam bentuk yang lazim diperdagangkan dalam
pasar modal dan pasar uang.9

Kegiatan usaha bank berupa membeli, menjual atau menjamin surat-surat


berharga, yang terdapat pada Pasal 6 poin d UU Perbankan, tidak
mengklasifikasikan sertifikat deposito sebagai bagian di dalamnya. Kaitannya
disini adalah dalam hal pencatatan sertifikat deposito sebagai produk simpanan
bank, bukan surat-surat berharga yang diterbitkan oleh bank.
Oleh karena itu, terdapat suatu permasalahan hukum berupa perbedaan
pandangan dari segi Hukum Perbankan dan Hukum Surat Berharga mengenai
klasifikasi sertifikat deposito saat ini, apakah masih dapat disebut sebagai surat
berharga atau tidak. Untuk menentukan suatu surat berharga cukup dengan
menggunakan teori-teori surat berharga, karena belum diatur definisi surat


7
Wawancara dengan Ibu Esti Dwi Utami, Staff Departemen Penelitian dan Pengaturan
Perbankan Otoritas Jasa Keuangan, tanggal 14 Juni 2017.
8
Ibid.
9
Indonesia, Undang-Undang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992
Tentang Perbankan, Ps. 1 angka 10.

Universitas Indonesia
73

berharga terlebih lagi kriterianya.10 Dalam melihat suatu produk sebagai surat
berharga, apabila tidak terdapat definisi mengenai surat berharga, maka akan kita
tinjau dari segi sejarahnya terlebih dahulu. Pembahasan di bawah ini adalah
mengenai sejarah penerbitan sertifikat deposito.

2. Sejarah Penerbitan Sertifikat Deposito


Sertifikat deposito atau Negotiable Certificate of Deposit (NCD), semula
diperkenalkan pada tahun 1960 oleh First National City Bank of New York
(sekarang dikenal sebagai Citibank) yang berhasil melakukan revolusi dalam
dunia keuangan.11 Pada saat itu, produk tersebut meringankan kekurangan deposit
serius yang melanda National City Bank dan bank-bank lain selama tahun 1950-
an.12 Dengan meningkatnya tingkat suku bunga pasar, serta sedikitnya bank yang
menawarkan deposito berbunga sebagai alternatif pengecekan balance, banyak
perusahaan ataupun individu yang mengalihkan uang tunai mereka dari rekening
tabungan tanpa bunga, ke bank dalam bentuk investasi yang lebih tinggi.
Sehingga bisnis beralih ke sumber investasi lain seperti instrumen Commercial
Papers (CP), Surat Perbendaharaan Negara (Treasury bills), dan Transaksi REPO
(repurchase agreements) serta Banker’s Acceptance (BA).
Hal ini mengakibatkan kurangnya simpanan yang mengakibatkan
pelemahan kapasitas pinjaman bank komersial, sehingga terjadi penurunan tajam
dalam simpanan perusahaan yang penting dalam perbankan. Akibat lebih
lanjutnya yaitu membatasi pertumbuhan ekonomi terutama pada bank-bank pusat
yang kehilangan dana karena mengandalkan permintaan deposit. Dalam situasi
itu, National City Bank of New York lalu memperkenalkan instrumen Sertifikat
Deposito kepada nasabah asing tepatnya pada Agustus 1960.13 Dengan adanya

10
Wawancara dengan Ibu Yetty Komalasari Dewi, Staff Pengajar Hukum Surat Berharga
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, tanggal 20 Juni 2017.
11
U.S. Department of the Treasury, “The Negotiable CD: National Bank Innovation in
the 1960s” https://www.occ.treas.gov/about/what-we-do/history/150th-negotiable-cd-article.html,
diakses 19 Juni 2017.
12
Ibid.
13
Bruce J. Summer, "Negotiable Certificates of Deposit," Economic Review Federal
Reserve Bank of Richmond (Juli-Agustus 1980), hlm. 9

Universitas Indonesia
74

sertifikat deposito yang fleksibel tersebut, memungkinkan bank-bank besar untuk


mengumpulkan dana dengan cepat serta efisien. Dimana mereka juga dapat
menarik likuiditas dari investor ataupun bisnis-bisnis dan konsumen.
Ketidakleluasan hukum membatasi bank dalam merespon kenaikan suku
bunga pasar, contohnya seperti pada anti-branching laws, yang membatasi
kemampuan untuk membuka kantor baru yang seharusnya akan membantu
mereka menarik simpanan. Selain itu, Bank dilarang membayar bunga pada kedua
rekening giro dan deposito berjangka yang dimiliki kurang dari 30 hari, beserta
tingkat suku bunga maksimum yang dapat dibayarkan pada deposito berjangka
yang juga ditetapkan oleh peraturan.14 Dalam situasi tersebut, Walter Wriston
(Wakil presiden eksekutif National City), melihat adanya peluang. Bank itu
meminjamkan 10 juta U.S. dollar kepada broker di New York untuk surat
berharga pemerintah, yang setuju untuk menerima perdagangan sertifikat
deposito. Dengan langkah ini, Nat City membantu menciptakan sebuah pasar
sekunder yang layak sehingga bagi pembeli sertifikat deposito, jika membutuhkan
uang tunai dapat menjual sertifikat tersebut kepada investor lain layaknya seperti
Surat Perbendaharaan Negara.15
Dikarenakan keamanan dan daya jual pada produk tersebut, banyak
investor yang tertarik membeli sertifikat deposito dalam jumlah yang besar. Pada
tahun 1966, para investor memegang 15 miliar dollar dalam sertifikat deposito,
peringkat kedua setelah Treasury bills (64 miliar dollar), dan diatas surat berharga
komersial (14 miliar dollar) serta Banker’s Acceptance (3 miliar dollar). Sertifikat
deposito ini melonjak hingga 30 miliar dollar di tahun 1970 dan mencapai 90
miliar dollar di tahun 1975. 16 Sertifikat Deposito yang baru tersebut dirancang
khusus untuk menarik simpanan perusahaan, dan menjadi sumber dana yang
cukup fleksibel untuk mengakomodasi perubahan permintaan pinjaman jangka
pendek. Sampai bank New York lainnya dengan cepat mengikuti jejak First


14
U.S. Department of the Treasury, “The Negotiable CD," diakses 19 Juni 2017.
15
Ibid.
16
Ibid.

Universitas Indonesia
75

National City Bank yang menawarkan produk simpanan berupa sertifikat


17
deposito yang dapat dinegosiasikan.
Dalam suatu pengamatan oleh Barron's, menyimpulkan bahwa sertifikat
ini mendapat penerimaan secara luas sampai suku bunga mereka menjadi
indikator pasar yang paling diminati, lebih dari treasury bills. Seorang penulis
biografi Walter Wriston juga mengatakan, bahwa Sertifikat deposito akan
membantu ekpansi ekonomi di tahun 1960an dengan jumlah yang tidak sedikit,
18
dengan cara memompa dana ke dalam sistem perbankan. Namun saat ini,
banyak batasan lama dalam deposito yang dihadapi National City sudah hilang.
Larangan untuk membayar bunga pada rekening bisnis giro dicabut oleh Undang-
Undang Perlindungan Konsumen Dodd-Frank dan Undang-Undang Reformasi
Wall Street 2010. Oleh karenanya, sertifikat deposito ini ibarat sebuah perangkat
yang membukakan pintu bagi produk simpanan sejak tahun 1961.19
Sedangkan di Indonesia sendiri, Perkembangan Instrumen Sertifikat
deposito dimulai dari tahun 1971. Sebelum tahun 70-an, tidak banyak instrumen
pasar uang yang dikenal di Indonesia, kecuali upaya bank sentral untuk
mengeluarkan promes dan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dengan maksud untuk
pengerahan dana yang dapat diperjual belikan secara mudah.20 Dalam usaha untuk
mengembangkan pasar uang dan pasar modal kedepannya, bank-bank pemerintah
dan asing turut menerbitkan sertifikat deposito. Sehingga terbitlah suatu ketentuan
baru tentang penerbitan instrumen Sertifikat Deposito sebagai alat di dalam
operasi pasar uang. Kebijaksanaan ini diarahkan dengan maksud untuk memberi
kesempatan kepada dunia usaha, perbankan dan perorangan untuk menanamkan
dananya yang surplus di dalam bentuk surat-surat berharga secara aman.
Sekaligus upaya mengatasi kesulitan dana perbankan, memberikan hasil yang


17
Bruce J. Summer, "Negotiable Certificates of Deposit," hlm. 9
18
U.S. Department of the Treasury, “The Negotiable CD," diakses 19 Juni 2017.
19
Ibid.
20
Nila Permata Supomo, et. al, "Pendayagunaan Sertifikat Deposito sebagai Instrumen
Pasar Uang di Indonesia," (paper disampaikan pada Pendidikan Calon Pegawai Muda Bank
Indonesia, Jakarta, 1987), hlm. 6.

Universitas Indonesia
76

menarik bagi kalangan bisnis, serta menciptakan efek multiplaier bagi mekanisme
lalu lintas moneter dan perbankan.21
Ketentuan lain tentang Sertifikat Deposito terutama menyangkut periode
perdagangannya yang minimal selama 15 hari dengan nilai nominal yang tidak
dibatasi pada awal penerbitan Sertifikat Deposito yang mulai berlaku sejak tahun
1971 untuk operasional. Sampai tahun 1983, terdapat 16 bank umum yang ikut
berpartisipasi menerbitkan Sertifikat Deposito ini, yakni terdiri atas 5 bank
pemerintah dan 11 bank-bank asing. Setelah Deregulasi Perbankan 1 Juni 1983
jumlah bank-bank yang menerbitkan Sertifikat Deposito meningkat menjadi 22
buah bank. Bank Umum Swasta Nasional (BUSN) dalam hal ini mulai pula turut
aktif dalam menerbitkan Sertifikat Deposito tersebut, yakni sebanyak 6 buah bank
swasta.22
Dari sisi nilai nominal yang dikeluarkan, pada mulanya Bank Indonesia
tidak pernah menetapkan jumlah minimal atau maksimal dari surat beharga
Sertifikat Deposito yang diterbitkan oleh bank penyelenggara. Bank
penyelenggara diberi kebebasan untuk mengeluarkan Sertifikat Depositonya
sesuai dengan nilai transaksi yang dibutuhkan dan disepakati oleh nasabahnya.
Akan tetapi sejak akhir tahun 1985, Bank Indonesia mengeluarkan ketentuan baru
tentang jumlah nilai nominal Sertifikat Deposito yang dikeluarkan atau diterbitkan
oleh bank-bank penyelenggara. Nilai nominal Sertifikat Deposito sejak saat itu
ditetapkan sebesar Rp 5 Juta (lima juta rupiah) untuk setiap lembar. Ketentuan
tentang jumlah minimal dari setiap lembar Sertifikat Deposito tersebut kembali
mengalami perubahan pada bulan April 1987 ini. Direksi Bank Indonesia
mengeluarkan ketentuan baru sehingga nominal yang diperkenankan menjadi
sebesar Rp 1 juta (satu juta rupiah).23
Pada saat ini, peraturan mengenai nominal penerbitan sertifikat deposito
terus mengalami perubahan hingga berdasarkan Pasal 5 ayat (1) POJK Penerbitan
Sertifikat Deposito terbaru menetapkan bahwa "Nominal Sertifikat Deposito


21
Ibid., hlm. 6.
22
Ibid., hlm. 11.
23
Ibid., hlm. 16.

Universitas Indonesia
77

paling sedikit Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) atau ekuivalennya dalam


valuta asing." 24 Selain perubahan dalam ketentuan minimal penerbitannya,
peraturan ini juga membolehkan penerbitannya dalam mata uang asing yang akan
dibahas pula pada bagian selanjutnya dalam BAB ini.
Apabila POJK mengatur mengenai penerbitannya, saat ini peraturan
mengenai transaksi sertifikat deposito juga dituangkan dalam PBI Transaksi
Sertifikat Deposito. Karakteristik sertifikat deposito yang dapat ditransaksikan di
pasar uang berdasarkan PBI tersebut, ditetapkan memiliki besaran nominal paling
sedikit Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) sesuai dengan PBI Transaksi
Sertifikat Deposito. Selain ditetapkan nominal paling sedikit, PBI ini juga
mengharuskan sertifikat deposito diterbitkan dalam bentuk tanpa warkat atau
scripless agar dapat ditransaksikan di pasar uang. Adapun mengenai transaksi
sertifikat deposito tanpa warkat, akan pula di bahas pada bagian selanjutnya dalam
BAB ini.

3. Analisis Sertifikat Deposito Sebagai Surat Berharga


Berdasarkan sejarahnya, penerbitan sertifikat deposito pertama kali
dilakukan oleh Citibank pada tahun 1960. Pada saat itu setiap penerbitan obligasi
dapat melakukan pressing terhadap suku bunga pasar. Bank-bank kerap bersaing
di tengah tingginya kenaikan suku bunga yang berakibat pada banyaknya
perusahaan mengalihkan uang mereka dari tabungan ke dalam bentuk investasi
surat-surat berharga. Hal ini mengakibatkan pelemahan kapasitas pinjaman bank
komersial, sehingga terjadi penurunan tajam dalam simpanan perusahaan yang
penting dalam perbankan. Sehingga lahir sertifikat deposito yang memiliki
karakteristik sebagai surat berharga, namun merupakan produk simpanan yang
dapat dijual sewaktu-waktu apabila pemiliknya membutuhkan uang.25


24
Otoritas Jasa Keuangan, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Penerbitan
Sertifikat Deposito, Ps. 5 ayat (1).
25
Wawancara dengan Bapak Mario Simatupang dan Ibu Tira Nitria, Manager
Department of Financial Market Development dan Analyst Money Market Development &
Regulation Division Department of Financial Market Development Bank Indonesia, tanggal 19
Juni 2017.

Universitas Indonesia
78

Pada BAB 2 sebelumnya telah dijelaskan bahwa penggolongan jenis-jenis


surat berharga menurut peraturan dapat dibagi ke dalam dua kelompok besar.
Pertama, yaitu surat berharga yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang (KUHD). Kedua, yaitu surat-surat berharga yang diatur diluar KUHD,
tersebar pada peraturan-peraturan lain seperti Keputusan Presiden (Kepres),
Peraturan Menteri (Permen), PBI, POJK, dan peraturan-peraturan lainnya.
H.M.N. Purwosutjipto, dalam bukunya menyebutkan beberapa surat
berharga yang diatur di luar KUHD, yakni:26
• Sertifikat deposito;
• Sertifikat saham;
• Sertifikat dana;
• Obligasi;
• Wesel bank;
• Wesel berdokumen; dan
• Efek-efek.
Bila dikaitkan antara sertifikat deposito dengan surat berharga, ada suatu jenis
yang disebut "sertifikat", yaitu surat berharga kepada-pembawa yang diterbitkan
oleh bank atau suatu badan hukum tertentu. 27 Salah satu dari sertifikat yang
dimaksud adalah sertifikat deposito.
Namun yang menjadi permasalahan adalah ketika peraturan di luar
KUHD, dalam hal ini adalah UU Perbankan, POJK Penerbitan Sertifikat
Deposito, dan PBI Transaksi Sertifikat Deposito memberikan definisi lain
terhadap sertifikat deposito. Dengan lahirnya POJK yang memperkuat klasifikasi
sertifikat deposito sebagai produk simpanan bank bukan surat berharga, maka
melahirkan suatu pertanyaan, apakah suatu sertifikat deposito saat ini masih
diklasifikasian sebagai surat berharga, atau bukan sebagai suatu surat berharga.
Pada praktiknya saat ini terdapat dua sudut pandang dalam
mengklasifikasikan sertifikat deposito dilihat dari segi nasabah selaku pembeli
dan bank selaku penerbit. Dari sudut pandang pembeli, sertifikat deposito dikenal


26
H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, hlm. 192.
27
Ibid.

Universitas Indonesia
79

sebagai surat-surat berharga yang dapat dipindahtangan. Sedangkan dari segi


penerbit, produk ini dicatat sebagai simpanan.28 Secara akuntansi, fitur mudah
dipindahtangankan sertifikat deposito menjadi tidak berfungsi apabila dicatatkan
sebagai suatu produk simpanan. 29 Suatu sertfikat deposito baru dapat disebut
sebagai produk simpanan bukan surat berharga, apabila diterbitkan atas nama
sebagaimana deposito biasa. Sedangkan pencatatan nama dalam sertifikat
deposito hanya untuk pencatatan atau administrasinya saja.30
Dalam hal ini, belum tentu pengklasifikasian yang dikeluarkan oleh
otoritas berwenang menjadi yang paling benar.31 Mengingat di Indonesia sendiri
pada saat ini, tidak memiliki peraturan yang mendefinisikan mengenai surat
berharga sendiri. KUHD hanya mengatur mengenai jenis-jenisnya saja, bahkan
kriteria surat berharga tidak juga diatur dalam suatu peraturan tertulis.32 Berbeda
dengan negara lainnya, seperti Amerika Serikat yang memiliki suatu peraturan
khusus yang di dalamnya terdapat definisi surat berharga.
Maka untuk menentukan sertifikat deposito ini merupakan suatu surat
berharga, selain dari sudut pandang sejarah yang telah dibahas pada bagian
sebelumnya, maka akan dilihat dari sudut pandang teorinya. Sebagaimana telah
diuraikan pula pada 2 sebelumnya, teori yang berlaku sebagai kriteria umum bagi
suatu surat berharga terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut: 33
a. Surat bukti tuntutan utang
Istilah surat di sini mengacu pada kata akta sebagaimana telah dijelaskan,
yaitu surat yang ditandatangani, sengaja dibuat untuk dipergunakan
sebagai alat bukti. Penandatanganan akta itu terikat pada semua apa yang

28
Wawancara dengan Bapak Mario Simatupang dan Ibu Tira Nitria, Manager
Department of Financial Market Development dan Analyst Money Market Development &
Regulation Division Department of Financial Market Development Bank Indonesia, tanggal 19
Juni 2017.
29
Ibid.
30
Wawancara dengan Ibu Yetty Komalasari Dewi, Staff Pengajar Hukum Surat Berharga
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, tanggal 20 Juni 2017.
31
Ibid.
32
Ibid.
33
H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, hlm. 5 - 6.

Universitas Indonesia
80

tercantum dalam akta tersebut. Jadi, akta itu merupakan tanda bukti
adanya perikatan atau utang dari si penandatangan. Utang yang dimaksud
di sini adalah perikatan yang harus ditunaikan oleh debitur. Sebaliknya
kreditur memiliki hak menuntut kepada debitur berdasarkan akta tersebut.
Suatu surat berharga merupakan salah satu dari dua macam, yaitu return
order (perintah untuk membayar) atau return promes (surat hutang).
b. Pembawa hak
Hak di sini ialah hak untuk menuntut sesuatu kepada debitur yang berarti
bahwa hak tersebut melekat pada akta surat berharga, seolah-olah menjadi
satu atau senyawa. Ini berarti, kalau akta itu hilang atau musnah, maka hak
menuntut juga turut hilang.
c. Mudah diperjualbelikan
Apapun nama yang diberikan, yang penting surat itu mudah
dipindahtangankan. Agar surat berharga itu mudah diperjualbelikan harus
diberi bentuk kepada pengganti (order) atau bentuk kepada pembawa
(bearer). Ada atau tidaknya kedua sifat tersebut di dalam suatu sudah
menjadi suatu standar internasional untuk menentukan surat berharga.34
Dengan mempertimbangkan unsur-unsur di atas, dapat kita bandingkan
dengan fungsi yang melekat pada sertifikat deposito agar menentukan
klasifikasinya. Pertama, dari segi substansinya, sertifikat deposito merupakan
surat utang karena terdapat dua pihak dalam penerbitannya, yaitu antara nasabah
yang membeli sertifikat deposito dan bank yang akan menyimpan uang nasabah
sampai dengan jangka waktu yang ditentukan.35 Kedua, sebagai pembawa hak,
apabila sertifikat deposito hilang maka, hak untuk mendapatkan pembayaran dari
bank juga turut hilang. Itulah mengapa saat ini, penerbitan sertifikat deposito telah
dapat dilakukan secara scripless. Salah satunya adalah untuk menghindari risiko
hilang dalam bentuk warkat. Ketiga, mengenai sifatnya yang mudah
dipindahtangankan, suatu sertifikat deposito dikenal sebagai produk simpanan
bank yang dapat dipindahtangankan. Apabila nasabah ingin mendapatkan

34
Wawancara dengan Ibu Yetty Komalasari Dewi, Staff Pengajar Hukum Surat Berharga
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, tanggal 20 Juni 2017.
35
Ibid.

Universitas Indonesia
81

pembayaran terlebih dahulu sebelum habisnya jangka waktu, dapat menjual


kepada pihak lain di Pasar Uang karena sifatnya berupa order atau atas
pengganti.36
Selain unsur-unsur yang diuraikan di atas, terdapat beberapa kriteria lain
seperti "terdapat sejumlah uang" yang sudah jelas-jelas dipenuhi oleh sertifikat
deposito. Selanjutnya terkait dengan syarat penulisan tanggal, terkadang tidak
dipenuhi suatu surat berharga pada masa sekarang ini. Mengenai jangka
waktunya, suatu surat berharga biasanya memiliki jangka waktu yang singkat,
yaitu kurang dari satu tahun walaupun dalam perkembangannya bisa saja lebih
dari waktu tersebut mengingat sifat simpanan dari sertifikat deposito yang sama
dengan deposito berjangka.37
Kriteria di atas menunjukkan bahwa sertifikat deposito jelas merupakan
janji bayar, yang telah memenuhi unsur-unsur suatu surat berharga. 38 Peran
perbankan adalah selaku perantara perdagangan yang menyediakan sistem
pembayaran. Dalam menjalankan kegiatan usahanya, bank memberikan fasilitas
untuk melancarkan lalu lintas pembayaran dengan menerbitkan berbagai macam
produk surat-surat untuk pembayaran non tunai. 39 Bagi sertifikat deposito,
irisannya terletak pada produknya dimana bank sebagai penyedia sistem
pembayaran menyediakan produk yang kita kenal sebagai simpanan namun
menurut sifat hukumnya adalah surat-surat. 40 Sehingga dapat disimpulkan
berdasarkan sejarah maupun teorinya, bahwa sertifikat deposito merupakan suatu
produk simpanan bank yang bentuknya merupakan surat berharga.


36
Ibid.
37
Ibid.
38
Ibid.
39
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, cet. 8 (Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2014), hlm. 110.
40
Wawancara dengan Ibu Yetty Komalasari Dewi, Staff Pengajar Hukum Surat Berharga
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, tanggal 20 Juni 2017.

Universitas Indonesia
82

B. Permasalahan Lain yang Timbul Dalam Penggunaan Sertifikat Deposito


1. Pemindahtanganan Sertifikat Deposito Tanpa Warkat
Seiring dengan perkembangan terknologi informasi yang sangat pesat dan
dalam rangka meningkatkan kepercayaan masyarakat, diperlukan suatu sertifikat
deposito dalam bentuk tanpa warkat atau scripless. Inovasi ini diperlukan guna
menunjang kecepatan transaksi pemindahtanganan, meningkatkan keamanan, dan
transparansi terhadap sertifikat deposito. Dalam hal meningkatkan keamanan
bertransaksi yang merupakan kelebihan sertifikat deposito dibandingkan produk
simpanan bank lainnya, pemindahtanganan sertifikat deposito scripless dapat
dioptimalkan sehingga jumlah dan nilai transaksi akan terus meningkat. Oleh
karena itu, kini sertifikat deposito scripless telah dapat ditransaksikan secara
elektronik. Sistem transaksi secara elektronik tersebut disebut juga sistem
perdagangan tanpa warkat atau scripless trading.

a. Landasan Hukum Scripless Trading


Sistem Scripless Trading ini dimulai di Indonesia pada tahun 2000, yang
dimulai sejak diterbitkannya Surat dari Badan Pengawas Pasar Modal
(BAPEPAM) Nomor S-1687/PM/2000 tanggal 10 Juli 2000 tentang Pelaksanaan
Scripless Trading Tahap Awal yang ditujukan kepada PT Bursa Efek Jakarta, PT
Bursa Efek Surabaya, PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia, dan PT Kustodian
Sentral Efek Indonesia, serta Surat BAPEPAM Nomor S-406/PM/2000 tanggal 3
Maret 2000 tentang Imobilisasi Saham.41
Selanjutnya dasar hukum pelaksanaan scripless trading terdapat dalam
ketentuan dalam Hukum Pasar Modal, sebagaimana disebutkan dalam
1) Pasal 55 ayat (1) UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, menyatakan
bahwa "Penyelesaian Transaksi Bursa dapat dilaksanakan dengan
penyelesaian pembukuan, penyelesaian fisik, atau cara lain yang
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah".42


41
Yoke Reinata, "Efektivitas Scripless Trading di Pasar Modal," Tesis Magister
Universitas Indonesia, Jakarta, 2009.
42
Indonesia, Undang-Undang tentang Pasar Modal, UU No. 8 Tahun 1995, LN. No. 64
Tahun 1995, TLN. No. 3608. Ps. 55 ayat (1)

Universitas Indonesia
83

2) Penjelasan Pasal 55 ayat (1) UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal,
menyebutkan mengenai transaksi elektronik sebagai dikutip sebagai
berikut:
Yang dimaksud dengan cara lain dalam ayat ini antara lain adalah
penyelesaian Transaksi Bursa secara elektronik atau cara lain yang
mungkin ditemukan dan diterapkan di masa datang sesuai dengan
perkembangan teknologi.43

3) Pasal 56 UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, menyatakan bahwa:


Efek dalam Penitipan Kolektif pada Lembaga Penyimpanan dan
Penyelesaian dicatat dalam buku daftar pemegang Efek Emiten
atas nama Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian untuk
kepentingan pemegang rekening pada Lembaga Penyimpanan dan
Penyelesaian untuk kepentingan pemegang rekening pada
Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian yang bersangkutan.44

4) Pasal 58 UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, menyatakan bahwa


"Kustodian wajib mencatat mutasi kepemilikan Efek dalam Penitipan
Kolektif dengan menambah dan mengurangi Efek pada masing-masing
rekening Efek."45
5) Pasal 63 UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, yang menyebutkan
bahwa "Ketentuan mengenai Penitipan Kolektif diatur lebih lanjut oleh
Bapepam."46
6) Peraturan Bapepam No. VI.A.3 tentang Rekening Efek pada Kustodian,
yang antara lain menetapkan bahwa Rekening Efek timbul karena adanya
Penitipan Kolektif atas Efek.
7) Peraturan PT Kustodian Sentral Efek Indonesia tentang Jasa Kustodian
Sentral, Keputusan Direksi PT KSEI No: Kep-015/DIR/KSEI/0500
tertanggal 15 Mei 2000.
Sehingga berdasarkan peraturan-peraturan diatas yang pada pokoknya
mengatur mengenai pelaksanaan scripless trading, sejak tanggal 17 Juli 2000, PT


43
Ibid., Penjelasan Ps. 55 ayat (1)
44
Ibid., Ps. 56.
45
Ibid., Ps. 58.
46
Ibid., Ps. 63.

Universitas Indonesia
84

KSEI bersama-sama dengan Bursa Efek dan PT Kliring Penjaminan Efek


Indonesia mengimplementasikan sistem perdagangan tanpa warkat (scripless
trading) dan operasional kustodian sentral di pasar modal Indonesia.

b. Penitipan Sertifikat Deposito Scirpless Melalui PT KSEI


Perkembangan teknologi yang cendurung meminimalisir penggunaan
warkat telah berhasil diimplementasikan dengan baik oleh pelaku investasi
Sertifikat Deposito. Penerbitan maupun pemindahtangan sertifikat deposito dalam
bentuk elektronik telah disimpan dan dicatatkan datanya pada sistem KSEI sejak
tahun 2002. Mulai dari hanya satu bank yang menerbitkan sertifikat deposito
scripless, secara perlahan berkembang hingga lebih dari 10 bank yang turut serta
menerbitkan.47
Dengan tidak adanya ketentuan yang mengatur secara khusus mengenai
penitipan sertifikat deposito pada KSEI di masa tersebut, sehingga landasan
hukum maupun mekanismenya disesuaikan dengan regulasi tentang efek. Namun
sertifikat deposito tidak dapat dipersamakan dengan efek, karena secara definisi
sertifikat deposito lebih dekat sebagai instrumen pasar uang dibandingkan dengan
efek di pasar modal.48 Oleh karena itu sertifikat deposito dikecualikan dari pasar
modal, dan diatur dalam peraturannya sendiri yang saat ini tertuang dalam POJK
Penerbitan Sertifikat Deposito maupun PBI Transaksi Sertifikat Deposito.
Pendelegasian wewenang pencatatan sertifikat deposito scripless dalam
PBI Transaksi Sertifikat Deposito, terdapat pada Pasal 3 ayat (1) PBI Transaksi
Sertifikat Deposito menyebutkan bahwa "didaftarkan dan ditatausahakan di Bank
49
Indonesia atau LPP yang ditunjuk oleh Bank Indonesia." Berdasarkan
penjelasan pasal tersebut, menyebutkan bahwa "Yang dimaksud dengan "LPP"
antara lain PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI).". Alasan penunjukan

47
Wawancara dengan Ibu Esti Dwi Utami, Staff Departemen Penelitian dan Pengaturan
Perbankan Otoritas Jasa Keuangan, tanggal 14 Juni 2017.
48
Wawancara dengan Bapak Mario Simatupang dan Ibu Tira Nitria, Manager
Department of Financial Market Development dan Analyst Money Market Development &
Regulation Division Department of Financial Market Development Bank Indonesia, tanggal 19
Juni 2017.
49
Bank Indonesia, Peraturan Bank Indonesia tentang Transaksi Sertifikat Deposito di
Pasar Uang, Ps. 3 ayat (1).

Universitas Indonesia
85

KSEI adalah agar dapat memfasilitasi pencatatan terhadap seluruh bank yang
menerbitkan, sehingga diperlukan suatu lembaga yang dapat dipercaya oleh
semua pihak untuk menatausahakan dan mencatat pemindahan maupun
penerbitannya.50 Penunjukan KSEI ini juga merupakan konsekuensi dari konsep
scripless tersebut, maka dicarilah suatu lembaga yang capable.51
Bagi bank yang ingin menerbitkan sertifikat deposito dalam bentuk
scripless yang nantinya akan didaftarkan pada KSEI, harus terlebih dahulu
memenuhi persyaratan yang terdapat dalam SEOJK No. 41/SEOJK.03/2016
tentang Tata Cara Penerbitan Sertifikat Deposito. Ketentuan ini terdapat pada poin
4 mengenai tata cara permohonan persetujuan penerbitan sertifikat deposito dalam
bentuk tanpa warkat, yang menyebutkan sebagai berikut:
Bank melakukan perjanjian kerjasama dalam pencatatan kepemilikan
Sertifikat Deposito dengan LPP yang paling sedikit memuat:
a. klausula bahwa LPP bertanggung jawab untuk menyediakan sistem
yang digunakan dalam mencatat dan memantau perubahan
kepemilikan;
b. klausula bahwa LPP menjamin daftar pemegang Sertifikat Deposito
yang disampaikan kepada bank yang menerbitkan Sertifikat Deposito
baik dalam bentuk informasi elektronik, dokumen elektronik, dan/atau
hasil cetaknya sesuai dengan pencatatan dan pemindahbukuan
Sertifikat Deposito pada LPP;
c. klausula bahwa pencatatan yang dilakukan oleh LPP untuk dan atas
nama bank;
d. klausula bahwa bank menyatakan nama dalam daftar pemegang
Sertifikat Deposito yang diterbitkan oleh LPP adalah pemilik Sertifikat
Deposito yang sah;
e. jangka waktu pelaksanaan kerjasama dan mekanisme
perpanjangannya;
f. syarat dan tata cara perubahan perjanjian;
g. kondisi dan tata cara penghentian perjanjian;
h. kerahasiaan data pemegang Sertifikat Deposito; dan
i. klausula mengenai keadaan kahar (force majeur) dan penyelesaian
sengketa.


50
Wawancara dengan Bapak Mario Simatupang dan Ibu Tira Nitria, Manager
Department of Financial Market Development dan Analyst Money Market Development &
Regulation Division Department of Financial Market Development Bank Indonesia, tanggal 19
Juni 2017.
51
Ibid.

Universitas Indonesia
86

Pada halaman web KSEI juga telah dicantumkan tata cara pendaftaran
sertifikat deposito yang dituliskan sebagai NCD (negotiable certificate of
52
deposit). Nantinya calon penerbit efek, yaitu bank, harus mengajukan
permohonan pendaftaran NCD melalui surat yang dapat diunduh pada halaman
tersebut. 53 Selanjutnya calon penerbit diharus mengikuti prosedur yang telah
disediakan beserta dengan melengkapi lampiran-lampiran lainnya yang
dibutuhkan. Sebagai bukti atas penerbitan sertifikat deposito tanpa warkat pada
KSEI, bank wajib menerbitkan Sertifikat Jumbo NCD yang akan disimpan di
KSEI sampai dengan berakhirnya jangka waktu penerbitan54

c. Mekanisme Pemindahtanganan Sertifikat Deposito Scripless


Pemindahtanganan sertifikat deposito scripless dilakukan melalui sistem
yang ditatausahakan di KSEI. Mekanisme pemindahtanganan sertifikat deposito
adalah sebagaimana standar operasional perdagangan dengan scripless trading
yang berlaku di KSEI sebagai LPP. 55 Karena mengikuti standar operasional
perdagangan yang berlaku di KSEI, maka mekanisme transaksi sertifikat deposito
sama dengan efek.
Sebelum dapat melakukan transaksi, investor harus terlebih dahulu
menjadi pemegang rekening KSEI terlebih dahulu dan memiliki sub rekening di
KSEI atas nama pemesan sertifikat deposito.56 Dalam perdagangan perdagangan
efek, pada dasarnya terdapat dua proses, yaitu proses transaksi (pembelian atau
penjualan) dan proses penyelesaian transaksi. Penerapan scripless ini ditujukan
agar proses transaksi menjadi lebih cepat dan efisien.


52
PT Kustodian Sentral Efek Indonesia, "Tata Cara Pendaftaran NCD di KSEI"
http://www.ksei.co.id/services/securities-registrations/negotiable-certificate-of-deposit, diakses 15
Juni 2017
53
Ibid.
54
Ibid.
55
Wawancara dengan Ibu Esti Dwi Utami, Staff Departemen Penelitian dan Pengaturan
Perbankan Otoritas Jasa Keuangan, tanggal 14 Juni 2017.
56
Ibid.

Universitas Indonesia
87

Bagi sertifikat deposito yang memenuhi karakteristik yang dapat


ditransaksikan di Pasar Uang, tunduk kepada ketentuan PBI Transaksi Sertifikat
Deposito sebagaimana telah dijelaskan pada BAB 3 sebelumnya. PBI ini
menitikberatkan pada aspek transaksi sertifikat deposito sebagai instrumen pasar
uang. Pasal 8 PBI ini memberikan rambu-rambu dalam transaksi sertifikat
deposito, yang menyebutkan sebagai berikut:
(1) Transaksi Sertifikat Deposito dilakukan secara langsung atau melalui
perantara pelaksanaan transaksi.
(2) Penyelesaian Transaksi Sertifikat Deposito sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus dilakukan paling lama 5 (lima) hari kerja setelah
transaksi (t+5).
(3) Penghitungan hari kerja Transaksi Sertifikat Deposito menggunakan
konvensi penghitungan hari (day-count convetion) yaitu Actual/360.
(4) Penghitungan harga dalam Transaksi Sertifikat Deposito dapat
mengacu pada suku bunga acuan yang berlaku secara umum di Pasar
Uang.57

Dengan adanya mekanisme pemindahtanganan sertifikat deposito secara


elektronik saat ini, tentu saja menghilangkan ketentuan endorsement dalam hal
peralihan surat berharga sebagaimana yang telah dijelaskan pada BAB 2
sebelumnya. Namun bagi sertifikat deposito yang diterbitkan dalam bentuk
warkat masih mengacu pada ketentuan peralihan surat berharga. Dalam SEOJK
yang mengatur mengenai Tata Cara Penerbitan Sertifikat Deposito, sertifikat
deposito dalam bentuk warkat memuat lembar untuk melakukan endorsement.
Karena sifatnya yang diterbitkan kepada-pengganti, pemindahtanganan sertifikat
deposito yang diterbitkan dalam bentuk warkat masih mengacu kepada Pasal 613
ayat (3) KUHPerdata.
Sehingga transaksi sertifikat deposito yang diterbitkan dalam bentuk tanpa
warkat atau scripless saat ini, sudah mampu mengikuti perkembangan teknologi
dan informasi, disamping mendukung percepatan dan peningkatan keamanan
dalam bertransaksi. Fasilitas scripless trading juga dapat mendorong peningkatan
jumlah penerbitan sertifikat deposito, dengan kelebihan dapat dengan mudah
dipindahtangankan, sesuai dengan definisi sertifikat deposito dalam peraturannya.


57
Bank Indonesia, Peraturan Bank Indonesia tentang Transaksi Sertifikat Deposito di
Pasar Uang, Ps. 8.

Universitas Indonesia
88

2. Penerbitan Sertifikat Deposito Dalam Mata Uang Asing


Guna mendorong penguatan ekonomi nasional melalui transformasi
fundamental, pemerintah mewajibkan penggunaan Rupiah untuk transaksi di
dalam negeri. Bentuk komitmen pemerintah ini terlihat diperkuat dengan landasan
hukum berupa UU No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, dan PBI No.
17/3/PBI/2015 tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Namun berdasarkan peraturan penerbitannya,
sertifikat depostio salah satu produk perbankan dapat diterbitkan dalam valuta
asing. Oleh karenanya, bagian ini akan membahas mengenai penerbitan sertifikat
deposito dalam mata uang asing.

a. Tinjauan Mengenai Penerbitan Sertifikat Deposito


Pada mulanya Sertifikat Deposito hanya dapat diterbitkan dalam mata
uang Rupiah berdasarkan SKDBI tahun 1988, yang pelaksanaannya diatur dengan
SEBI Penerbitan Sertifikat Deposito, yang pada Pasal 2 ayat (2) menentukan
bahwa "Sertifikat deposit hanya dapat diterbitkan dalam Rupiah dengan nilai
nominal sekurang-kurangnya Rp 1.000.000,- (satu juta Rupiah)."58 Baik dalam
SKDBI maupun peraturan pelaksananya, yaitu SEBI, juga menentukan sertifikat
deposito hanya dapat diterbitkan dalam mata uang rupiah dengan nilai nominal
sekurang-kurangnya Rp. 1.000.000,- (Satu Juta Rupiah).59
Salah satu kasus yang cukup menarik mengenai pelanggaran atas
ketentuan penerbitan sertifikat deposito dalam mata uang Rupiah, pernah terjadi
pada 25 Mei 1999 saat Unibank menerbitkan sertifikat deposito dalam mata uang
Amerika Serikat dengan nilai nominal satu juta dolar Amerika, berjangka waktu
36 bulan, dan bunga 20,75% per tahun.60 Pada saat terjadinya kasus ini, belum ada


58
Bank Indonesia, Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia tentang Penerbitan Sertifikat
Deposito oleh Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank, SKDBI No. 21/48/KEP/DIR Tahun
1988, Ps. 2 ayat (2).
59
Bank Indonesia, Surat Edaran Bank Indonesia tentang Penerbitan Sertifikat Deposito
oleh Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank, SEBI No. 21/27/UPG Tahun 1988, Angka 3.1.
60
Ina Anggia, "Implikasi Yuridis Penerbitan Sertifikat Deposito (Negotiable Certificate
of Deposit/NCD) Dalam Mata Uang Dolar Amerika Serikat Oleh PT Bank Unibank TBK," Skripsi
Universitas Indonesia, Jakarta, 2006.

Universitas Indonesia
89

aturan yang jelas mengenai kewajiban penggunaan mata uang Rupiah dalam suatu
peraturan tertentu yang dibentuk dalam Undang-Undang maupun peraturan dari
otoritas yang berwenang. Padahal dalam SKDBI maupun SEBI Penerbitan
Sertifikat Deposito sudah ditegaskan bahwa sertifikat deposito harus diterbitkan
dalam mata uang Rupiah. Sehingga penerbitan sertifikat deposito oleh Unibank
pada masa tersebut, tidak sesuai dengan pengaturan Penerbitan sertifikat deposito
menurut ketentuan perbankan Indonesia.61

b. Analisa Penerbitan Sertifikat Deposito Dalam Mata Uang Asing


Seiring dengan perkembangan perekonomian yang cukup pesat saat ini,
pengaturan mengenai kewajiban penggunaan Rupiah di Indonesia telah tertuang
dalam PBI No. 17/3/PBI/2015 tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia (PBI Kewajiban Penggunaan Rupiah).
Pemberlakuan ketentuan ini sejalan dengan tujuan Bank Indonesia untuk menjaga
kestabilan nilai tukar Rupiah, memperdalam pasar domestik, serta mendorong
ekspansi perekonomian.
Latar belakang timbulnya PBI Kewajiban Penggunaan Rupiah dapat kita
klasifikasikan ke dalam tiga dimensi yang berbeda berdasarkan tujuannya masing-
masing. Dimensi yang pertama, dapat kita lihat dari sudut pandang dimensi
hukum. Munculnya PBI tersebut merupakan turunan dari UU No. 7 Tahun 2011
tentang Mata Uang, sehingga lahir pengaturan yang lebih khusus mengenai
kewajiban penggunaan Rupiah. Selanjutnya PBI ini dapat dilihat dari dimensi
kebangsaan, karena rupiah merupakan alat pembayaran yang sah dan simbol
kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sedangkan dari dimensi
ekonomi, adalah untuk mendukung kestabilan nilai Rupiah. Sehingga tujuan dari
PBI ini adalah untuk memastikan penggunaan rupiah dalam setiap transaksi yang
terjadi di Indonesia, karena saat ini masing banyak transaksi yang dilakukan
dalam mata uang asing yang mengakibatkan rupiah tertekan.62


61
Ibid.
62
Kartini Laras Makmur, "BI Keluarkan Aturan Kewajiban Penggunaan Rupiah"
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5527bdc671422/bi-keluarkan-aturan-kewajiban-
penggunaan-rupiah, diakses 13 Juni 2017.

Universitas Indonesia
90

Sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) PBI Kewajiban Penggunaan Rupiah, setiap
pihak wajib menggunakan Rupiah dalam transaksi yang dilakukan di Wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia.63 Untuk mengetahui lebih lanjut cakupan
dari kata transaksi pada pasal tersebut, Pasal 2 ayat (2) menyebutkan bahwa:
Transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayarn;
b. penyelesaian kewajiban lainnya yang harus dipenuhi dengan uang dan/atau
c. transaksi keuangan lainnya.64

Selanjutnya BI juga memberikan pengecualian transaksi-transaki tertentu


dari aturan kewajiban penggunaan Rupiah. Transaksi yang dikecualikan tersebut,
diatur dalam Pasal 4 PBI Kewajiban Penggunaan Rupiah maupun Pasal 21 ayat
(2) UU Mata Uang, yang mengatur bahwa:
Kewajiban penggunaan Rupiah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)
tidak berlaku bagi transaksi sebagai berikut:
a. transaksi tertentu dalam rangka pelaksanaan anggaran pendapatan dan
belanja negara;
b. penerimaan atau pemberian hibah dari atau ke luar negeri;
c. transaksi perdagangan internasional;
d. simpanan di Bank dalam bentuk valuta asing;
e. transaksi pembiayaan internasional.65

Ketentuan mengenai simpanan dalam bentuk valuta asing sebagaimana


tertera dalam pasal diatas, dapat merujuk kepada penerbitan sertifikat deposito
dalam mata uang selain Rupiah. Sertifikat deposito, berdasarkan definisinya pada
UU Perbankan, merupakan produk simpanan pada Bank. POJK tentang
Penerbitan Sertifikat Deposito terbaru saat ini, telah diperbaharui dengan salah
satu pertimbangannya yaitu untuk menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat
dalam hal mata uang. Pada Pasal 4 peraturan tersebut, sudah sangat jelas
menyebutkan bahwa Bank dapat menerbitkan Sertifikat Deposito dalam bentuk
warkat dan bentuk tanpa warkat dalam rupiah atau valuta asing.


63
Bank Indonesia, Peraturan Bank Indonesia tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di
Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, PBI No. 17/3/PBI/2015 Tahun 2015, LN No. 70
Tahun 2015, TLN No. 5683, Ps. 2 ayat (1).
64
Ibid., Ps. 2 ayat (2)
65
Ibid., Ps. 4.

Universitas Indonesia
91

Sehingga penerbitan sertifikat deposito dalam mata uang selain Rupiah


telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Ditambah dengan adanya pembaruan
dalam peraturan penerbitan sertifikat deposito saat ini, dapat meningkatkan
jumlah penerbitan sertifikat deposito karena dapat menarik investor asing untuk
turut berinvestasi pada sertifikat deposito.

Universitas Indonesia
BAB 5
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan sebagaimana diuraikan diatas, maka didapatkan
beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Sebagai sumber dana perbankan melalui pengerahan dana dari masyarakat,
sertifikat deposito merupakan satu-satunya produk simpanan bank yang
bukti penyimpanannya dapat dipindahtangankan. Walaupun penarikan
sertifikat hanya dapat dilakukan pada saat habis jangka waktu menurut
perjanjian antara nasabah sekalu penyimpan dengan bank selaku
penerbitnya, sifatnya yang dapat dipindahtangankan dengan mudah
memberikan kebebasan kepada pemilik sertifikat deposito untuk
menjualnya sewaktu-waktu di pasar uang apabila sedang membutuhkan
pencairan dana sebelum jatuh tempo. Selain sifatnya sebagai produk
simpanan, sertifikat deposito juga diklasifikasikan sebagai instrumen pasar
uang yang membuatnya tunduk kepada peraturan-peraturan mengenai
pasar uang. Ketentuan mengenai transaksinya di pasar uang, diatur dalam
PBI No. 19/2/PBI/2017 tentang Transaksi Sertifikat Deposito di Pasar
Uang yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia dalam rangka menjadikan
pasar uang yang likuid dan efisien melalui peningkatan variasi
instrumennya. Ditambah lagi, saat ini Otoritas Jasa Keuangan telah
menerbitkan ketentuan terbaru mengenai penerbitan sertifikat deposito
yang tertuang dalam POJK No. 10/POJK.03/2015 tentang Penerbitan
Sertifikat Deposito oleh Bank. Peraturan ini memberikan kewenangan
kepada nasabah atau pembeli sertifikat deposito untuk menerbitkannya
secara tanpa warkat untuk mendorong percepatan dalam transaksinya.
POJK Penerbitan Sertifikat Deposito juga mengatur jangka waktu
sertifikat deposito hingga mencapai 36 bulan, yang merupakan tenor
paling lama bagi suatu produk simpanan bank jika dibandingkan dengan
produk lainnya seperti giro, tabungan, dan deposito. Sehingga penggunaan

Universitas Indonesia
93

sertifikat deposito dapat mendorong pendalaman pasar uang, memperbaiki


jangka waktu sumber dana perbankan dan mendorong efisiensi pendanaan
bank.
2. Permasalahan hukum yang timbul dalam penggunaan sertifikat deposito
sebagai sumber dana perbankan adalah klasifikasi sertifikat deposito
sebagai surat berharga, pemindahtanganan sertifikat deposito dalam
bentuk tanpa warkat dan penerbitan sertifikat deposito dalam mata uang
asing. Sebagai produk simpanan bank yang bersifat mudah
dipindahtangankan bukti simpanannya, peraturan perundang-undangan
saat ini mengklasifikasikan sertifikat deposito bukan sebagai surat
berharga dan dicatatkan sebagai dana pihak ketiga dalam bentuk
simpanan. Hal ini menjadi kontradiktif bila ditinjau dari sejarah sertifikat
deposito maupun teori surat-surat berharga. Unsur-unsur suatu sertifikat
deposito, secara mutlak telah memenuhi kriteria sebagai surat berharga.
Peran bank sebagai perantara masyarakat dalam menyediakan fasilitas
penyimpanan dana, tidak dapat mengacaukan klasifikasi sertifikat deposito
sebagai surat berharga. Sehingga berdasarkan definisi, sejarah dan
teorinya, sertifikat deposito merupakan produk simpanan bank yang
berbentuk surat-surat berharga. Mengenai permasalahan lainnya dalam
penggunaan sertifikat deposito sebagai sumber dana perbankan, yaitu
pemindahtangan sertifikat deposito dalam bentuk tanpa warkat maupun
penerbitan sertifikat deposito dalam mata uang asing telah sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku serta dapat dimanfaatkan
untuk pengembangan pasar sertifikat deposito.

B. Saran
Berikut merupakan saran-saran yang didapatkan oleh penulis dalam
penelitian ini:
1. Perlu adanya upaya dari perbankan untuk mempromosikan produk
sertifikat deposito agar dapat bersaing dengan produk simpanan bank
lainnya, terutama untuk mendorong pendanaan yang lebih efisien bagi
perbankan. Melihat saat ini produk simpanan berjangka seperti deposito

Universitas Indonesia
94

masih menjadi pilihan utama bagi sumber dana pihak ketiga bank, bukan
tidak mungkin sertifikat deposito dapat dijadikan pilihan bagi masyarakat
ditambah dengan kelebihannya yang dapat dipindahtangankan.
2. Hendaknya bank-bank lebih gencar dalam memperkenalkan produk
sertifikat deposito yang memenuhi karakteristik dapat ditransaksikan di
Pasar Uang kepada calon investor potensial sebagai opsi dalam
berinvestasi. Melihat peningkatan jumlah penerbitan sertifikat deposito
yang signifikan dari Dana Pensiun, bukan tidak mungkin hal ini dapat
menarik perhatian perusahaan-perusahaan lainnya untuk turut menerbitkan
sertifikat deposito.
3. Agar dapat mencapai pasar sertifikat deposito yang berkembang, maka
Bank Indonesia bersama-sama dengan Otoritas Jasa Keuangan harus
bersikap saling bahu-membahu dalam menerbitkan peraturan maupun
malkukan pengawasan terhadap produk sertifikat deposito. Hal ini dapat
dimulai dengan menyamakan sudut pandang dalam melihat sertifikat
deposito sebagai produk simpanan yang juga merupakan instrumen pasar
uang di saat yang bersamaan. Sehingga kebijakan yang dihasilkan terkait
dengan produk sertifikat deposito di kemudian hari dapat mendukung
tujuan dalam pengembangan pasar sertifikat deposito sehingga mampu
menjadi sumber pendanaan untuk pembiayaan nasional.

Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU
Emirzon, Joni. Hukum Surat Berharga dan Perkembangannya di Indonesia.
Jakarta: PT Prenhallindo, 2002.

Hermansyah. Hukum Perbankan Nasional Indonesia. Cet. 8. Jakarta: Kencana


Prenada Media Group, 2014.

Irawan, James Julianto. Surat Berharga: Suatu Tinjauan Yuridis dan Praktis.
Jakarta: Kencana, 2014.

Karim, Iswahjudi A. Kredit Sindikasi. Jakarta: KarimSyah Law Firm, 2005.

Mahmudy, Mahdi. Pasar Uang Rupiah: Gambaran Umum. Cet. 1. Jakarta:


Bank Indonesia, 2005.

Mamudji, Sri. et al. Metode Penelitian dan Penulisan Hukum. Jakarta: Badan
Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005.

Muhammad, Abdulkadir. Hukum Dagang tentang Surat-Surat Berharga. Cet.


8. Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2013.

Muljono, Teguh Pudjo. Bank Budgeting: Profit Planning &


Control.Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta, 1996.

Otoritas Jasa Keuangan. Statistik Perbankan Indonesia Periode Maret 2017.


Jakarta: Otoritas Jasa Keuangan, 2017.

Purwosutjipto, H.M.N. Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia: Hukum


Surat Berharga. Cet. 6. Jakarta: Djambatan, 2008.

Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Cet. 3. Jakarta: Penerbit


Universitas Indonesia UI-Press, 1986.

Soekanto, Soerjono. dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif: Suatu


Tinjauan Singkat, Cet. 16. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2014.

Universitas Indonesia
95

Simanjuntak, Emmy Pangaribuan. Hukum Dagang Surat-Surat Berharga:


Wesel, Surat Sanggup/Aksep, Cek, Kwitansi dan Promes Atas Tunjuk.
Yogyakarta: Seksi Hukum Dagang FH UGM, 1993..

Suryohadibroto, Imam Prayogo dan Djoko Prakoso, Surat Berharga Alat


Pembayaran Dalam Masyarakat Modern. Cet. 3. Jakarta: PT Rineka
Cipta, 1995.

Usman, Rachmadi. Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia. Cet. 2.


Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003.

Winarso, Surakhmad. Metode dan Tekhnik dalam bukunya, Pengantar


Penelitian Ilmiah Dasar Metode Teknik. Bandung: Tarsito, 1994.

B. JURNAL
Bruce J. Summer, "Negotiable Certificates of Deposit," Economic Review
Federal Reserve Bank of Richmond (Juli-Agustus 1980), Hlm. 9.

Wuryandai, Gantiah. et. al. "Pengelolaan Dana dan Likuiditas Bank," Buletin
Ekonomi Moneter dan Perbankan (Januari 2014), Hlm. 255.

C. SKRIPSI/TESIS
Anggia, Ina. "Implikasi Yuridis Penerbitan Sertifikat Deposito (Negotiable
Certificate of Deposit/NCD) Dalam Mata Uang Dolar Amerika Serikat
Oleh PT Bank Unibank TBK." Skripsi Universitas Indonesia, Jakarta,
2006.

Jumahardi. "Analisis Pemanfaatan Dana Pensiun Sebagai Alternatif


Pembiayaan Infrastruktur." Tesis Magister Universitas Indonesia,
Jakarta, 2013

Reinata, Yoke. "Efektivitas Scripless Trading di Pasar Modal." Tesis Magister


Universitas Indonesia, Jakarta, 2009.

Universitas Indonesia
96

D. MAKALAH
Supomo, Nila Permata. et. al, "Pendayagunaan Sertifikat Deposito sebagai
Instrumen Pasar Uang di Indonesia." Makalah disampaikan pada
Pendidikan Calon Pegawai Muda Bank Indonesia, Jakarta, 1987.

E. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Indonesia, Bank Indonesia, Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia tentang
Penerbitan Sertifikat Deposito oleh Bank dan Lembaga Keuangan
Bukan Bank, SKDBI No. 21/48/KEP/DIR Tahun 1988.

Indonesia, Bank Indonesia, Peraturan Bank Indonesia tentang Pasar Uang,


PBI No. 18/11/PBI/2016 Tahun 2016, LN No. 148 Tahun 2016,
TLN No. 5909.

Indonesia, Bank Indonesia, Peraturan Bank Indonesia tentang Transaksi


Sertifikat Deposito di Pasar Uang, PBI No. 19/2/PBI/2017 Tahun
2017, LN No. 50 Tahun 2017, TLN No. 6034.

Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan


tentang Penerbitan Sertifikat Deposito Oleh Bank, POJK No.
10/POJK.03/2015, LN No. 164 Tahun 2015, TLN No. 5718.

Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan


tentang. Tata Cara Penerbitan Sertifikat Deposito, SEOJK No.
41/SEOJK.03/2016 Tahun 2016.

Indonesia, Undang-Undang tentang Pasar Modal, UU No. 8 Tahun 1995, LN.


No. 64 Tahun 1995, TLN. No. 3608.

Indonesia, Undang-Undang Tentang Perbankan, UU No. 7 Tahun 1992, LN.


No. 31 Tahun 1992, TLN No. 34721.

Indonesia, Undang-Undang Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 7


Tahun 1992 Tentang Perbankan, UU No. 10 Tahun 1998, LN. No. 182
Tahun 1998, TLN No. 3790.

Universitas Indonesia
97

Majelis Ulama Indonesia, Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama


Indonesia Tentang Sertifikat Deposito Syariah, Fatwa MUI No:
97/DSN-MUI/XII/2015.

F. INTERNET
Makmur, Kartini Laras. "BI Keluarkan Aturan Kewajiban Penggunaan
Rupiah."http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5527bdc671422/bi
-keluarkan-aturan-kewajiban-penggunaan-rupiah, diakses 13 Juni 2017.

PT Kustodian Sentral Efek Indonesia. "Tata Cara Pendaftaran NCD di KSEI."


http://www.ksei.co.id/services/securities-registrations/negotiable-
certificate-of-deposit, diakses 15 Juni 2017.

U.S. Department of the Treasury. “The Negotiable CD: National Bank


Innovation in the 1960s” https://www.occ.treas.gov/about/what-we-
do/history/150th-negotiable-cd-article.html, diakses 19 Juni 2017.

G. LAIN-LAIN
Hendarsah, Nanang. "Tayangan PBI Transaksi Sertifikat Deposito." Tayangan
disampaikan pada 22 Maret 2017.

Universitas Indonesia
LAMPIRAN 1 HASIL WAWANCARA DEPARTEMEN
PENGEMBANGAN PASAR KEUANGAN BANK INDONESIA

Narasumber : Mario Simatupang, Manager Department of Financial


Market Development, dan
Tira Nitria, Manager Analyst Money Market Development
and Regulation Division Financial Market Development
Department
Pewawancara : M. Prastieto Ikhsan
Waktu : Senin, 19 Juni 2017, pukul 10.25 - 11.51 WIB
Tempat : Gedung C lantai 5, Kantor Pusat Bank Indonesia, Jl. MH
Thamrin, No. 2, Menteng, Jakarta Pusat.

Apakah latar belakang penerbitan PBI Nomor 19/ 2 /PBI/2017 tentang Transaksi
Sertifikat Deposito?
BI sudah punya ketentuan sebelumnya, namun sudah tidak relevan dengan
perkembangan zaman. Kita melihat saat ini mulai tahun 2014, BI mendorong
pasar keuangan. Pasar keuangan kita sedikit tertinggal dibanding negara kawasan.
Mulai dikembangkan mengingat BI dalam kaitannya sebagai otoritas pertama
dalam kebijakan moneter, mengatur stabilitas pasar uang dan valas. Karena pasar
modal dibawah OJK, yaitu Bapepam dan Lembaga Keuangan, pasar uang dan
valas ada di bawah BI. Sertifikat deposito secara definisi ini, walau POJK
mengatur tiga tahun, namun lebih dekat ke Pasar Uang, dan dikecualikan dari
pasar modal. Tidak masuk definisi efek. Akhirnya diatur sendiri, sekaligus
mencabut ketentuan yang lama. Bedanya dengan POJK 2015, yaitu melihat
sertifikat deposito sebagai produk simpanan Bank. BI melihat sertifikat deposito
sebagai instrumen pasar uang. Ibaratnya ada overlapping pengaturan, fokusnya
memang berbeda. POJK keseluruhan, dari sisi sertifikat deposito sebagai produk
simpanan bank, Sisinya lebih mikro, apa bank cukup sehat/capable menerbitkan
sertifikat deposito. Sedangkan BI melihat, apakah suatu Bank dapat menerbitkan
instrumen pasar uang atau tidak. Bila melihat Pasal 18 juga memberikan delegasi
pada otoritas yang berwenang untuk mengatur mengenai transaksinya, yaitu BI.
Angle melihatnya cukup berbeda antara POJK dan PBI. Apabila melihat sebagai
99

produk bank, maka berhenti di Penerbitan, seperti peraturan pentatausahaan di


KSEI. BI juga mengatur aspek penerbitan, namun dalam konteks pasar uang, PBI
ini merupakan turunan dari PBI pasar uang 2016. Bank yang menerbitkan
instrumen2 pasar uang harus izin ke Bank Indonesia. Sehingga muncul yang kita
sebut namanya dualism. Sebagai produk bank ada di OJK, pasar uang ada di BI.
Namun yang kita hindari adalah jangan sampai sudah izin ke OJK dan jangan
sampai jadi burden bagi BI. Dari sisi dokumen, BI juga tidak terlalu kompleks
atau rigit. Intinya saling menjaga porsi masing-masing. Jadi, latar belakangnya
karena BI mengembangkan pasar uang, untuk pengaturan lebih lanjut dalam PBI,
dan pendelegasian dari Pasal 18 POJK. Fokusnya adalah untuk mengatur
instrumen pasar uang.

Apabila mengacu pada SEBI 1988, diatur tegas bahwa sertifikat deposito adalah
surat berharga, apakah sampai sekarang BI masih menganggap sertifikat deposito
itu sebagai surat berharga?
Masih perlu waktu untuk menerima ini. Produk pasar uang ada bermacam-
macam. Kita melihat lagi pada sejarahnya, yaitu pada 1960, diterbitkan oleh
Citibank. Zaman dahulu, di Amerika ada kebijakan ekonomi capping suku bunga.
Sehingga bank-bank bersaing, karena ada tren penerbitan suku bunga. Penerbit-
penerbit obligasi tiap ada penerbitan yang baru, dapat melakukan pressing
terhadap suku bunga. Entah kenapa bank itu di capping, sehingga Citibank dapat
mengeluarkan suatu produk baru agar tidak kalah funding dari capital market.
Lahirlah sertifikat deposito, punya karakteristik sebagai surat berharga, namun
simpanan, diterbitkan dengan kupon dan mengikuti suku bunga. Namun ini surat
berharga memang harus dapat diperjual belikan? Sehingga Citibank melakukan
funding kepada broker untuk dapat mentransaksikan sertifikat deposito-nya.
Orang yang punya sertifikat deposito dapat menjual sewaktu-waktu produk
sertifikat deposito ini pada broker bila membutuhkan uang. Dari situlah sertifikat
deposito mulai populer sebagai simpanan yang dapat diperjual belikan. Di negara
Asia, Tiongkok dan Korea, sertifikat deposito sudah sangat populer. Outstanding
penerbitan sertifikat deposito di China mencapai 700 Miliar US Dollar, sehingga
lahir lagi pertanyaan ini simpanan atau surat berharga? Ada namanya hybird
100

instrumen, seperti obligasi yang dapat dikonversi menjadi saham, namun


dikelompokkan besar sebagai obligasi. Ada juga saham preferen, yang
membayarkan bunga setiap tahun, namun dikategori sebagai saham. Saham kan
pada seharusnya yang bisa diklaim adalah deviden, namun pembayarannya tetap
seperti obligasi. Sama halnya dengan sertifikat deposito ini yang merupakan
Hybird Instrument. Simpanan namun dapat diperjualbelikan sebagai surat
berharga. Dalam peraturan dan pencatatan LPS dan sebagainya, simpanan
termasuk salah satunya adalah sertifikat deposito. Secara definisi hukum,
sertifikat deposito benar adalah simpanan, dijamin di LPS, tapi bisa
diperjualbelikan seperti surat berharga. Dari syarat surat berharga juga terpenuhi,
karena dapat dipindahtangankan dengan mudah. Sehingga sudah masuk dengan
jelas syarat formilnya. Hybird, namun berdasarkan UU adalah simpanan. Definisi
itu berdasarkan perkembangan teknologi sekarang sudah dapat dipindahtangankan
secara elektronik, tidak lagi endosemen seperti wesel cek dan lain-lain. Itulah
kenapa LPP ditunjuk, karena bila hanya pada bank pencatatannya tidak
convenience, nanti akhirnya bagaimana suatu lembaga yang mendapatkan trust
dari semua pihak untuk menatausahakan dan melakukan record pemindahan dan
penerbitannya, agar supaya aman juga menghindarkan risiko penipuan dan
sebagainya.

Bagaimana dengan penunjukan KSEI untuk mentatausahakan dan mencatat


sertifikat deposito scripless?
Mencari lembaga yang dapat dipercaya karena konsekuensi scripless
tersebut. KSEI capable untuk dipercaya akibat dari scripless. Bisa saja bank yang
melakukannya, namun tidak lazim saja.

Jadi Menurut Bank Indonesia, sertifikat deposito itu adalah surat berharga atau
bukan?
Tergantung dari segi mana apakah penerbit ataupun pembeli. Gak bisa
dua-duanya. Bagi pembeli, dicatat sebagai surat-surat berharga atau efek. Bagi
penerbit, dicatat sebagai produk simpanan. Ini lah terdapat perbedaannya. Investor
taunya ini dapat dipindahtangankan, namun sebagai simpanan tidak dapat
101

dipindahtangankan, dari segi akuntansi nya pun tergantung dari sisi mana
melihatnya. Fitur dipindahtangankannya menjadi tidak aktif, bila bank beli maka
ditempatkan pada penempatan pada bank yang lain, tidak sesuai, sehingga dari
segi investor tidak sesuai. Perspektif nya selama ini masih kebanyakan bersumber
dari penerbit, yaitu sebagai produk simpanan.

Mengapa sertifikat deposito dapat mendorong efisiensi biaya dibandingkan


produk simpanan perbankan lainnya?
Karakteristik sertifikat deposito adalah bank menerbitkan lalu nasabah
memegang sertifikatnya dan baru dapat dicairkan pada saat jatuh tempo. Bukan
seperti yang lainnya, deposito, tabungan dan giro. Oleh karena itu, bank harus
dapat mencadangkan, inilah yang menyebabkan biaya lumayan tinggi bagi
perbankan. Untuk sertifikat deposito, bila nasabah butuh dana, pilihannya adalah
di jual pada Pasar uang. Bank terhindar terhadap risiko penarikan dana sewaktu-
waktu, kedua, sasaran sertifikat deposito adalah unsur funding secara wholesale.
Bila penerbitan dalam kelipatan besar, dapat menjual bunga lebih besar
dibandingkan dengan retail. Dimana yang menentukan bunga sertifikat deposito
bank masing-masing sesuai dengan animo pasar.

Tenor maksimal sertifikat deposito adalah 36 Bulan, sedangkan salah satu alasan
penerbitan PBI Transaksi Sertifikat Deposito adalah untuk memperbaiki tenor
mismatch penempatan kredit. Bukannya banyak sektor kredit yang memiliki
jangka waktu cukup panjang, apakah jangka waktu 36 bulan sudah cukup buat
sertifikat deposito?
Yang pertama, 36 bulan itu melanjutkan dari pengaturan penerbitan yang
dikeluarkan oleh OJK, untuk mengikuti. Sebenarnya yang diatur sama namun
perspektifnya saja yang berbeda. Mengapa 36 bulan, ya karena simpanan. Dilihat
dari perbankan, ekspertis dibayar mahal karena untuk mengelola likuiditas, skill
bank adalah menyalurkan dalam bentuk penempatan yang lebih panjang. Paling
yang tenornya panjang seperti kartu kredit, modal kerja, investasi dan lain-lain,
itulah skill perbankan. BI membantu dengan memberikan funding jangka panjang
dengan sertifikat deposito ini. Semakin semuanya pendek, semakin berisiko pada
102

Bank nya. Sertifikat deposito ini merupakan alternatif yang sedikit lebih baik,
karena orang tidak bisa kapanpun mencairkan dana. Berbeda dengan deposito,
dimana dapat sewaktu-waktu dicairkan namun deposan kena penalty dan tidak
dapat bunga dari depositonya. Intinya adalah bagaimana bank dapat mengelola
likuiditasnya, namun BI memberikan alternatif untuk funding yang lebih baik.

Mengapa diberikan minimal 10 Miliar Rupiah dalam PBI Transaksi sertifikat


deposito, kenapa tidak diperkecil lagi agar mencakup scope yang lebih besar
untuk pengerahan dana masyarakat?
Financial system domestik saat ini didominasi oleh institusi perbankan.
Dalam menyalurkan kreditnya, perbankan membutuhkan acuan harga, dimana
acuan harga di jangka panjang yang umum digunakan di pasar keuangan adalah
SBN. Pembentukan harga jangka panjang melalui SBN ini tidak terlepas dari
perhitungan atas risiko likuiditas yang timbul di kemudian hari apabila suatu saat
perbankan atau pelaku pasar lainnya mengalami mismatch dan membutuhkan
dana jangka pendek. Dengan demikian, pembentukan harga yang terjadi di jangka
pendek akan turut berpengaruh terhadap pembentukan harga di jangka panjang.
Saat ini, likuiditas pasar (turnover) yang tersedia di pasar uang
dominannya berada antara tenor 1 hari sampai dengan 1 bulan. Turnover pasar
uang untuk tenor diatas 1 bulan masih relatif terbatas, dengan demikian pelaku
pasar yang memerlukan outlet pengelolaan likuiditas dengan tenor diatas 1 bulan
relatif sulit untuk mendapatkannya atau mendapatkannya dengan harga yang
sangat tinggi. Atas kondisi tersebut, BI mengembangkan instrumen pasar uang
diantaranya Sertifikat Deposito yang dapat ditransaksikan di pasar uang, dengan
harapan likuiditas dari instrumen tersebut dapat mengisi kekosongan yang ada
yakni pada tenor yang lebih panjang (> 1 bulan). Selain dapat menyediakan
tambahan opsi tenor maupun instrumen pengelolaan likuiditas sesuai dengan yang
diperlukan oleh pelaku pasar, pembentukan harga yang tercipta akan mendorong
pembentukan harga di jangka panjang lebih mudah karena cost jangka pendek
yang terjadi bersifat real cost.
Untuk kepentingan diatas, pembentukan harga yang diharapkan adalah
dalam skala besar atau wholesale, dimana likuiditas yang terjadi memiliki
103

nominal yang besar. Untuk itu, BI mengatur adanya batasan minimum 10 Miliar
Rupiah, yaitu agar ketersediaan instrumen dan likuiditas yang terbentuk
mendorong terbentuknya pasar wholesale.

Bagaimana mekanisme pemindahtanganan sertifikat deposito, apakah selalu


mengacu pada JIBOR?
Tidak harus sesuai JIBOR. Namun bila bank menerbitkan sertifikat
deposito, pasti butuh acuan suku bunga penerbitan, dimana salah satu yang dapat
digunakan yaitu JIBOR. Bisa dengan premi yang sedikit diatas maupun dibawah
jibor. Kedua, BI juga mendorong peran penggunaan suku bunga JIBOR itu
sendiri, sebagai reference rate, agar kredibel dan dipergunakan dalam instrumen
transaksi keuangan. Begitu pula dengan transaksi di pasar sekunder yang dapat
turut menggunakan JIBOR sebagai acuan harga, dikarenakan JIBOR dirilis setiap
harinya. Dengan demikian, bank dapat menggunakan JIBOR ketika penerbitan
pertama kali, dan bank dapat turut pula menggunakan JIBOR ketika instrumen
tersebut telah berpindah ke area pasar sekunder dan ditransaksikan di pasar
sekunder.
Semisal ada kasus, bila Dana Pensiun menerbitkan sertifikat deposito 100
Miliar Rupiah dengan tenor 2 tahun pada bunga 7%, sehingga secara perhitungan
diskonto dibeli sebesar 93 Miliar Rupiah. Apabila ingin dijual pada bulan ke 6,
JIBOR sedang pada 6%, apakah menjual nya pada 93 Miliar?
Membicarakan produk keuangan, harga dari sebuah produk keuangan akan
attach selalu pada suku bunga saat ini. Apabila ketika sertifikat deposito yang
diterbitkan dengan diskonto 7% kondisi suku bunga yang berlaku di pasar saat itu
adalah 6.5%, lalu bila ke depan suku bunga turun menjadi 4% karena perubahan
stance kebijakan moneter, maka yield dari sertifikat deposito tersebut akan
mengalami penyesuaian mengikuti suku bunga yang berlaku saat ini. Hal ini
serupa dengan yang terjadi di obligasi.
LAMPIRAN 2 HASIL WAWANCARA DEPARTEMEN PENGATURAN
DAN PENELITIAN PERBANKAN OTORITAS JASA KEUANGAN

Narasumber : Esti Dwi Utami, Departemen Pengaturan dan Penelitian


Perbankan Otoritas Jasa Keuangan
Pewawancara : M. Prastieto Ikhsan
Waktu : Rabu, 14 Juni 2017

Mengingat berdasarkan poin menimbang dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan


(POJK) Nomor 10/POJK.03/2015 tentang Penerbitan Sertifikat Deposito
disebutkan bahwa peraturan sebelumnya sudah tidak memadai lagi dan perlu
disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat serta teknologi. Selain daripada uraian
tersebut, apakah latar belakang diterbitkannya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
(POJK) Nomor 10/POJK.03/2015 tentang Penerbitan Sertifikat Deposito oleh
Bank?
Sebagaimana telah disebutkan dalam uraian di atas, SEBI tahun 1988
tersebut masih mendefinisikan dan menglasifikasikan CD sebagai surat berharga.
Hal ini tentunya kontradiktif dengan definisi Sertifikat Deposito berdasarkan UU
Perbankan yang menglasifikasikan CD sebagai simpanan yang pembukuannya di
Dana Pihak Ketiga- Simpanan. Untuk itu, POJK ini meluruskan dan menegaskan
kepada industri perbankan terkait definisi dari CD sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan. Di sisi lain, dengan perkembangan teknologi yang
cenderung paperless, telah diimplementasikan penerbitan dan pemindahtanganan
sertifikat deposito berbasis elektronik yang datanya disimpan dan tercatat di
sistem KSEI sejak tahun 2002. Mulai tahun tersebut, dari yang hanya 1 bank
menerbitkan CD secara elektronik (scripless), telah berkembang lebih dari 10
bank dengan jumlah total yang juga meningkat (data dapat diunduh di laman
KSEI). Apabila dilihat secara total CD dibandingkan dengan total saldo produk
simpanan lain, CD masih yang paling kecil. Namun, akan lebih baik jika
dibandingkan dari rata-rata per rekening yang memiliki suatu produk simpanan.
Misalnya, rata-rata saldo tabungan untuk 1 rekening tabungan, rata-rata saldo
deposito untuk 1 rekening deposito, dan rata-rata saldo CD untuk 1 pemegang
CD. Diharapkan, dengan terbitnya POJK ini, masyarakat terinformasi mengenai
104

produk simpanan lain selain tabungan dan deposito yang sudah terlebih dahulu
ada. Hal ini juga menambah alternatif produk DPK sebagai sumber dana bagi
bank.

Dalam POJK tersebut juga menyebutkan CD kini dapat diterbitkan dalam bentuk
tanpa warkat (scripless) sedangkan selama ini CD dikenal dengan adanya bentuk
warkat yang diterbitkan oleh Bank. Apakah bukti kepemilikan yang dipegang oleh
nasabah selaku pemilik CD dalam bentuk tanpa warkat tersebut?
Sebagaimana diatur dalam POJK dan SEOJK Sertifikat Deposito,
mekanisme pemindahtanganan CD dilakukan melalui sistem dan ditatausahakan
di KSEI. Sehingga dengan kata lain, hanya yang memiliki sub rekening di KSEI
(terdaftar) yang dapat bertransaksi CD scripless.

Bagaimana mekanisme pemindahtanganan CD tanpa warkat tersebut? Apakah


seenuhnya berupa pemindahan pencatatan kepemilikan pada LPP saja?
Mekanisme pemindahtanganan CD sebagaimana SOP yang berlaku di
KSEI sebagai LPP. Mekanisme ini dapat dilihat di laman KSEI.

Bersamaan dengan peraturan ini, diterbitkan juga Peraturan BI Nomor


19/2/PBI/2017 tentang Transaksi CD di Pasar Uang. Dimana peraturan ini
ditujukan agar bersinergi dengan POJK tentang penerbitan sertifikat deposito
guna membentuk pasar sertifikat deposito yang semakin berkembang. Sehingga
menjadi salah satu sumber pendanaan untuk pembiayaan nasional. Apakah jangka
waktu CD yang hanya maksimal 36 Bulan sudah cukup untuk memperbaiki profil
tenor aset bank yang relatif singkat, dan penempatan dana perbankan yang relatif
berjangka waktu panjang?
Untuk menjawab pertanyaan ini, mungkin Ananda bisa menganalisis
sendiri berdasarkan perspektif Ananda. Misalnya dilihat dari kebutuhan
pembangunan atau pembiayaan di bidang tertentu (misal UMKM) yang selama ini
didanai oleh bank apakah jangka pendek atau jangka panjang. Apakah masih ada
gap disitu.
105

Apakah jangka waktu CD maksimal 36 Bulan tersebut masih dapat diperpanjang


setelah habis masa waktunya sebagaimana Deposito? Apabila bisa, bagaimana
dengan penyerahan bunga CD yang bersifat diskonto?
Dalam POJK dan SEOJK Sertifikat Deposito, diatur mengenai maksimal
jangka waktu tersebut adalah per seri. Misalnya CD seri A memiliki jangka wktu
36 bulan dengan bunga diskonto 10% p.a. Dalam hal bank ingin tetap me-mantain
nasabah CD namun telah jatuh tempo, maka bank dapat menerbitkan CD seri B
kepada nasabah existing sepanjang telah mendapatkan persetujuan dari nasabah.

Apakah benar penerbitan CD saat ini dapat mendorong efisiensi biaya bagi
sumber dana perbankan, jika dibandingkan dengan produk simpanan bank lainnya
seperti giro, tabungan, dan deposito?
Untuk menjawab pertanyaan ini, Ananda bisa menganalisis sendiri dari
sudut pandang Ananda sendiri. Misalnya dengan bechmarking ke beberapa
produk simpanan perbankan dan membandingkan bunga yang ditawarkan untuk
masing-masing produk simpanan tersebut. Semakin kecil bunga pada produk
simpanan, maka semakin kecil beban operasional yang ditanggung oleh bank.

LAMPIRAN 3 HASIL WAWANCARA PENGAJAR HUKUM SURAT
BERHARGA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA

Narasumber : Dr. Yetty Komalasari Dewi, S.H., ML.I, Pengajar Hukum


Surat Berharga Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Pewawancara : M. Prastieto Ikhsan
Waktu : Selasa, 20 Juni 2017, pukul 9.30 - 10.00 WIB
Tempat : Fakultas Hukum Universitas Indonesia

Sertifikat Deposito memiliki sifat yang mudah dipindahtangankan, namun


berdasarkan UU Perbankan, Peraturan OJK dan Bank Indonesia, definisi maupun
pencatatannya tidak diklasifikasikan sebagai surat berharga. Menurut ibu,
Bagaimana kedudukan Sertifikat Deposito dari hukum surat berharga ya bu?
Untuk menentukan suatu surat berharga cukup menggunakan teorinya
saja, belum tentu pengklasifikasian dari OJK atau BI itu betul. Pertanyaannya,
apakah mereka memiliki suatu definisi surat berharga? Indonesia saja tidak
mempunyai definisi surat berharga, yang mereka punya hanya jenis bahkan
kriteria saja tidak punya. Maka kita bicara pada apa teorinya, coba bandingkan
dengan surat berharga di luar negeri seperti Singapore. Kriterianya sama seperti
yang sudah kamu pelajari. Pertama dia itu secara substansi merupakan salah satu
dari dua macam, yaitu return order atau return promes. Kedua, terdapat sejumlah
uang. Ketiga, yang jangan sampai kelewatan adalah ada atau tidaknya yang kita
sebut magic word, yaitu order atau bearer. Keempat, bisa terkadang dituliskan
tanggalnya atau tidak.
Pasar modal merupakan tempat memperdagangkan benda bergerak yang
bersifat intengible, saham itu benda bergerak yang intengible. Buktinya adalah
ada sertifkat sahamnya. Berbicara pada tataran pasar modal, yang dijual itu adalah
benda bergerak tidak berwujud, yaitu rights. Sehingga dalam perkembangannya,
di Pasar Modal ada equity (memberikan hak) dan debts (memberikan hutang).
Yang diperdagangkan adalah utang piutang tersebut, yaitu rights.
Kalau berbicara mengenai bank, perannya adalah sebagai mediator atau
penyedia pembayaran. Letak irisannya adalah pada produknya. Karena bank yang
menyediakan sistem pembayaran, sedangkan pembayarn itu bisa dilakukan secara
106

tradisional (tunai) atau non tradisional (lewat surat-surat). Karena sistem


pembayaran itu adalah sistem bank, maka ada produk disitu yang kita kenal
sebagai produk non tunai bank, yaitu simpanan. Namun sifat hukumnya (legal
nature) adalah surat-surat.
Untuk memahami ini maka dapat dibaca buku Purwosutjipto, adanya
surat-surat dalam perniagaan yang kita kenal dapat memberikan hak. Apapun
nama yang diberikan, yang penting surat itu mudah dipindahtangankan. Dapat
dilihat dengan adanya order atau bearer, itu sudah menjadi standar
internasionalnya. Surat berharga jangka waktunya biasanya singkat, yaitu kurang
dari satu tahun. Dalam perkembangannya, bisa dijadikan menjadi tiga tahun
karena sertifikat deposito ini sama dengan deposito. Dari segi substansi, sertifikat
deposito adalah surat utang karena terdapat dua pihak. Kita sebagai nasabah input
uang ke bank, lalu bank akan menyimpan uang kita dan in return kita dapat uang.
Sekarang, apakah kita akan menyimpan dan nantinya akan mengambil saat sudah
cari sendiri atau memberikan order (atas pengganti) kepada pihak lain. Karena
sesuai kriterianya sudah didesign untuk mudah diperdagangkan.
Sertifikat deposito itu kan adalah janji bayar, yaitu sudah memenuhi unsur
surat berharga. Jangan dikacaukan dengan itu sebagai produk simpanan, memang
betul bank punya macam-macam produk. Namun yang dikeluarkan ini adalah
surat berharga. Sehingga sertifikat deposito ini adalah produk simpanan yang
bentuknya merupakan surat berharga. Suatu sertfikat deposito baru dapat disebut
sebagai produk simpanan bukan surat berharga, apabila diterbitkan atas nama
sebagaimana deposito biasa. Pencatatan nama dalam sertifikat deposito hanya
untuk pencatatan atau administrasinya saja. Justru menurut saya, sertifikat
deposito ini adalah suatu produk yang sudah jelas merupakan surat berharga.
Untuk mengklasifikasikan sebagai suatu surat berharga cukup mengacu kepada
standar internasional, yaitu kembali pada kriteria yang tadi telah saya sebutkan.
Kelemahannya yang pertama, Indonesia tidak memiliki definisi surat
berharga. Ada pandangan yang sangat luas dalam konteks perdagangan memang
dikenal surat-surat perniagaan baik surat berharga maupun surat-surat berharga.
Kedua, surat berharga itu hanya empat kriteria tadi ini yang punya dua pihak atau
tiga pihak. Ketiga, yang lebih sempit lagi yang mengatakan surga itu adalah surat
107

sanggup. Itu adalah definisi secara sempit. Harusnya untuk definisi yang lebih
luas itu adalah diatur OJK, yang bertanggung jawab pada pasar modal.
Jadi sama aja, kita cukup berpegang pada kriteria, apabila tidak ada
definisinya maka kita uraikan dari kriteria. Seperti yang kamu jelaskan tadi mulai
dari sejarahnya, lalu fungsinya. Kan sudah jelas bahwa sertifikat deposito ini
merupakan alat bayar atau pinjaman. Misalnya, saya punya sertifikat deposito nih
berarti saya punya hak untuk meminta pembayaran, namun apabila belum jatuh
tempo, saya butuh pembayaran maka saya jual kepada pihak lain. Itulah
maksudnya sebagai credit devices. Kalau ini produk simpanan yang bukan surat
berharga, maka apa gunanya terdapat sifat yang mudah dipindahtangankan.
Kembali lagi harus ada dua magic word nya, yaitu order atau bearer. Kalau sudah
terpenuhi kedua magic word itu maka dengan mudah itu merupakan surat-surat
berharga atau negotiable instrument.

Anda mungkin juga menyukai