370 18052 Alyarizyapratiwi Kti

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 76

PENGEMBANGAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

PEMBERIAN MADU TERHADAP PENURUNAN


FREKUENSI DIARE ANAK USIA BALITA

ALYA RIZYA PRATIWI


NIRM : 18052

AKADEMI KEPERAWATAN PELNI JAKARTA


JAKARTA
2021
PENGEMBANGAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)
PEMBERIAN MADU TERHADAP PENURUNAN
FREKUENSI DIARE ANAK USIA BALITA
HALAMAN JUDUL
KARYA TULIS ILMIAH
Karya Tulis Ilmiah disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Ahli Madya Keperawatan
Program Diploma Tiga Keperawatan

Diajukan oleh:
ALYA RIZYA PRATIWI
NIRM : 18052

PROGRAM DIPLOMA TIGA KEPERAWATAN


AKADEMI KEPERAWATAN PELNI JAKARTA
JAKARTA
2021

i
KARYA TULIS ILMIAH
Judul
PENGEMBANGAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)
PEMBERIAN MADU TERHADAP PENURUNAN
FREKUENSI DIARE ANAK USIA BALITA
HALAMAN PENGESAHAN
Dipersiapkan dan disusun oleh:
ALYA RIZYA PRATIWI

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal 3 Agustus 2021

DEWAN PENGUJI

Ketua Dewan Penguji : Ns. Putri Permata Sari, M.Kep. ( )

Anggota Penguji I : Ns. Susiana Jansen, M.Kep., Sp.Kep.An. ( )

Anggota Penguji II : Ns. Elfira Awalia R, M.Kep., Sp.Kep.An. ( )

ii
SURAT PERNYATAAN PLAGIARISME

Saya yang bertanggung jawab di bawah ini dengan sebenarnya

menyatakan bahwa Karya Tulis Ilmiah ini, Saya susun tanpa tindak plagiarisme

sesuai peraturan yang berlaku di Akademi Keperawatan PELNI Jakarta.

Jika kemudian hari Saya melakukan tindak plagiarisme, Saya sepenuhnya

akan bertanggungjawab dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh Akademi

Keperawatan PELNI Jakarta, termasuk pencabutan gelar atas ijazah yang saya

terima.

Jakarta, 3 Agustus 2021

Penulis

Alya Rizya Pratiwi

iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis

Ilmiah ini dengan judul “Pengembangan Standar Operasional Prosedur (SOP)

Pemberian Madu Terhadap Penurunan Frekuensi Diare Anak Usia Balita”.

Rangkaian penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini merupakan salah satu syarat yang

harus dipenuhi untuk mencapai gelar Ahli Madya Keperawatan di Akademi

Keperawatan PELNI Jakarta.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih

kepada berbagai pihak yang telah membantu proses penyusunan Karya Tulis

Ilmiah ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak, Ibu/Saudara

yang penulis hormati yaitu:

1. Bapak Ahmad Samdani., SKM, MPH. Ketua Yayasan Samudra APTA.

2. Ibu Buntar Handayani, S.Kp., M.Kep., M.M. Direktur Akademi Keperawatan

PELNI Jakarta.

3. Ns. Sri Atun Wahyuningsih, M.Kep., Sp.Kep.J. Ketua Program Studi

Diploma Tiga Akademi Keperawatan PELNI Jakarta.

4. Ns. Elfira Awalia Rahmawati, M.Kep., Sp.Kep.An. Dosen Pembimbing

Utama sekaligus Anggota Penguji II Karya Tulis Ilmiah Akademi

Keperawatan PELNI Jakarta.

5. Ns. Putri Permata Sari, M.Kep. Ketua Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah

Akademi Keperawatan PELNI Jakarta.

6. Ns. Susiana Jansen, M.Kep., Sp.Kep.An. Anggota Penguji I Karya Tulis

Ilmiah Akademi Keperawatan PELNI Jakarta.

iv
7. Seluruh Dosen dan Staff Akademi Keperawatan PELNI Jakarta yang telah

memberikan banyak dukungan dan doa serta ilmu yang bermanfaat.

8. Kedua orang tua dan adik saya yang telah memberikan semangat, doa, dan

dukungannya untuk menyelesaikan penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.

9. Teman-teman Mahasiswa/i Akademi Keperawatan PELNI Jakarta Angkatan

XXIII dan berbagai pihak yang telah memberikan dukungan.

10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah

membantu dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.

Penulis menyadari bahwa penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini masih

banyak kekurangan, masukan dan saran diharapkan dari semua pihak. Semoga

Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat untuk kemajuan ilmu keperawatan.

Jakarta, 3 Agustus 2021

Alya Rizya Pratiwi

v
ABSTRAK

Diare adalah suatu kondisi tinja yang tidak normal, yang ditandai dengan
peningkatan volume, pengenceran, dan frekuensi lebih dari 3 kali sehari, dan
peningkatan lebih dari 4 kali sehari pada bayi baru lahir dengan atau tanpa
perdarahan. Diare merupakan suatu penyakit endemis di Indonesia yang
berpotensi menjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) yang sering disertai dengan
kematian. Salah satu intervensi yang dapat dilakukan untuk mengurangi frekuensi
diare pada anak dengan terapi komplementer adalah memberikan madu. Manfaat
madu untuk mengatasi diare karena efek antibakterinya dan kandungan nutrisinya
yang mudah dicerna. Madu juga membantu dalam penggantian cairan tubuh yang
hilang akibat diare. Penulisan ini bertujuan untuk mengembangkan Standar
Operasional Prosedur (SOP) pemberian madu terhadap penurunan frekuensi diare
pada anak. Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah literature review,
yaitu dengan menggunakan lima jurnal terkait SOP pemberian madu terhadap
penurunan frekuensi diare pada anak. Kesimpulan yaitu berdasarkan literature
review yang dilakukan, diperkuat dengan teori dan jurnal lain maka didapatkan
SOP pemberian madu pada anak balita diare yang terdiri dari 11 langkah.

Kata kunci: Balita; Diare Akut; Frekuensi Diare; Madu; Terapi


Komplementer.

vi
ABSTRACT

Diarrhea is an abnormal stool condition, characterized by increased volume,


dilution, and frequency more than 3 times a day, and an increase more than 4
times a day in newborn with or without bleeding. Diarrhea is an endemic disease
in Indonesia that has the potential to become an Extraordinary Event (KLB) that
is often accompanied by death. One intervention that can be done to reduce the
frequency of diarrhea in children with complementary therapies is to provide
honey. Benefits of honey to overcome diarrhea because of its antibacterial effects
and nutrient content that is easy to digest. Honey also helps in the replacement of
body fluids lost due to diarrhea. This writing aims to develop the Standard
Operating Procedure (SOP) of giving honey against the decrease in diarrheal
frequency in children. The method used in this writing is literature review, which
uses five journals related to sop honey administration against the decrease in the
frequency of diarrhea in children. The conclusion is based on literature review
conducted, strengthened by other theories and journals, SOP of giving honey to
children with diarrhea consisting of 11 steps.

Keywords: Acute Diarrhea; Complementary Therapies; Frequency of Diarrhea;


Honey; Toddlers.

vii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i


HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... ii
SURAT PERNYATAAN PLAGIARISME ....................................................... iii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iv
ABSTRAK ............................................................................................................ vi
ABSTRACT .......................................................................................................... vii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiii
DAFTAR SINGKATAN .................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................................... 5
C. Tujuan Penulisan ......................................................................................... 5
1. Tujuan Umum ...................................................................................... 5
2. Tujuan Khusus...................................................................................... 5
D. Manfaat Penulisan ....................................................................................... 5
1. Bagi Penulis .................................................................................................. 5
2. Bagi Masyarakat .......................................................................................... 6
3. Bagi Perkembangan Ilmu dan Teknologi Keperawatan ......................... 6
BAB II LANDASAN TEORI .............................................................................. 7
A. Tinjauan Pustaka ......................................................................................... 7
1. Konsep Anak ................................................................................................ 7
2. Konsep Anak Usia Balita............................................................................ 7
a. Definisi Anak Usia Balita ............................................................. 7
b. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia Balita ..................... 8
3. Konsep Hospitalisasi ................................................................................. 10

viii
4. Konsep Diare .............................................................................................. 11
a. Definisi Diare .............................................................................. 11
b. Etiologi Diare .............................................................................. 11
c. Klasifikasi Diare.......................................................................... 16
d. Patofisiologi Diare ...................................................................... 17
e. Manifestasi Klinis ....................................................................... 19
f. Penatalaksanaan Diare ................................................................ 20
5. Konsep Madu ..................................................................................... 24
a. Definisi Madu ............................................................................. 24
b. Komposisi Madu ......................................................................... 25
c. Manfaat Madu ............................................................................. 25
d. Dosis dan Pemberian Madu ........................................................ 26
6. Alat Ukur Observasi Frekuensi Diare ..................................................... 26
7. Peran Perawat Anak .................................................................................. 27
a. Sebagai Pendidik ......................................................................... 27
b. Sebagai Konselor ........................................................................ 27
c. Sebagai Koordinator atau Kolaborator........................................ 28
d. Sebagai Pembuat Keputusan Etik ............................................... 28
e. Sebagai Peneliti ........................................................................... 29
B. Kerangka Konsep ...................................................................................... 30
BAB III METODELOGI .................................................................................... 31
A. Metodelogi ................................................................................................ 31
B. Plan, Do, Study and Act (PDSA) .............................................................. 31
1. Plan .............................................................................................................. 31
2. Do................................................................................................................. 32
3. Study ............................................................................................................ 32
4. Act ................................................................................................................ 33
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 34
A. Hasil .......................................................................................................... 34
B. Pembahasan ............................................................................................... 41

ix
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 44
A. Kesimpulan................................................................................................ 44
B. Saran .......................................................................................................... 44
1. Bagi Penulis ................................................................................................ 44
2. Bagi Masyarakat ........................................................................................ 44
3. Bagi Perkembangan Ilmu dan Teknologi Keperawatan ....................... 45
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 46
LAMPIRAN ......................................................................................................... 52

x
DAFTAR TABEL
Halaman

Tabel 2. 1. Klasifikasi Diare Berdasarkan tabel Derajat Dehidrasi ...................... 17

Tabel 4. 1. Hasil Penelusuran Literature Review .................................................. 34

Tabel 4. 2. Pengembangan SOP Pemberian Madu terhadap Penurunan Frekuensi

Diare pada Anak Usia Balita ................................................................ 39

xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman

Gambar 2. 1. Oralit................................................................................................ 21

Gambar 2. 2. Zink ................................................................................................. 22

Gambar 2. 3. Bagan Kerangka Konsep ................................................................. 30

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Lembar Uji Plagiat

Lampiran 2. Jadwal Rencana Kegiatan

Lampiran 3. Lembar Observasi

Lampiran 4. Lembar Opponent

Lampiran 5. Lembar Konsul

Lampiran 6. Poster

Lampiran 7. Daftar Riwayat Hidup

xiii
DAFTAR SINGKATAN

ASI : Air Susu Ibu

CFR : Case Fatality Rate

E. COLI : Eschericia Coli

KLB : Kejadian Luar Biasa

LINTAS : Lima Langkah Tuntaskan

PDSA : Plan, Do, Study and Act

RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah

SOP : Standar Operasional Prosedur

UNICEF : United Nations Children’s Fund

USDA : United States Department of Agriculture

WHO : World Health Organization

xiv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Diare adalah jumlah feses (defekasi) lebih banyak dari biasanya

(normalnya 100-200 ml per jam), dengan frekuensi feses berbentuk cairan

atau setengah cair (setengah padat) yang meningkat (Maharani, 2020).

Diperkirakan di dunia, lebih dari 10 juta anak di bawah usia 5 tahun

meninggal setiap tahunnya, dan sekitar 20% di antaranya meninggal akibat

infeksi diare. Sejak tahun 2015 hingga 2017, jumlah balita penderita diare dan

kematian akibat diare meningkat secara global. Pada tahun 2015, diare

menyebabkan sekitar 688 juta orang jatuh sakit, dan 499.000 anak balita

meninggal di seluruh dunia (Hartati & Nurazila, 2018). Menurut data World

Health Organization (WHO) tahun 2017, hampir 1,7 miliar kasus diare terjadi

pada anak setiap tahun, dan angka kematian setiap tahunnya pada balita

kurang lebih 525.000.

Penyakit diare di Indonesia menjadi masalah kesehatan masyarakat

salah satunya di negara berkembang. Diare merupakan penyebab utama ketiga

morbiditas dan mortalitas anak di banyak negara, termasuk Indonesia.

Kejadian ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor yang meliputi kurangnya

pengetahuan dan pengobatan diare pada anak (Nurmaningsih & Rokhaidah,

2019). Diare di Indonesia merupakan penyakit endemik dan juga berpotensi

Kejadian Luar Biasa (KLB), biasanya disertai kematian. Pada tahun 2018

terjadi 10 KLB diare di 8 provinsi dan 8 kabupaten/kota, dengan 756 orang

penderita dan 36 orang kematian (CFR 4,76%). Angka kematian (CFR)

1
2

diharapkan <1% saat KLB angka CFR masih cukup tinggi (>1%) kecuali pada

tahun 2011 CFR pada saat KLB sebesar 0,40%, sedangkan pada tahun 2018

CFR diare saat KLB mengalami peningkatan dibanding tahun 2017 yaitu

menjadi 4,76 % (Kementerian Kesehatan RI, 2018).

Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun 2018, angka kejadian

diare di DKI Jakarta masih tinggi dibandingkan dengan provinsi lainnya,

diperkirakan jumlah diare mencapai 152.742 kasus, dan jumlah diare yang

ditangani sebanyak 104.743 kasus. Target cakupan pelayanan penderita diare

balita yang datang ke sarana kesehatan adalah 10% dari perkiraan jumlah

penderita diare balita (insiden diare balita dikali jumlah balita di satu wilayah

kerja dalam waktu satu tahun). Pada tahun 2018 di Indonesia jumlah penderita

diare balita yang datang ke sarana kesehatan sebanyak 1.637.708 atau 40,90%

dari perkiraan diare di sarana kesehatan (Kementerian Kesehatan RI, 2018).

United Nations Children’s Fund (UNICEF) dan WHO (2017)

menjelaskan bahwa penanganan dan pengobatan diare adalah melalui rehidrasi

oral untuk memberikan nutrisi yang bergizi, cairan infus bila diperlukan, dan

suplementasi zink. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2018) sudah

menetapkan LINTAS diare (Lima Langkah Tuntaskan Diare) untuk semua

kasus diare di rumah dan di rumah sakit untuk balita, dan disesuaikan dengan

derajat dehidrasi yaitu Rencana Terapi A, B, dan C. LINTAS diare termasuk

pemberian oralit, pemberian zink, pemberian ASI/makanan, pemberian

antibiotika hanya atas indikasi, dan pemberian nasehat kepada ibu atau

pengasuh tentang cara pemberian cairan dan obat di rumah dan kapan
3

membawa anak diare kembali ke tenaga kesehatan (Kementerian Kesehatan

RI, 2018).

Selain penggunaan terapi obat untuk mengatasi diare dapat juga

menggunakan terapi komplementer yaitu dengan memberikan madu. Madu

telah menjadi obat tradisional yang terkenal untuk berbagai penyakit sejak

zaman dahulu kala, namun karena ditemukannya antibiotik, madu belum

banyak digunakan dalam pengobatan modern. Rasulullaah SAW serta

kandungan di dalam Al-Quran meriwayatkan bahwa madu adalah obat yang

dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit (Nurmaningsih & Rokhaidah,

2019).

Madu mengandung senyawa organik yang bersifat antibakteri antara

lain inhibine dari kelompok flavonoid, glikosida, dan polyphenol. Mekanisme

kerja senyawa organik ini sebagai zat antibakteri adalah dengan cara meracuni

protoplasma, merusak dan menembus dinding sel, serta mengendapkan protein

sel mikroba dan selanjutnya senyawa fenol tersebut menghambat proses

metabolisme mikroorganisme (seperti Eschericia coli) sebagai salah satu

penyebab timbulnya diare. Dewasa ini, sering terjadi peningkatan resistensi

bakteri terhadap antibiotik. Resistensi bakteri terhadap madu belum pernah

dilaporkan sehingga membuat madu menjadi agen antibakteri yang sangat

menjanjikan dalam melawan bakteri (Dewi, Kartasasmita, & Wibowo 2017).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Meisuri et al tahun 2020 tentang

“Efek Suplementasi Madu terhadap Penurunan Frekuensi Diare Akut pada

Anak di RSUD Dr. H. Moeloek Bandar Lampung” menunjukkan bahwa


4

pemberian suplementasi madu dapat menurunkan frekuensi kejadian diare

akut pada anak. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Andayani tahun 2020

tentang “Madu sebagai Terapi Komplementer Mengatasi Diare pada Anak

Balita” mengungkapkan bahwa madu dapat dijadikan salah satu alternatif

terapi yang dapat digunakan oleh perawat anak di ruang rawat inap anak untuk

menurunkan frekuensi diare dan lamanya rawat inap di rumah sakit pada anak.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nurmaningsih dan Rokhaidah

tahun 2019 tentang “Madu sebagai Terapi Komplementer untuk Anak dengan

Diare Akut” menunjukkan perbedaan yang signifikan frekuensi BAB dan

konsistensi feses sebelum dan sesudah pemberian madu sehingga dapat

disimpulkan bahwa madu dapat mempengaruhi frekuensi dan konsistensi feses

pada anak dengan diare akut di bawah usia lima tahun. Hasil penelitian yang

dilakukan oleh Herawati pada 2017 tentang “Pengaruh Pemberian Madu

terhadap Penurunan Frekuensi Diare pada Anak Balita di Rumah Sakit Umum

(RSUD) Rokan Hulu menunjukkan terdapat pengaruh penurunan frekuensi

diare sebelum dan sesudah pemberian madu pada anak balita di RSUD Rokan

Hulu.

Berdasarkan uraian diatas, melihat tingginya angka kejadian dan

dampak dari diare yang membahayakan, kemudian didukung dari berbagai

jurnal terkait terapi pemberian madu dan studi pendahuluan yang dilakukan

oleh penulis masih jarang diterapkan di Rumah Sakit, maka penulis tertarik

untuk mengembangkan Standar Operasional Prosedur (SOP) pemberian madu

terhadap penurunan frekuensi diare anak balita.


5

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada pengembangan SOP ini adalah pentingnya

prosedur yang tepat dalam memberikan asuhan keperawatan berupa

pemberian madu terhadap penurunan frekuensi diare pada anak balita.

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penulisan ini adalah untuk mengetahui

penerapan pemberian madu terhadap penurunan frekuensi diare pada anak

balita melalui pengembangan Standar Operasional Prosedur (SOP).

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penulisan ini adalah:

a. Untuk mengembangkan Standar Operasional Prosedur (SOP)

pemberian madu terhadap penurunan frekuensi diare pada anak balita.

b. Untuk melihat dan mengetahui keefektifan Standar Operasional

Prosedur (SOP) pemberian madu terhadap penurunan frekuensi diare

pada anak balita berdasarkan literature review.

D. Manfaat Penulisan

1. Bagi Penulis

Penulisan ini diharapkan bermanfaat sebagai tambahan referensi

kepustakaan terutama dalam mengembangkan Standar Operasional


6

Prosedur (SOP) pemberian madu pada pasien diare anak dalam upaya

menurunkan frekuensi diare.

2. Bagi Masyarakat

Penulisan ini diharapkan bermanfaat bagi masyarakat dalam upaya

penanganan masalah pada anak dengan diare khususnya dalam pemberian

madu untuk mengatasi penurunan frekuensi diare anak.

3. Bagi Perkembangan Ilmu dan Teknologi Keperawatan

Hasil penulisan ini diharapkan dapat dijadikan pedoman tentang

upaya penanganan masalah pada anak dengan diare. Selain itu dapat

menambah bahan kepustakaan sehingga dapat memberi informasi bagi

yang membaca.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka

1. Konsep Anak

Menurut ketentuan Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2002 Republik Indonesia tentang Perlindungan Anak, anak adalah

orang yang berusia di bawah 18 tahun, termasuk yang masih dalam

kandungan. Anak adalah seseorang yang usianya kurang dari 18 tahun

dalam masa tumbuh kembang, dengan kebutuhan khusus yaitu kebutuhan

fisik, psikologis, sosial dan spiritual (Kementerian Kesehatan RI, 2014).

Anak merupakan individu yang masih bergantung pada orang dewasa dan

lingkungan sekitarnya. Anak membutuhkan lingkungan yang dapat

memenuhi kebutuhan dasarnya dan belajar secara mandiri. Orang tua

harus menjaga anak-anaknya dengan baik, karena anak adalah anugerah

dari yang maha kuasa (Supartini, 2012).

2. Konsep Anak Usia Balita

a. Definisi Anak Usia Balita

Anak bawah lima tahun atau sering disingkat sebagai anak

balita adalah anak yang telah menginjak usia di atas satu tahun atau

lebih popular dengan pengertian usia anak di bawah lima tahun

(Kementerian Kesehatan RI, 2015). Anak balita adalah anak yang telah

menginjak usia di atas satu tahun atau dikenal dengan anak usia di

bawah lima tahun (Supriasi, 2019).

7
8

Balita adalah individu atau sekelompok individu dari suatu

penduduk yang berada dalam rentan usia tertentu. Usia balita dapat

dikelompokkan menjadi tiga golongan usia bayi (0-2 tahun), golongan

batita (2-3 tahun), dan golongan prasekolah (3-5 tahun). Para ahli

menyatakan tahapan perkembangan anak yang mudah terserang

berbagai penyakit yaitu anak usia balita. Dalam proses tumbuh

kembang, anak balita lebih aktif, kreatif dan imajinatif (Redowati,

2019).

b. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia Balita

Pertumbuhan dan perkembangan adalah proses berkelanjutan

dari konsepsi hingga dewasa. Dalam proses menjadi dewasa, anak

harus melalui berbagai tahapan tumbuh kembang. Secara umum

pertumbuhan (growth) dan perkembangan (development) memiliki arti

yang sama, yaitu keduanya sedang berubah, namun secara khusus

keduanya berbeda. Pertumbuhan adalah perubahan yang bersifat

kuantitatif, yaitu mengalami perubahan dalam besar, jumlah, ukuran,

biasa diukur dalam ukuran berat, panjang, umur tulang dan jumlah sel

serta jaringan. Perkembangan adalah perubahan yang bersifat

kuantitatif dan kualitatif, yaitu karena proses pematangan, kemampuan

(keterampilan) struktur dan fungsi objek yang kompleks meningkat

secara teratur dan dapat diprediksi (Yuniarti, 2015).

Perkembangan pada anak meliputi beberapa aspek, yaitu aspek

fisik (motorik), sosial dan kognitif. Perkembangan motorik pada anak


9

usia balita dibagi menjadi dua yaitu motorik kasar atau gerak kasar

yang berhubungan dengan sikap tubuh dan menggunakan otot-otot

lebih besar serta tenaga ekstra, seperti berjalan dan berlari dan motorik

halus atau gerak halus menggunakan otot-otot yang kecil dan tidak

memerlukan tenaga lebih banyak, misalnya anak usia 1 tahun sudah

bisa menyusun dua atau tiga balok, usia 2 tahun sudah menyusun enam

balok dan 3 tahun sudah bisa membuat jembatan dengan balok, bisa

menggunting dan menempel (Primihastuti, 2018).

Tahapan perkembangan psikososial pada anak usia balita

adalah inisiatif dan rasa bersalah. Anak-anak seusia ini mulai

berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya sehingga menimbulkan rasa

ingin tahu tentang apa yang mereka lihat. Mereka mencoba mengambil

banyak inisiatif karena keingintahuan yang wajar. Akan tetapi bila

anak-anak pada masa ini mendapatkan pola asuh yang salah, mereka

cenderung merasa bersalah dan akhirnya hanya berdiam diri. Sikap

berdiam diri yang mereka lakukan bertujuan untuk menghindari suatu

kesalahan-kesalahan dalam sikap maupun perbuatan (Suharno &

Setyaningsih, 2021).

Perkembangan kognitif pada anak usia balita berbeda-beda

berdasarkan tingkatannya. Pada anak usia 0-2 tahun, anak masih dalam

kemampuan koordinasi mata dengan jari-jari tangan dan manipulasi.

Pada anak usia 2-5 tahun anak sudah mulai mampu berpikir tentang
10

benda, orang, dan peristiwa yang terjadi secara nyata yang dialami dan

dilihat berdasarkan sudut pandangnya sendiri (Khaironi, 2018).

3. Konsep Hospitalisasi

Hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena satu alasan yang

berencana dan darurat, mengharuskan anak untuk tinggal dirumah sakit,

menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah

(Dwitantya, Kapti, & Handayani, 2016). Hospitalisasi merupakan

perawatan yang dilakukan di rumah sakit dan dapat menimbulkan trauma

dan stress pada anak yang baru mengalami rawat inap di rumah sakit.

Hospitalisasi dapat diartikan juga sebagai suatu keadaan yang memaksa

seseorang harus menjalani rawat inap di rumah sakit untuk menjalani

pengobatan maupun terapi yang dikarenakan anak tersebut mengalami

sakit (Damanik & Sitorus, 2020).

Kecemasan anak saat hospitalisasi disebabkan oleh beberapa faktor

diantaranya perpisahan, hilang kendali, cedera tubuh, dan nyeri. Anak

mengalami perpisahan dengan lingkungan tempat tinggal dan teman

bermain. Anak juga harus menyesuaikan diri dengan lingkungan baru di

rumah sakit dan berbagai tindakan perawatan di rumah sakit (Sari, &

Batubara, 2017). Dampak hospitalisasi dan kecemasan yang dialami oleh

anak akan beresiko mengganggu tumbuh kembang anak dan berdampak

pada proses penyembuhan. Dampak lainnya yang dialami anak yaitu anak

akan menolak perawatan dan pengobatan (Purbasari & Puspita, 2019).


11

4. Konsep Diare

a. Definisi Diare

Diare (diarrheal disease) berasal dari kata diarroia (bahasa

Yunani) yang berarti mengalir terus. Diare adalah suatu kondisi tinja

yang tidak normal, yang ditandai dengan peningkatan volume,

pengenceran, dan frekuensi lebih dari 3 kali sehari, dan peningkatan

lebih dari 4 kali sehari pada bayi baru lahir dengan atau tanpa

perdarahan (Maki, Umboh, & Ismanto 2017). Diare adalah

pengenceran feses, peningkatan jumlah feses dan frekuensi buang air

besar (BAB). Jika jumlah buang air besar meningkat, lebih dari tiga

kali dalam 24 jam, dianggap diare. Jika melebihi 200 gram/ hari maka

volume feses akan meningkat, dan volume feses normalnya adalah

100-200 gram/ hari (Kapti, 2017).

Dapat disimpulkan bahwa diare adalah buang air besar yang

tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekuensi lebih dari 3

kali yang ditandai dengan diare, muntah-muntah yang berakibat

kehilangan cairan dan elektrolit yang menimbulkan dehidrasi dan

gangguan keseimbangan elektrolit.

b. Etiologi Diare

Diare adalah penyakit yang ditandai dengan tinja encer, dan

frekuensi buang air besar lebih sering dari biasanya. Umumnya diare

disebabkan karena makan makanan atau minuman yang terkontaminasi


12

bakteri, virus atau parasit (Oktami, 2017). Etiologi diare dibagi

menjadi beberapa faktor yaitu:

1) Faktor infeksi: Infeksi dari bakteri (Shigella, Salmonella, E. Coli,

Gol. Vibrio, Bacillus cereus, Clostridium perfringens, Stafilokokus

aureus, Campylobacter aeromonas), virus (Enterovirus,

Adenovirus, Rotavirus, astrovirus) dan parasit (cacing perut,

Ascaris, Trichuris, Oxyuris, Strongyloides, jamur, Candida

albicans) (Supriasi, 2019).

2) Faktor malabsorbsi: Malabsorbsi karbohidrat disakarida

(intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa), monosakarida

(intoleransi glukosa, fruktosa, dan galaktosa). Lemak (trigliserida).

Protein (asam amino) (Maryunani, 2016).

3) Faktor makanan: makanan yang basi, beracun, dan alergi terhadap

makanan (Kasman & Ishak, 2020).

4) Faktor psikologis: rasa ketakutan, kecemasan dan ketegangan

(jarang terjadi pada anak usia balita, namun anak usia yang lebih

besar umum terjadi (Hikmawati & Verawati, 2015).

Cara penularan diare pada umumnya melalui cara fekal-oral

yaitu melalui makanan atau minuman yang tercemar oleh

enteropatogen, atau kontak langsung dengan tangan penderita atau

barang-barang yang telah tercemar tinja penderita atau tidak langsung

melalui lalat (melalui 4 F = finger, flies, fluid, field) (Isramilda, 2021).

Adapun faktor resiko terjadinya diare yaitu:


13

1) Faktor Anak

a) Usia

Menurut penelitian Handayani dan Arsiani (2016)

menunjukkan bahwa kejadian diare pada balita mayoritas

terjadi pada usia 0-2 tahun sebanyak 48,2%. Tingginya angka

diare pada anak balita yang berusia semakin muda dikarenakan

semakin rendah usia anak balita daya tahan tubuhnya terhadap

infeksi penyakit terutama penyakit diare semakin rendah.

b) Jenis Kelamin

Ekawati dan Susanti (2016) dalam penelitiannya tentang

status gizi hubungannya dengan kejadian diare pada anak diare,

menjelaskan bahwa pasien laki-laki yang menderita diare lebih

banyak dari pada perempuan dengan perbandingan 1,5:1

(dengan proporsi pada anak laki-laki sebesar 60 % dan anak

perempuan sebesar 40%).

c) Pemberian ASI Eksklusif

Pemberian ASI eksklusif pada bayi sampai berusia 6 bulan

akan memberikan kekebalan bayi terhadap berbagai penyakit,

karena ASI adalah cairan yang mengandung zat kekebalan

tubuh yang dapat melindungi bayi dari berbagai penyakit. Oleh

karena itu dengan adanya zat anti kekebalan dari ASI maka

bayi dapat terlindung dari penyakit diare. Apabila bayi dipaksa

menerima makanan selain ASI, akan timbul gangguan pada


14

bayi seperti diare, alergi dan bahaya lain yang fatal (Maharani,

2016).

d) Status Gizi

Anak yang menderita kurang gizi dan gizi buruk yang

mendapatkan asupan makan yang kurang mengakibatkan

episode diare akutnya menjadi lebih berat dan mengakibatkan

diare yang lebih lama dan sering. Risiko meninggal akibat diare

persisten dan atau disentri sangat meningkat bila anak sudah

mengalami kurang gizi (Kurniawati & Martini, 2017).

e) Status Imunisasi Campak

Imunisasi yang berkaitan dengan diare adalah imunisasi

campak. Diare sering terjadi menyertai anak yang menderita

penyakit campak. Hal tersebut dikarenakan penurunan

kekebalan penderita, karena virus campak menyerang sistem

mukosa tubuh termasuk saluran pencernaan (Kurniawati &

Martini, 2017).

2) Faktor Ibu

a) Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan akan sangat berpengaruh terhadap

perubahan sikap dan perilaku hidup sehat. Tingkat Pendidikan

yang lebih tinggi akan memudahkan seseorang atau masyarakat

untuk dapat menyerap suatu informasi dan

mengimplementasikannya dalam perilaku dan gaya hidup


15

sehari-hari, khususnya dalam hal kesehatan dan gizi (Putra &

Utami, 2020).

b) Status Pekerjaan

Ibu yang bekerja penuh membuat perhatian terhadap anak

berkurang sehingga pemenuhan kecukupan gizi ataupun

pemeliharaan kesehatan anak juga berkurang. Hal tersebut

sejalan dengan penelitian Putra dan Utami (2020) bahwa status

pekerjaan ibu yang bekerja berhubungan dengan kejadian diare

balita.

c) Kebiasaan Mencuci Tangan

Tangan merupakan anggota tubuh yang paling sering

bersentuhan dengan obyek yang bisa saja objek tersebut

mengandung ribuan mikroorganisme penyebab penyakit.

Mencuci tangan dengan sabun adalah salah satu cara paling

efektif untuk mencegah penyakit diare dan ISPA, yang

keduanya menjadi penyebab utama kematian anak-anak (Utami

& Luthfiana, 2016).

d) Perilaku Membuang Tinja Bayi

Pembuangan tinja yang tidak tepat dapat berpengaruh

langsung terhadap insiden penyakit tertentu yang penularannya

melalui tinja antara lain penyakit diare. Ketersediaan air bersih

dan pembuangan tinja adalah faktor paling dominan yang

menyebabkan diare (Utami & Luthfiana, 2016).


16

3) Faktor Sosial Ekonomi

Status ekonomi yang rendah akan mempengaruhi status gizi

anggota keluarga. Hal ini nampak dari ketidakmampuan ekonomi

keluarga untuk memenuhi kebutuhan gizi keluarga khususnya anak

balita sehingga mereka cenderung memiliki status gizi kurang

bahkan gizi buruk yang memudahkan balita mengalami diare.

Keluarga dengan status ekonomi rendah biasanya tinggal di daerah

yang tidak memenuhi syarat kesehatan sehingga mudah terserang

diare (Utami & Luthfiana, 2016).

c. Klasifikasi Diare

Diare dapat diklasifikasikan dalam 3 kelompok yaitu:

1) Diare akut adalah diare yang ditandai dengan adanya peningkatan

frekuensi buang air besar diatas 3 kali sehari disertai tinja yang

lunak atau cair dan berlangsung kurang dari 2 minggu. Diare akut

biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri, parasit atau invasi virus

serta dapat disebabkan oleh agen non-infeksi seperti keracunan

makanan dan pengobatan. Diare akut biasanya sembuh secara

spontan dan cepat sembuh (Nolitriani, Jurnalis, & Sayoeti, 2020).

2) Diare kronis adalah diare yang disertai dengan tinja berwarna putih

berlendir dan atau berdarah dengan frekuensi diatas 4 kali sehari,

muntah, demam, lemas, gangguan integritas kulit dan dehidrasi.

Diare kronis biasanya lebih dari 4 minggu. Diare jenis ini dapat
17

disebabkan oleh penyakit, obat-obatan, kelainan genetik atau

penyakit berbahaya lainnya (Masdiana, 2016).

3) Diare persisten adalah diare yang berlangsung selama 15-30 hari,

dimana diare persisten ini menjadi kelanjutan dari diare akut

menuju diare kronis (Nolitriani, Jurnalis, & Sayoeti, 2020).

Tabel 2. 1. Klasifikasi Diare Berdasarkan tabel Derajat


Dehidrasi
Dehidrasi
Tanda dan Tanpa
Ringan- Dehidrasi Berat
Gejala Dehidrasi
Sedang
Letargi,
Keadaan Gelisah,
Baik, sadar Kesadaran
Umum Rewel
menurun
Mata Normal Cekung Sangat cekung
Mulut/Lidah Basah Kering Sangat kering
Minum normal, Tampak Sulit, tidak bisa
Rasa Haus
Tidak haus kehausan minum
Dicubit kembali Kembali Kembali sangat
Kulit
cepat lambat lambat
% turun BB < 5 5 – 10 > 10
Sumber: Oktami (2017)

d. Patofisiologi Diare

Mekanisme diare yang disebabkan oleh virus yaitu virus yang

masuk ke sel epitel usus melalui makanan dan minuman, akan

menyebabkan infeksi dan merusak vili usus halus. Sel-sel usus yang

rusak digantikan oleh sel-sel usus baru yang memiliki fungsi yang

belum matang, vili yang berhenti berkembang dan tidak dapat

menyerap cairan dan makanan dengan baik. Hal ini akan

meningkatkan tekanan osmotik koloid usus dan meningkatkan

motilitasnya sehingga menyebabkan diare (Oktami, 2017).


18

Diare dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, parasit,

dapat disebabkan malabsorbsi makanan yang tidak dapat diserap oleh

tubuh, diare juga disebabkan oleh keadaan psikologi. Infeksi

berkembang di usus menyebabkan gangguan sekresi sehingga terjadi

peningkatan sekresi, air dan elektrolit sehingga terjadi peningkatan isi

usus menyebabkan diare. Makanan yang tidak dapat diserap

menyebabkan gangguan motilitas usus dan keadaan psikologis karena

kecemasan terjadi hiperperistaltik sehingga penyerapan makanan di

usus menurun atau berkurang atau sebaliknya jika peristaltik usus

menurun akan menyebabkan bakteri tumbuh berlebihan dapat

menyebabkan diare. Malabsorbsi karbohidrat, lemak, protein dapat

meningkatkan tekanan osmotik kemudian dapat menyebabkan

pergeseran air dan elektrolit ke usus sehingga menyebabkan diare.

Diare menyebabkan frekuensi buang air besar meningkat dan distensi

abdomen, terlalu banyak frekuensi buang air besar yang keluar dapat

menyebabkan kehilangan cairan dan elektrolit berlebih dan gangguan

integritas kulit perianal. Kehilangan cairan dan elektrolit dapat

menyebabkan gangguan keseimbangan cairan dan dehidrasi sehingga

dapat muncul masalah keperawatan resiko kekurangan volume cairan

dan resiko syok (hipovolemik). Kehilangan cairan dan elektrolit dapat

menyebabkan asidosis metabolik sehingga menyebabkan sesak, dapat

menjadi masalah keperawatan gangguan pertukaran gas. Diare juga

menyebabkan distensi abdomen menyebabkan mual muntah pada


19

penderita sehingga nafsu makan menurun dapat menjadi masalah

keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan

(Nurarif, 2015).

Mekanisme diare yang dapat menyebabkan terjadinya diare

yaitu:

1) Gangguan osmotik. Akibat terdapatnya makanan atau zat yang

tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam

rongga usus meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan

elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan

akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul

diare (Supriasi, 2019).

2) Gangguan sekresi. Akibat rangsangan tertentu (misal: toksin) pada

dinding usus terjadi peningkatan sekresi, air dan elektrolit ke dalam

rongga usus dan selanjutnya timbul diare karena terdapat

peningkatan isi rongga usus (Amin, 2015).

3) Gangguan motilitas usus. Hiperperistaltik akan mengakibatkan

berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga

timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan

mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya akan timbul

diare (Supriasi, 2019).

e. Manifestasi Klinis

Gejala umum atau yang khas dari diare adalah berak cair atau

lembek, muntah, demam, dan gejala dehidrasi, yaitu mata cekung,


20

ketegangan kulit menurun, apatis, bahkan gelisah. Diare yang

berkepanjangan akan menyebabkan dehidrasi. Selain itu akan

menyebabkan gangguan sirkulasi, apabila kehilangan cairan lebih dari

10% dari berat badan, pasien dapat mengalami syok atau presyok yang

disebabkan oleh berkurangnya volume darah (Sari, Lukito, & Astria,

2018).

Diare akut karena infeksi dapat disertai muntah-muntah

dan/atau demam, tenesmus, hematochezia, nyeri perut atau kejang

perut. Diare yang berlangsung beberapa saat tanpa penanggulangan

medis adekuat dapat menyebabkan kematian karena kekurangan cairan

tubuh yang mengakibatkan renjatan hipovolemik atau karena

gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik lanjut. Kehilangan

cairan menyebabkan haus, berat badan berkurang, mata cekung, lidah

kering, tulang pipi menonjol, turgor kulit menurun, serta suara serak.

Keluhan dan gejala ini disebabkan deplesi air yang isotonik (Amin,

2015).

f. Penatalaksanaan Diare

Prinsip penanganan diare yang dapat dilakukan pada anak usia

balita adalah sebagai berikut:

1) Pemberian Oralit

Penatalaksanaan diare pertama adalah penggantian cairan

dan elektrolit. Rehidrasi didasarkan pada jumlah cairan yang hilang

selama diare. Rehidrasi dapat dilakukan dengan pemberian oralit.


21

Oralit diberikan untuk mencegah terjadinya dehidrasi. Oralit

merupakan cairan yang terbaik bagi penderita diare untuk

mengganti cairan yang hilang. Bila penderita tidak bisa minum

harus segera dibawa ke sarana kesehatan untuk mendapat

pertolongan cairan melalui infus (Indriyani & Kurniawan, 2017).

Pemberian cairan lebih banyak daripada biasanya untuk

mencegah dehidrasi. Cairan yang diberikan cairan rumah tangga

yang dianjurkan seperti oralit, makanan yang cair dan atau air

matang. Jika anak berusia kurang dari 6 bulan dan belum makan

makanan padat lebih baik diberikan oralit dan air matang daripada

makanan cair. Larutan ini diberikan sebanyak anak mau dan

teruskan hingga diare berhenti (Kementerian Kesehatan RI, 2015).

Gambar 2. 1. Oralit

Sumber: Kementerian Kesehatan RI (2015)

2) Pemberian Zink

Penatalaksanaan diare kedua adalah pemberian Zink. Zink

adalah mikronutrien penting bagi pertumbuhan dan perkembangan


22

anak. Zink akan hilang dalam jumlah besar selama diare.

Menggantikan zink yang hilang penting untuk membantu anak

cepat sembuh dan sehat di bulan berikutnya. Suplementasi zink

yang diberikan selama episode diare akan mengurangi durasi dan

keparahan diare dan menurunkan kejadian diare dalam 2-3 bulan

berikutnya (Kapti, 2017).

Prinsip kerja terapi zink yaitu pada dasarnya zink bekerja di

dalam otak dimana zink mengikat protein. Terapi farmakologi

yang biasa diberikan yaitu dengan pemberian terapi obat zink yaitu

obat penurun frekuensi diare yang diberikan saat sakit selama 10

hari tanpa putus dan apabila terjadi muntah maka diberikan terapi

zink ulang (Wijayanti & Astuti, 2019).

Gambar 2. 2. Zink

Sumber: Kementerian Kesehatan RI (2015)

3) Pemberian Nutrisi

Penatalaksanaan diare ketiga adalah pemberian makanan.

Makanan pada saat anak diare tidak boleh dihentikan selama diare,
23

bahkan harus ditingkatkan dengan tujuan untuk menghindari

dampak negatif diare terhadap status gizi anak. Untuk mendapatkan

efek yang maksimal selama masa pemberian makan bayi,

kebutuhan pemberian makan harus dipenuhi, yaitu pemberian

makanan secara oral harus segera dilakukan dalam 24 jam pertama

setelah rehidrasi dimulai dengan makanan yang mudah dicerna dan

porsi kecil tapi sering serta hindari makanan yang merangsang

seperti asam dan pedas. Pada bayi yang masih konsumsi ASI harus

diteruskan. Khusus untuk diare akibat malabsorbsi, alergi makanan

harus dihindari (Kapti, 2017).

Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk

memberikan gizi pada penderita terutama pada anak agar tetap kuat

dan tumbuh serta mencegah berkurangnya berat badan. Anak yang

masih minum ASI (Air Susu Ibu) harus lebih sering di beri ASI.

Anak yang minum susu formula juga diberikan lebih sering dari

biasanya. Anak usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah

mendapatkan makanan padat harus diberikan makanan yang

mudah dicerna dan diberikan sedikit lebih sedikit dan lebih sering.

Setelah diare berhenti, pemberian makanan ekstra diteruskan

selama 2 minggu untuk membantu pemulihan berat badan

(Wijayanti & Astuti, 2019).


24

4) Pemberian Probiotik

Probiotik didefinisikan sebagai bakteri hidup yang

diberikan sebagai suplemen makanan yang mempunyai pengaruh

yang menguntungkan terhadap kesehatan. Bakteri probiotik yang

sudah melalui uji klinis di antaranya adalah Lactobacillus casei,

yang terdapat dalam salah satu produk suplemen probiotik. Bakteri

probiotik dapat membantu proses absorbsi nutrisi dan menjaga

gangguan dalam penyerapan air yang akan berpengaruh pada

perbaikan konsistensi feses (Yonata & Farid, 2016).

5) Pemberian Antibiotik

Antibiotik tidak diberikan pada setiap anak diare.

Antibiotik hanya diberikan jika ada indikasi, seperti diare berdarah

atau diare karena kolera, atau diare dengan disertai penyakit

lainnya. Pemberian antibiotik tidak dianjurkan karena selain

bahaya resistensi kuman, pemberian antibiotik yang tidak tepat

bisa membunuh flora normal yang justru dibutuhkan tubuh

(Kementerian Kesehatan RI, 2015).

5. Konsep Madu

a. Definisi Madu

Madu adalah cairan kental alami dan biasanya memiliki rasa

yang manis. Madu dihasilkan oleh lebah dari ekstrak bunga tumbuhan

atau bagian tumbuhan lainnya. Dalam madu terkandung beragam zat


25

yang sangat bermanfaat bagi manusia, baik untuk vitalitas maupun

penyembuhan bagi para penderita sakit (Ihsan, 2017).

Madu adalah cairan alami yang umumnya mempunyai rasa

manis yang dihasilkan oleh lebah madu (Apis sp.) dari sari bunga

tanaman (floral nektar) atau bagian lain dari tanaman (ekstra nektar).

Rasa manis madu disebabkan adanya unsur monosakarida, fruktosa

dan glukosa (Nurheti, 2015).

b. Komposisi Madu

Madu memiliki kandungan karbohidrat yang terdiri dari

fruktosa dan glukosa. Selain itu, di dalam madu terdapat banyak sekali

kandungan vitamin, asam, mineral, enzim yang sangat berguna sekali

bagi tubuh sebagai pengobatan secara tradisional, antibodi dan

penghambat pertumbuhan sel kanker/tumor. Madu mengandung asam

organik seperti asam glikolat, asam format, asam laktat, asam sitrat,

asam asetat, asam oksalat, asam malat, dan asam tartarat. Vitamin yang

terkandung dalam madu, yaitu vitamin B2 (riboflavin), B5 (asam

pantotenat), B6 (piridoksin), vitamin A, vitamin C, vitamin K, dan

betakaroten (Yuliarti, 2015).

c. Manfaat Madu

Madu dapat sebagai anti bakteri dan prebiotik yang dapat

mengatasi diare. Selain itu, madu juga mampu mengobati masalah

konstipasi dan diare anak, meminimalkan patogen dan menurunkan

durasi diare. Kandungan antibiotik dalam madu juga dapat mengatasi


26

bakteri diare dan memiliki kemampuan membunuh bakteri yang dapat

melawan beberapa organisme penyebab radang usus, antara lain

Salmonella, Shigella dan E. Coli. Madu memiliki dua molekul yang

aktif secara biologis, termasuk flavonoid dan polifenol yang bertindak

sebagai antioksidan. Madu mampu meminimalkan frekuensi diare,

meningkatkan berat badan, dan memperpendek hari rawat di rumah

sakit. Aktivitas antibakteri madu dipengaruhi oleh hidrogen peroksida,

flavonoid, minyak esensial, dan senyawa organik lainnya. Madu

memiliki kandungan tinggi gula yang mampu meningkatkan tekanan

osmosis sehingga dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan

bakteri. Kadar gula pada madu yang tinggi dapat menghambat

pertumbuhan dan perkembangan bakteri (Andayani, 2020).

d. Dosis dan Pemberian Madu

Konsumsi madu dalam dosis tinggi memiliki efek signifikan

dengan pemberian dosis 1 gram/kgBB per hari dalam dosis terbagi

(Nurwahidah & Arbianingsih, 2019). Intervensi dilakukan dengan

memberikan madu 3 kali sehari secara oral pada pukul 07.00, 15.00,

dan 21.00 WIB dan diberikan sebanyak 5 ml pada anak (Andayani,

2020).

6. Alat Ukur Observasi Frekuensi Diare

Observasi merupakan cara pengumpulan data dengan melakukan

pengamatan secara langsung kepada responden penelitian untuk mencari

perubahan atau hal yang akan diteliti. Observasi dilakukan sebelum


27

diberikan intervensi dan setelah diberikan intervensi menggunakan madu.

Lembar observasi yang digunakan untuk melihat perkembangan frekuensi

diare dalam 24 jam, lama hari rawat, dan tanda-tanda vital dengan cara

menuliskan pada kolom yang disediakan (Andayani, 2020).

7. Peran Perawat Anak

Perawat merupakan anggota dari tim pemberi asuhan keperawatan

anak dan orang tuanya. Perawat dapat berperan dalam berbagai aspek

dalam memberikan pelayanan kesehatan dan bekerjasama dengan anggota

tim lain, dengan keluarga terutama dalam membantu memecahkan

masalah yang berkaitan dengan perawatan anak (Damanik & Sitorus,

2020). Dalam melaksanakan asuhan keperawatan anak, perawat

mempunyai peran dan fungsi sebagai perawat anak diantaranya:

a. Sebagai Pendidik

Perawat berperan sebagai pendidik, baik secara langsung

dengan memberi penyuluhan/pendidikan kesehatan pada orangtua

maupun secara tidak langsung dengan menolong orang tua/anak

memahami pengobatan dan perawatan anaknya (Damanik & Sitorus,

2020).

b. Sebagai Konselor

Sebagai konselor, perawat dapat memberikan konseling

keperawatan ketika anak dan keluarganya membutuhkan. Hal inilah

yang membedakan layanan konseling dengan pendidikan kesehatan.

Dengan cara mendengarkan segala keluhan, melakukan sentuhan dan


28

hadir secara fisik maka perawat dapat saling bertukar pikiran dan

pendapat dengan orang tua tentang masalah anak dan keluarganya dan

membantu mencarikan alternatif pemecahannya (Yuliastati, 2016).

c. Sebagai Koordinator atau Kolaborator

Dengan pendekatan interdisiplin, perawat melakukan

koordinasi dan kolaborasi dengan anggota tim kesehatan lain dengan

tujuan terlaksananya asuhan yang holistik dan komprehensif. Perawat

berada pada posisi kunci untuk menjadi koordinator pelayanan

kesehatan karena 24 jam berada di samping pasien. Keluarga adalah

mitra perawat, oleh karena itu Kerjasama dengan keluarga juga harus

terbina dengan baik tidak hanya saat perawat membutuhkan informasi

dari keluarga saja, melainkan seluruh rangkaian proses perawatan anak

harus melibatkan keluarga secara aktif (Damanik & Sitorus, 2020).

d. Sebagai Pembuat Keputusan Etik

Perawat dituntut untuk dapat berperan sebagai pembuat

keputusan etik dengan berdasarkan pada nilai normal yang diyakini

dengan penekanan pada hak pasien untuk mendapat otonomi,

menghindari hal-hal yang merugikan pasien dan keuntungan asuhan

keperawatan yaitu meningkatkan kesejahteraan pasien. Perawat juga

harus terlibat dalam perumusan rencana pelayanan kesehatan di tingkat

kebijakan. Perawat harus mempunyai suara untuk didengar oleh para

pemegang kebijakan dan harus aktif dalam gerakan yang bertujuan

untuk meningkatkan kesejahteraan anak (Yuliastati, 2016).


29

e. Sebagai Peneliti

Sebagai peneliti perawat anak membutuhkan keterlibatan

penuh dalam upaya menemukan masalah-masalah keperawatan anak

yang harus diteliti, melaksanakan penelitian langsung dan

menggunakan hasil penelitian kesehatan/keperawatan anak dengan

tujuan meningkatkan kualitas praktik/asuhan keperawatan pada anak.

Pada peran ini diperlukan kemampuan berpikir kritis dalam melihat

fenomena yang ada dalam pelayanan asuhan keperawatan anak sehari-

hari dan menelusuri penelitian yang telah dilakukan serta

menggunakan literatur untuk memvalidasi masalah penelitian yang

ditemukan. Pada tingkat kualifikasi tertentu, perawat harus dapat

melaksanakan penelitian yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas

praktik keperawatan anak (Yuliastati, 2016).


30

B. Kerangka Konsep

Anak usia balita yang


dirawat di Rumah
Sakit
Faktor-faktor yang
mempengaruhi diare:
Alat ukur:
Diare 1. Faktor anak:
Lembar observasi a. Usia
frekuensi diare b. Jenis kelamin
c. Pemberian ASI
Penatalaksanaan diare: eksklusif
1. Pemberian oralit d. Status gizi
2. Pemberian zink e. Status imunisasi
3. Pemberian nutrisi campak
4. Pemberian probiotik 2. Faktor ibu:
5. Pemberian antibiotik a. Tingkat
6. Pemberian madu pendidikan
7. b. Status
pekerjaan
Literature review c. Kebiasaan
terkait pemberian mencuci tangan
madu untuk penurunan d. Perilaku
frekuensi diare membuang tinja
bayi
3. Faktor sosial
ekonomi
Pengembangan SOP
pemberian madu untuk
penurunan frekuensi
diare

Gambar 2. 3. Bagan Kerangka Konsep

Sumber: Isramilda (2021); Handayani dan Arsiani (2016); Ekawati dan


Susanti (2016); Maharani (2016); Kurniawati dan Martini (2017); Putra dan
Utami (2020); Utami dan Luthfiana (2016).
BAB III
METODELOGI
A. Metodelogi

Metodelogi adalah suatu pengetahuan tentang berbagai macam cara

kerja yang disesuaikan dengan objek ilmu-ilmu yang bersangkutan (Silalahi,

2018). Metodelogi yang digunakan dalam pengembangan Standar

Operasional Prosedur (SOP) pemberian madu pada anak usia balita ini adalah

literature review. Dalam pencarian literature penulis menggunakan kata

kunci: Diare, Madu, Diare pada Balita, Frekuensi Diare.

Literature review adalah rangkaian kegiatan yang berkaitan dengan

metode pengumpulan data perpustakaan, membaca dan mencatat, serta

mengelola bahan tertulis. Literature review berisi uraian tentang teori, temuan

dan bahan penelitian lainnya yang diperoleh dari referensi yang menjadi dasar

penelitian (Permana & Litaqia, 2019).

B. Plan, Do, Study and Act (PDSA)

PDSA adalah siklus perbaikan proses yang berkelanjutan atau siklus

tanpa akhir (Marini, 2020). PDSA terdiri dari empat langkah yaitu:

1. Plan

Plan merupakan tahap pertama dari siklus, pada tahapan ini

proses pelayanan akan diidentifikasi dan diukur untuk mendapatkan

rumusan masalah, penyebab masalah, prioritas masalah dan rencana

perbaikan, serta pemantauan dan pengukuran evaluasi rencana dari tahap

31
32

plan (Zahroti & Chalidyanto, 2018). Hal ini harus dilakukan secara

menyeluruh dan sistematis dengan tahapan:

a. Mengumpulkan jurnal, buku dan artikel terkait Standar Operasional

Prosedur (SOP) pemberian madu pada pasien diare anak dalam

upaya menurunkan frekuensi diare.

b. Mengidentifikasi jurnal, buku dan artikel terkait SOP pemberian

madu pada pasien diare anak dalam upaya menurunkan frekuensi

diare.

c. Menganalisis jurnal, buku dan artikel terkait SOP pemberian madu

pada pasien diare anak dalam upaya menurunkan frekuensi diare

untuk dikembangan menjadi SOP yang baru.

d. Menyusun SOP pemberian madu pada pasien diare anak dalam

upaya menurunkan frekuensi diare yang baru.

2. Do

Do yaitu melaksanakan atau mengimplementasikan proses yang

telah direncanakan (Fitriani, 2018).

Penulis mengembangkan SOP dengan menganalisis pemberian

madu pada pasien diare anak dalam upaya menurunkan frekuensi diare.

3. Study

Study yaitu periksa hasil pelaksanaan solusi terhadap standar yang

telah ditetapkan dalam rencana. Jika solusi tersebut tidak berjalan, maka

mulai siklus lagi dengan membuat perencanaan ulang (Fitriani, 2018).


33

a. Penulis melakukan literature review sebanyak minimal lima jurnal

terkait pemberian madu pada pasien diare anak dalam upaya

menurunkan frekuensi diare.

b. Penulis mencari jurnal atau teori pendukung sebagai bentuk

rasionalisasi asuhan keperawatan dalam setiap proses atau langkah

pada SOP yang telah penulis kembangkan.

c. Penulis menganalisis hasil pencarian literature review terkait

pemberian madu pada pasien diare anak dalam upaya menurunkan

frekuensi diare.

d. Penulis menetapkan prosedur dan langkah-langkah yang tepat,

efektif dan efisien sehingga terbentuk SOP pemberian madu pada

diare anak

4. Act

Act adalah jika solusi berhasil, masukkan rangkaian proses dalam

standar operasional yang baku. Standar ini akan terus dilakukan sampai

ada perbaikan plan yang lebih baik lagi (Fitriani, 2018).

Pengembangan SOP ini akan dijadikan sebagai panduan dalam

memberikan madu pada pasien diare anak dalam upaya menurunkan

frekuensi diare agar hasil yang didapatkan menjadi jauh lebih efektif dan

efisien.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil

1. Hasil penelusuran jurnal-jurnal yang terkait maka didapatkan literature

review sebagai berikut:

Tabel 4. 1. Hasil Penelusuran Literature Review


Intervensi
Judul Terapi
No Metode Penelitian Hasil
Penelitian Pemberian
Madu
1 Efek Dilakukan pada 30 a. Peneliti Ada pengaruh
Suplementasi orang anak yang memilih berupa
Madu terhadap dibagi menjadi 2 responden penurunan
Penurunan kelompok. yang akan frekuensi
Frekuensi Kelompok intervensi, dijadikan diare.
Diare Akut diberikan madu subjek Kelompok
pada Anak di secara oral oleh penelitian intervensi
RSUD Dr. H. peneliti sebanyak 20 sesuai kriteria frekuensi diare
Abdul gram per hari, terbagi inklusi dan sebelum
Moeloek dalam dua kali eklusi. diberikan
Bandar pemberian (pukul b. Melakukan madu yaitu 8
Lampung. 07.00 dan 17.00 penandatanga kali, setelah
WIB) dengan nan informed diberikan
Meisuri, N. P., pengenceran consent oleh madu hanya 2
Perdani, R. R. menggunakan orang kali.
W., Mutiara, aquadest steril 10 cc tua/wali Kelompok
H., dan pada tiap pemberian. sebagai kontrol rerata
Sukohar, A. Sedangkan kelompok persetujuan frekuensi diare
(2020). kontrol tidak penelitian. akut adalah 7
diberikan madu. c. Melakukan kali menjadi 5
Kriteria inklusi anak wawancara kali.
penderita diare akut terkait
usia 1-5 tahun yang responden
menjalani perawatan yang dipilih
anak RSUD Dr. H. sebagai
Abdul Moeloek subjek
Bandar Lampung penelitian
yang mendapatkan d. Peneliti
terapi standar (ORS membagi
dan Zink). menjadi 2
kelompok,
Instrumen pada yaitu
penelitian ini adalah kelompok
aquadest steril 10 cc intervensi dan
dan lembar kelompok

34
35

Intervensi
Judul Terapi
No Metode Penelitian Hasil
Penelitian Pemberian
Madu
pengamatan yaitu kontrol.
panduan observasi. e. Memberikan
madu secara
oral.
f. Peneliti
mencatat
frekuensi
diare pada
lembar
pengamatan.
2 Madu sebagai Dilakukan pada 20 a. Peneliti Ada pengaruh
Terapi orang anak dengan melakukan berupa
Komplementer kriteria inklusi anak penilaian awal penurunan
Mengatasi usia 1-5 tahun frekuensi frekuensi
Diare pada dengan diare akut, diare, yaitu diare.
Anak Balita. anak dirawat tanpa adanya tanda- Diketahui rata-
dehidrasi atau anak rata frekuensi
tanda
Andayani, dengan dehidrasi diare anak saat
dehidrasi anak
R.P. (2020). ringan atau sedang, sebelum diberi
dan hari rawat dan menilai madu 8,15 kali
pertama. frekuensi dan sesudah
diare. diberi madu
Instrumen pada b. Melakukan frekuensi diare
penelitian ini adalah wawancara menjadi 3,55
kuesioner berisi terkait kali.
karakteristik responden
responden dan yang akan
lembar observasi. dipilih sebagai
subjek
penelitian
c. Melakukan
pre test
control group
design.
d. Memberikan
madu
sebanyak 5 ml
secara oral
e. Peneliti
mencatat
frekuensi
diare pada
lembar
observasi.
36

Intervensi
Judul Terapi
No Metode Penelitian Hasil
Penelitian Pemberian
Madu
3 Madu sebagai Dilakukan pada 26 a. Pertama, Ada pengaruh
Terapi anak balita dengan melakukan berupa
Komplementer diare akut yang penanda- penurunan
untuk Anak dibagi menjadi 2 tanganan frekuensi
dengan Diare kelompok. informed diare.
Akut. Kelompok consent oleh Kelompok
eksperimen orang tua/wali eksperimen
Nurmaningsih, mendapatkan terapi sebagai yang diberikan
D., dan standar dari persetujuan madu terdapat
Rokhaidah. puskesmas ditambah penelitian. penurunan
(2019) dengan terapi madu b. Kedua, frekuensi BAB
selama 5 hari dengan melakukan sebelum dan
dosis 5 cc dan wawancara setelah
diberikan 3 kali terkait intervensi
sehari pada pukul responden sebesar 6.30,
07.00, 15.00, dan yang dipilih yaitu dari 7.92
21.00 WIB. sebagai subjek turun menjadi
Sedangkan kelompok penelitian. 1.62.
kontrol mendapatkan c. Menyiapkan Kelompok
terapi standar dari alat kontrol
puskesmas. d. Memberikan menunjukkan
madu bahwa terdapat
Instrumen pada sebanyak 5 cc penurunan
penelitian ini adalah f. Mencatat frekuensi BAB
formulir informed frekuensi sebesar 3.69,
consent, formulir diare pada yaitu dari 7.69
data identitas formulir turun menjadi
responden, formulir observasi. 4.00.
observasi frekuensi
BAB.
4 Madu dengan Dilakukan pada 72 a. Pertama, Ada pengaruh
Oral orang anak yang peneliti berupa
Rehydration dibagi menjadi 2 melakukan penurunan
Salts dan kelompok. penilaian frekuensi
Larutan Madu Kelompok intervensi awal diare.
Efektif mendapatkan madu 5 frekuensi Kelompok
Terhadap ml dan pemberian diare. intervensi
Penurunan ORS (Oral b. Kedua, sebelum
Frekuensi Rehydration peneliti akan diberikan
Diare dan Solution) setiap kali membagi madu dengan
Lama Rawat anak diare. respon ORS yaitu
pada Anak. Sedangkan, menjadi dua 11,94 dan
kelompok kontrol kelompok, sesudah
Andayani, mendapatkan 10 ml yaitu diberikan
R.P. (2020). madu yang kelompok madu dengan
dilarutkan dalam 200 intervensi dan ORS yaitu
37

Intervensi
Judul Terapi
No Metode Penelitian Hasil
Penelitian Pemberian
Madu
ml ORS dan kelompok 3,61.
diberikan setiap kali kontrol. Sedangkan
anak mengalami c. Melakukan pada
diare. wawancara kelompok
Kriteria inklusi anak terkait kontrol
usia 1-5 tahun responden sebelum
dengan diare akut, yang akan diberikan
anak tanpa dehidrasi dipilih sebagai larutan madu
atau dehidrasi ringan subjek ORS yaitu
atau sedang, dan hari penelitian 11,81 dan
rawat pertama. d. Melakukan sesudah
pre test diberikan yaitu
Instrument pada control group 4,08.
penelitian ini adalah design.
lembar observasi. e. Memberikan
madu 5 ml
dan pemberian
ORS (Oral
Rehydration
Solution)
setiap kali
anak diare
pada
kelompok
intervensi.
Memberikan
10 ml madu
yang
dilarutkan
dalam 200 ml
ORS dan
diberikan
setiap kali
anak
mengalami
diare pada
kelompok
kontrol.
5 Effectiveness Dilakukan pada 30 a. Mengucapkan Ada pengaruh
of Tempe orang anak yang salam berupa
Biscuits and dibagi menjadi 2 b. Memperkenal penurunan
Honey to kelompok, yaitu kan diri frekuensi
Decrease kelompok yang c. Menjelaskan diare.
Frequency of diberikan biskuit tujuan dan Kelompok
Stools in tempe dan madu prosedur madu sebelum
Children untuk menurunkan d. Menanyakan diberikan
38

Intervensi
Judul Terapi
No Metode Penelitian Hasil
Penelitian Pemberian
Madu
Diarrhea. frekuensi diare. kesiapan intervensi
Kriteria inklusi anak pasien sebagian besar
Nurwahidah, usia 1-5 tahun, anak e. Mencuci frekuensi BAB
N., dan yang menderita tangan yaitu > 3x
Arbianingsih, diare, pasien anak f. Memposisika sehari,
A. (2019). yang masuk di ruang n pasien sedangkan
perawatan hari dengan sesudah
pertama. nyaman diberikan
g. Memberikan intervensi
Instrument pada madu secara frekuensi
penelitian ini adalah oral sejumlah BAB menjadi
kuesioner berisi 1 gr/KgBB 1-3x sehari.
karakteristik yang
responden dan dilarutkan
lembar observasi. dengan air 10
cc.
h. Mencatat atau
evaluasi
tindakan
tunggu 1 hari
untuk melihat
reaksi setelah
diberikan
terapi madu.
6 Pengaruh Dilakukan pada 70 a. Peneliti Ada pengaruh
Pemberian orang anak yang memilih berupa
Madu pada dibagi menjadi 2 responden penurunan
Diare Akut kelompok. yang akan frekuensi
Kelompok dijadikan diare.
Cholid, S., suplementasi madu subjek Kelompok
Santosa, B., diberikan madu penelitian intervensi
dan Suhartono, secara oral oleh sesuai kriteria frekuensi diare
S. (2016). seorang petugas 20 g inklusi dan sebelum
per hari, terbagi rata eklusi. diberikan
dalam 3 kali b. Peneliti madu yaitu 10
pemberian (pukul melakukan kali, setelah
07.00, 15.00, 21.00) penilaian diberikan
dengan pengenceran awal madu hanya 2
menggunakan frekuensi kali.
aquadest steril diare, yaitu Kelompok
menjadi 10 cc pada adanya tanda- kontrol rerata
masing-masing tanda frekuensi diare
pemberian dan dehidrasi akut adalah 8
kelompok kontrol anak dan kali menjadi 5
(tanpa suplementasi menilai kali.
madu). frekuensi
39

Intervensi
Judul Terapi
No Metode Penelitian Hasil
Penelitian Pemberian
Madu
Kriteria inklusi anak diare.
diare akut usia 1-5 c. Peneliti
tahun tidak ada membagi
kelainan kongenital menjadi 2
pada saluran cerna, kelompok,
tidak menderita yaitu
penyakit penyerta kelompok
yang berat atau gizi intervensi dan
buruk, tidak dalam kelompok
kondisi kontrol.
imunodefisiensi d. Memberikan
(pasien penyakit madu secara
keganasan, dalam oral.
terapi sitostatik dan e. Peneliti
pasien yang sedang mencatat
mendapat terapi frekuensi
kortikosteroid). diare pada
lembar
Instrument pada pengamatan.
penelitian ini adalah
aquadest steril 10 cc
dan lembar
pengamatan yaitu
panduan observasi.

2. Pengembangan SOP Pemberian Madu terhadap Penurunan Frekuensi

Diare pada Anak Usia Balita

Setelah dilakukan literature review maka didapatkan pengembangan SOP

pemberian madu.

Tabel 4. 2. Pengembangan SOP Pemberian Madu terhadap


Penurunan Frekuensi Diare pada Anak Usia Balita
No SOP Rasional
1 Mengucapkan salam Komunikasi teraupetik merupakan komunikasi
terapeutik kepada profesional bagi perawat yang direncanakan dan
responden dan orang dilakukan untuk membantu penyembuhan atau
tua. pemulihan pasien (Siti, Zulpahiyana, & Indrayana,
2016).
Komunikasi terapeutik diterapkan oleh perawat
dalam berhubungan dengan pasien untuk
meningkatkan rasa saling percaya, dan apabila tidak
40

No SOP Rasional
diterapkan akan mengganggu hubungan teraupetik
yang berdampak pada ketidakpuasan pasien (Rorie
et al, 2016; Rasyid, Lestari & Sari, 2021).
2 Menjelaskan tujuan Membantu meminimalisir kecemasan selama
dan prosedur prosedur dilakukan, membantu mendorong kerja
tindakan sama serta memperjelas informasi yang diberikan
pada klien dan memberikan kesempatan untuk
menanyakan pertanyaan tambahan (Noviestasari &
Supartini, 2015; Perry & Potter, 2015).
3 Memberikan Informed consent adalah suatu persetujuan
informed consent mengenai akan dilakukannya tindakan kedokteran
atau lembar oleh dokter terhadap pasiennya. Persetujuan ini bisa
persetujuan dalam bentuk lisan maupun tertulis. Pada
hakikatnya informed consent adalah suatu proses
komunikasi antara dokter dengan pasien mengenai
kesepakatan tindakan medis yang akan dilakukan
dokter terhadap pasien (Busro, 2018; Purnama,
2016; Eutheriana, 2016).
4 Melakukan penilaian Penilaian dilakukan untuk mengetahui derajat
derajat dehidrasi dehidrasi pada anak (Andayani, 2020).
5 Melakukan pre test Tujuan dilakukannya pre test sebelum melakukan
dengan menggunakan suatu tindakan ialah suatu kegiatan evaluasi yang
lembar observasi dilakukan untuk memperoleh suatu informasi lebih
untuk menilaidalam (Andayani, 2020).
frekuensi diare
sebelum tindakan
dilakukan.
6 Mencuci tangan. Salah satu tindakan untuk memutuskan mata rantai
kuman, untuk menjaga kebersihan, mencegah
terjadinya infeksi nosokomial dan mengurangi
transmisi mikroorganisme (Handriana, 2016;
Istichomah, 2021; Kementerian Kesehatan RI,
2018).
7 Memposisikan pasien Posisi yang nyaman akan memudahkan perawat
dengan nyaman. dan pasien dalam melakukan tindakan (Nurwahidah
& Arbianingsih, 2019).
8 Memberikan terapi Madu dapat memperbaiki saluran mukosa usus,
madu murni secara serta menghambat bakteri dan virus. Mukosa usus
oral sebanyak 1 yang baik akan berdampak pada penyerapan
gr/KgBB dengan makan, bising usus, penurunan frekuensi diare pada
pengenceran anak (Andayani, 2020).
aquadest steril 10 cc Dosis pemberian madu sebanyak 1 gr/KgBB
pada masing-masing terbukti efektif menurunkan frekuensi diare
pemberian, terbagi (Meisuri et al, 2020).
dalam dua kali Pengenceran madu dilakukan karena dapat
pemberian (pukul membantu penyerapan dalam tubuh lebih cepat jika
07.00 dan 17.00 dibandingkan mengkonsumsi madu secara langsung
WIB). (Nurwahidah & Arbianingsih, 2019).
9 Mencuci tangan. Salah satu tindakan untuk memutuskan mata rantai
41

No SOP Rasional
kuman, untuk menjaga kebersihan, mencegah
terjadinya infeksi nosokomial dan mengurangi
transmisi mikroorganisme (Handriana, 2016;
Istichomah, 2021; Kementerian Kesehatan RI,
2018).
10 Mengevaluasi Evaluasi tindakan dapat mengukur keberhasilan
tindakan (post test) dari rencana dan pelaksanaan tindakan keperawatan
tunggu 1 hari untuk yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan klien
melihat reaksi (Suwardianto, 2018).
setelah diberikan Tujuan evaluasi dilakukan adalah untuk mengakhiri
terapi madu, dan rencana tindakan keperawatan, memodifikasi
catat hasil evaluasi rencana keperawatan dan meneruskan rencana
frekuensi diare dan tindakan keperawatan (Tuharea et al, 2019; Perry &
konsistensi feses Potter, 2015).
setelah diberikan
madu menggunakan
lembar observasi.
11 Melakukan Pencatatan dimaksudkan untuk pendokumentasian
dokumentasi hasil keperawatan yang bertujuan untuk memberikan
tindakan. bukti untuk tujuan evaluasi asuhan keperawatan
membandingkan dengan hasil akhir setelah
diberikan intervensi (Olfah, 2016; Khairani, 2019).

B. Pembahasan

Pemberian madu terbukti sangat efektif dalam menurunkan frekuensi

diare karena madu dapat menghambat pertumbuhan E. Coli, Staphylococcus,

Salmonella typhosa, bahkan Pseudomonas aeruginosa yang kerap kali resisten

terhadap antibiotik. Madu yang diuji dapat menghambat pertumbuhan semua

bakteri tersebut. Madu juga mempunyai tingkat keasaman yang rendah yaitu

dengan pH antara 3,2 dan 4,5 akan menghambat pertumbuhan bakteri patogen

yang berada dalam usus dan lambung (Puspitayani & Fatimah, 2016).

Menurut Cholid, Santosa dan Suhartono (2016), madu diberikan secara

oral sebanyak 20 g per hari, terbagi dalam 3 kali pemberian (pada jam 07.00,

15.00, 21.00) dengan pengenceran menggunakan aquadest steril 10 cc pada

masing-masing pemberian. Hal ini dikarenakan madu dapat membantu


42

terbentuknya jaringan granulasi, memperbaiki kerusakan permukaan kripta

usus dan adanya efek madu sebagai prebiotik yang dapat menumbuhkan

kuman komensal dalam usus dengan kemampuan melekat pada enterosit

mukosa usus sehingga dapat menghambat kolonisasi sejumlah bakteri

penyebab diare termasuk virus (murine dan rhesus rotavirus) (Herawati,

2016).

Berdasarkan hasil penelitian Puspitayani dan Fatimah (2016) yang

dilakukan pada 40 orang dibagi menjadi 20 responden kelompok eksperimen

dan 20 responden sebagai kelompok kontrol. Didapatkan pada kelompok

eksperimen yang diberi madu penurunan frekuensi diare sebagian besar cepat

(65%) sedangkan pada kelompok kontrol (tidak diberi madu) penurunan

frekuensi diare sebagian besar lambat (40%). Ada pengaruh pemberian madu

terhadap penurunan frekuensi diare pada balita.

Madu dapat digunakan sebagai antibakteri dan prebiotik yang dapat

mengatasi diare. Selain itu, madu juga mampu mengobati masalah konstipasi

dan diare anak, meminimalkan patogen dan menurunkan durasi diare.

Kandungan antibiotik madu juga mampu mengatasi bakteri diare dan

mempunyai aktivitas bakterisida yang mampu melawan beberapa organisme

enterophathic, termasuk spesies dari Salmonella, Shigella dan E. Coli. Sifat

antibakteri yang terdapat pada madu dipengaruhi oleh osmolaritas madu yang

tinggi, kandungan rendah air, pH yang rendah sehingga keasaman madu

menjadi lebih tinggi. Madu memiliki kandungan tinggi gula yang mampu
43

meningkatkan tekanan osmosis sehingga dapat menghambat pertumbuhan dan

perkembangan bakteri (Lusiana, Immawati, & Nurhayati, 2021).

Pengaruh madu terhadap organ pencernaan yaitu madu merupakan

unsur pembersih, tidak membiarkan pertumbuhan dan perkembangbiakan

kuman-kuman di dalam organ pencernaan, madu menurunkan kadar asam

lambung, mengurangi hasil-hasil sebagian hormon lambung dan usus yang

secara langsung berpengaruh terhadap sekresi alat-alat pencernaan organ-

organ yang memicu pergerakan lambung serta usus. Madu mengandung zat

antibodi, yaitu zat yang menjalankan fungsinya di dalam saluran pencernaan

dan sel-sel selaput lendir yang ada didalamnya. Madu mengandung unsur-

unsur mineral, garam, sodium, potassium, kalsium dan magnesium serta

berbagai macam vitamin. Semua unsur ini menormalkan kerja saluran

pencernaan, menciptakan keseimbangan dalam gerakan dorong menuju usus

dan mengatur arah pergerakan (Botutihe & Haslindah, 2021).

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pemberian madu

dapat menurunkan frekuensi diare pada anak balita. Pemberian madu adalah

jalan alternatif yang baik karena madu dapat membantu terbentuknya jaringan

granulasi sehingga mampu memperbaiki permukaan kripta usus dan

kandungan madu yang memiliki probiotik dapat menumbuhkan kuman

komensal dalam usus dengan kemampuan melekat pada enterosit mukosa usus

sehingga dapat menghambat kolonisasi sejumlah bakteri dan virus. Mukosa

usus yang baik akan berdampak pada penyerapan makan, bising usus,

penurunan frekuensi diare pada anak.


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan

Kesimpulan dari hasil pengembangan SOP pemberian madu terhadap

penurunan frekuensi diare pada anak usia balita antara lain:

1. Dapat memberikan gambaran penerapan SOP pemberian madu terhadap

anak usia balita dalam penurunan frekuensi diare.

2. Teranalisnya SOP pemberian madu yang terdiri dari 12 langkah, dimulai

dari salam terapeutik hingga dokumentasi keperawatan sehingga

pemberian madu pada anak menjadi lebih efektif dan efisien.

3. Berdasarkan literature review yang di lakukan, diperkuat dengan teori dan

jurnal lain maka didapatkan hasil bahwa pemberian madu terbukti dapat

menurunkan frekuensi diare pada anak.

B. Saran

1. Bagi Penulis

Hasil pengembangan SOP ini diharapkan dapat menambah

wawasan dan kemampuan berpikir mengenai penerapan pemberian madu

terhadap penurunan frekuensi diare pada anak usia balita.

2. Bagi Masyarakat

Diharapkan dari hasil penulisan karya tulis ilmiah ini masyarakat

mampu mengetahui dan mengaplikasikan SOP pemberian madu terhadap

penurunan frekuensi diare pada anak usia balita.

44
45

3. Bagi Perkembangan Ilmu dan Teknologi Keperawatan

Setelah dilakukan penulisan ini, diharapkan dapat menambah

pengetahuan, tingkat wawasan dan keterampilan dibidang keperawatan

yang berkaitan dengan SOP pemberian madu terhadap penurunan

frekuensi diare pada anak usia balita.


DAFTAR PUSTAKA

Amin, L. Z. (2015). Tatalaksana Diare Akut. Cermin Dunia Kedokteran, 42(7),


504-508.

Andayani, R. P. (2020). Madu dengan Oral Rehydration Salts dan Larutan Madu
Efektif terhadap Penurunan Frekuensi Diare dan Lama Rawat pada Anak.
Jurnal Ilmu Kesehatan, 4(1), 57-64.

Andayani, R. P. (2020). Madu sebagai Terapi Komplementer Mengatasi Diare


pada Anak Balita. Jurnal Kesehatan Perintis, 7(1), 64-68.

Apriani, D. G. Y., Putri, D. M. F. S., & Widiyani, N. P. D. (2020). Gambaran


Perilaku Caring Perawat di Ruang Anggrek Badan Rumah Sakit Umum
Daerah Kabupaten Tabanan. Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, 16(2),
11-44.

Arnanto, Y. S., Sitanggang, R. H., & Sitio, N. D. K. S. (2018). Perbandingan


Pemberian Informasi Verbal dengan Presentasi Video Terhadap
Pengetahuan Prosedur Anestesi Umum pada Pasien yang Akan Menjalani
Operasi di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Jurnal Anestesi Perioperatif,
6(3), 183-192.

Botutihe, F., & Haslindah, H. (2021). Terapi Komplementer Madu Pada Anak
Untuk Menurunkan Frekuensi Diare. Jurnal Kesehatan Delima Pelamonia,
5(1), 1-7.

Busro, A. (2018). Aspek Hukum Persetujuan Tindakan Medis (Informed Consent)


Dalam Pelayanan Kesehatan. Law, Development and Justice Review, 1(1),
1-18.

Cholid, S., Santosa, B., & Suhartono, S. (2016). Pengaruh Pemberian Madu pada
Diare Akut. Sari Pediatri, 12(5), 289-95.

Damanik, S. M., & Sitorus, E. (2020). Modul Bahan Ajar Keperawatan Anak.
Jakarta: Universitas Kristen Indonesia.

Dewi, M. A., Kartasasmita. R. E., & Wibowo M. A. (2017). Uji Aktivitas


Antibakteri Beberapa Madu terhadap Staphylococcus aureus dan
Escherichia coli. Jurnal Ilmiah Farmasi, 5(1), 27-29.

Dwitantya, B. H., Kapti, R. E., & Handayani, T. (2016). Efektifitas Permainan


Boneka Tangan Terhadap Penurunan Ketakutan Anak Hospitalisasi pada
Usia Prasekolah (3-6 Tahun) di RSUD Dr. R. Koesma Kabupaten Tuban.
Majalah Kesehatan FKUB, 3(3), 128-136.

46
47

Ekawati, E., & Susanti, S. (2016). Angka Kejadian Diare Pada Balita. Jurnal Ilmu
Kebidanan, 3(2), 47-54.

Eutheriana, R. (2016). Perlindungan Hukum Terhadap Pasien Melalui Persetujuan


Tindakan Medik. Dentika Dental Journal, 19(2), 168-173.

Fitriani. (2018). Siklus PDCA dan Filosofi Kaizen. Jurnal Manajemen Pendidikan
Islam, 7(1), 625-640.

Handayani, R., & Arsiani, N. M. J. (2016). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi


Diare Pada Balita Usia 0-59 Bulan Di Puskesmas Gedangan Kecamatan
Gedangan Kabupaten Malang. Biomed Science, 3(2), 9-21.

Handriana, I. (2016). Keperawatan Anak. Cirebon: LovRinz Publishing.

Hartati, S., Nurazila. (2018). Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Diare pada
Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Rejosari Pekanbaru. Jurnal Endurance,
3(2), 400-407.

Herawati, R. (2017). Pengaruh Pemberian Madu terhadap Penurunan Frekuensi


Diare pada Anak Balita di Rumah Sakit Umum (RSUD) Rokan Hulu.
Jurnal Martenity and Neonatal, 2(4). 252-258.

Hikmawati, R., & Verawati, M. (2015). Hubungan Perilaku Ibu dalam


Penggunaan Botol Susu dengan Kejadian Diare pada Balita. Jurnal Ners
dan Kebidanan, 2(1), 043-049.

Ihsan, A. A. (2017). Terapi Madu Hidup Sehat Ala Rasul. Jakarta: PT. Buku Kita.

Indriyani, P., & Kurniawan, Y. D. (2017). Pengaruh 3 Jam Pertama Pemberian


Oralit 200 terhadap Lama Perawatan Bayi dengan Diare Akut Dehidrasi
Ringan-Sedang. Viva Medika: Jurnal Kesehatan, Kebidanan dan
Keperawatan, 10(2), 6-11.

Isramilda, I. (2021). Hubungan Antara Sanitasi Lingkungan Rumah Dan Personal


Hygiene Ibu Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Kampung Tanjung
Kelengking Kelurahan Rempang Cate Kota Batam Tahun 2019. Zona
Kedokteran: Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Batam, 10(1),
26-34.

Istichomah. (2021). Modul Praktikum Keperawatan Dasar II. Bandung: Penerbit


Media Sains Indonesia.

Kapti, R. E. (2017). Perawatan Anak Sakit di Rumah. Malang: UBPress.


48

Kasman, K., & Ishak, N. I. (2020). Kepemilikan Jamban Terhadap Kejadian Diare
pada Balita di Kota Banjarmasin. Jurnal Publikasi Kesehatan Masyarakat
Indonesia, 7(1), 28-33.

Kementerian Kesehatan RI. (2014). Infodatin Pusat Data dan Informasi


Kementerian Kesehatan RI: Kondisi Pencapaian Program Kesehatan Anak
Indonesia. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Kementerian Kesehatan RI. (2015). Buletin Jendela Data dan Informasi


Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Kementerian Kesehatan RI. (2018). Riset Kesehatan Dasar Tahun 2018. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI.

Khairani, T. (2019). Panduan Langkah Demi Langkah Pentingnya Keterampilan


Klinis Untuk Perawat. Yogyakarta: Rapha Publishing.

Khaironi, M. (2018). Perkembangan Anak Usia Dini. Jurnal Golden Age, 2(1),
01-12.

Kurniawati, S., & Martini, S. (2017). Status Gizi dan Status Imunisasi Campak
Berhubungan dengan Diare Akut. Jurnal Wiyata: Penelitian Sains dan
Kesehatan, 3(2), 126-132.

Lusiana, E., Immawati, I., & Nurhayati, S. (2021). Penerapan Pemberian Madu
Untuk Mengatasi Diare pada Anak Usia Prasekolah (3–5 Tahun). Jurnal
Cendikia Muda, 1(1).

Maharani, O. (2016). Pemberian Makanan Pendamping ASI Dini Berhubungan


dengan Kejadian Diare pada Bayi umur 0–12 bulan di Kecamatan Dampal
Utara, Tolitoli, Sulawesi Tengah. Jurnal Ners dan Kebidanan Indonesia,
4(2), 84-89.

Maharani, S. (2020). Pemenuhan Kebutuhan Cairan dan Elektrolit pada Anak


yang Mengalami Diare. Kediri: Pelita Medika.

Maki, F., Umboh, A., Ismanto, A.Y. (2017). Perbedaan Pemberian ASI Eksklusif
dan Susu Formula terhadap Kejadian Diare pada Bayi Usia 6-12 Bulan di
Wilayah Kerja Puskesmas Ranotana Weru. eJournal Keperawatan, 5(1), 1-
6.

Marini, B. (2020). Evaluasi Kelengkapan Resume Pasien Pulang dalam Rangka


Upaya Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien (PMKP) di RSUD
Ajibarang. Prodising Seminar Rekam Medis dan Manajemen Informasi, 11-
19.
Maryunani. (2016). Konsep Dasar Diare. Jurnal Vokasi Kesehatan, 3(1), 8-31.
49

Masdiana, T. T. (2016). Persepsi, Sikap, & Perilaku Ibu dalam Merawat Balita
dengan Diare. Jurnal Ilmu Keperawatan, 4(1), 101-112.

Meisuri, N. P., Perdani, R. R. W., Mutiara, H., & Sukohar, A. (2020). Efek
Suplementasi Madu terhadap Penurunan Frekuensi Diare Akut pada Anak di
RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung. Jurnal Majority, 9(2), 26-
32.

Nolitriani, N., Jurnalis, Y. D., & Sayoeti, Y. (2020). Peran Selenium pada Diare
Akut. Human Care Journal. 5(4), 1009-1015.

Noviestasari, E., & Supartini, Y. (2015). Keperawatan Dasar Manual


Keterampilan Klinis, Edisi Peratama. Singapore: Elsevier Singapore
Pte.Ltd.

Nurarif, H. K. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis dan Nanda NIC-NOC. Yogyakarta: Mediaction Publishing.

Nurheti Y. (2015). Khasiat Madu untuk Kesehatan dan Kecantikan. Edisi 1.


Jakarta: Published Andi.

Nurmaningsih, D., & Rokhaidah. (2019). Madu sebagai Terapi Komplementer


untuk Anak dengan Diare Akut. Jurnal Kesehatan Holistic, 3(1), 1-10.

Nurwahidah, N., & Arbianingsih, A. (2019). Effectiveness of Tempe Biscuits and


Honey to Decrease Frequency of Stools in Children Diarrhea. Journal of
Health Science and Prevention, 3(3S), 24-30.

Oktami, R. S. (2017). MTBS (Manajemen Terpadu Balita Sakit). Yogyakarta:


Nuha Medika.

Olfah, Y. (2016). Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan: Dokumentasi


Keperawatan. Jakarta: Pusdik SDM Kesehatan.

Permana, I & Litaqia, W. (2019). Peran Spiritualitas dalam Mempengaruhi Resiko


Perilaku Bunuh Diri: A Literature Review. Jurnal Keperawatan Respati
Yogyakarta, 6(2), 615-624.

Perry & Potter. (2015). Fundamental Keperawatan Buku 2 Edisi 7. Jakarta:


Salemba Medika.

Primihastuti, D. (2018). Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Perkembangan


Motorik Balita di PAUD Mawar, Darmokali Surabaya. Jurnal Kebidanan,
7(1). 10-17.
50

Purbasari, D., & Puspita, S. (2019). Interaksi Ibu-Anak Dan Tingkat Kecemasan
Anak Usia Prasekolah Selama Hospitalisasi Di RS. Sumber Kasih Kota
Cirebon. Syntax Idea, 1(8). 67-78.

Purnama, S. G. (2016). Modul Etika dan Hukum Kesehatan. Bali: Universitas


Udayana.

Putra, B. A. P., & Utami, T. A. (2020). Pengetahuan Ibu Berhubungan Dengan


Perilaku Pencegahan Diare Pada Anak Usia Preschool. Jurnal Surya Muda:
Ilmu Keperawatan Dan Ilmu Kesehatan, 2(1), 27-38.

Puspitayani, D., & Fatimah, L. (2016). Pengaruh Pemberian Madu terhadap


Penurunan Frekuensi Diare Anak Balita di Desa Ngumpul, Jogoroto,
Jombang. Eduhealth, 4(2). 68-71.

Rachmat, D. A., & Ganiem, L. M. (2020). Tahapan Komunikasi Terapeutik


Dokter pada Pasien di Klinik Kecantikan. Jurnal Komunikasi Global, 9(1),
61-79.

Rasyid, T. A., Lestari, R., & Sari, S. M. (2021). Penerapan Komunikasi


Terapeutik Perawat pada saat Tindakan Keperawatan. Jurnal Keperawatan
Hang Tuah, 1(1), 31-44.

Redowati, T. E. (2019). Gambaran Tumbuh Kembang Batita Usia 0-3 Tahun di


Wilayah Kerja Puskesmas Sumber Sari Bantul Kota Metro Tahun 2018.
Jurnal Kesehatan, 6(3). 1-12.

Rorie, P. A., Pondaag, L., & Hamel, R. (2016). Hubungan Komunikasi Terapeutik
Perawat Dengan Kepuasan Pasien Di Ruang Rawat Inap Irina a Rsup Prof.
Dr. RD Kandou Manado. Jurnal Keperawatan, 2(2). 1-8.

Sari, F. S., & Batubara, I. M. (2017). Kecemasan Anak Saat Hospitalisasi. Jurnal
Kesehatan Kusuma Husada, 8(2), 144-149.

Sari, N. K., Lukito, A., & Astria, A. (2018). Hubungan Pengetahuan Ibu tentang
Diare dengan Kejadian Diare pada Anak 1-4 Tahun di Wilayah Puskesmas
Pekan Bahorok. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, 25(4), 1-11.

Silalahi, U. (2018). Metodologi Analisis Data dan Interpretasi Hasil untuk


Penelitian Sosial Kuantitatif. Bandung: PT Refika Aditama.

Siti, M., Zulpahiyana, Z., & Indrayana, S. (2016). Komunikasi terapeutik perawat
berhubungan dengan kepuasan pasien. Jurnal Ners Dan Kebidanan
Indonesia, 4(1), 30-34.
51

Suharno, B., & Setyaningsih, W. (2021). Perkembangan Psikososial Anak Usia 3-


4 Tahun di Daycare. Aulad, Journal on Early Childhood, 3(3), 149-154.
Supartini. (2012). Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC.

Supriasi, A. (2019). Kejadian Diare pada Balita. Journal of Holistic and


Traditional Medicine, 3(4), 327-330.

Suwardianto, H. (2018). Pelatihan Penanganan Korban Tersedak Terhadap


Pemahaman Tujuan, Prosedur, Kewaspadaan, dan Evaluasi Tindakan.
Jurnal Penelitian Keperawatan, 4(2).

Tuharea, N. A., Payung, D. S., Purnawinadi, I. G., & Rotikan, R. (2019). Sistem
komputerisasi untuk pencatatan laporan asuhan keperawatan untuk
mahasiswa ilmu keperawatan. Creative Information Technology Journal,
4(4), 245-253.

Utami, N., & Luthfiana, N. (2016). Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kejadian


Diare pada Anak. Jurnal Majority, 5(4), 101-106.

Wijayanti, A. I. P., & Astuti, W. T. (2019). Pemberian Pendidikan Kesehatan


Terapi Zink untuk Mengurangi Frekuensi Diare. Jurnal Keperawatan Karya
Bhakti, 5(1), 7-13.

Yonata, A., & Farid, A. F. M. (2016). Penggunaan Probiotik sebagai Terapi Diare.
Jurnal Majority, 5(2), 1-5.

Yuliarti, N. (2015). Khasiat Madu untuk Kesehatan dan Kecantikan. Yogyakarta:


ANDI.

Yuliastati. (2016). Keperawatan Anak. Jakarta Selatan: Pusdik SDM.

Yuniarti, S. (2015). Asuhan Tumbuh Kembang Neonatus, Bayi-Balita dan Anak


Pra-Sekolah. Bandung: PT. Refika Aditama.

Zahroti, N. Z., Chalidyanto, D. (2018). Pendekatan PDSA untuk Perbaikan Proses


Pada Indicator Sasaran Keselamatan Pasien di Rumah Sakit. Jurnal
Administrasi Kesehatan Indonesia, 6(2), 111-121.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Lembar Uji Plagiat
Lampiran 2. Jadwal Rencana Kegiatan
NO KEGIATAN JAN FEB MAR APR MEI JUNI JULI AGUST
Pengajuan
1
Judul
Penyusunan
2
Proposal
Pengumpulan
3
Proposal
4 Ujian Proposal
Revisi
5
Proposal
Literature
6
Review
Penyusunan
7 Pengembangan
SOP
Pengumpulan
8 Pengembangan
SOP
Ujian Hasil
9 Pengembangan
SOP
Revisi
10 Pengembangan
SOP
Lampiran 3. Lembar Observasi

LEMBAR OBSERVASI STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)


PEMBERIAN MADU TERHADAP PENURUNAN FREKUENSI DIARE
ANAK USIA BALITA

Nama Orang Tua : Jenis Kelamin :

Nama Anak : Diagnosa Medis :

Umur : Perawatan Hari Ke :

Nomor RM :

Tanggal ……………………..
No Observasi Bising
Jumlah Konsistensi Warna
Usus
1 Frekuensi Diare
Jam …… WIB
Jam …… WIB
Jam …… WIB
Jam …… WIB
Jam …… WIB
2 Tanda-tanda Vital
Pagi Sore Malam
(Per Shift)
Nadi
Suhu
Keluhan
Lampiran 4. Lembar Hadir Opponent

LEMBAR HADIR OPPONENT

Nama : Alya Rizya Pratiwi


NIRM : 18052

Nama
No Hari/Tanggal Mahasiswa Judul TTD KDP
Sidang
1 Selasa/ 20 Ana Yulianih Analisis Intervensi
April 2021 Peran Keluarga dalam
Merawat Pasien
Diabetes Mellitus di
RW 10 Kelurahan
Sudimara Selatan
Kecamatan Ciledug
2 Selasa/ 4 Mei Devi Pengembangan Standar
2021 Andharista Prosedur Operasional
(SPO) Pemberian
Kompres Hangat untuk
Mengatasi Hipertermi
pada Pasien Demam
Tifoid
3 Kamis, 20 Nurhasanah Pengembangan Standar
Mei 2021 Prosedur Operasional
(SPO) Pemberian
Rendam Kaki Air
Hangat Untuk
Menurunkan Tekanan
Darah pada Pasien
Hipertensi
4 Kamis, 20 Dewi Pengembangan SOP
Mei 2021 Septiyawati Pemberian Teknik
Distraksi Musik Klasik
dalam Penurunan
Intensitas Nyeri pada
Pasien Post Op Fraktur
Lampiran 5. Lembar Konsul

LEMBAR KONSUL

Nama Mahasiswa : Alya Rizya Pratiwi

NIRM : 18052

Judul Makalah : Pengembangan Standar Operasional Prosedur (SOP)

Pemberian Madu Terhadap Penurunan Frekuensi Diare

Anak Usia Balita

Uraian
No TTD PEM
Tanggal Materi Perbaikan/saran
1. Tambahkan usia balita
di dalam judul
2. Perbaiki penulisan gelar
3. Perbaiki BAB 1 sesuai
dengan panduan
4. Tambahkan referensi
terbaru
19 Maret Konsul BAB
1 5. Perbaiki tujuan umum
2021 1, 2
dan khusus sesuai
dengan penulisan
6. Tambahkan tumbuh
kembang anak balita
7. Perbaiki tabel menjadi
tabel terbuka
8. Lanjutkan BAB 3
1. Penulisan judul
trapesium
2. Tambahkan referensi
lain dan terbaru
3. Perbaikan
perkembangan pada
balita bukan prasekolah
24 Mei Konsul BAB
2 4. Tambahkan referensi
2021 1, 2, 3
digambar
5. Tambahkan referensi di
kerangka konsep
6. Penulisan metodelogi
7. Daftar Pustaka dicek
kembali
1. Perbaiki penulisan sitasi
2. Tambahkan konsep
hospitalisasi
3. Buat tabel terbuka
4. Tambahkan referensi di
28 Mei Konsul BAB
3 gambar
2021 1, 2, 3
5. Tambahkan pemberian
prebiotik
6. Tambahkan konsep alat
ukur observasi frekuensi
diare
1. Tambahkan peran
30 Mei Konsul BAB perawat anak
4
2021 1, 2, 3 2. Daftar Pustaka dicek
Kembali
3. Perbaiki penulisan sitasi
4. Tambahkan referensi
9 Juli Konsul BAB
5 5. Lengkapi makalah
2021 4, 5
dengan abstrak
6. Lanjutkan manuskrip
Lampiran 6. Poster
Lampiran 7. Daftar Riwayat Hidup

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A. Identitas

Nama : Alya Rizya Pratiwi

Tempat, Tanggal Lahir : Brebes, 13 April 2000

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat Rumah : Jl. Karya Barat 1 No. 26 RT 012/ RW 003 Kel.

Wijaya Kusuma, Kec. Grogol Petamburan, Jakarta

Barat 11460

Alamat Email : [email protected]

No. HP : 089681918840

B. Riwayat Pendidikan

Tahun 2004 sampai 2005 : TK Al Ikhlas

Tahun 2005 sampai 2011 : SDN 07 Jelambar

Tahun 2011 sampai 2014 : SMPN 82 Jakarta

Tahun 2014 sampai 2017 : SMKN 17 Jakarta

Tahun 2018 sampai 2021 : Akademi Keperawatan PELNI Jakarta

Anda mungkin juga menyukai