Kelompok 3 - Pelayanan Berbasis Syariah

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH PELAYANAN BERBASIS SYARIAH

DOSEN PENGAMPU : H. MUHAMAD DIMYATI., S.Pd.I., M.Pd.

Oleh :
KELOMPOK 3

1. DHEA ELFIRA MAULIDINA


2. LALU SATRIA PARMANDANI
3. M. FARQAN
4. MUHAMMAD HERIAWAL
5. MAESARAH
6. NI KOMANG AYUDHYA SAMANTHA
7. NURMALA APRIANA
8. SUKMA YAQINULLAH

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NTB


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS TAHAP AKADEMIK
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT atas nikmatnya yang telah diberikan kepada
kita semua sehingga dapat menyelesaikan makalah yang merupakan tugas kami pada
mata kuliah “Pelayanan Berbasis Syariah” guna memenuhi kegiatan belajar mengajar.
Kami mengucapkan terima kasih pada dosen yang telah memberikan
bimbingannya dan teman – teman yang memberikan dukungan dan masukannya
kepada kami dalam menyelesaikan tugas ini, sehingga tugas ini dapat terselesaikan
oleh kami sebagaimana mestinya.
Namun sebagai manusia biasa, kami tentunya tak luput dari kesalahan. Oleh
karena itu, saran serta kritik yang membangun senantiasa kami terima sebagai acuan
untuk tugas-tugas kami selanjutnya.

Mataram, 14 April 2022

Kelompok 3

i
DAFTAR ISI
Halaman Judul ............................................................................................................
Kata Pengantar ...........................................................................................................i
Daftar Isi.................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
A. Latar Belakang .............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................................... 3
C. Tujuan ........................................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................... 5
A. Amalan – Amalan Bagi Pasien Selama Perawatan di Rumah Sakit ................ 5
B. Prosedur Pemberian Amalan Bagi Pasien Selama Perawatan
di Rumah Sakit ............................................................................................ 10
BAB III PENUTUP ................................................................................................ 15
A. Kesimpulan ................................................................................................. 15
B. Saran ........................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 16

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pasien-pasien yang mengidap penyakit berat mengalami berbagai
kecemasan, ketakutan, demikian juga pasien yang akan menghadapi operasi
dan pasca-operasi, pasien yang menghadapi saat-saat kritis seperti
menghadapi kematian (terminal), sakaratul maut (naza’, dying), sudah bukan
ranah persoalan perawatan medis semata, melainkan sangat memerlukan
pendampingan, layanan, dan bantuan spiritual. Karena itu salah satu
kebutuhan mendesak bagi pasien rawat inap di rumah sakit adalah perlunya
bantuan dan layanan spiritual untuk memenuhi kebutuhan spiritual pasien.
Sedangkan kebutuhan spiritual pasien merupakan kebutuhan dasar dan mutlak
yang tidak dapat digantikan oleh asuhan dan layanan apapun. Karena itu
pemberian bantuan dan layanan spiritual ini tidak akan cukup jika hanya
diberikan melalui asuhan keperawatan medis melainkan harus disampaikan
melalui layanan secara terfokus, lebih spesifik, diberikan oleh seorang
profesional, dan berorientasi pada situasi kebutuhan spiritual pasien, tersusun
dalam sebuah program secara mandiri, terencana, dan sistematis (Satriah,
2006: 6). Bentuk layanan seperti ini akan lebih tepat disampaikan melalui
layanan bimbingan dan konseling, maka kehadiran konselor di rumah sakit
juga sangat dibutuhkan untuk bersama-sama bekerja secara kolaboratif
dengan dokter dan perawat.
Namun tidak demikian halnya di Indonesia, di berbagai rumah sakit di
Indonesia baik di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) milik pemerintah
maupun rumah sakit milik swasta, pemberian layanan bimbingan dan
konseling untuk memenuhi kebutuhan spiritual bagi pasien rawat inap di
rumah sakit belum terbiasa diberikan baik secara mandiri maupun secara
kolaboratif bersama asuhan keperawatan. Bahkan dalam asuhan keperawatan

1
pun pemenuhan kebutuhan spiritual tidak jelas diberikan kepada pasien. Hal
ini dapat dilihat dalam lembar anamnessa pasien pada bagian asuhan spiritual
tidak jelas laporan statusnya dan bagaimana operasionalisasinya. Padahal
dalam Kode Etik Perawat Internasional dinyatakan bahwa perawat harus
memberikan lingkungan dimana hak-hak manusia, nilai-nilai, adaptasi, dan
kepercayaan spiritual dari individu, keluarga dan masyarakat tetap dihormati.
Selain itu dalam Kode Etik Keperawatan Indonesia tahun 2000 juga
dinyatakan bahwa perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan
senantiasa memelihara suasana lingkungan yang dihormati nilai-nilai budaya,
adat istiadat dan kelangsungan hidup beragama dari individu, keluarga dan
masyarakat. Keadaan ini telah lama berlangsung di rumah sakit, jika dibiarkan
akan menimbulkan berbagai dampak yang sangat merugikan bagi semua
pihak terutama bagi pasien baik secara psikologis, teologis, etis, moral, dan
profesional. Secara psikologis jika kebutuhan spiritual pasien rawat inap tidak
terpenuhi maka akibatnya pasien akan mengalami dua kondisi yaitu defisit
spiritual hingga distress spiritual.
Menurut Hamid (2000: 56) defisit spiritual adalah kondisi
ketidakseimbangan yang diakibatkan kekurangan asupan spiritual ditandai
dengan kemunculan pernyataan-pernyataan negatif seperti putus asa, tidak
berdaya, tidak peduli, apatis, pernyataan kesepian, dan lain-lain kondisi yang
menggambarkan kehampaan dan kekosongan spiritual. Jika defisit spiritual
dibiarkan maka akan meningkat menjadi distress spiritual. Distress spiritual
adalah suatu keadaan ketika individu atau kelompok mengalami atau beresiko
mengalami gangguan spiritual. Kondisi ini ditandai dengan beberapa keadaan
seperti mengalami gangguan dalam kepercayaan atau sistem nilai yang
memberikannya kekuatan, harapan dan arti kehidupan, pasien meminta
pertolongan spiritual, mengungkapkan adanya keraguan dalam sistem
kepercayaan, bahkan mengalami adanya keputusasaan. Dari hasil diagnosis
keperawatan distress spiritual merupakan etiologi munculnya masalah lain

2
seperti gangguan penyesuaian terhadap penyakit, koping individual yang
berhubungan dengan kehilangan sikap beragama sebagai dukungan utama
keyakinan menjadi tidak efektif. Kondisi ini akan memperburuk kondisi
pasien bahkan bagi pasien-pasien yang dalam keadaan kritis tidak
mengherankan akan menyebabkan dampak teologis mengantarkan kepada
akhir kematian yang buruk atau sû’ al-khâtimah, suatu kondisi akhir hayat
dalam Islam yang paling ditakuti dan wajib dihindari.
Kondisi diatas sangat meresahkan, karena itu perlu dicarikan solusi
untuk mengatasi persoalan bagaimana kebutuhan spiritual pasien rawat inap
yang beragama Islam di rumah sakit terpenuhi dalam bentuk layanan
Bimbingan dan Konseling secara holistik-komprehensif, terfokus, lebih
spesifik, diberikan oleh seorang profesional, berorientasi pada situasi
kebutuhan spiritual pasien, tersusun dalam sebuah program secara mandiri,
terencana, dan sistematis. Hal ini karena kebutuhan spiritual merupakan
kebutuhan dasar manusia (Hawari, 1996: 20) yang spesifik dan tidak akan
tergantikan oleh bentuk asuhan dan layanan apapun, karenya ia tidak akan
cukup jika hanya disampaikan melalui asuhan keperawatan umumnya
melainkan harus melalui layanan bimbingan dan konseling. Model bimbingan
dan konselingnya pun harus dicarikan dalam bentuk model bimbingan dan
konseling Islami, karena layanan pemenuhan kebutuhan spiritual akan lebih
tepat jika disampaikan sesuai dengan agama dan keyakinan pasien beserta
seluruh praktik ritualnya.
B. Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang
diperoleh adalah sebagai berikut :
1. Apa saja amalan-amalan bagi pasien selama perawatan di rumah sakit ?
2. Bagaimana prosedur pemberian amalan bagi pasien selama perawatan di
rumah sakit ?

3
C. Tujuan
Sesuai dengan rumusan masalah diatas, maka tujuan penulisan yang
diperoleh adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui amalan-amalan bagi pasien selama perawatan di
rumah sakit
2. Untuk mengetahui prosedur pemberian amalan bagi pasien selama
perawatan di rumah sakit

4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Amalan – Amalan Bagi Pasien Selama Perawatan di Rumah Sakit
Bimbingan dan konseling rumah sakit merupakan bagian integral dari
konseling dalam setting layanan lembaga kesehatan, pelaksanaannya memiliki
perbedaan dengan konseling lembaga pendidikan formal. Perbedaan tersebut
terletak dalam langkah kerja, cara pandang terhadap pasien dan rahasia pasien
sebagai konseli, praktik kerja dalam bentuk tim secara kolaboratif, juga sesi
konseling yang rata-rata lebih pendek sehingga disebut single session atau
brief focused counseling (Bor, et al., 2009: 98). Hal ini dapat dimengerti
karena setting rumah sakit memiliki peraturan kerja yang serba ketat, waktu
yang singkat, dan protokol kerja yang terpola dalam berbagai bentuk prosedur
tetap (protap) kerja yang baku.
Diatas telah didefinisikan bahwa Bimbingan dan Konseling Islami
untuk memenuhi kebutuhan spiritual pasien rawat inap di rumah sakit adalah
proses pemberian bantuan oleh konselor muslim terhadap konseli dalam
suasana terapeutik Islami dengan fokus pemenuhan kebutuhan spiritual
konseli agar dengan kekuatannya sendiri melalui keyakinan keagamaan dan
praktik ritual yang diyakininya kebutuhan spiritual konseli terpenuhi.
Pemberian bantuan tersebut diintegrasikan bersama-sama ke dalam proses
keperawatan lainnya selama di rumah sakit.
Berdasarkan kepada definisi diatas maka dapat dirumuskan beberapa
bentuk layanan bimbingan dan konseling Islami untuk memenuhi kebutuhan
spiritual pasien rawat inap di rumah sakit sebagai berikut :
1. Bimbingan tadzkirah, yakni proses pemberian bantuan oleh konselor
muslim terhadap konseli dalam suasana terapeutik islami dengan fokus
memenuhi kebutuhan spiritual konseli melalui tadzkirah sehingga
kebutuhan spiritual tersebut terpenuhi. Bimbingan ini diberikan dalam

5
bentuk ceramah singkat antara 5-15 menit yang berisi berbagai nasihat,
pencerahan, dorongan dan motivasi keagamaan minimal diberikan tiga
kali dalam seminggu yaitu diawal, tengah dan akhir minggu. Ceramah ini
diberikan kepada pasien di tiap ruangan, jika kebetulan jumlah pasien
banyak, biasanya disampaikan melalui media audio yang terdapat di
ruangan, sedangkan jika jumlah pasien sedikit biasanya disampaikan
secara berkelompok tanpa media audio. Setelah bimbingan tadzkirah ini
selesai kemudian dilanjutkan dengan visiting kepada setiap pasien, dalam
visiting ini dilakukan ucapan pembuka, menanyakan keadaan dan kondisi
pasien, dialog, tanya jawab, mendoakan pasien, penguatan kepada pasien
dan keluarga pasien jika kebetulan ada. Makna yang terkandung dalam
bimbingan ini adalah memberikan peringatan dan nasehat kepada pasien
agar memiliki kesadaran spiritual untuk menerima keadaan, memiliki
semangat untuk kesembuhan, dan bersedia kerjasama dalam proses
penyembuhan. Selain itu makna tadzkirah juga memberikan peringatan
agar pasien memiliki kesadaran untuk memaksimalkan ikhtiar melalui
doa’, menjaga ibadah selama sakit, dan lebih dekat kepada Allah SWT.
2. Bimbingan ibadah, adalah proses pemberian bantuan oleh konselor
muslim terhadap konseli dalam suasana terapeutik islami dengan fokus
memenuhi kebutuhan spiritual konseli melalui bimbingan thaharah
(istinja, wudlu, atau tayamum) dan ibadah (shalat) sehingga kebutuhan
spiritual tersebut terpenuhi. Kegiatan ini dilakukan pertama, setelah
pasien selesai diberikan pelayanan dasar keperawatan umum kemudian
pasien telah diidentifikasi dan di sisi data spiritualnya dalam RDPK.
Tahap berikutnya dilakukan menjelang waktu shalat tiba terutama shalat
dluhur, konselor mulai mengingatkan pasien bahwa waktu shalat segera
tiba dan pasien dipersilahkan melakukan berbagai persiapan. Bagi pasien
yang membutuhkan istinja, maka layanan bimbingan di mulai dengan

6
proses istinja baru kemudian dilanjutkan dengan wudlu atau tayamum
sesuai dengan kemampuan pasien.
3. Bimbingan dzikir dan do’a, adalah proses pemberian bantuan oleh
konselor muslim terhadap konseli dalam suasana terapeutik islami
dengan fokus memenuhi kebutuhan spiritual konseli melalui layanan
bimbingan do’a sehingga kebutuhan spiritual tersebut terpenuhi.
Bimbingan dzikir dan doa dilaksanakan oleh konselor biasanya dilakukan
setelah selesai tadzkirah secara bersama-sama atau saat visiting dan
konsultasi secara individu. Bimbingan dzikir dan do’a juga dapat
dilakukan saat pergantian atau overan dari perawat yang telah selesai jam
bertugasnya kepada perawat yang bertugas berikutnya. Meskipun begitu
bimbingan do’a oleh konselor dilakukan secara individual berdasarkan
permintaan pasien.
4. Bimbingan pasien berkebutuhan khusus, adalah proses pemberian
bantuan oleh konselor muslim terhadap konseli dalam suasana terapeutik
islami dengan fokus memenuhi kebutuhan spiritual konseli melalui
layanan untuk pasien berkebutuhan khusus sehingga kebutuhan spiritual
tersebut terpenuhi. Pasien berkebutuhan khusus misalnya, pasien
sakaratulmaut melalui program dying care atau end of life counseling,
pasien hysteria, hysteria posession, konversi keyakinan dan keagamaan,
dan lain-lain. Dying care dalam kegiatan rohani saat ini lebih banyak
terfokus kepada bimbingan pasien sakaratul maut yang dilakukan setelah
mendapat kepastian dan keputusan bersama antara dokter-dokter yang
merawat, pembimbing rohani dan keluarga. Makna-makna yang
terkandung dalam bimbingan sakaratul maut ini sangat dalam, mengingat
betapa beratnya kondisi menjelang sakaratul maut yang digambarkan
dalam kondisi ghamarãtul maut berarti kesengsaraan dan kepedihan
(psikologis) luar biasa menjelang ajal, dan kondisi sakarãtulmaut berarti
keadaan mabuk atau kesakitan yang dirasakan (fisik) menjelang

7
kematian, sedemikian hebatnya sehingga dapat menghilangkan
kesadaran. Karena itu dalam dying care menurut Islam diperlukan adanya
bimbingan akhir hayat yang disebut talqin yang salah satu makna
terdalamnya adalah menuntun. Makna menuntun tersebut mengandung
semangat bagaimana agar yang meninggal di tuntun mengucap kalimah
tahlil, maka sesungguhnya dalam bimbingan talqin terletak perjuangan
antara dua pihak, yaitu pihak yang menuntun dan pihak yang dituntun,
kedua semangat inilah yang harus difahami secara fenomenologis dalam
bentuk komunikasi transendental untuk mencapai tujuan dying care
dalam Islam yaitu husnul khatimah. Dengan demikian bimbingan talqin
dalam bimbingan dan konseling Islami sesungguhnya memberikan pesan-
pesan spiritual yang dalam, pertama untuk memaknai siklus hidup dalam
Islam yang harus dimulai dengan kalimah tauhid saat lahir melalui adzan
dan iqamat, dan mengakhiri hidup dengan menutupnya melalui kalimah
tauhid, itulah hakikat makna dying care dalam Islam. Yang kedua
substansi dying care dalam bimbingan dan konseling Islami ukurannya
bukan hanya sekedar meninggal dengan ‘tenang’ melainkan terucapnya
atau mengikutinya yang meninggal terhadap kalimah tahlil diakhir hayat,
apakah dengan perkataan yang jelas, atau bahkan hanya dengan isyarat,
atau bahkan hanya dengan keyakinan bahwa pasien yang sekarat itu tetap
mendengar tuntunan kalimah tahlil.
5. Layanan konsultasi kerohanian adalah pertukaran pikiran untuk mendapat
petunjuk atau pertimbangan, baik berupa kesimpulan, nasihat atau saran
yang sebaik-baiknya dalam memecahkan masalah atau memutuskan
sesuatu yang terkait dengan masalah spiritualitas atau keagamaan yang
dihadapi konseli. Layanan konsultasi ini diberikan terutama kepada
pasien dan keluarga pasien yang membutuhkan berbagai penjelasan
mengenai berbagai masalah tetapi tidak membutuhkan pendalaman.

8
Dengan kata lain konsultasi lebih banyak bersifat informatif dan belum
banyak menyangkut masalah-masalah psikologis.
6. Layanan konseling kerohanian adalah proses pemberian bantuan oleh
konselor muslim terhadap konseli dalam suasana terapeutik islami
dengan fokus memberikan bantuan mengenai berbagai masalahmasalah
psikologis yang terkait dengan spiritual, kerohanian, dan keagamaan agar
dengan kekuatannya sendiri konseli dapat keluar dari masalahnya dengan
selamat dan sejahtera dunia akhirat. Layanan konseling diberikan
terutama bagi pasien yang mengalami berbagai persoalan spiritual yang
telah menimbulkan beban psikologis tersendiri. Layanan ini diberikan
oleh konselor terhadap pasien-pasien yang diidentifikasi memiliki
problema psikologis dan terkait dengan masalah spiritual dan keagamaan.
Layanan konseling ini telah banyak membantu pasien menemukan
makna-makna yang mereka butuhkan sebagai koping untuk mengatasi
berbagai hambatan selama mereka di rawat di rumah sakit. Misalnya
mereka menemukan makna sabar, menemukan hikmah dari sakit dan
penyakit, membangkitkan ikhtiar dan memberi motivasi untuk sembuh.
7. Layanan bina ruhiah yang dapat didefinisikan sebagai proses pemberian
bantuan oleh konselor muslim terhadap konseli dalam suasana akrab
islami dengan fokus memberikan bantuan mengenai berbagai hal yang
terkait dengan kebutuhan pembinaan ruhani sehingga konseli dapat
tumbuh dan berkembang, bahagia, selamat dan sejahtera dunia akirat.
Bina ruhiah ini ditujukan untuk memenuhi kebutuhan spiritual para
perawat, pembina ruhani, karyawan, keluarga pasien, dan para
pengunjung pasien. Pemberian bantuan tersebut disesuaikan dengan
kebutuhan masing-masing, untuk para perawat dan karyawan bina ruhiah
di rumah sakit dapat berupa pengajian bulanan, pembinaan mentoring,
pelatihan dan pengkajian hal-hal yang terkait dengan kebutuhan program
layanan bimbingan dan konseling islami. Sedangkan untuk keluarga

9
pasien dan para pengunjung pasien bina ruhiah disampaikan baru melalui
kegiatan ceramah atau kultum setiap selesai shalat dluhur berjamaah di
mesjid rumah sakit.
B. Prosedur Pemberian Amalan Bagi Pasien Selama Perawatan di Rumah
Sakit
1. Program Pendampingan Pasien
Ketika seseorang pasien dirawat di rumah sakit, sebenarnya ia
membutuhkan perawatan dalam jasmani, rohani dan social. Perawatan
jasmani, dapat dilakukan oleh dokter, perawatan dalam bidang rohani
dapat dilakukan oleh bagian rohaniawan sedangkan dalam bidang social
dapat dilakukan oleh seorang psikolog. Jadi dapat dikatakan bahwa
pendampingan pasien adalah suatu program individual pendampingan
sosial yang tidak dapat dipisahkan dari proses keperawatan.
Dalam program pendampingan pasien berdasarkan pada kebutuhan
bahwa bimbingan bimbingan rohani dapat memberikan bimbingan
bantuan kepada pasien, terutama bagi pasien yang tervonis penyakit berat
sampai pada proses pra-operasi. Kecemasan dan kegelisahan para pasien
yang mengalami dan menghadapi jenis. penyakit berat, setelah mereka
mendengar dan tervonis penyekit berat, tentu bukanlah perkara mudah
bagi mereka. Untuk itu perawat bisa memberikan pendampingan
bimbingan rohani Islam kepada pasien dalam bentuk doa dan dzikir yang
mudah diaplikasikan pada pasien. Hal tersebut dimaksudkan sebagai
bentuk pelayanan prima kepada pasien rumah sakit.
Selain hal tersebut, pelayanan pendampingan bimbingan rohani Islam
di rumah sakit dapat membantu pasien untuk bisa menerima penyakit
yang dideritanya sebagai bentuk ujian dari Allah SWT, bahkan dalam
perspektif Islam keadaan atau ditimpakannya penyakit bagi seorang
muslim bisa saja merupakan bentuk lain bhawa Allah SWT sayang
padanya, sebab selalu ada hikmah dibalik penyakit yang Allah timpahkan

10
kepada seorang manusia. Bahkan pada tingkat tertentu bimbingan rohani
yang dberikan akan membuat pasien stabil dan lebih optmis untuk
sembuh dalam proses pemulihan penyakit pasien yang dideritanya.
2. Pendampingan Perawat
Pendampingan pada pasien akan berhasil jika pasien membutuhkan
pendampingan dan pasien merespon pendampingan. Pendampingan
pasien hanya dapat terjadi jika pasien benar-benar terbuka terhadap
pendampingan. Suatu pendampingan tidak dapat dipaksakan terhadap
siapapun. Program pendampingan pasien ditujukan pada perubahan-
perubahan sikap pasien. Syarat utama seorang pendampingan pasien
adalah kemampuan ia untuk melakukan keterampilan sosial yang baik.
Keterampilan sosial adalah keterampilan yang digunakan oleh manusia.
untuk mengadakan kontak dengan orang lain dan memelihara kontak
tersebut.
Seorang pendamping pasien harus siap "mendengar" syarat-syarat
yang diberikan pasien. "Mendengar" ini tidak hanya dilakukan dengan
telinga, tetapi juga dengan mata. Dalam pendampingan pasien, yang
memegang peranan penting adalah komunikasi. Jadi dapat dikatakan
bahwa seorang pendamping pasien harus mampu melakukan observasi
terhadap keadaan pasien, sebelum melakukan pendampingan terhadap
pasien seorang, seorang pendamping pasien terlebih dahulu
mengumpulkan rang pendamping pasien ter data-data tentang pasien
yang bersangkutan. Sehingga kemampuan untuk melakukan wawancara,
sangatlah diperlukan oleh seorang pendamping pasien. Syarat untuk
menjadi pendamping pasien yakni professional, hubungan yang dirasakan
pada kepercayaan dan respon yang timbal balik bukan hubungan yang
dipaksakan, kemampuan untuk mendengar, mampu berbicara dengan
trampil serta peka terhadap perubahan yang terjadi pada pasien.

11
Perawat yang memberikan bimbingan rohani Islam kepada pasien
yang bertugas mendampingi pasien pada saat sebelum dilaksanakannya
operasi, mengingatkan kepada pasien bahwa sebelum dilakukan tindakan
lebih lanjut ada baiknya berdoa dan berdzikir terlebih dahulu agar jiwa
merasa lebih tenang dan mempercayakan semuanya kepada Allah SWT
agar dimudahkan atas setiap usaha yang dilakukan. Karena tidak dapat
dipungkiri kedepannya apa yang akan terjadi, sebab semuanya atas izin-
Nya. Tidak sedikit pasien yang akan melakukan operasi apabila penyakit
yang dideritanya cukup parah, sehingga harus ditangani lebih serius.
Perawat yang memberikan bimbingan rohani Islam diharuskan sabar
dalam membimbing pesiennya dan harus memiliki mental yang kuat
untuk mendapingi pasien. Pasien rawat inap dapat didefenisikan sebagai
pelayanan kesehatan perorangan yang meliputi observasi, diagnose,
pengobatan, keperawatan, rehabilitasi medis dengan menginap di ruang
rawat inap pada sarana kesehatan rumah sakit pemerintah atau swasta,
serta puskesmas perawatan dan rumah bersalin karena penyakitnya
penderita harus menginap. Dan mendapat penanganan dari tim medis
hingga penyakit yang dideritanya sembuh.
Perawat juga mengingatkan kepada keluarga pasien agar senantiasa
berdoa, karena peran keluarga dalam proses penyembuhan pasien sangat
dibutuhkan serta memiliki pengaruh yang tinggi. Sehingga mereka
mampu menguatkan satu sama lain. Terlebih jika yang menjaga pasien
adalah anaknya sendiri, maka peran seorang anak akan sangat dibutuhkan
dalam proses penyembuhan pasien dimana anak yang sholeh atau
sholehah akan terus mendoakan untuk keselamatan dunia dan akhirat
orangtuanya serta senantiasa mendampingi dan menunggu kesembuhan
orang yang dikasihinya. Karena kesembuhan keluarganya adalah hal
yang dinanti-nantikannya sebab harapan mereka adalah bisa berkumpul

12
seperti biasanya. Dalam sebuah kesembuhan apapun yang akan dilakukan
asalkan fisik bisa sembuh agar dapat beraktivitas seperti biasanya.
3. Langkah – Langkah Umum Konseling
Dileep Kumar (2009:2-3) mengajukan beberapa langkah dalam fase
konseling di rumah sakit, langkah tersebut meliputi : (1) establishment of
rapport, (2) help the interviewee ready to talk, (3) understanding and
responding, (4) personalizing, (5) initiation, (6) action period, (7)
evaluation, (8) recording. Sedangkan Robert Bor mengajukan hanya
empat tahap, hal ini didasarkan kepada kenyataan bahwa proses
konseling di rumah sakit harus fleksibel, terbatas waktu, dan terkait
dengan berbagai protokol aturan dengan perawatan yang lain sehingga ia
mengajukan sessi tunggal dan brief focused counseling, keempat langkah
tersebut yaitu :
a. Forming a therapeutic relationship, merupakan langkah awal kontak
person dengan pasien yaitu menjalin komunikasi dengan pasien
sebagai konseli, membuka komunikasi dan percakapan, dan
mengarahkannya kepada suasana komunikasi terapeutik.
b. Making assessment, melakukan assesmen terhadap pasien untuk
memetakan rencana dan tahapan konseling yang akan dilakukan
bersama-sama dengan perawatan lain secara kolaboratif. Pada tahap
ini yang terpenting adalah konselor harus sudah mendapatkan
berbagai gambaran mengenai kondisi psikologis pasien, latar
belakang, terutama tiga hal pokok yaitu pemahaman, makna, dan
kepercayaan pasien mengenai sakit yang dihadapi.
c. Intervening all the same session, pada tahap ini konselor sudah harus
dapat mulai melakukan berbagai intervensi, penanganan, pemecahan
berbagai masalah yang dihadapi sambil terus memantau berbagai
kemungkinan kemunculan masalah baru sepanjang sesi konseling

13
dan sesi perawatan medis, untuk dicarikan berbagai solusi
menyeluruh secara kolaboratif bersama professional lain.
d. Closing, yang dimaksud sessi penutupan (closing) adalah penutupan
interval antar sessi agar dapat melakukan evaluasi terhadap segala
bentuk intervensi dan terapi yang telah dilaksanakan bersama pasien.
Dengan cara seperti ini evaluasi terhadap pasien dapat dilakukan
secara bertahap dan bersifat kontinum sepanjang proses perawatan
pasien bersama perawatan lain. (Robert Bor, 2009: 22-23).
Untuk single session dengan teknik brief focused counseling dengan
mengillustrasikan kepada penanganan kasus khusus pasien yang
mengalami ansietas, langkah-langkahnya adalah :
a. Pastikan pasien dapat dan mau berkomunikasi
b. Pastikan masalah psikologis yang inti dari pasien
c. Kerjakan konseling dengan kehadiran tim medis dan perawat secara
lengkap
d. Bangun segera jalinan hubungan secara cepat agar pasien dapat
segera mengekspresikan apa yang paling dihawatirkan atau menjadi
permasalahan.
e. Dorong pasien untuk memberi informasi secara ringkas dan efektif
f. Gali terus pembicaraan pasien untuk mendapatkan masalah pokok
pasien, tujuan dan ekspektasi pasien, dan bagaimana muncul
pemahaman pada pasien
g. Bicarakan bersama pasien rencana dan keinginan yang tepat untuk
mencari solusi bagi permasalahan yang dihadapi.
Langkah-langkah ini menurut Robert Bor adalah bersifat fleksibel,
yang penting bagi konselor adalah memiliki keyakinan dan kepercayaan
diri dalam menghadapi pasien secara singkat dan efektif (Bor, 2009: 110-
111).

14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Program bimbingan dan konseling islam untuk memenuhi kebutuhan
spiritual pasien rawat inap yang beragama Islam di rumah sakit adalah
merupakan satu keharusan. Jika pihak rumah sakit tidak memenuhinya maka
akan sangat melanggar hak pasien, melanggar kode etik keperawatan, dan
dapat berakibat buruk bagi pasien baik secara psikologis maupun secara
teologis. Masalah yang belum ada solusinya adalah dari mana SDM nya
dihasilkan. Untuk tetap terpenuhinya aspek ini maka diharapkan perawat dan
pembina rohani yang telah ada di berbagai rumah sakit dilatih agar menjadi
tenaga profesional yang dapat memberikan layanan bimbingan dan konseling
konseling kepada pasien yang jelas berbeda dengan asuhan keperawatan.
B. Saran
Diharapkan kerjasama antara perguruan tinggi yang terdiri dari UIN,
UPI, Stikes/Akper, dan pihak rumah sakit segera merancang model
pendidikan yang menghasilkan tenaga profesional akademik sebagai konselor
rumah sakit dengan keahlian khusus memberikan layanan bimbingan dan
konseling Islam.

15
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, I. Z. (2014). Bimbingan dan Konseling Islam untuk Pasien Rawat Inap di
Rumah Sakit. Jurnal Ilmu Dakwah, 6(1), 170.
https://doi.org/10.15575/jid.v6i1.332

16

Anda mungkin juga menyukai