Bab I-Iii

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Demam Berdarah Dengue (DBD) sampai saat ini masih merupakan

masalahkesehatan baik bagi tenaga kesehatan khususnya maupun masyarakat

luas umumnya. Hal ini di karenakan penyakit ini dapat menimbulkan wabah

yang apabila penanganannya tidak tepat dapat mengakibatkan kematian.

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit virus dengan vektor

nyamuk yang paling cepat tersebar penularannya di dunia. Dalam lima puluh

tahun terakhir, jumlah kasus Dengue telah menyebar ke negara-negara baru

sehingga kurang lebih lima puluh juta infeksi Dengue yang telah terjadi pada

masa tersebut.

WHO mengatakan sekitar 2,5 miliar orang atau dua per lima dari

populasi dunia kini menghadapi risiko dari dengue dan memperkirakan bahwa

mungkin akan menjadi 50 juta kasus infeksi dengue di seluruh dunia setiap

tahunnya. Penyakit ini sekarang telah menjadi endemik di lebih dari 100

negara (Dini, 2010;32).

Penyakit DBD di Indonesia pertama kali terjadi di Surabaya pada tahun

1968 dan di Jakarta dilaporkan pada tahun 1969 dengan penderita 58 dan 24

orang meninggal (Soegeng, 2006;7). Jumlah kasus DBD cenderung

menunjukan peningkatan baik dalam jumlah maupun luas wilayah yang

terjangkit dan secara sporadis selalu terjadi KLB.Di Indonesia pada tahun

2008 jumlah kasus DBD sebanyak 137.469 kasus, meninggal 1,187

1
2

orang.Tahun 2009 terdapat 158.912 kasus, meninggal 1.420 orang. Tahun

2010 terdapat 156.086 kasus, meninggal 1.358 orang (Depkes, 2010)

Berdasarkan profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan tahun

2008,tercatat 193 kasus DBD dan 17 orang diantaranya meninggal. Tahun

2009,tercatat 259 kasus DBD dan 10 orang diantaranya meninggal. Dari

Januari sampai awal Nopember 2011, tercatat 55 kasus DBD dan 2 orang

meninggal (Dinkes Provinsi Sulawesi Selatan, 2011).Dari data yang

dikumpulkan penulisdi Puskesmas Tamalate Kelurahan Parang Tambung

Kecamatan Tamalate Kota Makassar, tercatat 23 orang menderita DBD dan

tidak ada yang meninggal pada tahun 2011. Tahun 2012 terdapat 16 orang

menderita DBD dengan satu orang meninggal. Pada tahun 2013 tercatat 44

kasus dan tidak ada yang meninggal,sedangkan pada tahun 2014 untuk bulan

januari sampai mei jumlah penderita DBD sebanyak 20 orang.(Data

Puskesmas Tamalate Kelurahan Parang Tambung Kec.Tamalate,2014).

Berdasarkan data kasus DBD dari tahun ke tahun selalu meningkat,

yang disebabkan karena lokasi rumah warga yang berdempetan, masyarakat

masih terlihat membuang sampah sembarangan, dan peran serta masyarakat

dalam pelaksanaan PSN masih kurang.

Metode yang tepat guna untuk mencegah DBD adalah pemberantasan

sarang nyamuk melalui 3M (menguras,mengubur,menutup) plus

menaburlarvasida, penyebaran ikan pada tempat penampungan air serta

kegiatan-kegiatan lainnya yang dapat mencegah atau memberantas nyamuk

Aedes berkembang. Angka bebas jentik sebagai tolak ukur upaya


3

pemberantasan vector melalui PSN, 3M menunjukan tingkat partisipasi

masyarakat dalam mencegah DBD (Depkes, 2005).

PelaksanaanPSN masih mengalami hambatan karena tidak semua

masyarakat mau melakukan PSN.Hal ini karena pengetahuan dan sikap

masyarakat terhadap penyakit DBD masih kurang. Kepadatan populasi

nyamuk AedesAegypti sangat tergantung dari pengetahuan,sikap dan perilaku

masyarakat dalam menjaga kebersihan lingkungan khususnya kebersihan

tempat penampungan air dan sampah yang dapat menampung air (A.Widiyani,

2004;21).

Berdasarkan situasi dan penjelasan diatas maka peneliti tertarik untuk

meneliti”Faktor Yang Berhubungan Terhadap Pencegahan Penyakit DBD

Pada Masyarakat Di Kelurahan Parang Tambung Kecamatan Tamalate

Kota Makassar”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas,maka peneliti merumuskan masalah

sebagai berikut:

1. Apakah ada hubungan antara pengetahuan masyarakat terhadap

pencegahan penyakit DBD di Kelurahan Parang Tambung Kecamatan

Tamalate Kota Makassar?

2. Apakah ada hubungan antara lingkungan masyarakat terhadap pencegahan

penyakit DBD di Kelurahan Parang Tambung Kecamatan Tamalate Kota

Makassar?
4

3. Apakah ada hubungan antara perilaku masyarakat terhadap pencegahan

penyakit DBD di Kelurahan Parang Tambung Kecamatan Tamalate Kota

Makassar?

C. Tujuan penelitian

1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Faktor yang berhubungan

terhadap pencegahan penyakit DBD pada masyarakat di Kelurahan Parang

Tambung Kecamatan Tamalate Kota Makassar.

2. Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan masyarakat di

Kelurahan Parang Tambung Kecamatan Tamalate Kota Makassar.

b. Untuk mengetahui hubungan antara lingkungan masyarakat di

Kelurahan Parang Tambung Kecamatan Tamalate Kota Makassar.

c. Untuk mengetahui hubungan antara perilaku masyarakat di Kelurahan

Parang Tambung Kecamatan Tamalate Kota Makassar.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Manfaat bagi peneliti

Merupakan pengalaman yang berharga bagi peneliti dalam rangka

memperluas ilmu melalui penelitian lapangan serta mengaplikasikan ilmu

yang di peroleh selama pendidikan dan memperoleh gelar sarjana

keperawatan.
5

2. Manfaat bagi institusi

Hasil penelitian ini di harapkan memberikan masukan baik bagi petugas

kesehatan maupun masyarakat serta dalam menyusun program kesehatan

di masa yang akan datang.

3. Manfaat bagi profesi keperawatan

Sebagai wahana pengetahuan bagi perawat khususnya yang terkait dengan

pencegahan DBD.

4. Manfaat bagi tempat penelitian

Sebagai suatu patokan atau masukan bagi pengelola tenaga kesehatan lain

yang di milikinya dalam rangka membantu program pemerintah dalam

pemberantasan DBD khususnya di Kelurahan Parang Tambung

Kecamatan.Tamalate Kota Makassar.

5. Manfaat bagi peneliti selanjutnya

Sebagai bahan bacaan yang menjadi acuan atau tolak ukur bagi peneliti

selanjutnya.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Demam Berdarah Dengue

1. DefenisiPenyakit DemamBerdarah Dengue (DBD)

Penyakit Demam Berdarah Dengue adalah suatu penyakit demam akut

yang disebabkan oleh empat serotype virus dengue yang ditularkan

melalui gigitan nyamuk Aedesaegypti. Ditandai dengan empat gejala

klinis utama yaitu demam yang tinggi,manifestasiperdarahan,hepatomegali

dan kegagalan sirkulasi (Soegijanto, 2006;80).

Demam Berdarah Dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus

dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedesaegypti. Penyakit ini sebagian

besar menyerang anak berumur kurang dari 15 tahun, namun dapat juga

menyerang orang dewasa (Dini, 2010;50-51).

Penyakit DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus

Dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedesaegypti yang ditandai dengan

demam mendadak dua sampai tujuh hari tanpa penyebab yang

jelas.Lemah/lesu, gelisah, nyeri ulu hati disertai tandaperdarahan di kulit

berupa bintik perdarahan, lebam/ruam. Kadang-kadang mimisan, berak

darah, muntah darah, kesadran menurun atau shock (Depkes RI, 2005).

2. Etiologi DBD

Penyakit Demam Berdarah Dengue disebabkan virus dengue yang

termasuk kelompok B Arthopod Borne Virus yang sekarang dikenal

sebagai genus Flavivirus, family Flaviviricae dan mempunyai empat jenis

6
7

serotype yaitu: DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4. Infeksi salah

satuserotipe akan menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang

bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap serotype lain

sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang

memadai terhadap serotype lain. Serotipe DEN-3 merupakan serotype

yang dominan dan diasumsikan banyak yang menunjukan manifestasi

klinik yang berat (Hadinegoro et al, 2001;96).

3. Vektor Penular Penyakit DBD

Vektor penyakit DBD adalah nyamuk jenis Aedesaegypti dan

Aedesalbopictus terutama bagi Negara Asia,Philipines dan Jepang

sedangkan nyamuk jenis Aedespolynesiensis, Aedesscutellaris dan

Aedespseudoscutellaris merupakan vector di negara-negara kepulauan

Pasifik dan New Guinea. Vektor DBD di Indonesia adalah nyamuk Aedes

(stgomya) aegypti dan albopictus (Djunaedi, 2006;83).

4. Ciri-ciriNyamukAedesaegypti

Nyamuk Aedesaegypti telah lama diketahui sebagai vector utama

dalam penyebaran penyakit DBD, adapun ciri-cirinya adalah sebagai

berikut:

a. Badan kecil berwarna hitam dengan bintik-bintik putih.

b. Jarak terbang nyamuk sekitar 100 meter.

c. Umur nyamuk betina dapat mencapai sekitar 1 bulan.

d. Menghisap darah pada pagi hari sekitar pukul 09.00-10.00 dan sore

hari pukul 16.00-17.00.


8

e. Nyamuk betina menghisap darah untuk pematangan sel telur.

f. Nyamuk jantan menghisap sari-sari tumbuhan.

g. Hidup di genangan air bersih bukan di got atau comberan.

h. Di dalam rumah dapat hidup di bak mandi, tempayan,vas bunga dan

tempat minum burung.

i. Di luar rumah dapat hidup di tampungan air yang ada di dalam drum

dan ban bekas (Dini, 2010;55).

5. Tanda dan GejalaPenyakit DBD

Diagnosa penyakitDBD dapat dilihat berdasarkan kriteria diagnose

klinis dan laboratories. Berikut ini tanda dan gejala penyakit DBD yang

dapat dilihat dari penderita kasus DBD dengan diagnose klinis dan

laboratories:

a. Diagnosa Klinis

1) Demam tinggi mendadak 2 sampai 7 hari (38-40 0C).

2) Manifestasi perdarahan dengan bentuk uji Tourniquet positif,

petekie (perdarahan kecil dalam kulit), ekimosis, Perdarahan

konjungtiva, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis,melena dan

hematuri.

3) Perdarahan pada hidung dan gusi.

4) Rasa sakit pada otot dan persendian, timbul bintik-bintik merah

pada kulit akibat pecahnya pembuluh darah.

5) Pembesaran hati.
9

6) Renjatan (syok), tekanan diastolik menurun menjadi 20 mmHg

atau kurang, tekanan sistolik sampai 80 mmHg atau lebih rendah.

7) Gejala klinik lainnya yang sering menyertai yaitu anoreksia

(hilang nafsu makan), lemah, mual, muntah, sakit perut, diare dan

sakit kepala.

b. Diagnosa Laboratorium

1) Trombositopenia pada hari ke-3 sampai ke-7 ditemukan

penurunan trombosit hingga 100.000/mmHg.

2) Hemokonsentrasi, meningkatnya hematokrit sebanyak 20%

(Depkes RI, 2005).

6. PenularanPenyakit DBD

Penyakit DBD memiliki tiga faktor yang memegang peranan pada

penularan infeksi virus yaitu manusia, virus dan vector perantaraan

(Hadinegoro et al, 2001;98). Lebih jelasnya Depkes RI, 2005 menjelaskan

mekanisme penularan penyakit DBD dan tempat potensial penularannya.

a. Mekanisme Penularan DBD

Seseorang yang di dalam darahnya mengandung virus dengue

merupakan sumber penularan DBD.Virus dengue berada dalam darah

selama 4-7 hari mulai 1-2 hari sebelum demam. Bila penderita DBD

digigit nyamuk penular maka virus dalam darah akan ikut terhisap

masuk ke dalam lambung nyamuk. Selanjutnya virus akan

memperbanyak diri dan tersebar di berbagai jaringan tubuh nyamuk,

termasuk di dalam kelenjar liurnya. Kira-kira 1 minggu setelah


10

mengisap darah penderita, nyamuk tersebut siap untuk menularkan

kepada orang lain (masa inkubasi ekstrinsik). Virus ini akan berada

dalam tubuh nyamuk sepanjang hidupnya. Oleh karena itu nyamuk

AedesAegypti yang telah menghisap virus dengue menjadi penular

sepanjang hidupnya. Penularan ini terjadi karena setiap kali nyamuk

menusuk (menggigit), sebelumnya menghisap darah akan

mengeluarkan air liur melalui alat tusuknya (proboscis) agar darah

yang dihisap tidak membeku. Bersamaan air liur tersebut virus dengue

di pindahkan dari nyamuk ke orang lain.

b. Tempat Potensial Bagi Penularan DBD.

Penularan DBD dapat terjadi di semua tempat yang terdapat nyamuk

penularannya. Oleh karena itu tempat yang potensial untuk terjadi

penularan DBD adalah:

1) Wilayah yang banyak kasus DBD (rawan/endemis).

2) Tempat-tempat umum yang menjadi tempat berkumpulnya orang-

orang yang datang dari berbagai wilayah sehingga kemungkinan

terjadinya pertukaran beberapa tipe virus dengue yang cukup besar

seperti:sekolah,RS/puskesmas dansarana pelayanan kesehatan

umum lainnya seperti hotel,pertokoan,pasar,restoran,tempat

ibadah dan lain-lain.

3) Pemukiman baru di pinggir kota, penduduk pada lokasi ini

umumnya berasal dari berbagai wilayah maka ada kemungkinan


11

diantaranya terdapat penderita yang membawa tipe virus dengue

yang berbeda dari masing-masing lokasi.

7. Epidemiologi Penyakit DBD

Timbulnya suatu penyakit dapatditerangkan melaluikonsep segitiga

epidemologik yaitu adanya agent, host dan lingkungan.

a. Agent (virus dengue)

Agent penyebab penyakit DBD berupa virus dengue dari genus

Flavivirus (Arbovirus grup B) salah satu dari genus

FamiliaTogaviradae.Dikenal ada empat serotype virus dengue yaitu

Den-1, Den-2, Den-3 dan Den-4. Virus dengue ini memiliki masa

inkubasi yang tidak terlalu lama yaitu antara 3-7 hari, virus akan

terdapat di dalam tubuh manusia. Dalam masa tersebut penderita

merupakan sumber penular penyakit DBD.

b. Host

Host adalah manusia yang peka terhadap infeksi virus dengue.

Beberapa faktor yang mempengaruhi manusia adalah:

1) Umur

Umur adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kepekaan

terhadap infeksi virus dengue.Semua golongan umur dapat

terserang virus dengue, meskipun baru berumur beberapa hari

setelah lahir.Saat pertama kali terjadi epidemic dengue di

Gorontalo kebanyakan anak-anak berumur 1-5 tahun. Di

Indonesia, Philipina dan Malaysia pada awal terjadi epidemic


12

DBD. Penyakit yang disebabkan oleh virus dengue ini menyerang

terutama anak-anak berumur antara 5-9 tahun dan selama tahun

1968-1973 kurang lebih 95% kasus DBD menyerang anak-anak

dibawah 15 tahun.

2) Jenis Kelamin

Sejauh ini tidak ditemukan perbedaan kerentanan terhadap

serangan DBD dikaitkan dengan perbedaan jenis kelamin

(gender).Di Philipina dilaporkan bahwa rasio antar jenis kelamin

adalah 1:1.Di Thailand tidak ditemukan perbedaan kerentanan

terhadap serangan DBD antar laki-laki dan perempuan, meskipun

ditemukan angka kematian yang lebih tinggi pada anak perempuan

namun perbedaan angka tersebut tidak signifikan.Singapura

menyatakan bahwa insiden DBD pada anak laki-laki lebih besar

daripada anak perempuan.

3) Nutrisi

Teori nutrisi mempengaruhi derajat berat ringannya penyakit dan

ada hubungannya dengan teori imunologi, bahwa pada gizi yang

baik mempengaruhi peningkatan antibody dan karena ada reaksi

antigen dan antibody yang cukup baik, maka terjadi infeksi virus

dengue yang berat.

4) Populasi

Kepadatan penduduk yang tinggi akan mempermudah terjadinya

infeksi virus dengue karena daerah yang penduduknya padat akan

meningkatkan jumlah insiden kasus DBD tersebut.


13

5) Mobilitas penduduk

Mobilitas penduduk memegang peranan penting pada transmisi

penularan infeksi virus dengue. Salah satu faktor yang

mempengaruhi penyebaran epidemic dari Qeensland ke New

South Wales pada tahun 1942 adalah perpindahan personil militer

dan angkatan udara karena jalur transportasi yang dilewati

merupakan jalur penyebaran virus dengue (Sutaryo, 2005;89).

c. Lingkungan (environment)

Lingkungan yang mempengaruhi timbulnya penyakit dengue adalah:

1) Letak geografis

Penyakit akibat infeksi virus dengue ditemukan tersebar luas di

berbagai negara terutama di negara tropicdan subtropik yang

terletak antara 30 lintang utara dan 40 lintang selatan seperti Asia

Tenggara, Pasifik Barat dan Carribean dengan tingkat kejadian

sekitar 50-100 juta kasus setiap tahunnya (Djunaedi, 2006;105).

Infeksi virus dengue di Indonesia telah ada sejak abad ke- 18

seperti yang dilaporkan oleh David Bylon seorang dokter

berkebangsaan Belanda. Pada saat itu virus dengue menimbulkan

penyakit yang disebut dengan demam lima hari (vijdaagsekoorts)

kadang- kadang disebut demam sendi (knokkelkoorts). Disebut

demikian karena demam yang terjadi menghilang dalam lima hari,

disertai nyeri otot, nyeri pada sendi dan nyeri kepala. Sehingga

sampai saat ini penyakit tersebut masih merupakan problem


14

kesehatan masyarakat dan dapat muncul secara endemic maupun

epidemic yang menyebar dari suatu daerah ke daerah lain ataudari

suatu negara ke negara lain (Hadinegoro dan Satari, 2002;98).

2) Musim

Negara dengan 4musim, epidemic DBD berlangsung pada musim

panas, meskipun ditemukan kasus DBD sporadic pada musim

dingin. Di Asia Tenggara epidemi DBD terjadi pada musim hujan

seperti di Indonesia, Thailand, Malaysia dan Philipina epidemic

DBD terjadi beberapa minggu setelah musim hujan. Periode

epidemic yang terutama berlangsung selama musim hujan dan erat

kaitannya dengan kelembaban pada musim hujan. Hal tersebut

menyebabkan peningkatan aktivitas vector dalam mengigit karena

didukung oleh lingkungan yang baik untuk masa inkubasi.

8. Klasifikasi DBD Menurut WHO

a. DBD derajat I

DBD derajat I memiliki tanda-tanda demam disertai gejala-gejala yang

lain seperti mual, muntah sakit pada ulu hati, pusing, nyeri otot dan

lain-lain tanpa adanya perdarahan spontan dan bila dilakukan uji

Tourniqueet

Menunjukan hasil yang positif (+) terdapat bintik-bintik merah.Selain

itu, pada pemeriksaan laboratorium menunjukan tanda-tanda

hemokonsentrasi dan trombositopenia.


15

b. DBD derajat II

DBD derajat II memiliki tanda-tanda dan gejala yang terdapat pada

DBD derajat I yang disertai dengan adanya perdarahan spontan pada

kulit ataupun tempat lain (gusi, mimisan dan sebagainya).

c. DBD derajat III

DBD derajat III memiliki tanda-tanda yang lebih parah dibandingkan

dengan derajat I dan DBD derajat II.Pada DBD derajat III telah

terdapat tanda-tanda terjadinya syok yang disebut dengan dengue syok

syndrome.Penderita mengalami gejala syok yaitu denyut nadi cepat

dan lemah, tekanan darah menurun, penderita mengalami kegelisahan

dan pada tubuh penderita mulai tampak kebiru-biruan dan ujung-ujung

jari.

d. DBD derajat IV

DBD derajat IV memiliki tanda-tanda yang lebih parah

dibandingkan dengan DBD derajat I, DBD derajat II, DBD derajat III.

Pada DBD derajat IV penderita tengah mengalami syok tag disebut

dengue syok syndrome. Pada tahap ini penderita kehilangan kesadaran

dengan denyut nadi tidak teraba dan tekanan darah yang tidak terukur.

Pada tahap ini penderita berada dalam keadaan kritis dan memerlukan

perawatan intensif di rumah sakit (Dini, 2010;34).

9. AlurPerjalanan DBDDalam Tubuh Manusia

Alur perjalanan penyakit ini sering menimbulkan gejala-gejala

yang mengejutkan dan tidak terduga.Keadaan hilangnya demam bukan


16

berarti penyakit ini sembuh tetapi masih perlu mendapat perhatian intensif

bahkan jika penderita tampak membaik sekalipun. Pada hari ketiga

sampai kelima merupakan periode kritis karena walaupun secara kasat

mata sudah tampak membaik tetapi kemungkinan bertambah buruk dapat

terjadi secara tiba-tiba dan penderita jatuh dalam kondisi syok yang

disebut dengue syok syndrom. Masa inkubasi dimulai sejak nyamuk

mengigit sampai menimbulkan gejala, kurang lebih terjadi selama 13-15

hari.Setelah virus masuk ke dalam tubuh hal pertama yang terjadi adalah

viremia yang menyebabkan penderita mengalami demam, sakit kepala,

mual, nyeri otot, pegal-pegal di seluruh tubuh, ruam atau bintik-bintik

merah pada kulit serta dapat juga terjadi pembesaran limpa pada penderita.

Keadaan viremia juga menyebabkan terjadinya kebocoran plasma darah,

sehingga komponen darah mengalami hemokonsentrasi dan

trombositopenia yang menyebabkan penderita dapat dengan mudah

mengalami perdarahan dalam tubuh.Kekentalan darah tersebut dapat

diketahui dari peningkatan nilai hematokrit yang melebihi 20% dari nilai

normal.Terdapat tiga fase perjalanan penyakit demam berdarah dengue

yaitu dari fase demam berlangsung 2-7 hari, fase kritis berlangsung antara

24-48 jam. Fase penyembuhan berlangsung antara 2-7 hari (Dini,

2010;74).

10. Faktor-Faktor PenularanPenyakit DBD

Ada dua faktor yang menyebabkan penyebaran penularan penyakit

DBD adalah:
17

a. Faktor Internal

Faktor internal meliputi ketahanan tubuh atau stamina seseorang.Jika

kondisi badan tetap bugar kemungkinannya kecil untuk terkena

penyakit DBD.Hal tersebut dikarenakan tubuh memiliki daya tahan

cukup kuat dari infeksi baik yang disebabkan oleh bakteri, parasit atau

virus seperti penyakit DBD.Oleh karena itu sangat penting untuk

meningkatkan daya tahan tubuh pada musim hujan dan pancaroba.Pada

musim itu terjadi perubahan cuaca yang mempengaruhi pertumbuhan

dan perkembangan virus dengue penyebab DBD.Hal ini msenjadi

kesempatan jentik nyamuk berkembangbiak menjadi lebih banyak.

b. Faktor Eksternal

Faktor eksternal merupakan factor yang datang dari luar tubuh

manusia.Faktor ini tidak mudah di kontrol karena berhubungan dengan

pengetahuan, lingkungan dan perilaku manusia baik di tempat tinggal,

lingkungan sekolah atau tempat kerja. Faktor yang memudahkan

seseorang menderita DBD dapat dilihat dari kondisi berbagai tempat

berkembangbiaknya nyamuk seperti di tempat penampungan air,

karena kondisi ini memberikan kesempatan pada nyamuk untuk hidup

dan berkembang biak. Hal ini dikarenakan tempat penampungan air

masyarakat Indonesia umumnya lembab, kurang sinar matahari dan

sanitasi atau kebersihannya (Satari dan Meilisari, 2004;8-9).

Menurut Suroso dan Umar (tanpa tahun) , nyamuk lebih menyukai

benda-benda yang tergantung di dalam kamar seperti gorden,kelambu


18

dan baju/pakaian. Maka dari itu pakaian yang tergantung di balik pintu

sebaiknya dilipat dan di simpan dalam almari karena nyamuk

Aedesaegypti senang hinggap dan beristirahat di tempat-tempat gelap

dan kain yang tergantung untuk berkembangbiak sehingga nyamuk

berpotensi untuk bisa mengigit manusia (Yatim, 2007;145).

Menurut penelitian Fahti et al (2005) ada peranan faktor

lingkungan dan perilaku terhadap penularan DBD antara lain:

1) Keberadaan jentik pada kontainer

Keberadaan jentik pada kontainer dapat dilihat dari letak,

macam, bahan, warna, bentuk volume dan penutup kontainer serta

asal air yang tersimpan dalam kontainer sangat mempengaruhi

nyamuk Aedes betina untuk menentukan pilihan tempat

bertelurnya. Keberadaan kontainer sangat berperan dalam

kepadatan vektor nyamuk Aedes karena semakin banyak

container akan semakin banyak tempat perindukan dan akan

semakin padat populasi nyamuk Aedes. Semakin padat populasi

nyamuk Aedes maka semakin tinggi pula risiko terinfeksi virus

DBD dengan waktu penyebaran lebih cepat sehingga jumlah

kasus penyakit DBD cepat meningkat yang pada akhirnya

mengakibatkan terjadinya KLB.

Dengan demikianprogram pemerintah berupa penyuluhan

kesehatan masyarakat dalam penanggulangan penyakit DBD

antara lain dengan cara menguras, menutup dan mengubur (3M)


19

sangat tepat dan perlu dukungan luas dari masyarakat dalam

pelaksanaannya.

2) Kepadatan Vektor

Kepadatan vector nyamuk Aedes yang diukur dengan

menggunakan parameter ABJ yang diperoleh dari Dinas Kesehatan

Kota. Hal ini Nampak peran kepadatan vektor nyamuk Aedes

terhadap daerah yang terjadi kasus KLB. Sesuai dengan hasil

penelitian yang dilakukan oleh para peneliti sebelumnya

menyatakan bahwa semakin tinggi angka kepadatan vector akan

meningkatkan risiko penularan.

3) Tingkat pengetahuanDBD

Pengetahuan merupakan hasil proses keinginan untuk

mengerti dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan

terutama indera pendengaran dan penglihatan terhadap obyek

tertentu yang menarik perhatian terhadap suatu obyek.

B. Tinjauan Pencegahan Penyakit DBD

Penyakit DBD merupakan salah satu penyakit yang perjalanannya cepat

dan dapat menyebabkan kematian dalam waktu singkat.Penyakit ini

merupakan penyakit menular yang sering menimbulkan KLB di Indonesia.

Metode yang tepat guna untuk mencegah DBD adalah pemberantasan sarang

nyamuk melalui gerakan 3M (menguras,mengubur dan menutup) plus

menaburlarvasida, penyebaran ikan pada tempat penampungan air serta

kegiatan-kegiatan lainya yang dapat mencegah atau memberantas nyamuk


20

Aedesaegypti berkembang. Angka bebas jentik sebagai tolak ukur upaya

pemberantasan vector melalui PSN 3M menunjukan tingkat partisipasi

masyarakat dalam mencegah DBD.Oleh karena itu pendekatan pencegahan

DBD yang berwawasan kepedulian masyarakat merupakan salah satu

alternative pendekatan baru (Profil Depkes, 2010).

Hingga saat ini obat yang dapat digunakan untuk membunuh virus DBD

belum ditemukan.Penyakit ini dapat dicegah apabila masyarakat mau

berusaha bersama-sama dan memahami bahaya yang dapat ditimbulkan oleh

penyakit ini. Pencegahan penyakit DBD dikenal dengan istilah

pemberantasan sarang nyamuk yang dapat dilakukan dengan beberapa tehnik

yaitu kimia,biologi dan fisika.

a. Pemberantasan secara kimia

Pengendalian DBD secara kimia dapat ditempuh dengan 2 tehnik berikut

yaitu:

1) Pengasapan (foging) yaitu suatu tehnik yang digunakan untuk

mengendalikan DBD dengan menggunakan senyawa kimia malathion

dan fenthion yang berguna untuk mengurangi penularan sampai batas

waktu tertentu.

2) Pemberantasan larva nyamuk dengan zat kimia

Namun mengingat tempat perkembangbiakan larva vektor DBD

banyak terdapat pada penampunagan air yang airnya digunakan bagi

kebutuhan sehari-hari terutama untuk minum dan masak maka

larvasida yang digunakan harus mempunyai sifat-sifat yaitu efektif


21

dalam dosis rendah, tidak bersifat racun bagi manusia/mamalia, tidak

menyebabkan perubahan rasa, warna dan bau pada air yang

diperlakukan, dan efektifitasnya lama.

b. Pemberantasan secara hayati

Organisme yang digunakan dalam pengendalian secara hayati

umumnya bersifat predator, parasitic atau patogenik dan umumnya

ditemukan pada habitat yang sama dengan larva yang menjadi

mangsanya. Beberapa agen hayati adalah ikan cupang dan larva ikan

nila.Ada agen hayati yang belum begitu terkenal di masyarakat namun

telah diuji coba di laboratorium dan di lapangan pada skala kecil

efektifitasnya untuk memberantas larva nyamuk Aedesaegypti yaitu

toxorhynchites,mesotomasp,romanomermisiyengari,bacillus,thuringiensis.

c. Pemberantasan secara fisika

Cara ini dianggap paling tepat untuk mengendalikan penyebaran

penyakit demam berdarahadalah dengan mengendalikan populasi dan

penyebaran vector DBD. Cara pemberantasannya adalah melakukan

kegiatan 3M, yaitu menguras dan menaburkan bubuk abate, menutup

tempat penampunganair dan menimbun barang-barang bekas yang dapat

menampung air (Dini, 2010;25).

Upaya membasmi jentik nyamuk di tempat perindukannya yang

efektif dan efisien melalui kegiatan 3M +, yaitu menguras, menutup atau

menabur abate di tempat penampungan air, dan mengubur atau

menyingkirkan barang–barang bekas yang memungkinkan di jadikan


22

tempat perindukan dan berkembang biakanjentik nyamuk AedesAegypti.

Cara inilah yang efektif yang bisa kita lakukan dengan kondisi kita saat

ini.

Pembersihan sarang nyamuk atau PSN dikenal dengan gerakan 3M +,

menutup, menguras, mengubur atau menimbun.Gerakan 3M + tentu

kewajiban bersama, bisa dilakukan sendiri atau bersamaan, bisa

membersihkan parit kotor atau comberan karena

nyamukAedesAegeyptihidup di air jernih, gantungan baju dan bisa pula

dikolam. Dengan demikian yang perlu di perhatikan adalah:

1) Menguras

Bak mandi, bak WC atau bak penampungan lain dikuras setidaknya

seminggu sekali sedangkan air dalam wadah minum burung, vas

bunga diganti tiap hari.

2) Menutup

Tutup tempat penampungan air (tempayan, gentongan dll) setiap kali

habis menggunakan.

3) Mengubur

Kaleng, wadah bekas lain yang bisa menampung air agar tidak

dijadikan tempat bertelur aedesaegeypti.

Gerakan ini bukan hanya di rumah dan sekitarnya tetapi juga semua

tempat umum misalnya sekolah, kantor, pasar, puskesmas, rumah sakit.

Kebanyakan dari masyarakat menganggap remah program 3M +. 3M +


23

sudah sering digambarkan pemerintah, namun tak kunjung diikuti oleh

masyarakat, sehingga angka kejadian DBD tetap tinggi.

Untuk mencegah terjadinya penyebaran penyakit, masyarakat harus

menjaga kebersihan lingkungan masing – masing dan melakukan gerakan

3M + yakni menutup, menguras, menutup sarang yang dianggap sumber

nyamuk guna memutuskan wabah penyakitDBD. Dengan diadakannya

upaya itu, diharap siklus hidup nyamuk penularan aedesaegeypty

terputus, karena perilaku alamiah nyamuk dewasa akan mati apabila tidak

menemukan tempat untuk bersarang.Cara ini merupakan salah satu yang

paling efektif untuk mencegah penularan penyakit.

C. Tinjauan Umum Tentang Variabel yang Diteliti

1. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah seseorang

melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu.Penginderaan

terjadi melalui panca indera manusia yakni indera penglihatan,

pendengaran, penciuman, rasa dan raba.Sebagian besar pengetahuan

manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

Bloom dalam Notoatmodjo (2003) mengemukakan bahwa

pengetahuan sangat penting dalam memberikan wawasan terhadap sikap

dan perbuatan seseorang. Kognitif atau pengetahuan merupakan domain

yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt

behavior) karena dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku

yang di dasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku


24

yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan yang tercakup dalam

domain kognitif mempunyai enam tingkatan yaitu:

a. Tahu (know)

Tahu atau know diartikan sebagai mengingat kembali suatu materi

yang telah dipelajari sebelumnya termasuk ke dalam pengetahuan

tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari

seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang di telah di terima.

b. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan

secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat

menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah

paham terhadap obyek atau materi harus dapat menjelaskan,

menyebutkan contoh, menyimpulkan dan meramalkan terhadap obyek

yang dipelajari.

c. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi

yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).

Aplikasi disini dapat diartikan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip

dalam konteks atau situasi yang lain.

d. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau

suatu obyek ke dalam komponen-komponen tetapi masih dalam suatu

struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain.


25

Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja,

seperti dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan dan

mengelompokan.

e. Sintesis (synthesis)

Sintesis diartikan sebagai suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan

yang baru. Dengan kata lainsintesa adalah suatu kemampuan untuk

menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi menunjuk kepada kemampuan untuk melakukan justifikasi

atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek (Notoatmodjo,

2003;41).

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau

angket untuk menanyakan tentang isi materi yang ingin diketahui dari

subyek penelitian atau responden. Sebelum seseorang mengadopsi perilaku

(perilaku baru), ia harus tahu terlebih dahulu apa arti atau manfaat

perilaku tersebut bagi dirinya atau keluarganya. Orang akan melakukan

pemberantasan sarang nyamuk apabila ia tahu apa tujuan dan manfaat bagi

kesehatannya dan keluarganya dan apa bahaya-bahayanya bila tidak

melakukan hal tersebut. Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk

mengetahui tingkat pengetahuan atau kesadaran terhadap kesehatan yakni

pengetahuan tentang sakit dan penyakit yang meliputi:


26

1. Penyebab penyakit.

2. Gejala atau tanda-tanda penyakit

3. Bagaimana cara pengobatan atau kemana mencari pengobatan.

4. Bagaimana carapenularannya.

5. Bagaiman cara pencegahannya (Notoatmojo, 2007;34).

2. Lingkungan

Menurut Budiart E (2001;56) mengatakan bahwa lingkungan adalah

meliputi semua kondisi-kondisi dalam dunia ini yang dalam cara-cara

tertentu mempengaruhi perilaku kita, pertumbuhan dan perkembangan atau

life processes kita kecuali gen-gen.

Menurut Budiart E (2002;48) lingkungan itu dapat dibedakan

menjadi 3 bagian yaitu:

a. Lingkungan alam/luar (external or physical environment) adalah segala

sesuatu yang ada dalam dunia ini yang bukan manusia seperti rumah,

tumbuh-tumbuhan, air,iklim, hewan dan lain sebagainya.

b. Lingkungan dalam (internal environment) adalah segala sesuatu yang

termasuk lingkungan luar/alam. Akan tetapi makanan yang sudah

didalam perut mengalami proses pencernaan dan perserapan kedalam

pembuluh-pembuluh darah dan mempengaruhi tiap-tiap sel didalam

tubuh merupakan lingkungan dalam.

c. Lingkungan sosial/masyarakat (social environment) adalah semua

orang atau manusia yang mempengaruhi kita. Perkembangan

Epidemiologi menggambarkan secara spesifik peran lingkungan


27

terhadap status kesehatan yang menyebabkan terjadinya penyakit dan

wabah. Melalui faktor lingkungan, seseorang yang keadaan fisik atau

daya tahan terhadap penyakit kurang maka akan mudah terserang

penyakit.

Menurut Notoatmodjo (2003;35) secara umum lingkungan

dibedakan atas lingkungan fisik dan lingkungan nonfisik

a. Lingkungan fisik adalah lingkungan alamiah yang terdapat di

sekitar manusia.

b. Lingkungan nonfisik adalah lingkungan yang muncul akibat

adanya interaksi antar manusia. Faktor lingkungan fisik yang

berperan terhadap timbulnya penyakit Demam Berdarah Dengue

(DBD) meliputi kelembaban, cuaca, kepadatan larva dan

nyamuk dewasa, lingkungan didalam rumah, lingkungan diluar

rumah dan ketinggian tempat tinggal.

3. Perilaku.

Menurut Notoatmodjo (2007;58) tindakan adalah sesuatuyang

dilakukan/ perbuatan. Tindakan terdiri dari empat tingkatan:

a. Perception (persepsi), mengenal dan memilih berbagai objek

sehubungan dengan tindakan yang akan diambil.

b. Guided respon (respon terpimpin), melakukan sesuatu sesuai dengan

urutan yang benar sesuai dengan contoh.


28

c. Mechanism (mekanisme), apabila seseorang telah dapat melakukan

sesuatu dengan benar secara otomatis atau sesuatu itu sudah

merupakan kebiasaan.

d. Adoption (adopsi), suatu praktek atau tindakan yang sudah

berkembang dengan baik. Tindakan itu sudah dimodifikasinya tanpa

mengurangi kebenaran tindakan.

Menurut Skiner (1938 dalam Notoatmodjo 2003) perilaku

merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan

dari luar).

Robert Kwick (1974, dikutip dari Notoatmodjo,2003) menyatakan

bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang

dapat diamati bahkan dapat dipelajari.

Perilaku manusia merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan

seperti keinginan, minat, kehendak, pengetahuan, emosi, berpikir, sifat,

motivasi, reaksi dan sebagainya.Namun demikian pada realitasnya sulit

dibedakan atau dideteksi gejala kejiwaan yang menentukan perilaku

seseorang. Apabila ditelusuri lebih lanjut, gejala kejiwaan ditentukan atau

dipengaruhi oleh berbegai faktor lain diantaranya adalah pengalaman,

keyakinan, sarana fisik, sosio budaya masyarakat (Notoatmodjo, 2007;29).

Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang

dalam bidang kesehatan yaitu:


29

1) Latar Belakang

Latar belakang yang mempengaruhi perilaku seseorang dalam

bidang kesehatan dibedakan atas: pendidikan, pekerjaan, penghasilan,

norma-norma, yang dimiliki dan nilai-nilai yang ada pada dirinya serta

keadaan sosial budaya yang berlaku.

2) Kepercayaan dan Kesiapan Mental

Perilaku seseorang dalam bidang kesehatan dipengaruhi oleh

kepercayaan orang tersebut terhadap kesehatan serta kesiapan mental

yang dipunyai. Kepercayaan tersebut setidak-tidaknya menjadi

manfaat yang akan diperoleh, kerugian yang didapat, hambatan yang

diterima serta kepercaaan bahwa dirinya dapat diserang penyakit.

3) Sarana.

Tersedia atau tidaknya sarana yang dimanfaatkan adalah hal yang

penting dalam munculnya perilaku seseorang di bidang kesehatan,

betapapun positifnya latar belakang, kepercayaanya dan kesiapan

mental yang dimiliki tetapi jika sarana kesehatan tidak tersedia tentu

perilaku kesehatan tidak akan muncul.

4) Faktor pencetus.

Dalam bidang kesehatan peranan faktor pencetus cukup besar

untuk memunculkan perilaku kesehatan yang diinginkan.Seringkali

dijumpai seseorang baru berperilaku kesehatan tertentu bila sudah ada

masalah kesehatan sebagai pencetus seperti penyakit kulit.


30

Menurut Notoatmodjo (2007) ada berbagai macam perubahan

perilaku masyarakat yaitu:

a) Perubahan Alamiah (Natural Change): Perubahan itu sendiri

disebabkan oleh kejadian yang alamiah.

b) Perubahan Terencana (Plannied Change): Perubahan itu terjadi karena

memang direncanakan sendiri oleh subyek.

c) Kesediaan Untuk Berubah (Readdinnes to Change): Sebagian orang

sangat cepat untuk menerima inovasi atau perubahan tersebut, tetapi

sebagianorang lagi sangat lambat untuk menerima inovasi atau

perubahan tersebut. Hal ini disebabkan setiap orang mempunyai

kesedian untuk berubah yang berbeda-beda.

Jika menelaah dari ketiga faktor tersebut maka nampak proses

perubahan sangat berhubungan dengan faktor-faktor sebagai berikut:

1) Kepercayaan terhadap kesehatan dengan dimensi

pembentukan(determinan) adalah pengetahuan dan sikap. Kedua

dimensi ini berkaitan erat dengan karakteristik demografis individu.

2) Kemampuan mendapatkan informasi, kemudahan mendapatkan

pelayanan serta ketersedian alat dan bahan dalam melakukan

pencegahan.

Klasifikasi perilaku yang berhubungan dengan kesehatan (Health

related behavior) menurut Becker (1979 dikutip dari

Notoadmodjo,2003;36) sebagai berikut:


31

1) Perilaku kesehatan yaitu tindakan seseorang dalam memelihara dan

meningkatkan kesehatannya.

2) Perilaku sakit yakni segala tindakan seseorang yang merasa sakituntuk

merasakan dan mengenal keadaankesehatannya termasuk juga

pengetahuan individual untuk mengidentifikasi penyakit serta

mencegah penyakit tersebut.

3) Perilaku peran sakit yakni segala segala tindakan seseorang yang

sedang sakit untuk memperoleh kesembuhan.

Perilaku terhadap sakit dan penyakit dengan sendirinya sesuai

dengan tingkat-tingkat pencegahan penyakit yakni:

1) Perilaku sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan

(health promotion behavior)

2) Perilaku pencegahan (health prevention behavior) adalah respon untuk

melakukan pencegahan penyakit misalnya tidur memakai kelambu

untuk mencegah gigitan nyamuk Aedesaegypti.

3) Perilaku sehubungan dengan pencarian pengobatan yaitu perilaku

untuk melakukan atau mencari (health seeking behavior) pengobatan

misalnya ke fasilitas kesehatan.

4) Perilaku sehubungan dengan pemulihan kesehatan (health

rehabilitation) yaitu perilaku yang berhubungan dengan usaha

pemulihan kesehatan setelah sembuh dari suatu penyakit.


32

D. Kerangka konsep

Variabel independen Variabel Dependen

pengetahuan
Pencegahan DBD

lingkungan

perilaku

Keterangan :

: Variabel Independen

: Variabel dependent

: Variabel yang diteliti

E. Defenisi Operasional dan Kriteria Obyektif

1. Variabel independen pengetahuan.

Yang dimaksud pengetahuan pada penelitian ini adalah pengetahuan

masyarakat tentang 3M tentang pencegahan DBD dengan cara 3M.

Instrument pengetahuan berbentuk kuesioner dengan5 pertanyaan.

Responden menjawab benar diberi skor 1, salah di beri skor 0.

Kriteria Obyektif:

a. Baik : bila nilai jawaban responden ≥ 50%

b. Kurang : bila nilai jawaban responden ¿50%


33
34

2. Variabel independen lingkungan.

Yang dimaksud dengan lingkungan dalam penelitian ini adalah

lingkungan di sekitar tempat tinggal keluarga atau masyarakat yang diukur

melalui kuesioner dengan pertanyaan yang terdiri dari pernyataan positif

dan negatif.

Kriteria obyektif:

a. Baik : bila nilai jawaban responden ≥ 50%

b. kurang : bila nilai jawaban responden <50%

3. Variabel independen perilaku.

Yang dimaksudkan dengan perilaku dalam penelitian ini adalah

perilaku keluarga tentang 3M adalah sesuatu yang telah dilakukan

keluarga sehubungan dengan pengetahuan dan sikap tentang 3M.

Kriteria Obyektif:

a. Baik : Bila nilai jawaban responden ≥ 50%

b. Kurang : Bila nilai jawaban responden < 50%

F. Hipotesa Penelitian

Hipotesa merupakan jawaban sementara atas pertanyaan peneliti yang

telah dirumuskan (Alinul, 2008: 35).

Hipotesis Alternatif :

a. Ada hubungan antara pengetahuan masyarakat terhadap pencegahan

penyakit DBD di Kelurahan Parang Tambung Kecamatan Tamalate Kota

Makassar.
35

b. Ada hubungan antara lingkunganmasyarakat terhadap pencegahan

penyakit DBD di Kelurahan Parang Tambung Kecamatan Tamalate Kota

Makassar.

c. Ada hubungan antara perilaku masyarakat terhadap pencegahan penyakit

DBD di Kelurahan Parang Tambung Kecamatan Tamalate Kota

Makassar.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian dan Pendekatan

Penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif dengan

menggunakanpendekatan(Cross sectional) yaitu untuk mendapatkan faktor

yang berhubungan Terhadap Pencegahan Penyakit DBD Pada Masyarakat di

Kelurahan Parang Tambung Kecamatan Tamalate Kota Makassar.

B. Populasi, Sampel dan Sampling

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau

subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannya. (A.AzizAlimulHidayat, 2011;60).

Populasi dalam penelitian ini adalah semua penderita yang pernah

atau sedang menderita penyakit DBD tahun 2014 sebanyak 20 orang.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan obyek

yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi. (Wasis, 2008;45).

Yaitu seluruh masyarakat diKelurahan Parang Tambung Kec.Tamalate

Kota Makassar yakni sebanyak 20 orang.

36
37

3. Sampling

Sampling merupakan suatu proses dalam menyeleksi sampel.

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel dari populasi

yang ada dengan menggunakan tehnik TotalSampling.

Adapun tehnik pengambilan sampel yang akan digunakan oleh

penulis Total sampling.Total sampling adalah pengambilan sample sesuai

dengan jumlah populasi (SoekidjoNotoatmodjo,2005;85).

C. Waktu Penelitian dan Lokasi Penelitian

1. Waktu

Rencana waktu penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juni2014.

2. Tempat

Penelitian ini akandilaksakandi Kelurahan Parang Tambung

Kecamatan Tamalate Kota Makassar.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner atau

angket (dalambentuk pelayanan tertutup)wawancara,observasi,dokumentasi,

evaluasi.Angket ini diberikan kepadaMasyarakatdi Kelurahan Parang

Tambung Kecamatan Tamalate Kota Makassar. Pertanyaan responden akan

diukur dengan menggunakan skala Guttman ya dan tidak. Penilaian ya

nilainya 1 (satu), dan tidak nilainya 0 (nol).


38

E. Cara Pengumpulan Data

1. Data Primer

Data diperoleh melalui wawancara dan observasi langsung pada

masyarakat yang berada dilokasi penelitian dengan menggunakan

kuesioner yang telah disiapkan oleh peneliti.

2. Data Sekunder

Data diperoleh dari data daftar penderita DBD Di Puskesmas

Tamalate Kelurahan Parang Tambung Kecamatan Tamalate Kota

Makassar.Penelitian ini akan di laksanakan setelah mendapatkan

rekomendasi dari SekolahTinggiIlmuKeperawatan Gunung Sari

Makassar dan seizin Kepala Puskesmas Tamalate Kota Makassar.

F. Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan secara manual melalui tahap-tahap sebagai

berikut :

1. Editing

Editing dilakukan untuk meneliti setiap daftar pertanyaan yang

sudah diisi.Editing meliputi kelengkapan pengisian, kesalahan pengisian,

dan konsistensi dari setiap jawaban.

2. Coding

Dilakukan untuk memudahkan dalam pengolahan data, semua

jawaban atau data perlu disederhanakan yaitu dengan simbol-simbol

tertentu untuk setiap jawaban (pengkodean).


39

3. Tabulasi Data

Setelah selesai pembuatan kode selanjutnya dengan pengolahan

data kedalam suatu tabel menurut sifat-sifat dimiliki yang sesuai dengan

tujuan penelitian.

G. Analisis Data

Analisis data dilakukan dalam bentuk :Analisis Univariat. Dan

bivariat Pada tahap ini variabel dianalisis dalam bentuk diskusi

frekuensipresentase melalui karakteristik responden dan karakteristik variabel

yang diteliti.

H. Etika Penelitian

1. Informed Consent ( lembar persetujuan)

Merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden

penelitian dengan memberikan lembar persetujuan.Jika objek bersedia,

maka wajib menandatangani lembar persetujuan dan jika objek tidak

bersedia maka peneliti harus menghormati hak responden tersebut.

2. Anonymity (tanpa nama)

Untuk privacy responden, maka pada lembar kuesioner yang di isi

tidak dicantumkan nama tetapi dicantumkan kode tertentu.

3. Confidentiality (kerahasiaan)

Semua informasi yang telah di kumpulkan dijamin kerahasiaannya

oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang dilaporkan pada hasil

penelitian
40

Anda mungkin juga menyukai