Askep Komunitas Ii DBD New
Askep Komunitas Ii DBD New
Askep Komunitas Ii DBD New
Disusun Oleh:
Kelompok :
KATA PENGANTAR
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
DBD merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang
penularanya dari satu penderita ke penderita lain disebarkan oleh nyamuk aedes aegypti.
Oleh karena itu langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah penyebaran DBD adalah
dengan memotong siklus penyebaran nya dengan memberantas nyamuk tersebut. Salah
satu cara untuk memberantas nyamuka edes aegypti adalah dengan melakukan fogging.
Selain itu jga dapat dilakukan pemberantasan sarang nyamuk ( PSN ) dan abatisasi untuk
memberantas jentik nyamuk.
Berbagai upaya pengendalian penyakit demam berdarah dengue ( DBD ) telah
dilaksanakan meliputi promosi kesehatan tentang pemberantasan sarang nyamuk, pencegahan dan
penanggulangan faktor resiko serta kerjasama lintas program dan lintas sektor terkait sampai
dengan tingkat desa/ kelurahan untuk pemberantasan sarang nyamuk masalah utama dalam
menekan angka DBD adalah belum optimalnya upaya pergerakan peran serta masyarakat dalam
pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah dengue. Oleh karena itu partisipasi masyarakat
dalam pemberantasan sarang nyamuk DBD perlu ditingkatkan antara lain pemeriksaan jentik secara
berkala dan berkesinambungan serta menggerakan masyarakat dalam pemberantasan sarang
nyamuk.
Penyebaran DBD sangat mudah dan dapat menjadi wabah di suatu lingkungan tertentu.
Demam berdarah dengue tersebar diwilayah Asia tenggara, Pasifik barat dan Karibia. Indonesia
merupakan wilayah endemis dengan sebaran diseluruh wilayah tanah air. Insiden DBD di Indonesia
antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk. Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vector
nyamuk genus Aedes. Peningkatan kasus tiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi lingkungan dan
tempat perindukan bagi nyamuk betina yaitu di bejana yang berisi air jernih. Penyakit demam
berdarah dengue merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang cenderung
meningkat jumlah penderita dan penyebarannya yang sejalan dengan arus transfortasi dan
kepadatan penduduk. Data dari Depkes RI tahun 2010 mencantumkan peningkatan jumlah kasus
DBD, pada tahun 2008 137.469 kasus menjadi 158.912 kasus pada tahun 2009 dan sekitar 140.000
kasus di Indonesia pada tahun 2010. Peningkatan dan penyebaran kasus DBD tersebut
kemungkinan disebabkan oleh mobilitas penduduk yang tinggi, perkembangan wilayah perkotaan,
perubahan iklim, perubahan kepadatan dan distribusi penduduk serta faktor epidemiologi lainnya
yang masih memerlukan penelitian lebih lanjut (Kementerian Kesehatan RI, 2010).
Jakarta merupakan kota ke-dua setelah Bali yang menyumbang angka kejadian DBD
tertinggi di Indonesia. Intensitas hujan serta cuaca yang tak menentu di wilayah DKI Jakarta,
menyebabkan tingginya angka potensi gangguan kesehatan bagi masyarakat, terutama penyakit
Demam Berdarah Dangue (DBD). Kepala Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur, Safarudin
mengungkapkan, hingga pertengahan Februari 2013, telah mendapat laporan dari rumah sakit
bahwa terdapat 433 pasien DBD di Jakarta Timur. Dua pasien di antaranya diketahui meninggal
dunia. Jumlah tersebut melonjak lebih dari 20 persen dari periode yang sama pada tahun 2012 lalu,
yakni sebanyak 355 pasien. (Compas.com, 26 Februari 2013). Berdasarkan incidence rate secara
nasional, Provinsi DKI Jakarta berada di peringkat kedua setelah Provinsi Bali. Incidence rate DBD
di DKI Jakarta sebesar 202,4 per 100.000 penduduk atau jauh dari target, yakni kurang dari 150
per 100.000 penduduk. Namun, dilihat dari jumlah kasus, DKI Jakarta lebih tinggi. Pada tahun
2010, jumlah kasus di DKI Jakarta mencapai 18.006 dan kasus ditemukan hampir di seluruh
wilayah.
Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan kasus DBD yaitu perkembangan wilayah
perkotaan, peningkatan mobilitas, kepadatan penduduk, perubahan iklim, kurangnya peran serta
masyarakat, dan termasuk lemahnya upaya program pengendalian DBD, sehingga upaya program
pengendalian DBD perlu lebih mendapat perhatian terutama pada tingkat Kabupaten/Kota dan
Puskesmas (Kementerian Kesehatan RI, 2010). Peran serta masyarakat dalam upaya
penanggulangan DBD menjadi fakor penting dalam penularan DBD. Peran serta masyarakat dapat
meningkatkan peran dan kemandirian masyarakat dalam bidang kesehatan. Sehingga dapat
meningkatkan pengetahuan dan derajat kesehatan masyarakat. Upaya pemberantasan DBD salah
satunya dengan pengendalian vektor melalui surveilans vektor diatur dalam Kepmenkes No.581
tahun 1992, bahwa kegiatan PSN dilakukan secara periodik oleh masyarakat yang dikoordinir oleh
RT/RW dalam bentuk Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan pesan inti 3M Plus.
Keberhasilan kegiatan PSN antara lain dapat diukur pada keberadaan vektor yaitu dengan
mengukur Angka Bebas Jentik (ABJ). Apabila ABJ lebih atau sama dengan 95% diharapkan
penularan DBD dapat dicegah atau dikurangi (Kementerian Kesehatan RI, 2010). Kegiatan
mengukur keberadaan vektor dilakukan oleh peran serta masyarakat yang telah dikoordinir oleh
RT/RW dan tenaga kesehatan yang telah dilantik menjadi kader.
B. Rumusan Masalah
1. Konsep penyakit DBD
2. Pengkajian Keperawatan Komunitas pada penyakit DBD
3. Asuhan Keperawatan Komunitas pada penyakit DBD
C. Tujuan
1. Mengetahui konsep penyakit DBD
2. Mengetahui pengkajian keperawatan komunitas pada penyakit DBD
3. Mengetahui asuhan keperawatan komunitas pada penyakit DBD
BAB II
PEMBAHASAN
Iklim di indonesia ditentukan oleh letak geografisnya yang diapit oleh benua eurasian di sebelah utara dan
benua Australia di sebelah Selatan. Selain itu dibatasi juga oleh samudra Pasifik di sebelah timur dan
samudera Hindia di sebelah Barat, sehingga sangat berperan pentig dalam variabilitas dari iklim di
Indonesia. Iklim dan cuaca juga memiliki peranan yang penting baik secara langsung maupun tidak
langsung terhadap penyebaran, pemencaran dan perilaku serangga. Salah satu dari serangga adalah Aedes
Agepty. Sehingga iklim dan cuaca berpengaruh terhadap penyebaran / distribusi penyakit DBD.
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis, dari seluruh
dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya.
Terhitung sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara
Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara. Penyakit DBD sampai saat ini
masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia, karena jumlah
penderita dan luas daerah penyebarannya semakin bertambah seiring dengan meningkatnya mobilitas dan
kepadatan penduduk (Kementerian Kesehatan RI, 2010). Demam berdarah dengue tersebar diwilayah.
- Faktor lingkungan
Factor lingkungan diklasifikasikan menjadi lingkungan fisik, lingkungan kimia, lingkungan
biologi dan lingkungan social ekonomi.
1) Lingkungan fisik Lingkungan fisik mencakup keadaa iklim yang terdiri dari curah hujan,
suhu udara, kelembaban udara sehingga nyamuk sangat rentan terhadap kelembaban
rendah. Spesies nyamuk yang mempunyai habitat hutan lebih rentan terhadap perubahan
kelembaban daripada spesies yang mempunyai habitat iklim kering (Sukowati,2004).
2) Sinar matahari Pada umumnya sinar matahari berpengaruh terhadap aktivitas nyamuk
dalam mencari makan dan beristirahat. Spesien nyamuk mempunyai variasi dalam pilihan
intensitas cahaya untuk aktivitas terbang, menggigit dan pilihan tempat istirahat (sukowati,
2004).
3) Angin Kecepatan angin secara tidak langsung mempengaruhi suhu udara. Sedangkan
pengaruh langsung dari kecepatan angin yaitu kemampuan terbang. Apabila kecepatan
angin 11-14 m/ detik akan menghambat aktivitas terbang nyamuk (Vanleeuwen,1999).
Nyamuk aedes aegepty mempunyai jarak terbang yang paling efektif 50-100 mil atau 81-
161 Km (Brown,1983).
4) Lingkungan kimia Air adalah materi yang sangat penting dalam kehidupan. Air
merupakan habitat nyamuk pradewasa dan berperan penting dalam proses
perkembangbiakan nyamuk. Penyakit dapat dipengaruhi oleh perubahan penyediaan air.
Salah satu diantaranya adalah infeksi yang ditularkan oleh serangga yang bergantung pada
air seperti aedes aegepty dapat berkembang biak pada air denagn PH normal 6,5 – 9
(Sudrajat,1990)
5) Lingkungan biologi Lingkungan biologi berpengaruh terhadap risiko penularan penyakit
menular. Hal yang berpengaruh antara lain jenis parasit, ststus kekebalan tubuh penduduk,
jenis dan populasi serta potensi vector dana adanya predator dan populasi hewan yang ada
(Sukowati,2004).
6) Lingkungan social ekonomi Secara umum faktor yang berkaitan dengan lingkungan social
ekonomi adalah :
a) Kepadatan penduduk akan mempengaruhi terhadap ketersediaan makanan dan
kemudahan dalam penyebaan penyakit
b) Kehidupan social seperti perkumpulan olahearaga, fasilitas kesehatan, fasilitas
pendidikan, fasilitas ibadah dan lain sebagaianya c) Stratifikasi social berdasarakan
tingkat pendidikan, pekerjaan, etnis dan sebagaianya
c) Kemiskinan, biasanya berkairtan dengan malnutrisi, fasilitas sanitasi yang tidak
memadai yang secara langsung merupakan factor peninjang dalam proses penyebaran
penyakit menular
d) Keberadaan dan ketersediaan fasilitas kesehatan.
A. Definisi
Penyakit demam berdarah dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
dengue yang ditularkan kepada manusia melalui ggitan nyamuk aedes aegypti dan aedes
albocpictus ( Kemenkes RI, 2017 )
Demam berdarah dengue ( DHF ) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh pendrita melalui
gigitan nyamuk aedes aegypti.
Demam berdarah dengue adalah penyakit yang terdapat pada anak-anak dan
dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi disertai leukopenia, dengan atau
tanpa tanda ruam dan limfadenopati.
B. Etiologi
Penyebab penyakit dengue hemoragic fever ( DHF ) atau demam berdarah adalah
virus dengue. Virus ini tergolong dalam family/ suku/ grup flaviviridae yang dikenal ada 4
serotipe yaitu dengue 1, dengue 2 , dengue 3 dan dengue 4 yang ditularkan melalui vektor
nyamuk aedes aegypti. Infeksi dengan salah satu serotype akan menimbulkan antibody
seumur hidup terhadap serotype yang bersangkutan. Tetapi tidak ada perlindungan
terhadap serotype lain.
C. Patofisiologi
Virus dengue yang telah masuk ke tubuh penderita akan menimbulkan viremia. Hal
tersebut menyebabkan pengaktifan komplement sehingga terjadi komplek imun Antibodi – virus.
Pengaktifan tersebut akan membentuk dan melepaskan zat (3a, C5a, bradikinin, serotinin, trombin,
Histamin), yang akan merangsang PGE2 di Hipotalamus sehingga terjadi termoregulasi instabil
yaitu hipertermia yang akan meningkatkan reabsorbsi Na+ dan air sehingga terjadi hipovolemi.
Hipovolemi juga dapat disebabkan peningkatkan permeabilitas dinding pembuluh darah
menyebabkan kebocoran palsma. Adanya komplek imun antibodi – virus juga menimbulkan
Agregasi trombosit sehingga terjadi gangguan fungsi trombosit, trombositopeni, coagulopati.
Ketiga hal tersebut menyebabkan perdarahan berlebihan yang jika berlanjut terjadi shock dan jika
shock tidak teratasi terjadi Hipoxia jaringan dan akhirnya terjadi Asidosis metabolik. Asidosis
metabolik juga disebabkan karena kebocoran plasma yang akhirnya tejadi perlemahan sirkulasi
sistemik sehingga perfusi jaringan menurun jika tidak teratasi terjadi hipoxia jaringan. Masa virus
dengue inkubasi 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari. Virus hanya dapat hidup dalam sel yang hidup,
sehingga harus bersaing dengan sel manusia terutama dalam kebutuhan protein. Persaingan tersebut
sangat tergantung pada daya tahan tubuh manusia sebagai reaksi terhadap infeksi dan terjadi : (1)
aktivasi sistem komplemen sehingga dikeluarkan zat anafilaktosin yang menyebabkan peningkatan
permiabilitas kapiler sehingga terjadi perembesan plasma dari ruang intravaskular ke
ekstravaskular, (2) agregasi trombosit menurun, apabila kelainan ini berlanjut akan menyebabkan
kelainan fungsi trombosit sebagai akibatnya akan terjadi mobilisasi sel trombosit muda dari
sumsum tulang dan (3) kerusakan sel endotel pembuluh darah akan merangsang atau mengaktivasi
faktor pembekuan. Ketiga faktor tersebut akan menyebabkan (1) peningkatan permiabilitas kapiler;
(2) kelainan hemostasis, yang disebabkan oleh vaskulopati; trombositopenia; dan
kuagulopati.(Arief Mansjoer &Suprohaita; 2000; 419)
Perubahan patofisiologi pada DBD yang sudah diketahui antara lain perubahan pada
vaskuler, trombosit, koagulasi dan imunologi. Pada perubahan vaskuler terjadi kerapuhan
pembuluh darah dan kenaikan permeabilitas kapiler. Trombosit pada fase awal penyakit akan
terjadi gangguan fungsi, kemudian menyusul trombositopenia, gangguan agregasi, penurunan
betathromboglobulin, kenaikan PF4 dan umurnya memendek. Koagulopati yang terjadi berupa
penurunan sejumlah faktor koagulasi, dan terjadi pula koagulasi intravaskuler. Perubahan
imunologi seluler dan humoral antara lain munculnya leukopenia, aneosinofilia, limfosit plasma
biru, penurunan limfosit –T dan kenaikan limfosit-B, peningkatan imunoglobulin dan komplek
imun. Saat ini terdapat banyak teori patogenesis DHF yang menunjukkan belum jelas patogenesis
yang sesungguhnya. Patogenesis tersebut antara lain infeksi sekunder yang berturutan dengan tipe
virus yang lain, yang ada hubungannya dengan ADE, IgM dan makrofag, teori virulensi virus, teori
trombosit-endotel, dan teori mediator. Vaskulopati ditandai dengan terjadinya kerapuhan pembuluh
darah dan peninggian permeabilitas kapiler. Kerapuhan pembuluh darah dibuktikan dengan uji
tourniquet atau Rumpel Leede atau uji Hess. Uji ini mungkin positif meskipun waktu perdarahan
normal. Permeabilitas kapiler yang meningkat menyebabkan protein plasma dan cairan dari
intravaskuler bocor ke ektravaskuler. Hal tersebut terbukti dengan timbulnya hemokonsentrasi,
efusi pleura, ascites, edema, hipoproteinemia terutama hipoalbuminemia. Biopsi pada bercak
merah di kulit menunjukkan adanya edema perivaskuler pada mikrovaskulatur terminal di daerah
papila kulit, dengan infiltrasi limfosit dan monosit. Di daerah ini dapat ditemukan antigen dengue,
deposit kompolemen, imunoglobulin dan fibrinogen. Pada fase awal timbul vaskulopati dan
disfungsi trombosit, selanjutnya muncul trombositopenia. Fungsi trombosit yang terganggu berupa
penurunan agregasi, kenaikan platelet faetor 4 (PF4) dan penurunan betathromboglobulin (BTG)
disertai memendeknya umur trombosit. Agregasi trombosit dihambat oleh adanya kompleks imun
yang terdiri atas antigen virus dengue dengan antiodi anti dengue di dalam plasma atau dihambat
oleh
fibrinogen degradation product (FDP). Trombositopeni pada DHF dapat disebabkan karena
adanya komplek imun di permukaan trombosit. Komplek imun tersebut akan menyebabkan
rusaknya trombosit yang kemudian akan diambil hati dan lien. Trombositopeni dapat juga terjadi
karena depresi sumsum tulang dan konsumsi yang berlebihan di sirkulasi. Koagulopati dibuktikan
dengan adanya penurunan faktor fibrinogen, faktor V, VII, VIII, X dan XII. Pada DHF fase akut
terjadi koagulasi intravaskuler dan fibrinolisis. Telah dibuktikan adanya pemanjangan partial
thromboplastin time (PTT), perpanjangan thrombin time, penurunan fibrinogen dan kenaikan FDP
hersama-sama dengan penurunan antithrombin IIi, alfa-2 antiplasminogen. Koagulasi intravaskuler
ini terutama pada DSS. Perubahan imunologik pada DHF terdiri atas perubahan imunologik
humoral dan seluler. Perubahan humoral dapat dibuktikan dengan terbentuknya antibodi IgG yang
dipakai sebagai dasar uji haemaglitinasi inhibition (HI) dan Dengue Blot, dan IgM yang pada
umumnya dideteksi dengan IgM Elisa Capture. Selain komplek imun IgG dan IgM, juga ada
komplek imun IgA dan IgE. Perubahan imunologik seluler adalah terjadinya leukopeni pada fase
akut disertai aneosinofili, kenaikan monosit dan basofili. Limfosit-T menurun dan limfosit-B
meningkat pada fase akut.
D. Manifestasi klinis
a. Demam tinggi secara mendadak 2-7 hari ( 38-40 derajat celcius )
b. Pada pemeriksaan uji torniquet, tampak adanya puspura perdarahan
c. Perdarahan pada hidung dan gusi
d. Mual muntah
e. Sakit kepala
f. Demam yang dirasakan menyebabkan keluhan pegal atau sakit persendian
g. Munculnya bintik-bintik merah akibat pecahnya pembuluh darah
E. Komplikasi
a. Perdarahan
b. Kegagalan sirkulasi
c. Hepatomegali
d. Efusi pleura
F. Penatalaksanaan
a. Tirah baring
b. Pemberian makan lunak
c. Minum banyak ( 2-2,5 liter / 24 jam )
d. Monitor adanya tanda-tanda renjatan
e. Monitor tanda-tanda vital
G. Pencegahan
Langkah-langkah Pencegahan dan Pengendalian Program pencegahan dan pengendalian
dilakukan dengan melakukan manajemen lingkungan mencakup semua perubahan yang
dapat mencegah atau meminimalkan perkembangbiakan vector, sehingga kontak antara
manusia dan vector berkurang.
a) Modifikasi lingkungan
Perbaikan persediaan air.
Tanki atau reservoir di atas atau bawah tanah anti nyamuk.
b) Manipulasi lingkungan
Drainase instalasi persediaan air
Penyimpanan air rumah tangga
Pot/vas bunga dan jebakan semut
Bagian luar bangunan
Keharusan menyimpan air untuk pemadaman kebakaran
Pembuangan sampah padat
Pengisian rongga pada pagar
Botol kaca dan kaleng
c) Perlindungan Diri
Pakaian pelindung
Tikar, obat nyamuk bakar dan aerosol
Penolak serangga
Insektisida untuk kelambu dan gorden
d) Pengendalian Biologis
Ikan pemakan larva
Bakteri penghasil endotoksin
Siklopoids/sejenis udang-udangan
Perangkap telur autosidal/ perangkap telur pembunuh
e) Pengendalian Kimiawi
Pemberian Larvasida kimiawi
Pengasapan wilayah
4. ANGKET PENGKAJIAN KOMUNITAS BERBASIS KELUARGA
Petunjuk Pengisian:
1. Pertanyaan mohon diisi sesuai dengan pengetahuan dan kondisi keluarga dengan memberikan tanda
cek (√ ) pada kotak jawaban yang telah tersedia
2. Jawaban dapat lebih dari satu (*)
3. Jawaban yang diberikan tidak akan menyebabkan kerugian apapun dan akan dijamin
kerahasiaannya.
4. Jika ingin mengubah jawaban pilihan, keluarga dapat mencoret jawaban dengan tanda sama dengan
( = ) pada jawaban yang akan diganti.
Contoh pengisian :
Anggota keluarga yang sakit pada pada saat ini :
□ Tidak ada
□ Ada, sebutkan (siapa dan sakit yang diderita) Anak balita, Diare
A. DEMOGRAFI KELUARGA
Nama KK :
Umur :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Suku :
Agama :
Alamat :
Komposisi keluarga
21. Penyakit yang diderita bayi/ Balita pada 3 (tiga) bulan terakhir :
□ Tidak ada
□ Panas
□ Panas, Batuk, Pilek
□ Diare/ mencret
□ Sakit kulit
□ Kurang gizi
□ Lain-lain, sebutkan..................................................................
22. Jenis makanan (selain ASI dan susu) yang di konsumsi bayi/ Balita saat ini
□ Tidak ada
□ Biskuit/ Roti, buah
□ Biskuit/ Roti, Nasi Tim/ nasi lunak, buah
□ Nasi biasa, buah
23. Pengolahan makanan mentah sebelum diberikan untuk bayi/ Balita
□ Dicuci dahulu baru di potong dan dimasak sampai lunak
□ Dicuci dahulu baru di potong dan dimasak tetapi tidak sampai lunak benar
□ Dipotong dahulu baru dicuci dan di masak sampai lunak
□ Dipotong dahulu baru di cuci dan dimasak tetapi tidak sampai lunak benar
24. Bayi/ Balita diberikan imunisasi lengkap sesuai usia
□ Tidak, sebutkan alasannya…………………………………………..
□ Ya
25. Bayi/ Balita dibawa ke Posyandu/ pelayanan kesehatan secara rutin (1 bulan sekali)
□ Tidak, sebutkan alasanya…………………………………….
□ Ya
26. Adakah bayi dan Balita mempunyai KMS
□ Ya
□ Tidak
27. Informasi kesehatan tentang bayi/ Balita yang dibutuhkan saat ini
□ Tidak ada
□ Pentingnya imunisasi bagi bayi/ Balita
□ Cara menyusui yang benar pada bayi
□ Cara menstimulasi tumbuh kembang bayi/ Balita
□ Cara mengatasi bayi/ balita kurang gizi
□ Cara mengatasi penyakit umum pada bayi/ balita (ISPA, diare, dll)
28. Penyakit yang pernah diderita oleh anak sekolah dalam keluarga
□ Tidak ada
□ Panas
□ Panas, Batuk, Pilek
□ Diare/ mencret
□ Sakit gigi
□ Sakit kulit (korengan/ gatal-gatal,dll)
□ Kurang gizi/ tidak mau makan
□ Lain-lain, sebutkan....................................................
C. 4 KESEHATAN REMAJA
42. Kebiasaan orang dewasa/ Lansia dalam keluarga yang tidak sehat
□ Tidak ada
□ Merokok/ Ngopi
□ Minum obat sembarangan
□ Makan tidak teratur
□ Kurang istirahat (< 6 jam sehari)
□ Lain-lain, sebutkan............................
43. Keluhan yang biasanya dialami :
□ Tidak ada
□ Dada berdebar-debar, nyeri dada (jantung)
□ Sakit kepala/ tengkuk, sulit tidur, mudah marah (hipertensi)
□ Nyeri ulu hati, mual dan tidak nafsu makan (gastritis)
□ Mudah lapar, sering minum dan buang air kecil (DM)
□ Sakit pinggang, punggung, sendi kaki/ tangan (rematik)
□ Mudah lelah, pusing, kurang tenaga (anemia)
□ Lain-lain, sebutkan...........................................................
44. Kegiatan rutin yang dilakukan di dalam rumah
□ Tidak ada
□ Membersihkan rumah
□ Memasak/ mengasuh anak atau cucu
□ Lain-lain, sebutkan...............................................
45. Kegiatan rutin yang dilakukan di luar rumah
□ Tidak ada
□ Bekerja
□ Pengajian
□ Olahraga
□ Lain-lain, sebutkan...................................
46. Jenis makanan yang disediakan untuk Lansia
□ Sama dengan makanan seluruh anggota keluarga
□ Tidak semuanya sama dengan makanan anggota keluarga lainnya
□ Berbeda dengan makanan anggota keluarga lainnya
47. Kebiasaan minum susu pada lansia
□ Tidak pernah
□ Pernah, sekali-kali
□ Sering/ hampir tiap hari
48. Kebiasaan memeriksakan kesehatan secara rutin (minimal 1 bulan sekali)
□ Tidak , alasannya……………………….
□ Ya
49. Kebiasaan makan secara teratur (pada saat survei)
□ Tidak pernah
□ Pernah, tetapi tidak rutin
□ Rutin
D. KESEHATAN LINGKUNGAN
50. Pengelolaan sampah
□ Dibuat kompos
□ Dibakar
□ Dibuang terbuka
□ Dibuang ke tong sampah
□ Ditimbun
□ Dibuang ke sungai / parit/ got
51. Keadaan rumah
□ Pencahayaan cukup
□ Ventilasi cukup
□ Ruangan tidak lembab
□ Cahaya matahari masuk rumah
52. Kebiasaan menggantung pakaian
□ Tidak pernah
□ Kadang-kadang
□ Sering/setiap hari
53. Kebiasaan membuka jendela pada pagi hari
□ Tidak pernah
□ Kadang-kadang
□ Sering/ setiap hari
54. Kebiasaan membersihkan bak mandi atau tempat penampungan air
□ Tidak pernah
□ Seminggu 1 kali
□ Seminggu 2 – 3 kali
□ > 2 minggu sekali
55. Keadaan halaman rumah
□ Tidak ada tanaman apa-apa (rumput/ ilalang)
□ Ditanami tanaman obat
□ Ditanami kembang/ bunga
56. Sumber Air Minum
□ Membeli
□ Sungai/ kali/ Danau
□ Sumur Gali
□ Sumur Pompa Tangan (SPT)
57. Keadaan air minum yang digunakan
□ Keruh
□ Air berwarna, berasa, berbau
□ Tidak berbau, berwarna, berasa (jernih)
58. .Jenis Jamban yang dipakai keluarga sehari-hari
□ Sungai
□ Kakus Cemplung
□ Kakus leher angsa
□ Septik Tank
□ Menumpang, sebutkan jenisnya..............
59. Saluran Limbah/ pembuangan air kotor
□ Tidak ada
□ Ada dan Kedap Air
□ Air Limbah tergenang
□ Lain-lain, sebutkan........................
60. Kandang ternak
PANDUAN WAWANCARA
LEMBAR OBSERVASI
A. LINGKUNGAN FISIK
1. Kebersihan lingkungan masyarakat, pengelolaan sampah, pengelolaan ternak, pengelolaan SPAL,
polusi ?
2. Pemanfaatan halaman/ pekarangan rumah
3. Kondisi perumahan (tipe rumah, lantai, pencahayaan/ ventilasi, dll)
B. REKREASI
1. Sarana rekreasi yang ada di lingkungan masyarakat (jenis, jarak, biaya, dll)
2. Pemanfaatan sarana rekreasi oleh masyarakat
C. KOMUNIKASI DAN PENDIDIKAN
1. Sarana komunikasi dan pendidikan yang ada dimasyarakat (jenis, jumlah, jarak, dll)
2. Pemanfaatannya oleh masyarakat
D. PELAYANAN KESEHATAN DAN SOSIAL
1. Pelayanan kesehatan dan sosial yang ada di masyarakat
2. Media untuk menginformasikan kesehatan yang ada (poster, spanduk, dll)
3. Pemanfaatan oleh masyarakat
E. KEAMANAN, TRANSPORTASI DAN KEBIJAKAN POLITIK
1. Sarana transportasi yang terdapat di masyarakat (jenis, jumlah, dll)
2. Fasilitas pengamanan/ pencegahan bahaya yang ada di masyarakat
3. Kebijakan politik yang ada di masyarakat, dll
DATA SEKUNDER
A. KELURAHAN
1. Profil wilayah termasuk peta wilayah, demograsfi dan vital statistik (angka kematian, kelahiran,
perpindahan, dll)
2. Sumber yang ada di masyarakat : tenaga, sarana dan perlaatan yang dimilik serta potensi lainnya
B. PUSKESMAS/ YANKES YANG ADA
1. Pola penyakit terbanyak (10 penyakit)
2. Pola pemeriksaan kesehatan
3. Jenis pelayanan yang diberikan
4. Karakteristik pengguna pelayanan kesehatan
5. Pengkajian
PENGKAJIAN
1. Winshield Survey
Kelompok :X
1. Tingginya angka kejadian DBD di wilayah RT X RW X Desa X, berhubungan dengan prevalensi kejadian DBD tinggi, ada media
perkembangbiakan nyamuk, kelembaban lingkungan tinggi, dan lingkungan kurang sehat dimanifestasikan oleh 20% warga terkena
DBD / tahun, wabah DBD selalu datang saat musim hujan maupun pergantian musim, lingkungan perumahan dekat dengan persawahan,
banyak terdapat genangan air di sekitar rumah, lingkungan sekitar rumah warga basah dan lembab saat musim penghujan.
2. Rendahnya tingkat pengetahuan warga tentang kebersihan lingkungan di wilayah RT X Desa Bantulan, berhubungan dengan PHBS
rendah dimanifestasikan oleh tidak ada kegiatan kerja bakti rutin oleh warga RT X, kegiatan kerjabakti dilakukan jika ada laporan
warga yang terkena DBD
Keterangan :
A : ResikoTerjadi F : Sesuai dengan program Pemerintah I. Dana
B : Resiko Keparahan G. Tempat J. Fasilitas Kesehatan
C : Potensial untuk Pendkes H. Waktu K. Sumber daya
D : Minat Masyarakat E : Kemungkinan diatasi