LP Sol Anggrek

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III


DENGAN MASALAH SOL
DI RUANG ANGGREK RSUD PROF DR.W.Z.JOHANNES KUPANG

OLEH:

YOHANA JESICA DALIMAN YUBILIANTI,S.Tr.Kep


NIM: PO 5303211211567

Pembimbing Institusi Pembimbing Klinik

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES KUPANG


JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS AKT 03
TAHUN 2021/2022
TINJAUAN TEORITIS

1. Konsep Dasar
a. Pengertian

Space-occupying Lesion merupakan generalisasi masalah tentang ada lesi pada ruang

intracranial khususnya mengenai otak. Banyak penyebab yang dapat menimbulkan lesi

pada otak seperti kontusio serebri, hematoma, infark, abses otak dan tumor intracranial

karena cranium merupakan tempat yang kaku dengan volume yang terfiksasi maka lesi-

lesi ini akan meningkatkan tekanan intracranial. Suatu lesi yang meluas pertama

kali, komodasi dengan cara mengeluarkan cairan serebrospinal dari rongga

kranium. Akhirnya vena mengalami kompresi dan gangguan sirkulasi darah otak dan

cairan serebrospinal mulai timbul dan tekanan intracranial mulai naik. Kongesti venosa

menimbulkan peningkatan produksi dan penurunan absorpsi cairan serebrospinal

dan meningkatkan volume dan terjadi ke kembali hal-hal seperti di atas (Mardjono,

2018).

Space Occupying Lesion (SOL) merupakan lesi yang meluas atau menempati ruang dalam

otak termasuk tumor, hematoma, dan abses. Suatulesi yang meluas pertama

kali diakomodasi dengan cara mengeluarkan cairan cerebrospinal dari rongga cranium.

pada otak umumnya berhubungan dengan malignasi, namun dalam keadaan patologi lain

meliputi abses otak atau hematom. Adanya Space Occupying Lesion dalam otak akan

memberikan gambaran seperti tumor yang meliputi gejala umum yang berhubungan

dengan peningkatan tekanan intracranial, perubahan tingkah laku, false localizing sign,

serta true localizing sign. Tumor juga dapat menyebabkan infiltrasi dan kerusakan pada

struktur organ yang penting seperti terjadinya obstruksi pada aliran LCS yang

menyebabkan hidrosefalus atau menginduksi angiogenesis dan edema otak (Akhyar, 2018)
Space occupying lesion intrakranial (lesi desak ruang intrakranial) didefinisikan sebagai

neoplasma, jinak atau ganas, primer atau sekunder, serta setiap inflamasi yang berada di

dalam rongga tengkorak yang menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial dan

menempati ruang di dalam otak. Space occupying lesion intrakranial meliputi tumor,

hematoma, dan abses. (Ejaz Butt, 2015)

Menurut penulis Space Occupying Lession adalah Sebuah ruang lesi yang terdapat pada

bagian otak yang terjadi karena keganasan tetapi dapat juga disebabkan oleh patologi lain

seperti abses atau suatu hematoma.

b. Anatomi Fisiologi

Gambar 2.1 Pembentukan Cairan Serebrospinal

(Guyton, 2007)

Peningkatan tekanan intrakranial didefinisikan sebagai peningkatan tekanan dalam

rongga kranialis. Ruang intrakranial di tempati oleh darah dan cairan serebrospinal.

Setiap bagian menempati suatu volume tertentu yang menghasilkan suatu tekanan

intrakranial normal sebesar 50-200 mm H2O atau 4-15 mmHg. Ruang intrakranial adalah

suatu ruangan baku yang terisi penuh sesuai kapasitas nya dengan unsur yang tidak dapat

di tekan. Otak (1400 g), cairan serebrospinal (sekitar 75 ml). Peningkatan volume pada
salah satu dari ketiga unsur utama mengakibatkan desakan ruang yang di tempati oleh

unsur lain nya dan menaikan tekanan intrakranial (Price, 2005)

Pada keadaan fisiologis normal volume intrakranial selalu dipertahankan konstan dengan

tekanan intrakranial berkisar 10-15mmHg. Tekanan abnormal apabila tekanan diatas 20

mmHg dan diatas40 mmHg dikategorikan sebagai peninggian yang parah.

Penyebab peningkatan intrakranial adalah cedera otak yang di akibat kan trauma kepala.

Aneurisma intrakranial yang pecah dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial

secara mendadak sehingga mencapai 8 tingkatan tekanan darah arteri untuk sesaat.

Tingginya tekanan intrakranial paska pecah aneurisma sering kali diikuti dengan

meningkatnya kadar laktat cairan serebrospinal dan hal ini mengindikasi terjadinya suatu

iskemia serebri. Tumor otak yang makin membesar akan menyebabkan pergeseran CSS

dan darah perlahan-lahan (Satyanegara, 2010).

Gambar 2.2 Skema Proses Desak Ruang Yang menimbulkan Kompresi Pada Jaringan
Otak dan Pergeseran Struktur Tengah.
(Satyanegara, 2010)

c. Etiologi
Penyebab tumor masih sangat sedikit yang diketahui. Radiasi merupakan salah satu dari

factor penyebab timbulnya tumor otak. Trauma, infeksi, dan toksin belum dapat

dibuktikan sebagai penyebab timbulnya tumor otak tetapi bahan industri tertentu seperti

nitrosourea adalah krasinogen yang paten. Limfoma lebih sering terdapat pada mereka

yang mendapat imunosupesan seperti pada transplantasi ginjal. Sumsum tulang dan pada

AIDS

Faktor resiko space occupying lession:

1. Riwayat trauma kepala.

2. Faktor genetik

3. Paparan zat kimia yang bersifat karsinogenik

4. Virus tertentu

5. Defisiensi imunologi

6. Congenital (Ngatisyah, 2016)

d. Klasifikasi

Stadium tumor berdasarkan sistem TNM ( stadium TNM ). Terdiri dari 3 kategori, yaitu :

T ( tumor primer ), N ( nodul regional, metastase ke kelenjar limfe regional ) dan M

( metastase jauh ).

Kategori T :

Tx = syarat minimal menentukan indeks T tidak terpenuhi.

Tis = Tumor in situ.

T0 = Tidak ditemukan adanya tumor primer.

T1 = Tumor dengan f maksimal < 2 cm.

T2 = Tumor dengan f maksimal 2 – 5 cm.


T3 = Tumor dengan f maksimal > 5 cm.

T4 = Tumor invasi keluar organ.

Kategori N :

N0 = Nodul regional negative.

N1 = Nodul regional positif, mobile ( belum ada perletakan ).

N2 = Nodul regional positif, sudah ada perlekatan.

N3 = Nodul jukstregional atau bilateral.

Kategori M :

Mo = Tidak ada metastase organ jauh.

M1 = Ada metastase organ jauh.

M2 = Syarat minimal menentukan indeks M tidak terpenuhi.

Tumor otak dapat diklasifikasikan sebagai berikut menurut (Lionel Ginsberg, Neurologi

2003:117) yaitu :

1. Benigna umumnya ekstra aksial, yaitu tumbuh dari meningen, nervus kranialis, atau

struktur lain dan menyebabkan kompresi ekstrinsik pada substansi otak.

2. Maligna umumnya intra aksial yaitu berasal dari parenkim otak :

a) Primer umumnya berasal dari sel glia/neurobia ( glioma ) tumor ini diklasifikasikan

maligna karena sifat invasif lokal, metastasis ekstrakranial sangat jarang, dan

dikenali sebagai subtipe histologi dan derajat diferensiasi.

b) Sekunder metastasis dari tumor maligna dari bagian tubuh lainnya.

e. Manifestasi Klinis
Menurut lokasi tumor :

1. Lobus frontalis

Gangguan mental / gangguan kepribadian ringan : depresi, bingung, tingkahlaku aneh,

sulit memberi argumentasi / menilai salah atau benar, hemiparesis, ataksia dan

gangguan bicara.

2. Korteks presentalis poterior

Kelemahan / kelumpuhan pada otot-otot wajah, lidah dan jari.

3. Lobus parasentalis

Kelemahan ekstrimitas bawah.

4. Lobus oksipintalis

Kejang, gangguan penglihatan.

5. Lobus temporalis

Tinitus, halusinasi pendengaran, afasia senorik, kelumpuhan otot wajah.

6. Lobus parietalis

Hilang fungsi sensorik karotikalif, gangguan lokalisasi sensorik, gangguan

penglihatan.

7. Ceribulum

1) Nyeri kepala, gangguan motorik, hipotonia, hiperextrimitas, sendi.

2) Nyeri kepala berat pada pagi hari, makin bertambah bila batuk

membungkuk.

3) Kejang.

4) Tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial : pandangan kabur, mual, muntah,

penurunan fungsi pendengaran, perubahan TTV, afasia.


5) Perubahan kepribadian.

6) Gangguan memory.

7) Gangguan alam perasaan.

f. Patofisiologi

Tumor otak menyebabkan gangguan neurolagis. Gejala-gejala terjadi berurutan hal ini

menekankan pentingnya anamnesis dalam pemeriksaan klien. Gejala neurologik pada

tumor otak biasanya dianggap disebabkan oleh tumor dan tekanan intrakranial. Gangguan

vocal terjadi apabila penekanan pada jaringan otak dan infiltrasi / inovasi langsung pada

parenkim otak dengan kerusakan jaringan neuron.

Perubahan suplai darah akibat tekanan yang ditimbulkan tumor yang tumbuh

menyebabkan nekrosis jaringan otak. Gangguan suplai darah arteri pada umumnya

bermanifestasi sebagai kehilangan fungsi secara akut dan mungkin dapat dikacaukan

dengan gangguan cerebrovaskuler primer. Serangan kejang sebagai manifestasi

perubahan kepekaan neuro dihubungkan dengan kompersi invasi dan perubahan suplai

darah kejaringan otak. Peningkatan intrakranial dapat diakibatakan oleh beberapa factor :

bertambahnya masa dalam tengkorak , terbentuknya oedema sekitar tumor dan perubahan

sirkulasi serebrospinal. Pertumbuhan tumor akan menyebabkan bertambahnya massa

karena tumor akan mengambilkan ruang yang relatif dari ruang tengkorak yang kaku.

Tumor ganas menimbulkan odem dalam jaringan otak. Mekanisme belum sepenuhnya

dipahami namun diduga disebabkan selisih osmotik yang menyebabkan pendarahan.

Obstruksi vena oedema yang disebabkan kerusakan sawar darah otak semuanya

menimbulkan kenaikan volume inntrakranial. Observasi sirkulasi cairan serebrospinal

dari vantrikel laseral keruang sub arakhnoid menimbulkan hidrosephalus. Peningkatan


intrakranial akan membahayakan jiwa bila terjadi secara cepat akibat salah satu penyebab

yang telah dibicaraknan sebelumnya. Mekanisme kompensasi memrlukan waktu berhari-

hari / berbulan-bulan untuk menjadi efektif dan oleh karena itu tidak berguna bila apabila

tekanan intrakranial timbul cepat. Mekanisme kompensasi ini bekerja menurunkan

volume darah intrakranial, volume cairan cerborspinal, kandungan cairan intrasel dan

mengurangi sel-sel parenkim. Kenaikan tekanan yang tidak diobati mengakibatkan

herniasi ulkus/serebulum.herniasi timbul bila girus medalis lobus temporalis bergeser

keinterior melalui insisura tentorial oleh massa dalam hemister otak. Herniasi menekan

ensefalon menyebabkan kehilangan kesadaran dan menekan saraf ke tiga. Pada herniasi

serebulum tonsil sebelum bergeser kebawah melalui foramen magnum oleh suatu massa

poterior, ( Suddart, Brunner. 2001 )

WOC

Idiopatik
Tumor otak

Penekanan jaringan otak Bertambahnya massa

Invasi jaringan otak Nekrosis jar. otak Penyerapan cairan otak

Kerusakan jar. Neuron Gang. Hipoksia Obstruksi vena di otak


Suplai darah jaringan

Kejang Gang. Neurologis Gang. MK: Oedema


fokal Fungsi otak Ketidak
efektifan
Perfusi
Defisit Disorientasi jaringan
Peningkata Hidrosefalus
neurologis serebral
n TIK

 Aspirasi
MK: Resiko cidera
sekresi
 Obs. Jln
nafas
 Dispnea Bradikardi
Bradikardi progresif,
progresif, hipertensi Bicara
Bicaraterganggu,
terganggu, Hernialis
Hernialis
 Henti nafas sitemik, gang. pernafasan
hipertensi sitemik, gang. afasia
afasia ulkus
ulkus
 Perubahan
pola nafas pernafasan
Ancaman
kematian
Ancaman Gang. Komunikasi Menisefalon
kematian verbal tekanan
MK: Kecemasan
Pandangan kabur, Gangguan
pendengaran kurang, kepala kesadaran
Mual, muntah, sakit
kurang aktifitas

MK: (suddart, Bruner


Gangguan 2001)
MK: Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan nyaman nyeri
tubuh
g. Pemeriksaan penunjang

1) Pemeriksaan diagnostik

1. CT Scan ; memberi informasi spesifik mengenai jumlah, ukuran, kepadatan, jejas

tumor dan meluasnya odema cerebral serta memberi informasi tentang sistem

vaskuler

2. MRI ; membantu dalam mendeteksi tumor didalam batang otakdan daerah

hiposisis, dimana tulang menggangu dalam gambaran yang menggunakan CT

Scan

3. Biopsi Stereotaktik ; dapat mendiagnosa kedudukan tumor yang dalam dan untuk

memberi dasar pengobatan serta informasi prognosis.

4. Angiografi ; memberi gambaran pembuluh darahserebral dan letak tumor

5. Elektro ensefalografi ; mendeteksi gelombang otak abnormal pada daerah yang

ditempati tumor dan dapat memungkinkan untuk mengevaluasi lobus temporal

pada waktu kejang. (doengoes, 2004)

2) Pemeriksaan laboratorium

1. Spesimen darah bila ada indikasi kecurigaan ke arah penyakit sistemik sebagai

penyebab nyeri kepala.

2. Spesimen CSS bila ada indikasi kecurigaan pendarahan subarahnoidatau infeksi

susunan saraf pusat.

h. Penatalaksnaa Medis Dan Keperawatan

1) Penatalaksaan medis
1. Terapi antibiotik. Kombinasi antibiotik dengan antibiotik spektrum luas. Antibiotik

yang dipakai ;Penicilin, chlorampenicol (chloramyetin) dan nafacillen (unipen). Bila

telah diketahui bakteri anaerob, metrodiazelo (flagyl) juga dipakai.

2. Surgery ; aspirasi atau eksisi lengkap untuk evaluasi abses.

3. Untuk tumor primer jika memungkinkan dilakukan eksisi sempurna namun umumnya

sulit dilakukan sehingga dilakukan radioterapi dan kemoterapi, pada tumor metastase

dilakukan perawatan paliatif

4. Hematom membutuhkan evakuasi

5. Lesi infeksi membutuhkan evakuasi dan terapi antibiotik

6. Pemberian deksametason dapat menurunkan edema sebral.

7. Pemberian Manitol untuk menurunkan peningkatan TIK

8. Pemberian antikonvulsan  sesuai gejala yg timbul. (Widjoesno, 2004. Eccher, 2004)

2) Penatalaksaan Keperawatan

1. Monitor adanya cardiac aritmia pada pembedahan fossa posterior akibat

ketidakseimbangan cairan dan elektrolit

2.  Monitor intake dan output cairan pasien. Batasi intake cairan sekitar 1.500 cc / hari.

3. Lakukan latihan ROM untuk semua ekstremitas setiap pergantian dinas.

4. Pasien dapat dibantu untuk alih posisi, batuk dan napas dalam setiap 2 jam.

5. Posisi kepala dapat ditinggikan 30 -35 derajat untuk meningkatkan aliran balik dari

kepala. Hindari fleksi posisi panggul dan leher.

6. Cek sesering mungkin balutan kepala dan drainage cairan yang keluar.

7. Lakukan pemeriksaan laboratorium secara rutin


8. Memberikan obat-obatan sebagaimana program, misalnya : antikonvulsi,antasida,

atau antihistamin reseptor, kortikosteroid.

9. Melakukan tindakan pencegahan terhadap komplikasi post operasi.

i. Komplikasi

1. Edema serebral.

2. Tekanan intrakranial meningkat.

3. Herniasi otak.

4. Hidrosefalus.

5. Kejang.

6. Metastase ketempat lain. (Brunner & Sudarth, 2003)


2. ASUHAN KEPERAWATAN

a. PENGKAJIAN

1. Identitas klien ; usia, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku

bangsa, tgl masuk RS, askes.

2. Keluhan utama ; nyeri kepala disertai dengan penurunan kesadaran.

3. Riwayat penyakit sekarang ; demam, anoreksi dan malaise, peninggian tekanan

intrakranial serta gejala nerologik fokal.

4. Riwayat penyakit dahulu ; pernah atau tidak menderita infeksi telinga (otitis media,

mastoiditis) atau infeksi paru-paru (bronkiektaksis,abses paru,empiema) jantung

(endokarditis), organ pelvis, gigi dan kulit.

5. Riwayat keluarga yaitu pada migren dan nyeri kepala biasanya di dapatkan juga pada

keluarga pasien.

6. Pemeriksaa fisik

1) Makan

Dikaji apakah klien menghabiskan porsi makan yang telah disediakan RS, apakah

pasien mengalami mual atau muntah ataupun kedua-duanya.

2) Minum

Dikaji kebiasaan minum pasien sebelum dan saat berada di RS, apakah ada

perubahan (lebih banyak minum atau lebih sedikit dari biasanya).

3) Eliminasi (BAB / BAK)

Dikaji pola buang air kecil dan buang air besar.

4) Gerak dan aktifitas


Dikaji apakah pasien mengalami gangguan/keluhan dalam melakukan aktivitasnya

saat menderita suatu penyakit (dalam hal ini adalah setelah didiagnosa mengalami

alergi) atau saat menjalani perawatan di RS.

5) Rasa Nyaman

Dikaji kondisi pasien yang berhubungan dengan gejala-gejala penyakitnya,

misalnya pasien merasa nyeri di perut bagian kanan atas (dikaji dengan PQRST :

faktor penyebabnya, kualitas/kuantitasnya, lokasi, lamanya dan skala nyeri)

6) Kebersihan Diri

Dikaji kebersihan pasien saat dirawat di RS

7) Rasa Aman

Dikaji apakah pasien merasa cemas akan setiap tindakan keperawatan yang

diberikan kepadanya, dan apakah pasien merasa lebih aman saat ditemani

keluarganya selama di RS.

8) Sosial dan komunikasi

Dikaji bagaimana interaksi pasien terhadap keluarga, petugas RS dan lingkungan

sekitar (termasuk terhadap pasien lainnya).

9) Pengetahuan

Dikaji tingkat pengetahuan pasien tentang penyakitnya yang diderita saat ini dan

terapi yang akan diberikan untuk kesembuhannya.

10) Rekreasi

Dikaji apakah pasien memiliki hobi ataupun kegiatan lain yang ia senangi.

11) Spiritual
Dikaji bagaimana pendapat pasien tentang penyakitnya, apakah pasien menerima

penyakitnya adalah karena murni oleh penyakit medis ataupun sebaliknya.

7. Pemeriksaan neurologis

a) Pemeriksaan Fisik Persyarafan

Nilai kesadaran dengan menggunakan patokan Glasgow Coma Scale (GCS)

Tanyakan waktu, tanggal, tempat dan alasan berkunjung, kaji kemampuan klien

dalam berhitung dan mulailah dengan perhitungan yang sederhana.

b) Saraf Kranial

- Fungsi saraf kranial I (N Olvaktorius)

Lakukan pemeriksaan dengan menutup sebelah lubang hidung klien dan

dekatkan bau-bauan seperti kopi dengan mata tertutup klien diminta menebak

bau tersebut.

- Fungsi saraf kranial II (N. Optikus)

Periksa ketajaman dengan  membaca, perhatikan jarak baca atau menggunakan

snellenchart untuk jarak jauh. Periksa lapang pandang : Klien berhadapan

dengan pemeriksa 60-100 cm, minta untuk menutup sebelah mata dan pemeriksa

juga menutup sebelah mata dengan mata yang berlawanan dengan mata klien.

- Fungsi saraf kranial III, IV, VI (N. Okulomotoris, Troklear dan Abdusen)

Pada mata diobservasi apakah ada odema palpebra, hiperemi konjungtiva, dan

ptosis kelopak mata. Pada pupil diperiksa reaksi terhadap cahaya, ukuran pupil,

dan adanya perdarahan pupil


Pada gerakan bola mata diperiksa enam lapang pandang (enam posisi cardinal)

yaitu lateral, lateral ke atas, medial atas, medial bawah lateral bawah. Minta

klien mengikuti arah telunjuk pemeriksa dengan bolamatanya

- Fungsi saraf kranial V (N. Trigeminus)

Fungsi sensorik diperiksa dengan menyentuh kilit wajah daerah maxilla,

mandibula dan frontal dengan mengguanakan kapas. Dengan menggunakan

sensori nyeri menggunakan ujung jarum atau peniti di ketiga area wajah tadi dan

minta membedakan benda tajam dan tumpul.

- Fungsi saraf kranial VII (N. Fasialis)

Fungsi sensorik dengan mencelupkan lidi kapas ke air garam dan sentuhkan ke

ujung lidah, minta klien mengidentifikasi rasa ulangi untuk gula dan asam

Fungsi mootorik dengan meminta klien tersenyum, bersiul, mengangkat kedua

al;is berbarengan, menggembungkan pipi.

- Fungsi saraf kranial VIII (N. Vestibulokoklear)

Dengan menggunakan test pendengaran mengguanakan weber test dan rhinne

test

- Fungsi saraf kranial IX dan X (N. Glosovaringeus dan Vagus)

Periksa gag refleks dengan menyentuh bagian dinding belakang faring

menggunakan aplikator dan observasi gerakan faring. Periksa aktifitas motorik

faring dengan meminta klien menel;an air sedikit, observasi gerakan meelan dan

kesulitan menelan. Periksa getaran pita suara saat klien berbicara.

- Fungsi saraf kranial XI(N. Asesoris)


Periksa fungsi trapezius dengan meminta klien menggerakkan kedua bahu secara

bersamaan dan observasi kesimetrisan gerakan.

- Fugsi saraf kranial XII (N. Hipoglosus)

Periksa pergerakan lidah, menggerakkan lidah kekiri dan ke kanan, observasi

kesimetrisan gerakan lidah

c) Fungsi Motorik

Kaji cara berjalan dan keseimbangan  dengan mengobservasi cara berjalan,

kemudahan berjalan, dan koordinasi gerakan tangan dan kaki.

d) Fungsi Sensorik

Pemeriksaan dilakukan dengan memberikan stimulus secara acak pada bagian

tubuh klien dan dapat berupa sentuhan ringan seperti kapas, tumpul dan tajam,

suhu, getaran.

e) Fungsi Refleks

- Biseps: pukulkan refleks hammer pada ibu jari, observasi kontraksi otot biseps

(fleksi siku)

- Triseps: pukulkan refleks hammer pada prosesus olekranon, observasi kontraksi

otot triseps (ekstensi siku).

- Patelar: pukulkan reflek hammer, perhatikan ekstensi otot quadriceps.

f) Pemeriksaan GCS dan Refleks

- Compos Mentis (conscious) yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat

menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.

- Apatis yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan

sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.


- Delirium yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak,

berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.

- Somnolen (Obtundasi, Letargi) yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor

yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang

(mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.

- Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon

terhadap nyeri.

- Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap

rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin

juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya).

b. Diagnosis Keperawatan
1. Penurunan Kapasitas adaptif intrakarnial berhubungan dengan lesi
menempati ruang ( Space-occupaying lesion- akibat tumor) (D. 0066)
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (Neoplasma)
(D. 0077)
3. Resiko Perfusi Serebral Tidak efektif berhubungan dengan neoplasma otak
(D.0017)
4. Risiko deficit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan
makanan (D. 0032)
c. Intervensi Keperawatan
SDKI SIKI SLKI
Penurunan Kapasitas  Setelah dilakukan tindakan PEMANTAUAN TEKANAN
adaptif intrakarnial keperawatan selama … x 24 INTRAKRANIAL (I.06198)
berhubungan dengan jam diharapkan Kapasitas
lesi menempati ruang Adaptif Intrakranial 1. Observasi
( Space-occupaying Meningkat ( L.06049 ).  Observasi
lesion- akibat tumor) dengan kriteria hasil : penyebab peningkatan TIK
(D. 0066) 1. Tingkat kesadaran dan (mis. Lesi menempati ruang,
fungsi kognitif meningkat gangguan metabolism, edema
2. Sakit kepala, gelisah, sereblal, peningkatan tekanan
agitasi, dan muntah vena, obstruksi aliran cairan
menurun serebrospinal, hipertensi
3. Postur deserebrasi intracranial idiopatik)
(ekstensi) dan papilledema  Monitor
menurun peningkatan TD
4. Tekanan darah dan  Monitor
tekanan nadi membaik pelebaran tekanan nadi
5. Bradikardia membaik (selish TDS dan TDD)
6. Pola napas membaik  Monitor
7. Respon pupil dan reflex penurunan frekuensi jantung
neurologis membaik  Monitor
ireguleritas irama jantung
 Monitor
penurunan tingkat kesadaran
 Monitor
perlambatan atau
ketidaksimetrisan respon
pupil
 Monitor kadar
CO2 dan pertahankan dalm
rentang yang diindikasikan
 Monitor tekanan
perfusi serebral
 Monitor jumlah,
kecepatan, dan karakteristik
drainase cairan serebrospinal
 Monitor efek
stimulus lingkungan terhadap
TIK
2. Terapeutik
 Ambil sampel
drainase cairan serebrospinal
 Kalibrasi
transduser
 Pertahankan
sterilitas system pemantauan
 Pertahankan
posisi kepala dan leher netral
 Bilas sitem
pemantauan, jika perlu
 Atur interval
pemantauan sesuai kondisi
pasien
 Dokumentasikan
hasil pemantauan
3. Edukasi
 Jelaskan tujuan
dan prosedur pemantauan

 Informasikan
hasil pemantauan, jika PERLU
Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Menejemen Nyeri
berhubungan dengan keperawatan selama 30 menit (I. 08238)
agen pencedera diharapkan nyeri kronis dapat
fisiologis (Neoplasma) teratasi dengan kriteriaa hasil: 1. Observasi
(D. 0077) Tingkat Nyeri (L.08066)
1. Keluhan nyeri menurun  lokasi, karakteristik, durasi,
(5) frekuensi, kualitas, intensitas
2. Meringis menurun (5) nyeri
3. Sikap prootektif menurun  Identifikasi skala nyeri
(5)  Identifikasi respon nyeri non
4. Gelisah menurun (5) verbal
5. Kesulitan tidur menurun  Identifikasi faktor yang
(5) memperberat dan
6. Frekuensi nadi membaik memperingan nyeri
(5)  Identifikasi pengetahuan dan
keyakinan tentang nyeri
 Identifikasi pengaruh budaya
terhadap respon nyeri
 Identifikasi pengaruh nyeri
pada kualitas hidup
 Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan
 Monitor efek samping
penggunaan analgetik
2. Terapeutik
 Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis, akupresur,
terapi musik, biofeedback,
terapi pijat, aroma terapi,
teknik imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
 Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis.
Suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan
nyeri
3. Edukasi
 Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan
nyeri
 Anjurkan memonitor nyri
secara mandiri
 Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
 Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
4. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
Resiko Perfusi Setelah dilakukan tindakan MENEJEMEN
Serebral Tidak efektif keperawatan selama … x 24 PENINGKATAN TEKANAN
berhubungan dengan jam diharapkan Perfusi INTRAKRANIAL (I. 06198)
neoplasma otak Serebral meningkat 1. Observasi
(D.0017) (L.02014). Dengan kriteria  Identifikasi
hasil : penyebab peningkatan TIK
1. Tingkat kesadaran (mis. Lesi, gangguan
meningkat metabolisme, edema
2. Kognitif meningkat serebral)
3. Tekanan intraktranial  Monitor
menurun tanda/gejala peningkatan TIK
4. Sakit kepala menurun (mis. Tekanan darah
5. Gelisah, kecemasan, meningkat, tekanan nadi
dam agitasi menurun melebar, bradikardia, pola
6. Demam menurun napas ireguler, kesadaran
7. Refleks saraf menurun)
membaik  Monitor
MAP (Mean Arterial
Pressure)
 Monitor
CVP (Central Venous
Pressure), jika perlu
 Monitor
PAWP, jika perlu
 Monitor
PAP, jika perlu
 Monitor
ICP (Intra Cranial Pressure),
jika tersedia
 Monitor
CPP (Cerebral Perfusion
Pressure)
 Monitor
gelombang ICP
 Monitor status
pernapasan
 Monitor intake
dan output cairan
 Monitor cairan
serebro-spinalis (mis. Warna,
konsistensi)
2. Terapeutik
 Minimalkan
stimulus dengan
menyediakan lingkungan
yang tenang
 Berikan posisi
semi fowler
 Hindari maneuver
Valsava
 Cegah terjadinya
kejang
 Hindari
penggunaan PEEP
 Hindari
pemberian cairan IV
hipotonik
 Atur ventilator
agar PaCO2 optimal
 Pertahankan suhu
tubuh normal
3. Kolaborasi
 Kolaborasi
pemberian sedasi dan
antikonvulsan, jika perlu
 Kolaborasi
pemberian diuretic osmosis,
jika perlu
 Kolaborasi pemb
erian pelunak tinja, jika perlu
Risiko deficit nutrisi Setelah dilakukan tindakan MANAJEMEN NUTRISI (I.
berhubungan dengan keperawatan selama ... x 24 03119)
ketidakmampuan jam diharapkan Status Nutrisi
menelan makanan (D. Membaik (L.03030). dengan 1. Observasi
0032) kriteria hasil :  Identifikasi status
1. Porsi makan yang nutrisi
dihabiskan meningkat  Identifikasi alergi
2. Serum albumin dan intoleransi makanan
meningkat  Identifikasi
3. Verbalisasi keinginan makanan yang disukai
untuk meningkatkan  Identifikasi
nutrisi meningkat kebutuhan kalori dan jenis
4. Pengetahuan tentang nutrient
pilihan makanan sehat  Identifikasi
mmeningkat perlunya penggunaan selang
5. Pengetahuan tentang nasogastrik
standar nutrisi yang  Monitor asupan
teat meningkat makanan
6. Sikap terhadap  Monitor berat
makanan/minuman badan
sesuai dengan tujuan  Monitor hasil
kesehatan meningkat pemeriksaan laboratorium
7. Perasaan cepat 2. Terapeutik
kenyang menurun  Lakukan oral
8. Rambut rontok hygiene sebelum makan, jika
menurun perlu
9. Berat badan membaik  Fasilitasi
10. Indeks Massa tubuh menentukan pedoman diet
membaik (mis. Piramida makanan)
11. Frekuensi makan  Sajikan makanan
membaik secara menarik dan suhu
12. Nafsu makan yang sesuai
membaik  Berikan makan
13. Bising usus membaik tinggi serat untuk mencegah
14. Tebal lipatan kulit konstipasi
trisep dan membran  Berikan makanan
mukosa membaik tinggi kalori dan tinggi
protein
 Berikan suplemen
makanan, jika perlu
 Hentikan
pemberian makan melalui
selang nasigastrik jika asupan
oral dapat ditoleransi
3. Edukasi
 Anjurkan posisi
duduk, jika mampu
 Ajarkan diet yang
diprogramkan
4. Kolaborasi
 Kolaborasi
pemberian medikasi sebelum
makan (mis. Pereda nyeri,
antiemetik), jika perlu

 Kolaborasi
dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori
dan jenis nutrient yang
dibutuhkan, jika perlu

d. Implementasi

Setelah rencana tindakan di susun maka untuk selanjutnya adalah pengolahan data dan

kemudian pelaksanaan asuhan keperawatan sesuai dengan rencana yang telah di susun

tersebut. Dalam pelaksanaan implementasi maka perawat dapat melakukan observasi atau

dapat mendiskusikan dengan klien atau keluarga tentang tindakan yang akan kita

lakukan.

e. Evaluasi
Evaluasi adalah langkah terakhir dalam asuhan keperawatan, evaluasi dilakukan dengan

pendekatan SOAP ( data subjektif, data objektif, analisa dan planning ). Dalam evaluasi

ini dapat ditentukan sejauh mana keberhasilan rencana tindakan keperawatan yang harus

dimodifikasi.

DAFTAR PUSTAKA
Akhyar.(2018).SOL Intracranial BABIIhttp://www.academia.edu/9672540/

SOL_intrakranial_BAB-II

Doenges. (2004). Rencana asuhan keperawatan. Jakarta: EGC

Ejaz butt.(2005). Keperawatan neurologi. Diakses tanggal 15 Oktober 2005. Online

Ginsberg lionel.(2003).classification. USA: Willey Blackwell

Guyton.(2007). Neurologi Klinik. Jakarta: Balai Penerbit FKUI


Mardjono.(2008). Keperawatan neurologi Jakarta : EGC

Muttaqin, Arif. (2008). Buku Ajar Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan.

Jakarta : Salemba Medika.

Ngatisyah.(2016). Faktor resiko SOL. Jakarta : EGC.

Price.(2005). Patofisiologi; konsep klinik proses- proses penyakit. (Ed. 4). Jakarta: EGC

satyanegara.(2019). Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan . Jakarta : EGC.

Sudarth, brunner.(2003). Buku Ajar Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan.

Jakarta : Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai