Askep SOL MS Ibu Fatma
Askep SOL MS Ibu Fatma
Askep SOL MS Ibu Fatma
2. ETIOLOGI
Riwayat trauma kepala
Faktor genetik
Paparan zat kimia yang bersifat karsinogenik
Virus tertentu
Defisiensi imunologi
Congenital
3. TANDA DAN GEJALA
1. Tanda dan gejala peningkatan TIK :
Sakit kepala
Muntah
Papiledema
2. Gejala terlokalisasi ( spesifik sesuai dengan dareh otak yang terkena ) :
Tumor korteks motorik ; gerakan seperti kejang kejang yang terletak pada satu sisi tubuh (
kejang jacksonian )
Tumor lobus oksipital ; hemianopsia homonimus kontralateral (hilang penglihatan pada setengah
lapang pandang, pada sisi yang berlawanan dengan tumor) dan halusinasi penglihatan.
Tumor serebelum ; pusing, ataksia, gaya berjalan sempoyongan dengan kecenderungan jatuh
kesisi yang lesi, otot otot tidak terkoordinasi dan nistagmus ( gerakan mata berirama dan tidak
disengaja )
Tumor lobus frontal ; gangguan kepribadia, perubahan status emosional dan tingkah laku,
disintegrasi perilaku mental, pasien sering menjadi ekstrim yang tidak teratur dan kurang
merawat diri
Tumor sudut serebelopontin ; tinitus dan kelihatan vertigo, tuli (gangguan saraf kedelapan),
kesemutan dan rasa gatal pada wajah dan lidah (saraf kelima), kelemahan atau paralisis (saraf
kranial keketujuh), abnormalitas fungsi motorik.
Tumor intrakranial bisa menimbulkan gangguan kepribadian, konfusi, gangguan bicara dan
gangguan gaya berjalan terutam pada lansia. ( Brunner & Sudarth, 2003 ; 2170 )
PATOFISIOLOGI
Kerusakan (atau mutasi) genetik mungkin didapat dari akibat pengaruh lingkungan seperti
trauma, zat kimia, radiasi atau virus, atau diwariskan dalam sel germinativum. Hipotesis genetik
pada kanker mengisyaratkan bahwa massa tumor terjadi akibat ekspansi klonal satu sel
progenitor yang telah mengalami kerusakan genetik (yaitu umor bersifat monoklonal).
Tumor otak menyebabkan gangguan neurologik progresif. Gangguan neurologik tersebut
mengakibatkan peningkatan TIK. Ruang intrakranial adalah suatu ruangan kaku yang terisi
penuh sesuai kapasitasnya dengan unsur yang tidak dapat ditekan: otak (1400 gr), cairan
serebrospinal (kira-kira 75 ml), dan darah (kira-kira 75 ml). Timbulnya massa yang baru di
dalam kranium seperti neoplasma, akan menyebabkan isi intrakranial normal akan menggeser
sebagai konsekuensi dari space occupying lesion (SOL). Peningkatan volume salah satu di antara
ketiganya mengakibatkan desakan pada ruangan yang ditempati oleh unsu lainnya dan
menaikkan tekanan intrakranial.
Peningkatan tekanan intrakranial didefinisikan sebagai peningkatan tekanan dalam
rongga kranialis. Ruang intrakranial ditempati oleh jaringan otak, darah, dan cairan
serebrospinal. Setiap bagian menempati suatu volume tertentu yang menghasilkan suatu tekanan
intrakranial normal sebesar 50 – 200 mm H2O atau 4 – 15 mm Hg. Ruang intrakranial adalah
suatu ruangan baku yang terisi penuh sesuai kapasitasnya dengan unsur yang tidak dapat ditekan:
otak (1400 g), cairan serebrospinal (sekitar 75 ml), dan darah (sekitar 75 ml). Peningkatan
volume pada salah satu dari ketiga unsur utama mengakibatkan desakan ruang yang ditempati
oleh unsur lainnya dan menaikkan tekanan intrakranial (Price, 2005).
Ada mekanisme kompensasi yang bekerja bila satu dari tiga elemen intrakranial membesar
melampaui proporsi normal. Proses ini sangat penting untuk mempertahankan tekanan
intrakranial yang juga berarti mepertahankan intergritas otak. Perubahan kompensatoris meliputi
pengalihan cairan serebrospinal ke rongga spinal, peningkatan aliran vena dari otak, dan sedikit
tekanan pada jaringan otak
Peningkatan TIK dapat diakibatkan oleh beberapa faktor :
a. Bertambahnya massa dalam tengkorak
b. Terbentuknya edema sekitar tumor
c. Perubahan sirkulasi cairan serebrospinal.
Mekanisme kompensasi menjadi tidak efektif bila menghadapi tekanan TIK yang serius
dan berlangsung lama. Edema otak barangkali merupakan sebab yang lazim dari peningkatan
TIK.
Pada keadaan fisiologis normal volume intrakranial selalu dipertahankan konstan dengan
tekanan intrakranial berkisar 10-15 mmHg. Tekanan abnormal apabila tekanan diatas 20 mmHg
dan diatas 40 mmHg dikategorikan sebagai peninggian yang parah. Penyebab peningkatan
intrakranial adalah cedera otak yang diakibatkan trauma kepala. Aneurisma intrakranial yang
pecah dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial secara mendadak sehingga mencapai
tingkatan tekanan darah arteri untuk sesaat. Tingginya tekanan intrakranial pasca pecah
aneurisma sering kali diikuti dengan meningkatnya kadar laktat cairan serebrospinal dan hal ini
mengindikasi terjadinya suatu iskhemia serebri. Tumor otak yang makin membesar akan
menyebabkan pergeseran CSS dan darah perlahan-lahan (Satyanegara, 2010).
Gambar 2.4 Skema Proses Desak Ruang Yang menimbulkan Kompresi Pada
Jaringan Otak dan Pergeseran Struktur Tengah.
(Satyanegara, 2010)
1. KLASIFIKASI
Tumor-tumor otak dapat dikalsifikasikan ke dalam beberapa kelompok besar:
a. Tumor yang muncul dari pembungkus otak, seperti meningioma.
Meningioma merupakan tumor asal meningen, sel-sel mesotel, serta sel-sel jaringan
peyambung arakhnoid dan duramater yang paling penting. Sebagian tumor adalah jinak,
berkapsul, dan tidak menginfiltrasi jaringan yang berdekatan namun menekan struktur yang
berada di bawahnya.
Lokasinya sering di sebelah kanan atau kiri sutura sagital, di krista sfenoidea, di sekitar
sela tursika dan di daerah nervus olfaktorius. Meningioma juga dijumpai dalam kanal vertebra.
Meningioma yang jinak menyebabkan takanan terhadap jaringan di sekitarnya. Yang ganas
menyabuk jaringan tulang maupun jaringan otak yang dinamakan meningiosarkoma. Ada jenis
lain meningioma yang ganas lokal dan hanya tumbuh menyembuk ke dalam tulang, jenis ini
dinamakan meningioma infiltrans. Tumor ini dapat menembus tulang tengkorak dan terdapat di
dalam otot-otot di bawah kulit kepala. Gambaran histologis meningioma ialah sel-sel yang
intinya bundar-bundar kecil yang tersusun dalam lingkaran-lingkaran. Bagian pusar lingkaran
atau pusaran ini dapat mengapus hingga membentuk psamona. Tumor ini dapat mengandung
banyak pembuluh darah.
Oleh karena pertumbuhan tumor yang lambat, gejala-gejala mungkin tidak diperhatikan
dan diagnosis sama sekali salah. Gejala-gejala antara lain epilepsi idiopatik, hemiparesis, dan
afasia. Akan tetapi meningioma yang tumbuh pada regio intrakranial tertentu akan menunjukkan
manifestasi yang lebih spesifik:
1) Lekuk olfaktorius: anosmia unilateral kemudian bilateral, edema papil, disfungsi lobus
frontalis.
2) Regio parasagital: paraparesis spastik yang menyerupai lesi medula spinalis.
3) Sinus kavernosus: oftalmoplegia unilateral (palsi nervus III, IV, dan VI) dan gangguan
sensorik trigeminus (regio oftalmika dan kadang maksilaris).
4) Nervus optikus: beberapa meningioma pada os sfenoid dapat menekan nervus optikus
dan menyebabkan gangguan penglihatan unilateral dan atrofi optik. Ekspansi tumor
lebih lanjut menyebabkan edema papil kontralateral (sindrom Foster-kennedy).
5) Kadang-kadang meningioma tidak membentuk massa tetapi dapat menyebar dalam lapisan
tipis di atas permukaan dura (meningioma en plague)
b. Tumor yang berkembang di dalam atau di atas saraf kranial, yaitu neuromaakustik.
Tumor ini berasal dari sel-sel sarung schwann yang melingkupi saraf perifer. Di dalam
rongga tengkorak tumor ini biasanya tumbuh pada nervus VIII dari sudut yang dibentuk olah
medula oblongata, pons, dan serebelum. Karena itu tumor ini memberikan gejala yang disebut
sindrom anngiilus medulo pentoserebelum.
Neurinoma ialah tumor spinal yang paling sering dijumpai di dalam kanal vertebra.
Tumor yang ganas disebut neurinosa poma. Sel-sel ini berbentuk lonjong-lonjong bila terpotong
memanjang dan tersusun dalam aliran-aliran. Tidak jarang nukleus sel-sel ini tersusun seperti
pagar yang disebut formasi palisade.
Pertumbuhan tumor lebih lanjut menyebabkan araksia ipsilateral akibat kompresi batang otak,
serebelum, dan palsi nervus kranialis bagian bawah (bulbar). Akhirnya terjadi gambaran
peningkatan tekanan intrakranial, terutama jika terjadi hidrosefalus akibat obstruksi pada tingkat
ventrikel ke empat. Tumor lain yang dapat mengenai sudut serebelopontin termassuk
meningioma dan metastasis.
c. Tumor yang berasal dari dalam jaringan otak, seperti pada jenis glioma.
Glioma bertanggung jawab atas sekitar 40-50% tumor intrakranial. Glioma
diklasifikasikan atas dasar asal embriologis. Pada orang dewasa, sel neuroglia susunan saraf
pusat berfungsi untuk perbaikan, penyokong, dan pelindung sel-sel saraf yang lunak. Glioma
terdiri atas jaringan penyambung dan sel-sel penyokong yaitu neuroglia yang mempunyai
kemampuan untuk terus membelah selam hidup. Sel-sel glia berkumpul membentuk parut
sikatriks padat dibagian otak, tempat neuron menghilang oleh karena cedera/penyakit. (price dan
Wilson, 1995).
Terdapat 3 jenis sel glia, oligodendroglia, dan astrosit. Mikroglia secara embriologis
berasal dari lapisan mesodermal oleh karena itu pada umumnya tidak diklasifikasikan sebagai sel
glia sejati. Mikroglia masuk ke dalam susunan saraf melalui sistem pembuluh darah dan
berfungsi sebagai fagosit, membersihkan debris, serta melawan infeksi. Oligodendroglia dan
astrosit merupakan neuroglia sejati seperti neuron dan berasal dari lapisan embrional
ekstrodermal. Oligodendroglia berperan dalam pembentuk mielin. Fungsi astrosit masih dalam
penyelidikan. Bukti-bukti memperlihatkan bahwa sel-sel ini mungkin berperan dalam
menghantarkan impuls dan transmisi sinapsis dari neuron dan bertindak sebagai saluran
penghubung antara pembuluh darah dan neuron.
1) Astrositoma
Astrositoma ialah tumbuh ganda yang berasal dari astrosit. Neoplasma ini lebih sering
dijumpai pada usia dewasa muda dan dapat tumbuh di semua bagian otak. Secara anatomi
patologis ada 4 derajat keganasan : astrositoma derajat 1 terdiri atas sel-sel yang menyerupai
astrosit normal. Astrositoma derajat 2 sel-sel lebih padat, besarnya tidak sama, pembuluh-
pembuluh darah mulai berproliferase.
Astrositoma derajat 3 tampak tanda-tanda keganasan yang jelas yaitu pleiositosis, mitosis
yang sering kali tidak normal, terdapat sel-sel raksasa, proliferase pembuluh darah disertai
perdarahan-perdarahan.Astrositoma derajat 4 tanda-tanda keganasan lebih hebat lagi.
Astrositoma derajat 3 dan 4 juga disebut glioblastoma multiforme. Astrositoma baik jinak
maupun ganas tidak menunjukkan batas yang jelas dengan jaringan yang sehat. Hal ini
menimbulkan kesukaran bagi dokter yang mengoperasi untuk menentukan sampai berapa banyak
jaringan yang harus diangkat. Neoplasma ini juga dijumpai di dalam medula spinalis tetapi lebih
jarang. Klien sering tidak datang berobat walaupun tumor sudah berjalan bertahun-tahun sampai
timbul gejala, misalnya serangan epilepsi atau nyeri kepala.
2) Oligodendroglioma
Oligodendroglioma mirip dengan astrositoma namun terdiri atas sel-sel
oligodendroglioma. Tumor relatif avaskuler dan cenderung mengalami klasifikasi.
3) Ependimoma
Tumor ganas yang berasal di bagian dalam dinding ventrikel. Pasa anak-anak tempat
yang palling sering adalah ventrikel keempat. Tumor ini menyerang jaringan sekitarnya dan
menyumbat ventrikel. Kematian biasanya terjadi dalam 3 tahun / kurang.
d. Adenome Hipofisis
Tumor ini sering dijumpai dalam klinik. Asal tumor ini ialah sel-sel kelenjar hipofisis,
karena pertumbuhan tumor ini kiasma optik yang terletal di atasnya akan tertekan dengan akibat
timbulnya gangguan dalam lapang pandang. Karena hipofisis belahan depan ialah kelenjar
endokrin, pada adenoma hipofisis akan timbul gejala-gejala endokrin yang sifatnya ditentukan
oleh jenis tumor. Ada 3 jenis adenoma hipofisis, yaitu adenoma eosinofil, adenoma basofil,
adenoma kromofob.
Adenoma eosinofil pada anak-anak akan mengakibatkan pertumbuhan raksasa. Jadi lebih besar
dan lebih tinggi daripada orang biasa. Pada orang dewasa akan timbuk keadaan yang dinamakan
akromegali yaitu pembesaran tangan, kaki, jari-jari, mandibula, kulit, dan lidah menebal.
Pada adenoma basofil, bila timbul pada anak-anak akan terjadi distrofi adiposogenital
yaitu penimbunan lemak di daerah muka, leher, bahu, abdomen, disertai hiportrofi genital
eksterna. Mungkin dijumpai hipertensi dan osteoporosis.
Pada adenoma kromofob, berat badan bertambah, libido berkurang. Bila fungsi seluruh kelenjar
menjadi berkurang akan timbul keadaan hipopitultarismus atau sindroma sbeehan yakni kakeksia
nervosa, disebut juga penyakit simmonds.
e. Aneurisma, Hematoma, malformasi pembuluh darah
Pada aneurisma terjadi pelebaran setempat pada arteri hingga terbentuk tumor. Sebelum
aneurisma pecah, gejala-gejalanya menyerupai tumor sebebri. Hematoma intraserebi dapat pula
memberikan gejala-gejala seperti tumor. Begitu pula malformasi pembuluh darah.
2. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
CT Scan : Memberi informasi spesifik mengenal jumlah, ukuran, kepadatan, jejas tumor,
dan meluasnya edema serebral sekunder serta memberi informasi tentang sistem vaskuler.
MRI : Membantu dalam mendeteksijejas yang kecil dan tumor didalam batang otak dan
daerah hiposisis, dimana tulang menggangu dalam gambaran yang menggunakan CT Scan
Biopsi stereotaktik : Dapat mendiagnosa kedudukan tumor yang dalam dan untuk memberi
dasar pengobatan seta informasi prognosi.
Angiografi : Memberi gambaran pembuluh darah serebal dan letak tumor
Elektroensefalografi (EEG) : Mendeteksi gelombang otak abnormal
3. PENATALAKSANAAN MEDIS
Pembedahan
Tumor jinak seringkali dapat ditangani dengan eksisi komplit dan pembedahan
merupakan tindakan yang berpotentif kuratif. Untuk tumor primer maligna atau tumor sekunder,
biasanya sulit ditemukan.Pembedahan tumor primer seringkali diindikasikan untuk mencapai
diagnosis histologis dan jika mungkin, untuk meringankan gejala dengan mengurangi massa
tumor. Pemeriksaan histologis dari biopsi tumor dapat mengkonfirmasi apakah lesi merupakan
suatu glioma dan bukan neoplasma lainnya, misalnya limfoma, atau bahkan kondisi
nonneoplasia, misalnya abses.
Pemeriksaan ini juga memungkinkan dilakukannya penentuan tingkat derajat diferensiasi
tumor yang berhubungan dengan prognosis. Jadi, pasien glioma derajat 1-2 memiliki angka
harapan hidup yang tinggi. Akan tetapi, median angka harapan hidup untuk tumor yang
terdiferensiasi paling buruk (derajat 4) adalah 9 bulan.
Kadang-kadang pembedahan tidak disarankan, misalnya pada pasien dengan kecurigaan
glioma derajat rendah dengan gejala epilepsi. Pembedahan juga tidak tepat dilakukan pada
metastasis otak multipel, dimana diagnosisnya jelas, walaupun beberapa metastasis soliter dapat
ditangani dengan reaksi.
Radioterapi
Glioma dapat diterapi dengan raditerapi yang diarahkan pada tumor, sementara
metastasis diterapi dengan radiasi seluruh otak. Radioterapi juga digunakan dalam tata laksana
beberapa tumor jinak, misalnya adenoma hipofisis
Pendekatan stereotaktik
Pendekatan stereotaktik meliputi penggunaan kerangka 3 dimensi yang mengikuti lokasi
tumor yang sangat tepat, kerangka stereotaktik dan studi pencitraan multipel (Sinar X, CT-Scan)
yang lengkap digunakan untuk menentukan lokasi tumor dan memeriksa posisinya. Laser atau
radiasi dapat dilepaskan dengan pendekatan stereotaktik. Radioisotop dapat juga ditempatkan
langsung ke dalam tumor (brankhiterapi) sambil meminimalkan pengaruh pada jaringan otak di
sekitarnya.
Penggunaan pisau gamma dilakukan pada bedah-bedahradio sampai dalam, untuk tumor
yang tidak dapat dimasukkan obat, tindakan tersebut sering dilakukan sendiri. Lokasi yang tepat
dilakukan dengan menggunakan pendekatan stereotaktik dan melalui laporan pengujian dan
posisi pasien yang tepat. Dosis yang sangat tinggi, radiasi akan dilepaskan pada luas bagian yang
kecil. Keuntungan metoda ini adalah tidak membutuhkan insisi pembedahan, kerugiannya adalah
waktu yang lambat diantara pengobatan dan hasil yang diharapkan.
Transplantasi Sumsum Tulang Analog Intravena
Digunakan pada beberapa pasien yang akan menerima kemoterapi atau terapi radiasi,
karena keadaan ini penting sekali untuk ”menolong” pasien terhadap adanya keracunan pada
sumsum tulang akibat dosis tinggi kemoterapi atau radiasi. Sumsum tulang pasien diaspirasi
edikit, biasanya dilakukan pada kepala iliaka dan disimpan. Pasien yang menerima dosis
kemoterapi dan terapi radiasi yang banyak, akan menghancurkan sejumlah sel-sel keganasan
(malignan). Sumsum kemudian diinfus kembali setelah pengobatan lengkap.
Terapi Medikamentosa
1) Antikonvulsan untuk epilepsi
2) Kortikosteroid (dekamentosa) untuk peningkatan teknan intrakranial. Steroid juga dapat
memperbaiki defisit neurologis fokal sementara dengan mengobati edema otak.
3) Kemoterapi adalah tindakan/terapi pemberian senyawa kimia atau obat sitostatika (suatu zat-zat
yang dapat menghambat proliferasi sel-sel kanker) untuk mengurangi, menghilnagkan atau
menghambat pertumbuhan parasit atau mikroba di tubuh hospes (pasien). Kemoterapi dapat
dipakai sebagai pengobatan tunggal untuk kanker atau bersama-sama dengan radiasi dan
pembedahan.
4. KOMPLIKASI
Gangguan fungsi neurologis.
Jika tumor otak menyebabkan fungsi otak mengalami gangguan pada serebelum maka
akan menyebabkan pusing, ataksia ( kehilangan keseimbangan ) atau gaya berjalan yang
sempoyongan dan kecenderunan jatuh ke sisi yang lesu, otot-otot tidak terkoordinasi dan
ristagmus ( gerakan mata berirama tidak disengaja ) biasanya menunjukkan gerakan horizontal
Gangguan kognitif.
Pada tumor otak akan menyebabkan fungsi otak mengalami gangguan sehingga
dampaknya kemampuan berfikir, memberikan rasional, termasuk proses mengingat, menilai,
orientasi, persepsi dan memerhatikan juga akan menurun.
Gangguan tidur & mood
Tumor otak bisa menyebabkan gangguan pada kelenjar pireal, sehingga hormone
melatonin menurun akibatnya akan terjadi resiko sulit tidur, badan malas, depresi, dan penyakit
melemahkan system lain dalam tubuh.
Disfungsi seksual
a) Pada wanita mempunyai kelenjar hipofisis yang mensekresi kuantitas prolaktin yang berlebihan
dengan menimbulkan amenurrea atau galaktorea (kelebihan atau aliran spontan susu )
b) Pada pria dengan prolaktinoma dapat muncul dengan impoteni dan hipogonadisme.
Gejala pada seksualitas biasanya berdampak pada hubungan dan perubahan tingkat kepuasan
2. Pengkajian
a. Pengkajian Fisik
1) Keadaan umum
Kesadaran: umumnya mengelami penurunan kesadaran
Suara bicara: kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara
Tanda-tanda vital: tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi.
2) Pemeriksaan integumen
Kulit: jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor
kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah
yang menonjol karena klien dengan SOL harus bed rest 2-3 minggu
Kuku: perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis
Rambut: umumnya tidak ada kelainan.
3) Pemeriksaan kepala dan leher
Kepala: bentuk normocephalik
Muka: umumnya tidak simetris yaitu miring ke salah satu sisi
Leher: kaku kuduk jarang terjadi.
4) Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi, wheezing ataupun suara nafas
tambahan, pernafasan tidak teratur akibat penurunan refleks batuk dan menelan.
5) Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan kadang terdapat kembung.
6) Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine.
7) Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
8) Pemeriksaan neurologi:Pemeriksaan nervus cranialis
Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central.
9) Pemeriksaan motorik
Hampir selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan pada salah satu sisi tubuh.
10) Pemeriksaan sensorik
Dapat terjadi hemihipestesi.
11) Pemeriksaan refleks
Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks
fisiologis akan muncul kembali didahuli dengan refleks patologis.
c. Kekuatan Otot
(0) Paralisis total atau tidak ditemukan adanya kontraksi pada otot
(1) Kontraksi otot yang terjadi hanya berupa perubahan dari tonus otot yang dapat diketahui dengan
palpasi dan tidak dapat menggerakkan sendi.
(2) Otot hanya mampu menggerakkan persendian tetapi kekuatannya tidak dapat melawan pengaruh
gravitasi.
(3) Selain dapat menggerakkan sendi, otot juga dapat melawan pengaruh gravitasi tetapi tidak kuat
terhadap tahanan yang diberikan oleh pemeriksa.
(4) Kekuatan otot seperti pada tingkat 3 disertai dengan kemampuan otot terhadap tahanan yang
ringan
(5) Kekuatan otot normal
d. Rangsangan Meningeal
- Kaku kuduk
Untuk memeriksa kaku kuduk dapat dilakukan sbb:
Tangan pemeriksa ditempatkan dibawah kepala pasien yang sedang berbaring, kemudian kepala
ditekukan (fleksi) dan diusahakan agar dagu mencapai dada.Selama penekukan diperhatikan
adanya tahanan.Bila terdapat kaku kuduk kita dapatkan tahanan dan dagu tidak dapat mencapai
dada.Kaku kuduk dapat bersifat ringan atau berat.
- Kernig sign
Pada pemeriksaan ini, pasien yang sedang berbaring difleksikan pahanya pada persendian
panggul sampai membuat sudut 90°.Setelah itu tungkai bawah diekstensikan pada persendian
lutut sampai membentuk sudut lebih dari 135° terhadap paha. Bila teradapat tahanan dan rasa
nyeri sebelum atau kurang dari sudut 135°, maka dikatakan Kernig sign positif.
- Brudzinski I (Brudzinski’s neck sign)
Pasien berbaring dalam sikap terlentang, dengan tangan yang ditempatkan dibawah kepala pasien
yang sedang berbaring , tangan pemeriksa yang satu lagi sebaiknya ditempatkan didada pasien
untuk mencegah diangkatnya badan kemudian kepala pasien difleksikan sehingga dagu
menyentuh dada. Test ini adalah positif bila gerakan fleksi kepala disusul dengan gerakan fleksi
di sendi lutut dan panggul kedua tungkai secara reflektorik.
- Brudzinski II (Brudzinski’s contralateral leg sign)
Pasien berbaring terlentang. Tungkai yang akan dirangsang difleksikan pada sendi lutut,
kemudian tungkai atas diekstensikan pada sendi panggul. Bila timbul gerakan secara reflektorik
berupa fleksi tungkai kontralateral pada sendi lutut dan panggul ini menandakan test ini postif.
- Lasegue sign
Untuk pemeriksaan ini dilakukan pada pasien yang berbaring lalu kedua tungkai diluruskan
(diekstensikan), kemudian satu tungkai diangkat lurus, dibengkokkan (fleksi) persendian
panggulnya.Tungkai yang satu lagi harus selalu berada dalam keadaan ekstensi (lurus).Pada
keadaan normal dapat dicapai sudut 70° sebelum timbul rasa sakit dan tahanan.Bila sudah timbul
rasa sakit dan tahanan sebelum mencapai 70° maka disebut tanda Lasegue positif.Namun pada
pasien yang sudah lanjut usianya diambil patokan 60°.
e. Pemeriksaan Refleks
2. Refleks Fisiologis
- Reflek Tendon Patella
Minta pasien duduk dan tungkai menggantung di tempat tidur, rilekskan pasien dan alihkan
perhatian untuk menarik kedua tangan di depan dada dan pukul tendon patella.
- Reflek bisep
Fleksikan lengan pasien pada bagian siku smpai 450 dengan posisi tangan pronasi, letakkan ibu
jari pemeriksa pada dasar tendon bisep dan jari-jari lain di atas tendon bisep dan pukul ibu jari
dengan reflek hammer
- Reflek trisep
- Pegang lengan bawah penderita yang disemifleksikan , kemudian ketuklah tendon insersio
m.triceps pada atas olecranon atau topang lengan yang berada dalam keadaan abduksi dengan
lengan bawah yang tergantung bebas kemudian lakukan ketukan. Respon : terjadi gerakan
ekstensi elbow.
3. Reflek patologis
- Babynski Test
Tes ini dilakukan dengan menggoreskan ujung palu reflex pada telapak kaki pasien mulai dari
tumit menuju ke atas bagian lateral telapak kaki setelah sampai di kelingking goresan
dibelokkan ke medial dan berakhir dipangkal jempol kaki. Tanda positif responnya berupa dorso
fleksi ibu jari kaki disertai pemekaran atau abduksi jari-jari lain. Tanda ini spesifik untuk cedera
traktus piramidalis atau upper motor neuron lesi. Tanda ini tidak bias ditimbulkan pada orang
sehat kecuali pada bayi yang berusia di bawah satu tahun. Tanda ini merupakan reflex patologis.
- Oppenheim Test
Tanda atau reflex patologis ini dapat dibangkitkan dengan mengurut tulang tibia dari atas ke
bawah menggunakan ibu jari dan jari telunjuk. Tanda ini positif responnya sama babinski tes
yang mengindikasikan upper motor neuron lesi.
- Chaddock Test
Memberikan rangsangan dengan jalan menggores pada bagian lateral malleolus lateralis.
- Gordon Test
Cara : memencet atau mencubit otot betis.
- Refleks Schaefer
Cara: memencet/mencubit tendon achilles.
Semua pemeriksaan Reflex patologis diatas memiliki respon yang sama dengan Babynski ketika
ada kelainan pada upper motor neuron.
e. Pemeriksaan Saraf Kranial
1. Nervus I (olfaktorius) penciuman
Anjurkan pasien mengidentifikasi berbagai macam jenis bau-bauan dengan memejamkan mata,
gunakan bahan yang tidak merangsang seperti kopi, tembakau, parfum atau rempah-rempah
2. Nervus II (Opticus)penglihatan
Meminta pasien untuk membaca bahan bacaan dan mengenali benda-benda sekitar, jelas atau
tidak.
3. Nervus III (Okumularis) kontriksi dan dilatasi pupil
Kaji arah pandangan, ukur reaksi pupil terhadap pantulan cahaya dan akomodasinya
4. Nervus IV (Trokhlear) gerakan mata ke atas dan ke bawah
Kaji arah tatapan, minta pasien melihat ke atas dan ke bawah
5. Nervus V (Trigeminal) sensori kulit wajah, penggerak otot rahang
Sentuh ringan kornea dengan usapan kapan untuk menguji refleks kornea/reflek negatif (diam)/
positif (ada gerakan)
Ukur sensasi dari sentuhan ringan sampai kuat pada wajah, kaji nyeri menyilang pada wajah
6. Nervus VI (Abdusen) gerakan bola mata mnyamping
Kaji arah tatapan, minta pasien melihat kiri kanan
7. Nervus VII (Facial)ekspresi wajah dan pengecapan
Minta pasien tersenyum, mengencangkan wajah, menggembungkan pipi, menaikkan dan
menurunkan alis mata.
8. Nervus VIII (Auditorius) pendengaran
Kaji pasien terhadap kata-kata yang dibicarakan, suruh pasien mengulangi kata atau kalimat
9. Nervus IX (Glasofaringeal) pengecapan, kemampuan menelan, gerakan lidah
Meminta pasien mengidentifikasi rasa asam, asin pada bagian pangkal lidah. Gunakan penekan
lidah untuk menimbulkan reflek gag.
10. Nervus X (Vagus) sensasi faring, gerakan pita suara
Suruh pasien mengucapkan “ah” kaji gerakan palatum dan faringeal. Periksa kerasnya suara
pasien
11. Nervus XI (Asesorius) gerakan kepala dan bahu
Meminta pasien mengangkat bahu dan memalingkan kepala ke arah yang ditahan oleh
pemeriksa, kaji dapatkah klien melawan tahanan yang ringan
12. Nervus XII (Hipoglasus) posisi lidah
Minta pasien untuk menjulurkan lidah kearah garis tengah dan menggerakan ke berbagai sisi
B. Asuhan Keperawatan
NO
Diagnosa (Nanda)
NOC
NIC
1.
Gangguanperfusi jaringan serebral.
Definisi:Ketidakefektifan aliran darah pada otak
a. Status Neurologi
- Fungsi saraf normal
- Kontrol pusat motorik
- Fungsi saraf otonom
- Komunikasi
- Ukuran pupil normal
- Rangsangan pupil normal
- Gerakan pupil normal
- Pola nafas normal
- TTV normal
- Pola tidur normal
b. Perfusi Jaringan Serebral
- TIK normal
- Tidak ada sakit kepala
- Tidak ada gerakan yang tidak disadari
a. Peningkatan Perfusi Otak
- Mengatur dan mengontrol dampak tekanan osmotik dan corticosteroid
- Memberikan obat anti koagulan
- Mengontrol dampak anti koagula
- Mengontrol status saraf
- Mengontrol status respirasi
- Mengontrol tanda-tanda cairan yang berlebihan
- Mengontrol nilai labor untuk mengganti oksigen/keseimbangan asambasa dengan tepat
- Mengatur posisi leher/kepala dengan meninggikan kepala 15-300
- Mengatur intake dan output cairan
b. Posisi: Saraf
- Menempatkan posisi yang terapeutik
- Menyediakan tempat tidur yang nyaman
- Mengontrol integritas kulit
- Mengatur posisi kepala 15-300
c. Memantau Neurologik
- Monitor tingkat kesadaran
- Monitor tingkat orientasi
- Monitor GCS
- Monitor respon verbal
- Monitor respon babinski
2.
Nyeri b.d proses penyakit
a. Tingkatkenyamanan
- Nyeriberkurang
- Kecemasanberkurang
- Stresberkurang
- Ketakutanberkurang
b. Kontrolnyeri
- Menggunakananalgesik
- Memantaugejala nyeri dari waktu ke waktu
- Menjelaskanfaktor – faktor penyebab nyeri
- Mengunakanlangkah-langkah pencegahan
- Menggunakanbantuan non analgesik seperti yang di rekomendasikan
- Melaporkanperubahan dalam perubahan gejala nyeri
a. Manajemennyeri
- Lakukanpengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi karakteristik,
durasi,frekuensi, kualitas, dan factor presipitasi
- Observasireaksi non verbal dari ketidaknyamanan
- Kajikebiasaan yang mempengaruhi respion nyeri
- Pilihdan lakukan penanganan nyeri
- Ajarkanpasien untuk memonitor nyeri
- Kolaborasikandengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
- Monitorpenerimaan pasien tentang manajemen nyeri
- Tanyakanpada pasien apa saja hal yang memberatkan rasanya nyeri
- Tanyakanpada pasien teknik apa saja yang dapat mngurangi rasa nyeri yang di rasakan.
- Ajarkanpasien teknik relaksasi.
b.pemberiananalgesic
- Tentukanlokasi , karakteristik, mutu, dan intensitas nyeri sebelum mengobati pasien
- Periksaorder/pesanan medis untuk obat, dosis, dan frekuensi yang ditentukan analgesic
- Cekriwayat alergi obat
- Tentukanjenis analgesik yang digunakan (narkotik, non narkotik atau NSAID)berdasarkan
tipe dan tingkat nyeri.
- MonitorTTV sebelum dan sesudah pemberian obat narkotik dengan dosis pertama ataujika
ada catatan luar biasa.
- Cekpemberian analgesik selama 24 jam untuk mencegah terjadinya puncak nyeritanpa rasa
sakit, terutama dengan nyeri yang menjengkelkan
- kajipengetahuan pasien atau anggota keluarga mengenai analgesic, terutama
sekaliopioids(karena resiko kecanduan tinggi)
- Dokumentasikanrespon pasien tentang analgesik, catat efek yang merugikan
3.
Gangguanmobilitas fisik
Defenisi: keadaan ketika seorang individu mengalami atau beresiko mengalamiketerbatasan
gerak fisik, tetapi bukanimmobile.
a. Pergerakan sendi aktif
- Rahang bergerak
- Leher bergerak
- Jari bergerak
- Ibu jari bergerak
- Pergelangan bergerak
- Siku bergerak
- Bahu bergerak
- Dll
Keseimbangan penampilan
- Posisi tubuh
- Perpindahan otot
- Perpindahan sendi
- Perpindahan penampilan
- Ambulansi : berjalan
- Ambulansi dengan kursi roda
4.
Hambatan komunikasi verbal.
Defenisi : Penurunan, keterlambatan, ata ketidakmampuan untuk menerima,memproses,
mengirim, dan/atau menggunakan suatu sistem lambang
a. Kemampuan komunikasi
- menjawabpertanyaan yang diajukan perawat
- dapat mengerti dan memahami pesan-pesan melaluigambar
- dapat mengekspresikan perasaannya secaraverbal maupun nonverbal
- Penggunaanbahasa lisa dan tulisan
1. Peningkatan komunikasi
- Libatkankeluargauntuk membantu memahami / memahamkan informasi dari / ke klien
- Dengarkansetiap ucapan klien dengan penuh perhatian
- Gunakankata-kata sederhana dan pendek dalam komunikasi dengan klien
- Dorongklien untuk mengulang kata-kata
- Berikanarahan / perintah yang sederhana setiap interaksi dengan klien
- Programkanspeech-language teraphy
DAFTARPUSTAKA
1. BrendaG. Bare, Suzanne C. Smeltzer. 2003. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi
8volume 3. Jakarta: EGC.
2. Batticaca,Fransisca.2008. Asuhan Keperawatanpada Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
3. Price, Sylvia A. 2005.Patofisiologi Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit. Edisi 6 Vol.2.
Jakarta: EGC
4. Butt,Ejaz. 2005. Intracranial SpaceOccupying LesionsA Morphological
Analyis:http://www.thebiomedicapk.com/articles/31.pdf