Laporan Pendahuluan Bronkitis
Laporan Pendahuluan Bronkitis
Laporan Pendahuluan Bronkitis
Oleh :
Mei Fauzia (202107358)
4. Etiologi
Merokok atau pemajanan terhadap polusi adalah penyebab utama bronchitis kronik.
Pasien dengan bronchitis kronik lebih rentan terhadap kekambuhan infeksi saluran pernapasan
bawah. Kisaran infeksi virus, bakteri, dan mikroplasma yang luas dapat menyebabkan
episode bronchitis akut. Eksaserbasi bronchitis kronik hampir pasti terjadi selama musim
dingin. Menghirup udara yang dingin dapat menyebabkan bronkospasme bagi yang rentan.
Terdapat beberapa faktor yang merupakan etiologi bronkitis kronis, yaitu:
a. Rokok
Terdapat hubungan yang erat antara merokok dengan penurunan VEP (Volume
Ekspirasi Paksa) dalam satu detik. Secara patologis rokok berhubungan dengan hiperplasia
kelenjar mukus bronkus dan metaplasia inhibisi aktivitas sel rambut getar, makrofag
alveolar dan surfaktan.
b. Infeksi
Infeksi saluran pernafasan bagian atas pada seseorang penderita bronkhitis kronis
hampir selalu menyebabkan infeksi paru bagian bawah, serta menyebabkan kerusakan paru
bertambah. Eksaserbasi bronkhitis disangka paling sering diawali dengan infeksi virus,
yang kemudian menyebabkan infeksi sekunder oleh bakteri. Bakteri yang paling sering
adalah Haemophilus influenzae dan Streptococus Pneumonia.
c. Polusi
Polusi tidak begitu besar pengaruhnya sebagai faktor penyebab penyakit bronkhitis,
tetapi bila ditambah merokok, faktor akan lebih tinggi.
d. Keturunan
Belum diketahui jelas apakah faktor keturunan berperan atau tidak, kecuali dengan
penderita dengan defisiensi alpha-1 anti tripsin yang merupakan suatu protein. Kerja
protein ini adalah menetralkan enzim proteolitik yang merusak jaringan, sehingga
defisiensi alpha-1 anti tripsin menyebabkan kerusakan jaringan.
5. Patofisiologi
Gambaran khas pada bronkitis kronis adalah hipersekresi mukus, yang dimulai di saluran
nafas besar. Meskipun faktor penyebab terpenting adalah merokok, polutan udara lain, seperti
sulfur dioksida dan nitrogen dioksida, juga berperan. Berbagai iritan ini memicu hipersekresi
kelenjar mukosa bronkus, menyebabkan hipertrofi kelenjar mukosa, dan menyebabkan
pembentukan metaplastik sel goblet penghasil musin di epitel permukaan bronkus. Selain itu,
zat tersebut juga menyebabkan peradangan dengan infiltrasi sel T CD8+, makrofag, dan
neutrofil. Berbeda dengan asma, pada bronkitis kronis eosinofil jarang ditemukan, kecuali jika
pasien mengidap bronkitis asmatik. Dipostulasikan bahwa banyak efek iritan lingkungan pada
epitel pernafasan diperantarai melalui reseptor faktor pertumbuhan epidermis. Sebagai contoh,
transkripsi gen musin MUC5AC, yang meningkat sebagai akibat terpajan asap tembakau, baik
in vitro maupun in vivo pada model eksperimental, sebagian diperantarai oleh jalur reseptor
faktor pertumbuhan epidermis. Infeksi mikroba sering terjadi, tetapi hanya berperan sekunder,
terutama dengan mempertahankan peradangan dan memperparah gejala (Robin, 2007).
Temuan patologis utama pada bronkitis kronik adalah hipertrofi kelenjar mukosa bronkus
dan peningkatan jumlah dan ukuran sel-sel goblet, dengan infiltraasi sel-sel radang dan edema
mukosa bronkus. Pembentukan mukus yang meningkat mengakibatkan gejala khas yaitu
batuk kronis. Batuk kronik yang disertai peningkatan sekresi bronkus tampaknya
mempengaruhi bronkiolus kecil sehingga bronkiolus tersebut rusak dan dindingnya melebar.
Faktor etiologi utama adalah merokok dan polusi udara yang lazim di daerah industri. Polusi
udara yan terus menerus juga merupakan predisposisi infeksi rekuren karena polusi
memperlambat aktivitas silia dan fagositsis, sehingga timbunan mukus menigkat sedangkan
mekanisme pertahanannya sendiri melemah. Pada bronkitis kronik terdapat pembesaran
kelenjar mukosa bronkus, metaplasia sel goblet, inflamasi, hipertrofi otot polos pernapasan
serta distorsi akibat fibrosis.
Berbagai faktor risiko untuk terjadinya bronkitis kronis (merokok, polusi udara, infeksi
berulang, dll) menimbulkan kondisi inflamasi pada bronkus. Perubahan patologi yang terjadi
pada trakea, bronki dan bronkiolus terus sampai ke saluran napas kecil (diameter 2-4 mm)
berupa infiltrasi permukaan epitel jalan napas, kelenjar duktus, kelenjar-kelenjar dengan
eksudat inflamasi (sel dan cairan) yang didominasi oleh sel T limfosit (CD8+), makrofag dan
neutrofil. Proses inflamasi kronik itu berhubungan dengan metaplasia sel goblet dan sel
squamosa dari epitelium, peningkatan ukuran epitelepitel kelenjar, peningkatan banyak otot
polos dan jaringan penunjang pada dinding jalan napas, serta degenerasi tulang rawan jalan
napas. Semua perubahan patologi itu bertanggung jawab terhadap gejala pada bronkitis kronis
yaitu batuk kronik dan produksi sputum berlebihan seperti yang dijelaskan sebagai definisi
bronkitis kronis dengan kemungkinan berkombinasi dengan masalah jalan napas perifer dan
emfisema.
6. Manifestasi Klinis
Keluhan yang dirasakan oleh penderita bronchitis kronik antara lain:
- Batuk yang sangat produktif, purulen dan mudah memburuk dengan inhalasi
iritan, udara dingin atau infeksi
- Produksi mucus dalam jumlah yang sangat banyak
- Dyspnea
- Riwayat merokok, riwayat paparan polutan
Pada pemeriksaan fisik paru didapatkan:
- Inspeksi
Pursed lips breathing.
Barrel chest
Penggunaan otot bantu pernafasan
Hipertrofi otot bantu pernafasan
JVP meningkat
Edema tungkai bawah
Penampilan blue bloater. Gambaran khas bronchitis kronis, gemuk,
sianosis, edema tungkai dan ronki basah di basal paru. Sianosis di sentral
dan perifer.
- Palpasi
Fremitus melemah
- Perkusi
Hipersonor
- Auskultasi
Suara nafas vesikuler normal atau melemah
Ronki dan mengi saat nafas biasa atau eskpirasi paksa
Eskpirasi memanjang
Bunyi jantung terdengar jauh
7. Komplikasi
Ada beberapa komplikasi bronchitis yang dapat dijumpai pada pasien, antara lain :
a. Bronchitis kronik
b. Pneumonia dengan atau tanpa atelektaksis, bronchitis sering mengalami infeksi
berulang biasanya sekunder terhadap infeksi pada saluran nafas bagian atas. Hal ini
sering terjadi pada mereka drainase sputumnya kurang baik.
c. Pleuritis. Komplikasi ini dapat timbul bersama dengan timbulnya pneumonia.
Umumnya pleuritis sicca pada daerah yang terkena.
d. Efusi pleura atau empisema
e. Abses metastasis diotak, akibat septikemi oleh kuman penyebab infeksi supuratif pada
bronkus. Sering menjadi penyebab kematian
f. Haemaptoe terjadi kerena pecahnya pembuluh darah cabang vena ( arteri
pulmonalis ) , cabang arteri ( arteri bronchialis ) atau anastomisis pembuluh darah.
Komplikasi haemaptoe hebat dan tidak terkendali merupakan tindakan beah gawat
darurat.
g. Sinusitis merupakan bagian dari komplikasi bronchitis pada saluran nafas
h. Kor pulmonal kronik pada kasus ini bila terjadi anastomisis cabang-cabang arteri dan
vena pulmonalis pada dinding bronkus akan terjadi arterio-venous shunt, terjadi
gangguan oksigenasi darah, timbul sianosis sentral, selanjutnya terjadi hipoksemia.
Pada keadaan lanjut akan terjadi hipertensi pulmonal, kor pulmoner kronik,.
Selanjutnya akan terjadi gagal jantung kanan.
i. Kegagalan pernafasan merupakan komlikasi paling akhir pada bronchitis yang berat da
luas
j. Amiloidosis keadaan ini merupakan perubahan degeneratif, sebagai komplikasi klasik
dan jarang terjadi. Pada pasien yang mengalami komplikasi ini dapat ditemukan
pembesaran hati dan limpa serta proteinurea.
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Sinar X dada
Tes ini dilakukan untuk melihat peningkatan pada luasnya bronkitis dan
kadang-kadang pada asma, penurunan emfisema.
Kapasitas inspirasi : Menurun pada emifisema
Volume residu : Meningkat pada emfisema, bronkitis kronis dan asma
d. FEV/FVC
Rasio volume ekspirasi kuat dengan kapasitas vital kuat menurun pada
bronkitis dan asma.
e. GDA
9. Penatalaksanaan
a. Batuk Efektif dan Napas Dalam
Batuk efektif adalah tindakan yang diperlukan untuk membersihkan sekret.
Tujuan napas dalam dan batuk adalah untuk meningkatkan ekspansi paru, mobilisasi
sekresi, dan mencegah efek samping dari retensi sekresi. Pasien diberi posisi duduk
tegak pada tepi tempat tidur atau kursi dengan kaki disokong. Pasien dianjurkan
untuk mengambil napas dalam dan perlahan. Bila sekret terauskultasi, kemudian
batuk dimulai pada inspirasi maksimum.
b. Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan
disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit. Pemilihan bentuk obat
diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka
panjang. Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat (slow
release) atau obat berefek panjang (long acting). Macam - macam bronkodilator:
-
Golongan antikolinergik: digunakan pada derajat ringan sampai berat,
disamping sebagai bronkodilator juga mengurangi sekresi lendir ( maksimal
4 kali perhari)
-
Golongan agonis beta 2: bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak,
peningkatan jumlah penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya
eksaserbasi. Sebagai obat pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet
yang berefek panjang. Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi
eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang. Bentuk
injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.
-
Kombinasi antikolinergik dan agonis beta 2: kombinasi kedua golongan
obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi, karena keduanya mempunyai
tempat kerja yang berbeda. Disamping itu penggunaan obat kombinasi lebih
sederhana dan mempermudah penderita.
-
Golongan xantin: dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan
pemeliharaan jangka panjang, terutama pada derajat sedang dan berat.
Bentuk tablet biasa atau puyer untuk mengatasi sesak (pelega napas), bentuk
suntikan bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasi akut. Penggunaan
jangka panjang diperlukan pemeriksaan kadar aminofilin darah.
c. Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi
intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan
metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang
diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP1
pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250 mg.
d. Antibiotika
Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan:
-
Lini I : amoksisilin, makrolid
-
Lini II : amoksisilin dan asam klavulanat, sefalosporin, kuinolon, makrolid
baru
e. Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup, digunakan N -
asetilsistein.
f. Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat
perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang
viscous. Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak
dianjurkan sebagai pemberian rutin.
B. Konsep dasar asuhan keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
a. Anamnesa
1) Biodata
Kaji biodata mulai dari nama, alamat, usia, pendidikan, agama.
2) Riwayat Penyakit Dahulu
Tanyakan pada klien. Apakah klien pernah atau sedang menderita suatu penyakit
lainnya dan pernah mengalami penyakit yang sama sebelumnya. Dan tanyakan juga
tindakan apa saja yang telah dilakukan serta obat apa saja yang telah dikonsumsi
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Klien pada umumnya mengeluh sering batuk, demam, suara serak dan kadang nyeri
dada.
4) Riwayat Penyakit Keluarga
Kaji adakah keluarga klien yang sedang atau pernah mengalami penyakit yang sama
dengan penyakit klien. Dan tanyakan apakah ada anggota keluarga klien yang
mempunyai penyakit berat lainnya.
5) Aktivitas sehari-hari di rumah
Kaji pola makan, minum, eliminasi BAB, eiminasi BAK, istirahat tidur dan kebiasaan
klien.
6) Riwayat Psikososial-Spiritual
Psikologis : apakah klien menerima penyakit yang dideritanya atau menarik
diri ?
Sosial : bagaimana interaksi klien terhadap lingkungan sekitar sebelum dan
selama sakit dan apakah klien dapat beradaptasi dengan lingkungan baru (rumah
sakit) ?
Spiritual : apakah dan bagaimana klien mengerjakan ibadahnya saat sakit ?
b. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
Tingkat keamanan
GCS
a. Tanda-tanda vital
Tekanan darah :
Suhu :
Nadi :
Repsirasi rate :
Pengkajian per sistem
(a) Kepala dan leher
Kepala : Kaji bentuk danada tidaknya benjolan.
Mata : Kaji warna sklera dan konjungtiva.
Hidung : Kaji ada tidaknya pernafasan cuping hidung.
Telinga : Kaji
Mulut : Kaji mukosa dan kebersihannya.
Leher : Ada tidaknya pembesaran vena jugularis.
(b) Sistem Integumen
a. Rambut : Kaji warna dan kebersihannya.
b. Kulit : Kaji warna dan ada tidaknya lesi.
c. Kuku : Kaji bentuk dan kebersihannya.
d. Sistem Pernafasan
e. Inspeksi : biasanya pada klien bronkhitis terjadi sesak, bentuk
dada barrel chest, kifosis.
f. Palpasi : Iga lebih horizontal.
g. Auskultasi : Adakah kemungkinan terdapat bunyi napas
tembahan, biasanya terdengar ronchi.
(c) Sistem Kardiovaskuler
a. Inspeksi : Kaji apakah ada pembesaran vena ingularis.
b. Palpasi : Kaji apakah nadi teraba jelas dan frekwensi nadi.
c. Auskultasi : Kaji suara s1, s2 apakah ada suara tambahan.
(d) Sistem Pencernaan
a. Inspeksi : Kaji bentuk abdomen, ada tidaknya lesi.
b. Palpasi : Kaji apakah ada nyeri tekan
c. Perkusi : Kaji apakah terdengar bunyi thympani
d. Auskultasi : Kaji bunyi peristaltik usus.
(e) Sistem Reproduksi
Kaji apa jenis kelamin klien dan apakah klien sudah menikah.
(f) Sistem Pergerakan Tubuh
Kaji kekuatan otot klien.
(g) Sistem Persyaratan
Kaji tingkat kesadaran klien dan GCS.
(h) Sistem Perkemihan
Kaji apakah ada gangguan eliminasi urin.
c. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
-
Darah rutin : Hb, Ht dan leukosit boleh didapatkan meningkat3
-
Analisa gas darah : hipoksia dan hiperkapnia
2. Pemeriksaan faal paru
-
Spirometri : Ditemukan adanya penurunan kapasitas vital (VC) dan volume
ekspirasi kuat (FEV) serta peningkatan volume residual (RV) dengan kapasitas
paru total (TC) normal atau meningkat.
3. Radiologi
Rontgen thorax (PA/Lateral)
-
Corakan bronkovaskuler meningkat
-
Tram-track appearance : penebalan dinding bronkial3
2. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret.
b. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasme
bronchus.
c. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan broncokontriksi, mukus.
d. Resiko infeksi berhubungan dengan menetapnya sekret, proses penyakit kronis.
e. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
3. Rencana Keperawatan
3 Pola Nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Buka jalan nafas, guanakan teknik
selama 3x 24 jam diharapkan kondisi klien chin lift atau jaw thrust bila perlu
Definisi : Pertukaran udara memenuhi kriteria hasil :
2. Posisikan pasien untuk
inspirasi dan/atau ekspirasi tidak
1. Mendemonstrasikan batuk efektif dan
adekuat
memaksimalkan ventilasi
Batasan karakteristik : suara nafas yang bersih, tidak ada
3. Identifikasi pasien perlunya
1. Penurunan tekanan sianosis dan dyspneu (mampu
pemasangan alat jalan nafas buatan
inspirasi/ekspirasi mengeluarkan sputum, mampu
2. Penurunan pertukaran udara per bernafas dengan mudah, tidak ada 4. Pasang mayo bila perlu
menit pursed lips)
2. Menunjukkan jalan nafas yang paten 5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
3. Menggunakan otot pernafasan
tambahan (klien tidak merasa tercekik, irama 6. Keluarkan sekret dengan batuk atau
4. Nasal flaring nafas, frekuensi pernafasan dalam suction
5. Dyspnea rentang normal, tidak ada suara nafas
abnormal) 7. Auskultasi suara nafas, catat adanya
6. Orthopnea
suara tambahan
7. Perubahan penyimpangan dada
8. Nafas pendek 3. Tanda Tanda vital dalam rentang 8. Lakukan suction pada mayo
9. Assumption of 3-point position normal (tekanan darah, nadi,
pernafasan) 9. Berikan bronkodilator bila perlu
10. Pernafasan pursed-lip
11. Tahap ekspirasi berlangsung 10. Berikan pelembab udara Kassa
sangat lama basah NaCl Lembab
12. Peningkatan diameter anterior-
11. Atur intake untuk cairan
posterior
mengoptimalkan keseimbangan.
13. Pernafasan rata-rata/minimal
a. Bayi : < 25 atau > 60 12. Monitor respirasi dan status O2
b. Usia 1-4 : < 20 atau > 30
c. Usia 5-14 : < 14 atau > 25 Terapi Oksigen
d. Usia > 14 : < 11 atau > 24 1. Bersihkan mulut, hidung dan secret
14. Kedalaman pernafasan trakea
15. Dewasa volume tidalnya 500 2. Pertahankan jalan nafas yang paten
ml saat istirahat
3. Atur peralatan oksigenasi
16. Bayi volume tidalnya 6-8
ml/Kg
17. Timing rasio 4. Monitor aliran oksigen
18. Penurunan kapasitas vital
5. Pertahankan posisi pasien
Faktor yang berhubungan : 6. Onservasi adanya tanda tanda
1. Hiperventilasi hipoventilasi
2. Deformitas tulang
7. Monitor adanya kecemasan pasien
3. Kelainan bentuk dinding dada
terhadap oksigenasi
4. Penurunan energi/kelelahan
5. Perusakan/pelemahan muskulo- 8. Vital sign Monitoring
skeletal
6. Obesitas Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
7. Posisi tubuh 9. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
8. Kelelahan otot pernafasan 10. Monitor VS saat pasien berbaring,
9. Hipoventilasi sindrom duduk, atau berdiri
10. Nyeri
11. Auskultasi TD pada kedua lengan
11. Kecemasan
dan bandingkan
12. Disfungsi Neuromuskuler
13. Kerusakan persepsi/kognitif 12. Monitor TD, nadi, RR, sebelum,
14. Perlukaan pada jaringan syaraf selama, dan setelah aktivitas
tulang belakang
13. Monitor kualitas dari nadi
15. Imaturitas Neurologis
14. Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
15. Monitor suara paru
16. Monitor pola pernapasan abnormal
17. Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
18. Monitor sianosis perifer
19. Monitor adanya cushing triad
(tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan sistolik)
20. Identifikasi penyebab dari perubahan
vital sign
5 Intoleransi aktivitas b/d curah Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Observasi adanya pembatasan klien
jantung yang rendah, selama 3x 24 jam diharapkan kondisi klien dalam melakukan aktivitas
ketidakmampuan memenuhi memenuhi kriteria hasil :
2. Dorong anal untuk mengungkapkan
metabolisme otot rangka, kongesti 1. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik
perasaan terhadap keterbatasan
pulmonal yang menimbulkan tanpa disertai peningkatan tekanan
hipoksinia, dyspneu dan status darah, nadi dan RR 3. Kaji adanya factor yang
nutrisi yang buruk selama sakit 2. Mampu melakukan aktivitas sehari hari menyebabkan kelelahan
(ADLs) secara mandiri
4. Monitor nutrisi dan sumber energi
Intoleransi aktivitas b/d fatigue tangadekuat
Definisi : Ketidakcukupan energu
5. Monitor pasien akan adanya
secara fisiologis maupun psikologis
kelelahan fisik dan emosi secara
untuk meneruskan atau
berlebihan
menyelesaikan aktifitas yang
diminta atau aktifitas sehari hari. 6. Monitor respon kardivaskuler
terhadap aktivitas
Batasan karakteristik :
7. Monitor pola tidur dan lamanya
a. melaporkan secara verbal adanya
tidur/istirahat pasien
kelelahan atau kelemahan.
b. Respon abnormal dari tekanan
darah atau nadi terhadap
Activity Therapy
aktifitas
1. Kolaborasikan dengan Tenaga
c. Perubahan EKG yang
Rehabilitasi Medik
menunjukkan aritmia atau
dalammerencanakan progran terapi
iskemia
yang tepat.
d. Adanya dyspneu atau
2. Bantu klien untuk mengidentifikasi
ketidaknyamanan saat
aktivitas yang mampu dilakukan
beraktivitas.
3. Bantu untuk memilih aktivitas
Faktor factor yang berhubungan : konsisten yangsesuai dengan
1. Tirah Baring atau imobilisasi kemampuan fisik, psikologi dan
2. Kelemahan menyeluruh social
Guyton, Arthur C., and John E. Hall. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi ke-
9. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(Definisi dan Indikator Diagnostik). Jakarta Selatan: DPP PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (Definisi
dan Tindakan Keperawatan). Jakarta Selatan: DPP PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (Definisi
dan Kriteria Hasil Keperawatan). Jakarta Selatan: DPP PPNI