LP Hipertensi Gerontik
LP Hipertensi Gerontik
LP Hipertensi Gerontik
NIM : PO530320119163
JURUSAN KEPERAWATAN
2022
A. KONSEP PENYAKIT HIPERTENSI
1. DEFENISI HIPERTENSI
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami
peningkatan tekanan darah diatas normal lebih dari sama dengan 140
mmHg dan diastolik lebih dari sama dengan 90 mmHg Penyakit hipertensi
dapat disebabkan oleh pola makan yang buruk dan kurangnya aktivitas
fisik (Rihiantoro and Widodo 2018).
Hipertensi adalah salah satu penyakit degenerative yang menjadi salah
satu penyebab kematian tertinggi di Indonesia. Semakin bertambah usia
dapat meningkatkan resiko terjangkitnya penyakit hipertensi yang
disebabkan oleh adanya perubahan alami pada jantung, pembuluh darah
dan hormon (Suryarinilsih et al. 2021).
Kesimpulan dari kedua definisi diatas, Hipertensi adalah suatu
penyakit yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah diatas normal,
yang disebabkan oleh pola makan yang buruk, kurangnya aktivitas fisik,
perubahan alami jantung, pembuluh darah dan hormone.
2. KLASIFIKASI
Lewis, Dirksen, Heitkemper, & Bucher (2019), mengklasifikasikan
hipertensi menjadi:
1. Hipertensi primer
Hipertensi primer (esensial atau idiopatik) merupakan peningkatan
tekanan darah tanpa diketahui penyebabnya dan berjumlah 90%-95% dari
semua kasus hipertensi. Meskipun hipertensi primer tidak diketahui
penyebabnya, namun beberapa faktor yang berkontribusi meliputi:
peningkatan aktivitas, produksi sodium- retaining hormones berlebihan
dan vasokonstriksi, peningkatan masukan natrium, berat badan
berlebihan, diabetes melitus, dan konsumsi alkohol berlebihan.
2. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder merupakan peningkatan tekanan darah dengan
penyebab yang spesifik dan biasanya dapat diidentifikasi. Hipertensi
sekunder diderita oleh 5%-10% dari semua penderita hipertensi pada
orang dewasa. Penyebab hipertensi sekunder meliputi penyakit ginjal,
aldosteronisme primer, pheochromocytoma, penyakit Chusing’s, koartasio
aorta (penyempitan pada aorta), tumor otak, ensefalitis, kehamilan, dan
obat (estrogen misalnya, kontrasepsi oral; glukokortikoid,
mineralokortikoid, simpatomimetik).
Klasifikasi hipertensi dilihat berdasarkan tekanan darah sistolik dan
tekanan darah diastolik dalam satuan mmHg dibagi menjadi beberapa
stadium atau stage. Klasifikasi tekanan darah pada penderita hipertensi
menurut American Heart Association (2019) adalah :
Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah
3. ETIOLOGI
Menurut Udjianti (2017) berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi
menjadi 2 golongan yaitu, hipertensi esensial atau primer dan hipertensi
sekunder atau hipertensi renal.
1. Hipertensi Primer (esensial)
Hipertensi primer atau esensial merupakan 90% dari seluruh kasus
hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya dan disebut juga
hipertensi idiopatik. Banyak faktor yang mempengaruhi seperti :
a. Genetik : individu yang mempunyai riwayat keluarga dengan
hipertensi, berisiko tinggi akan mengalami penyakit ini.
b. Jenis kelamin dan usia : laki-laki berusia 35-50 tahun dan
wanita pasca-monopause berisiko tinggi untuk mengalami
hipertensi.
c. Diet : Konsumsi diet garam atau lemak secara
langsung berhubungan dengan berkembangnya
hipertensi
d. Berat badan : obesitas (>25% diatas BB ideal) dikaitkan
dengan berkembangnya hipertensi.
e. Gaya hidup : merokok dan konsumsi alkohol dapat
meningkatkan tekanan darah, bila gaya hidup menetap.
2. Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder atau hipertensi renal merupakan kasus
hipertensi sekunder, yang didefinisikan sebagai peningkatan
tekanan darah karena suatu kondisi fisik yang ada sebelumnya
seperti penyakit ginjal atau gangguan tiroid. Faktor pencetus
munculnya hipertensi sekunder antara lain : penggunaan
kontrasepsi oral, coarctation aorta, neurologic (tumor otak,
ensefalitis, gangguan psikiatris), kehamilan, peningkatan volume
intavaskular, luka bakar, dan stress.
Menurut Sutanto penyebab hipertensi pada orang dengan
lanjut usia adalah terjadinya perubahan-perubahan pada :
a. Elastisitas dinding aorta menurun
b. Katub jantung menebal dan menjadi kaku
c. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1%
setiap tahun sesudah berumur 20 tahun, kemampuan
jantung memompa darah menurun menyebabkan
menurunnya kontraksi dan volumenya
d. Kehilangan elastisitas pembuluh darah. Hal ini terjadi
karena kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer
untuk oksigenasi
e. Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer
4. FAKTOR RISIKO
1. Kegemukan (obesitas)
2. Kurang olahraga
5. Stres
1. Keturunan (Genetika)
2. Jenis kelamin
3. Umur
Dengan semakin bertambahannya usia, kemungkinan seseorang
menderita hipertensi juga semakin besar. Penyakit hipertensi
merupakan penyakit yang timbul akibat adanya interaksi dari
berbagai faktor risiko terhadap timbulnya hipertensi. Hanya
elastisitas jaringan yang erterosklerosis serta pelebaran pembulu
darah adalah faktor penyebab hipertensi pada usia tua. Pada
umumnya hipertensi pada pria terjadi di atas usia 31 tahun sedangkan
pada wanita terjadi setelah berumur 45 tahun.
5. PATOFISIOLOGI
Hipertensi dapat disebabkan oleh umur, jenis kelamin, gaya hidup dan
obesitas. Hipertensi menyebabkan kerusakan vaskuler pembuluh darah,
perubahan struktur, penyumbatan pembuluh darah,vasokontriksi dan
gangguan sirkulasi. Gangguan sirkulasi di otak mengakibatkan resistensi
pembuluh darah otak naik, siplai oksigen otak menurun yang
menyebabkan penderita mengalami nyeri kepala dan gangguan pola tidur.
Hipertensi menybabkan gangguan pada ginjal yang mengakibatkan
vasokontriksi pembuluh darah, blood flow menurun, respon RAA,
rangsang aldosterone, retensi Na, edema yang menimbulkan masalah
keperawatan kelebihan volume cairan. Hipertensi juga mengganggu
system pembuluh darah yang mengakibatkan vasokontriksi, iskemik,
moikard yang mengakibatkan afterload meningkat yang dapay
menimbilkan masalah keperawatan penurunan curah jantung dan
intoleransi aktivitas (Hariawan and Tatisina 2020).
6. PATHWAY HIPERTENSI
7. TANDA DAN GEJALA
Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi :
8. MANAJEMEN PERAWATAN
Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan
mortalitas akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan
pencapaian da pemeliharaan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg.
(Triyanto,2019)
Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi :
1. Terapi tanpa Obat
Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi ringan dan
sebagai tindakan suportif pada hipertensi sedang dan berat. Terapi tanpa
obat ini meliputi
a. Diet
Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :
Restriksi garam secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5 gr/hr,
Diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh.
b. Menghentikan merokok
c. Latihan fisik
Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah yang
dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah olah raga yang
mempunyai empat prinsip yaitu: Macam olah raga yaitu
isotonis dan dinamis seperti lari, jogging, bersepeda, berenang
dan lain-lain.
Intensitas olah raga yang baik antara 60-80 % dari kapasitas
aerobik atau 72-87 % dari denyut nadi maksimal yang disebut
zona latihan. Lamanya latihan berkisar antara 20 – 25 menit
berada dalam zona latihan Frekuensi latihan sebaiknya 3 x
perminggu dan paling baik 5 x perminggu.
2. Edukasi Psikologis
a. Teknik relaksasi
Relaksasi adalah suatu prosedur atau tehnik yang bertujuan untuk
mengurangi ketegangan atau kecemasan, dengan cara melatih
penderita untuk dapat belajar membuat otot-otot dalam tubuh
menjadi rileks
b. Pendidikan Kesehatan (Penyuluhan )
Tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk meningkatkan
pengetahuan pasien tentang penyakit hipertensi dan
pengelolaannya sehingga pasien dapat mempertahankan
hidupnya dan mencegah komplikasi lebih lanjut.
3. Terapi dengan Obat
Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah
saja tetapi juga mengurangi dan mencegah komplikasi akibat hipertensi
agar penderita dapat bertambah kuat. Pengobatan hipertensi umumnya
perlu dilakukan seumur hidup penderita.
9. KOMPLIKASI
1. Stroke hemoragi
Hal ini dapat terjadi akibat hemoragi akibat tekanan darah tinggi di otak, atau
akibat embolus yang terlepas dari pembuluh selain otak, yang terpajan
tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi karena hipertensi kronis apabila arteri
memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan penebalan, sehingga aliran
darah ke area otak yang diperdarahi berkurang. Arteri otak yang
mengalami arterosklerosis dapat melemah hingga menigkatkan
kemugkinan terbentuknya aneurisma.
2. Infark miokard
Ima dapat terjadi apabila arteri koroner yang arterosklerotik tidak dapat
menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk trombus
yang menghambat aliran darah melewati pembuluh darah. Pada hipertensi
kronik dan hipertrofi ventrikel, kebutuhan oksigen miokardium mungkin
tidak dapat dipenuhi dan dapat terjadi iskemia yang menyebabkan infark.
3. Gagal ginjal
GG dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada
kapiler glomelurus ginjal. Dengan rusaknya glomelurus, aliran darah ke
nefron akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksik dan kematian.
Dengan rusaknya membrane glomelurus protein akan keluar melalui urine
sehingga tekanan osmotik koloid plasma berkurang dan menyebabkan
edema, yang sering dijumpai pada hipertensi kronis.
4. Ensefalopati (kerusakan otak)
Hal ini dapat terjadi, terutama pada hipertensi maligna (hipertensi yang
meningkat cepat dan berbahaya). Tekanan yang sangat tinggi pada
kelainan ini menyebabkan penigkatan tekanan kapiler dan mendorong
cairan ke ruang interstisial di seluruh sususan saraf pusat. Neuron
disekitarnya kolaps dan terjadi koma serta kematian.
B. KONSEP LANSIA
1. DEFENISI LANSIA
Lansia merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang
ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan
stres lingkungan. Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan
seseorang untuk mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stres
fisiologis (Effendi, 2019).
Lansia adalah seseorang yang telah berusia > 60 tahun dan tidak
berdaya mencari nafkah sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
sehari-hari (Ratnawati, 2017).
Kedua pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa lansia adalah
seseorang yang telah berusia > 60 tahun, mengalami penurunan
kemampuan beradaptasi, dan tidak berdaya untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari seorang diri.
2. BATASAN LANSIA
Menurut WHO, batasan lansia meliputi:
1. Usia Pertengahan (Middle Age), adalah usia antara 45-59 tahun
2. Usia Lanjut (Elderly), adalah usia antara 60-74 tahun
3. Usia Lanjut Tua (Old), adalah usia antara 75-90 tahun
4. Usia Sangat Tua (Very Old), adalah usia 90 tahun keatas
Ada beberapa teori yang berkaitan dengan proses penuaan, yaitu teori biologi,
teori psikososial.
a. Teori Biologi
Teori biologis dalam proses menua mengacu pada asumsi bahwa proses menua
merupakan perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi tubuh selama
masa hidup. Teori ini lebih menekankan pada perubahan kondisi tingkat
structural sel/organ tubuh, termasuk didalamnya adalah pengaruh agen
patologis. Fokus dari teori ini adalah mencari determinan-determinan yang
menghambat proses penurunan fungsi organisme. Yang dalam konteks
sistemik, dapat mempengaruhi/ memberi dampak terhadap organ/ sistem
tubuh lainnya dan berkembang sesuai dengan peningkatan usia kronologis.
1. Teori “Genetik Clock”
Teori ini menyatakan bahwa proses menua terjadi akibat adanya
program jam genetik didalam nuclei. Jam ini akan berputar dalam jangka
waktu tertentu dan jika jam ini sudah habis putarannya maka akan
menyebabkan berhentinya proses mitosis. Radiasi dan zat kimia dapat
memperpendek umur menurut teori ini terjadi mutasi progresif pada DNA
sel somatik akan menyebabkan terjadinya penurunan kemampuan
fungsional sel tersebut.
2. Teori error
Menurut teori ini proses menua diakibatkan oleh menumpuknya berbagai
macam kesalahan sepanjang kehidupan manusia akibat kesalahan
tersebut akan berakibat kesalahan metabolisme yang dapat
mengakibatkan kerusakan sel dan fungsi sel secara perlahan. Sejalan
dengan perkembangan umur sel tubuh, maka terjadi beberapa perubahan
alami pada sel pada DNA dan RNA, yang merupakan substansi
pembangun atau pembentuk sel baru. Peningkatan usia mempengaruhi
perubahan sel dimana sel-sel Nukleus menjadi lebih besar tetapi tidak
diikuti dengan peningkatan jumlah substansi DNA.
3. Teori Autoimun
Pada teori ini penuaan dianggap disebabkan oleh adanya penurunan fungsi
sistem imun. Perubahan itu lebih tampak secara nyata pada Limposit –T,
disamping perubahan juga terjadi pada Limposit –B. perubahan yang
terjadi meliputi penurunan sistem immune humoral, yang dapat menjadi
faktor predisposisi pada orang tua untuk :
a) menurunkan resistansi melawan pertumbuhan tumor dan
perkembanga kanker.
b) menurunkan kemampuan untuk mengadakan inisiasi proses dan
secara agresif memobilisasi pertahanan tubuh terhadap pathogen.
c) meningkatkan produksi autoantingen, yang berdampak pada
semakin meningkatnya risiko terjadinya penyakit yang berhubungan
dengan autoimmun.
4. Teori Free Radical
Teori radikal bebas mengasumsikan bahwa proses menua terjadi akibat
kurang efektifnya fungsi kerja tubuh dan hal itu dipengaruhi oleh adanya
berbagai radikal bebas dalam tubuh. Radikal bebas merupakan zat yang
terbentuk dalam tubuh manusia sehingga salah satu hasil kerja
metabolisme tubuh. Walaupun secara normal ia terbentuk dari proses
metabolisme tubuh, tetapi ia dapat tebentuk akibat : 1. Proses oksigenasi
lingkungan seperti pengaruh polutan, ozon, dan petisida.
2. Reaksi akibat paparan dengan radiasi.
3. Sebagai reaksi berantai dengan molekul bebas lainnya. Penuaan dapat
terjadi akibat interaksi dari komponen radikal bebas dalam tubuh
manusia. Radikal bebas dapat berupa : superoksida (O2), radikal
hidroksil,dan H2O2. Radikal bebas sangat merusak karena sangat
reaktif, sehingga dapat bereaksi dengan DNA, protein, dan asam lemak
tak jenuh. Makin tua umur makin banyak terbentuk radikal bebas
sehingga proses pengerusakan harus terjadi, kerusakan organel sel
makin banyak akhirnya sel mati.
5. Teori Kolagen
Kelebihan usaha dan stress menyebabkan sel tubuh rusak
6. Wear Teori Biologi
Peningkatan jumlah kolagen dalam jaringan menyebabkan kecepatan
kerusakan jaringan dan melambatnya perbaikan sel jaringan.
b. Teori Psikososial
1) Activity Theory (Teori Aktivitas)
Teori ini menyatakan bahwa seseorang individu harus mampu eksis dan
aktif dalam kehidupan sosial untuk mencapai kesuksesan dalam
kehidupan di hari tua. Aktivitas dalam teori ini dipandang sebagai
sesuatu yang vital untuk mempertahankan rasa kepuasan pribadi dan
kosie diri yang positif. Teori ini berdasar pada asumsi bahwa : (1) aktif
lebih baik daripada pasif. (2) gembira lebih baik daripada tidak gembira.
(3) orang tua merupakan orang yang baik untuk mencapai sukses dan
akan memilih alternatif pilihan aktif dan bergembira. Penuaan
mengakibatkan penurunan jumlah kegiatan secara langsung.
2) Continuitas Theory (Teori Kontinuitas)
Teori ini memandang bahwa kondisi tua merupakan kondisi yang selalu
terjadi dan secara berkesinambungan yang harus dihadapi oleh orang
lanjut usia. Adanya suatu kepribadian berlanjut yang menyebabkan
adanya suatu pola perilaku yang meningkatkan stress.
3) Disanggement Theory
Putusnya hubungan dengan dunia luar seperti dengan masyarakat ,
hubungan dengan individu lain.
4) Teori Stratisfikasi Usia
Karena orang yang digolongkan dalam usia tua akan mempercepat proses
penuaan.
5) Teori Kebutuhan Manusia
Orang yang bisa mencapai aktualisasi menurut penelitian 5% dan tidak
semua
orang mencapai kebutuhan yang sempurna.
6) Jung Theory
Terdapat tingkatan hidup yang mempunyai tugas dalam perkembangan
kehidupan.
7) Course of Human Life Theory
Seseorang dalam hubungan dengan lingkungan ada tingkat
maksimumnya.
8) Development Task Theory
Tiap tingkat kehidupan mempunyai tugas perkembangan sesuai dengan
usianya.
A. Pengkajian fisik
1. Pengkajian kebutuhan dasar.
Mandiri : 126-130
3. Pengkajian keseimbangan
Tabel Posisi dan Keseimbangan Lansia (Sullivan Indeks Kats)
Keterangan:
4: Mampu melakukan aktivitas dengan lengkap
3: Mampu melakukan kativitas dengan bantuan
2: Mampu aktivitas dengan bantuan maksimal
1: Tidak mampu melakukan aktivitas
Nilai:
42-54: Mampu melakukan aktivitas
28-41: Mampu melakukan sedikit bantuan
14-27: Mampu melakukan bantuan maksimal
14 :Tidak mampu
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Hemoglobin / hematokrit Untuk mengkaji hubungan dari sel–sel terhadap
volume cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan factor–factor resiko
seperti hiperkoagulabilitas, anemia.
2. BUN , Memberikan informasi tentang perfusi ginjal Glukosa
Hiperglikemi (diabetes mellitus adalah pencetus hipertensi) dapat
diakibatkan oleh peningkatan katekolamin (meningkatkan hipertensi) .
3. Kalium serum Hipokalemia dapat megindikasikan adanya aldosteron
utama (penyebab) atau menjadi efek samping terapi diuretik.
4. Kalsium serum Peningkatan kadar kalsium serum dapat menyebabkan
hipertensi.
5. Kolesterol dan trigliserid serum Peningkatan kadar dapat mengindikasikan
pencetus untuk / adanya pembentukan plak ateromatosa ( efek
kardiovaskuler ).
6. Pemeriksaan tiroid Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi
dan hipertensi.
7. Kadar aldosteron urin/serum
Untuk mengkaji aldosteronisme primer ( penyebab )
1. Urinalisa Darah, protein, glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal dan atau
adanya diabetes.
2. Asam urat Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor resiko hipertensi
3. Steroid urin Kenaiakan dapat mengindikasikan hiperadrenalism.
4. IVP Dapat mengidentifikasi penyebab hieprtensi seperti penyakit
parenkim ginjal, batu ginjal / ureter.
5. Foto dada Menunjukkan obstruksi kalsifikasi pada area katub, perbesaran
jantung.
6. CT scan Untuk mengkaji tumor serebral, ensefalopati.
7. EKG Dapat menunjukkan pembesaran jantung, pola regangan, gangguan
konduksi, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit
jantung hipertensi.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
2. Terapeutik
Posisikan pasien semi-fowler atau fowler dengan kaki
kebawah atau posisi nyaman
Berikan diet jantung yang sesuai(misal batasi asupan
kaferin,natrium,kolesterol,dan makanan tinggi lemak)
Gunakan stocking elastis atau pneumatic intermiten,sesuai
indikasi
Fasilitasi pasien dan keluarga untuk modifikasi gaya hidup
sehat
Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi stress,jika perlu
Berikan dukungan emosional dan spiritual
Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen
>94%
3. Edukasi
Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi
Anjurkan beraktivitas fisik secara bertahap
Anjurkan berhenti merokok
Anjurkan pasien dan keluarga mengukur berat badan harian
Ajarkan pasien dan keluarga mengukur intake dan output
cairan harian kolaborasi
4. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian antiaritmia,jika perlu
Rujuk ke progam rehabilitasi jantung
2. Intoleransi aktivitas
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 jam intoleransi
aktivitas membaik dengan kriteria hasil :
- Frekuensi nadi 60-100x/mnt
- Warna kulit membaik
- Saturasi oksigen 95-100%
- Frekuensi nafas 12-20x/m
- Keluhan Lelah menurun
- Dispnea saat aktivitas menurun
- Sianosis menurun
- Tekanan darah membaik
3. Observasi
Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan
Monitor kelelahan fisik dan emosional
Monitor pola dan jam tidur
Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas
Terapeutik
Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (□issal
cahaya,suara,kunjungan)
Lakukan latikan rentang gerak pasif dan aktif
Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
Fasilitas duduk disisi tempat tidur jika tidak dapat berpindah atau
berjalan
4. Edukasi
Anjurkan tirah baring
Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan
tidak berkurang
Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
5. Kolaborasi
Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asypan
makanan
Terapi Aktivitas (1.05186)
6. Observasi
Identifikasi tingkat aktivitas
Identifikasi kemampuan berpartisipasi dalam aktivitas tertentu
Identifikasi sumber daya untuk aktivitas yang diinginkan
Identifikasi strategi meningkatkan partisipasi dalam aktivitas
Identifikasi makna aktivitas rutin
Monitor respons emosional fisik, social, dan spiritual terhadap
aktivitas
7. Terapeutik
Fasilitasi fokus pada kemampuan,bukan deficit yang dialami
Sepakati komitmen untuk meningkatkan frekuensi dan rentang
aktivitas
Fasilitasi memilih aktivitas dan tetapkan tujuan aktivitas yang
konsisten sesuai kemampuan fisik,psikologis,dan sosial.
Koordinasikan pemilihan aktivitas sesuai usia
Fasilitasi makna aktivitas yang dipiluh
Fasilitasi transportasi untuk menghadiri aktivitas, jika sesuai
Fasilitasi pasien dan keluarga dalam menyesuaikan lingkungan
untuk mengakomodasi aktivitas yang dipilih
Fasilitasi aktivitas fisik rutin (□issal ambulasi,mobilisasi,dan
perawatan diri) sesuai kebutuhan
8. Edukasi
Jelaskan metode aktivitas fisik sehari-hari, jika perlu
Ajarkan cara melakukan aktivitas yang dipilih
Anjurkan melakukan aktivitas fisik,sosial, spiritual, dan kognitif
dalam menjagafungsidari kesehatan
Anjurkan terlibat dalam aktivitas kelompok atau terapi, jika sesuai
Anjurkan keluarga untuk memberi penguatan aktivitas partisipasi
dalam aktivitas
9. Kolaborasi
Kolaborasi dengan terapis okupasi dalam merencanakan dan
memonitor progam aktivitas,jika sesuai
Rujuk pada pusat atau progam aktivitas komunitas, jika perlu
3.Nyeri Akut
Tujuan :
- Tidak mengeluh nyeri
- tidak meringis
- tidak bersikap protektif
- tidak gelisah
- tidak mengalami kesulitan tidur
- frekuensi nadi membaik
- tekanan darah membaik
1. Observasi
lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
Identifikasi skala nyeri
Identifikasi respon nyeri non verbal
Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
Monitor efek samping penggunaan analgetik
2. Terapeutik
Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat,
aroma terapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
Fasilitasi istirahat dan tidur
Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
3. Edukasi
Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
Jelaskan strategi meredakan nyeri
Anjurkan memonitor nyri secara mandiri
Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
4. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
4. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Pelaksanaan tindakan merupakan langkah keempat dalam tahap proses
keperawatan dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan
(tindakan keperawatan), strategi ini terdapat dalam rencana tindakan
keperawatan. Tahap ini perawat harus mengetahui berbagai hal,
diantaranya bahaya-bahaya fisik dan pelindungan pada lansia, teknik
komunikasi, kemampuan dalam prosedur tindakan, pemahaman
tentang hak-hak dari lansia dan memahami tingkat perkembangan
lansia. Pelaksanaan tindakan gerontik diarahkan untuk
mengoptimalkan kondisi lansia agar mampu mandiri dan produktif.
5. EVALUASI KEPERAATAN
Evaluasi didefinisikan sebagai keputusan dari efektifitas
asuhan keperawatan antara dasar tujuan keperawatan yang telah
ditetapkan dengan respon perilaku lansia yang tampilkan. Penilaian
dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam melaksanakan
rencana tindakan yang telah ditentukan, kegiatan ini untuk
mengetahui pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan
mengukur hasil dari proses keperawatan. Penilaian keperawatan
adalah mengukur keberhasilan dari rencana, dan pelaksanaan
tindakan keperawatan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan lansia.
Beberapa kegiatan yang harus diikuti oleh perawat, antara lain:
1. Mengkaji ulang tujuan klien dan kriteria hasil yang telah ditetapkan,
2. Mengumpulkan data yang berhubungan dengan hasil yang
diharapkan,
3. Mengukur pencapaian tujuan,
4. Mencatat keputusan atau hasil pengukuran pencapaian tujuan,
5. Melakukan revisi atau modifikasi terhadap rencana keperawatan bila
perlu.
DAFTAR PUSTAKA