LP Hipertensi Gerontik

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN GERONTIK

LANSIA DENGAN HIPERTENSI DI PUSKESMAS MANUTAPEN

NAMA : FABIOLA GLORIA SERANIAN

NIM : PO530320119163

KELAS : TINGKAT 3 REGULER B

PEMBIMBING INSTITUSI PEMBIMBING KLINIK

Mariana Oni Bethan, S.Kep.Ns,MPH Yohana E. Dhana, S.Kep.Ns.

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES KUPANG

JURUSAN KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN

2022
A. KONSEP PENYAKIT HIPERTENSI
1. DEFENISI HIPERTENSI
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami
peningkatan tekanan darah diatas normal lebih dari sama dengan 140
mmHg dan diastolik lebih dari sama dengan 90 mmHg Penyakit hipertensi
dapat disebabkan oleh pola makan yang buruk dan kurangnya aktivitas
fisik (Rihiantoro and Widodo 2018).
Hipertensi adalah salah satu penyakit degenerative yang menjadi salah
satu penyebab kematian tertinggi di Indonesia. Semakin bertambah usia
dapat meningkatkan resiko terjangkitnya penyakit hipertensi yang
disebabkan oleh adanya perubahan alami pada jantung, pembuluh darah
dan hormon (Suryarinilsih et al. 2021).
Kesimpulan dari kedua definisi diatas, Hipertensi adalah suatu
penyakit yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah diatas normal,
yang disebabkan oleh pola makan yang buruk, kurangnya aktivitas fisik,
perubahan alami jantung, pembuluh darah dan hormone.

2. KLASIFIKASI
Lewis, Dirksen, Heitkemper, & Bucher (2019), mengklasifikasikan
hipertensi menjadi:
1. Hipertensi primer
Hipertensi primer (esensial atau idiopatik) merupakan peningkatan
tekanan darah tanpa diketahui penyebabnya dan berjumlah 90%-95% dari
semua kasus hipertensi. Meskipun hipertensi primer tidak diketahui
penyebabnya, namun beberapa faktor yang berkontribusi meliputi:
peningkatan aktivitas, produksi sodium- retaining hormones berlebihan
dan vasokonstriksi, peningkatan masukan natrium, berat badan
berlebihan, diabetes melitus, dan konsumsi alkohol berlebihan.
2. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder merupakan peningkatan tekanan darah dengan
penyebab yang spesifik dan biasanya dapat diidentifikasi. Hipertensi
sekunder diderita oleh 5%-10% dari semua penderita hipertensi pada
orang dewasa. Penyebab hipertensi sekunder meliputi penyakit ginjal,
aldosteronisme primer, pheochromocytoma, penyakit Chusing’s, koartasio
aorta (penyempitan pada aorta), tumor otak, ensefalitis, kehamilan, dan
obat (estrogen misalnya, kontrasepsi oral; glukokortikoid,
mineralokortikoid, simpatomimetik).
Klasifikasi hipertensi dilihat berdasarkan tekanan darah sistolik dan
tekanan darah diastolik dalam satuan mmHg dibagi menjadi beberapa
stadium atau stage. Klasifikasi tekanan darah pada penderita hipertensi
menurut American Heart Association (2019) adalah :
Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah

Kategori Tekanan darah sistolik Tekanan darah


(mmHg) diastolik (mmHg)
Normal <120 <80
Prehipertensi 120-139 80-89
Hipertensi stage 1 140-159 90-99
Hipertensi stage 2 ≥160 ≥100
Hipertensi krisis >180 >110

3. ETIOLOGI
Menurut Udjianti (2017) berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi
menjadi 2 golongan yaitu, hipertensi esensial atau primer dan hipertensi
sekunder atau hipertensi renal.
1. Hipertensi Primer (esensial)
Hipertensi primer atau esensial merupakan 90% dari seluruh kasus
hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya dan disebut juga
hipertensi idiopatik. Banyak faktor yang mempengaruhi seperti :
a. Genetik : individu yang mempunyai riwayat keluarga dengan
hipertensi, berisiko tinggi akan mengalami penyakit ini.
b. Jenis kelamin dan usia : laki-laki berusia 35-50 tahun dan
wanita pasca-monopause berisiko tinggi untuk mengalami
hipertensi.
c. Diet : Konsumsi diet garam atau lemak secara
langsung berhubungan dengan berkembangnya
hipertensi
d. Berat badan : obesitas (>25% diatas BB ideal) dikaitkan
dengan berkembangnya hipertensi.
e. Gaya hidup : merokok dan konsumsi alkohol dapat
meningkatkan tekanan darah, bila gaya hidup menetap.
2. Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder atau hipertensi renal merupakan kasus
hipertensi sekunder, yang didefinisikan sebagai peningkatan
tekanan darah karena suatu kondisi fisik yang ada sebelumnya
seperti penyakit ginjal atau gangguan tiroid. Faktor pencetus
munculnya hipertensi sekunder antara lain : penggunaan
kontrasepsi oral, coarctation aorta, neurologic (tumor otak,
ensefalitis, gangguan psikiatris), kehamilan, peningkatan volume
intavaskular, luka bakar, dan stress.
Menurut Sutanto penyebab hipertensi pada orang dengan
lanjut usia adalah terjadinya perubahan-perubahan pada :
a. Elastisitas dinding aorta menurun
b. Katub jantung menebal dan menjadi kaku
c. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1%
setiap tahun sesudah berumur 20 tahun, kemampuan
jantung memompa darah menurun menyebabkan
menurunnya kontraksi dan volumenya
d. Kehilangan elastisitas pembuluh darah. Hal ini terjadi
karena kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer
untuk oksigenasi
e. Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer

4. FAKTOR RISIKO

Faktor-faktor resiko hipertensi ada yang dapat di kontrol dan tidak


dapat dikontrol antara lain :
a. Faktor yang dapat dikontrol :

Faktor penyebab hipertensi yang dapat dikontrol pada umumnya


berkaitan dengan gaya hidup dan pola makan. Faktor-faktor tersebut
antara lain:

1. Kegemukan (obesitas)

Curah jantung dan sirkulasi volume darah penderita hipertensi yang


obesitas. Meskipun belum diketahui secara pasti hubungan antara
hipertensi dan obesitas, namun terbukti bahwa daya pompa jantung
dan sirkulasi volume darah penderita obesitas dengan hipertensi lebih
tinggi dibanding penderita hipertensi dengan berat badan normal.

2. Kurang olahraga

Orang yang kurang aktif melakkukan olahraga pada umumnya


cenderung mengalami kegemukan dan akan menaikan tekanan darah.
Dengan olahraga kita dapat meningkatkan kerja jantung. Sehingga
darah bisa dipompa dengan baik keseluruh tubuh.
3. Konsumsi garam berlebih

Sebagian masyarakat kita sering menghubungkan antara konsumsi


garam berlebihan dengan kemungkinan mengidap hipertensi. Garam
merupakan hal yang penting dalam mekanisme timbulnya hipertensi.
Pengaruh asupan garam terhadap hipertensi adalah melalui
peningkatan volume plasma atau cairan tubuh dan tekanan darah.
Keadaan ini akan diikuti oleh peningkatan ekresi (pengeluaran)
kelebihan garam sehingga kembali pada kondisi keadaan sistem
hemodinamik (pendarahan) yang normal. Pada hipertensi primer
(esensial) mekanisme tersebut terganggu, disamping kemungkinan
ada faktor lain yang berpengaruh.

4. Merokok dan mengonsumsi alkohol

Nikotin yang terdapat dalam rokok sangat membahayakan kesehatan


selain dapat meningkatkan penggumpalan darah dalam pembuluh
darah, nikotin dapat menyebabkan pengapuran pada dinding
pembuluh darah. Mengonsumsi alkohol juga dapat membahayakan
kesehatan karena dapat meningkatkan sistem katekholamin, adanya
katekholamin memicu naik tekanan darah.

5. Stres

Stres dapat meningkatkan tekanan darah untuk sementara. Jika


ketakutan, tegang atau dikejar masalah maka tekanan darah kita dapat
meningkat. Tetapi pada umumnya, begitu kita sudah kembali rileks
maka tekanan darah akan turun kembali. Dalam keadaan stres maka
terjadi respon sel-sel saraf yang mengakibatkan kelainan pengeluaran
atau pengangkutan natrium. Hubungan antara stres dengan hipertensi
diduga melalui aktivitas saraf simpatis (saraf yang bekerja ketika
beraktivitas) yang dapat meningkatkan tekanan darah secara bertahap.
Stres berkepanjanngan dapat mengakibatkan tekanan darah menjadi
tinggi. Hal tersebut belum terbukti secara pasti, namun pada binatang
percobaan yang diberikan stres memicu binatang tersebut menjadi
hipertensi.

b. Faktor yang tidak dapat dikontrol

1. Keturunan (Genetika)

Faktor keturunan memang memiliki peran yang sangat besar terhadap


munculnya hipertensi. Hal tersebut terbukti dengan ditemukannya
kejadian bahwa hipertensi lebih banyak terjadi pada kembar
monozigot (berasal dari satu sel telur) dibandigkan heterozigot
(berasal dari sel telur yang berbeda). Jika seseorang termasuk orang
yang mempunyai sifat genetik hipertensi primer (esensial) dan tidak
melakukan penanganan atau pengobata maka ada kemungkinan
lingkungannya akan menyebabkan hipertensi berkembang dan dalam
waktu sekitar tiga puluhan tahun akan mulai muncul tanda-tanda dan
gejala hipertensi dengan berbagai komplikasinya.

2. Jenis kelamin

Pada umumnya pria lebih terserang hipertensi dibandingkan dengan


wanita. Hal ini disebabkan pria banyak mempunyai faktor yang
mendorong terjadinya hipertensi seperti kelelahan, perasaan kurang
nyaman, terhadap pekerjaan, pengangguran dan makan tidak
terkontrol. Biasanya wanita akan mengalami peningkatan resiko
hipertensi setelah masa menopause.

3. Umur
Dengan semakin bertambahannya usia, kemungkinan seseorang
menderita hipertensi juga semakin besar. Penyakit hipertensi
merupakan penyakit yang timbul akibat adanya interaksi dari
berbagai faktor risiko terhadap timbulnya hipertensi. Hanya
elastisitas jaringan yang erterosklerosis serta pelebaran pembulu
darah adalah faktor penyebab hipertensi pada usia tua. Pada
umumnya hipertensi pada pria terjadi di atas usia 31 tahun sedangkan
pada wanita terjadi setelah berumur 45 tahun.

5. PATOFISIOLOGI
Hipertensi dapat disebabkan oleh umur, jenis kelamin, gaya hidup dan
obesitas. Hipertensi menyebabkan kerusakan vaskuler pembuluh darah,
perubahan struktur, penyumbatan pembuluh darah,vasokontriksi dan
gangguan sirkulasi. Gangguan sirkulasi di otak mengakibatkan resistensi
pembuluh darah otak naik, siplai oksigen otak menurun yang
menyebabkan penderita mengalami nyeri kepala dan gangguan pola tidur.
Hipertensi menybabkan gangguan pada ginjal yang mengakibatkan
vasokontriksi pembuluh darah, blood flow menurun, respon RAA,
rangsang aldosterone, retensi Na, edema yang menimbulkan masalah
keperawatan kelebihan volume cairan. Hipertensi juga mengganggu
system pembuluh darah yang mengakibatkan vasokontriksi, iskemik,
moikard yang mengakibatkan afterload meningkat yang dapay
menimbilkan masalah keperawatan penurunan curah jantung dan
intoleransi aktivitas (Hariawan and Tatisina 2020).
6. PATHWAY HIPERTENSI
7. TANDA DAN GEJALA
Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi :

1. Tidak ada gejala


Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan
tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang
memeriksa.
Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan
arteri tidak terukur.

2. Gejala yang lazim


Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi
nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan gejala
terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan
medis.
Menurut Rokhaeni (2016), manifestasi klinis beberapa pasien yang
menderita hipertensi yaitu : Mengeluh sakit kepala, pusing Lemas,
kelelahan, Sesak nafas, Gelisah, Mual Muntah, Epistaksis, Kesadaran
menurun.

8. MANAJEMEN PERAWATAN
Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan
mortalitas akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan
pencapaian da pemeliharaan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg.
(Triyanto,2019)
Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi :
1. Terapi tanpa Obat
Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi ringan dan
sebagai tindakan suportif pada hipertensi sedang dan berat. Terapi tanpa
obat ini meliputi
a. Diet
Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :
Restriksi garam secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5 gr/hr,
Diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh.
b. Menghentikan merokok
c. Latihan fisik
Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah yang
dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah olah raga yang
mempunyai empat prinsip yaitu: Macam olah raga yaitu
isotonis dan dinamis seperti lari, jogging, bersepeda, berenang
dan lain-lain.
Intensitas olah raga yang baik antara 60-80 % dari kapasitas
aerobik atau 72-87 % dari denyut nadi maksimal yang disebut
zona latihan. Lamanya latihan berkisar antara 20 – 25 menit
berada dalam zona latihan Frekuensi latihan sebaiknya 3 x
perminggu dan paling baik 5 x perminggu.

2. Edukasi Psikologis
a. Teknik relaksasi
Relaksasi adalah suatu prosedur atau tehnik yang bertujuan untuk
mengurangi ketegangan atau kecemasan, dengan cara melatih
penderita untuk dapat belajar membuat otot-otot dalam tubuh
menjadi rileks
b. Pendidikan Kesehatan (Penyuluhan )
Tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk meningkatkan
pengetahuan pasien tentang penyakit hipertensi dan
pengelolaannya sehingga pasien dapat mempertahankan
hidupnya dan mencegah komplikasi lebih lanjut.
3. Terapi dengan Obat
Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah
saja tetapi juga mengurangi dan mencegah komplikasi akibat hipertensi
agar penderita dapat bertambah kuat. Pengobatan hipertensi umumnya
perlu dilakukan seumur hidup penderita.

9. KOMPLIKASI
1. Stroke hemoragi
Hal ini dapat terjadi akibat hemoragi akibat tekanan darah tinggi di otak, atau
akibat embolus yang terlepas dari pembuluh selain otak, yang terpajan
tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi karena hipertensi kronis apabila arteri
memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan penebalan, sehingga aliran
darah ke area otak yang diperdarahi berkurang. Arteri otak yang
mengalami arterosklerosis dapat melemah hingga menigkatkan
kemugkinan terbentuknya aneurisma.
2. Infark miokard
Ima dapat terjadi apabila arteri koroner yang arterosklerotik tidak dapat
menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk trombus
yang menghambat aliran darah melewati pembuluh darah. Pada hipertensi
kronik dan hipertrofi ventrikel, kebutuhan oksigen miokardium mungkin
tidak dapat dipenuhi dan dapat terjadi iskemia yang menyebabkan infark.
3. Gagal ginjal
GG dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada
kapiler glomelurus ginjal. Dengan rusaknya glomelurus, aliran darah ke
nefron akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksik dan kematian.
Dengan rusaknya membrane glomelurus protein akan keluar melalui urine
sehingga tekanan osmotik koloid plasma berkurang dan menyebabkan
edema, yang sering dijumpai pada hipertensi kronis.
4. Ensefalopati (kerusakan otak)
Hal ini dapat terjadi, terutama pada hipertensi maligna (hipertensi yang
meningkat cepat dan berbahaya). Tekanan yang sangat tinggi pada
kelainan ini menyebabkan penigkatan tekanan kapiler dan mendorong
cairan ke ruang interstisial di seluruh sususan saraf pusat. Neuron
disekitarnya kolaps dan terjadi koma serta kematian.

B. KONSEP LANSIA
1. DEFENISI LANSIA
Lansia merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang
ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan
stres lingkungan. Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan
seseorang untuk mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stres
fisiologis (Effendi, 2019).
Lansia adalah seseorang yang telah berusia > 60 tahun dan tidak
berdaya mencari nafkah sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
sehari-hari (Ratnawati, 2017).
Kedua pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa lansia adalah
seseorang yang telah berusia > 60 tahun, mengalami penurunan
kemampuan beradaptasi, dan tidak berdaya untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari seorang diri.

2. BATASAN LANSIA
Menurut WHO, batasan lansia meliputi:
1. Usia Pertengahan (Middle Age), adalah usia antara 45-59 tahun
2. Usia Lanjut (Elderly), adalah usia antara 60-74 tahun
3. Usia Lanjut Tua (Old), adalah usia antara 75-90 tahun
4. Usia Sangat Tua (Very Old), adalah usia 90 tahun keatas

3. PERUBAHAN YANG TERJADI PADA LANSIA


Menurut Potter & Perry (2017) proses menua mengakibatkan
terjadinya banyak perubahan pada lansia yang meliputi :
a. Perubahan Fisiologis
Pemahaman kesehatan pada lansia umumnya bergantung pada persepsi
pribadi atas kemampuan fungsi tubuhnya. Lansia yang memiliki
kegiatan harian atau rutin biasanya menganggap dirinya sehat,
sedangkan lansia yang memiliki gangguan fisik, emosi, atau sosial
yang menghambat kegiatan akan menganggap dirinya sakit. Perubahan
fisiologis pada lansia bebrapa diantaranya, kulit kering, penipisan
rambut, penurunan pendengaran, penurunan refleks batuk, pengeluaran
lender, penurunan curah jantung dan sebagainya. Perubahan tersebut
tidak bersifat patologis, tetapi dapat membuat lansia lebih rentan
terhadap beberapa penyakit.
Perubahan tubuh terus menerus terjadi seiring bertambahnya usia dan
dipengaruhi kondisi kesehatan, gaya hidup, stressor, dan lingkungan.
b. Perubahan fungsional
Fungsi pada lansia meliputi bidang fisik, psikososial, kognitif, dan sosial.
Penurunan fungsi yang terjadi pada lansia biasanya berhubungan
dengan penyakit dan tingkat keparahannya yang akan memengaruhi
kemampuan fungsional dan kesejahteraan seorang lansia. Status
fungsional lansia merujuk pada kemampuan dan perilaku aman dalam
aktivitas harian (ADL).
ADL sangat penting untuk menentukan kemandirian lansia. Perubahan
yang
mendadak dalam ADL merupakan tanda penyakit akut atau perburukan
masalah kesehatan
c. Perubahan kognitif
Perubahan struktur dan fisiologis otak yang dihubungkan dengan
gangguan kognitif (penurunan jumlah sel dan perubahan kadar
neurotransmiter) terjadi pada lansia yang mengalami gangguan
kognitif maupun tidak mengalami
gangguan kognitif. Gejala gangguan kognitif seperti disorientasi,
kehilangan keterampilan berbahasa dan berhitung, serta penilaian yang
buruk bukan merupakan proses penuaan yang normal.
d. Perubahan psikososial
Perubahan psikososial selama proses penuaan akan melibatkan proses
transisi kehidupan dan kehilangan. Semakin panjang usia seseorang,
maka akan semakin banyak pula transisi dan kehilangan yang harus
dihadapi. Transisi hidup, yang mayoritas disusun oleh pengalaman
kehilangan, meliputi masa pensiun dan perubahan keadaan finansial,
perubahan peran dan hubungan, perubahan kesehatan, kemampuan
fungsional dan perubahan jaringan sosial.
Menurut Ratnawati (2017) perubahan psikososial erat kaitannya dengan
keterbatasan produktivitas kerjanya. Oleh karena itu, lansia yang
memasuki masa-masa pensiun akan mengalami kehilangan-kehilangan
sebagai berikut:
a) Kehilangan finansial (pedapatan berkurang).
b) Kehilangan status (jabatan/posisi, fasilitas).
c) Kehilangan teman/kenalan atau relasi
d) Kehilangan pekerjaan/kegiatan. Kehilangan ini erat kaitannya
dengan beberapa hal sebagai berikut:
(1) Merasakan atau sadar terhadap kematian, perubahan
bahan cara hidup (memasuki rumah perawatan,
pergerakan lebih sempit).
(2) Kemampuan ekonomi akibat pemberhentian dari
jabatan. Biaya hidup meningkat padahal penghasilan
yang sulit, biaya pengobatan bertambah.
(3) Adanya penyakit kronis dan ketidakmampuan fisik.
(4) Timbul kesepian akibat pengasingan dari lingkungan
sosial.
(5) Adanya gangguan saraf pancaindra, timbul
kebutaan
dan kesulitan.
(6) Gangguan gizi akibat kehilangan jabatan.
(7) Rangkaian kehilangan, yaitu kehilangan hubungan
dengan teman dan keluarga.
(8) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik (perubahan
terhadap gambaran diri, perubahan konsep diri)

4. MASALAH PADA LANSIA


Menurut Kuntjoro (2017) usia lanjut rentan terhadap berbagai masalah
kehidupan.
Masalah umum yang dihadapi oleh lansia diantaranya:
1) Masalah ekonomi
Usia lanjut ditandai dengan penurunan produktivitas kerja, memasuki masa
pensiun atau berhentinya pekerjaan utama. Disisi lain, usia lanjut
dihadapkan pada berbagai kebutuhan yang semakin meningkat seperti
kebutuhan akan makanan yang bergizi seimbang, pemeriksaan kesehatan
secara rutin, kebutuhan sosial dan rekreasi. Lansia yang memiliki pensiun
kondisi ekonominya lebih baik karena memiliki penghasilan tetap setiap
bulannya. Lansia yang tidak memiliki pensiun, akan membawa kelompok
lansia pada kondisi tergantung atau menjadi tanggungan anggota keluarga.
2) Masalah sosial
Memasuki masa lanjut usia ditandai dengan berkurangnya kontak sosial,
baik dengan anggota keluarga atau dengan masyarakat. kurangnya kontak
sosial dapat menimbulkan perasaan kesepian, terkadang muncul perilaku
regresi seperti mudah menangis, mengurung diri, serta merengek-rengek
jika bertemu dengan orang lain sehingga perilakunya kembali seperti anak
kecil.
3) Masalah kesehatan
Peningkatan usia lanjut akan diikuti dengan meningkatnya masalah
kesehatan. Usia lanjut ditandai dengan penurunan fungsi fisik dan rentan
terhadap penyakit.
4) Masalah psikososial
Masalah psikososial adalah hal-hal yang dapat menimbulkan gangguan
keseimbangan sehingga membawa lansia kearah kerusakan atau
kemrosotan yang progresif terutama aspek psikologis yang mendadak,
misalnya, bingung, panik, depresif, dan apatis. Hal itu biasanya bersumber
dari munculnya stressor psikososial yang paling berat seperti, kematian
pasangan hidup, kematian sanak saudara dekat, atau trauma psikis.

5. TEORI PROSES MENUA

Ada beberapa teori yang berkaitan dengan proses penuaan, yaitu teori biologi,
teori psikososial.
a. Teori Biologi
Teori biologis dalam proses menua mengacu pada asumsi bahwa proses menua
merupakan perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi tubuh selama
masa hidup. Teori ini lebih menekankan pada perubahan kondisi tingkat
structural sel/organ tubuh, termasuk didalamnya adalah pengaruh agen
patologis. Fokus dari teori ini adalah mencari determinan-determinan yang
menghambat proses penurunan fungsi organisme. Yang dalam konteks
sistemik, dapat mempengaruhi/ memberi dampak terhadap organ/ sistem
tubuh lainnya dan berkembang sesuai dengan peningkatan usia kronologis.
1. Teori “Genetik Clock”
Teori ini menyatakan bahwa proses menua terjadi akibat adanya
program jam genetik didalam nuclei. Jam ini akan berputar dalam jangka
waktu tertentu dan jika jam ini sudah habis putarannya maka akan
menyebabkan berhentinya proses mitosis. Radiasi dan zat kimia dapat
memperpendek umur menurut teori ini terjadi mutasi progresif pada DNA
sel somatik akan menyebabkan terjadinya penurunan kemampuan
fungsional sel tersebut.
2. Teori error
Menurut teori ini proses menua diakibatkan oleh menumpuknya berbagai
macam kesalahan sepanjang kehidupan manusia akibat kesalahan
tersebut akan berakibat kesalahan metabolisme yang dapat
mengakibatkan kerusakan sel dan fungsi sel secara perlahan. Sejalan
dengan perkembangan umur sel tubuh, maka terjadi beberapa perubahan
alami pada sel pada DNA dan RNA, yang merupakan substansi
pembangun atau pembentuk sel baru. Peningkatan usia mempengaruhi
perubahan sel dimana sel-sel Nukleus menjadi lebih besar tetapi tidak
diikuti dengan peningkatan jumlah substansi DNA.
3. Teori Autoimun
Pada teori ini penuaan dianggap disebabkan oleh adanya penurunan fungsi
sistem imun. Perubahan itu lebih tampak secara nyata pada Limposit –T,
disamping perubahan juga terjadi pada Limposit –B. perubahan yang
terjadi meliputi penurunan sistem immune humoral, yang dapat menjadi
faktor predisposisi pada orang tua untuk :
a) menurunkan resistansi melawan pertumbuhan tumor dan
perkembanga kanker.
b) menurunkan kemampuan untuk mengadakan inisiasi proses dan
secara agresif memobilisasi pertahanan tubuh terhadap pathogen.
c) meningkatkan produksi autoantingen, yang berdampak pada
semakin meningkatnya risiko terjadinya penyakit yang berhubungan
dengan autoimmun.
4. Teori Free Radical
Teori radikal bebas mengasumsikan bahwa proses menua terjadi akibat
kurang efektifnya fungsi kerja tubuh dan hal itu dipengaruhi oleh adanya
berbagai radikal bebas dalam tubuh. Radikal bebas merupakan zat yang
terbentuk dalam tubuh manusia sehingga salah satu hasil kerja
metabolisme tubuh. Walaupun secara normal ia terbentuk dari proses
metabolisme tubuh, tetapi ia dapat tebentuk akibat : 1. Proses oksigenasi
lingkungan seperti pengaruh polutan, ozon, dan petisida.
2. Reaksi akibat paparan dengan radiasi.
3. Sebagai reaksi berantai dengan molekul bebas lainnya. Penuaan dapat
terjadi akibat interaksi dari komponen radikal bebas dalam tubuh
manusia. Radikal bebas dapat berupa : superoksida (O2), radikal
hidroksil,dan H2O2. Radikal bebas sangat merusak karena sangat
reaktif, sehingga dapat bereaksi dengan DNA, protein, dan asam lemak
tak jenuh. Makin tua umur makin banyak terbentuk radikal bebas
sehingga proses pengerusakan harus terjadi, kerusakan organel sel
makin banyak akhirnya sel mati.
5. Teori Kolagen
Kelebihan usaha dan stress menyebabkan sel tubuh rusak
6. Wear Teori Biologi
Peningkatan jumlah kolagen dalam jaringan menyebabkan kecepatan
kerusakan jaringan dan melambatnya perbaikan sel jaringan.

b. Teori Psikososial
1) Activity Theory (Teori Aktivitas)
Teori ini menyatakan bahwa seseorang individu harus mampu eksis dan
aktif dalam kehidupan sosial untuk mencapai kesuksesan dalam
kehidupan di hari tua. Aktivitas dalam teori ini dipandang sebagai
sesuatu yang vital untuk mempertahankan rasa kepuasan pribadi dan
kosie diri yang positif. Teori ini berdasar pada asumsi bahwa : (1) aktif
lebih baik daripada pasif. (2) gembira lebih baik daripada tidak gembira.
(3) orang tua merupakan orang yang baik untuk mencapai sukses dan
akan memilih alternatif pilihan aktif dan bergembira. Penuaan
mengakibatkan penurunan jumlah kegiatan secara langsung.
2) Continuitas Theory (Teori Kontinuitas)
Teori ini memandang bahwa kondisi tua merupakan kondisi yang selalu
terjadi dan secara berkesinambungan yang harus dihadapi oleh orang
lanjut usia. Adanya suatu kepribadian berlanjut yang menyebabkan
adanya suatu pola perilaku yang meningkatkan stress.
3) Disanggement Theory
Putusnya hubungan dengan dunia luar seperti dengan masyarakat ,
hubungan dengan individu lain.
4) Teori Stratisfikasi Usia
Karena orang yang digolongkan dalam usia tua akan mempercepat proses
penuaan.
5) Teori Kebutuhan Manusia
Orang yang bisa mencapai aktualisasi menurut penelitian 5% dan tidak
semua
orang mencapai kebutuhan yang sempurna.
6) Jung Theory
Terdapat tingkatan hidup yang mempunyai tugas dalam perkembangan
kehidupan.
7) Course of Human Life Theory
Seseorang dalam hubungan dengan lingkungan ada tingkat
maksimumnya.
8) Development Task Theory
Tiap tingkat kehidupan mempunyai tugas perkembangan sesuai dengan
usianya.

6. PEMERIKSAAN FISIK PADA LANSIA


Pengkajian keperawatan pada lansia merupakan proseskompleks dan
menantang yang harus mempertimbangkan kebutuhanlansia melalui
pengkajian-pengkajian untuk menjamin pendekatanlansia spesifik, antara
lain:

A. Pengkajian fisik
1. Pengkajian kebutuhan dasar.

Skor Kemandirian Nilai


1. Kemandirian dalam hal makan, kontinen
(BAB/BAK),
berpindah ke kamar kecil, mandi dan
berpakaian.
2. Kemandirian dalam semua hal kecuali satu
dari fungsi tersebut
3. Kemandirian dalam semua hal, kecuali mandi
dan satu
fungsi tambahan
4. Kemandirian dalam semua hal, kecuali mandi,
berpakaian, dan satu fungsi tambahan
5. Kemandirian dalam semua hal, kecuali mandi,
berpakaian, kekamar kecil, dan satu fungsi
tambahan
6. Kemandirian dalam semua hal, kecuali mandi,
berpakain,
ke kamar kecil, berpindah, dan satu fungsi
tambahan
7. Ketergantungan pada keenam fungsi tersebut
Lain- Tergantungan pada sedikitnya dua fungsi,
lain tetapi tidak
dapat diklasifikasikan sebagai C,D,E atau F

2. Kemandirian dalam melakukan aktifitas


Tabel indeks katz kemandirian pada aktivitas sehari-hari
Keterangan:
Kemandirian berarti tanpa pengawasan, pengarahan atau
bantuanpribadi aktif. Pengkajian ini didasarkan pada kondisi
actual kliendan bukan pada kemampuan, artinya jika klien
menolak untukmelakukan suatu fungsi, dianggap sebagai tidak
melakukan fungsimeskipun sebenarnya ia mampu.
Cara penilaian: Memberikan tanda pada kolom nilai sesuai dengan
skor kemandirian lansia.

Tabel indeks barthel

Nomor Kriteria Skor Nilai


Dengan Mandiri
bantuan
1. Makan 5 10
2. Minum 5 10
3. Berpindah dari kursi roda ke 5-10 15
tempat tidur dan sebaliknya
4. Personal toilet (cuci muka, 0 5
menyisir rambut, gosok gigi)
5. Keluar masuk toilet 5 10
6. Mandi (menyiram, menyeka 5 15
tubuh)
7. Jalan di permukaan datar 0 15
8. Naik turun tangga 5 10
9. Mengenakan pakayan 5 10
10. Kontrol bowel BAB 5 10
11. Control bladder (BAK) 5 10
12. Olahraga/Latihan 5 10
13. Pemanfaatan waktu 5 10
luang/rekreasi
Jumlah
Penilaian:

Mandiri : 126-130

Ketergantungan sebagian : 65-125

Ketergantungan total : <60

3. Pengkajian keseimbangan
Tabel Posisi dan Keseimbangan Lansia (Sullivan Indeks Kats)

No Tes koordinasi Keterangan Nilai


1. Berdiri dengan postur normal
2. Berdiri dengan postur normal
menutup mata
3. Berdiri dengan kakai rapat
4. Berdiri dengan satu kaki
5. Berdiri fleksi trunk dan
berdiri ke posisi netral
6. Berdiri lateral dan fleksi trunk
7. Berjalan tempatkan tumit
salah satu kaki didepan jari
kaki yang lain
8. Berjalan sepanjang garis lurus
9. Berjalan mengikuti tanda
gambar pada lantai
10. Berjalan menyamping
11. Berjalan mundur
12. Berjalan mengikuti lingkaran
13. Berjalan pada tumit
14. Berjalan dengan ujung kaki
Jumla
h

Keterangan:
 4: Mampu melakukan aktivitas dengan lengkap
 3: Mampu melakukan kativitas dengan bantuan
 2: Mampu aktivitas dengan bantuan maksimal
 1: Tidak mampu melakukan aktivitas
Nilai:
 42-54: Mampu melakukan aktivitas
 28-41: Mampu melakukan sedikit bantuan
 14-27: Mampu melakukan bantuan maksimal
 14 :Tidak mampu

4. Pengkajian Head To Toe atau pengkajian per-sistem.


Pemeriksaan fisik dilakukan secara sistematis, baik secara
inspeksi,palpasi, perkusi, dan auskultasi. Pemeriksaan fisik
dilakukan secarahead to toe (kepala ke kaki) dan review of
system (sistem tubuh).

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Hemoglobin / hematokrit Untuk mengkaji hubungan dari sel–sel terhadap
volume cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan factor–factor resiko
seperti hiperkoagulabilitas, anemia.
2. BUN , Memberikan informasi tentang perfusi ginjal Glukosa
Hiperglikemi (diabetes mellitus adalah pencetus hipertensi) dapat
diakibatkan oleh peningkatan katekolamin (meningkatkan hipertensi) .
3. Kalium serum Hipokalemia dapat megindikasikan adanya aldosteron
utama (penyebab) atau menjadi efek samping terapi diuretik.
4. Kalsium serum Peningkatan kadar kalsium serum dapat menyebabkan
hipertensi.
5. Kolesterol dan trigliserid serum Peningkatan kadar dapat mengindikasikan
pencetus untuk / adanya pembentukan plak ateromatosa ( efek
kardiovaskuler ).
6. Pemeriksaan tiroid Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi
dan hipertensi.
7. Kadar aldosteron urin/serum
Untuk mengkaji aldosteronisme primer ( penyebab )
1. Urinalisa Darah, protein, glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal dan atau
adanya diabetes.
2. Asam urat Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor resiko hipertensi
3. Steroid urin Kenaiakan dapat mengindikasikan hiperadrenalism.
4. IVP Dapat mengidentifikasi penyebab hieprtensi seperti penyakit
parenkim ginjal, batu ginjal / ureter.
5. Foto dada Menunjukkan obstruksi kalsifikasi pada area katub, perbesaran
jantung.
6. CT scan Untuk mengkaji tumor serebral, ensefalopati.
7. EKG Dapat menunjukkan pembesaran jantung, pola regangan, gangguan
konduksi, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit
jantung hipertensi.

C. KONSEP ASUHAN KEPERWATAN


1. PENGKAJIAN
1. Pengkajian
a. Aktivitas
1) Gejala : kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton.
2) Tanda :Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea.
b. Sirkulasi
1) Gejala : riwayat hipertensi dan jantung koroner
2) Tanda : Kenaikan TD, Nadi denyutan jelas dari karotis, jugularis, radialis,
tikikardi, murmur stenosis valvular, distensi vena jugularis, kulit pucat,
sianosis, suhu dingin (vasokontriksi perifer) pengisian kapiler mungkin
lambat/ tertunda.
c. Integritas Ego
1. Gejala : Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, factor stress multiple
(hubungan,keuangan, yang berkaitan dengan pekerjaan.
2. Tanda : Letupan suasana hat, gelisah, penyempitan continue perhatian,
tangisan meledak,otot muka tegang, pernafasan menghela, peningkatan
pola bicara.
d. Eliminasi
1) Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau (seperti obstruksi atau
riwayatpenyakit ginjal padamasa yang lalu).
e. Makanan/cairan
1) Gejala: Makanan yang disukai yang mencakup makanan tinggi garam,
lemak sertakolesterol, mual, muntah dan perubahan BB akhir akhir ini
(meningkat/turun), Riwayatpenggunaan diuretic
2) Tanda: Berat badan normal atau obesitas, adanya edema, glikosuria.
f. Neurosensori
1) Gejala: Keluhan pening pening/pusing, berdenyut, sakit kepala,
suboksipital (terjadi saatbangun dan menghilangkan secara spontansetelah
beberapa jam), Gangguan penglihatan (diplobia, penglihatan
kabur,epistakis).
2) Tanda: Status mental, perubahan keterjagaan, orientasi, pola/isi
bicara,efek, proses piker,penurunan keuatan genggaman tangan.
g. Nyeri/ ketidaknyaman
1) Gejala: Angina (penyakit arteri koroner/ keterlibatan jantung), sakitkepala.
h. Pernafasan
1) Gejala: Dispnea yang berkaitan dari kativitas/kerja
takipnea,ortopnea,dispnea, batuk dengan/tanpa pembentukan sputum,
riwayat merokok.
2) Tanda: Distress pernafasan/penggunaan otot aksesori pernafasan
bunyinafas tambahan(krakties/mengi), sianosis.
i. Keamanan
1) Gejala: Gangguan koordinasi/cara berjalan, hipotensi postural.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

a) Penurunan curah jantung


b) Intoleransi aktivitas
c) Nyeri Akut
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Penurunan curah jantung

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 jam


penurunan curah jantung membaik dengan kriteria hasil:

- Kekuatan nadi perifer meningkat


- Ejection fraction (EF) meningkat
- Cardiac index (CI) meningkat
- Gambaran EKG aritmia menurun
- Edema menurun
- Oliguria menurun
- Tekanan darah membaik
- Pengisian kapiler membaik
Perawatan Jantung (1.02075)
1. Observasi
 Identifikasi tanda/gejala primer penurunan curah jantung
(meliputi dyspnea, kelelahan, edema, ortopnea, paroxysmal
nocturnal dyspnea, peningkatan CVP)
 Identifikasi tanda/gejala sekunder penurunan curah jantung
(Meliputi peningkatan berat badan,hepatomegaly,distensi
vena jugularis,palpitasi,rochi basah,oliguria,batuk,kulit
pucat)
 Monitor tekanan darah (termasuk tekanan darah ostostatik,
(jika perlu)
 Monitor intake dan output cairan
 Monitor berat badan setiap hari pada waktu yang sama
 Monitor saturasi oksigen
 Monitor keluhan nyeri dada
(misal.Intensitas,lokasi,radiasi,duarasi,presivitasi yang
mengurangi nyeri)

2. Terapeutik
 Posisikan pasien semi-fowler atau fowler dengan kaki
kebawah atau posisi nyaman
 Berikan diet jantung yang sesuai(misal batasi asupan
kaferin,natrium,kolesterol,dan makanan tinggi lemak)
 Gunakan stocking elastis atau pneumatic intermiten,sesuai
indikasi
 Fasilitasi pasien dan keluarga untuk modifikasi gaya hidup
sehat
 Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi stress,jika perlu
 Berikan dukungan emosional dan spiritual
 Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen
>94%
3. Edukasi
 Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi
 Anjurkan beraktivitas fisik secara bertahap
 Anjurkan berhenti merokok
 Anjurkan pasien dan keluarga mengukur berat badan harian
 Ajarkan pasien dan keluarga mengukur intake dan output
cairan harian kolaborasi
4. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian antiaritmia,jika perlu
 Rujuk ke progam rehabilitasi jantung

2. Intoleransi aktivitas
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 jam intoleransi
aktivitas membaik dengan kriteria hasil :
- Frekuensi nadi 60-100x/mnt
- Warna kulit membaik
- Saturasi oksigen 95-100%
- Frekuensi nafas 12-20x/m
- Keluhan Lelah menurun
- Dispnea saat aktivitas menurun
- Sianosis menurun
- Tekanan darah membaik

Manajemen energi (1.05178)

3. Observasi
 Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan
 Monitor kelelahan fisik dan emosional
 Monitor pola dan jam tidur
 Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas
 Terapeutik
 Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (□issal
cahaya,suara,kunjungan)
 Lakukan latikan rentang gerak pasif dan aktif
 Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
 Fasilitas duduk disisi tempat tidur jika tidak dapat berpindah atau
berjalan

4. Edukasi
 Anjurkan tirah baring
 Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
 Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan
tidak berkurang
 Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
5. Kolaborasi
 Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asypan
makanan
 Terapi Aktivitas (1.05186)
6. Observasi
 Identifikasi tingkat aktivitas
 Identifikasi kemampuan berpartisipasi dalam aktivitas tertentu
 Identifikasi sumber daya untuk aktivitas yang diinginkan
 Identifikasi strategi meningkatkan partisipasi dalam aktivitas
 Identifikasi makna aktivitas rutin
 Monitor respons emosional fisik, social, dan spiritual terhadap
aktivitas
7. Terapeutik
 Fasilitasi fokus pada kemampuan,bukan deficit yang dialami
 Sepakati komitmen untuk meningkatkan frekuensi dan rentang
aktivitas
 Fasilitasi memilih aktivitas dan tetapkan tujuan aktivitas yang
konsisten sesuai kemampuan fisik,psikologis,dan sosial.
 Koordinasikan pemilihan aktivitas sesuai usia
 Fasilitasi makna aktivitas yang dipiluh
 Fasilitasi transportasi untuk menghadiri aktivitas, jika sesuai
 Fasilitasi pasien dan keluarga dalam menyesuaikan lingkungan
untuk mengakomodasi aktivitas yang dipilih
 Fasilitasi aktivitas fisik rutin (□issal ambulasi,mobilisasi,dan
perawatan diri) sesuai kebutuhan
8. Edukasi
 Jelaskan metode aktivitas fisik sehari-hari, jika perlu
 Ajarkan cara melakukan aktivitas yang dipilih
 Anjurkan melakukan aktivitas fisik,sosial, spiritual, dan kognitif
dalam menjagafungsidari kesehatan
 Anjurkan terlibat dalam aktivitas kelompok atau terapi, jika sesuai
 Anjurkan keluarga untuk memberi penguatan aktivitas partisipasi
dalam aktivitas
9. Kolaborasi
 Kolaborasi dengan terapis okupasi dalam merencanakan dan
memonitor progam aktivitas,jika sesuai
 Rujuk pada pusat atau progam aktivitas komunitas, jika perlu

3.Nyeri Akut
Tujuan :
- Tidak mengeluh nyeri
- tidak meringis
- tidak bersikap protektif
- tidak gelisah
- tidak mengalami kesulitan tidur
- frekuensi nadi membaik
- tekanan darah membaik

Manajemen Nyeri (I 08238)

1. Observasi
 lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
 Identifikasi skala nyeri
 Identifikasi respon nyeri non verbal
 Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
 Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
 Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
 Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
 Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
 Monitor efek samping penggunaan analgetik

2. Terapeutik
 Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat,
aroma terapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
 Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
3. Edukasi
 Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor nyri secara mandiri
 Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
 Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
4. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

4. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Pelaksanaan tindakan merupakan langkah keempat dalam tahap proses
keperawatan dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan
(tindakan keperawatan), strategi ini terdapat dalam rencana tindakan
keperawatan. Tahap ini perawat harus mengetahui berbagai hal,
diantaranya bahaya-bahaya fisik dan pelindungan pada lansia, teknik
komunikasi, kemampuan dalam prosedur tindakan, pemahaman
tentang hak-hak dari lansia dan memahami tingkat perkembangan
lansia. Pelaksanaan tindakan gerontik diarahkan untuk
mengoptimalkan kondisi lansia agar mampu mandiri dan produktif.

5. EVALUASI KEPERAATAN
Evaluasi didefinisikan sebagai keputusan dari efektifitas
asuhan keperawatan antara dasar tujuan keperawatan yang telah
ditetapkan dengan respon perilaku lansia yang tampilkan. Penilaian
dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam melaksanakan
rencana tindakan yang telah ditentukan, kegiatan ini untuk
mengetahui pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan
mengukur hasil dari proses keperawatan. Penilaian keperawatan
adalah mengukur keberhasilan dari rencana, dan pelaksanaan
tindakan keperawatan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan lansia.
Beberapa kegiatan yang harus diikuti oleh perawat, antara lain:
1. Mengkaji ulang tujuan klien dan kriteria hasil yang telah ditetapkan,
2. Mengumpulkan data yang berhubungan dengan hasil yang
diharapkan,
3. Mengukur pencapaian tujuan,
4. Mencatat keputusan atau hasil pengukuran pencapaian tujuan,
5. Melakukan revisi atau modifikasi terhadap rencana keperawatan bila
perlu.

DAFTAR PUSTAKA

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2018). Standar Diagnosa Keperawatan


Indonesia(1st ed.). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia (I). Jakarta.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan
Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan (1st ed.).
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia
Rihiantoro and Widodo (2018). Cara Mudah Memahami dan
Menghindari Hipertensi Jantung dan Stroke. Yogyakarta:
Dianloka.
Hardwiyanto, & Setiabudhi, T. (2019). Menjaga Keseimbangan Kualitas
Hidup Para Lanjut Usia. Jakarta: Selemba Medika
Suryarinilsih et al. (2021). Pelayanan Keperawatan Bagi Penderita
Hipertensi Secara Terpadu. Yogyakarta: Graha Ilmu
Lewis, SL., Dirksen, SR., Heitkemper, MM, and Bucher, L.(2019).Medical
surgical Nursing. Mosby: ELSIVER

Anda mungkin juga menyukai