Makalah Bab V Kelompok 5

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 28

Akuntansi Manajemen Lanjutan

Penggunaan Sistem Manajemen Biaya untuk Pengambilan Keputusan


Stratejik - Produk

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 5

MAYA QODARSI (01044882124005)


WAHYU SATRIA AJI (01044822225007)

DOSEN PENGASUH :
Dr. Mukhtaruddin, SE.,M.Si.,Ak.,CA

PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat,
hidayah dan inayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah resume materi tentang
“Penggunaan Sistem Manajemen Biaya untuk Pengambilan Keputusan Stratejik - Produk”
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Akuntansi Manajemen
Lanjutan, Pendidikan Profesi Akuntansi, Universitas Sriwijaya.
Dalam penulisan makalah ini kami selaku penulis ingin menyampaikan terima kasih
kepada Dr. Mukhtaruddin,SE.,M.Si.,Ak.,CA selaku dosen mata kuliah Akuntansi Manajemen
Lanjutan yang telah memberi arahan dan ilmu sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini dengan baik serta kami juga ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak lain
yang telah membantu saya dalam penyusunan makalah ini.
Kami mohon maaf apabila terdapat kekurangan dan kesalahan baik dari isi maupun
tulisan. Kritik dan saran yang bersifat membangun akan sangat berguna untuk memperbaiki
kekurangan pada makalah ini.
Akhir kata, saya ucapkan terima kasih kepada para pembaca yang sudah berkenan
membaca makalah ini dengan tulus ikhlas. Semoga makalah yang kami buat ini dapat
bermanfaat, khususnya bagi kami sendiri dan pembaca.

Palembang, 29 Januari 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ........................................................................................................... i


Daftar Isi .................................................................................................................... ii
BAB I Pendahuluaan .................................................................................................. 3
I. Latar Belakang ............................................................................................. 3
BAB II Pembahasan ................................................................................................... 4
I. Product Profitability Analysis ...................................................................... 4
II. Target Costing .............................................................................................. 7
III. Kasus Mercedes-Benz .................................................................................. 19
BAB III Penutup ........................................................................................................ 27
I. Kesimpulan .................................................................................................. 27
Daftar Isi .................................................................................................................... 28

ii
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang

Perkembangan industri yang semakin pesat menuntut perusahaan memiliki strategi


yang handal untuk menjaga kelangsungan hidup perusahaan. Salah satu cara untuk
mempertahankan keunggulan perusahaan adalah dengan menghasilkan produk yang
diminati dan dengan harga yang dapat diterima oleh konsumen. Oleh karena itu
perusahaan harus selalu melakukan inovasi dan memperhatikan apa yang diharapkan
oleh konsumen serta dapat memberikan harga yang bersaing pada produk yang
dihasilkan perusahaan. Perusahaan harus berhati-hati dalam menentukan target biaya
dari produk tersebut, karena kesalahan penentuan target biaya maka bisa saja
perusahaan mengalami kerugian.
Inovasi dan pengembangan produk membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Biaya
yang dikeluarkan oleh perusahaan dalam pengembangan dan produksi atas suatu produk
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi harga jual dan profit marjin yang
diharapkan oleh perusahaan. Perusahaan perlu untuk mengendalikan biaya yang
dikeluarkan pada produk selama siklus produk. Oleh karena itu perusahaan perlu
menerapkan manajemen biaya yang dapat mengelola biaya atas produk yang dihasilkan
selama siklus hidup produk.
Sistem manajemen biaya yang dapat digunakan oleh perusahaan dalam
mengelola biaya selama siklus produk ada 2 yaitu profitability analysis dan target
costing. Profitability analysis adalah analisis terhadap profitabilitas produk atau
analisis atas kemampuan produk dalam menghasilkan laba bagi perusahaan. Hal ini
dapat dilakukan dengan mencari selisih harga jual produk tersebut dengan biaya
produksinya sedangkan Target costing sangat membantu perusahaan agar dapat
bersaing yaitu dengan mengontrol biaya atas produk selama siklus hidup produk
sehingga dapat mempertemukan keuntungan yang diharapkan perusahaan dengan
keinginan konsumen atas produk yang dihasilkan oleh perusahaan.

3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Product Profitability Analysis
1. Definisi Product Profitability Analysis
Menurut Hilton et al (2003) menyatakan bahwa profitabilitas berkaitan dengan profit
atau laba dan merupakan ukuran bagi perusahaan apakah telah menjalankan usahanya untuk
memenuhi kebutuhan konsumernya melalui produk atau jasa yang diproduksi oleh
perusahaan tersebut dalam rangka untuk mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan.
sedangkan pengertian dari produk itu sendiri adalah hasil atau output dari proses
manufacturing yang akan ditawarkan di pasar untuk memuaskan kebutuhan pelanggan.
Menurut Soliha dan Taswan (2002), profitability adalah tingkat keuntungan bersih yang
mampu diraih oleh perusahaan pada saat menjalankan operasinya. Menurut Hofstrand
(2006), profitability adalah ukuran perbandingan antara pendapatan dan pengeluaran.
Pendapatan adalah uang yang dihasilkan dari aktifitas bisnis. Misalnya, jika sebuah barang
diproduksi dan dijual, maka terciptalah pendapatan.
Menurut Brown (2005), product profitability adalah pendapatan yang dihasilkan oleh
sebuah produk dikurangi biaya yang diperlukan untuk sebuah produk. Product profitability
adalah sebuah fungsi dari pendapatan dan biaya. Sistem yang baik memungkinkan kita
untuk menentukan profitabilitas dari setiap produk dengan mengidentifikasi pendapatan
dan biaya pada setiap produk.
Berdasarkan definisi atas profitabilitas dan produk diatas, dapat disimpulkan bahwa
yang dimaksud dengan profitabilitas produk merupakan laba atau profit yang diperoleh dari
hasil penjualan produk barang atau jasa kepada konsumen yang dapat menghasilkan laba
bagi perusahaan. Dengan demikian, Product Profitabilty Analysis merupakan sebuah
analisis terhadap profitabilitas produk atau analisis atas kemampuan produk dalam
menghasilkan laba bagi perusahaan. Hal ini dapat dilakukan dengan mencari selisih harga
jual produk tersebut dengan biaya produksinya.
Ada beberapa aspek penting dari manajemen untuk menganalisis atau penelaahan
suatu produk yang diarahkan pada isu-isu sebagai berikut :
a. Produk mana yang paling menguntungkan?
b. Apakah harga jual ditentukan dengan tepat?
c. Produk mana yang seharusnya dipromosikan dan diiklankan paling gencar?
d. Manajer produk mana yang patut diberi penghargaan?

4
2. Manfaat Product Profitability Analysis
Setelah mendapatkan informasi mengenai profitabilitas atas suatu produk yang
dihasilkan oleh perusahaan, pihak manajemen dapat menggunakan informasi tersebut untuk
mengambil keputusan strategis untuk dapat bersaing dengan perusahaan lain yang sejenis.
Misalnya, dengan cara menurunkan harga jual untuk produk yang menghasilkan keuntungan
yang tinggi sehingga produk tersebut mempunyai daya saing yang kuat di pasar atau
menghentikan produk yang ternyata menghasilkan kerugian bila terus menerus diproduksi
oleh perusahaan.

3. Product Profitability Analysis dengan Activity Based Costing

Bila perusahaan menerapkan sistem perhitungan biaya menggunakan metode


tradisional dengan perataan biaya atau dengan satu standar alokasi biaya saja, perusahaan
dapat mengalami ketidakakuratan perhitungan biaya produksi yang dapat menyebabkan
adanya kekurangan biaya pada produk yang berarti sebuah produk yang sebenarnya
membutuhkan biaya sumber daya yang banyak tetapi justru perusahaan mentapkan biaya per
unitnya lebih rendah dari yang seharusnya. Sebaliknya, produk dapat kelebihan biaya yang
berarti sebuah produk yang sebenarnya mengkonsumsi sumber daya dalam jumlah sedikit
tetapi justru perusahaan salah menetapkan biaya produksi per unit dengan menetapkan biaya
produksi per unit yang lebih tinggi dari yang seharusnya.
Oleh karena itu, dibutuhkan metode yang memberikan informasi yang lebih rinci dan
akurat terkait biaya produksi, agar tidak berimbas pada kesalahan pembebanan biaya
produksi per unit yang tentunya juga akan berimbas pada perhitungan profitabilitas produk.
Activity Based Costing (ABC) System dapat memberikan informasi yang cukup akurat
mengenai biaya produksi suatu produk atau jasa yang dihasilkan oleh perusahaan sehingga
pihak manajemen dapat mengetahui produk-produk mana saja yang sebenarnya
menghasilkan keuntungan dan produk mana saja yang mungkin menghasilkan kerugian bagi
perusahaan yang dapat diketahui dengan cara mengurangi harga penjualan produk dengan
biaya produk tersebut.
Hal diatas, dapat dijelaskan dengan contoh penelitian yang tertulis dalam sebuah jurnal
akuntansi dengan judul “Penerapan Activity Based Costing (ABC) System dalam Perhitungan
Profitabilitas Produk”. Pada penelitian tersebut, melakukan analisis profitabilitas produk
dengan melakukan perbandingan antara penggunaan metode tradisional dengan metode
Activity Based Costing (ABC) terkait biaya produksinya. Perusahaan yang dijadikan sampel

5
merupakan perusahaan yang memproduksi dua jenis sepatu, yaitu sepatu tipe A dan sepatu
tipe B. Dari hasil data yang diperoleh berdasarkan hasil wawancara dan perhitungan Activity
Based Costing, maka didapat hasil berikut:
Tabel 1
Perhitungan Profitabilitas Produk dengan Menggunakan Metode Tradisional
No. Keterangan Sepatu Tipe A Sepatu Tipe B
1. Harga Jual Rp 75.000 Rp 45.000
2. Biaya Produksi Rp 62.496 Rp 38.136
3. Profit Rp 12.504 Rp 6.864
4. Presentase 16,627 % 15,25 %

Tabel 2
Perhitungan Profitabilitas dengan Menggunakan Activity Based Costing ABC) System
No. Keterangan Sepatu Tipe A Sepatu Tipe B
1. Harga Jual Rp 75.000 Rp 45.000
2. Biaya Produksi Rp 55.003,84 Rp 27.356,93
3. Profit Rp 19.999,16 Rp 17.643,07
4. Presentase 26,67 % 39,2 %

Berdasarkan data pada Tabel 1 dan 2, dapat diketahui bahwa perhitungan biaya
produksi dengan menggunakan Activity Based Costing (ABC) System memberikan gambaran
yang berbeda mengenai profitabilitas produk dibandingkan dengan perhitungan biaya produksi
dengan menggunakan metode tradisional. Dari perhitungan pada tabel tersebut, ketika
menggunakan metode tradisional, sepatu tipe A memiliki tingkat profitabilitas produk yang
lebih tinggi dibandingkan dengan sepatu tipe B, yaitu besar profit yang dihasilkan oleh sepatu
tipe A adalah sebesar 16,627% sedangkan profit yang dihasilkan oleh sepatu tipe B adalah
sebesar 15,25%.

Hal ini berbeda dengan ketika perusahaan menggunakan metode Activity Based
Costing (ABC). Pada saat perusahaan menggunakan Activity Based Costing (ABC) System,
produk dari perusahaan tersebut yang lebih memberikan kontribusi besar kepada perusahaan
adalah sepatu tipe B. Dari perhitungan pada tabel tersebut, ketika menggunakan ABC, sepatu
tipe A justru memiliki tingkat profitabilitas produk yang lebih rendah dibandingkan dengan
sepatu tipe B, yaitu besar profit yang dihasilkan oleh sepatu tipe A adalah sebesar 26,67%

6
sedangkan profit yang dihasilkan oleh sepatu tipe B adalah sebesar 39,2%.
Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa sebenarnya profitabilitas produk
untuk model sepatu tipe B lebih besar dibandingkan profitabilitas produk sepatu tipe A
karena sebenarnya model sepatu tipe B mengkonsumsi lebih sedikit sumber daya
dibandingkan dengan model sepatu tipe A. Hal inilah yang menjadi kesalahan penghitungan
biaya yang dilakukan dengan cara membagi secara merata biaya sumber daya untuk semua
jenis produk yang dihasilkan tanpa memperhitungkan proporsi penggunaan sumber daya
untuk masing-masing produk. oleh karena hal tersebut, sistem ABC memberikan informasi
yang lebih akurat dalam analisis profitabilitas produk dibandingkan dengan metode
tradisional.

B. Target Costing

1. Definisi Target Costing

Menurut Hansen dan Mowen (2000) target costing adalah suatu metode penentuan
biaya produk atau jasa berdasarkan harga (harga target) dimana pelanggan bersedia
membayarnya. Menurut Ford (1923) dalam Blocher et al. terjemahan Tim Penerjemah
Penerbit Salemba (2008:617) menjelaskan bahwa target costing adalah suatu metode dimana
perusahaan menentukan biaya yang harus dikeluarkan untuk suatu barang dan jasa yang
didasarkan pada harga pasar kompetitif, dengan demikian perusahaan dapat memperoleh laba
yang diharapkan dengan menghitung selisih antara harga kompetitif dengan laba yang
diharapkan. Target costing didefinisikan sebagai suatu alat manajemen biaya yang dapat
dipergunakan untuk mengurangi biaya dari suatu produk, selama masa hidup produk tersebut
(sakurai,1996), sedangkan Kato (1995) mendefinisikan bahwa dalam kenyataannya target
costing bukan merupakan suatu Teknik untuk mengkualifikasikan biaya namun merupakan
suatu program pengurangan biaya yang menyeluruh yang bahkan sudah dimulai sebelum
rancangan pertama dari produk tersebut disusun.

Berdasarkan definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa target costing merupakan


Penentuan biaya yang diharapkan untuk suatu produk berdasarkan harga yang kompetitif,
sehingga produk tersebut akan dapat memperoleh laba yang diharapkan dan proses ini
dilakukan pada saat tahap perencanaan produk, Target costing merupakan suatu pendekatan
untuk mengurangi biaya dari suatu produk yang baru sepanjang masa hidup dari produk
tersebut. Secara luas, target costing dapat diartikan sebagai metode perencanaan laba dan
manajemen laba yang difokuskan pada produk dengan mempertimbangkan proses

7
manufacturing sehingga target costing ini digunakan oleh perancang sebelum proses dan
proses desain dilakukan untuk mencapai tujuan perbaikan usaha pada pengurangan biaya
manufaktur produk di masa depan. Target costing digunakan selama tahap perencanaan dan
menuntun dalam pemilihan produk serta proses desain yang akan menghasilkan suatu produk
yang dapat diproduksi pada biaya yang diijinkan dan pada suatu tingkat laba yang dapat
diterima.
Target costing digunakan selama tahap perencanaan dan menuntun dalam pemilihan produk
dan proses desain yang akan menghasilkan suatu produk yang dapat diproduksi pada biaya yang
diijinkan pada suatu tingkat laba yang dapat diterima serta memberikan perkiraan harga pasar
produk, volume penjualan dan tingkat fungsionalitas. Target costing penting digunakan saat
tahap perencanaan (desain dan pengembangan produk) karena dalam tahap perencanaan belum
ada biaya yang bersifat committed, semua biaya masih bersifat fleksibel artinya masih dapat
diubah-ubah oleh perusahaan. Hansen dan Mowen (2009), juga mengatakan hal yang sama bahwa
90% dari biaya yang akan dikeluarkan perusahan ditentukan pada tahap pengembangan produk
dan hanya 10% sisanya yang ditentukan pada tahap produksi. Karena itu jik perusahaan ingin
menghemat biaya, maka perusahaan harus melakukan perencanaan produk yang tepat pada masa
pengembangan produk, termasuk didalamnya menentukan target biaya selama masa hidup produk
tersebut.
Proses target costing dibagi menjadi empat langkah utama, yaitu market driven costing,
product-level target costing, component-level target costing dan chained target costing
A. Market Driven Costing
Proses ini dimulai dengan mengidentifikasi target harga penjualan yang merupakan
harga antisipasi produk saat diluncurkan. Harga ini harus dapat mencerminkan nilai hasil
pengamatan dari produk dimata konsumen, antisipasi relatif fungsional dan harga jual dari
penawaran yang kompetitif dan tujuan strategi perusahaan untuk produk. Manager dalam
merancang target harga pasar juga harus mengetahui harga-harga produk pesaing. Jika
produk pesaing mempunyai fungsi dan kualitas yang lebih tinggi maka target harga jual
perusahaan harus lebih rendah dari harga jual pesaing. Jika fungsi dan kualitas produk
perusahaan lebih tinggi maka harga jual dapat sama dengan harga pesaing (meningkatkan
market share) atau di atas harga pesaing (meningkatkan profit) sehingga akhirnya strategi
perusahaan untuk produk dimasa akan datang membantu mempengaruhi harga jual
pertama kali. Perusahaan mungkin ingin mengatur harga lebih rendah untuk memperoleh
market share dengan cepat atau harga yang lebih tinggi untuk meningkatkan keuntungan
jangka panjang secara keseluruhan dan menciptakan image secara teknis yang bagus.

8
Setelah harga jual ditentukan, perusahaan akan menentukan target laba untuk produk
baru tersebut. Penentuan target marjin laba didasarkan pada marjin laba yang biasanya
didapatkan oleh perusahaan pada produk-produk sebelumnya. Target laba juga dapat
ditentukan bukan untuk satu produk tertentu tapi untuk satu lini produk seperti televisi
dengan ukuran kecil akan mendapatkan target laba yang rendah, namun dikompensasi
dengan target laba yang tinggi pada televisi ukuran besar (yang terpenting target laba
secara lini keseluruhan terpenuhi). Pada langkah terakhir, manajer menghitung allowable
cost dengan mengurangkan batas target laba dari harga yang ditargetkan. Allowable cost
merupakan biaya dimana produk harus dibuat jika itu untuk mendapatkan batas target laba
pada harga target penjualan. Tujuan dari proses market driven-costing adalah untuk
menyusun target cost yang akan dicapai.

B. Product-level Target Costing


Proses ini dimulai dengan biaya umum (current cost) dari produk yang dituju. Hal ini
merupakan biaya dimana perusahaan akan meluncurkan produk barunya tanpa perjanjian
dengan pengubah desain atau memperkenalkan proses yang memperbaiki proses
manufaktur yang sudah ada. Tanda pertentangan antara current cost dengan allowable cost
memberikan tim proyek suatu perkiraan dari pentingnya kesempatan pengurangan biaya
yang harus diidentifikasi untuk mencapai allowable cost. Pada dasarnya terdapat 3 cara
pengurangan biaya yang dapat dilakukan perusahaan, yaitu:
i. Reverse Engineering, dalam metode ini, perusahaan akan membongkar produk
sejenis yang dihasilkan oleh pesaing untuk menemukan rancangan produk yang
lebih efisien.
ii. Value Analysis, dalam metode ini, perusahaan berusaha membandingkan biaya
komponen untuk menghasilkan fitur-fitur yang dikehendaki oleh konsumen. Jika
biaya dari komponen tersebut melebihi kontribusi komponen tersebut dalam
menciptakan nilai bagi konsumen, maka perusahaan harus mencoba untuk
mengurangi biaya komponen tersebut.
iii. Process Improvment, dalam metode ini, perusahaan berusaha untuk mencari cara-
cara atau metode-metode yang lebih efisien untuk membuat produk tersebut.

C. Component-level Target Costing


Target cost pada tingkat komponen ini akan membangun harga jual untuk supplier.
Oleh karena itu, component-level target cost ini menyebabkan tekanan kompetitif yang

9
dihadapi oleh perusahaan terutama oleh supplier. Chief engineer menyusun target costing
sebagai fungsi utama. Engineer memutuskan tema dari produk dan memutuskan bahwa
ada fungsi tertentu yang harus diutamakan. Setelah fungsi utama target cost disusun,
kemudian tim desain harus dapat menemukan cara untuk mendesain fungsi tersebut pada
setiap fungsi utama agar bisa diproduksi pada target cost-nya. Kemudian tim membagi
fungsi utama ke dalam komponen-komponen dan membagi target cost berdasarkan tingkat
fungsi utama ke dalam component level cost. Adapun jumlah dari component level target
cost harus sama dengan fungsi utama yang mengisinya.
Component level target cost membangun harga jual yang dapat diijinkan oleh
supplier. Perusahaan tidak ingin menekan laba dari komponen supplier mereka menjadi
nol. Mereka ingin meyakinkan bahwa jumlah supply chain tersebut merupakan pendapatan
laba yang cukup untuk bertahan hidup, sementara mengirim produk permintaan konsumen
dengan biaya yang rendah. Oleh karena itu, mereka membawa supplier utama ke dalam
proses produk desain sedini mungkin. Supplier menyediakan dan menerima input ke
dalam proses desain untuk mengurangi biaya. Supplier juga menyediakan perkiraan biaya
untuk setiap komponen.

D. Chained Target Costing


Di lingkungan persaingan yang saat ini semakin tinggi, ini tidak begitu
menguntungkan untuk kebanyakan produsen yang efisien, karena ini juga membutuhkan
supply chain yang efisien. Salah satu cara utama untuk mendapatkan supply chain yang
efisien adalah melalui penggunaan chained target costing system. Sistem chained target
costing adalah rantai dimana output dari sistem target cost perusahaan menjadi input dari
sistem target cost supplier. Setelah semua target biaya komponen ditentukan, maka
perusahaan akan meminta pemasok-pemasok perusahaan untuk mencapai target biaya
komponen tersebut. Para pemasok akan terdorong untuk mencapai target biaya komponen,
karena bila pemasok tersebut mencpai target biaya komponen, maka perusahaan akan
memberikan kontrak untuk memasok komponen tersebut selama masa hidup dari produk.
Target costing yang telah ditentukan perusahaan harus dapat dicapai. Jika suatu saat
mau diproduksi ternyata terdapat komponen yang mengalami kenaika harga, maka
perusahaan harus mencapai jalan untuk mengurangi biaya dari komponen lainnya. Hal
yang penting adalah biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan tidak boleh melebihi target
costing-nya. Jika ternyata biya yang diperkirakan akan dikelurakan perusahaan melebihi
target costing maka perusahaan harulah membatalkan produk tersbut kecuali produk

10
tersebut merupakan produk strategis perusahaan. Maksudnya adalah produk yang penting
bagi perusahaan, dimana produk ini jika tidak dibuat maka akan menghambat perusahaan
mencapai tujuannya.

2. Tujuan dan Alasan menggunakan Target Costing

Menurut Malue (2013) tujuan yang ingin dicapai oleh perusahaan dengan menerapkan
target costing adalah untuk menurunkan total biaya dari total biaya sebelumnya sehingga
perusahaan pun bisa mendapatkan laba yang maksimal tanpa harus menaikan harga jualnya.
Hal yang serupa juga disampaikan oleh Himawan dan Pendajaya (2005) yang menyatakan
bahwa metode target costing diterapkan dengan tujuan mengoptimalkan perencanaan laba
lewat penentuan produk yang sesuai dengan kebutuhan konsumen dan mengurangi biaya
pada tahap perancangan. Berdasarkan hal tersebut,dapat disimpulkan bahwa perusahaan
menerapkan target costing dengan tujuan sebagai alat strategi perusahaan selama tahap
perencanaan untuk meminimalkan biaya produksi untuk mencapai laba yang diinginkan oleh
perusahaan.
Menurut Garrison, Noreen (2001), alasan menggunakan metode target costing ini
berkaitan dengan pengamatan dua karakteristik dari market dan cost cost yang penting,yaitu:
1. Banyak perusahaan yang tidak dapat mengendalikan harga. Pada kenyataan yang terlihat
saat ini, harga sangat bergantung kepada pasar. Permintaan dan penawaran yang terjadi
dalam pasarlah yang sangat menentukan harga suatu produk atau jasa. sehingga
perusahaan yang tidak berusaha mengetahui hal ini atau mengabaikan hal ini akan
berbahaya karena mereka akan menanggung resikonya sendiri. Karena itu antisipasi dari
harga pasar dilakukan dengan menggunakan target costing.

2. Banyak perusahaan yang menentukan biaya dari suatu produk pada tahap desain,
sehingga sekali produk tersebut telah selesai di desain dan masuk dalam proses produksi,
tidak banyak yang dapat dilakukan untuk mengurangi biaya secara signifikan. Padahal
kesempatan untuk mengurangi biaya kebanyakan berasal dari desain produk. misalnya,
dengan ,menggunakan bahan baku yang tidak mahal namun masih tetap dapat memenuhi
kebutuhan konsumen.

3. Kegunaan Target Costing

Target costing mempertimbangkan faktor eksternal perusahaan (pasar). Melalui analisis


pasar dan pesaing dapat membantu manajemen dalam merancang produk yang dibutuhkan
11
konsumen dengan harga yang kompetitif. Menurut Albano, Bird, Clifton, Townsend (2003),
metode target costing membantu perusahaan untuk:
a) Menjamin bahwa produk disesuaikan dengan kebutuhan konsumen dengan lebih baik
Penggunaan target costing di dalam sebuah perusahaan akan menjamin produk yang
diproduksi tersebut telah disesuaikan dengan kebutuhan konsumen. Hal ini dikarenakan,
pada tahap awal proses target costing juga melihat kondisi pasar, maksudnya disini
melihat seberapa tingkat kebutuhan konsumen pada produk tersebut. sehingga, produk
yang akan diluncurkan oleh perusahaan tersebut dapat lebih disesuaikan dengan baik
terkait kebutuhan konsumen.
b) Menyesuaikan harga dari keistimewaan produk dengan kesediaan konsumen untuk

membayarnya
Penggunaan target costing dapat menyesuaikan harga dari kualitas yang dimiliki oleh
produk tersebut dan didasarkan pada tingkat berapakah kemampuan dan kesediaan
konsumen untuk membayar produk tersebut. Hal ini dikarenakan tahap awal dalam
proses target costing adalah melihat harga kompetitif produk tersebut di pasar yang
disesuaikan dengan kualitas produk serta kesediaan konsumen untuk membayarnya.
c) Mengurangi siklus pengembangan produk
Perusahaan yang menerapkan proses target costing dapat mengurangi siklus
pengembangan produk. siklus pengembangan produk disini adalah siklus dimana
perusahaan harus melakukan perubahan-perubahan atau pengembangan-pengembangan
terhadap biaya produksi suatu produk ketika produk tersebut telah memasuki tahap
produksi. Sedangkan apabila perusahaan menggunakan proses target costing yang telah
dilakukan pada tahap perencanaan dalam memproduksi suatu produk, pihak manajemen
telah benar-benar menghitung biaya yang minim tanpa mengurangi laba yang kita
harapkan serta tanpa menaikkan harga jual kepada konsumen.
d) Mengurangi biaya produk secara signifikan
Seperti yang telah dikatakan sebelumnya bahwa pada proses target costing, pihak
manajemen akan membuat pengurangan pada biaya produk tersebut. Pengurangan biaya
produk pada proses target costing dapat menjadi lebih signifikan daripada melakukan

pengurangan biaya ketika telah memasuki tahap memproduksi produk.


e) Meningkatkan kerjasama antar departemen dalam perusahaan berkaitan dengan
penyusunan, pemasaran, perencanaan, pengembangan, pembuatan, penjualan,
pendistribusian, dan penempatan produk

12
Dalam proses target costing diperlukan kerjasama antar fungsi-fungsi seperti pemasaran,
perencanaan, pendistribusian dan lain sebagainya demi melakukan proses pengoptimalan
atau pengurangan biaya atas suatu produk dengan tidak meningkatkan harga jual dan
tidak menurunkan laba yang diinginkan oleh perusahaan.
f) Menggunakan konsumen dan pemasok untuk merancang produk yang benar dan untuk

mengintegrasikan seluruh rantai persediaan dengan lebih efektif.


Pada proses target costing, dalam merancang sebuah produk juga digunakan pandangan
terkait konsumen dan pemasok. Sehinnga, pada tahap perencanaan, konsumen dan
pemasok juga menjadi pertimbangan bagi manajemen dalam menentukan biaya atas
produk yang akan diluncurkan tersebut.

4. Karakteristik target costing


1. Target harga jual ditentukan selama perencanaan produk, pada cara orientasi pasar
Penetapan target harga jual merupakan poin awal dalam proses target costing. Hal

ini juga diungkapkan oleh Kato (1993) dalam Everaert (2006) yang menjelaskan bahwa
penawaran tingkat harga dari produk yang ada atau tingkat harga kompetitor merupakan
sebuah poin awal dalam proses target costing. Apabila manajemen percaya bahwa
produk yang dimilikinya memiliki fungsi atau kualitas yang lebih bagus daripada produk
kompetitor, maka harga dari produknya tersebut dapat lebih tinggi dari harga produk
kompetitor. Sebaliknya, apabila produk yang dimiliki perusahaan tersebut memiliki
fungsi atau kualitas yang lebih rendah dari produk kompetitor, maka harga produk
tersebut bisa dinilai rendah.
Selain dilihat dari nilai konsumen dan tingkat harga dari produk kompetitor, Kato
(1993) menjelaskan bahwa terdapat beberapa faktor lain yang juga perlu
dipertimbangkan dalam penentuan harga jual sebuah produk. Faktor-faktor tersebut
misalnya konsep dari produk tersebut, karakteristik konsumen yang berpartisipasi, siklus
hidup produknya, kuantitas penjualan yang diharapkan, strategi kompetitor, dan lain
sebagainya.
2. Target profit margin ditentukan selama perencanaan produk, berdasarkan perencanaan
profit yang strategis
Karakteristik kedua dari sistem target costing adalah penetapan awal target profit
margin selama perencanaan produk produk baru. Kato (1993) dan Monden and Hamada
(1991) menjelaskan bahwa total target profit untuk sebuah produk di masa depan dapat

13
berasal dari rencana profit jangka menengah, yaitu startegi manajemen dan bisnis antara
3 sampai 5 tahun. Target profit ini dapat diuraikan menjadi target profit tiap-tiap produk.
Dengan adanya estimasi volume penjualan produk di masa depan, target profit untuk
suatu produk di masa depan dapat diubah menjadi target profit margin per unit.
3. Target cost ditentukan sebelum NPD (new product development) dimulai yang

didasarkan pada pengurangan atau penambahan metode


Karakteristik ketiga dalam target costing adalah target cost (target biaya) ditentukan
sebelum proses NPD dimulai, yaitu sebelum desain dan pengembangan produk benar-
benar dimulai. Ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam memutuskan berapa
target cost untuk sebuah produk baru, yaitu:
a. Perhitungan The Ongoing cost (biaya yang sedang berlangsung).
Ketika NPD dimulai, perhitungan Ongoing cost ini didasarkan pada biaya aktual dari
produk dengan mempertimbangkan faktor-faktor pengurangan atau penambahan
biaya. Rhe Ongoing cost ini disebut juga sebagai Drifting Cost.

b. Perhitungan The as-if cost.


The as-if cost merupakan biaya pembuatan suatu produk hanya jika perusahaan
mengimplementasikan semua ide pengurangan biaya yang tersedia. The as-if cost
sebenarnya merupakan sebuah pengurangan biaya yang nyata.
c. Perhitungan The allowable cost
The allowable cost dihitung dengan perbedaan antara target harga jual dan target
profit margin. The allowable cost merupakan biaya dimana produk harus diproduksi
dengan tujuan untuk mendapatkan target profit margin ketika terjual pada target
harga jual yang telah ditetapkan.
d. Target cost ditentukan pada suatu tempat antara as-if cost dan allowable cost, baik
menggunakan metode top down atau bottom up.
Dalam metode top-down, target cost ditetapkan pada tingkat allowable cost, yaitu
pada selisih antara target harga jual dan target profit margin. Kemudian, biaya target
ini kurang lebih dibebankan pada tim NPD. Hal ini bertentangan dengan apa yang
disebut metode bottom-up, dimana target biaya dimulai dalam departemen NPD itu
sendiri.
4. Target cost dibagi menjadi target cost untuk komponen, fungsi, biaya item, desainer atau

pemasok.
5. Target costing membutuhkan kerjasama lintas fungsional

14
Kerjasama dari berbagai departemen diperlukan dalam pelaksanaan target costing
(Monden dan Hamada, 1991). Yoshikawa et al. (1993) melaporkan bahwa proses target
costing memerlukan upaya partisipatif yang melibatkan perwakilan dari produksi, teknik,
desain, pemasaran, akuntansi dan penjualan. Sebuah perusahaan harus menggunakan
bakat, inovasi dan kesadaran sederhana setiap anggota organisasi dalam rangka untuk
melihat peluang untuk pengurangan biaya (Carr dan Ng, 1995).
6. Informasi biaya yang detail tersedia untuk mendukung pengurangan biaya

Kato (1993) berpendapat bahwa seorang perancang desain biaya membutuhkan


informasi biaya yang rinci setiap saat. Target costing membutuhkan manajer untuk
mengestimasi secara konstan biaya produksi suatu produk ketika bergerak melalui proses
NPD, dan mereka harus memanfaatkan informasi dari seluruh bagian organisasi. Salah
satu contoh yang terkenal dari informasi biaya, terutama digunakan oleh perusahaan-
perusahaan Jepang selama target costing, adalah tabel biaya. Yoshikawa et aL (1990)
menjelaskan bahwa tabel biaya adalah database terkomputerisasi yang besar, yang
merupakan sumber informasi yang mudah diakses terkait efek biaya produk dengan
menggunakan sumber daya(bahan baku), metode produksi, fungsi atau desain produk
yang berbeda. Pada tabel biaya tersebut juga tercantum informasi terkait peralatan yang
digunakan, jenis bahan yang digunakan dan variabel desain utama yang mempengaruhi
kegiatan produksi serta biayanya.
7. Tingkat biaya dari produk masa depan (drifing costing) dibandingkan dengan target cost

pada titik yang berbeda selama NPD


8. Menetapkan atau membuat sebuah aturan umum bahwa “target cost tidak dapat

dilampaui”
Aturan tentang “target cost tidak dapat dilampaui” memiliki tiga konsekuensi,

diantaranya adalah sebagai berikut:


a. Pertama,setiap kali kenaikan biaya pada suatu produk selama NPD, menyebabkan

harus adanya pengurangan pada bagian lain dengan jumlah yang setara.
b. Kedua, meluncurkan produk dengan biaya di atas target tidak diperbolehkan; hanya

produk yang menguntungkan yang diluncurkan.


c. Ketiga, proses produksi dikelola dengan hati-hati untuk memastikan bahwa target cost
benar-benar tercapai.

15
5. Proses Target Costing

Menurut Morgan (1993), proses penerapan metode target costing terdiri dari 3 tahapan
yang dapat diringkas pada gambar dibawah ini.

Penjelasan atas gambar tahapan proses target costing diatas adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi produk berkualitas tinggi yang memenuhi permintaan konsumen
Pada tahap ini, manajemen akan mengidentifikasi produk-produk mana yang
memenuhi permintaan konsumen. Selain itu, terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan
pada tahap ini, yaitu:
a. Pihak manajemen akan menentukan harga jual produk yang akan diluncurkan ke
pasar. Dalam hal ini, pihak manajemen akan menentukan harga jualnya berdasarkan
kualitas produk yang akan diluncurkan tersebut, harga kompetitif produk tersebut di
pasaran, serta seberapa besar konsumen bersedia membayar produk tersebut.
b. Setelah pihak manajemen menetapkan harga jual produk yang akan diluncurkan
tersebut, kemudian pihak manajemen akan menentukan berapa besar target profit
yang diinginkan oleh perusahaan atas produk yang akan diluncurkan tersebut.

16
c. Hal yang harus dilakukan berikutnya adalah proses perhitungan target cost.
Perhitungan target cost dapat ditentukan dengan cara mencari selisih antara harga
jual yang telah ditetapkan untuk produk tersebut dengan target profit yang juga telah
ditentukan untuk produk yang akan diluncurkan tersebut. secara ringkas, perhitungan
target cost dapat dilihat sebagai berikut:
“Target Cost = Selling Price–Target Profit”
target cost pada tahap ini sering disebut juga sebagai allowable cost atau biaya yang
diijinkan. Allowable cost juga dapat diartikan sebagai jumlah biaya yang
diperkenankan oleh perusahaan yang didapat dari selisih antara harga jual dengan
laba yang dinginkan oleh perusahaan.
d. Setelah allowable cost diketahui, maka langkah yang harus dilakukan berikutnya
adalah menghitung drifting cost (biaya taksiran). Drifting cost adalah penjumlahan
biaya bahan baku, biaya proses, dan biaya lainlain yang diperkirakan akan terjadi
untuk memproduksi produk yang bersangkutan. Drifting cost merupakan biaya yang
diestimasi berdasarkan biaya produk yang sedang berjalan. Komponen-komponen
yang termasuk dalam penentuan drifting cost ini antara lain, biaya tenaga kerja, biaya
bahan baku, biaya overhead, dan biaya-biaya lainnya.
2. Menetapkan target cost dengan menerapkan value engineering (VE)
Setelah mengetahui berapa besarnya allowable cost dan drifting cost, maka tahap
selanjutnya dalam metode target costing adalah melakukan value engineering. Value
engineering adalah sebuah upaya sistematis dengan cara mengevaluasi fungsi-fungsi dan
proses dalam organisasi serta melakukan perbaikan yang dibutuhkan agar dapat
menurunkan biaya sekaligus memuaskan kebutuhan konsumen. Value engineering
dilaksanakan dengan tujuan agar drifting cost atau biaya taksiran mencapai angka yang
sama atau kurang dari allowable cost atau target cost yang telah dihitung pada tahap
awal. Proses ini memerlukan peran serta semua fungsi dalam perusahaan untuk

bekerjasama menekan biaya sampai mencapai target.


Proses awal value engineering yaitu dengan mengevaluasi kegitan perusahaan mulai
dari merancang, mengembangkan, memproduksi, memasarkan, dan melayani konsumen
yang memakai produk tersebut. Tugas setiap departemen adalah untuk memeriksa biaya
dan kinerjanya kemudian mencari cara untuk memperbaikinya dengan tujuan agar target
cost dapat tercapai dan meningkatkan kepuasan pelanggan atas produknya.

17
Menurut Cowe (1994) dalam Himawan dan Pendajaya (2005), value engineering

melibatkan penilaian sistematis mengenai bahan-bahan. Komponen penampilan, desain,


dan sebagainya. Proses tersebut termasuk menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut:
a. Apakah penggunaan produk tersebut menyumbangkan nilai?
b. Apakah biaya sesuai dengan kegunaannya?
c. Apakah produk tersebut memerlukan semua sifat-sifat (ciri-ciri/keistimewaannya)?
d. Adakah sesuatu yang lebih baik untuk kegunaan yang dimaksud?
e. Dapatkah bagian (komponen) yang terpakai dibuat dengan metode biaya yang lebih

rendah?
f. Dapatkah ditemukan produk standar yang akan dapat digunakan?
g. Apakah produk tersebut dibuat dengan alat-alat yang sesuai dan sudahkan

mempertimbangkan jumlah yang digunakan?


h. Apakah bahan-bahan tenaga kerja, biaya tak langsung, dan laba sesuai dengan

harganya?
i. Dapatkah pemasok lain yang dapat diandalkan menyediakan produk tersebut dengan

biaya yang lebih murah?


j. Adakah orang yang membelinya lebih murah?
3. Mencapai target cost pada tahap produksi berdasarkan perubahan praktek saat ini.
Setelah melakukan desain dan value enginering, maka target cost diharpakan dapat
tercapai dengan artian bahwa drifting cost sama dengan atau kurang dari biaya
yang diijinkan atau allowable cost.

18
Kasus Marcedes-Benz All Activity Vehicle (AAV)

I. PENDAHULUAN KASUS
Selama resesi yang dimulai pada awal 1990-an, Mercedes-Benz (MB) berjuang dengan
pengembangan produk, efisiensi biaya, pembelian bahan, dan masalah dalam beradaptasi dengan
perubahan pasar. Pada tahun 1993, masalah ini disebabkan oleh menurunnya penjualan dalam
beberapa dekade, dan pembuat mobil mewah kehilangan uang untuk pertama kalinya dalam
sejarah.
Sejak itu, Mercedes-Benz telah merampingkan bisnis inti, mengurangi bagian dan
kompleksitas sistem, dan mendirikan program rekayasa simultan dengan pemasok.Dalam
pencarian mereka untuk pangsa pasar tambahan dan segmen baru, MB mulai mengembangkan
berbagai produk baru. Pengenalan produk baru termasuk C-Class pada tahun 1993, E-Class pada
tahun 1995, SLK Sportster baru pada tahun 1996, dan A-Class dan M-Class All Activity Vehicle
(AAV) di 1997. Mungkin yang terbesar dan paling radikal dari proyek-proyek baru MB adalah
AAV tersebut. Pada bulan April tahun 1993, MB mengumumkan akan membangun fasilitas
penumpang kendaraan-manufaktur pertamanya di Amerika Serikat.
Pemasok lapis disediakan sistem daripada bagian individu atau komponen untuk produksi
sekitar 65.000 kendaraan per tahun.
I.1 Proyek AVV
AAV pindah dari konsep ke produksi dalam waktu yang relatif singkat. Tahap pertama,
tahap konsep, dimulai pada tahun 1992. Tahap Konsep menghasilkan studi kelayakan yang telah
disetujui oleh dewan. Setelah persetujuan dewan, tahap realisasi proyek dimulai pada tahun 1993,
dengan produksi dimulai pada tahun 1997. Elemen kunci dari berbagai tahapan yang dijelaskan
selanjutnya.
a. Fase Konsep, 1992-1993

Anggota tim membandingkan lini produksi yang ada dengan beberapa segmen pasar
untuk menemukan kesempatan untuk mengenalkan kendaraan baru. Analisis mengungkapkan
kesempatan dalam perluasan pasar kendaraan olahraga yang cepat yang didominasi oleh Jeep,
Ford dan GM. Penelitian pasar dilakukan untuk memperkirakan potensi peluang penjualan
dunia untuk high-end AAV dengan karakteristik Mercedes-Bendz. Perkiraan biaya kasar
yang dikembangkan termasuk biaya bahan baku, tenaga kerja, overhead, dan one-time
development and project. Perkiraan aliran kas (cash flow) dianalisa lebih dari 10 tahun
menggunakan analisis net present value (NPV) untuk memperoleh izin proyek dari direktur.
Sensitifitas NPV dianalisis dengan menghitung scenario “apa-jika” termasuk resiko dan
19
kesempatan. Contohnya, faktor resiko yang terdiri atas fluktuasi tingkat pertukaran mata
uang, perbedaan tingkat penjualan karena subsitusi pelanggan dengan AAV dari produk MB
yang lain, dan biaya produk dan biaya produksi yang berbeda dari perkiraan.
Atas dasar studi kelayakan ekonomi dari fase konsep, direktur menyetujui proyek dan
menginisiasi pencarian lokasi produksi yang potensial. Lokasi di Jerman, negara eropa lain,
dan Amerika dievaluasi. Konsisten dengan strategi globalisasi perusahaan, faktor yang
menentukanbahwa membawa pabrik ke Amerika karena dekat dengan pasar utama dari
pengguna kendaraan olahraga.

b. Fase Realisasi, 1993-1996

Pelanggan regular klinik hadir untuk melihat prototype dan menjelaskan konsep
kendaraan yang baru. Klinik ini memproduksi informasi penting tentang bagaimana
kendaraan yang ditawarkan dapat sampai ke pelanggan potensial dan pers. Pelanggan diminta
untuk meranking beberapa prioritas penting, termasuk keamanan, kenyamanan, ekonomi, dan
model. Teknisi dimasukkan ke dalam grup sistem design untuk menghadirkan karakteristik
penting ini. Bagaimanapun, MB tidak akan menurunkan standar. Sebagai contoh, banyak ahli
otomotif percaya bahwa penanganan superior dari produk MB dihasilkan dari pembuatan
kerangka automobile terbaik didunia. Kemudian, masing-masing kelas dalam lini MB sesuai
dengan standar yang ketat untuk penanganan, bahkan standar penanganan ini melebihi
ekspektasi pelanggan dari beberapa kelas. MB tidak menggunakan target costing untuk
memproduksi kendaraan berharga rendah dalam sebuah kelas automobile. Tujuan strategis
perusahaan untuk menyampaikan produk yang lebih mahal dari model bersaing.
Bagaimanapun biaya tambahan harus bisa diubah keperolehan nilai yang lebih besar dari sisi
pelanggan.
Melalui fase realisasi proyek, kendaraan (dan target cost kendaraan) tetap hidup
karena dinamisnya perubahan. Sebagai contoh, pasar berpindah menuju spektrum
kemewahan ketika AAV sedang dikembangkan. Atas alasan ini, MB mengetahui bahwa akan
menguntungkan ketika menempatkan anggota tim design dan pengujian lebih dekat secara
fisik dengan fungsi lainnya dalam proyek untuk mendukung komunikasi dan pengambilan
keputusan yang lebih cepat. Kadang, sifat teknik yang baru, seperti side air bag,
dikembangkan oleh MB. Keputusan untuk memasukkan sifat terknik yang baru ada semua
lini MB dibuat pada semua level perusahaan larema pengalaman menunjukkan reaksi
pelanggan terhadap kelas kendaraan akan mempengaruhi keseluruhan merk.

20
c. Fase Produksi 1997

Proyek dimonitor dengan update tahunan dari analisis NPV. Sebagai tambahan, rencana
3 tahun (termasuk laporan keuangan), disiapkan setiap tahun dan dilaporkan kepada kantor
pusat di Jerman. Meeting bulanan departemen diadakan untuk mendiskusikan biaya kinerja
sebenarnya, dibandingkan dengan standar perkembangan selama proses perkiraan biaya.
Kemudian, sistem akuntansi melayani sebagai mekanisme pengendalian untuk memastikan
biaya produksi sebenarnya akan sesuai dengan biaya target (standar).

Target Costing dan AVV

Proses mencapai target cost bagi AAV dimulai dari perkiraan biaya saat ini pada
masing-masing fungsi grup. Kemudian komponen dari masing-masing fungsi diidentifikasi
dengan biaya yang terasosiasi padanya. Pengurangan biaya ditetapkan dengan
menbandingkan perkiraan biaya saat ini dengan target cost bagi masing-masing fungsi grup.
Fungsi grup terdiri atas: pintu, sisi jendela dan atap, sistem listrik, bumper, power train, kursi,
sistem pemanas, cockpit, dan front-end. Kemudian target pengurangan biaya dibangun untuk
masing-masing komponen. Sebagai bagian dari proses benchmark yang kompetitif, MB
membeli dan membongkar kendaraan pesaing untuk bisa memahami biaya mereka dan proses
produksinya.
Proses pembuatan AAV mempercayakan kepada sistem pemasok bernilai tambah
tinggi. Contohnya, keseluruhan cockpit dibeli sebagai kesatuan unit dari sistem pemasok.
Dengan demikian, sistem pemasok merupakan bagian dari proses pengembangan dari awal
proyek. MB memperkirakan pemasokakan sesuai dengan target cost yang dibangun. Untuk
meningkatkan efektifitas fungsi grup, pemasok diajak untuk berdiskusi dari tahap awal
proses. Keputusan akan dibuat lebih cepat pada tahap awal pengembangan.
Proses target costing dipimpin oleh perencana biaya yang merupakan seorang
insinyur, bukan akuntan. Karena perencanaan biaya dibuat sesuai dengan pengalaman design
dan produksi insinyur, mereka bisa membuat biaya yang masuk akal yang akan disediakan
pemasok untuk pengadaan berbagai macam sistem. Juga, MB memiliki banyak peralatan
seperti alat pembentuk logam, yang digunakan pemasok untuk membentuk komponen. Biaya
peralatan merupakan bagian penting dari one-time cost dalam fase proyek.

21
Pengembangan Index untuk Mendukung Aktivitas Target Costing

Selama fase pengembangan konsep, anggota tim MB menggunakan berbagai indeks


untuk membantu mereka menentukan kinerja yang penting, design dan hubungan biaya untuk
AAV. Untuk membuat indeks tersebut, beberapa informasi digabungkan dari pelanggan,
pemasok dan tim design internal. Walaupun jumlah kategori yang sebenarnya digunakan oleh
MB jauh lebih besar, tabel 1 menggambarkan perhitungan yang digunakan untuk menghitung
respon pelanggan terhadap konsep AAV.
Tabel 1. Relative Importance Ranking Berdasarkan Kategori
Kategori Importance Relative Percentage
Safety 32 41%
Comfort 25 32%
Economy 15 18%
Styling 7 9%
Total 79 100%

Sebagai contoh, nilai yang ditunjukkan dalam kolom “importance” dihasilkan dari
pertanyaan terhadap pelanggan potensial apakah mereka menganggap masing- masing
kategori penting ketika mempertimbangkan membeli produk baru dari MB. Responden dapat
merespon setuju atas semua kategori.
Untuk memperoleh pemahaman yang baik dari beberapa sumber biaya, fungsi grup
diidentifikasi bersamaan dengan target cost yang diperkirakan. (MB juga menyusun tim yang
disebut fungsi grup yang tujuannya untuk mengembangkan spesifikasi dan proyeksi biaya).
Seperti terlihat pada tabel 2, persentase target cost relative dari masing-masing fungsi telah
dihitung.
Tabel 2. Target Cost Dan Presentase Berdasarkan Grup Fungsi
Grup Fungsi Target Cost Percentage
Chassis $ x.xxx 20%
Transmission $ x.xxx 25%
Air Conditioner $ x.xxx 5%
Electrical System $ x.xxx 7%
Fungsi Lainnya $ x.xxx 43%
Total $ x.xxx 100%
Tabel 3. Kontribusi Grup Fungsi Pada Keinginan Konsumen
Grup Fungsi Keamanan Kenyamanan Ekonomis Styling
Chassis 50% 30% 10% 10%
Transmission 20% 20% 30% 0%
Air Conditioner 0% 20% 0% 5%
Electrical System 5% 0% 20% 0%
Fungsi Lainnya 25% 30% 40% 85%
Total 100% 100% 100% 100%
22
Tabel 3 merupakan ringkasan bagaimana masing-masing fungsi terlibat dalam
identifikasi persyaratan pelanggan pada tabel 1. Contohnya, keamanan diidentifikasikan oleh
pelanggan potensial sebagai karakteristik penting dari AAV; beberapa fungsi grup terlibat
lebih pada kategori ini dibanding yang lain. Insinyur MB menentukan bahwa kualitas
kerangka mobil merupakan elemen penting dari keamanan (50% dari keterlibatan fungsi total
grup).
Tabel 4. Indeks Tingkat Kepentingan Grup Fungsi
Grup Fungsi Keamanan Kenyamanan Ekonomis Styling Indeks
0.41 0.32 0.18 0.09
Chassis 50% 30% 10% 10% 0.33
Transmission 20% 20% 30% 0% 0.20
Air Conditioner 0% 20% 0% 5% 0.07
Electrical System 5% 0% 20% 0% 0.06
Fungsi Lainnya 25% 30% 40% 85% 0.35
Total 100% 100% 100% 100%

Tabel 4 mengkombinasikan persentase bobot kategori dari tabel satu dengan


kontribusi fungsi grup dari tabel 3. Hasilnya adalah indeks penting yang mengukur
kepentingan relatif dari masing-masing fungsi kelompok semua kategori. Sebagai contoh,
pelanggan potensial menimbang kategori keamanan, kenyamanan, ekonomi dan stile sebesar
0,41; 0,32; 0,18 dan 0,09. Baris pada tabel 4 menunjukkan kontribusi dari masing-masing
fungsi grupdalam semua kategori. Indeks penting untuk kerangka dihitung dengan
mengalikan masing-masing nilai baris nilai kategori yang sesuai dan menjumlahkannya
(0,50x0,41)+(0,3x0,32)+(0,10x0,18)+(0,10x0,09) = 0,33.

Tabel 5. Indeks Target Cost


Grup Fungsi (A) Importance (B) % Of Target (C) Target Cost
Index Cost Index
Chassis 0.33 0.20 1.65
Transmission 0.20 0.25 0.80
Air Conditioner 0.07 0.05 1.40
Electrical System 0.06 0.07 0.86
Fungsi Lainnya 0.35 0.43 0.81
Total 1.00

Seperti terlihat pada tabel 5, indeks target cost dihitung dengan membagi indeks
penting dengan persentase target cost. Manajer MB menggunakan indeks sepertinini selama
fase design konsep untuk memahami hubungan dari pentingnya sebuah fungsi grup terhadap
23
target cost dari fungsi grup. Indeks yang kurang dari 1 mengindikasikan biaya lebih besar
dari nilai yang dirasakan fungsi grup. Kemudian, kesempatan untuk pengurangan biaya yang
konsisten dengan permintaan pelanggan, bisa diidentifikasi dan diatur selama tahap awal
pengembangan produk.

Pilihan yang dibuat selama fase realisasi proyek tidak dapat diubah lagi pada fase
produksi karena hampir 80% material dan sistem disediakan oleh pemasok eksternal. Proyek
AAV menggunakan struktur manajemen yang ringkas untuk memfasilitasi pengembangan
yang cepat dan efisien. Organisasi yang ringkas ini mampu menghasilkan kendaraan baru dari
konsep ke produksi selama empat tahun. Menggunakan proses target costing sebagai elemen
kunci manajemen, MB membuat AAV pertama pada 1997.

PERTANYAAN

1. Lingkungan persaingan yang bagaimana yang dihadapi oleh MB?

2. Bagaimana MB bereaksi terhadap perubahan pasar yang mendunia di industri


kendaraan mewah?
3. Diskusikan factor-faktor apa yang digunakan oleh MB untuk menyaingi Jeep, Ford
dan GM?
4. Bagaimana proyek AAV berhubungan dengan nama besar MB dalam menguasai
pasar?
5. Dll informasi yang layak disampaikan, tidak terbatas pada 4 pertanyaan diatas.

a. Jelaskan proses pengembangan ‘important index’ untuk fungsi grup atau


komponen. Bagaimana index tersebut dapat menuntun manajer membuat
keputusan pengurangan biaya.
b. Bagaimana pendekatan pengurangan biaya MB dapat mencapai target cost?

c. Bagaimana faktor pemasok mempengaruhi proses target costing? Mengapa hal ini
sangat penting bagi kesuksesan MB AAV?
d. Apa peran departemen akuntansi dalam proses target costing?

24
PEMBAHASAN

1. Pada saat mempertimbangkan pembuatan AVV/ All Activity Vehicle perusahan


menghadapi lingungan persaingan yaitu pada utilitas pasar kendaraan sport yang saat
itu didominasi oleh Jeep, Ford & GM. Analisis mengungkapkan peluang di utilitas
pasar kendaraaan sport berkembang pesat sehingga Mercedes menemukan peluang
untuk mengenalkan kendaraan baru. Berdasarkan studi kelayakan ekonomi dari tahap
konsep, papan persetujuan proyek. Margin yang dibutuhkan, Prakiraan biaya langsung
dan tidak langsung Atas margin yang dibutuhkan harus cukup untuk menutupi jumlah
biaya yang akan dikeluarkan.

2. Reaksi Mercedez-Benz (MB) terhadap perubahan dunia atas kendaraan mewah yaitu
berusaha membuat kendaraan baru yang lebih dikembangkan salah satunya yaitu
AVV,MB juga membuat pabrik baru di Amerika serikat agar lebih dekat dengan pasar
utama dan juga dengan konsumen. Dengan melibatkan suplayer dalam pemesanan
produk, MB juga berusaha mengurangi biaya.
3. Fakor yang membuat BM lebih unggul dari pesaingnya yaitu untuk beraing BM
menggunakan target costing dengan melibatkn supalayer dan pelnggan dalam
pembuatan produk mobil yang akan dikeluarkan, sehingga BM akan mampu
mengurangi biaya yang dikeluarkan dengan menentukan target harga jual dengan
analisis important Index

4. Proyek AVV dihungkan dengan strategi pasar Bm.

Strategi yang dikeluarkan Bm ayaitu dengan menganalisis tren pasar dan


menghitung target costing dari produk pesaing maka Bm mengeluarkan AVV
sebagai wujud dari setiap kelebihan-kelebihan yang ada pada produk pesaing
dengan menggunakan margin biaya.

5. Informasi lainnya:

a. Important index dibuat untuk memahami hubungan antara fingsi pokok grup
untuk mencapai target costing dan juga ini dikembangkan untuk melihat
bagaimana respon pelnggan/ pelaku pasar terhadap rancangan produk yang dibuat
oleh perusahaan dan juga melihat bagai mana respon pelanggan terhap setiap
kateory yang ada pada bagia bagian mobil seperti kenyamanan, keamanan, gaya

25
dan harga mana yang paling dominan dipilih oleh pelanggan.
Untuk setiap fungsi grup akan dihubungkan kesetiap kategory yang ditawarkan
kepada konsumen sehingga akan menghasikan produk yang memenag sesuai
dengan permintaan pelanggan dan direncanakanlah penguran biaya yang akan
digunakan.

b. Pendekatan pengurangan biaya yangdigunakan MB untuk mencapai target costing


yaitu menggunakan target harga jual dan menghitung batas biaya yang
dibutuhkan dengan cara
 Menghitung estimasi biaya pada setiap fungsi grup yang ada

 Menentukan target biaya yang akan dikurangi

 Melaksanakan pengukuran untuk mencapai target cost

 Meramalkan biaya langsung dan tidak langsung


c. Faktor pemasok mempengaruhi proses target dan hal ini sangat penting bagi
kesuksesan MB AAV karna suplayer membantu perusahaan untuk dapat
melakukan perkembangan awal pada produk, dan dapat berfungsi sebagai Tim
karna menjadi bagian yang menyediakan komponen untuk perusahaan dalam
membuat produk, membantu perusahaan dalam menetapkan target biaya, dengan
bantuan Indeks.

d. Peran departemen akuntansi dalam proses target costing khusnya pada kasus ini
yaitu untuk menganalisis apakah target biaya yang ditetapkan oleh Insinyur
memang benar terlaksana dengan mempertimbangan faktor-fakror baik didalam
maupun diluar perusaaan sendiri.

26
DAFTAR PUSTAKA

Ikatan Akuntan Indonesia. 2015. Modul Chartered Accountant Manajemen Keuangan


Lanjutan. Jakaarta Pusat: Ikatan Akuntan Indonesia.

Anthony A. Atkinson, Robert S. Kaplan, Ella Mae Matsumura, S. Mark Young (2012).
Management Accounting: Information for Decision Making and Strategy Execution,
6th edition. Pearson
Dicky, Yoanes. 2011. Penerapan Activity Based Costing (ABC) System dalam Perhitungan
Profitabilitas Produk. Jurnal Akuntansi Universitas Kristen Maranatha,Vol.3,No.1

Himawan dan Pendajaya. 2005. Penerapan Metode Target Costing sebagai Alat Bantu
Manajemen dalam Mengoptimalkan Perencanaan Laba. e-Journal ESENSI, volume 8
No.2

Malue, Jurgen. 2013. Analisis Penerapan Terget Costing sebagai Sistem Pengendalian Biaya
Produksi Pada PT Celebes Mina Pratama. Ejournal.unsrat.ac.id

Morgan, Malcom J. 1993. A case study in target costing : Accounting for Strategy. Research
in Management Accounting. Vol 5, pg 20.

Patricia Everaert, Stijn Loosveld, Tom Van Acker, Marijke Schollier, Gerrit Sarens. 2006.
Characteristics of target costing: theoretical and field study perspectives. Qualitative
Research in Accounting & Management, Vol. 3 Iss: 3, pp.236 – 263

Mercedes Benz All Activity Vehicle (AAV). Case

Wikipedia. 2017. Mercedes Benz. https://id.wikipedia.org/wiki/Mercedes-Benz Diakses pada


tanggal 8 September 2017

27

Anda mungkin juga menyukai