LP Ma 4 Batuan Metamoft Nira
LP Ma 4 Batuan Metamoft Nira
LP Ma 4 Batuan Metamoft Nira
LABORATORIUM BATUAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
BATUAN METAMORF
LAPORAN PRAKTIKUM
BATUAN METAMORF
KOORDINATOR PRAKTIKUM
GEOLOGI DASAR
MUH. KURNIAWAN N
NIRA LA BAUCE
09320190001
LABORATORIUM BATUAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2020
BAB I
PENDAHULUAN
Bumi tertutupi oleh daratan dan lautan, dimana bagian lautan lebih besar
daripada bagian daratan. Akan tetapi daratan adalah bagian dari kulit bumi yang
dapat diamati langsung dengan dekat, maka banyak hal-hal yang dapat diketahui
secara cepat dan jelas. Salah satu diantaranya adalah kenyataan bahwa daratan
tersusun oleh jenis batuan yang berbeda satu sama lain dan berbeda-beda materi
penyusun serta berbeda pula dalam proses terbentuknya.
Suatu batuan mungkin mengalami beberapa perubahan lingkungan sesuai
dengan waktu, yang dapat menghasilkan batuan polimetamorfik. Sifat-sifat yang
mendasar dari perubahan metamorfik adalah batuan tersebut terjadi selama batuan
berada dalam kondisi padat. Perubahan komposisi di dalam batuan kurang berarti
pada tahap ini, perubahan tersebut adalah isokimia yang terdiri dari distribusi ulang
elemen-elemen lokal dan volatil diantara mineral-mineral yang sangat reaktif.
Pengenalan batuan metamorf dapat dilakukan melalui kenampakan-
kenampakan yang jelas pada singkapan dari batuan metamorf yang merupakan akibat
dari tekanan-tekanan yang tidak sama. Batuan-batuan tersebut mungkin mengalami
aliran plastis, peretakan dan pembutiran atau rekristalisasi. Beberapa tekstur dan
struktur di dalam batuan metamorf mungkin diturunkan dari batuan pre-metamorfik
(seperti: cross bedding), tetapi kebanyakan hal ini terhapus selama metamorfisme.
Penerapan dari tekanan yang tidak sama, khususnya jika disertai oleh pembentukan
mineral baru, sering menyebabkan kenampakan penjajaran dari tekstur dan struktur.
Jika planar disebut foliasi. Seandainya struktur planar tersebut disusun oleh lapisan-
lapisan yang menyebar atau melensa dari mineral-mineral yang berbeda tekstur,
misal: lapisan yang kaya akan mineral granular (seperti: felspar dan kuarsa)
berselang-seling dengan lapisan-lapisan kaya mineral-mineral tabular atau prismatik
(seperti: feromagnesium), tekstur tersebut menunjukkan sebagai gneis. Seandainya
foliasi tersebut disebabkan oleh penyusunan yang sejajar dari mineral-mineral pipih
berbutir sedang-kasar (umumnya mika atau klorit) disebutskistosity. Pecahan batuan
ini biasanya sejajar dengan skistosity menghasilkan belahan batuan (CENATA 2010)
1.2.1 Maksud
Adapun maksud dari tujuan praktikum geologi ini kita dapat mengenal,
mengetahui, dan menguasai ilmu tentang batuan metamorf yang menjadi salah satu
aplikasi dasar terpenting mengenai geologi.
1.2.2 Tujuan
a. Dapat menjelaskan definisi dan mendeskripsikan Batuan Metamorf Foliasi
dan Non Foliasi;
b. Dapat mengetahui perbedaan Batuan Metamorf Foliasi dan Non Foliasi;
c. Dapat menjelaskan struktur dan tekstur Batuan Metamorf Foliasi dan Non
Foliasi;
d. Dapat menentukan nama Batuan Metamorf.
1.3.1 Alat
a. ATM (Alat Tulis Menulis);
b. Aplikasi Google Meet.
1.3.2 Bahan
a. Problem set (minimal 10 lembar);
b. Skala wentworth.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Batuan asal atau batuan induk baik berupa batuan beku, batuan sedimen
maupun batuan metamorf dan telah mengalami perubahan mineralogi, tekstur serta
struktur sebagai akibat adanya perubahan temperatur (di atas proses diagenesa dan di
bawah titik lebur; 200o-350oC < T < 650o-800oC) dan tekanan yang tinggi (1 atm < P
< 10.000 atm) disebut batuan metamorf. Proses metamorfisme tersebut terjadi di
dalam bumi pada kedalaman lebih kurang 3 km – 20 km. Winkler (1989)
menyatakan bahwasannya proses-proses metamorfisme itu mengubah mineral-
mineral suatu batuan pada fase padat karena pengaruh atau respon terhadap kondisi
fisika dan kimia di dalam kerak bumi yang berbeda dengan kondisi sebelumnya.
Proses-proses tersebut tidak termasuk pelapukan dan diagenesa.
Batuan beku dan sedimen dibentuk akibat interaksi dari proses kimia, fisika,
biologi dan kondisi-kondisinya di dalam bumi serta di permukaannya. Bumi
merupakan sistim yang dinamis, sehingga pada saat pembentukannya, batuan-batuan
mungkin mengalami keadaan yang baru dari kondisi-kondisi yang dapat
menyebabkan perubahan yang luas di dalam tekstur dan mineraloginya. Perubahan-
perubahan tersebut terjadi pada tekanan dan temperatur di atas diagenesa dan di
bawah pelelehan, maka akan menunjukkan sebagai proses metamorfisme.
Suatu batuan mungkin mengalami beberapa perubahan lingkungan sesuai
dengan waktu, yang dapat menghasilkan batuan polimetamorfik. Sifat-sifat yang
mendasar dari perubahan metamorfik adalah batuan tersebut terjadi selama batuan
berada dalam kondisi padat. Perubahan komposisi di dalam batuan kurang berarti
pada tahap ini, perubahan tersebut adalah isokimia yang terdiri dari distribusi ulang
elemen-elemen lokal dan volatil diantara mineral-mineral yang sangat reaktif.
Pendekatan umum untuk mengambarkan batas antara diagenesa dan
metamorfisme adalah menentukan batas terbawah dari metamorfisme sebagai
kenampakan pertama dari mineral yang tidak terbentuk secara normal di dalam
sedimen-sedimen permukaan, seperti epidot dan muskovit. Walaupun hal ini
dapatdihasilkan dalam batas yang lebih basah. Sebagai contoh, metamorfisme shale
Batuan beku dan sedimen dibentuk akibat interaksi dari proses kimia, fisika,
biologi dan kondisi-kondisinya di dalam bumi serta di permukaannya. Bumi
merupakan sistim yang dinamis, sehingga pada saat pembentukannya, batuan-batuan
mungkin mengalami keadaan yang baru dari kondisi-kondisi yang dapat
menyebabkan perubahan yang luas di dalam tekstur dan mineraloginya. Perubahan-
perubahan tersebut terjadi pada tekanan dan temperatur di atas diagenesa dan di
bawah pelelehan, maka akan menunjukkan sebagai proses metamorfisme.
Suatu batuan mungkin mengalami beberapa perubahan lingkungan sesuai
dengan waktu, yang dapat menghasilkan batuan polimetamorfik. Sifat-sifat yang
mendasar dari perubahan metamorfik adalah batuan tersebut terjadi selama batuan
pada tahap ini, perubahan tersebut adalah isokimia yang terdiri dari distribusi ulang
elemen-elemen lokal dan volatil diantara mineral-mineral yang sangat reaktif.
Jika planar disebut foliasi. Seandainya struktur planar tersebut disusun oleh lapisan-
lapisan yang menyebar atau melensa dari mineral-mineral yang berbeda tekstur,
misal: lapisan yang kaya akan mineral granular (seperti: felspar dan kuarsa)
berselang-seling dengan lapisan-lapisan kaya mineral-mineral tabular atau prismatik
(seperti: feromagnesium), tekstur tersebut menunjukkan sebagai gneis. Seandainya
foliasi tersebut disebabkan oleh penyusunan yang sejajar dari mineral-mineral pipih
berbutir sedang-kasar (umumnya mika atau klorit) disebut skistosity. Pecahan batuan
ini biasanya sejajar dengan skistosity menghasilkan belahan batuan yang berkembang
kurang baik.Pengenalan batuan metamorf tidak jauh berbeda dengan jenis batuan lain
yaitu didasarkan pada warna, tekstur, struktur dan komposisinya. Namun untuk
batuan metamorf ini mempunyai kekhasan dalam penentuannya yaitu pertama-tama
dilakukan tinjauan apakah termasuk dalam struktur foliasi (ada penjajaran mineral)
atau non foliasi (tanpa penjajaran mineral). Pada metamorfisme tingkat tinggi akan
berkembang struktur migmatit. Setelah penentuan struktur diketahui, maka
penamaan batuan metamorf baik yang berstruktur foliasi maupun berstruktur non
foliasi dapat dilakukan.
Gambar 2.3 Diagram alir untuk identifikasi batuan metamorf secara umum
(Gillen, 1982)
melensa atau elipsoida; bentuk dari kumpulan-kumpulan ini disebut augen (German
untuk “mata”), dan umumnya hasil dari kataklastik (penghancuran, pembutiran, dan
rotasi). Sisa kumpulan ini dihasilkan dalam butiran matrik. Istilah umum untuk
agregat adalah porphyroklast.
2.4.1 Tekstur Kristaloblastik
Tekstur batuan metamorf yang dicirikan dengan tekstur batuan asal sudah
tidak kelihatan lagi atau memperlihatkan kenampakan yang sama sekali baru. Dalam
penamaannya menggunakan akhiran kata–blastik.
a. Tekstur Porfiroblastik: sama dengan tekstur porfiritik (batuan beku), hanya
kristal besarnya disebut porfiroblast.
b. Tekstur Granoblastik: tekstur yang memperlihatkan butir-butir mineral
seragam.
c. Tekstur Lepidoblastik: tekstur yang memperlihatkan susunan mineral saling
sejajar dan berarah dengan bentuk mineral pipih.
d. Tekstur Nematoblastik: tekstur yang memperlihatkan adanya mineral-mineral
prismatik yang sejajar dan terarah.
e. Tekstur Idioblastik: tekstur yang memperlihatkan mineral-mineral berbentuk
euhedral.
f. Tekstur Xenoblastik: sama dengan tekstur idoblastik, namun mineralnya
berbentuk anhedral.
g. Tekstur batuan metamorf yang dicirikan dengan tekstur sisa dari batuan asal
masih bisa diamati. Dalam penamaannya menggunakan awalan kata–blasto.
h. Tekstur Blastoporfiritik: tekstur yang memperlihatkan batuan asal yang
porfiritik.
i. Tekstur Blastopsefit: tekstur yang memperlihatkan batuan asal sedimen yang
ukuran butirnya lebih besar dari pasir.
j. Tekstur Blastopsamit: sama dengan tekstur blastopsefit, hanya ukuran
butirnya sama dengan pasir.
k. Tekstur Blastopellit: tekstur yang memperlihatkan batuan asal sedimen yang
ukuran butirnya lempung.
mineral anti stress adalah mineral yang terbentuk dalam kondisi tekanan, biasanya
berbentuk equidimensional, meliputi: kuarsa, felspar, garnet, kalsit dan kordierit.
Setelah kita menentukan batuan asal mula metamorf, kita harus menamakan
batuan tersebut. Sayangnya prosedur penamaan batuan metamorf tidak sistematik
seperti pada batuan beku dan sedimen. Nama-nama batuan metamorf terutama
didasarkan pada kenampakan tekstur dan struktur. Nama yang umum sering
dimodifikasi oleh awalan yang menunjukkan kenampakan nyata atau aspek penting
dari tekstur (contoh gneis augen), satu atau lebih mineral yang ada (contoh skis
klorit), atau nama dari batuan beku yang mempunyai komposisi sama (contoh gneis
granit). Beberapa nama batuan yang didasarkan pada dominasi mineral (contoh
metakuarsit) atau berhubungan dengan facies metamorfik yang dipunyai batuan
(contoh granulit).
Metamorfisme regional dari batulumpur melibatkan perubahan keduanya baik
tekanan dan temperatur secara awal menghasilkan rekristalisasi dan modifikasi dari
mineral lempung yang ada. Ukuran butiran secara mikroskopik tetap, tetapi arah
yang baru dari orientasi mungkin dapat berkembang sebagai hasil dari gaya stres.
Resultan batuan berbutir halus yang mempunyai belahan batuan yang baik sekali
dinamakan slate. Bilamana metamorfisme berlanjut sering menghasilkan orientasi
dari mineral-mineral pipih pada batuan dan penambahan ukuran butir dari klorit dan
mika. Hasil dari batuan yang berbutir halus ini dinamakan phylit, sama seperti slate
tetapi mempunyai kilap sutera pada belahan permukaannya. Pengujian dengan
menggunakan lensa tangan secara teliti kadangkala memperlihatkan pecahan
porpiroblast yang kecil licin mencerminkan permukaan belahannya. Pada tingkat
metamorfisme yang lebih tinggi, kristal tampak tanpa lensa. Disini biasanya kita
menjumpai mineral-mineral yang pipih dan memanjang yang terorientasi kuat
membentuk skistosity yang menyolok. Batuan ini dinamakanskis, masih bisa dibelah
menjadi lembaran-lembaran. Umumnya berkembang porpiroblast; hal ini sering
dapat diidentikkan dengan sifat khas mineral metamorfik seperti garnet, staurolit,
atau kordierit. Masih pada metamorfisme tingkat tinggi disini skistosity menjadi
kurang jelas; batuan terdiri dari kumpulan butiran sedang sampai kasar dari tekstur
dan mineralogi yang berbeda menunjukkan tekstur gnessik dan batuannya
dinamakan gneis. Kumpulan yang terdiri dari lapisan yang relatif kaya kuarsa dan
milonit, atau ultramilomit, tergantung atas jumlah dari fragmen yang tersisa.
Bilamana batuan mempunyai skistosity dengan kilap permukaan sutera, rekristralisasi
mika, batuannya disebut philonit.
2.5.6 Serpentinit
Batuan yang hampir seluruhnya terdiri dari mineral-mineral dari kelompok
serpentin. Mineral asesori meliputi klorit, talk, dan karbonat. Serpentinit dihasilkan
dari alterasi mineral silikat feromagnesium yang terlebih dahulu ada, seperti olivin
dan piroksen.
2.5.7 Skarn
Marmer yang tidak bersih/kotor yang mengandung kristal dari mineral kapur-
silikat seperti garnet, epidot, dan sebagainya. Skarn terjadi karena perubahan
komposisi batuan penutup (country rock) pada kontak batuan beku.
BAB III
PROSEDUR PERCOBAAN
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Sampel 1
Nomor peraga :1
Warna Segar : Hijau
Warna Lapuk : Coklat
Tekstur : Kristaloblastik (Nematoblastik)
Bentuk Kristal : Xenoblastik
Struktur : Non Foliasi (milonifik)
Fesies Batuan Metamorfisme P/T : berada pada temperature 200-400°C
dengan tekanan 12-18 kbar
Komposisi Mineral :
Nama Mineral %
Sepentine 60 %
Asbes 40 %
ASISTEN PRAKTIKAN
4.1.2 Sampel 2
Nomor peraga :2
Warna Segar : Putih
Warna Lapuk : Coklat
Tekstur : Kristaloblastik (Granoblastik)
Bentuk Kristal : Idioblastik
Struktur : Non Foliasi (granulose)
Fesies Batuan Metamorfisme P/T : berada pada temperatur 400°C dengan
tekanan 6-8 kbar.
Komposisi Mineral :
Nama Mineral %
Kuarsa 100%
ASISTEN PRAKTIKAN
4.1.3 Sampel 3
Nomor peraga :3
Warna Segar : Hitam
Warna Lapuk : Coklat
Tekstur : Kristaloblastik (Granulablastik)
Bentuk Kristal : Hipidioblastik
Struktur : non Foliasi (Granulose)
Fesies Batuan Metamorfisme P/T : berada pada temperatur 350-1000ºC
dengan tekanan 12-18 kbar
Komposisi Mineral :
Nama Mineral %
Granit 50%
Mika 30%
klorit 20%
ASISTEN PRAKTIKAN
4.1.4 Sampel 4
Nomor peraga :4
Warna Segar : Coklat
Warna Lapuk : Hitam
Tekstur : Kristaloblastik (Granoblastik)
Bentuk Kristal : Xenoblastik
Struktur : Foliasi (Genestos)
Fesies Batuan Metamorfisme P / T : berada pada temperatur 350-1000°C
dengan tekanan 12-18 kbar
Komposisi Mineral :
Nama Mineral %
Klorit 60%
Kuarsa 20%
Kalsit 30%
Nama Batuan : GNEISS
Simbol Batuan :
ASISTEN PRAKTIKAN
4.1.5 Sampel 5
Nomor peraga :5
Warna Segar : Hijau
Warna Lapuk : Coklat
Tekstur : Kristaloblastik (Lepidioblastik)
Bentuk Kristal : Idioblastik
Struktur : Foliasi (Seistosa)
Fesies Batuan Metamorfisme P/T : berada pada temperature 0-400ºC dengan
tekanan 0-6 kbar
Komposisi Mineral :
Nama Mineral %
Mika 60%
Amphibole 20%
Kuarsa 20%
ASISTEN PRAKTIKAN
4.1.6 Sampel 6
Nomor peraga :6
Warna Segar : Hijau
Warna Lapuk : Coklat
Tekstur : Palimsest (Blasto pelitik)
Bentuk Kristal : Hipidioblastik
Struktur : Foliasi (Slatyoevage)
Fesies Batuan Metamorfisme P / T : berada pada temperature 350-100°C
dengan tekanan 12-18 kbar
Komposisi Mineral :
Nama Mineral %
Mika 60%
Klorit 40%
Nama Batuan : SLATE/SABAK
Simbol Batuan :
ASISTEN PRAKTIKAN
4.1.7 Sampel 7
Nomor peraga :7
Warna Segar : Hijau
Warna Lapuk : Abu-abu
Tekstur : Kristaloblastik (lepidioblastik)
Bentuk Kristal : Hipidioblastik
Struktur : Foliasi (Phylitic)
Fesies Batuan Metamorfisme P/T : berada pada temperature lebih dari 150°C
dengan tekanan 1500 kbar
Komposisi Mineral :
Nama Mineral %
Mika 50%
Flourit 20%
Kuarsa 15%
Amfibul 15%
Nama Batuan : FILIT
Simbol Batuan :
ASISTEN PRAKTIKAN
4.2 Pembahasan
4.2.1 Sampel 1
4.2.2 Sampel 2
4.2.3 Sampel 3
Pada peraga ini memiliki warna segar hitam dan warna lapuk coklat.
Kemudian memiliki jenis tekstur kirstaloblastik (granobkastik) dengan bentuk kirstal
hipidioblastik dan memiliki struktur non foliasi (granulose) dengan fesies batuan
metamorfisme P/T pada temperature 350-1000°C dengan tekanan 12-18 kbar dan
memiliki komposisi mineral yaitu granit 50%, mika 30%, dan klorit 20% dengan
nama batuan eklogit.
Batuan eklogit merupakan hasil dari metamofsifme dari batuan beku basa.
Dan juga terbentuk dari magma yang mengkristal diantara mantel atau kerak benua
bagian atas batuan eklogit ini dapat terbetuk ketika batuan mengalami tekanan yang
tnggi. Batuan ini berasosiasi dengan batuan beku basa. Keterdapatanya yaitu sebagai
perabotan rumah tangga. Komponen batuan ini seperti meja kamar mandi, dan
jendela dan juga sebagian dekorasi ruangan.
4.2.4 Sampel 4
4.2.5 Sampel 5
Pada peraga ini memiliki warna segar hijau dan warna lapuk coklat dengan
jenis tekstur kirstaloblasik ( lepidioblastik) dan kemudian mempunyai bentuk Kristal
yaitu idioblastik dengan struktur yaitu foliasi (seistosa) dengan memiliki feseis
batuan yang berada pada temperature 0-400°C dengan tekanan 0-6 kbar kemudian
memiliki komposisi mineral yaiyu mika 60%, amfibol 20% dan kuarsa 20% dengan
nama batuan sekis mika.
Batuan sekis mika merupakan batuan yang terbentuk pada saat batuan
sedimen atau batuan beku yang terpendam pada tempat dalam mengalami tekanan
dan temperature yang cukup tinggi dapat di temukan bersamaan dengan slate atau
felit dan keterdapatanya yaitu dapat di temukan kerang sambung . manfaatnya yaitu
satu komponen penting dalam pembuatan kondensotor dan kapasitor industry
elektronika dan pembangunan.
4.2.6 Sampel 6
Pada peraga ini memiliki warna segar hijau dan warna lapuk coklat dengan
jenis tekstur palimpsest ( blastopelitik) dan memiliki bentuk Kristal hipidioblastik
dengan struktur foliasi ( slatyeovage) dan kemudian memiliki fesies pada
metamorfisme P/T yaitu berada pada temperature 350-100°C dengan tekanan 12-18
kbar dan memiliki komposisi mineral yaitu mika 60% dan klorit 40% dengan nama
batuan salate/sabak
Batuan slate/sabak merupakan batuan yang berasal dari proses metamorfisme
batuan sedimen slate atau moonstone ( lebih di kenal dengan nama batuan lempung)
ketika berada pada pada suhu dan temperature rendah batuan slate ini sering
mrmpunyai suatu permukaan yang berkerut terdapat sedikit lipatan karena
berhubungan dengan perpecahan yang mendapatkan batuan slate. Manfaatnya yaitu
sebagai hiasan dan batu asahan.
4.2.7 Sampel 7
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Batuan metamorf dan telah mengalami perubahan mineralogi, tekstur serta
struktur sebagai akibat adanya perubahan temperatur (di atas proses diagenesa dan di
bawah titik lebur; 200o-350oC < T < 650o-800oC) dan tekanan yang tinggi (1 atm < P
< 10.000 atm) disebut batuan metamorf. Struktur Foliasi, Skistose:struktur yang
memperlihatkan penjajaran mineral pipih (biotit, muskovit, felspard) lebih banyak
dibanding mineral butiran,Struktur Gneisik: struktur yang memperlihatkan
penjajaran mineral granular, jumlah mineral granular relatif lebih banyak dibanding
mineral pipih, struktur Slatycleavage: sama dengan struktur skistose, kesan
kesejajaran mineraloginya sangat halus (dalam mineral lempung), struktur Phylitic:
sama dengan struktur slatycleavage, hanya mineral dan kesejajarannya sudah mulai
agak kasar. Struktur Non Foliasi Hornfelsik: struktur yang memperlihatkan butiran-
butiran mineral relatif seragam,Struktur Kataklastik: struktur yang memperlihatkan
adanya penghancuran terhadap batuan asal,Struktur Milonitik: struktur yang
memperlihatkan liniasi oleh adanya orientasi mineral yang berbentuk lentikuler dan
butiran mineralnya halus,Struktur Pilonitik: struktur yang memperlihatkan liniasi dari
belahan permukaan yang berbentuk paralel dan butiran mineralnya lebih kasar
dibanding struktur milonitik, malah mendekati tipe struktur filit, struktur Flaser:
sama struktur kataklastik, namun struktur batuan asal berbentuk lensa yang tertanam
pada masa dasar milonit.
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA