IPAL Tahu.
IPAL Tahu.
IPAL Tahu.
perumahan atau industri rumah tangga. Walaupun sebagai industri rumah tangga dengan modal kecil,
industri ini memberikan sumbangan perekonomian negara dan menyediakan banyak tenaga kerja. Namun
pada sisi lain dihasilkan limbah cair yang sangat berpotensi merusak lingkungan. Limbah cair yang
dihasilkan oleh industri tahu merupakan limbah organik yang degradable atau mudah diuraikan oleh
mikroorganisme secara alamiah. Namun karena sebagian besar pemrakarsa yang bergerak dalam industri
tahu adalah orang-orang yang hanya mempunyai modal terbatas, maka perhatian terhadap pengolahan
limbah industri tersebut sangat kecil, dan bahkan ada beberapa industri tahu yang tidak mengolah
limbahnya sama sekali dan langsung dibuang ke lingkungan. Kondisi ini sangat tidak menguntungkan dan
harus mendapat perhatian yang serius.
Pengolahan limbah cair industri tahu sampai saat sekarang kebanyakan hanya menampung limbah
cair kemudian didiamkan beberapa saat lalu dibuang ke sungai. Cara ini memerlukan kapasitas
penampungan limbah cair yang sangat besar. Terlebih lagi apabila kapasitas industri tahu cukup besar,
maka dihasilkan limbah cair industri tahu yang sangat banyak.
Begitu pula dengan Industri tahu yang sebagian besar dijadikan sebagai industri rakyat/warga di
Dusun Gondang dan Barepan, Kelurahan margoagung, Kecamatan Seyegan, Kabupaten Sleman,
Yogyakarta. Selain dapat memberikan dampak postitif, yakni dapat menunjang perkonomian warga,
tentunya dampak negatif seperti limbah cair yang dihasilkan juga dapat mengganggu lingkungan, baik
lingkungan secara estetika, seperti pencemaran terhadap tanah maupun bau yang berdampak pada
kesehatan masyarakat pada umumnya.
Sebagian besar industri tahu yang berada di Dusun Gondang dan Barepan, masih belum tertata
dalam pengelolaan limbahnya, baik penataan secara fisik maupun metode proses pengolahan yang tepat,
yang didukung pula dengan infrastruktur yang tepat dan memadai. Limbah cair yang dikeluarkan masih
menjadi masalah bagi lingkungan sekitarnya, karena pada umumnya industri tahu yang ada, mengalirkan
air limbahnya langsung ke selokan, ataupun ada semacam treatment sebelumnya, namun kurang tepat
dalam proses, perencanaan fisik dan pemeliharaan, sehingga masih belum efektif dan dirasa masih
memberikan dampak terhadap kesehatan masyarakat.
Gambar 1. Diagram proses pengolahan air limbah industri tahu-tempe dengan sistem
kombinasi biofilter “Anaerob-Aerob”.
Keunggulan proses anaerobik dibandingkan proses aerobik adalah sebagai berikut
(Lettingan et al, 1980; Sahm, 1984; Sterritt dan Lester, 1988; Switzenbaum, 1983) :
1. Proses anaerobik dapat segera menggunakan CO2 yang ada sebagai penerima
elektron. Proses tersebut tidak membutuhkan oksigen dan pemakaian oksigen
dalam proses penguraian limbah akan menambah biaya pengoperasian.
2. Penguraian anaerobik menghasilkan lebih sedikit lumpur (3-20 kali lebih sedikit
dari pada proses aerobik), energi yang dihasilkan bakteri anaerobik relatif rendah.
Sebagian besar energi didapat dari pemecahan substrat yang ditemukan dalam
hasil akhir, yaitu CH4. Dibawah kondisi aerobik 50% dari karbon organik dirubah
menjadi biomassa, sedangkan dalam proses anaerobik hanya 5% dari karbon
organik yang dirubah menjadi biomassa. Dengan proses anaerobik satu metrik ton
COD tinggal 20 - 150 kg biomassa, sedangkan proses aerobik masih tersisa 400 -
600 kg biomassa (Speece, 1983; Switzenbaum, 1983).
3. Proses anaerobik menghasilkan gas yang bermanfaat, metan. Gas metan
mengandung sekitar 90% energi dengan nilai kalori 9.000 kkal/m 3, dan dapat
dibakar ditempat proses penguraian atau untuk menghasilkan listrik. Sedikit
energi terbuang menjadi panas (3-5%). Pruduksi metan menurunkan BOD dalam
Penguraian lumpur limbah.
4. Energi untuk penguraian limbah kecil.
5 Penguraian anaerobik cocok untuk limbah industri dengan konsentrasi polutan
organik yang tinggi.
6. Memungkinkan untuk diterapkan pada proses Penguraian limbah dalam jumlah
besar.
7. Sistem anaerobik dapat membiodegradasi senyawa xenobiotik (seperti chlorinated
aliphatic hydrocarbons seperti trichlorethylene, trihalo-methanes) dan senyawa
alami recalcitrant seperti lignin.
2. Pengolahan Lanjut
Proses pengolahan lanjut ini dilakukan dengan sistem biofilter anaerob-aerob.
Pengolahan air limbah dengan proses biofilter anaerob-aerob terdiri dari beberapa
bagian yakni bak pengendap awal, biofilter anaerob (anoxic), biofilter aerob, bak
pengendap akhir, dan jika perlu dilengkapi dengan bak kontaktor khlor. Air limbah
yang berasal dari proses penguraian anaerob (pengolahan tahap perama) dialirkan ke
bak pengendap awal, untuk mengendapkan partikel lumpur, pasir dan kotoran lainnya.
Selain sebagai bak pengendapan, juga berfungasi sebagai bak pengontrol aliran, serta
bak pengurai senyawa organik yang berbentuk padatan, sludge digestion (pengurai
lumpur) dan penampung lumpur.
Air limpasan dari bak pengendap awal selanjutnya dialirkan ke bak kontaktor
anaerob dengan arah aliran dari atas ke dan bawah ke atas. Di dalam bak kontaktor
anaerob tersebut diisi dengan media dari bahan plastik atau kerikil/batu split. Jumlah
bak kontaktor anaerob ini bisa dibuat lebih dari satu sesuai dengan kualitas dan
jumlah air baku yang akan diolah. Penguraian zat-zat organik yang ada dalam air
limbah dilakukan oleh bakteri anaerobik atau facultatif aerobik Setelah beberapa hari
operasi, pada permukaan media filter akan tumbuh lapisan film mikro-organisme.
Mikroorganisme inilah yang akan menguraikan zat organik yang belum sempat terurai
pada bak pengendap.
Air limpasan dari bak kontaktor anaerob dialirkan ke bak kontaktor aerob. Di
dalam bak kontaktor aerob ini diisi dengan media dari bahan kerikil, plastik
(polyethylene), batu apung atau bahan serat, sambil diaerasi atau dihembus dengan
udara sehingga mikro organisme yang ada akan menguraikan zat organik yang ada
dalam air limbah serta tumbuh dan menempel pada permukaan media. Dengan
demikian air limbah akan kontak dengan mikro-orgainisme yang tersuspensi dalam air
maupun yang menempel pada permukaan media yang mana hal tersebut dapat
meningkatkan efisiensi penguraian zat organik, deterjen serta mempercepat proses
nitrifikasi, sehingga efisiensi penghilangan ammonia menjadi lebih besar. Proses ini
sering di namakan Aerasi Kontak (Contact Aeration).
Dari bak aerasi, air dialirkan ke bak pengendap akhir. Di dalam bak ini lumpur
aktif yang mengandung massa mikroorganisme diendapkan dan dipompa kembali ke
bagian inlet bak aerasi dengan pompa sirkulasi lumpur. Sedangkan air limpasan (over
flow) dialirkan ke bak khlorinasi. Di dalam bak kontaktor khlor ini air limbah
dikontakkan dengan senyawa khlor untuk membunuh mikroorganisme patogen. Air
olahan, yakni air yang keluar setelah proses khlorinasi dapat langsung dibuang ke
sungai atau saluran umum.
Dengan kombinasi proses anaerob dan aerob tersebut selain dapat menurunkan zat
organik (BOD, COD), ammonia, deterjen, padatan tersuspensi (SS), phospat dan
lainnya. Dengan adanya proses pengolahan lanjut tersebut konsentrasi COD dalam air
olahan yang dihasilkan relatif rendah yakni sekitar 60 ppm. Proses pengolahan lanjut
dengan sistem Biofilter Anaerob-Aerob ini mempunyai beberapa keuntungan yakni :
Adanya air buangan yang melalui media kerikil yang terdapat pada biofilter
mengakibatkan timbulnya lapisan lendir yang menyelimuti kerikil atau yang disebut
juga biological film. Air limbah yang masih mengandung zat organik yang belum
teruraikan pada bak pengendap bila melalui lapisan lendir ini akan mengalami proses
penguraian secara biologis. Efisiensi biofilter tergantung dari luas kontak antara air
limbah dengan mikro-organisme yang menempel pada permukaan media filter
tersebut. Makin luas bidang kontaknya maka efisiensi penurunan konsentrasi zat
organiknya (BOD) makin besar. Selain menghilangkan atau mengurangi konsentrasi
BOD dan COD, cara ini dapat juga mengurangi konsentrasi padatan tersuspensi atau
suspended solids (SS) , deterjen (MBAS), ammonium dan posphor.
Biofilter juga berfungsi sebagai media penyaring air limbah yang melalui media
ini. Sebagai akibatnya, air limbah yang mengandung suspended solids dan bakteri
E.coli setelah melalui filter ini akan berkurang konsentrasinya. Efesiensi penyaringan
akan sangat besar karena dengan adanya biofilter up flow yakni penyaringan dengan
sistem aliran dari bawah ke atas akan mengurangi kecepatan partikel yang terdapat
pada air buangan dan partikel yang tidak terbawa aliran ke atas akan mengendapkan
di dasar bak filter. Sistem biofilter anaerob-aerb ini sangat sederhana, operasinya
mudah dan tanpa memakai bahan kimia serta tanpa membutuhkan energi. Poses ini
cocok digunakan untuk mengolah air limbah dengan kapasitas yang tidak terlalu besar
Dengan kombinasi proses “Anaerob-Aerob”, efisiensi penghilangan senyawa
phospor menjadi lebih besar bila dibandingankan dengan proses anaerob atau proses
aerob saja. Phenomena proses penghilangan phosphor oleh mikroorganisne pada
proses pengolahan anaerob-aerab dapat diterangkan seperti pada gambar 5. Selama
berada pada kondisi anaerob, senyawa phospor anorganik yang ada dalam sel-sel
mikrooragnisme akan keluar sebagi akibat hidrolosa senyawa phospor. Sedangkan
energi yang dihasilkan digunakan untuk menyerap BOD (senyawa organik) yang ada
di dalam air limbah. Efisiensi penghilangan BOD akan berjalan baik apabila
perbandingan antara BOD dan phospor (P) lebih besar 10. (Metcalf and Eddy, 1991).
Selama berada pada kondisi aerob, senyawa phospor terlarut akan diserap oleh
bakteria/ mikroorganisme dan akan sintesa menjadi polyphospat dengan
menggunakan energi yang dihasik oleh proses oksidasi senywa organik (BOD).
Dengan demikian dengan kombinasi proses anaerob-aerob dapat menghilangkan BOD
maupun phospor dengan baik. Proses ini dapat digunakan untuk pengolahan air
limbah dengan beban organik yang cukup besar.
Gambar 5. Bak pengurai anaerob dan bak pengolahan lanjut sebelum dipasang.