Deglutasi Dan Gangguannya2
Deglutasi Dan Gangguannya2
Deglutasi Dan Gangguannya2
PENDAHULUAN
Menurut kamus deglutasi atau deglutition diterjemahkan sebagai
proses memasukkan makanan kedalam tubuh melalui mulut “the process
of taking food into the body through the mouth”.
Proses menelan merupakan suatu proses yang kompleks, yang
memerlukan setiap organ yang berperan harus bekerja secara terintegrasi
dan berkesinambungan. Dalam proses menelan ini diperlukan kerjasama
yang baik dari 6 syaraf cranial, 4 syaraf servikal dan lebih dari 30
pasang otot menelan.
Pada proses menelan terjadi pemindahan bolus makanan dari
rongga mulut ke dalam lambung. Secara klinis terjadinya gangguan pada
deglutasi disebut disfagia yaitu terjadi kegagalan memindahkan bolus
makanan dari rongga mulut sampai ke lambung.
NEUROFISIOLOGI MENELAN
Proses menelan dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu fase oral, fase faringeal
dan fase esophageal.
FASE ORAL
Pada fase oral ini akan terjadi proses pembentukan bolus makanan yang
dilaksanakan oleh gigi geligi, lidah, palatum mole, otot-otot pipi dan saliva
untuk menggiling dan membentuk bolus dengan konsistensi dan ukuran
yang siap untuk ditelan. Proses ini berlangsung secara di sadari.
Jadi pada fase oral ini secara garis besar bekerja saraf karanial n.V2 dan
nV.3 sebagai serabut afferen (sensorik) dan n.V, nVII, n.IX, n.X, n.XI,
n.XII sebagai serabut efferen (motorik).
FASE FARINGEAL
Fase ini dimulai ketika bolus makanan menyentuh arkus faring
anterior (arkus palatoglosus) dan refleks menelan segera timbul. Pada
fase faringeal ini terjadi :
1. m. Tensor veli palatini (n.V) dan m. Levator veli palatini (n.IX, n.X
dan n.XI) berkontraksi menyebabkan palatum mole terangkat,
kemudian uvula tertarik keatas dan ke posterior sehingga
menutup daerah nasofaring.
2. m.genioglosus (n.XII, servikal 1), m ariepiglotika (n.IX,nX)
m.krikoaritenoid lateralis (n.IX,n.X) berkontraksi menyebabkan
aduksi pita suara sehingga laring tertutup.
3. Laring dan tulang hioid terangkat keatas ke arah dasar lidah
karena kontraksi m.stilohioid, (n.VII), m. Geniohioid, m.tirohioid
(n.XII dan n.servikal I).
4. Kontraksi m.konstriktor faring superior (n.IX, n.X, n.XI), m.
Konstriktor faring inermedius (n.IX, n.X, n.XI) dan m.konstriktor
faring inferior (n.X, n.XI) menyebabkan faring tertekan kebawah
yang diikuti oleh relaksasi m. Kriko faring (n.X)
5. Pergerakan laring ke atas dan ke depan, relaksasi dari introitus
esofagus dan dorongan otot-otot faring ke inferior menyebabkan
bolus makanan turun ke bawah dan masuk ke dalam servikal
esofagus. Proses ini hanya berlangsung sekitar satu detik untuk
menelan cairan dan lebih lama bila menelan makanan padat.
Pada fase faringeal ini saraf yang bekerja saraf karanial n.V.2, n.V.3 dan
n.X sebagai serabut afferen dan n.V, n.VII, n.IX, n.X, n.XI dan n.XII
sebagai serabut efferen.
FASE ESOFAGEAL
Pada fase esofageal proses menelan berlangsung tanpa disadari.
Bolus makanan turun lebih lambat dari fase faringeal yaitu 3-4 cm/ detik.
Cairan biasanya turun akibat gaya berat dan makanan padat turun
karena gerak peristaltik dan berlangsung selama 8-20 detik. Esophagal
transit time bertambah pada lansia akibat dari berkurangnya tonus otot-
otot rongga mulut untuk merangsang gelombang peristaltik primer.
laring
Hipotalamus
Nukleus solitarius
catatan :
otot-otot rongga mulut bekerja dibawah pengaruh korteks serebri secara
simetris. Bila terjadi stroke pada korteks unilateral maka dapat terjadi
ggn fase oral proses menelan.
GANGGUAN DEGLUTASI
Secara medis gangguan pada peristiwa deglutasi disebut disfagia
atau sulit menelan, yang merupakan masalah yang sering dikeluhkan
baik oleh pasien dewasa, lansia ataupun anak-anak.
Menurut catatan rata-rata manusia dalam sehari menelan
sebanyak kurang lebih 2000 kali, sehingga masalah disfagia merupakan
masalah yang sangat menggangu kualitas hidup seseorang.
Disfagia merupakan gejala kegagalan memindahkan bolus makanan
dari rongga mulut sampai ke lambung.
Kegagalan dapat terjedi pada kelainan neuromuskular, sumbatan
mekanik sepanjang saluran mulai dari rongga mulut sampai lambung
serta gangguan emosi .
Disfagia dapat disertai dengan rasa nyeri yang disebut odinofagia.
Berdasarkan difinisi menurut para pakar (Mettew, Scott Brown dan
Boeis) disfagia dibagi berdasarkan letak kelainannya yaitu di rongga
mulut, orofaring, esofagus atau berdasarkan mekanismenya yaitu dapat
menelan tetapi enggan, memang dapat menelan atau tidak dapat menelan
sama sekali, atau baru dapat menelan jika minum segelas air, atau
kelainannya hanya dilihat dari gangguan di esofagusnya.
EVALUASI KLINIK DISFAGIA.
Perlu diingat bahwa masalah disfagia dapat timbul karna :
Berdasarkan proses mekanisme deglutasinya dapat dibagi :
1. Sumbatan mekanik/Disfagia mekanik baik intraluminal atau
ekstraluminal (penekanan dari luar lumen esofagus)
2. kelainan Neurologi/Disfagia neurogenik/disfagia motorik mulai dari
kelainan korteks serebri, pusat menelan di batang otak sampai
neurosensori-muskular.
3. Kelainan emosi berat/ Disfagia psikogenik.
ANAMNESIS PENTING.
1. Batasan keluhan disfagia (rongga mulut, orofaring, esofagus)
2. Lama dan progresifitas keluhan disfagia
3. Saat timbulnya keluhan disfagia dalam proses menelan (makan
padat, cair, stress psikis dan fisik)
4. keluhan penyerta : odinofagi, BB turun cepat, demam, sesak nafas,
batuk, perasaan mengganjal/menyumbat di tenggorokan.
5. Penyakit penyerta : eksplorasi neurologik degeneratif, autoimun,
kardiovaskuler dll)
6. Penggunaan obat-obat yg mengganggu proses menelan (anastesi,
muskulorelaksan pusat)
7. Evaluasi pola hidup, usia, hygiene mulut, pola makanan
8. Riwayat operasi kepala dan leher sebelumnya
Disfagia
No Penyakit mekanik Neurogenik Psikogenik Etiologi
O F E O F E O F E
1 Atresia v/s K
Fistula
2 trakeoesofagus v/s K
3 Stenosis/web v/s K
4 Divertikulum zenker v K
5 Korpal v v v B
6 Disfagia lusoria v/t K
7 Akalasia v/a u/k
Spasme difus
8 esofagus v/s P
9 Striktur v T/R
10 Esofagitis v R
11 Karsinoma/tumor v v v v v v N
12 Globus histerikus v/s P
13 Serebral palsy v v S
14 GERD v P
Daftar Pustaka :
1. Soepardi A Efianty. Penatalaksanaan disfagia secara
komprehensif.Acara ilmiah penglepasan purna tugas Prof Dr.
Bambang.2002
2. SS Bambang. Disfagia.Bronko-esofagologi.1994:40-49
3. Bailey J Byron. Esophageal disorders.Head and neck surgery-
Otolaringology.Vol.1.2.1998;56:781-801
4. Alper MC, Myers EN, Eibling DE. Dysphagia. Decision making in ENT
Disorders.2001;52:136-37
5. Thaller SR, Granick MS, Myers EN. Disfagia. Diagram diagnostik
penyekit THT.EGC 1993;13:105-11