Dokumen tersebut membahas potensi inkompatibilitas dan instabilitas sediaan racikan yang mengandung amitriptilin, trifluoperazin dihidroklorida, dan alprazolam. Studi ini menunjukkan bahwa peracikan tersebut memiliki risiko yang tinggi secara teknis dan klinis, serta berpotensi mengalami instabilitas dan inkompatibilitas akibat sifat kimia dan fisika masing-masing obat. Tenaga farmasi perlu melak
100%(1)100% menganggap dokumen ini bermanfaat (1 suara)
176 tayangan7 halaman
Dokumen tersebut membahas potensi inkompatibilitas dan instabilitas sediaan racikan yang mengandung amitriptilin, trifluoperazin dihidroklorida, dan alprazolam. Studi ini menunjukkan bahwa peracikan tersebut memiliki risiko yang tinggi secara teknis dan klinis, serta berpotensi mengalami instabilitas dan inkompatibilitas akibat sifat kimia dan fisika masing-masing obat. Tenaga farmasi perlu melak
Dokumen tersebut membahas potensi inkompatibilitas dan instabilitas sediaan racikan yang mengandung amitriptilin, trifluoperazin dihidroklorida, dan alprazolam. Studi ini menunjukkan bahwa peracikan tersebut memiliki risiko yang tinggi secara teknis dan klinis, serta berpotensi mengalami instabilitas dan inkompatibilitas akibat sifat kimia dan fisika masing-masing obat. Tenaga farmasi perlu melak
Dokumen tersebut membahas potensi inkompatibilitas dan instabilitas sediaan racikan yang mengandung amitriptilin, trifluoperazin dihidroklorida, dan alprazolam. Studi ini menunjukkan bahwa peracikan tersebut memiliki risiko yang tinggi secara teknis dan klinis, serta berpotensi mengalami instabilitas dan inkompatibilitas akibat sifat kimia dan fisika masing-masing obat. Tenaga farmasi perlu melak
Unduh sebagai DOCX, PDF, TXT atau baca online dari Scribd
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 7
Kelompok 7 :
Layyinatul Mahmudah 419020
Maulina Ismiatun K 419021 Mela Ananda Putriana 419022
TUGAS INTERAKSI OBAT
KASUS INERAKSI OBAT FASE FARMASETIK (INKOMPATIBILITAS)
“Kajian Potensi Inkompatibilitas dan Instabilitas: Studi Kasus Sediaan Racikan
Mengandung Amitriptilin, Trifluoperazine Dihidroklorida dan Alprazolam” A. Definisi Obat racikan masih belum bisa dihilangkan dari pelayanan kefarmasian untuk memfasilitasi dokter yang mencampurkan lebih dari 1 zat aktif menjadi 1 bentuk sediaan dengan tujuan meningkatkan ketaatan pasien dalam mengkonsumsi obat (Wiedyaningsih and Suryawati 2013). Meskipun demikian, dalam peracikan obat terdapat berbagai resiko yang bisa terjadi, sehingga berpotensi menyebabkan medication error atau kesalahan terapi. Kesalahan tersebut dapat terjadi di berbagai tahap dalam pelayanan resep, yaitu fase peresepan, pembacaan resep, penyiapan hingga penyerahan obat, dan penggunaan obat (Amalia and Sukohar 2014). Peracikan obat rentan menyebabkan kesalahan dalam terapi, terkait dengan kualitas sediaan farmasi, infeksi sekunder, bahkan meningkatkan resiko efek samping obat hingga kematian (Boodoo, 2010; Chollet and Jozwiakowski, 2012). Hal tersebut disebabkan karena informasi mengenai kualitas sediaan dan keamanan masing-masing sediaan racikan belum diketahui atau belum dilakukan studi (Gudeman et al., 2013). Tugas seorang apoteker adalah menjamin bahwa sediaan racikan yang dihasilkan harus aman dan efektif, sehingga perlu dilakukan skrining terhadap resep. B. Contoh Kasus Resep racikan sediaan kapsul mengandung amitriptilin, trifluoperazin dihidroklorida dan alprazolam merupakan contoh peracikan yang dilakukan di salah satu rumah sakit swasta di Semarang. Namun informasi tentang risiko, stabilitas, dan kompatibilitas yang komprehensif mengenai sediaan racikan tersebut masih belum tersedia. C. Pembahasan Analisis Risiko Resep racikan yang mengandung amitriptilin (AMT), trifluoperazin dihidroklorida (TFP), dan alprazolam (ALP) memiliki total resiko 16 dari maksimal skor 20. Peracikan AMT, TFP, dan ALP termasuk dalam kategori resiko sangat tinggi, berdasarkan kategori yang ditetapkan pada handbook of extemporaneus preparation (Jackson and Lowey, 2010). Pada analisis risiko teknis, ditetapkan nilai 8 karena kerumitan perhitungan termasuk kategori sedang karena pada saat proses perhitungan diperlukan ketelitian yang lebih karena ada perbedaan kekuatan pada bentuk sediaan yang tersedia dan yang diminta pada resep, sedangkan untuk kerumitan proses peracikan termasuk kategori tinggi karena peracikan dilakukan menggunakan blender. Peracikan dengan blender berisiko menyebabkan kerusakan pada obat (reaksi oksidasi atau degradasi akibat suhu tinggi) dan campuran tidak homogen. Selain itu penggunaan blender juga dapat menyebabkan kontaminasi silang apabila blender tidak dibersihkan dengan benar. Apabila terdapat obat poten tertinggal, maka dapat membahayakan pasien (Thong et.al., 2018). Analisis risiko klinis memiliki nilai 8 karena diantara ketiga obat tersebut, AMT memiliki indeks terapi yang sempit, dengan risiko apabila terjadi ketidaksesuaian dosis dapat menyebabkan neuroleptik, hipotensi, dan aritmia (Thanacoody and Thomas, 2005). Obat-obat dengan indeks terapi sempit harus diperhatikan karena jika terjadi ketidaksesuaian dosis sedikit saja dapat menyebabkan toksisitas bagi pasien. Hal ini perlu menjadi perhatian bagi tenaga kefarmasian yang melakukan peracikan sediaan ini untuk menjamin keseragaman dosis sediaannya. Berdasarkan kajian risiko diatas, maka secara garis besar risiko terbesar yang mungkin dihadapi dalam peracikan ini adalah ketidakseragaman dosis pada sediaan racikan yang dapat berakibat buruk/berbahaya bagi pasien. Beberapa upaya saat proses peracikan dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan dalam peracikan, yaitu memisahkan blender untuk obat poten dan non poten, menambahkan pewarna (contoh: carmin) sebagai indikator homogenitas, dan menimbang satu persatu serbuk sesuai jumlah yang diminta sebelum dimasukkan ke cangkang kapsul. Kesalahan perhitungan dicegah dengan adanya verifikasi hasil perhitungan oleh orang lain. Sifat fisika kimia AMT, TFP, ALP Pengetahuan dan pemahaman mengenai sifat fisika dan kimia molekul obat diperlukan untuk dapat melihat potensi instabilitas dan inkompatibilitas. Sifat fisika dan kimia AMT, TFP, dan ALP dapat diamati pada Tabel 3. Tabel 3. Sifat fisika dan kimia amitriptilin, trifluoperazin dihidroklorida, dan alprazolam (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2014). Setiap senyawa memiliki gugus fungsi yang masing-masing berperan dalam reaksi tertentu. Rangkuman data stabilitas AMT, TFP, dan ALP berdasarkan reaksi yang mungkin terjadi pada gugus fungsi masing-masing dapat diamati pada Tabel 4. Tabel 4. Gugus fungsi dan potensi reaksi pada amitriptilin (AMT), trifluoperazin dihidroklorida (TFP), dan alprazolam (ALP). Potensi instabilitas dan inkompatibilitas Sifat fisika dan kimia obat yang telah dirangkum dalam Tabel 3 dan Tabel 4 dapat digunakan untuk memperkirakan instabilitas dan inkompatibilitas yang mungkin terjadi. Resep racikan kombinasi AMT, TFP dan ALP memiliki beberapa permasalahan. Pertama, AMT dan TFP merupakan obat dalam bentuk garam. Obat dalam bentuk garam bersifat higroskopis (memiliki kemampuan menyerap dan menahan lembab pada berbagai suhu dan kelembaban) (Gupta et al., 2018). Sifat tersebut mendasari pabrik farmasi membuat sediaan AMT dan TFP dalam bentuk tablet salut. AMT, TFP, dan ALP merupakan tablet salut film (Anonim 2017). Salut film berfungsi untuk menutupi rasa dan bau obat yang tidak enak, serta menjaga stabilitas obat dari pengaruh kelembaban dan cahaya (Gaur et al., 2014; Gracia-Vásquez et al., 2017). Kegiatan memotong atau menghancurkan tablet salut film dapat menurunkan stabilitas obat (Royal Pharmaceutical Society, 2011), dalam hal ini menyebabkan ketiga obat tersebut terpapar oleh udara dan lembab. Kelembaban dalam serbuk tidak boleh dianggap remeh karena dapat memicu pertumbuhan mikroba, mengurangi estetika, dan merusak bahan aktif. Diketahui bahwa AMT dan ALP berpotensi mengalami hidrolisis karena pengaruh lembab (Castañeda et al., 2009; Gonsalves et al., 2010; Shaikh and Jain., 2018). Potensi hidrolisis semakin meningkat karena berdasarkan data BMKG Jawa Tengah (2019), RH rata-rata di Kota Semarang berkisar antara 60–95%, yang berati kelembaban udara tinggi. Hal ini berpotensi merusak AMT dan ALP dalam sediaan kapsul yang terbuat dari gelatin karena kapsul juga dapat mengalami instabilitas fisik yaitu menjadi lembek apabila disimpan pada kelembaban tinggi (Allen., 2015). Permasalahan kedua yaitu AMT, TFP, dan ALP diketahui tidak stabil terhadap paparan cahaya matahari atau sinar UV (Chauhan et al., 2017; Shetti and Venkatachalam, 2010; Trawiński and Skibiński, 2017). Oleh sebab itu, pada saat proses pembuatan dan penyimpanan harus dijauhkan dari jangkauan sinar matahari, tidak boleh dikemas di plastik klip biasa karena dapat merusak obat. Ada beberapa alternatif yang dapat dilakukan untuk mengatasi potensi instabilitas dan inkompatibilitas yang mungkin terjadi, yaitu menggunakan cangkang kapsul dari hydroxypropyl methylcellulose (HPMC). Kapsul HPMC memiliki stabilitas yang lebih baik dibandingkan kapsul gelatin dan kompatibel dengan material higroskopik (Al-Tabakha, 2010). Sediaan kapsul yang dihasilkan juga disimpan dalam wadah tertutup rapat, terhindar dari cahaya matahari, pada suhu kamar. Penambahan silika gel juga dapat dilakukan untuk menyerap kelembaban udara sehingga obat tetap kering dan stabil ( Chen, 2017). Berdasarkan hasil studi ini, tenaga kefarmasian di rumah sakit harus melakukan pengkajian dan analisis terhadap resep-resep racikan di rumah sakit yang memiliki risiko tertinggi atau frekuensi kemunculan tertinggi, sebagai salah satu bentuk penjaminan mutu sediaan racikan. Tenaga kefarmasian harus mampu memahami setiap aspek fisika dan kimia dari suatu obat, sehingga dapat melakukan skrining resep dengan baik, terutama dalam memperkirakan terjadinya instabilitas dan inkompatibilitas dari suatu resep sediaan racikan. Tenaga farmasi juga harus memiliki bekal pengetahuan yang baik untuk dapat memberikan solusi terbaik jika terdapat permasalahan dalam sediaan racikan. C. Kesimpulan Peracikan kapsul dengan kandungan AMT, TFP, dan ALP termasuk dalam kategori risiko tinggi baik secara teknis maupun klinis. Sediaan racikan yang dihasilkan juga berpotensi mengalami instabilitas dan inkompatibilitas. Berbagai upaya teknis dapat dilakukan oleh tenaga kefarmasian untuk meningkatkan kualitas obat dan menjamin keamanannya yaitu menggunakan cangkang kapsul HPMC, menyimpan sediaan dalam wadah tertutup kedap, terhindar dari cahaya langsung pada suhu ruang dan menambahkan silika gel. Meskipun demikian, potensi instabilitas dan inkompatibilitas yang ditemukan dalam studi ini masih berdasar pada kajian pustaka, sehingga perlu dilakukan penelitian eksperimental untuk mengetahui profil stabilitas dan kompatibilitas sediaan racikan tersebut. D. Daftar Pustaka Abbar, J.C., Shekappa, D.L., and Sharanappa, T.N. (2011). “Ruthenium (III) Catalyzed Oxidative Degradation of Amitriptyline-A Tricyclic Antidepressant Drug by Permanganate in Aqueous Acidic Medium.” Journal of solution chemistry, 40(3), pp: 502–520. Abbas, S.S., Zaazaa, H.E., Abdelkawy, M. and Abdelrahman, M.M. (2010). “Spectrophotometric Determination of Isopropamide Iodide and Trifluoperazine Hydrochloride in Presence of Trifluoperazine Oxidative Degradate.” Drug testing and analysis, 2(4), pp. 168–181. Allen, L.V. (2015). “Secundum Artem: Compounding Capsule.” perrigo. http://www.perrigo.com/business/pdfs/Sec%Artem%204.4.pdf. diakses tanggal 20 Agustus 2019 Al-Tabakha, M.M. (2010). “HPMC Capsules: Current Status and Future Prospects.” Journal of Pharmacy & Pharmaceutical Sciences, 13(3), pp.428–442. J Pharm Sci Clin Res, 2019, 02 Amalia, D.T. and Sukohar, A. (2014). “Rational Drug Prescription Writing.” Juke Unila, 4(01), pp. 22-30. Anonim. 2017. 18 MIMS. Jakarta: BIP. Boodoo, J.M. (2010). “Compounding Problems and Compounding Confusion: Federal Regulation of Compounded Drug Products and the FDAMA Circuit Split.” American Journal of Law & Medicine, 36(1), pp. 221–48. Cabrera, C.G., R. de Waisbaum, G., and Nudelman, N.S. (2005). “Kinetic and Mechanistic Studies on the Hydrolysis and Photodegradation of Diazepam and Alprazolam.” Journal of physical organic chemistry, 18(2), pp. 156–161. Castañeda, B., Ortiz-Cala, W., Gallardo-Cabrera, C., and Nudelman, N.S. (2009). “Stability Studies of Alprazolam Tablets: Effects of Chemical Interactions with Some Excipients in Pharmaceutical Solid Preparations.” Journal of Physical Organic Chemistry, 22(9), pp. 807–814. Chauhan, P.P., Patel, D.Y. and Shah, S.K. (2017). “Optimization of Stability Indicating RPHPLC Method for The Estimation of an Antidepressant Agents Alprazolam and Imipramine in Pure & Pharmaceutical Dosage Form.” Eurasian Journal of Analytical Chemistry, 11(2), pp. 101–13. Chen, Y. (2017). “Packaging Selection for Solid Oral Dosage Forms.” In Developing Solid Oral Dosage Forms, Elsevier, pp. 637–651. Chollet, J.L., and Jozwiakowski, M.J. (2012). “Quality Investigation of Hydroxyprogesterone Caproate Active Pharmaceutical Ingredient and Injection.” Drug development and industrial pharmacy, 38(5), pp. 540–549. Depatemen Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Farmakope Indonesia. Edisi V. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. El-Gindy, A., El-Zeany, B., Awad, T. and Shabana, M.M. (2002). “Derivative Spectrophotometric, Thin Layer Chromatographic-Densitometric and HighPerformance Liquid Chromatographic Determination of Trifluoperazine Hydrochloride in Presence of Its Hydrogen Peroxide Induced-Degradation Product.” Journal of pharmaceutical and biomedical analysis, 27(1–2), pp. 9–18. Gaur, P.K., Mishra,S., Gautam, R., Singh, A.P. and Yasir, M. (2014). “Film Coating Technology: Past, Present and Future.” Journal of Pharmaceutical Sciences and Pharmacology, 1(1), pp. 57–67. Gonsalves, A.R, Pineiro, M., Martins, J.M., Barata, P.A. and Menezes, José C. (2010). “Identification of Alprazolam and Its Degradation Products Using LC-MS-MS.” Arkivoc, 128: 141. Gracia-Vásquez, S.L., González-Barranco, P., Camacho-Mora, I.A., González-Santiago O., Vázquez-Rodríguez. S.A. (2017). “Medications That Should Not Be Crushed.” Medicina Universitaria, 19(75), 50–63. Gudeman, J., Jozwiakowski, M., Chollet, J., and Randell, M. (2013). “Potential Risks of Pharmacy Compounding.” Drugs in R&D, 13(1), pp. 1–8.