MODUL SKILL FOOD RECALL 2021-Dikonversi
MODUL SKILL FOOD RECALL 2021-Dikonversi
MODUL SKILL FOOD RECALL 2021-Dikonversi
Keterangan:
Tingkat kemampuan 1 Mengetahui dan Menjelaskan
Tingkat kemampuan 2 Pernah Melihat atau pernah didemonstrasikan
Tingkat kemampuan 3 Pernah melakukan atau pernah menerapkan di bawah supervisi
Tingkat kemampuan 4 Mampu melakukan secara mandiri
V. Sumber belajar
Penilaian status gizi dapat dilakukan dengan berbagai cara baik secara langsung
maupun tidak langsung. Penilaian status gizi secara langsung yaitu melalui metode
antropometrik, biokimia, klinis, dan biofisik. Penilaian status gizi secara tidak langsung
melalui metode statistik vital, faktor ekologi, dan survei konsumsi. Seorang petugas gizi
profesional harus menguasai bagaimana menilai status gizi individu, kelompok, dan
masyarakat.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 374/Menkes/SK/III/2007
tentang standar profesi gizi disebutkan bahwa ada beberapa kompetensi Ahli Gizi dengan
dasar pendidikan S-1 Gizi yang berhubungan penilaian status gizi yaitu menilai status gizi
individu dengan kondisi kesehatan kompleks, melakukan penilaian status gizi kelompok
masyarakat, mengawasi penapisan status gizi kelompok masyarakat, dan mengelola
pemantauan asupan makanan dan gizi klien. Sedangkan kompetensi Ahli Gizi dengan dasar
pendidikan D-III Gizi yang berhubungan dengan penilaian status gizi populasi dan/atau
kelompok masyarakat, membantu menilai status gizi populasi dan/atau kelompok
masyarakat, dan melakukan pengkajian gizi (nutritional assessment) pasien tanpa
komplikasi.
Jenis kualifikasi tenaga gizi ada bermacam-macam. Berdasarkan Peraturan Menteri
Kesehatan RI nomor 26 tahun 2013 tentang penyelenggaraan pekerjaan dan praktek tenaga
gizi disebutkan kualifikasi tenaga gizi ada 4 (empat) yaitu lulusan Diploma II Gizi sebagai
Ahli Madya Gizi, lulusan Diploma IV sebagi Sarjana Terapan Gizi, lulusan Sarjana (S-1)
sebagai Sarjana Gizi, dan tenaga gizi lulusan pendidikan profesi sebagai Registered
Diestisien. Jenis tenaga gizi tersebut harus menguasai keterampilan bagaimana menilai status
gizi. Dalam uraian berikutnya ada dibahas bagaimana menilai status gizi dengan metode
pengukuran konsumsi makanan (dietary assessment).
A. PENGERTIAN
Metode recall 24 jam adalah salah satu metode survei konsumsi yang menggali atau
menanyakan apa saja yang dimakan dan diminum responden selama 24 jam yang berlalu baik
yang berasal dari rumah maupun di luar rumah. Menurut Patterson dan Pietinen (2005)
menyatakan bahwa recall makanan 24 jam adalah wawancara dengan meminta responden
untuk menyebutkan semua makanan dan minuman yang dikonsumsi selama 24 jam
sebelumnya. Sedangkan menurut Gibson (2005) metode recall 24 jam adalah suatu metode
yang memberikan gambaran informasi makanan yang dimakan 24 jam lalu atau sehari
sebelumnya. Recall yang tidak diberitahukan sebelumnya direkomendasikan untuk dilakukan
karena responden tidak dapat mengubah apa yang mereka makan secara retrospektif dan
dengan demikian instrumen ini tidak dapat mengubah pola makan responden. Metode ini
paling sering digunakan dalam suatu penelitian karena cukup akurat, cepat pelaksanaannya,
murah, mudah, dan tidak memerlukan peralatan yang mahal.
e-Siong, Dop, Winichagon (2004) dalam Widajanti (2009) menyatakan bahwa
metode survei konsumsi untuk individu disarankan menggunakan recall 24 jam dan frekuensi
makanan (FFQ). Dalam Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) mulai tahun 2010 – sekarang,
metode recall 24 jam selalu digunakan.
B. TUJUAN
Tujuan metode recall 24 jam adalah sebagai berikut:
1. Untuk mendapatkan informasi tentang makanan yang sebenarnya dimakan 24 jam yang
lalu. Makanan dapat berupa makanan utama dan makanan selingan serta minuman yang
nyata dimakan 24 jam yang lalu.
2. Untuk mengetahui rata-rata asupan dari masyarakat dengan catatan sampel harus betul-
betul mewakili suatu populasi.
3. Untuk mengetahui tingkat konsumsi energi dan zat-zat gizi tertentu. Zat gizi yang umum
diketahui yaitu yang dapat menggambarkan kuantitas dan kualitas makanan seperti Energi
(Karbohidrat) dan protein. Di samping itu pula dapat ditentukan konsumsi lemak,
vitamin, dan mineral.
4. Perbandingan internasional hubungan antara asupan zat gizi dengan kesehatan dan
golongan rawan gizi.
C. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup dari metode recall 24 jam dapat digunakan dalam skala nasional,
rumah tangga, dan individu. Di tempat pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, metode ini
paling umum digunakan untuk mengetahui asupan makanan/zat gizi pasien. Begitu juga
dalam skala nasional, Direktorat Bina Gizi Masyarakat Kementrian Kesehatan RI dalam
melaksanakan survei konsumsi selalu menggunakan metode recall 24 jam. Riset dalam skala
nasional seperti Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) untuk mengetahui asupan zat gizi selalu
menggunakan metode recall 24 jam.
2. Kelemahan
Banyak kelemahan dari metode recall 24 jam. Kelemahan tersebut antara lain:
a. Tidak dapat menggambarkan asupan makanan sehari-hari, bila recall dilakukan hanya
satu hari.
b. Sangat tergantung pada daya ingat (subjek bisa saja gagal mengingat semua makanan
yang dimakan ataupun bisa jadi menambahkan makanan yang sebetulnya tidak
dimakan). Oleh karena itu responden harus mempunyai daya ingat yang baik. Metode
ini tidak cocok dilakukan pada anak yang berusia di bawah 7 tahun, orang tua yang
berusia di atas 70 tahun, dan orang yang hilang ingatan atau orang yang pelupa.
c. The flat slope syndrome yaitu kecenderungan bagi mereka yang kurus untuk
melaporkan konsumsinya lebih banyak (over estimate) dan bagi responden yang
gemuk cenderung melaporkan lebih sedikit (under estimate).
d. Membutuhkan tenaga atau petugas yang terlatih dan terampil dalam menggunakan
alat bantu seperti URT dan food model.
e. Responden harus diberi penjelasan dan motivasi tentang tujuan pengumpulan
data/penelitian.
f. Untuk menggambarkan konsumsi makanan sehari-hari metode recall tidak dapat
digunakan pada saat panen raya, hari pasar, hari akhir pekan, saat upacara keagamaan,
selamatan, bencana alam, dan lain sebagainya.
g. Terkait dengan sifatnya yang retrospektif, metode recall 24 jam kurang cocok
diterapkan pada responden anak-anak dan usia lanjut.
h. Cenderung terjadi kesalahan dalam memperkirakan ukuran porsi yang dikonsumsi
(subyek bisa saja memberikan perkiraan yang lebih atau kurang dari yang
seharusnya).
i. Tidak mencerminkan asupan yang biasanya dikonsumsi dalam sebuah kelompok jika
recall tidak mewakili seluruh hari dalam satu Minggu.
j. Pewawancara harus mendapat pelatihan yang baik.
k. Proses tanya jawab yang terus menerus bisa melelahkan baik bagi responden dan
pewawancara serta dapat menghasilkan kesalahan.
l. Berpotensi menghasilkan kesalahan saat perkiraan ukuran porsi dikonversi menjadi
ukuran gram.
m. Berpotensi menghasilkan kesalahan dalam pemberian kode bahan makanan jika
jumlah bahan makanan dalam database terbatas.
n. Pengabaian bahan-bahan hiasan makanan, saus, dan minuman dapat menjadikan
perkiraan asupan energi menjadi lebih rendah dari sebenarnya.
o. Proses memasukkan data memerlukan tenaga dan waktu khusus.
p. Tidak dapat memastikan kebenaran, apakah dorongan sosial tidak mempengaruhi
jawaban responden yang sebenarnya.
Mengingat keberhasilan metode recall 24 jam sangat ditentukan oleh daya ingat
responden dan kesungguhan serta kesabaran dari pewawancara maka untuk mendapatkan
kualitas data dilakukan selama beberapa kali pada hari yang berbeda atau tidak berturut-turut,
tergantung dari variasi menu keluarga dari hari ke hari.
F. LANGKAH-LANGKAH PELAKSANAAN
Beberapa langkah dan prosedur dari pelaksanaan recall 24 jam adalah sebagai berikut:
1. Responden mengingat semua makanan dan minuman yang dimakan 24 jam yang lalu.
2. Responden menguraikan secara mendetail masing-masing bahan makanan yang
dikonsumsi seperti bahan makanan atau makanan jadi. Mulai dari makan pagi, makan
siang, makan malam, dan berakhir sampai akhir hari tersebut.
3. Responden memperkirakan ukuran porsi yang dimakan, sesuai dengan ukuran rumah
tangga yang biasa digunakan, antara lain dengan menggunakan food model atau foto-foto
bahan makanan asli dan alat-alat makan.
4. Pewawancara dan responden mengecek/mengulangi kembali apa yang dimakan dengan
cara mengingat kembali.
5. Pewawancara mengubah ukuran porsi menjadi setara ukuran gram.
Menurut Gibson (2002) dalam Essential of Human Nutrition dan Seamoe-Recfon,
2011 terdapat empat tahapan yang sering digunakan dalam teknik wawancara bertingkat
ganda (multiple-pass interviewing technique), seperti diuraikan di bawah ini:
1. Tahap pertama: mengumpulkan sebuah daftar lengkap yang memuat seluruh makanan
dan minuman yang dikonsumsi hari sebelumnya.
2. Tahap kedua: membuat deskripsi rinci dari tiap-tiap makanan dan minuman yang
dikonsumsi, termasuk cara memasak dan mereknya jika memungkinkan.
3. Tahap ketiga: mendapatkan perkiraan jumlah tiap-tiap bahan makanan dan minuman yang
dikonsumsi, secara umum dalam ukuran rumah tangga, serta dimasukkan dalam lembaran
data (datasheet) atau formulir pemasukan data berbasis komputer. Informasi tentang
bahan-bahan dalam masakan yang dicampur juga harus dikumpulkan pada saat ini.
4. Tahap keempat: proses recall ditinjau kembali untuk meyakinkan bahwa semua bahan
makanan, termasuk penggunaan suplemen dan mineral, telah tercatat dengan benar.
Pedoman untuk recall 24 jam pada anak seperti diuraikan di bawah ini:
1. Wawancara dapat dilakukan pada anak di atas 8 tahun dan usia dewasa. Orang yang
gangguan ingatan dan orang tua, wawancara recall 24 jam tidak boleh dilakukan.
2. Anak usia 4-8 tahun, wawancara dilakukan bersamaan dengan pengasuh anak tersebut.
Anak yang di bawah 4 tahun, yang diwawancarai adalah pengasuh utama anak tersebut.
3. Wawancara untuk beberapa orang sangat penting bila anak berada di sekolah atau
bermain di rumah temannya untuk meyakinkan bahwa makanan yang dimakan di luar
rumah tetap tercatat dan dilaporkan.
4. Untuk anak remaja, wawancara dapat dilakukan langsung kepada anak tersebut.
Kesepakatan dalam keluarga bahwa anggota keluarga atau saudara kandung atau tempat
dapat membantu mengingat apa yang dimakan, sehingga dapat meningkatkan akurasi
data.
Contoh Formulir Recall 24
Jam (Riskesdas, 2010)
Selingan
Siang
Selingan
Malam
Selingan
Siang
Selingan
Malam
FORM PENILAIAN WAWANCARA
RECALL 24 JAM
Penulis/observer,
METODE PENIMBANGAN MAKANAN
(FOOD WEIGHING)
A. PENGERTIAN
Metode penimbangan makanan adalah salah satu metode survei konsumsi kuantitatif.
Pada dasarnya metode ini adalah responden atau petugas diminta menimbang dan mencatat
makanan dan minuman yang dikonsumsi selama satu hari, termasuk cara memasak, merek
makanan, dan komposisi (bila memungkinkan). Asal makanan yang ditimbang adalah
makanan yang berasal dari rumah dan makanan yang berasal dari luar rumah. Hasil
pengukuran metode ini dapat dijadikan gold standard (standar baku) dalam rangka
menentukan seberapa banyak makanan dan minuman yang dikonsumsi oleh seseorang atau
kelompok masyarakat tertentu.
Dalam suatu tempat yang khusus, seperti di institusi tempat kerja, perusahaan, panti
sosial, lembaga pemasyarakatan di mana seseorang tinggal bersama-sama, maka metode ini
sangat membantu menetapkan konsumsi makanan secara benar dan tepat. Hal ini disebabkan
karena makanan yang mereka makan sudah tahu jenisnya, porsinya, ukurannya, mereknya,
komposisinya yang kesemuanya bisa dicatat dan ditimbang oleh petugas. Ini adalah
menunjukkan asupan yang sebenarnya (actual intake).
Penggunaan metode ini dilakukan di rumah tangga atau institusi khusus, apabila
tersedia timbangan makanan. Umumnya pedesaan di Indonesia jarang yang mempunyai
timbangan makanan. Oleh karena itu petugas survei atau pengumpul data harus menyediakan
timbangan. Timbangan ada beberapa jenis seperti timbangan digital dan non digital atau
menggunakan per. Skala timbangan sebaiknya dalam gram.
Di negara-negara benua Eropa, metode penimbangan makanan lebih sering digunakan
karena rumah tangga di negara-negara tersebut terbiasa menimbang berat bahan makanan
sebelum diolah (Gibson, 2005). Pernyataan tersebut didukung dengan penjabaran bahwa
dalam penimbangan makanan yang diukur beratnya. Responden, orang tua responden, atau
pembantu rumah tangga diinstruksikan untuk menimbang berat bahan makanan dan minuman
yang dikonsumsi oleh responden dalam periode waktu tertentu. Hal-hal yang juga harus
dicatat atau direkam secara detail antara lain metode persiapan makanan, deskripsi tentang
makanan, dan merek bahan makanan (jika tercantum).
Karakteristik dari metode penimbangan makanan adalah sebagai berikut (Seameo
Recfon, 2011):
1. Makanan dan sisanya ditimbang menggunakan alat timbangan atau menggunakan teknik
komputerisasi yang disediakan oleh peneliti.
2. Metode paling tepat untuk memperkirakan asupan makanan dan zat gizi yang biasa
dikonsumsi seorang individu.
3. Lebih disarankan oleh beberapa peneliti untuk mengumpulkan data pada individu.
4. Membutuhkan tingkat kerja sama yang lebih tinggi dibanding metode Perkiraan Makanan
(estimated food record) dan lebih cenderung memiliki dampak yang lebih besar terhadap
kebiasaan makan dibanding Perkiraan Makanan.
5. Biaya timbangan sangat mahal dalam beberapa kasus.
6. Tingkat ketepatan lebih tinggi dibanding Catatan Perkiraan Makanan karena ukuran
porsinya ditimbang dengan mengurangi kontribusi terhadap keragaman dari kesalahan
pengukuran.
B. TUJUAN
Ada beberapa tujuan yang ingin dicapai dari metode penimbangan makanan, antara lain:
1. Mengukur aktual asupan makanan dan zat gizi dari responden atau subyek penelitian.
2. Hasilnya sebagai dasar untuk melaksanakan konseling gizi.
3. Menentukan gold standar bagi seseorang yang bekerja di institusi tertentu seperti
karyawan di suatu perusahaan, pasien di rumah sakit, dan orang-orang yang tinggal di
panti.
C. ALAT YANG DIBUTUHKAN
Alat dan bahan yang dibutuhkan agar pelaksanaan metode penimbangan makanan
dapat berjalan efektif dan efisien adalah sebagai berikut:
1. Timbangan makanan. Timbangan makanan ada 2 (dua) jenis yaitu timbangan digital dan
non digital atau timbangan menggunakan per. Kapasitas timbangan yaitu 1 (satu) kg dan
4 (empat) kg. Gambar jenis timbangan dapat dilihat pada Gambar 4.1 dan Gambar 4.2.
2. Formulir penimbangan, seperti terlihat pada Tabel 4.1 dan Tabel 4.2.
3. Buku saku untuk catatan khusus.
4. Ukuran rumah tangga (URT) dan ukuran porsi makanan.
5. Pensil dan bulpoin.
6. Karet penghapus.
7. Daftar komposisi bahan makanan (DKBM).
8. Kalkulator.
9. Software, antara lain Nutrisurvei dan Nutrsoft.
10. Pedoman survei.
Sumber: foto merupakan koleksi pribadi Sumber: foto merupakan koleksi pribadi
yang diambil di Laboratorium yang diambil di Laboratorium
Percobaan Makanan Percobaan Makanan
Departemen Gizi Masyarakat Departemen Gizi Masyarakat
FEMA IPB FEMA IPB.
Gambar 4.1 Timbangan Digital Gambar 4.2 Timbangan Non digital/per
D. KEBAIKAN DAN KELEMAHAN
1. Kebaikan
a. Metode survei konsumsi yang paling akurat, karena mengukur asupan yang
sebenarnya.
b. Data valid karena pengukuran sampai 5 hari.
c. Tidak tergantung pada daya ingat.
d. Dapat menganalisa pola makanan dan kebiasaan makan dalam hubungannya dengan
lingkungan sosial-kependudukan responden.
e. Dapat mendukung interpretasi data laboratorium, data antropometrik, dan data klinik.
f. Pengukuran selama beberapa lebih hari akan lebih mewakili asupan yang biasanya.
2. Kelemahan
a. Responden enggan menimbang makanan yang dimakan di luar rumah.
b. Beban tinggi yang diemban responden dapat menghasilkan tingkat respons yang
rendah.
c. Peneliti atau pengumpul data harus mencari/membeli makanan yang mirip dimakan
oleh responden jika responden makan di luar rumah. Di samping itu responden
diminta memperlihatkan porsi makanan yang dimakan untuk kemudian ditimbang.
d. Menuntut motivasi dan pengertian yang tinggi dari kedua belah pihak yaitu
pengumpul data dan responden.
e. Perlu melatih atau menjelaskan kepada responden bagaimana cara menimbang yang
baik.
f. Tidak dapat digunakan untuk responden yang buta huruf.
g. Responden dapat mengubah pola makannya.
h. Karena harus menimbang dan mencatat, kemungkinan responden kurang bisa
bekerjasama.
i. Memerlukan waktu yang lama.
j. Memerlukan tenaga analisis yang intensif dan mahal.
k. Kesalahan melaporkan yang signifikan masih bisa saja terjadi.
E. WAKTU PELAKSANAAN SURVEI
Banyak pendapat para ahli gizi atau ahli survei konsumsi tentang waktu pelaksanaan
survei. Idealnya survei dilaksanakan selama 7 (tujuh) hari, yaitu mulai hari senin sampai
Minggu. Hal ini sangat tergantung pada tujuan survei, tersedianya tenaga, peralatan, dan dana
yang tersedia. Apabila ada keterbatasan maka survei dapat dilakukan minimal 3 hari dalam
seminggu yang terdiri dari hari pertama dan kedua tidak dilaksanakan secara berturut-turut,
dan hari ketiga dilaksanakan saat libur atau week end agar mewakili siklus menu atau hari
selama satu Minggu (Arisman, 2009; Widajanti, 2009).
F. LANGKAH-LANGKAH
Beberapa langkah dalam pelaksanaan kegiatan ini adalah sebagai berikut:
1. Kunjungan pendahuluan.
Pada saat kunjungan ini peneliti atau pengumpul data ke tempat tinggal responden untuk
memberikan gambaran tentang beberapa hal tentang pengumpulan data seperti tujuan,
menunjukkan inform Concern, apa yang harus diperhatikan dan dikerjakan responden,
waktu pelaksanaan, dan pentingnya kerja sama selama pengumpulan data.
2. Responden menimbang dan mencatat makanan dan minuman yang dimakan selama satu
hari. Makanan dan minuman yang ditimbang dapat berasal dari dalam rumah maupun dari
luar rumah. Untuk mengetahui makanan yang dimakan dapat dilakukan penimbangan
makanan dan minuman sebelum makan dan menimbang kembali sisa makanan/minuman
setelah selesai makan. Selisih berat sebelum makan dan setelah makan adalah berat aktual
makanan dan minuman yang dikonsumsi oleh responden. Apabila responden mengalami
kesulitan dalam teknik penimbangan dapat didampingi oleh pengumpul data atau
interviewer.
3. Hal-hal yang perlu dicatat juga adalah cara memasak, merek makanan, dan komposisi
(bila memungkinkan).
4. Setelah seluruh data terkumpul (sesuai dengan berapa hari melakukan penimbangan)
maka dilakukan perhitungan konsumsi makanan baik energi dan zat gizi lainnya.
Perhitungan dapat dilakukan secara manual dengan menggunakan daftar komposisi bahan
makanan (DKBM) atau menggunakan software yang telah ditentukan.
5. Lakukan analisis dengan cara membandingkan asupan energi dan zat gizi dengan angka
kecukupan gizi.
Makanan yang dimakan di luar rumah: Deskripsikan makanan dan cara memasak. Perkirakan
beratnya.
a
Gambarkan sebuah lingkaran di sekitar unit yang diukur jumlahnya
b
Hitunglah dari total ‘man values’ menggunakan ‘Rome Scale’
Ibu (I) umur ..., Ayah (A) umur ..., Anak Lelaki Pertama (AL1) umur ..., Anak Lelaki Kedua (AL2) umur ...,
Anak Perempuan pertama (AP1) umur ..., Anak Perempuan kedua (AP2) umur ..., Pengunjung Lelaki 1 (PL1)
umur ..., Pengunjung Prempuan 1 (PP1) umur ...,
Sumber: Gibson RS. 2005. Principles of Nutritional Assessment. Oxford University Press. New York. Halaman
35.
Tabel 4.2 Contoh Formulir Penimbangan Makanan Rumah Tangga
Sumber: Modifikasi dari: Supariasa et al., 2001. Penilaian Status Gizi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Halaman 293.
METODE FOOD RECORD
B. UNIT KONSUMSI
Unit konsumsi (UK) atau meal unit (MU) juga disebut Consumption Unit (CU) adalah
penyetaraan dari jumlah kali makan utama (meals) dalam sehari. Bila seseorang atau
keluarga dalam suatu masyarakat mempunyai kebiasaan makan utama tiga kali sehari yaitu,
sarapan, makan siang dan makan malam, maka satu unit makan setara dengan 3 kali makan
utama yang dilakukan di rumah. Apabila seseorang hanya makan dua kali di rumah dan satu
kali di luar rumah, maka dia mempunyai 2/3 unit makan jika makanan yang dimakan di luar
rumah tidak di catat. Namun apabila makanan yang dikonsumsi di luar rumah dicatat, maka
unit makan yang berlaku untuk dia tetap satu (1).
Kalau kaidah di atas digeneralisir maka bisa menimbulkan kesalahan karena setiap
anggota keluarga mempunyai kebiasaan makan yang berbeda-beda. Misalnya, anak balita
mungkin mempunyai kebiasaan makan empat kali sehari, orang-orang tertentu ada yang tidak
pernah sarapan atau makan malam. Jadi penggunaan angka koreksi dengan UM ini harus
dilakukan per individu dari setiap anggota keluarga. Dengan demikian harus diperoleh
informasi apakah seseorang makan di luar rumah atau tidak selama survei berlangsung.
Dengan cara ini tentu akan memperkecil kesalahan dalam perhitungan konsumsi per kapita
maupun tingkat kecukupannya.
Dengan demikian tidak selamanya 1 UM setara dengan 3 kali makan, atau 2 kali
makan setara dengan 2/3 UM. Hal ini berhubungan dengan kebiasaan makan seseorang,
keluarga atau masyarakat. Sebagai contoh seseorang yang biasa makan utama dua kali dalam
sehari, maka 1 UM sama dengan 2 kali makan.
Proporsi makanan antar waktu makan, kadang-kadang tidak sama. Pada masyarakat
tertentu makan pagi porsinya sedikit, makan siang dan sore jumlahnya banyak dan makan
malam adalah sisa makanan pada waktu makan siang. Di Indonesia belum ada penelitian
yang mengarah pada proporsi makanan untuk setiap waktu makan. Dengan demikian untuk
mendapatkan hasil yang akurat dalam perhitungan konsumsi pangan keluarga, maka perlu
dilakukan penelitian ke arah sana, baik secara nasional maupun antar etnik. Kalaupun
penelitian tersebut tidak dapat dilakukan, setidaknya dalam setiap pengumpulan data
sebelum diolah lebih lanjut perlu dicari proporsi konsumsi setiap waktu makan khususnya
energi.
Tabel 5.1 Rata-rata Persentase Kontribusi Makan terhadap Asupan Energi dan 11 Zat
Gizi Selama Sehari
Waktu makan
Zat gizi Minum Makan Snack Makan Snack Makan
pagi pagi pagi siang siang sore
Energi 6 20 9 30 10 34
Protein 5 19 8 33 7 36
Lemak 5 17 7 32 9 37
Karbohidrat 7 22 10 28 12 31
Kalsium 10 24 13 26 10 29
Besi 2 21 6 33 7 37
Vit. A 5 17 7 34 7 37
Tiamin 5 33 7 29 6 30
Riboflavin 10 32 10 24 8 28
Asam nikotinat 5 24 7 32 6 33
Vit. C 6 14 7 36 7 37
Serat makanan 1 25 6 32 7 35
Makan utama saja 20 30 34
Cambridge Survei Pangan 21 29 34
Nasional
Sumber: Cameron dan Staveren, 1988
Di atas diberikan gambaran kebiasaan makan di Cambridge (Tabel 5.1). Dari tabel
tersebut dapat dilihat bahwa perbandingan proporsi antara makan pagi : makan siang : makan
sore : makan malam adalah 20 : 30 : 34 : 16 (Cameron dan Staveren, 1988). Dengan
demikian jika seseorang di Cambridge pada waktu survei tidak makan siang di rumah, maka
UM untuk dia adalah 0.70.
Dalam survei konsumsi yang dilakukan selama satu Minggu, satu unit makan adalah
setara dengan jumlah hari survei. Apabila seseorang pada waktu survei dilakukan tidak
makan di rumah selama satu hari, maka besarnya nilai unit makannya adalah 1.00 dikurangi
1/7 atau 0.14 sama dengan 0.86.
Besarnya unit makan untuk satu hari konsumsi makan utama secara penuh adalah 1/7
atau 0.14. besarnya unit makan untuk setiap makan berbeda-beda tergantung proporsi
makannya. Sebagai contoh untuk di Cambridge di mana perbandingan makanan antar waktu
makan (pagi, siang, sore dan malam) adalah 20 : 30 : 34 : 16, maka besarnya nilai unit makan
dapat dihitung seperti berikut:
Atas dasar itu maka apabila seseorang sewaktu survei dilakukan tidak makan siang
di rumah sebanyak tiga kali, maka dia kehilangan unit makan sebanyak 0.04 × 3= 0.12.
Dengan demikian nilai unit makannya adalah sama dengan 0.88 UM.
Nilai konsumsi unit untuk satu keluarga dalam periode waktu survei kemudian
dijumlah. Satu keluarga dengan beranggotakan 5 orang. Di mana salah satu di antara
anggota
keluarganya tidak makan siang satu kali pada waktu survei dilakukan, maka mempunyai nilai
4,96 unit. Sedangkan untuk keluarga lain dengan anggota keluarga yang sama, namun pada
waktu makan siang kedatangan tamu satu kali, maka unit makannya menjadi 5,04 unit.
Nilai konsumsi unit untuk setiap keluarga tersebut kemudian digunakan untuk
menghitung angka konsumsi per kapita untuk energi dan zat gizi lainnya. Unit konsumsi dari
masing-masing keluarga juga nantinya digunakan dalam perhitungan kecukupan dan tingkat
kecukupan energi dan zat gizi selama survei.
B. METODE KOMBINASI
Tidak ada metode yang terbaik untuk semua tujuan studi. Hal ini terlihat dari adanya
kelemahan dan kelebihan dari setiap metode. Untuk mengurangi kekurangan dari suatu
metode biasanya dilakukan kombinasi dengan metode yang lain yang dapat menutupi
kekurangan dari suatu metode, atau melakukan modifikasi seperlunya.
Kombinasi dari dua metode dapat memberikan informasi lebih, sehingga informasi
dari suatu hasil penelitian dapat lebih lengkap. Kombinasi yang dapat dilakukan di antaranya
adalah:
Kombinasi antara metode penimbangan dengan metode estimasi, yaitu untuk memperoleh
informasi mengenai jumlah makanan yang dikonsumsi di luar rumah.
Kombinasi antara metode penimbangan langsung dengan metode “recall” untuk menggali
data konsumsi pangan di antara dua waktu makan (“snack).
Kombinasi antara metode recall dengan riwayat makan.
Kombinasi antara “recall” 24 jam yang lalu dengan food record (untuk tingkat rumah
tangga).
METODE DIETARY HISTORY
A. PENGERTIAN
Riwayat makan (Dietary history) dipergunakan untuk mengukur asupan gizi individu
dalam kurun waktu tertentu seperti beberapa Minggu, beberapa bulan atau beberapa tahun
yang lalu. Metode ini secara tradisional telah diasosiasikan dengan pengukuran kebiasaan
makan dan dikembangkan oleh BUrke pada tahun 1940-an. Pada awalnya oleh Burke,
metode ini melibatkan 4 (empat) langkah yaitu, pertama mengumpulkan informasi yang
bersifat umum tentang kesehatan (Health habits). Kedua pertanyaan tentang pola makan.
Ketiga, mengecek data yang dikumpulkan pada langkah kedua. Keempat, melengkapi data
responden tentang catatan makan selama 3 hari.
Ahli gizi yang terlatih memulai wawancara dengan menanyakan pertanyaan tentang
jumlah menu yang dimakan sehari, nafsu makan, makanan yang tidak disukai, mual dan
muntah, suplemen yang dimakan, merokok, kebiasaan yang berkaitan dengan tidur, istirahat,
kerja dan olahraga, dan lain-lain. Ini memungkinkan interviewer untuk mendapatkan
informasi lebih lanjut. Selanjutnya diikuti dengan recall 24 jam di mana interviewer
menemukan pola umum makan responden selama dan di antara menu yang disajikan, dimulai
dengan makanan dan minuman pertama pada hari itu.
Interviewer mencatat deskripsi mengenai apa yang biasa dimakan, termasuk jenis
makanan yang dimakan, ukuran saji, frekuensi dan waktu, dan variasi yang paling sering
dimakan. Dengan dicatatnya makanan responden, interviewer bisa mengecek data dengan
menanyakan tentang kebiasaan dan kesukaan responden. Sebagai contoh responden mungkin
mengatakan bahwa dia minum 8 (delapan) ons susu tiap pagi. Interviewer kemudian harus
mengumpulkan informasi tentang kebiasaan minum susu responden untuk mengklarifikasi
dan memverivikasi informasi yang diberikan tentang asupan susu responden. Akhirnya,
responden ditanya untuk melengkapi food record selama 3 (tiga) hari, yang disajikan sebagai
cara tambahan untuk mengecek asupan yang masuk seperti biasanya (Lee dan Nieman, 2010)
B. KELEBIHAN
Ada beberapa kelebihan dari metode dietary history, antara lain sebagai berikut:
a. Lebih menggambarkan kebiasan makan, dibandingkan 7 (tujuh) hari food weighing.
b. Dapat mendeteksi perubahan musim.
c. Dapat diperoleh semua data zat gizi.
d. Dapat dikorelasikan dengan data biokimia.
C. KEKURANGAN
Di bawah ini akan dikemukakan beberapa kekurangan metode dietary history yaitu:
a. Memerlukan waktu wawancara lebih lama, yaitu kurang lebih 2 (dua) jam per responden.
b. Overestimate asupan zat gizi dibanding metode penimbangan.
c. Dibutuhkan interviewer yang terlatih.
d. Tingkat kesulitan tinggi dan mahal.
e. Membutuhkan kerja sama yang baik dengan responden.
Di mana:
KGj = Konsumsi zat gizi selama
seminggu NGj = Nilai gizi per 100 gram pangan
J = Jenis zat gizi
Ki = berat pangan ke-1
Rata-rata konsumsi zat gizi per kapita per hari = KGj/N, di mana N adalah jumlah
anggota keluarga.
ANGKA KECUKUPAN GIZI
A. PENDAHULUAN
Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia. Pangan ini mengandung energi dan zat
gizi yang sangat dibutuhkan untuk mencapai status gizi yang baik. Kekurangan dan
kelebihan zat gizi akan mengakibatkan berbagai masalah gizi antara lain kekurangan gizi
seperti marasmus, kwashiorkor, dan marasmus-kwashiorkor dan kelebihan Gizi pada
umumnya diperlihatkan dalam bentuk kelebihan berat badan dan obesitas. Kebutuhan energi
dan zat gizi sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain umur, jenis kelamin,
aktivitas, berat badan, dan iklim. Untuk mendapatkan gambaran kecukupan gizi, perlu
disusun angka kecukupan gizi (AKG) yang dianjurkan bagi bangsa Indonesia agar mencapai
status kesehatan dan gizi yang optimal.
Angka kecukupan gizi yang dianjurkan pertama kali dikeluarkan pada tahun 1968
dalam Widya Karya Pangan dan Gizi yang diselenggarakan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI). Berdasarkan konsep dan perkembangan Iptek Gizi, perubahan demografi,
dan pola penyakit maka AKG ditinjau kembali setiap lima tahun sekali. Angka kecukupan
gizi yang dianjurkan bagi bangsa Indonesia paling akhir dikeluarkan pada tahun 2013 melalui
Surat Keputusan Menteri Kesehatan nomor 75 tahun 2013.
B. PENGERTIAN
Para Ahli Gizi mendefinisikan angka kecukupan gizi (AKG) dengan cara yang
berbeda-beda ditinjau dari narasi yang disampaikan, namun makna dan pengertiannya relatif
sama. AKG dalam bahasa Inggris disebut Recommended Dietary Allowances (RDA). Sunita
Alamatsier, 2006 mendefinisikan AKG adalah taraf konsumsi zat gizi esensial, yang
berdasarkan pengetahuan ilmiah dinilai cukup untuk memenuhi kebutuhan hampir semua
orang sehat.
Menurut Persatuan Ahli Gizi Indonesia (Persagi) tahun 2003 para Direktori Gizi
Indonesia dalam Rangka Mensukseskan Program Perbaikan Gizi Indonesia menyatakan
bahwa AKG adalah jumlah energi dan zat gizi yang harus dipenuhi oleh seseorang
berdasarkan kelompok umur, berat badan, jenis kelamin, aktivitas dan keadaan khusus (hamil
dan menyusui). Tujuannya adalah agar dapat hidup sehat dan melaksanakan aktivitas sehari-
hari seperti bekerja, belajar, berolahraga, berekreasi dan aktivitas lainnya.
Menurut Kemenkes, 2014 Angka Kecukupan Gizi Yang Dianjurkan Bagi Bangsa
Indonesia selanjutnya disingkat AKG adalah suatu kecukupan rata-rata zat gizi setiap hari
bagi semua orang menurut golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, aktivitas tubuh untuk
mencapai derajat kesehatan yang optimal. AKG merupakan kecukupan pada tingkat
konsumsi sedangkan pada tingkat produksi dan penyediaan pangan perlu diperhitungkan
kehilangan dan penggunaan lainnya dari tingkat produksi sampai tingkat konsumsi. Rata-rata
kecukupan energi dan protein bagi penduduk Indonesia masing-masing sebesar 2150 Kilo
kalori dan 57 gram per orang per hari pada tingkat konsumsi.
C. KEGUNAAN
Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 2013 tentang Angka Kecukupan Gizi yang
Dianjurkan bagi bangsa Indonesia, menyatakan bahwa kegunaan utama dari AKG adalah
untuk:
1. Acuan dalam menilai kecukupan gizi
2. Acuan dalam menyusun makanan sehari-hari termasuk perencanaan makanan di institusi
3. Acuan perhitungan dalam perencanaan penyediaan pangan tingkat regional maupun
nasional
4. Acuan pendidikan gizi, dan
5. Acuan label pangan yang mencantumkan informasi nilai gizi.
Perlu diketahui bahwa AKG yang dianjurkan adalah di tingkat konsumsi dan tingkat
faal/fisiologis, oleh karena itu kalau merencanakan produksi pangan harus
mempertimbangkan kehilangan pangan yang terjadi pada tahan perlakuan pasca panen. AKG
ditetapkan dengan memperhatikan kebutuhan faal rata-rata tubuh terhadap zat gizi yang susah
diserap oleh tubuh. Penetapan ini pula mempertimbangkan kehilangan karena penyerapan
tubuh tidak sempurna. Dengan demikian dalam AKG sudah mempertimbangkan faktor
keamanan untuk setiap zat gizi, kondisi faalinya, dan variasi antar penduduk.
Pada perhitungan kecukupan zat gizi yang dianjurkan, pada umumnya sudah
diperhitungkan faktor variasi kebutuhan individu, sehingga AKG kecuali untuk energi
setingkat dengan kebutuhan rata-rata ditambah 2 kali simpang baku (standar deviasi). Dengan
demikian kecukupan yang dianjurkan sudah mencakup lebih dari 97,5 % populasi. Penetapan
kecukupan vitamin dan mineral sudah mencakup terciptanya cadangan zat gizi bersangkutan
dalam tubuh. Cadangan ini dapat dipakai untuk memenuhi kebutuhan pada waktu konsumsi
zat gizi kurang dari kebutuhan dalam waktu tertentu.
Penentuan AKG didasarkan pada patokan berat badan untuk masing-masing
kelompok umur dan jenis kelamin. Berat badan yang menjadi patokan adalah penduduk yang
mempunyai derajat kesehatan yang optimal. Berat badan ini adalah rata-rata, oleh karena itu
apabila ada penyimpangan berat badan seperti di suatu populasi banyak yang kurus, maka
angka kecukupan dapat dihitung dari berat badan idealnya.
Angka kecukupan gizi yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan RI tahun 2013 terdiri
dari 3 jenis tabel yaitu:
1. Angka Kecukupan Energi, protein, lemak, karbohidrat, serta dan air yang dianjurkan
untuk orang Indonesia (per orang per hari).
2. Angka Kecukupan Vitamin yang dianjurkan untuk orang Indonesia (per orang per hari)
Kelompok.
3. Angka Kecukupan Mineral yang dianjurkan untuk orang Indonesia (per orang per hari).
Untuk lebih jelasnya tentang AKG yang dianjurkan untuk bangsa Indonesia sesuai
dengan Permenkes RI nomor 75 tahun 2013 dapat dilihat pada Lampiran 1.
B. KEGUNAAN
Ada beberapa kegunaan dibuatnya daftar komposisi bahan makanan.
Kegunaan tersebut antara lain:
1. Cara mudah bagi diestesien/Ahli Gizi dalam merencanakan dan menyusun variasi menu.
Menu yang disusun disesuaikan dengan kebutuhan, keadaan fisiologis dan patologis,
bahan makanan yang tersedia, ekonomi, dan budaya.
2. Sebagai instrumen untuk mengolah data survei konsumsi. Dalam pengolahan data survei
konsumsi dibutuhkan DKBM untuk menghitung jumlah energi dan zat gizi. Jumlah
energi dan zat gizi rata-rata sehari kemudian dibandingkan dengan angka kecukupan gizi.
3. Untuk menilai apakah konsumsi sehari-hari seseorang, keluarga dan kelompok
masyarakat telah memenuhi kecukupan gizi.
4. Sebagai alat atau bahan untuk konseling gizi. Dalam proses konsultasi gizi, DKBM
sangat diperlukan oleh konselor gizi dalam menentukan menu dan jumlah energi dan zat
gizi pasien.
Dalam komposisi bahan makanan mempunyai beberapa kelemahan antara lain banyak
bahan makanan atau makanan yang tidak ada di DKBM mengingat di Indonesia banyak
varietas dan jenis bahan makanan. Oleh karena itu pada saat analisis apabila tidak dijumpai
bahan makanan dalam DKBM harus dicari padanannya yang relatif sama kandungan zat
gizinya. Di samping itu terjadi perbedaan pengolahan bahan makanan yang menyebabkan
kandungan zat gizi juga berbeda.
Bahan makanan tiap golongan dalam jumlah yang dinyatakan dalam daftar, bernilai
gizi hampir sama, oleh karena itu satu sama lain dapat saling menukar. Karena satu sama lain
saling bisa ditukar, maka istilah tersebut dinamakan 1 (satu) satuan penukar.
Beberapa lembaga yang bergerak di bidang gizi banyak mengeluarkan daftar bahan
makanan penukar (DKBM) antara lain Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Kementrian
Kesehatan RI, Instalasi Gizi di berbagai rumah sakit, dan Dinas Kesehatan Propinsi. Masing-
masing instansi mengeluarkan sesuai dengan versi dan data yang dimiliki oleh instansi
tersebut. Sebagai contoh Pusat Diabetes & lipid Jakarta, RSCW/FKUI dan Instalasi Gizi
RSCM, 2011 menyusun buku Daftar Bahan Makanan Penukar. Buku tersebut berisi petunjuk
praktis perencanaan makan sehat, seimbang, bervariasi, dan sistem carbohydrate counting
yang dilengkapi dengan bahan makanan penukar berbagai masakan.
2. Kegunaan
Ada beberapa kegunaan dibuatnya daftar bahan makanan penukar. Kegunaan
tersebut antara lain:
a. Cara mudah bagi dietesin/Ahli Gizi dan pasien dalam merencanakan dan menyusun
variasi menu. Menu yang disusun disesuaikan dengan kebutuhan, keadaan fisiologis dan
patologis, bahan makanan yang tersedia, ekonomi, dan budaya.
b. Sebagai alat untuk pengumpulan data survei konsumsi. Dalam pengumpulan data di suatu
daerah, kadang-kadang bahan makanan/makanan tidak dijumpai dalam daftar komposisi
bahan makanan (DKBM), oleh karena itu sangat diperlukan daftar bahan makanan
penukar sebagai padanan bahan makanan daerah tersebut.
c. Sebagai alat atau bahan untuk konseling gizi. Dalam proses konsultasi gizi, DBMP sangat
diperlukan baik oleh konselor gizi maupun pasien/klien. Biasanya sehabis konsultasi gizi
pasien diberi leaflet DBMP untuk dapat dijadikan dasar dalam penyusunan menu di
rumah.
Tabel 10.1 Kandungan Energi dan Zat Gizi Bahan Makanan Penukar
Bahan makanan penukar Karbohidrat Protein Lemak Energi
(gram) (gram) (gram) (Kkal)
I. Sumber karbohidrat 40 4 - 175
II. Sumber protein hewani
Rendah lemak - 7 2 50
Lemak sedang* - 7 5 75
Lemak tinggi# - 7 13 150
III. Sumber protein nabati 7 5 3 75
IV. Sayuran
Golongan A - - - -
Golongan B 5 1 - 25
Golongan C 10 3 - 50
V. Buah-buahan dan gula 12 - - 50
VI. Susu
Tanpa lemak 10 7 - 75
Lemak sedang 10 7 6 125
Tinggi lemak 10 7 10 150
VII. Minyak
Lemak tidak jenuh - - 5 50
Lemak jenuh - - 5 50
VIII. Makanan tanpa kalori
Protein rendah lemak (2g) *Protein lemak sedang (5g) #Protein tinggi lemak
(13g) Sumber: Sarwono Waspadji, dkk. 2011. Daftar Bahan Makanan Penukar.
Badan
Penerbit Fakultar Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. Halaman 3.
Ada berbagai cara dan teknik pengumpulan data survei konsumsi. Di antara teknik
tersebut adalah dengan cara penimbangan, pencatatan, observasi, dan teknik wawancara.
Dalam pengumpulan data survei konsumsi teknik wawancara adalah merupakan teknik yang
paling sering digunakan. Untuk maksud tersebut di bawah ini akan diuraikan secara
komprehensif teknik wawancara yang meliputi, pengertian, tujuan, jenis, kelebihan dan
kelemahan, faktor-faktor yang mempengaruhi, persiapan wawancara, teknik wawancara,
wawancara efektif, sumber kesalahan, dan penerapan dalam survei konsumsi.
A. PENGERTIAN
Salah satu metode pengumpulan data adalah dengan wawancara atau interview.
Wawancara merupakan salah satu bagian terpenting dalam pengumpulan data terutama pada
penelitian yang bersifat sosial dengan cara bertanya langsung oleh pewawancara atau
interviewer kepada responden atau interviewer. Umumnya dalam wawancara menggunakan
ceklist atau daftar pertanyaan.
Menurut notoatmodjo (2010) menyatakan bahwa wawancara adalah suatu metode
yang dipergunakan untuk mengumpulkan data, di mana peneliti mendapat keterangan atau
informasi secara lisan dari seseorang sasaran atau responden, atau bercakap-cakap bertatap
muka dengan orang tersebut (face to face Communications). Joseph (2011) mengatakan
wawancara adalah bentuk khusus komunikasi antarpribadi. Dalam wawancara, dua orang
berkomunikasi terutama melalui bentuk tanya jawab untuk mencapai tujuan tertentu. Gejala
sosial yang tidak dapat terlihat melalui observasi dapat digali secara mendalam melalui teknik
wawancara. Menurut Hadi (2002), keterangan yang bersifat verbal dapat dicek dengan
ekspresi muka serta gerak gerik tubuh, sedangkan ekspresi dan gerak gerik dapat dicek
dengan pertanyaan verbal.
Pada saat interview berlangsung masing-masing pihak mempunyai kedudukan yang
berbeda. Pihak pertama berkedudukan sebagai pengejar informasiasx (information hunter)
sedangkan pihak kedua sebagai pemberi informasi (information supplier) atau informan.
Tugas pengejar informasi adalah mengajukan pertanyaan, menilai jawaban, meminta
penjelasan, melaksanakan paraphrase, mencatat, dan mengadakan prodding atau menggali
keterangan yang lebih mendalam. Sedangkan tugas informan atau responden adalah
menjawab pertanyaan, memberikan penjelasan, dan kadang-kadang juga
membahas/mengajukan pertanyaan yang sulit dimengerti.
Dalam wawancara tidak hanya mendapatkan jawaban secara lisan dalam bentuk
beberapa variabel tetapi dengan wawancara peneliti mendapat beberapa hal penting yaitu:
1. Memperoleh kesan langsung dari responden.
2. Menilai kebenaran yang dikatakan responden.
3. Membaca raut muka atau mimik dari responden.
4. Memberikan penjelasan bila pertanyaan tidak dimengerti responden.
5. Menggali jawaban bila diperlukan hal-hal yang mendetail.
Teknik wawancara bukan merupakan hal yang terpisah dari suatu penelitian tetapi
merupakan pelengkap bagi metode-metode lainnya. Dengan wawancara akan diperoleh data
yang mempunyai akurasi dan presisi yang tinggi. Oleh karena itu hubungan antara
pewawancara dan responden harus:
1. Saling melihat, saling mendengar, dan saling mengerti.
2. Proses komunikasi yang biasa, tidak terlalu formal.
3. Saling menghargai.
4. Saling menjaga hal-hal yang bersifat sensitif.
5. Fokus pada tujuan wawancara.
6. Membina suasana yang menyenangkan.
7. Adanya keterbukaan antara pewawancara dan responden.
B. TUJUAN
Secara umum dalam bidang kesehatan, tujuan wawancara ada 2 (dua) yaitu untuk
kepentingan diagnostik dan untuk pengobatan. Tujuan secara diagnostik adalah untuk
mengetahui kondisi dari responden seperti masalah yang dialami dan penyebab masalah
tersebut. Contoh di masyarakat sekarang banyak prevalensi anak balita pendek sebanyak
35,6%. Penyebab terjadinya balita pendek tersebut akibat konsumsi yang sangat kurang pada
saat 1000 hari kehidupan atau saat dalam kandungan sampai berumur 2 tahun.
Tujuan wawancara pengobatan adalah untuk mendapatkan data dengan tujuan terapi.
Contoh data berat badan dapat digunakan untuk menentukan dosis obat pada pasien. Data
tanda dan gejala seseorang dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis penyakit dan pada
akhirnya dapat digunakan sebagai dasar pengobatan.
C. JENIS WAWANCARA
Wawancara dapat dibedakan berdasarkan jenisnya. Menurut Notoatmodjo (2010) ada
4 (empat) jenis wawancara yaitu wawancara tidak terpimpin (non directive or unguided
interview), wawancara terpimpin (structured interview), wawancara bebas terpimpin, dan
Free talk dan diskusi atau wawancara bebas tidak terpimpin. Dalam pelaksanaan survei
konsumsi umumnya menggunakan wawancara terpimpin, seperti yang dilakukan pada saat
pengumpulan data konsumsi makanan Riskesdas tahun 2010. Di bawah ini akan diuraikan
keempat jenis wawancara tersebut di atas.
2. Wawancara terpimpin
Wawancara terpimpin merupakan kebalikan dari wawancara tidak terpimpin. Ciri
pokok dari wawancara ini adalah interviewer terikat oleh suatu fungsi yang telah
dipersiapkan sebelum pelaksanaan wawancara. Inti dari wawancara terpimpin adalah adanya
pedoman wawancara, sehingga siapa pun sebagai interviewer harus mengikuti sistematika,
tujuan, dan prosedur yang telah ditetapkan.
Ada beberapa kebaikan dari wawancara terpimpin yaitu:
a. Pengumpulan dan pengolahan data berjalan dengan cermat dan teliti.
b. Interviewer dapat dilakukan oleh banyak orang, karena adanya buku pedoman yang jelas.
c. Hasilnya dapat disajikan secara kualitatif dan kuantitatif.
d. Adanya pertanyaan yang sama akan memungkinkan hasilnya bisa dibandingkan.
e. Pemecahan masalah dan pembuktian hipotesis akan lebih mudah dilakukan.
f. Hasil kesimpulan lebih valid dan reliabel.
Kelemahan dari jenis wawancara ini adalah sebagai berikut:
a. Pelaksanaan wawancara terlihat kaku dan kurang fleksibel.
b. Hubungan dan suasana saat wawancara terlihat sangat formal dan data yang diperoleh
kurang mendalam. Seolah-olah suasana wawancara antara interviewer dan interviewee
seperti tanya jawab antara hakim dan terdakwa.
c. Interviewer terbatas menanyakan sesuatu, sehingga hasilnya kurang mendetail atau
mendalam.
Situasi Wawancara:
Waktu
tempat
Pewawancara: Responden:
Karakteristik sosial Karakteristik sosial
Keterampilan Kemampuan
Isi kuesioner:
Peka untuk ditanyakan
Sukar
Sumber: Warwick Donald P, dkk dalam Singarimbun dan Efendi, 1987. Metode Penelitian
Survei. Halaman 146.
Dari bagan tersebut di atas terlihat bahwa antara pewawancara dengan responden
saling berinteraksi yang dipengaruhi oleh suasana karakteristik sosial masing-masing, situasi
dan lingkungan saat wawancara, dan format atau isi dari daftar pertanyaan. Kondisi
pewawancara dipengaruhi karakteristik sosial, keterampilan dalam wawancara, motivasi, dan
rasa aman. Sedangkan faktor responden dipengaruhi oleh karakteristik sosial, kemampuan
menangkap pertanyaan, dan kemampuan untuk menjawab pertanyaan. Situasi dan tempat saat
pelaksanaan wawancara dipengaruhi oleh waktu, tempat, kehadiran orang lain, dan sikap
masyarakat. Faktor yang tidak bisa diabaikan dapat mempengaruhi wawancara adalah format
dari isi kuesioner, antara lain hal-hal yang peka untuk ditanyakan, hal yang sulit ditanyakan,
tingkat minat, dan sumber kekhawatiran.
F. PERSIAPAN WAWANCARA
Untuk memperlancar pelaksanaan wawancara diperlukan persiapan yang matang, baik
dari peneliti maupun dari pewawancara. Tim peneliti harus mempersiapkan beberapa hal,
antara lain:
1. Penentuan metode sampling. Agar penelitian ini mewakili populasi perlu ditentukan
metode sampling yang tepat. Umumnya metode sampling yang digunakan tergantung
tujuan, tingkat homogenitas/karakteristik sampel. Teknik sampling. Yang sering
digunakan adalah dengan cara acak atau random.
2. Syarat responden, baik syarat inklukasi maupun syarat eksklusif. Contoh dalam survei
konsumsi syarat responden adalah anak umur di atas 8 tahun, tidak ada gangguan daya
ingat, dan umur lansia tidak diperbolehkan.
3. Syarat mengganti responden karena sesuatu hal tidak dapat ditemui. Karena sesuatu dan
lain hal responden sulit ditemui seperti bepergian dalam waktu lebih dari satu bulan,
pindah alamat pada saat pengumpulan data, karena tugas ke luar kota, dan sebagainya.
Oleh karena waktu pengumpulan data terbatas dan untuk mendapatkan responden yang
jumlahnya sudah ditentukan, perlu ditentukan syarat-syarat mengganti responden. Hal ini
perlu diketahui oleh pewawancara.
4. Kuesioner sudah disusun dengan baik. Perlu disepakati apakah kuesioner disusun dengan
menggunakan bahasa Indonesia atau menggunakan bahasa daerah. Bagaimana
sistematika dari daftar pertanyaan tersebut agar pewawancara mudah melaksanakannya.
5. Jadwal latihan pewawancara. Jadwal latihan harus direncanakan dengan baik yang
meliputi berapa lama waktu pelatihan, siapa yang memberi pelatihan, dan tempatnya di
mana. Sifat, materi, dan lamanya pelatihan, dan lamanya pelatihan disesuaikan dengan
kebutuhan survei. Dalam pelaksanaan latihan apakah perlu kunjungan lapangan atau
orientasi lapangan. Oleh karena itu perlu ada panitia pelatihan untuk melaksanakan
latihan ini. (Nasution, 1995; Singarimbun dan Efendi, 1987).
Persiapan lainnya yang tidak kalah pentingnya adalah persiapan psikis, mental, dan
etika. Dalam bidang etika yang perlu diperhatikan antara lain:
a. Jujur dalam mengisi kuesioner
b. Jujur dalam mencatat jawaban
c. Berpenampilan/berpakaian yang sopan
d. Sikap ramah tamah dan kelihatan tidak angkuh
e. Sanggup menjadi pendengar yang baik
f. Datang tepat waktu dan menepati janji
g. Teliti dan cermat
h. Objektif dalam menyampaikan pertanyaan
i. Netral, tidak mempengaruhi responden
j. Tulis jawaban responden selengkapnya. Tulisan harus jelas dan bisa terbaca.
k. Menaruh perhatian dan pengertian terhadap responden.
l. Sanggup membuat responden tenang dan dapat menjawab pertanyaan.
m. Menghargai responden
n. Perhatikan budaya dan adat istiadat. Tidak menjelek-jelekkan budaya setempat.
2. Pelaksanaan wawancara
Pelaksanaan wawancara harus efektif dan efisien. Efektif artinya waktu yang
dibutuhkan singkat tapi mendapatkan data yang lengkap. Efisien artinya tujuan tercapai dan
tidak menimbulkan dampak yang negatif. Untuk maksud tersebut di bawah ini akan diuraikan
langkah-langkah wawancara survei konsumsi agar efektif dan efisien, yaitu:
1. Memberi salam kepada responden. Jenis salam menyesuaikan dengan budaya dan adat
istiadat di daerah penelitian. Dalam layanan prima sekarang ini beberapa instansi
menyarankan “5 S” yaitu senyum, sapa, salam, sopan, dan santun.
2. Memperkenalkan diri. Identitas yang perlu diperkenalkan adalah yang bersifat netral,
antara lain: nama, alamat, dan profesi.
3. Membina hubungan yang baik. Hubungan baik dapat dilakukan dengan menanyakan hal-
hal yang berhubungan dengan kondisi fisik dan psikologis responden seperti kondisi
ruangan yang nyaman, letak rumah yang strategis, foto dan gambar yang ada dalam
ruangan, dan keadaan kesehatan responden. Strategi yang bisa dilakukan adalah cara
“rapport”. Rapport adalah suatu kondisi psikologis yang menunjukkan bahwa responden
bisa bekerjasama, bersedia menjawab pertanyaan, dan memberikan informasi yang
sebenarnya.
4. Meminta ketersediaan untuk menjadi responden. Jika diperlukan dalam bentuk inform
concent. Hal ini sangat perlu dilakukan untuk menghargai hak asasi mereka. Kalau
responden tidak bersedia, sebaiknya wawancara tidak perlu diteruskan.
5. Menjelaskan maksud dan tujuan wawancara. Responden harus mengetahui tujuan
wawancara agar jawaban bisa lebih terarah sesuai dengan substansi penelitian.
6. Memulai bertanya sesuai dengan kuesioner.
a. Dalam bertanya jangan memperlihatkan gaya seperti hakim (menghakimi),
perlihatkan kesungguhan, sikap dewasa, memperhatikan etika, cara berbicara sesuai
dengan kondisi responden, tunjukkan sikap empati, dan menghargai setiap jawaban
yang diberikan.
b. Mulai pertanyaan yang mudah dijawab responden seperti nama responden, umur,
alamat, jumlah anggota keluarga, dan lain-lain. Selanjutnya pertanyaan mengikuti
sistematika yang ada.
c. Apabila responden belum bisa menjawab karena pertanyaan belum dimengerti,
lakukan paraphrase. Paraphrase adalah mengubah pertanyaan sesuai dengan bahasa
pewawancara agar mudah dimengerti oleh responden.
d. Apabila menginginkan jawaban yang lebih rinci atau mendetail, lakukan probing.
Probing adalah menggali informasi lebih mendalam.
e. Apabila kesulitan dalam menentukan berat bahan makanan, gunakan URT untuk
mengonversi ke berat dalam gram.
f. Catat semua jawaban yang telah diberikan dalam kuesioner/atau lembar catatan
tersendiri. Bisa juga mencatat kejadian-kejadian khusus selama wawancara
berlangsung. Pewawancara jangan sibuk sendiri mencatat sehingga ada jeda dan
responden bosan menunggu pertanyaan berikutnya. Ada kalanya saat wawancara
hanya mencatat poin-poin saja, setelah wawancara diisi secara lengkap. Jangan
menunda mengisi karena semakin lama diisi kemungkinan lupa lebih besar.
3. Mengakhiri wawancara
Dalam rangka mengakhiri wawancara lakukan hal berikut, antara lain:
a. Mengecek kembali jawaban responden sesuai kuesioner. Apabila ada yang belum terisi,
tanyakan kembali kepada responden.
b. Memohon maaf apabila ada tutur kata dan perilaku yang kurang berkenan.
c. Memberikan penghargaan atas ketersediaan menjadi responden (bila perlu
cinderamata/kompensasi).
d. Ucapan terima kasih.
e. Memohon kepada responden kesediaannya dikunjungi kembali, apabila diperlukan.
f. Mengecek peralatan dan bahan jangan sampai ada yang tertinggal.
g. Memberikan kesan yang baik.
Contoh Formulir Recall 24
Jam (Riskesdas, 2010)
Selingan
Siang
Selingan
Malam
Penguji,
DAFTAR SINGKATAN
PTM : Penyakit Tidak Menular
WHO : World Health Organization
FFQ : Food Frequency Questionnaire
Gaki : Gangguan Akibat Kekurangan Iodium
KVA : Kekurangan Vitamin A
Riskesdas : Riset Kesehatan Dasar
NTB : Nusa Tenggara Barat
AKG : Angka Kecukupan Gizi
DKBM : Daftar Komposisi Bahan Makanan
NTT : Nusa Tenggara Timur
PKG : Pemantauan Konsumsi Gizi
PGRS : Pelayanan Gizi Rumah Sakit
ABCD” : Anthropometry (antropometrik), Biochemical (biokimia), Clinical
(klinis), dan Dietary (diet).
URT : Ukuran Rumah Tangga
DBMP : Daftar Bahan Makanan Penukar
DKGJ : Daftar Kandungan Zat Gizi Makanan Jajanan
DKMM : Daftar Konversi Berat Mentah Masak
DKPM : Daftar Konversi Penyerapan Minyak
ASI : Air Susu Ibu
FAO : Food and Agricultural Organization
UK : Unit Konsumsi
UM : Meal Unit
CU : Consumption Unit
BB : Berat Badan
TB : Tinggi Badan
RDA : Recommended Dietary Allowances
Persegi : Persatuan Ahli Gizi Indonesia
Bdd : Bagian yang dapat dimakan
5’ S : Senyum, sapa, salam, sopan, dan santun
* •" Kader Kesehatsn
50 Rema]a
roeropakan peran
ahtif yang positif
bagi kesehatan
Remaja di
Sekolah.
144
1. Johnson RK. Energy. 2011. In Mahan LK, Stump SE, Raymond JL. editors. 13th ed.
Krause’s Food, Nutrition, & Diet Therapy. USA : WB Saunders; p 19-30
2. Sediaoetama Djaeni Achmad,2012.Ilmu Gizi,Jilid I. Jakarta :Dian Rakyat
3. Damayanti Rusli Sjarif, Endang Dewi Lestari, Maria Mexitalia, Sri Soedarijati
Nasar. Penyunting. Nutrisi Pediatrik dan Penyakit Metabolik. 2011. Jilid 1. Ikatan
Dokter Anak Indonesia.
4. Netty Thamaria. Penilaian Status Gizi. 2017. Kemenkes RI. Jakarta
5. Almatsier S, editor. Penuntun Diet. PT Gramedia Pustaka Utama; 2010
6. Arisman. 2014. Gizi dalam Daur Kehidupan: Buku Ajar Ilmu Gizi. Edisi 2.
Jakarta: EGC
7. Supariasa, IDN. Dkk. Penilaian Status Gizi. 2013. Jakarta : EGC
8. Nieman D. Nutritional Assessment. 7th ed. 2019.
9. Mahan LK, Stump SE, Raymond JL. editors. 13th ed. Krause’s Food, Nutrition, &
Diet Therapy. USA : WB Saunders
10. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Bina Gizi
Ditjen Bina Gizi Dan Kesehatan Ibu Dan Anak. 2012. Petunjuk pelaksanaan
surveilans gizi. Jakarta
11. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Bina Gizi dan KIA
Direktorat Bina Gizi, (2014). Pedoman Teknis Pemantauan Status Gizi. Jakarta
12. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Penggunaan Kartu Menuju Sehat
(KSM) Bagi Balita.
13. Direktorat Bina Gizi Masyarakat Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Panduan Pelatihan Konseling
Makanan Pendamping Air Susu Ibu. Jakarta
14. Supariasa, I Dewa Nyoman. 2012. Penilaian Status Gizi. Buku Kedokteran
EGC: Jakarta
15. Supariasa, I Dewa Nyoman. 2014. Pendidikan dan konsultasi Gizi. Buku
Kedokteran EGC: Jakarta