Data Sosiologi 3

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 99

POLA INTERAKSI SOSIAL ANTAR UMAT AGAMA

KOMPLEK BUDDHA TZU CHI KECAMATAN LUENG BATA


BANDA ACEH

SKRIPSI

Diajukan Oleh:

SRI AHMAT HELMISYAH


NIM. 441106425
Mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Filsafat
Prodi Ilmu Perbandingan Agama

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY
DARUSSALAM – BANDA ACEH
1437/2016
SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Ar-Raniry Sebagai Salah satu
Beban Studi Untuk Memperoleh Gelar Sarjana (SI)
Dalam Ilmu Ushuluddin dan Filsafat
Prodi Ilmu Perbandingan Agama

Diajukan Oleh:

SRI AHMAT HELMISYAH

Mahasiswa Fakultas Ushuluddin Dan Filsafat Dan Agama


Prodi Ilmu Perbandingan Agama
NIM: 321103020

Disetujui Oleh:

Pembimbing I Pembimbing II

Safrilsyah, S.Ag., M.Si Muhammad Sahlan, M.Si


NIP. 197004201997031001 NIP. 19710242006041003
SKRIPSI
Telah Diuji oleh Panitia Ujian Munaqasyah Skripsi
Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Ar-Raniry dan Dinyatakan Lulus
Serta Diterima Sebagai Salah Satu Studi Program Strata
Satu
Dalam Ilum Ushuluddin dan Filsafat Perbandingan Agama

Pada hari / Tanggal : Jum’at, 22 Januari 2016 M


11 Rabiul Akhir 1437 H

Di Darussalam-Banda Aceh
Panitia Ujian Munaqasyah

Ketua, Sekretaris

Safrilsyah, S.Ag. M.Si Muhammad Sahlan, M.Si


NIP. 197004201997031001 NIP. 19710242006041003

Anggota I Anggota II

Dra. Nurdinah Muhammad, MA Zulihafnani, MA


NIP. 195302051985102001 NIP. 198109262005012011

Mengetahui,
Dekan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat
UIN Ar-Raniry Darussalam Banda Aceh

Dr. Damanhuri, M.Ag


NIP.196003131995031001

iv
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji sykur penulis panjakan kepada Allah Swt. atas

karunia-Nya yang telah diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini. Shalawat beserta salam semoga senantiasa terlimpah

kepada junjungan kita Nabi Muhammad Saw, keluarga, dan beserta para sahabat

ahl abaitnya.

Dengan selesai penulisan skripsi ini yang berjudul Pola Interaksi Sosial

Antar Umat Agama Studi Kasus Di Komplek Buddha Tzu Chi Kecamatan

Lueng Bata, Kata Banda Aceh penulis mengucampkan terima kasih yang tak

terhingga kepada semua pihak yang telah mendukung dan membantu

menyelesaikan skripsi ini. Khususnya kepada Ayahanda Ilyas Sani dan Ibunda

Alm Cut Kasnila sebagai orang tua tercinta, yang tiada lelah dan bosan dalam

menasehati serta memberi masukan-masukan dan dorongan untuk menyelesaikan

studi akhir ini. Begitu juga kepada kakak, abang, dan adik-adik tercinta, Sri

Wartia Ningsih, dan Sri Tila Wahyuni, yang di sela-sela aktivitasnya terus

mendukung dan banyak bantuan, serta kepada abang (Alm) Sri Agustia Helmi,

dan Adik (Alm) Sri Nanda Sari yang selama hidup di dunia ini telah banyak

memberikan semangat bagi penulis hingga skripsi ini selesai.

Bapak Safrilsyah, S.Ag. M.Si selaku ketua prodi, penasehat akademik,

pembimbing skripsi dan juga Bapak Muhammad Sahlan, M.Si. selaku

pembimbing skripsi, yang selalu berusaha meluangkan waktu dan memberikan

bimbingan dan arahan dalam meyelesaikan karya ilmiah ini. Juga kepada seluruh

vi
staf Prodi Perbandingan Agama dan seluruh dosen yang telah member ilmu

pengetahuan kepada penulis selama ini.

Kepada Bunda Annisa Mutia, Paman Novendra DJ, adek sepupu Fathin

Nainawa Az-Zahra, Ruhullah Valayatee Al-Fakhih, Narullah Zineden Al-Fakh,

seluruh keluarga besar penulis. Kepada teman-teman seperjuangan tercinta: (Alm)

Arifin Pardosi, Hasanuddin, abang Fikril Jamil Bin Bidin, Raudha, teman-teman

Perbandingan Agama leting 2011, dan seluruh mahasiswa Perbandingan Agama,

khususnya leting 2011 yang telah membantu baik berupa pikiran maupun

dorongan dan semangat dalam meyelesaikan skripsi ini. Tidak lupa pula kepada

Kanda Yamin serta keluarga, abang Syukri Karim, (Alm) Ayahanda Imam Syuja,

rekan-rekan organisasi Ikatan Pelajar Muhammadiyah Aceh, Taekwondo UIN Ar-

Raniry, LazisMu, dan juga rekan-rekan KPM Gampong Jangeut yang baru-baru

ini juga ikut member dorongan dan semangat di tengah-tengah keruwetan

menyelesaikan skripsi ini.

Semoga Allah Swt. memeberikan pahala yang setimpal kepada semuanya.

Segala usaha yang telah dilakukan untuk menyempurnakan skripsi ini, penulis

menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, untuk itu penulis

mengharapkan kebaikan hati untuk membaca untuk memberikan kritik serta saran

yang bersifat membangun demi kesempurnaan kedepannya. Amin Ya Rabbal

‘Alamin.

Banda Aceh, 18 Februari 2016


penulis

Sri Ahmat Helmisyah

vii
DAFTAR ISI

PENYATAAN KEASLIAN ........................................................................... ii


LEMBARAN PENGESAHAN SKRIPSI..................................................... iii
LEMBARAN PENGESAHAN MUNAQSYAH SKRIPSI ......................... iv
ABSTRAK ...................................................................................................... v
KATA PENGANTAR .................................................................................... vi
DAFTAR ISI ................................................................................................... vii

BAB I. PENDAHULUAN ..............................................................................


A. Latar Belakang Masalah ......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................... 3
C. Tujuan Penelitian .................................................................................... 3
D. Manfaat Penelitian .................................................................................. 4
E. Penjelasan Istilah ................................................................................... 4
F. Tinjauan Pustaka ..................................................................................... 9
C. Landasan Teori ....................................................................................... 10
H. Metode Penelitian ................................................................................... 12

BAB II. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN .........................


A. Sejarah Terbentuknya Komplek Budha Tzu Chi ................................. 15
B. Letak Geografis Komplek Budha Tzu Chi........................................... 18
C. Penduduk dan Rumah Ibadah .............................................................. 20

BAB III. KONSEP DASAR INTERAKSI SOSIAL KEAGAMAAN .......


A. Pengertian Interaksi Sosial Keagamaan ............................................... 30
B. Bentuk-Bentuk Interaksi Agama .......................................................... 32
C. Macam-Macam Interaksi Sosial .......................................................... 34
D. Faktor-Faktor Pendorong dan Penghambat Interaksi Sosial Keagamaan 36

BAB VI. HASIL PENELITIAN LAPANGAN ............................................


A. Pola Interaksi Sosial Antar Umat Agama ............................................ 41
1. Asosiatif ......................................................................................... 41
2. Akomodasi .................................................................................... 43
B. Faktor Terjadinya Interaksi ................................................................. 47
1. Pendorong ...................................................................................... 47
2. Penghambat ................................................................................... 52
3. Analisas Penelitian ......................................................................... 55

V. PENUTUP ..................................................................................................
1. Kesimpulan .............................................................................................. 60

viii
2. Saran-saran .............................................................................................. 62

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 64


LAMPIRAN-LAMPIRAN ............................................................................
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ......................................................................

ix
POLA INTEARAKSI SOSIAL ANTAR UMAT AGAMA
(STUDI KASUS DI KOMPLEK BUDHA TZU CHI KECAMATAN LUENG BATA)

Nama : Sri Ahmat Helmisyah


Nim : 321103020
Tebal Skripsi : 65
Pembimbing I : Safrilsyah, M. Ag. M.Si
Pembimbing II : M. Sahlan, M.Si

ABSTRAK

Penelitian ini membahas tentang pola interaksi sosial antar umat agama di Komplek
Buddha Tzu Chi Kecamatan Lueng Bata Kota Banda Aceh. Komplek Buddha Tzu Chi
yang dibangun paska tsunami 26 Desember 2004 silam, merupakan komplek yang
memiliki penganut agama yang berbeda-beda, baik ras, suku, adat, budaya, dan agama.
Paska relokasi, jumlah penduduk di Gampong Panteriek, tentunya membawa perubahan
sosial terhadap penduduk asli setempat, terutama dari segi agama yang berbeda, tentunya
masyarakat pendatang harus beradaptasi dan berinteraksi dengan masyarakat sesama
pendatang. Kondisi ini menarik untuk diteliti lebih jauh tentang masyarakat muslim dan
non muslim dan pola interaksi sosial antar umat agama di Komplek Buddha Tzu Chi,
tujuan kajian ini untuk mengetahui pola intersksi sosial antar umat agama dan juga untuk
mengetahui pendorong dan penghambat proses interaksi sosial antar umat agama.
Penelitian ini bersifat kajian lapangan (field Research), dan untuk mengumpulkan data di
lakukan dengan obsevasi dan mewawancarai beberapa responden yang sesuai dengan
pembahasan. Teknik penulisan berpedoman pada pola buku panduan penulisan skripsi
Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Ar-Raniry Darussalam-Banda Aceh 2013. Hasil
penelitian ini menemukan hubungan interaksi sosial antar umat agama di Komplek
Buddha Tzu Chi berjalan dengan baik, dilihat fenomena sekarang yang terjadi,
masyarakat non muslim di Komplek Buddha Tzu Chi sudah mampu membentuk
keharmonisan dalam hubungan antar umat agama, baik dalam suasana sesama non
muslim maupun dengan muslim, bentuk hubungan antara masyarakat muslim dengan non
muslim yang tercipta di Komplek Buddha Tzu Chi berupa hubungan baik, saling
bekerjasama, gotong royong, tolong menolong, saling menghormati dan menghargai.
Mewujutkan interaksi yang baik dalam sebuah masyarakat yang beragam kepercayaan
harus di dasari niat yang iklas dan komitmen dalam menjaga hubungan baik antara
muslim dan non muslim. Selanjutnya, masyarakat muslim telah mampu menciptakan
hubungan baik dengan non muslim, oleh karena itu hubungan antara masyarakat muslim
dengan masyarakat non muslim harus bisa di tegakkan dengan memberi kesempatan
kepada orang lain berpendapat, berinteraksi dan saling menjaga perasaan antar sesama
manusia.

v
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Paska tsunami yang melanda sebagian besar wilayah Provinsi Aceh pada

26 Desember 2004 silam, bermunculan banyak komplek perumahan penduduk

sebagai dampak dari relokasi yang dilakukan oleh pemerintah melalui Badan

Rehabilitasi dan Rekontsruksi Aceh (BRR) dan berbagai lembaga bantuan

internasional lainnya. Relokasi tersebut dilakukan karena sebahagian besar desa

yang berada di sepanjang pesisir pantai barat dan timur Aceh rusak bahkan hilang

di terjang gelombang tsunami. Masyarakat yang telah kehilangan kampung

halaman dan tempat tinggalnya kemudian direlokasi ke daerah baru yang jauh dari

pantai.

Perkampungan di daerah yang terkena dampak tsunami sebagian tidak

layak lagi dihuni bahkan tidak dapat di jadikan tempat pemukiman penduduk

sehingga mengharuskan penduduknya pindah dan membentuk pemukiman baru di

daerah yang telah dialokasikan oleh pemerintah dan didanai oleh berbagai

lembaga donor internasional yang bersimpati terhadap musibah tsunami Aceh.

Relokasi dan pengelompokan pemukiman baru dilakukan berdasarkan kampung,

namun ada juga yang berdasarkan etnis, agama, bahkan dicampur tanpa

memandang agama dan etnis. Kelompok-kelompok pemukiman baru inilah yang


2

sekarang dikenal dengan komplek-komplek perumahan pasca tsunami karena

bentuk rumah yang diseragamkan.

Salah satu komplek relokasi warga korban tsunami adalah Komplek

Budha Tzu Chi yang terletak di Gampong Panteriek Kecamatan Lueng Bata.

Komplek perumahan ini merupakan bantuan dari Yayasan Buddha Tzu Chi yang

berasal dari negara Taiwan yang di salurkan melalui cabang Yayasan Buddha Tzu

Chi Indonesia. Bantuan rumah yang dibagun oleh Yayasan Buddha Tzu Chi

berjumlah 750 rumah terdiri dari dua blok timur dan barat atau yang lebih dikenal

oleh masyarakat setempat dengan nama jalan Cinta Kasih Timur dan Cinta Kasih

Barat. Dalam dua jalan tersebut masing-masing mempunyai 12 lorong dan dalam

satu lorong tedapat 40 rumah hunian.

Paska relokasi, bertambahnya penduduk yang baru di Gampong Panteriek,

tentunya membawa perubahan sosial terhadap penduduk asli setempat dan juga

dinamika sosial bagi sesama masyarakat komplek itu sendiri yang memiliki latar

belakang yang berbeda terutama dari segi agama dan kebiasaan mereka lakukan

menurut ajaran yang dipercayai. Masyarakat komplek yang sudah menjadi

penduduk setempat harus beradaptasi dan berinteraksi kembali dengan sesama

masyarakat pendatang.

Di tempat tinggal masyarakat pendatang sekarang, tentu banyak tantangan

kehidupan interaksi sosial antara umat beragama yang mengharuskan mereka

beradaptasi dan berinteraksi untuk menemukan corak baru kehidupan

bermasyarakat yang harmonis. Persoalan ini menarik untuk diteliti, terutama

melihat bagaimana Pola Interaksi Sosial antar Umat Agama di Komplek


3

Buddha Tzu Chi Kecamatan Lueng Kota Bata Banda Aceh, dan bagaimana

mereka menyusaikan diri ketika mereka tinggal di wilayah baru.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis menemukan beberapa

permasalahan penting yang dapat dirangkum dalam bentuk pertanyaan inti berikut

ini:

1. Bagaimana pola interaksi sosial antar umat agama di Komplek Buddha Tzu

Chi Kecamatan Lueng Bata Kota Banda Aceh?

2. Faktor-faktor apa saja yang mendorong terjalinnya interaksi sosial antara umat

agama di Komplek Buddha Tzu Chi Kecamatan Lueng Bata Kota Banda Aceh?

3. Faktor-faktor apa saja yang menghambat terjalinnya interaksi sosial antar

umat agama di Komplek Buddha Tzu Chi Kecamatan Lueng Bata Kota Banda

Aceh?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pokok masalah di atas maka penulisan skripsi ini bertujuan:

1. Untuk mengetahui pola interaksi sosial antar umat agama di komplek Buddha

Tzu Chi Kecamatan Lueng Bata Kota Banda Aceh.

2. Untuk mengetahuai faktor yang mendorong interaksi sosial antar umat agama

di Komplek Buddha Tzu Chi Kecamatan Lueng Bata Kota Banda Aceh.
4

3. Untuk mengetahui faktor yang menghambat interaksi sosial antar umat agama

di Komplek Buddha Tzu Chi Kecamatan Lueng Bata Kota Banda Aceh.

D. Manfaat Penelitian

Penulisan skripsi ini diharapkan memberikan manfaat secara teoritis dan

praktis:

1. Manfaat teoritis, bahwa penulisan skripsi ini adalah untuk merumuskan nilai-

nilai interaksi antar umat agama dalam doktrin antar agama dalam bingkai

perbandingan.

2. Manfaat praktis, diharapkan dari hasil penelitian ini akan menambah khasanah

dan cakrawala berfikir serta menambah sikap toleransi dan kerukunan antar

umat agama.

E. Penjelasan Istilah

Supaya memudahkan dalam memahami pembahasan ini serta untuk

menghindari kesalahan penafsiran, maka penulis menjelaskan beberapa istilah

penting yang terdapat dalam skripsi ini. Istilah-istilah tersebut adalah :

1. Pola Interaksi Sosial

Dalam Kamus Bahasa Indonesia, pola artinya adalah “gambar, corak,

model, sistem, cara kerja, bentuk, dan struktur.”1 Sedangkan interaksi artinya hal

yang saling melakukan aksi, berhubungan, memengaruhi, dan antar

1
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Jakarta.PT
Gramedia Pustaka Utama. 2008), 1088.
5

hubungan. 2 Apabila kata pola dikaitkan dengan interaksi maka pola interaksi

adalah bentuk dasar cara komunikasi individu dengan individu atau individu

dengan kelompok atau kelompok dengan individu dengan memberikan timbal

balik antara pihak satu dengan yang lain dengan maksud atau hal-hal tertentu guna

mencapai tujuan.

Dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, M. Ali menyatakan bahwa pola

adalah gambar yang dibuat contoh (model). Jika dihubungkan dengan kata

interaksi maka pola interaksi adalah bentuk-bentuk dalam proses terjadinya

interaksi. 3 Interaksi yang bernilai pendidikan dalam dunia pendidikan ataupun

yang disebut dengan interaksi edukatif. Sebagai contoh dari pola interaksi adalah

dalam hal seorang guru menghadapi murid-muridnya yang merupakan suatu

kelompok manusia di dalam kelas. Di dalam interaksi tersebut pada taraf pertama

akan tampak bahwa guru mencoba untuk menguasai kelasnya supaya proses

interaksi berlangsung dengan seimbang, di mana terjadi saling pengaruh-

mempengaruhi antara kedua belah pihak. Sebagai contoh lain seorang guru

mengadakan diskusi di antara anak didiknya untuk memecahkan sebuah persoalan,

disinilah proses interaksi itu akan terjadi, adanya saling memberikan pendapat

yang berbeda satu sama lain.4 Pengaruh guru sebagai pengajar memiliki peran

penting utuk dapat mengatur jalannya kegiatan belajar mengajar melalui pola

interaksi di mana guru berperan sebagai pemberi aksi melalui pengajaran dan juga

bisa menjadi penerima aksi melalui pertanyaan-pertayaan yang diajukan oleh

2
Ibid, 542
3
Ibid,543
4
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Raja Gravindo Persada
2010),64.
6

siswa. Sebaliknya siswa pun memiliki peran yang sama dengan guru bisa sebagai

pemberi aksi melalui melalui pertanyaan-pertayaan yang diajukan olehnya dan

juga bisa menjadi penerima aksi melaui belajar dan mendengarkan. Namun,

kerjasama dapat sangat membantu dalam proses kegiatan belajar mengajar yang

diperlukan oleh guru dan siswa.

Dapat di simpulkan bahwa pola interasksi merupakan suatu cara, model,

dan bentuk-bentuk interaksi yang saling memberikan pengaruh dan

mempengaruhi dengan adanya timbal balik guna mencapi tujuan.

2. Umat

Seperti yang ditulis oleh Dr. M. Quraish Shihab, M. A., dalam bukunya

Wawasan Al-Qur’an : Tafsir Maudhu’i atas berbagai persoalan umat,

mendefinisikan bahwa ummah (bahasa Arab, bahasa Indonesia: umat) adalah

sebuah kata dan frasa dari bahasa Arab yang berarti: “masyarakat” atau “bangsa”.

Kata tersebut berasal dari kata amma-yaummu, yang berarti: “menuju”,

“menumpuh”, atau “meladeni”. Dari kata yang sama dapat berarti “ibu”, dan

imam yang berarti “pemimpin”.5

3. Agama

Kata "agama" berasal dari bahasa Sanskerta, agama yang berarti "tradisi"

atau "A" berarti tidak; "GAMA" berarti kacau. Sehingga agama berarti tidak

kacau. Dapat juga diartikan suatu peraturan yang bertujuan untuk mencapai

kehidupan manusia ke arah dan tujuan tertentu. Pengaruh guru dari sudut pandang

5
Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an,(Bandung: Mizan,1996), 324.
7

kebudayaan, agama dapat berarti sebagai hasil dari suatu kebudayaan, dengan kata

lain agama diciptakan oleh manusia dengan akal budinya serta dengan adanya

kemajuan dan perkembangan budaya tersebut serta peradabanya. Bentuk

penyembahan Tuhan terhadap umatnya seperti pujian, tarian, mantra, nyanyian

dan yang lainya, itu termasuk unsur kebudayaan. Sedangkan kata lain untuk

menyatakan konsep ini adalah religi yang berasal dari bahasa Latin religio dan

berakar pada kata kerja re-ligare yang berarti "mengikat kembali". Maksudnya

dengan bereligi, seseorang mengikat dirinya kepada Tuhan.6

Pengertian dan definisi agama menurut para ahli. Menurut Emile

Durkheim mengatakan bahwa agama adalah suatu sistem yang terpadu yang

terdiri atas kepercayaan dan praktik yang berhubungan dengan hal yang suci.

Sebagai umat beragama semaksimal mungkin berusaha untuk terus meningkatkan

keimanan melalui rutinitas beribadah, mencapai rohani yang sempurna

kesuciannya. Sedangkan menurut Bahrun Rangkuti, seorang muslim cendekiawan

sekaligus seorang linguis, mengatakan bahwa definisi dan pengertian agama

berasal dari bahasa Sansekerta; a-ga-ma. A (panjang) artinya adalah cara, jalan,

The Way, dan gama adalah bahasa Indo Germania; bahasa Inggris Togo artinya

jalan, cara-cara berjalan, cara-cara sampai kepada keridhaan kepada Tuhan.

Selain definisi dan pengertian agama berasal dari bahasa Sansekerta,

agama dalam bahasa Latin disebut Religion, dalam bahasa-bahasa barat sekarang

bisa disebut Religion dan Religious, dan dalam bahasa Arab disebut Din. Harun

Nasution mengatakan bahwa agama dilihat dari sudut muatan atau isi yang

6
Nurdinah Muhammad, Taslim HM. Yasin, H.M. Husein A. Wahab, Antropologi
Agama, (Darussalam Banda Aceh: Ar-Raniry Press, IAIN Ar-Raniry,2007), 20-21.
8

terkandung di dalamnya merupakan suatu kumpulan tentang tata cara mengabdi

kepada Tuhan yang terhimpun dalam suatu kitab, selain itu beliau mengatakan

bahwa agama merupakan suatu ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi.

Menurut A.M. Saefuddin, menyatakan bahwa agama merupakan

kebutuhan manusia yang paling esensial yang besifat universal. Karena itu, agama

merupakan kesadaran spiritual yang di dalamnya ada satu realitas di luar realitas

yang tampak ini, yaitu bahwa manusia selalu mengharap belas kasihan-Nya,

bimbingan-Nya, serta belaian-Nya, yang secara ontologis tidak bisa diingkari,

walaupun oleh manusia yang mengingkari agama (komunis) sekalipun.

Menurut Sultan Takdir Alisyahbana, agama adalah suatu sistem kelakuan

dan hubungan manusia yang pokok pada hubungan manusia dengan rahasia

kekuasaan dan kegaiban yang tiada terhingga luasnya, dan dengan demikian

sumber arti kepada hidup dan alam semesta yang mengelilinginya.

Menurut Sizi Ghazalba, menyatakan bahwa religi (agama) adalah

kecenderungan rohani manusia yang berhubungan dengan; alam semesta, nilai

yang meliputi segalanya, makna yang terakhir, hakikat dari semuanya.7

Dari ketiga pendapat tersebut, kalau di teliti lebih mendalam, memiliki

titik persamaan. Semua menyakini bahwa agama merupakan :

1. kebutuhan manusia yang paling esensial.

2. Adanya kesadaran di luar diri manusia yang tidak dapat di jangkau olehnya.

3. Adanya kesabaran dalam diri manusia, bahwa ada sesuatu yang dapat

membinmbing, mengarahkan dan mengasihi di luar jangkauanya.

7
Sizi Ghazalba, Pengantar Kebudayaan Sebagai Ilmu, (Jakarta: Pustaka Antara,1963),17.
9

F. Tinjauan Pustaka

Demi menjelaskan persoalan dan mencapai tujuan penelitian, maka perlu

di lakukan tinjauan pustaka guna mendapatkan kerangka berpikir yang dapat

mewarnai kerangka kerja serta memperoleh hasil sebagai di harapkan.

Dalam skripsi Ahmad Yusroni dengan judul “Hubungan Sosial Kegamaan

Umat Islam dan Hindu” bahwa hubungan sosial keagamaan apabila dikelola

dengan tepat maka akan menumbuhkan semangat kebersamaan dengan cara

kerjasama. Dan sebaliknya. apabila tidak dikelola dengan tepat akan menjadi

sumber perpecahan dan permusuhan dalam masyarakat.8

Skripsi Mardiani dengan judul Pola Interaksi Masyarakat Dengan

Pesantren Darul Amilin Dikecamatan Labuhan Haji Timur Aceh Selatan) bahwa

faktor pendorong terjadinya interaksi masyarakat dengan pesantren Darul Amilin

berdasarkan kerjasama antara masyarakat dengan pesantren sehingga terjalinlah

interaksi dalam lingkungan masyarakat dengan pesantren dan masyarakat sekitar.9

Sedangkan penelitian yang berhubungan dengan interaksi sosial adalah

penelitian Abidin Rafa’I dengan judul “Interaksi Sosial Keagamaan Pedangan

Angkirangan Di Kelurahan Nanpilan Kecamatan Kota Gedeh Yogyakarta”

dijelaskan bentuk-bentuk interaksi di mana aktivitas pedangan Angkirangan di

8
Ahmad Yusroni, Hubungan Sosial Kegamaan Umat Islam dan Hindu, (Cirebon: Skripsi
Mahasiswa fakultas Ushuluddin IAIN Syekh Nurjati,2006),
9
Mardian, Pola Interaksi Masyarakat Dengan Pesantren Darul Amilin (Studi kasus di
Desa Gunung Rotan Kecamatan Labuhan Haji Timur Kabupaten Aceh Selatan, 2014)
10

Rojowinangan digolongkan dalam tiga bentuk, yaitu aktivitas sosial, aktivitas

keagamaan, dan aktivitas sosial keagamaan.10

Berdasarkan tinjauan pustaka diatas maka penulis ingin meneliti lebih

dalam tentang pola interaksi sosial antar umat agama di Komplek Buddha Tzu Chi,

kecamatan Lueng Bata,Kota Banda Aceh, dengan fokus penelitian meliputi

kejasama, pendorong dan penghambat interaksi sosial masyarakat di Komplek

Buddha Tzu Chi.

G. Landasan Teori

Landasan teori yang digunakan dalam penulisan ini adalah teori interaksi

sosial. Definisi interaksi sosial menurut Thomas adalah pola sosial yang dibuat

oleh suatu masyarakat berupa aturan yang mengatur interaksi manusia. Dalam

bukunya Syimbols, Selves, and Society : Understanding Interakction David A.

Karp dan W. C Yoels yang dikutip dari buku Kamayton Sunarto, menyebutkan

tiga jenis aturan, yaitu aturan mengenai ruang, mengenai waktu, dan mengenai

gerak dan sikap tubuh.11

Menurut Edward T. Hall yang dikutip dari buku Komanto Sunarto bahwa

bahwa interaksi dijumpai aturan tertentu dalam hal penggunaan ruang.

Pengamatan terhadap pengunaan ruangan beserta teori-teorinya Hall dinamakan

proxemics. Dari penelitiannya, Hall menyimpulkan bahwa dalam situasi sosial

10
Abidin Rifa’I, Interaksi Sosial Keagamaan Pandangan Angkringa, (Sudi di Kelurahan
Rejowinangan Kecamatan Kota Gedhe Yogyakarta) Skripsi, Fakultas Ushuluddin, UIN
Sunankalijaga Yogyakarta, 2006)
11
Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi, (Jakarta : Lembaga Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia, 2004), 37.
11

orang cenderung mengunakan empat macam jarak : jarak intim (intmate distance),

jarak pribadi (personal distance), jarak sosial (social distance), dan jarak public

(public distance). Masing-masing jarak dibagi lagi dalam dua tahap: tahap dekat

dan tahap jauh.

Menurut Hall, perangkat penting dalam interaksi adalah orang lain

membaca perilaku seseorang bukan menurut pandangan sediri. Hall mengatakan

komunikasi nonverbal (nonverbal communication) atau bahasa tubuh (body

language), merupakan merupakan komunikasi awal manusia sebelum ada bahasa

lisan.12

Interaksi sosial menurut Shaw dalam tulisan Ali, disebutkan bahwa

interaksi sosial merupakan suatu pertukaran antara pribadi masing-masing orang

yang menujukkan perilakunya satu sama lain dalam kehadiran mereka masing-

masing perilaku mempengaruhi satu sama lain. Dalam hal ini tindakan yang

dilakukan seseorang dalam suatu interaksi merupakan stimulus bagi individu yang

lain yang menjadi pasangannya.13

Drs. H. M. Husein A. Wahab, Drs. Fuadi, M. Hum, dkk, dalam bukunya

yang berjudul Pembinaan Kerukunan Hidup Umat Beragama, menyatakan

bahwa dengan adanya interaksi sosial merupakan suatu upaya yang sangat

strategis dan efektif dalam menjawab semua persoalan yang terjadi antara

pemeluk agama. Dalam Islam dikenal dengan adanya dokrin teologis “lakum

dinukum wali yadin” (al-Kafirun: 6). Islam senantiasa menjaga hubungan

12
Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi, (Jakarta : Lembaga Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia, 2004), 38.
13
Haryanto, Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial, diposkan pada 19 Februari 2011,
http://belajarpsikologi.com/tag/teori -interaksi-sosial/ diakses pada tanggal 29 April 2015 pukul
11.18 WIB
12

harmonis para penganutnya dengan penganut agama lain, bahwa tiada paksaan

dalam memilih atau menentukan suatu agama (la ikraha fi al-din).14

Richard N. Bender yang dikutip dari buku Kerukunan Hidup Umat

Beragama menyebutkan bahwa manusia akan bermakna kehidupannya ketika

berinteraksi dengan pribadi-pribadi lainya.15

Elly M. Setadi mengatakan bahwa ada empat faktor yang mendasari

berlangsungnya interaksi sosial, yaitu faktor imitasi, faktor sugesti, faktor

identitas dan faktor simpati. 16 Sedangkan menurut Gillin dan yang dikutip dari

buku Elly M. Setiadi bahwa ada dua macam proses sosial yang timbul sebagai

akibat interaksi sosial, yaitu:17

a. Proses Asosiatif, terbagi dalam tiga bentuk khusus yaitu akomondasi,

asimilasi, dan akulturasi.

b. Proses Disosiatif, mencakup persaingan yang meliputi “ contravention” dan

pertentangan pertikaian.

H. Me tode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian lapangan

(field research) yaitu penelitian yang dilakukan dalam kancah sebenarnya, dengan

14
M. Husein A. Wahab et al., Pembinaan Kerukunan Hidup Umat Beragama: Refleksi
Cendikiawan Menuju Kesadaran dan Kesatuan Umat, (Banda Aceh: Ar-Rijal, 2004), 15.
15
Ibid, 15
16
Elly M. Setiadi, kama A. Hakam, Ridwan Effendi, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar,
(Jakarta : Kencana Prenata Media Group, 2010), 93.
17
Ibid, 97.
13

mengamati secara langsung realitas yang terjadi ditempat kejadian, khususnya

realitas menyangkut pola interaksi sosial yang terjadi di masyarakat.18

Fokus kajian penelitian ini ada pada pelaksanaan dari interaksi antar umat

agama sehingga dapat mengungkapkan relasi yang ada di antara perbedaan paham

dalam isu-isu kontenporer saat ini.

2. Sumber Data

a. Sumber Primer

Data primer didapat langsung dari objek, yaitu warga Komplek Buddha

Tsu Chi kecamatan Lueng Bata, baik melalui wawancara maupun data lainya

yang sesuai keperluaan penelitian.

Data sekunder merupakan buku-buku bacaan, majalah, jurnal, dan yang

lainnya yang dapat dijadikan referensi dan dianggap berkaitan dengan judul

penelitian dan tujuan dari penelitian.

3. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang akan dilakukan

adalah:

a. Teknik observasi yaitu pengamatan langsung ke tempat penelitian tersebut.

b. Teknik wawancara yaitu melakukan tanya jawab yang mendalam secara

langsung kepada respondennya.

18
Kartini Kartono, Pengantar Riset Sosial, (Bandung Manda Maju 1990), 32.
14

c. Teknik dokumentasi yaitu mengumpulkan data-data yang sudah terbukti

kebenaran dari wawancara yang ada.

d. Teknik Kepustakaan yaitu mengumpulkan data-data yang ada dibuku yang

relevansi dengan penelitian.

4. Metode Analisis Data

Dalam penelitian ini penulis mengunakan metode deskriptif, yaitu suatu

metode penelitian yang menguraikan sifat atau karakteristik dari suatu fenomena

tertentu, di mana data dikumpulkan terlebih dahulu untuk kemudian dianalisa.

Untuk mengetahui pola interaksi sosial antar umat agama, peneliti

menganalisa data dengan jalan menggunakan studi lapangan yang seksama

melalui wawancara bebas terpimpin sebagai metode pokok dan observasi

partisipasi sebagai pelengkap. Tujuan yang telah digariskan di atas akan dapat

dicapai melalui analisa yang akan ditempuh dengan cara menghubungkan data

yang diperoleh satu sama lain, kemudian disusun kategori-kategori tertentu,

dibandingkan serta dicari saling hubungannya. Dengan cara ini diharapkan akan

ditemukan konsep-konsep dan kesimpulan-kesimpulan yang menjelaskan data.

Penelitian ini juga mengunakan metode komperaktif, yaitu metode yang

berupaya membandingkan data temuan di lapangan dan menghubungkannya

dengan teori pola interaksi sosial antara umat agama dengan melihat secara

langsung dinamika masyarakat muslim dan non muslim yang berada di Komplek

Buddha Tzu Chi.


15

BAB II

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

A. Sejarah Terbentuknya Gampong Panteriek

Gampong Panteriek merupakan gampong yang berada pada pinggiran

terusan Krueng Aceh yang terhubung hingga ke laut, berdasarkan cerita lama, kata

Pante (Pantai: Bahasa Indonesia) di karenakan letak gampong yang berada di

pantai terusan Krueng Aceh. Sedangkan Riek merupakan nama buah kelapa tua

dalam bahasa Aceh, di karenakan di pinggiran pantai tersebut banyak ditemukan

batang kelapa. Sehingga di sebutlah dengan Gampong Panteriek. Gampong

Panteriek dulunya tunduk pada Kabupaten Aceh Besar, lalu pada tahun 1985,

Gampong Panteriek berubah status kota, yaitu dengan terbentuknya Kotamadya

Banda Aceh dan dan menjadi salah satu gampong yang berada dalam kecamatan

Lueng Bata.

Gampong Panteriek merupakan gampong yang terletak di Kecamatan

Lueng Bata dengan luas wilayah 50 Ha. Adapun batas Gampong Panteriek adalah

sebagai berikut:

Utara : Gampong Lamseupeng

Selatan : Gampong Lueng Bata

Timur : Sungai Krueng Aceh

Barat : Jalan T. Imeum Leung Bata


16

Jumlah dusun yang ada di Gampong Panteriek terdiri atas 4 (empat) dusun

yaitu, Dusun Kali, Dusun Bambu, Dusun Jeumpa / Cinta Kasih Timur, Dusun

Seulanga / Cinta Kasih Barat

Dusun Kali dan Dusun Bambu merupakan dusun yang sudah terbentuk

sejak lama, sedangkan Dusun Jeumpa dan Seulanga atau lebih dikenal dengan

Kompek Buddha Tzu Chi baru terbentuk setelah terjadinya musibah Gempa Bumi

dan Tsunami.

Sejarah terbentuknya dua dusun Cinta Kasih Timur dan Cinta Kasih Barat

berawal ketika terjadi gempa dan tsunami yang melanda Aceh pada tahun 2004.

Paska musibah itu selesai terjadi banyak bantuan dari luar dan dalam negeri

masuk ke Aceh untuk memberi bantuan kemanusia dan juga bantuan infatruktur di

tanah Aceh.

Salah satunya bantuan di atas dari Yayasan Buddha Tzu Chi yang berasal

dari negara Taiwan, dan disalurkan melalui cabang Yayasan Buddha Tzu Chi

Indonesia. Bantuan tersebut berupa tempat tinggal atau rumah bagi korban gempa

dan Tsunami Aceh. Bantuan rumah yang dibagun oleh Yayasan Buddha Tzu Chi

berjumlah 750, yang terbagi dua blok yaitu blok timur dan blok barat atau yang

lebih dikenal oleh masyarakat setempat Cinta Kasih Timur dan Cinta Kasih Barat.

Dalam dua blok tersebut, masing-masing mempunyai 12 lorong. Dalam satu

lorong terdapat 40 rumah hunian. 1

1
Hasil Wawancara dengan Bapak Afifuddin, Keuchik Gampong Panteriek (4 September
2015)
17

1. Daftar kepala Desa / Keuchik Gampong Panteriek

Susunan Geuchik dan Lurah dari masa ke masa sejak tahun 1950 sampai

sekarang :

Table 1.1
Daftar Kepala Desa / Keuchik Gambong Panteriek
No Tahun Keuchik Sekretaris
1 1950 – 1955 Ismail -
2 1955 – 1960 Ahmad -
3 1960 – 1965 Budiman -
4 1965 – 1975 M. Daud -
5 1975 – 1985 Husen -
6 1985 – 1990 M. Dahlan -
7 1990 – 2000 Hadji Jakfar -
8 2000 – 2005 Adnan H. Nurdin Drs. Rizal Daud

9 2000 – 2011 Drs. Buchari Azwir, S.Pd.I


10 2011 Azwil, S.Pd.I
Sumber data dari Kantor Keuchik Gampong Panteriek

Dari table di atas bisa dilihat bahwa yang paling lama menjadi sebagai

Keuchik Panteriek adalah Husen dari tahun 1975-1985

2. Daftar Tuha Peut atau Pemuka Masyarakat Gampong Panteriek

Susunan Tuha Peut Atau Pemuka Masyarakat Gampong Panteriek Sebagai

berikut:
18

Tabel 2.1
Daftar Tuha Peut/ Pemuka Masyarakat Gampong Panteriek

No Nama Jabatan Agama


1 Drs. Johan Ali Ketua Islam
2 Zakaria Wakil Ketua Islam
3 H. Surya Dharma. SE Anggota Islam
4 Adnan HN Anggota Islam
5 Mukhlis.K. Sos Anggota Islam
6 Drs. Zulkifli Ahmad.N.Sc Anggota Islam
7 Azwal Anggota Islam
8 Rahmat Khadafi Anggota Islam

Dari tabel diatas dapat dilihat nama-nama Tuha Peut atau pemuka

masyarakat Gampong Panteriek yang menjabat di gampong tersebut.

B. Letak Geografis Gampong Panteriek

Gampong Panteriek adalah satu dari 9 (Sembilan) gampong di Kecamatan

Lueng Bata Kota Banda Aceh. Gampong Panteriek adalah terdiri dari empat

dusun, yaitu Dusun Kali, Dusun Bambu, Dusun Jumpa, dan Dusun Seulanga.

Pada umumnya masyarakat desa Panteriek beragama Islam, Kristen Protestan,

Khatolik, dan Budha.

Secara Geografis Gampong Panteriek merupakan yang terletak

dikecamatan Lueng Bata dengan luas wilayah 50 Ha, adapun batas-batas

Gampong Panteriek adalah sebagai berikut

 Utara : Gampong Lamseupeng

 Selatan : Gampong Lueng Bata

 Timur : Sungai Krueng Aceh


19

 Barat : Jalan T. Imuem Lueng Bata

Gambar 1.1
Peta Gampong Panteriek

Di bawah ini merupakan daftar tabel nama gampong, Luas (Ha), jumlah

kepala keluarga dan penduduk dalam Kecamatan Lueng Bata Tahun 2013 Adalah

sebagai berikut :
20

Tabel 3.1
Luas Gampong, Banyaknya Kepala Keluarga dan Penduduk Gampong
dalam Kecamatan Lueng Bata

No Gampong Luas Gampong


1 Lamseupeng 76,8
2 Panterik 51,3
3 Sukadamai 30,2
4 Lampaloh 13,3
5 Blang Cut 52,2
6 Lueng Bata 69,4
7 Batoh 133,5
8 Cot Masjid 33,6
9 Lamdom 73,8
Jumlah 534,1
Sumber Badan Pusat Statistik Banda Aceh, 2013

Dari data di atas bisa di lihat bahwa gampong yang paling luas dalam

Kecamatan Lueng Bata adalah Gampong Batoh. Luas Gampong tersebut

mencapai 133,5 Ha. Sementara gampong yang paling kecil adalah Gampong

Lampaloh.2

C. Penduduk Dan Rumah Ibadah

1. Penduduk

Berdasarkan data tahun 2012 dalam laporan statistik Kecamatan Lueng

Bata dalam angka 2013 Penduduk tetap Gampong Panteriek berjumlah 4.416 Jiwa

yang terbagi dalam 1.266 kepala keluarga dengan rincian, 2.304 jiwa laki-laki dan

2.112 jiwa perempuan.

2
Badan Statistik Kota Banda Aceh, Kecamatan Lueng Bata Dalam Angka 2014, (Banda
Aceh; BPS 2014), 19.
21

a. Jumlah Penduduk Berdasarkan gampong dalam Kecamatan Lueng Bata


tahun 2013

Jumlah keseluruhan penduduk Kecamatan Lueng Bata sebanyak 26.410

mereka terbagi kedalam 9 gampong yaitu sebagai berikut:

Tabel 4.1

Jumlah Penduduk Berdasarkan Gampong Dalam Kecamatan Lueng Bata


Tahun 2013

No Gampong Jumlah
1 Lamseupeung 2.969
2 Panteriek 4.416
3 Sukadamai 1.629
4 Lampaloh 662
5 Blang Cut 1.766
6 Lueng Bata 3.186
7 Batoh 5.875
8 Cot Masjid 4.029
9 Lamdom 1.878
Jumlah 26.410

Dari tabel diatas bisa dilihat gampong yang paling banyak penduduknya

berdasarkan kecamatan adalah Gampong Batoh 5.875 jiwa, dan paling sedikit

jumlah penduduk menurut gampong berdasarkan kecamatan adalah Gampong

Lampaloh 662 jiwa.3

3
Badan Statistik Kota Banda Aceh, Kecamatan Lueng Bata Dalam Angka 2014, (Banda
Aceh; BPS 2014), 24.
22

b. Jumlah Penduduk menurut Jenis Kelamin Berdasarkan Gampong dalam


Kecamatan Lueng Bata Tahun

Dari jumlah keseluruhan penduduk gampong dalam kecamatan Lueng

Bata sebanyak 26.410 jiwa terbagi dalam masing-masing gampong yang terbagi

dalam 9 gampong sebagai berikut:

Tabel 4.2

Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin Berdasarkan Gampong Dalam


Kecamatan Lueng Bata Tahun 2013

No Banyaknya Penduduk Jumlah


Gampong Laki- Laki Perempuan
1 Lamseupeung 1267 1702 2969
2 Panteriek 2304 2112 4416
3 Sukadamai 816 813 1629
4 Lampoloh 376 286 662
5 Blang Cut 971 795 1766
6 Lueng Bata 1630 1556 3186
7 Batoh 2821 3054 5875
8 Cot Masjid 1923 2106 4029
9 Lamdom 944 934 1878
Jumlah 13.052 13.358 26.410
Sumber Badan Pusat Statistik Banda Aceh, 2013

Dari tabel di atas bisa dilihat jumlah penduduk menurut jenis kelamin

berdasarkan gampong dalam Kecamatan Lueng Bata yang paling banyak adalah

Gampong Batoh di mana laki-laki yang jumlah 2.821 jiwa, sedangkan yang

perempuan yang jumlah 3054 jiwa, dan jumlah penduduk menurut jenis kelamin

berdasarkan gampong dalam kecamatan Lueng Bata yang paling sedikit adalah
23

Gampong Lampaloh dimana laki-laki yang berjumlah 376 Jiwa, sedangkan

perempuan yag berjumlah 286 Jiwa.4

c. Jumlah Penduduk menurut Agama berdasarkan Gampong dalam


Kecamatan Lueng Bata Tahun 2013

Dari jumlah keseluruhan penduduk gampong menurut agama dalam

kecamatan Lueng Bata sebanyak 26.410 jiwa dalam 5 agama adalah sebagai

berikut:

Tabel 4.3

Jumlah Penduduk Menurut Agama Berdasarkan Gampong dalam


Kecamatan Lueng Bata Tahun 2013

No Gampong Banyak Pemeluk Agama Jumlah


Islam Protestan Katolik Hindu Budha
1 Lamseupeng 2958 11 0 0 0 2969
2 Panteriek 4178 29 12 7 190 4416
3 Sukadamai 1.629 0 0 0 0 1629
4 Lampaloh 662 0 0 0 0 662
5 Blang Cut 1764 0 0 0 2 1766
6 Lueng Bata 3184 2 0 0 0 3186
7 Batoh 5875 0 0 0 0 5875
8 Cot Masjid 4029 0 0 0 0 4029
9 Lamdom 1878 0 0 0 0 1878
Jumlah 2013 26157 42 12 7 192 26.410

Sumber Badan Statistik Banda Aceh, 2013

Dari tabel di atas dapat dilihat jumlah keseluruhan penduduk menurut

Agama dalam gampong berdasarkan Kecamatan Lueng Bata yang paling banyak

4
Badan Statistik Kota Banda Aceh, Kecamatan Lueng Bata Dalam Angka 2014, (Banda
Aceh; BPS 2014), 21.
24

adalah Gampong Batoh yang beragama Islam 5875 jiwa, agama Buddha yang

paling banyak penduduknya Gampong Panteriek 190 jiwa, agama Protestan yang

paling banyak Gampong Panteriek 42 jiwa, agama Katolik yang paling banyak

penduduknya Gampong Panteriek 12 jiwa, agama Hindu penduduknya paling

banyak adalah Gampong Panteriek jumlahnya 7 jiwa.

Jumlah penduduk menurut agama berdasarkan gampong di Kecamatan

Lueng Bata yang paling sedikit yaitu Gampong Lampaloh yang beragama Islam

662 jiwa, Protestan Gampong Lueng Bata 2 jiwa, Budha yang paling sedikit

pendudunya Gampong Cot Masjid 2 jiwa.5

Panteriek adalah jumlah pemuluk yang paling banyak di gampong tersebut

Agama Budha 190 jiwa, sedangkan jumlah pemeluk agama yang paling kecil di

gampong tersebut Agama Hindu 7 jiwa. Dari 100% masyarakat Gampong

Panteriek 70% masyarakat Agama Islam 30% antara masyarakat Buddha,

Protestan, dan Katolik.

5
Badan Pusat Statistik Kota Banda Aceh, Kecamatan Lueng Bata dalam Angka 2014,
(Banda Aceh; BPS 2014), 22.
25

Tabel 4.4

Jumlah Penduduk Menurut Agama Berdasarkan Dusun dalam Gampong


Panteriek Tahun 2015

Nama Dusun
No Agama Kali Bambu Jumpa/Timur Seulanga/Barat
1 Islam 990 1.300 1.135 1.175
2 Protestan 0 0 49 31
3 Katolik 0 0 13 27
4 Budha 0 0 106 100
Jumlah 990 1.300 1.303 1.333
Total 4.926
Sumber Data Bulanan Gampong Panteriek , 2015

Dari tabel di atas bisa dilihat jumlah keseluruhan penduduk Gampong

4.946 jiwa. Jumlah penduduk menurut agama berdasarkan dusun dalam Gampong

Panteriek paling banyak penduduk adalah Agama Buddha yang berjumlah 106

berada di dusun Jumpa (Timur) Sedangkan penduduk yang paling rendah

penduduknya adalah agama Hindu yang berjumlah 9 jiwa di Dusun Seulanga

(Barat).6

2. Sarana Rumah Ibadah

Sarana rumah ibadah di Gampong Panteriek Kecamatan Lueng Bata Kota

Banda Aceh. Menurut data penelitian yang sudah dilakukan, bahwa sanya tidak

terdapat rumag ibadah bagi non muslim. Bagi non Muslim yang ingin beribadah,

maka non muslim harus melakukannya di rumah ibadah mereka yang terletak di

kawasan Kota Banda Aceh.

6
Data Laporan Bulanan Penduduk Kecamatan Lueng Bata tahun 2015, kantor Keuchik
Panteriek., diakses pada 24 Agustus 2015.
26

Tabel 5.1

Jumlah Sarana Peribadatan Gampong Panteriek dalam Kecamatan Kuta


Alam
No Gampong Masjid Meunasah Gereja Pura Wihara Jumlah
1 Lamseupeng 0 1 0 0 0 1
2 Panteriek 1 1 0 0 0 1
3 Sukadamai 0 1 0 0 0 1
4 Lampaloh 0 1 0 0 0 1
5 Blang Cut 0 1 0 0 0 1
6 Lueng Bata 1 1 0 0 0 2
7 Batoh 1 4 0 0 0 5
8 Cot Masjid 1 2 0 0 0 3
9 Lamdom 1 0 0 0 0 1
Jumlah 5 12 0 0 0 17
Sumber Badan Statistik Banda Aceh, 2013

Berdasarkan tabel di atas yang sudah di kumpulkan oleh peneliti, bahwa

sanya tidak ada satupun sarana ibadah bagi masyarakat non muslim di Kecamatan

Lueng Bata. Sarana yang ada di tabel diatas dapat dilihat jumlah keseluruhan

sarana peribadatan menurut gampong dalam Kecamatan Lueng Bata rata-rata

sarana ibadahnya seperti masjid hanya 1, yang paling banyak adalah Gampong

Batoh jumlahnya 4 meunasah. Sedangkan sarana ibadah non Islam tidak ada sama

sekali.7

7
Badan Pusat Statistik Kota Banda Aceh, Kecamatan Lueng Bata Dalam Angka 2014,
(Banda Aceh; BPS 2014), 27.
27

Tabel 5.2

Jumlah Sarana Pendidikan Tingkat TK, SD, SMP menurut Gampong dalam
Kecamatan Lueng Bata

TK SD SMP
No Gampong Negeri Swasta Negeri Swasta Negeri Swasta Jumlah
1 Lamseupeng 0 0 0 0 0 0 0
2 Panteriek 1 0 1 0 1 0 3
3 Sukadamai 0 1 0 0 0 0 1
4 Lampaloh 0 0 0 0 0 0 0
5 Blang Cut 0 0 0 0 0 0 0
6 Lueng Bata 0 1 1 0 0 1 3
7 Batoh 0 2 1 0 0 0 3
8 Cot Masjid 0 3 1 0 1 0 5
9 Lamdom 0 1 0 0 0 0 1
Jumlah 1 8 4 0 2 1 16
Sumber Badan Statistik Banda Aceh, 2013

Tabel 5.3

Jumlah Sarana Pendidikan Tingkat SMA, dan SMK menurut Gampong


dalam Kecamatan Lueng Bata

SMA SMK
No Gampong Negeri Swasta Negeri Swasta Jumlah
1 Lamseupeng 0 0 0 0 0
2 Panterik 0 0 0 0 0
3 Sukadamai 0 0 0 0 0
4 Lampaloh 0 0 0 0 0
5 Blang Cut 1 0 0 0 1
6 Lueng Bata 0 0 0 0 0
7 Batoh 0 0 0 0 0
8 Cot Masjid 0 0 0 0 0
9 Lamdom 0 0 0 0 0
Jumlah 1 0 0 1 1
Sumber Badan Statistik Kota Banda Aceh, 2013
28

Tabel 5.4
Jumlah Sarana Pendidikan Tingkat Pesantren dan Perguruan Tinggi
menurut Gampong dalam Kecamatan Lueng Bata

Pondokpesantren PerguruanTinggi
No Gampong Negeri Swasta Negeri Swasta Jumlah
1 Lamseupeng 0 0 0 0 0
2 Panteriek 0 0 0 0 0
3 Sukadamai 0 1 0 1 2
4 Lampaloh 0 0 0 0 0
5 Blang Cut 0 0 0 0 0
6 Lueng bata 0 2 0 0 2
7 Batoh 0 0 0 2 2
8 Cot Masjid 0 0 0 0 0
9 Lamdom 0 0 0 0 0
Jumlah 0 3 0 3 6

Sumber Badan Statistik Kota Banda Aceh, 2013

Dari keseluruhan banyaknya prasana pendidikan TK, SD, SMP, SMA,

SMK Negeri dan Swasta di gampong Panteriek hanya terdapat 3 sarana

pendidikan yang ada di gampong tersebut yaitu tingkat TK, SD, dan SMP Negeri,

yang lainnya antara Pesantren, Perguruan Tinggi di Gampong Panteriek tidak

tidak memiliki sarana pendidikan.8

Dari data yang penulis dapatkan dari Gampong Panteriek. Gampong

Panteriek merupakan gampong yang berada di Kecamatan Lueng Bata Kota

Banda Aceh, dalam Gampong Panteriek terdapat dapat sebuah perumahan Buddha

Tzu Chi yang di bangun paska tsunami Aceh 26 Desember 2004 silam.

Komplek Buddha Tzu Chi tidak hanya terdapat masyarakat muslim saja yang

tinggal di tempat tersebut, tetapi juga ada masyarakat non muslim yang tinggal

dalam Komplek Buddha Tzu Chi.

8
Badan Statistik Kota Banda Aceh, Kecamatan Lueng Bata Dalam Angka 2014, (Banda
Aceh; BPS 2014), 28-30.
29

Komplek Buddha Tzu Chi memiliki sarana dan prasarana yang lumayan

lengkap. Misalnya dari tinggkat struktur gampong lengkap dan juga saranan

pendidikan dari tingkat TK sampai SMP berada dalam komplek tersebut.


30

BAB III

KONSEP DASAR INTERAKSI SOSIAL

A. Pengertian Interaksi Sosial

Interaksi merupakan suatu hubungan individu dengan individu, di mana

individu satu dapat mempengaruhi individu lainnya sehingga terdapat hubungan

timbal balik.1 Sedangakan menurut Soerjono Soerkanto interaksi adalah hubungan

timbal balik antara satu dengan yang lainya. Interaksi sosial ini dapat terjadi

dengan kelompok-kelompok manusia lainnya sebagai kesatuan biasanya tidak

menyangkut pribadi anggota-anggotanya.2

Interaksi sosial merupakan inti dari proses sosial, yang merupakan

hubungan timbal balik antara berbagai bidang kehidupan yang mencakup bidang

politik, ekonomi, sosial, hukum, pendidikan dan keagamaan. Lebih lanjut

interaksi masyarakat dengan keagamaan merupakan proses hubungan timbal balik

dimana masyarakat bisa menjaga perdamaian antar agama yang lebih baik di masa

depan.3

Thibaut dan Kelley mendefinisikan interaksi sebagai peristiwa saling

mempengaruhi satu dengan yang lainnya, ketika orang berkomunikasi satu

1
Bimo Walgito, Psikologi Sosial Suatu Pengantar (Yogyakarta: CV Andi Offset, 2003),
65.
2
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Raja Gravindo Persada 2010),
61.
3
Soerjono Soekanto, Mustafa Abdullah, Sosiologi Hukum Dalam Masyarakat, (Jakarta:
CV Rajawali, 1987), 50.
31

dengan lainnya.4 Menurut Boneer, adalah suatu hubungan dua orang atau lebih, di

mana tingkah laku individu yang satu mempengaruhi, mengubah atau

memperbaiki tingkah laku individu yang lain.5

Interaksi sosial merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas

sosial lainya dalam proses sosial merupakan bentuk-bentuk khusus interaksi sosial.

Interaksi sosial adalah hubungan-hubungan antara perorangan dengan antara

kelompok-kelompok manusia maupun antara perorangan dengan kelompok

manusia apabila dua orang bertemu maka interaksi sosial itu dimulai saat itu.

mereka saling menegur, berjabat tangan, saling berbicara satu sama lainnya.

Aktivitas-aktivitas semacam itu merupakan bentuk pola interaksi.6

Menurut Walgito dalam berinteraksi perlu diperhatikan batas-batas atau

sebagai makluk dalam hubungan sosial. 7 Dalam hubungan sosial ada beberapa

aspek –aspek yang perlu diperhatikan yaitu:

1. Adanya pelaku yang terdiri dari dua individu atau lebih

2. Adanya jalur unsur waktu, baik dalam bentuk sekarang ataupun waktu yang

akan datang.

3. Adanya unsur jarak misalnya seseorang dapat berhubungan dengan orang lain

melalui telepon, surat dan lain-lainnya.

4. Adanya unsur objek atau sasaran tertentu.

4
Muhammad Ali Asrori, Psikologi Remaja: Perkembangan Peserta Didik, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2010), 87.
5
Bonner dalam Garungan, Psikologi Sosial,(Bandung Fresco 2009), 62.
6
Soejono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada 2010),
55.
7
Abu Ahmadi, Psikologi Sosial, (Jakarta: Rineka Cipta 1991), 53.
32

Manusia diciptakan sebagai makluk multimensional yang memiliki akal

pikiran dan kemampuan berinteraksi secara personal maupun sosial. Karena itu

disebut sebagai makhluk yang unik, yang memiliki kemampuan sosial sebagai

makluk individu dan makhluk sosial.8

B. Bentuk-bentuk Interaksi Agama

Interaksi sosial keagamaan terjadi dalam tiga bentuk, yaitu; intrakomunal,

interkomunal dan ekstra-komunal. Intrakomunal merupakan interaksi yang terjadi

dalam komunitas tertentu seperti dalam internal komunitas muslim atau

komunitas Kristen. Ia tidak bercampur dalam komunitas yang lain sehingga sering

sekali menimbulkan sikap ekslusifisme, tertutup dan menjaga jarak dengan

komunitas yang lain. Sementara interkomunal merupakan interaksi yang terjadi

antar komunal baik atas nama etnis atau agama. Misalnya antara orang muslim

dengan Kristen, atau Hindu dengan Budha. Sementara interaksi ektrakomunal

berdiri di atas kedua pola interaksi tersebut.

Soerjono Soetanto berpendapat bahwa interaksi sosial keagamaan dalam

bentuk yang disebutkan di atas merupakan hubungan-hubungan yang dinamis

yang menyangkut hubungan antara individu, kelompok, maupun individu dengan

kelompok. Apabila dua orang bertemu lebih dari dua orang, bahkan mewakili

identitas sosial masing-masing seperti identitas dinamis lagi.

8
Burhan Bungin, Sosiologi Kominikasi, (Jakarta: Kencana Prenata Media Grup, 2006),
25.
33

Menurut Soerjono, berlangsung suatu proses interaksi sosial didasarkan

pada berbagai faktor, di antaranya adalah faktor imitasi, sugesti, identifikasi dan

simpati. Yang dimaksud dengan imitasi adalah proses meniru tidak tanduk atau

perilaku orang lain. Proses ini menurut Soejono tidak selalu berdampak positif

karena bisa jadi yang ditiru adalah tindakan-tindakan yang menyimpang. Selain

itu, imitasi juga dapat melemahkan atau dapat mematikan pengembangan daya

kreasi seseorang. Demikian juga dengan sugesti yang hampir sama dengan imitasi.

Sementara idenfikasi dan simpati masih lebih baik karena memiliki ruang

kreaatifitas bagi masing-masing pihak yang melakukan interaksi.

Interaksi sosial paling kurang memiliki empat pola, yaitu kerjasama

(cooperation), persaingan (competition), pertentangan dan pertikaian (conflict)

dan akomodasi (accomondation). Akomondasi adalah bentuk interaksi yang

terjadi akibat proses penyelesaian konflik yang mengalami jalan buntu sehingga

semua pandangan dan sikap akomodasi dalam suatu wadah untuk sementara

sambil menunggu jalan keluar baru.

Beberapa sosiolog seperti dikutip Soerjono Soekanto dan ditampilkan

bawah ini memberikan pandangan soal bentuk interaksi sosial. Namun, jika

melihat secara mendalam sebenarnya inti dari bentuk-bentuk interaksi tersebut

tidak berbeda jauh dari empat bentuk di atas.9

Menurut Tamotsu Shibtani ada beberapa pola interaksi yaitu:

a. Akomodasi dalam situasi-situasi rutin

b. Ekspresi pertemuan dan anjuran

9
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada), 65.
34

c. Interaksi strategis dalam pertentangan-pertentangan

d. Proses sosial yang dimaksud adalah di mana individu, kelompok, masyarakat

bertemu, berinteraksi, berkomunikasi, sehingga melahirkan sistem sosial dan

pranata sosial serta semua aspek kebudayaan.

Gilin dan Gilin mengatakan penggolongan yang luas tentang bentuk-

bentuk interaksi sosial. Menurut mereka ada dua macam proses yang timbul

sebagai akibat adanya interaksi sosial, yaitu:10

1. Proses asosiatif (proses of association) yang terbagi dalam tiga bentuk khusus:

kerjasama, akomodasi, asimilasi dan akulturasi.

2. Proses yang disasosiatif (proses of disasociation) yang terbagi lagi dalam

bentuk : persaingan, kontroversi dan pertikaian (conflict)

Sedangkan menurut Kimball Young ada tiga macam proses interaksi :11

1. Oposisi (persaingan dan pertentangan)

2. Kerjasama yang menghasilkan akomodasi

3. Diferensiasi (tiap individu mempunyai hak dan kewajiban atas dasar

perbedaan usia, seks dan pekerjaan)

C. Macam-macam Interaksi Sosial

a. Interaksi antara dengan individu

Interaksi individu dengan individu merupakan salah satu mekanismenya

dipengaruhi oleh pikiran dan perasaan bersamaan yang mengakibatkan munculnya

beberapa fenomenam seperti: jarak sosial, perasaan simpati dan antipasti, identitas

10
Ibid, 65
11
Ibid, 65
35

dan frekuensi. Interaksi merupakan hubungan timbal balik antara satu dengan

yang lainnya. Individu berasal dari bahasa latin individuan yang artinya tidak

terbagi. Kata individu merupakan sebutan yang dipakai untuk menyatakan satu

kesatuan yang paling kecil dan terbatas. Kata individu bukan berarti manusia

secara keseluruhan yang tidak dapat dibagi, melainkan sebagai kesatuan terbatas,

yaitu perorangan manusia. Menurut pendapat Lysen kata individu bukan berarti

manusia sebagai kesatuan keseluruhan yang tidak dapat dibagi melainkan sebagai

suatu kesatuan yang terbatas yaitu sebagai manusia perseorangan. Jadi individu

merupakan manusia perorangan atau makluk kesatuan terbatas.12

b. Interaksi antara individu dengan kelompok

Interaksi antara individu, yaitu merupakan suatu kejadian di mana individu

yang satu memberikan pengaruh, rangsangan kepada individu lainya. Kelompok

adalah dua orang atau lebih yang mempenyai tujuan yang sama untuk saling

berinteraksi, dan adanya ketergantungan dalam mencapai tujuan bersama. 13 Misal

ketika seorang guru sedang memberikan materi pelajaran dikelas kepada siswa-

siswanya, maka di sana telah terjadi interaksi antara individu dengan kelompok.

Guru sebagai individu berinteraksi dengan kelompok siswa di dalam kelas.

Contoh lain, seorang polisi yang sedang memberika pengaruhnya bahaya narkoba

12
Herimanto, Winarno. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), 41.
13
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada), 75-
77.
36

kepada siswa di kelas. 14 Jadi, interaksi ini berlangsung antara individu dengan

kelompok.

c. Interaksi antara kelompok dengan kelompok

Interaksi kelompok dengan kelompok merupakan hubungan sosial yang

dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-orang perorangan, antara

manusia, maupun antara perorangan dengan kelompok manusia lainya. Interaksi

antara kelompok dapat terjadi karena aspek etnis, ras, dan usia institusi, partai,

organisasi, dan lainya. Interaksi kelompok manusia antara kelompok tersebut

sebagai kesatuan dan biasanya tidak menyangkut pribadi anggota-anggotanya.

Interaksi antara kelompok dengan kelompok manusia terjadi di dalam masyarakat.

Interaksi tersebut mencolok didalam kepentingan kelompok misalnya pada

kalangan banyak suku bangsa Indonesia berlaku suatu tradisi yang telah

melembagakan dalam diri masyarakat kepada pihak wanita, dari keluarganya

maka dari sinilah timbul ketidak seimbangan dalam keluarga si wanita.

D. Faktor-Faktor Pendorong dan Penghambat Interaksi Sosial Keagamaan

a. Pendorong

Pendorong merupakan salah satu faktor terjadinya interaksi,

berlangsungnya suatu proses interaksi yang didasari berbagai faktor yang diluar

individu, seperti faktor imitasi, sugesti, idenfikasi, dan simpati. Faktor tersebut

14
Soerjono Soekanto, Sosilogi Suatu Pengantar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada 2010),
62.
37

dapat bergerak sendiri secara terpisah maupun dalam keadaan bergabung. Empat

faktor yang menjadi dasar proses interaksi soasial adalah sebagai berikut:

1. Imitasi

Dalam perkembangan ilmu jiwa sosial mengenai pendapat Gabriel Tarde,

yang beranggapan bahwa seluruh kehidupan sosial itu sebenarnya berdasarkan

faktor imitasi saja. Contoh jika di amati bagaimana seorang anak belajar berbicara,

pertama ia seakan-akan mengimitasi dirinya sendiri, mengulang-ulang bunyi kata

ba-ba-ba atau la-la-la, yaitu guna melatih fungsi-fungsi lidah dan mulutnya untuk

berbicara. Kemudian ia mengimitasi orang lain, biasanya ibunya, dalam

mepelajari, mengucapkan kata-kata pertama dan kata-kata selanjutnya, ia mulai

mengartikan kata, mendegar, dan mengimtasi penggunaanya tanpa melakukan

imitasi berbicara dari orang lain.

2. Sugesti

Yang dimaksud sugesti di sini adalah pengaruh psyachis, baik datang dari

dirinya maupun dari orang lain, yang pada umumnya diterima tanpa ada daya

kritik. Karena itu dalam psikologi sugesti ini dibedakan antara lain:

1. Auto-sugesti, yaitu sugesti terhadap diri yang datang dari dirinya sendiri.

2. Hetero-sugesti, yaitu sugesti yang datang dari orang lain.

Baik auto-sugesti maupun hetero-sugesti dalam kehidupan sehari-hari

dalam memengang peranan yang cukup penting. Banyak hari yang tidak

diharapkan oleh individu baik karena auto-sugesti maupun karena hetero-sugesti.

Sering individu merasa sakit-sakitan, walaupun secara objek tidak apa-apa. Akan
38

tetapi karena ada auto-sugesti maka individu merasa dalam keadaan yang tidalk

sehat, masih banyak lagi hal-hal yang disebabkan karena auto sugesti.

Dalam lapangan psikologi sosial peranan hatero sugesti akan lebih

menonjol dari pada auto sugesti. Di mana banyak individu menerima sesuatu

sesuatu cara atau pedoman, pandangan, norma-norma dan sebagainya. Dari orang

lain tanpa adanya kritikan terlebih dahulu terhadap apa yang diterima. Misalnya

dalam bidang propaganda orang mempropagandakan dengannya, karena orang

menyampaikan dengan baik, maka tanpa berpikir lebih lanjut orang yang

mendengarkan, tanpa lebih lanjut orang lain akan menerima apa yang diajukannya.

Hal ini banya dijumpai dalam kehidupan sehari-hari.15

3. Identifikasi

Identifikasi merupakan suatu dorongan utama dalam berinteraksi,

misalnya ingin mengikuti jejaknya, ingin mencontohkan mempelajari dari orang

lain yang dianggap ideal.16

4. Simpati

Simpati adalah perasaan tertarinya orang yang satu terhadap orang lain.

Simpati timbul tidak diatas dasar logis rasional, berdasarkan penilaian perasaan

seperti pada proses identifikasi. Bahkan orang dapat tiba-tiba merasakan tetarik

kepada orang lain dengan dirinya karena kesuluruhan cara-cara bertingkah laku

menerik baginya.17

5. Proses Disosiatif

15
Abu Ahmadi, Psikologi Sosial, (Jakarta: Rekana Cipta 1990), 58-59.
16
Siti Mahmudah, Psikologi Sosial, (Malang: UIN Malik Press, 2010), 74.
17
Abu Ahmadi, Psikologi Sosial, (Jakarta: Rineka Cipta 1991), 63.
39

Proses –proses interaksi sosial disosiatif sering disebut sebagai

oppositional processes. Proses interaksi sosial disosiatif cenderung menciptakan

perpecahan dan meregangkan solidaritas di antara anggota kelompok.18

a. Persaingan (Competition)

Persaingan merupakan suatu proses sosial ketika ada satu pihak atau lebih

saling berlomba dan berbuat sesuatu untuk mencapai kemenangan tertentu.

Persaingan terjadi apabila beberapa pihak menginginkan sesuatu yang jumlahnya

sangat terbatas.

Bentuk-bentuk persaingan yang terjadi dalam masyarakat adalah sebagai

berikut:

1. Persaingan Ekonomi

Persaingan ini timbul karena terbatasnya persediaan apabila dibandingkan

dengan julah konsumen. Persaingan merupakan salah satu cara untuk memilih

produsen yang baik.

2. Persaingan kebudayaan

Terjadi sewaktu Kebudayaan Barat yang dibawa oleh orang-orang Belanda

pada akhir abad ke-15 berhadapan dengan kebudayaan Indonesia.

3. Persaingan kedudukan dan peranan

Di dalam diri seseorang maupun di dalam kelompok terdapat keinginan-

keinginan untuk diakui sebagai orang atau kelompok yang mempunyai kedudukan

serta peranan yang terpandang. Apabila seseorang dihinggapi perasaan bahwa

18
Sofyan Ghalif. htt://iain-s.blogspot.com/2013/04islam-dan-interaksi-sosial.html, diakses
pada 13 juli 2015.
40

kedudukan dan peranannya sangat rendah, dia hanya menginginkan kedudukan

dan peranan yang sederajat dengan orang-orang lain.

4. Persaingan Ras

Sebenarnya persaingan ras juga merupakan persaingan di bidang

kebudayaan. Misalnya sebelum perang Dunia Kedua, para guru berkulit putih

tidak mengajar di Jepang karena kalah bersaing melawan guru-guru lokal.

Persaingan dalam batas-batas tertentu dapat mempunyai beberapa fungsi

yaitu sebagai berikut:

a. Untuk menyalurkan keinginan individu atau kelompok yang bersifat kompetitif.

b. Sebagai jalan di mana keinginan, kepentingan serta nilai-nilai dalam

masyarakat tersalurkan dengan sebaik-baiknya.

c. Sebagai alat untuk mengadakan seleksi atas dasar sosial.

d. Sebagai alat untuk menyaring warga untuk mengadakan pembagian kerja.

b. Kontravensi

Kontravensi merupakan sikap menentang secara tersembunyi agar tidak

sampai terjadi perselisihan secara terbuka. Menurut Leopold von Wiese dan

Howard Becker terdapat lima bentuk kontravensi:

1. Kontroversi umum, misalnya: penolakan, keengganan, protes.

2. Kontroversi sederhana, misalnya menyangkal pernyataan orang di depan umum.

3. Kontroversi intensif, misalnya: penghasutan, penyebaran desas-desus.

4. Kontroversi rahasia, misalnya: pembocoran rahasia, khianat.


41

5. Kontroversi taktis, misalnya: mengejutkan pihak lawan, provokasi dan

intimidasi.

C. Konflik atau Pertentangan

Konflik berasal dari bahasa latin, yakni configere artinya saling memukul.

Konflik berbeda dengan persaingan dan kontravensi. Konflik berarti pertentangan

atau perbedaan antara dua kekuatan yang sering disertai intimidasi dan kekerasan

untuk saling menguasai. Hal ini disebabkan karena setiap individu ataupun

masyarakat memiliki tata nilai dan ukuran yang berbeda dalam memandang

sesuatu. Kondisi yang berbeda ini akan melahirkan cara pandang yang berbeda

pula. Perbedaan yang dapat menimbulkan konflik atau pertentangan antara lain:19

a. Perbedaan Ciri Fisik (Ras)

b. perbedaan emosi (perasaan)

c. perbedaan kebudayaan

d. perbedaan kepentingan

Perbedaan ini akan memuncak menjadi pertentangan apabila keinginan-

keinginan mereka tidak dapat diakomodasikan, sehingga masing-masing pihak

berusaha untuk menghancurkan lawan disertai ancaman dan kekerasan.

19
Sofyan Ghalih,htt: //iain-s.blogspot.com/2013/04islam-dan-interaksi-sosial. html,
diakses pada 13 juli 2015
42

BAB IV
HASIL PENELITIAN LAPANGAN

A. Pola Interaksi Sosial Antar Umat Agama

Pola interaksi sosial antar umat agama di Komplek Buddha Tzu Chi

berdasarkan hasil penelitian penulis terjadi dalam beberapa bentuk yaitu:

1. Asosiatif

Proses sosial asosiatif adalah proses sosial yang di dalam realitas sosial

anggota-anggota masyarakat dalam keadaan harmoni yang mengarah pada pola-

pola kerja sama.1

a. Kerja Sama

Beberapa sosiologi menganggap bahwa kerja sama merupakan bentuk

interaksi sosial yang pokok. Sebaliknya, sosiologi lain menganggap kerjasamalah

menggambarkan sebagian besar bentuk-bentuk interaksi sosial atas dasar bahwa

segala macam interaksi tersebut di kembalikan pada kerja sama.2

Pola interaksi sosial antar umat agama di Komplek Buddha Tzu Chi yang

selama ini berjalan dengan baik, di mana kerjasama yang terbangun selama ini di

jaga dengan baik. Dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat Komplek

Buddha Tzu Chi di mana kerjasama yang terjadi sangat terasa, misalnya ada

sebagian tetangga yang berbeda agama turut membantu ketika tetangga dalam

1
Elly M. Setiadi dan Usman Kolip, Pengantar Sosiologi, (Jakarta:Kencana), 77.
2
Soerjono Soetanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada), 65.
43

komplek tersebut mendapat musibah seperti mengujungi orang sakit, meninggal,3

saat pesta sunatan, dan penikahan para umat non muslim juga ikut mendirikan

tenda bagi kaum laki-laki sedangkan kaum ibu-ibu membantu para ibu lainnya

memasak di dapur. Dalam hubungan kebudayaan hal ini sudah menjadi kebiasaan

adat Aceh dalam acara yang dilaksanakan dalam gampong, tentunya masyarakat

yang berbeda dengan masyarakat Aceh umumnya ikut berpastisipasi dalam hal

tersebut.4

Kerja sama sangat penting dalam kehidupan masyarakat hal ini dapat

dilihat bagaimana pola interaksi sosial antar umat agama di Komplek Buddha Tzu

Chi yang terjalin sangat bagus antar masyarakat muslim dan non muslim saling

berkerjasama yang terbagun selama ini dan bentuk kerjasama selama ini seperti

tradisional gotong royong dan saling menolong antar sesama. Pola interaksi

kerjasama dalam bentuk gotong royong dan tolong menolong inilah yang menjaga

Komplek Buddha Tzu Chi terjaga dengan baik.5

Pola interaksi sosial antar umat agama di Komplek Buddha Tzu Chi yang

terjaga dengan baik, hal ini juga disebabkan masyarakat muslim dan non muslim

sangat menjaga aturan-aturan yang berlaku di Gampong Panteriek dan kerjasama

yang terjaga selama ini baik antara masyarakat maupun Pemerintah Gampong.

Komplek Buddha Tzu Chi yang mayorihtasnya masyarakatnya memeluk

agama muslim sangat menjaga pola interaksi dengan masyarakat yang non

muslim hal ini dapat dilihat dengan adanya kearaban masyarakat sekitar dengan

3
Jika ada masyarakat muslim yang meninggal di Komplek Buddha Tzu Chi, masyarakat
non muslim hanya mengunjungi rumah duka.
4
Hasil Wawancara dengan Afifuddin, Keuchik Gampong Panteriek ( 4 September 2015)
5
Hasil Wawancara dengan Muliady, Imam Masjid Komplek Buddha Tzu Chi, ( 8
September 2015)
44

masyarakat agama lain saat melakukan gotong royong bersama di dalam Komplek.

Masyarakat yang mayoritas beragama muslim saling bekerja sama dengan

masyarakat non muslim antara satu dengan yang lainnya.6

Dari hasil penelitian di lapangan, penulis mengetahui bahwa pola

interasksi sosial antar umat agama di Komplek Buddha Tzu Chi atas dasar

kerjasama dalam bentuk gotong royong dan tolong menolong antar sesama

masyarakat muslim dengan non muslim.

2. Akomodasi

Akomodasi merupakan upaya untuk mencapai penyelesaian dari suatu

pertikaian atau konflik oleh pihak-pihak yang bertakai yang mengarah pada

kondisi atau keadaan selesainya konflik atau pertikaian.7

a. Asimilasi

Asimilasi merupakan proses yang lebih belanjut apabila di bandingakan

dengan proses akomodasi. Pada proses asimilasi terjadi proses peleburan

kebudayaaan, sehingga pihak-pihak atau warga-warga dari dua tiga kelompok

yang tengah berasimilasi akan merasakan adanya kebudayaan tunggal yang

dirasakan sebagi milik pertama. Beberapa yang diketahui dapat mempermudah

terjadinya asimilasi.8

1. Sikap Terbuka Golongan Penguasa

6
Hasil Wawancara dengan Babiana Beragama Buddha, Masyarakat Komplek Budha Tzu
Chi (8 September 2015)
77
Elly M. Setiadi dan Usman Kolip, Pengantar Sosiologi, (Jakarta:Kencana), 77.
8
J.Dwi Narwarko dan Bangong Suryanto, Sosiologi Pengantar dan Terapan, (Jakarta:
Kencana,2011), 62.
45

Sikap terbuka golongan penguasa akan meniadakan kemungkinan

diskriminasi oleh kelompok mayoritas terhadap minoritas, dan tiadanya

diskriminasi antar kelompok akan memudahkan asimilasi.9

Sikap keterbukaan dapat tergambarkan di Gampong Panteriek khususnya

dalam Komplek Buddha Tzu Chi. Di mana masyarakat muslim maupun non

muslim yang dalam kemaslahatan bersama maupun kemasalahatan pribadi. Ketika

masyarakat non muslim yang tinggal di Gampong Panteriek untuk mendapat

bantuan dari pemerintah seperti beras raskin dan bantuan lainnya para non muslim

selalu mendapatkan seperti masyarakat lain yang berhak mendapatkan batuan

tersebut. dari segi urusan admitrasi kantor juga tidak dipersulit. Bahka sering para

non muslim membuat surat keterangan tidak mampu, surat keterangan nikah, surat

keterangan kematian, surat keperluan beasiswa bagi anak-anak mereka yang ingin

mengurus beasiswa dan surat lainya yang mereka perlukan. Ketika ada rapat

gampong para non muslim juga ikut di undang untuk ikut serta dalam rapat

tersebut. 10

Sikap terbuka penguasa dalam hal ini Keuchik dan jajaran Pemerintahan

Gampong Panteriek Kecamatan Lueng Bata Kota Banda Aceh ini akan

mempermudahkan masyarakat non muslim dalam mengurus segala keperluannya

dengan hal akan tercapainya proses asimilasi.

2. Toleransi Antar Umat Agama

Toleransi merupakan sikap yang saling menghargai kelompok-kelompok

atau antar individu dalam masyarakat dalam lingkup. Toleransi adalah suatu

9
Ibid, 63.
10
Hasil Wawancara dengan Afifuddin, Keuchik Gampong Panteriek, ( 4 September 2015)
46

perbuatan yang melarang terjadinya diskriminasi sekalipun banyak terdapat

kelompok atau golongan yang berbeda dalam masyarakat. Toleransi sering terlihat

jelas pada agama, toleransi agama sering dijumpai di masyarakat. Adanya

toleransi agama menimbulkan sikap saling menghormati masing-masing pemeluk

agama.

Apabila kehidupan toleransi terjaga dengan baik dalam kehidupan maka

rasa cinta antar sesama akan terjaga. Ketika melakukan penelitian penulis

menemukan hal demikian dalam keluarga Ibu Babiana yang menyatakan

kerukunan antar umat agama yang terjaga selama ini di dalam Komplek Buddha

Tzu Chi adalah menerima perbedaan-perbedaan yang ada sebagai suatu kenyataan,

dan dengan kerelaan menerima perbedaan itu, serta menghindari diri dari

perselisihan- perselisihan yang mungkin timbul. Dalam kehidupan keluarga Ibu

Babiana yang kebetulan suami bersama anak perempuan beragama Islam

sedangkan Ibu Babiana dengan anak laki-lakinya beragama Budha dan Protestan

mengikuti agama istrinya. Hal ini disebabkan mereka saling menjaga keyakinan

dan kepercayaan yang dianut dan beliau tidak mempermasalahkan agama apapun

dalam kehidupan keluarganya, yang terpenting bisa hidup bersama dan

berinteraksi sesama keluarga terjaga dengan baik.11

Komplek Buddha Tzu chi belum pernah terjadi konflik antar masyarakat

Panteriek yang mayoritas beragama Islam dengan masyarakat yang berbeda

agama, baik konflik yang didasari motif perbedaan agama maupun motif lainya.

Interaksi yang terjadi di Komplek Panteriek ini berjalan dengan sangat bagus,

11
Hasil Wawancara Dengan Ibu Babiana Beragama Buddha, Masyarakat Komplek
Budha Tzu Chi (8 September 2015)
47

berbeda dengan daerah-daerah lain hal ini disebabkan masyarakat tidak

mempermasalahkan perbedaan agama yang terpenting mereka tidak menggangu

kenyamanan masyarakat lain.12

Masyarakat Komplek Buddha Tzu Chi dalam kehidupan sosial agama

terjalin sangat baik dalam hal pergaulan dengan masyarakat non muslim, manusia

di takdirkan Allah sebagai makhluk sosial yang membutuhkan hubungan satu

sama lain. Pada tahun 1967 diadakan musyawarah antar umat beragama Presiden

Soeharto dalam musyawarah tersebut mengatakan bahwa umat beragama suatu

bentuk sosialisasi yang damai dan tercipta toleransi agama. Keberagaman yang

terdapat dalam kehidupan sosial sehingga melahirkan masyarakat majemuk.

Kerjasama antar umat beragama dalam ajaran Islam yang dipahami dalam

kehidupan masyarakat tidak selalu hanya dapat diharapkkan dalam kalangan

masyarakat muslim saja, akan tetapi masyarakat non muslim juga dapat bisa

bekerja sama dalam hal kebaikan Islam dapat diaplikasikan dalam masyarakat

manapun, sebab secara esensial ia merupakan bersifat universal.13

Perbedaan itu rahmat, jadi sebagai manusia harus menerima dan

menghargai perpedaan tersebut yang telah diberikan oleh Allah swt. Walaupun

mereka berbeda keyakinan akan tetapi, dalam kehidupan sehari-hari dalam

berinteraksi selama ini tidak menganggu umat muslim maka selaku umat muslim

harus saling menghormati agama mereka anut. Dan yang harus mereka patuhi

adalah semua aturan yang telah diberlakukan di Kota Banda Aceh misalnya ketika

12
Hasil Wawancara Dengan Bapak Ajis Beragama Islam, Masyarakat Komplek Buddha
Tzu Chi (5 Oktober 2015)
13
Depaartemen agama RI, (Riuh di Beranda Satu Peta Kerukunan Umat Beragama di
Indonesia, Jakarta: Badan LItbang dan Diklat Keagamaan, 2003.)
48

bulan Ramadhan tidak boleh makan sembarangan di komplek ini seperti hari

biasanya di depan umum, walaupun mereka tidak berpuasa akan tetapi mereka

sangat menghormati umat muslim yang lagi berpuasa. Masyarakat di Komplek

Panteriek yang terkenal keragaman agama, akan tetapi lingkungan sehari-hari

keharmonisan interaksi sosialnya sangat terjaga. Karena masyarakat di Komplek

Buddha Tzu Chi sibuk dengan aktivitas masing-masing, tidak mempermasalahkan

tentang agama. Apabila dilihat dari segi sosial mereka ikut membantu misalnya

dalam masalah pembagunan, mereka tidak sungkan-sungkan memberikan tenanga

dan dana untuk pembangunan tersebut. akan tetapi umat muslim boleh membantu

umat non muslim dalam hal misalnya, untuk pembangunan gereja, itu tidak

dibenarkan dalam Islam, karena memang sudah ada aturannya dalam agama

Islam.14

Berdasarkan penelitian yang telah penulis lakukan, toleransi antar umat

beragama yang terjadi di Komplek Buddha Tzu Chi selama sangat baik dilihat

dari hasil wawancara dari beberapa sumber yang mengatakan bahwa sanya

kehidupan yang terjaga selama ini diakibatkan saling bekerjasama dan

menghargai agama masing-masing yang di anut dalam masyarakat Komplek

Buddha Tzu Chi.

B. Faktor-Faktor Terjadinya Interaksi

1. Pendorong

14
Hasil Wawancara dengan Usman, Keplor komplek Buddha Tzu Chi ( 6 Oktober 2015 )
49

Pendorong merupakan salah satu faktor terjadi interaksi, berlangsungnya

suatu proses interaksi didasarkan pada berbagai faktor yang ada diluar individu,

seperti faktor imitasi, sugesti, idenfikasi, dan simpati. Faktor tersebut dapat

bergerak sendiri secara terpisah maupun dalam keadaan tergabung.

a. Imitasi

Berlangsungnya suatu proses interaksi didasarkan pada berbagai faktor,

antara lain, faktor imitasi, sugesti, idenfikasi dan simpati. Faktor-faktor tersebut

dapat bergerak sendiri-sendiri secara terpisah maupun dalam keadaan bergabung.

Apabila masing- masing di tinjau secara lebih mendalam, faktor imitasi misalnya

mempunyai peran yang sangat penting dalam proses interaksi sosial. Salah satu

segi positifnya adalah bahwa imitasi dapat mendorong seseorang untuk mematuhi

kaidah-kaidah dan nilai yang berlaku.

b. Sugesti

Faktor sugesti berlangsung apabila seseorang member sesuatu pandangan

atau sesuatu sikap yang berasal dari dirinya yang kemudian diterima oleh pihak

lain.

c. Identifikasi

Identifikasi sebenarnya merupakan kecenderungan-kecenderungan atau

keinginan-keinginan dalam diri seseorang untuk menjadi sama dengan pihak lain.

Idenfikasi sifatnya lebih mendalam dari pada imitasi, karenan kepribadian

seseorang dapat terbentuk atas dasar proses ini.

d. Simpati
50

Proses simpati sebenarnya merupakan sesuatu proses di mana seseorang

merasakan tertarik pada pihak lain. Di dalam proses ini perasaan memegang

peranan yang sangat penting, walaupun dorongan utama pada simpati adalah

keinginan untuk memahami pihak lain dan untuk bekerja sama.15

Faktor pendorong terjadinya interaksi sosial antar umat agama di

Gampong Panteriek berupa kerjasama antar umat agama, maka dari itu terjadinya

hubungan interaksi sosial dalam masyarakat tersebut. Di mana masyarakat muslim

dan non muslim saling berkerjasama untuk melaksanakan kegiatan yang

diselengarakan pihak Gampong Panteriek, ketika pihak pemerintah gampong

mengadakan acara-acara perayaan hari besar Islam yang dilakukan pihak

gampong, sebagian non muslim juga ikut berpatisipasi dalam pelaksanaan acara di

gampong. Akan tetapi sebagian lagi tidak ikut serta dalam kegiatan tersebut di

karnakan sebagian masyarakat melakukan aktifitas lain. Selain itu, pihak non

muslim juga membawa perubahan yang sangat bermanfaat bagi masyarakat

sekitar yang tinggal dalam komplek maupun masyarakat Gampong Panteriek itu

sendiri, ketika masyarakat muslim mengadakan kenduri musibah kematian, yang

dilaksanakan selama tujuh hari, masyarakat non muslim juga ikut serta membantu

kebutuhan masyarakat yang terkenak musibah dari segi tenaga juga sumbangan

dana, acara lain berupa kenduri sunat rasul, dan kenduri pesta perkawinan umat

yang berbeda keyakinan dengan non muslim ikut berpartisipasi. Dengan

15
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada 2010),
57-58.
51

kerjasama antar umat agama terjadinya interaksi masyarakat muslim dengan non

muslim.16

Dalam hal ini pendorong interaksi antara masyarakat muslim dengan non

muslim, disebabkan adanya peran dari perangkat gampong dari tingkat Keuchik

sampai Keplor yang mengikut sertakan masyarakatnya untuk saling bekerjasama,

baik dalam kegiatan gotong royong maupun kegiatan keagamaan yang telah

diselenggarakan oleh pihak Gampong Panteriek, sehingga dengan peran yang

terus dilakukan sehingga terjadinya hubungan interaksi antara masyarakat muslim

dengan non muslim.17

Selanjutnya, pendorong terjadinya interaksi dalam masyarakat, disebabkan

adanya peran para ustazd yang mengikut sertakan masyarakat muslim untuk

mendalami ilmu agama 18 yang di adakan di meunasah gampong maupun balai

pertemuan yang ada dalam komplek Buddha Tzu Chi.19

Hal yang berbeda mengatakan, pendorong terjadinya interaksi masyarakat

muslim dengan non muslim di karenakan terciptanya kerukunan antar umat agama

dalam Komplek Buddha Tzu Chi merupakan adanya beberapa hal yaitu:

masyarakat pada umumnya mempunyai ilmu dan wawaasan yang luas. Nilai-nilai

16
Hasil Wawancara Dengan Bapak Afifuddin, Keuchik Gampong Panteriek ( 4
September 2015)
17
Hasil Wawancara Dengan Bapak Muliady, Imam Mesjid Komplek Buddha Tzu Chi
( Tanggal 8 September 2015)
18
Dalam hal ini pengajian tidak hanya di fokuskan pada kajian keislaman dalam
masyarakat muslim saja, tetapi juga di ajarkan kehidupan sosial, baik itu kajian kehidupan
bertetangga dengan non muslim dan juga masalah yang lainnya.
19
Hasil Wawancara dengan Ajis, Masyarakat Komplek Buddha Tzu Chi ( Tanggal 5
Oktober 2015)
52

kemanusiaan di jaga dengan kuat secara bersama-sama. Sikap tolerasi sangat

tinggi, serta kehidupan masyarakatnya cukup maju.20

Faktor-faktor terjadinya interaksi antar umat agama di Gampong Panteriek,

karena saling memahami walau pun agama yang dianutnya berbeda-beda, rentan

sekali terjadinya toleransi kalau umat beragama di provokator oleh provokasi

yang mengatasnamanakan agama. Gotong royong wajib mengikuti semua tanpa

memandang perbedaan agama karena menjaga lingkungan yang bersih setiap

agama semua mengajarkan menjaga kebersihan lingkungan supaya kehidupan

damai dan tentram. Pola kehidupan yang masyarakat jalani merupakan dalam

masalah nilai-nilai sosial sangat tinggi. Misalnya, ketika hari lebaran apa bila bagi

mereka ada tetangga umat muslim itu mereka ikut bersilahturahmi kerumah

tetangga umat muslim.21

Pendorong terjadinya interaksi masyarakat muslim dengan non muslim,

disebabkan adanya sebagian masyarakat muslim yang berperan aktif dalam

megikuti kegiatan yang diselenggarakan oleh gampong sehingga hubungan

interaksi masyarakat muslim dengan non muslim akan tampak harmonis.22

Terjadinya dorongan interaksi sosial antar umat agama dalam masyarakat

muslim dengan non muslim dikarenakan dukungan-dukungan tokoh-tokoh

masyarakat.23 Pendorong interaksi dalam masyarakat muslim dengan non muslim

20
Hasil Wawancara dengan As Beragama Katolik, Masyarakat Komplek Buddha Tzu Chi
( Tanggal 6 Oktober 2015 )
21
Hasil Wawancara dengan Yeni Beragama Budha, Masyarakat Komplek Buddha Tzu
Chi ( Tanggal 7 Oktober 2015)
22
Hasil Wawancara dengan Asmawati Beragama Islam, Masyarakat Komplek Buddha
Tzu Chi ( Tanggal 7 Oktober 2015)
23
Hasil Wawancara dengan Fadli Beragama Islam, Masyarakat Komplek Buddha Tzu
Chi (Tanggal 11 Oktober 2015)
53

juga disebabkan dengan adanya dukungan-dukungan atau motivasi dari

masyarakat sekitar.24

Pendorong terjadinya interaksi masyarakat komplek disebabkan adanya

dukungan-dukungan dari masyarakat baik yang diselengarakat dari pihak

pemerintah Gampong Panteriek maupun dari masyarakat gampong dan sebagian

masyarakat ikut serta dalam kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan pihak

pemerintah gampong, baik dalam rangka gotong royong bersama untuk

membersihkan lingkungan sekitar. Ini merupakan salah satu dukungan yang

sangat berarti dari pihak gampong sendiri.25

2. Penghambat

Banyak faktor yang menghambat sebuah proses perubahan. Meurut

Soerjono Soekanto, faktor yang menghalang terjadinya perubahan sosial yaitu:

a. Kurangnya hubungan dengan masyarakat lain.

b. Perkembangan ilmu pengetahuan yang lambat.

c. Sikap masyarakat yang mengangungkan tradisi masa lampau dan cenderung

konservatif.

d. Adanya kepentingan pribadi dan kelompok yang sudah tertaman kuat (verted

interest)

e. Rasa takut terjadinya kegoyahan pada integrasi kebudayaan dan menimbulkan

perubahan pada aspek-aspek tertentu dalam masyarakat

24
Hasil Wawancara dengan Yah Wa Beragama Islam, Masyarakat Komplek Buddha Tzu
Chi (Tanggal 11 Oktober 2015)
25
Hasil Wawancara dengan Nas, Tokoh Pemuda Komplek Buddha Tzu Chi ( 13 Oktober
2015)
54

f. Prasangkat terhadap hal-hal baru atau asing, terutama yang berasal dari barat.

g. Hambatan-habatan yang yang bersifat ideologis.

h. Adat dan kebiasaan tertentu dalam masyarakat yang cenderung sukar diubah.26

Faktor penghalang terjadinya interaksi sosial antar umat agama di

Komplek Buddha Tzu Chi disebabkan karena kurangnya respon sebagian

masyarakat dalam kegiatan yang diselengerakan, baik dari dalam bentuk

pengajian atau kepentingan yang lainnya. Hal ini menyebabkan terjadinya

hambatan dalam interaksi dalam masyarakat Komplek Buddha Tzu Chi.27

Penghalang interaksi sosial dalam masyarakat muslim dan non muslim di

karnakan sebagian masih kurangnya rasa kepedulian masyarakat muslim terhadap

non muslim. Sehingga interaksi tersebut berdampak pada hambatan dalam

lingkungan Komplek, dikarnakan pihak non muslim ingin mendapatkan

dukungan-dukungan dari masyarakat sekitar. Hal ini yang menyebabkan

terjadinya hambatan interaksi antara masyarakat muslim dengan non muslim.28

Terjadinya faktor penghalang interaksi masyarakat muslim dengan non

muslim disebabkan adanya masyarakat muslim masih susah bergaul dengan

masyarakat non muslim di karnakan perbedaan keyakinan sehingga interaksi antar

umat agama masih belum berjalan secara maksimal.29

26
Sorjono Soekanto, Sosiologi Pengantar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada 2010), 286-
287.
27
Hasil Wawancara dengan Afifuddin, Keuchik Gampong Panteriek (Tanggal 4
September 2015)
28
Hasil Wawancara dengan Muliady, Imam Masjid Komplek Buddha Tzu Chi ( 8
September 2015)
29
Hasil Wawancara dengan Po Chen Beragama Protestan, Masyarakat Komplek Buddha
Tzu ( Tanggal 11 Oktober 2015)
55

Penghambat interaksi sosial antar umat agama masyarakat muslim dengan

non muslim di Komplek Buddha Tzu Chi, diakaibatkan sebagian masyarakat

muslim masih belum terbuka lebar dalam pergaulan dengan masyarakat non

muslim sehingga terjadi hambatan interaksi sosial antar umat agama.30

Interaksi warga Banda Aceh khususnya dalam komplek Buddha Tzu Chi

sangat menjaga toleransi antar umat agama, jika dilihat selama ini belum pernah

terjadi komflik atas nama agama kehidupan di komplek berjalan dengan baik,

dalam kehidupan interaksi sosial antar umat agama masih belum maksimal ini

diakibatkan masyarakat Komplek mempunyai kesibukan masing-masing dalam

kehidupan hari-hari hal inilah masyarakat muslim dan non muslim kurang

berinteraksi antar sesama komplek.31

Berdasarkan wawancara dengan tokoh-tokoh masyarakat meliputi Bapak

Keuchik, Keplor, Imam Mesjid mereka menyatakan pola interaksi masyarakat

muslim dengan non muslim saling berkaitan antara masyarakat muslim dengan

non muslim, di mana sebagian masyarakat ketik di undang dalam kegiatan

gampong seperti gotong royong, orang meninggal, pesta perkawinan dan pesta

sunatan masih kurang merespon. padalal dari sinilah terjadinya hubungan

interaksi antara masyarakat muslim dengan non muslim terjalin.

30
Hasil Wawancara dengan Sinar, Masyarakat Komplek Buddha Tzu Chi (Tanggal 7
Oktober 2015)
31
Hasil Wawancara dengan Heri, Masyarakat Komplek Buddha Tzu Chi (Tanggal 11
Oktober 2015)
56

3. Analisa Penulis

Pada tahapan ini penulis ingin menganalisa pola interaksi sosial antar

agama yang terjadi di Komplek Buddha Tzu Chi Gampong Panteriek. Maka dari

ini penulis mencoba melihat masalah ini dari tiga sisi yaitu: sisi pola interaksi

sosial antar umat agama di Komplek Buddha Tzu Chi, sisi pendorong, dan sisi

penghambat terjadinya interaksi, yang terjadi di Komplek Buddha Tzu Chi

Gampong Panteriek Kecamatan Lueng Bata Kota Banda Aceh.

1. Pola Interaksi Sosial Antar Umat Agama

Pertama, pola interaksi sosial antar umat agama yang terjadi di Komplek

Buddha Tzu Chi, dalam bentuk kerjasama yang sesama ini terjadi. Kerja sama

antar umat agama membawa perubahan pada masyarakat setempat. Ini dirasakan

oleh masyarakat dengan adanya ke akraban antara non muslim dengan muslim

ketika melakukan kerjasama yaitu gotong royong dan tolong menolong antar

sesama masyarakat yang tinggal di Komplek Buddha Tzu Chi. Dengan kita lihat

kerjasama yang terjalin selama ini di dalam masyarakat Komplek Buddha Tzu Chi

membawa perubahan kearah positif bagi tempat tersebut.

Kerjasama antar muslim dengan non muslim yang terjadi tidak jauh

dengan aturan-aturan yang berlaku di Gampong Panteriek baik aturan adat

gampong maupun aturan-aturan yang berlaku dari pemerintah Gampong

Panteriek.

Dengan kita melihat kerjasama dalam budaya gotong royong dan tolong

menolong yang terjalin selama ini di dalam masyarakat Komplek Buddha Tzu Chi,

ini akan membawa perubahan ke arah yang positif bagi masyarakat setempat. Jika
57

budaya interaksi dalam bentuk kerjasama terus di jaga, akan terjadi toleransi antar

umat agama di Komplek Buddha Tzu Chi.

Kedua, sikap keterbukaan baik dari Pemerintah maupun antar masyarakat

Komplek Buddha Tzu Chi sangat penting dalam kehidupan antar umat agama.

Sikap keterbukaan yang sudah diterapkan di Komplek Buddha Tzu Chi. Hal ini

akan membantu masyarakat non muslim mengurus hal-hal yang diperlukan baik

itu surat menyurat dan informasi-informasi yang berguna bagi masyarakat

tersebut.

Selanjutnya, sikap interaksi sosial antar umat agama di Komplek Buddha

Tzu Chi baik dalam bentuk asimilasi maupun dalam bentuk akomodasi terus di

budayakan di dalam masyarakat Gampong Panteriek khususnya masyarakat

Komplek Buddha Tzu Chi, yang banyak terdapat non muslim ini akan terwujut

kerukunan antar umat beragama yang lebih baik lagi.

2. Faktor Pendorong

Pertama, faktor pendorong yang terjadi di Komplek Buddha Tzu Chi, tidak

jauh dengan faktor asimilasi dan akomodasi yang di jelas kandi atas. Partisipasi

masnyarakat non muslim untuk menghujutkan rasa aman pada ke hidupan

masyarakat muslim setempat, dengan ikut mendorong proses interaksi sosial antar

sesama masyarakat yang tinggal di Komplek Buddha Tzu Chi.

Peran masyarakat muslim dan non muslim untuk mendorong interaksi

sosial terus berperan aktif bekerjasama baik dalam segi membantu tetangga

terkenak musibah, pesta, bahkan dari segi bantuan dana dan tenaga.
58

Kedua, faktor pendorong yang terjadi di Kompek Buddha Tzu Chi, juga di

sebabkan dorongan dari perangkat Gampong Panteriek baik dari luar maupun dari

dalam Gampong Panteriek. Apalagi dorongan masyarakat komplek itu sendiri.

Seperti kepala lorong yang menginggatkan masyarakatnya untuk ikut aktif

berpartisipasi dalam hal kerjasama dalam bentuk gotong royong maupun dalam

bentuk tolong menolong, meskipun masyarakat ada juga tidak ikut serta dalam

kegiatan gampong ataupun dalam komplek, hal ini juga di akibutkan kesibukan

dan pekerjaan di tempat lain.

Selanjutnya, peran masyarakat setempat yang saling megingatkan antar

sesamanya baik antar sesama muslim maupun non muslim untuk ikut

berpartisipasi dalam kegiatan Gampong Panteriek.

3. Faktor Penghambat

Pertama, penghalang yang terjadi di dalam Komplek Buddha Tzu Chi

masih banyak terjadi, hal ini di akibatkan masih kurang responnya masyarakat

dalam kegiatan yang di selengarakan. Pada hal ini momen panting terjadinya

proses interaksi sosial antar umat agama di Komplek Buddha Tzu Chi.

Kurang pergaualan antara masyarakat muslim dengan non muslim juga

akan menghambat terjadinya interaksi masyarakat kedua pihak, masih ada

memandang sikap perbedaan dalam bentuk etnis, suku, dan agama.

Kedua, faktor penghalang terjadinya pola interaksi sosial antar umat

agama juga disebabkan faktor kesibukan masing-masing, kebanyakan muslim dan

non muslim banyak menekuni pekerjaan swasta ataupun usaha dangang.

Kebanyakan para non muslim seperti masyarakat etnis China ke banyakan mereka
59

bekerja sebagai perdangang dan bengkel di daerah penanyong akibanya sebagian

masyarkat tersebut bisa ikut berpastisipasi dalam kegiatan gampong. Pada hal dari

sinilah terjadinya hubungan interaksi antar muslim dengan non muslim.

Jadi, setelah penulis melihat pola interaksi sosial antar umat agama yang

terjadi di Komplek Buddha Tzu Chi. Penulis menarik kesimpulan dari analisis ini,

bahwa yang terjadi proses interaksi di Komplek Buddha Tzu Chi, dalam bentuk

asosiatif, dalam pergertian kerjasama yang terjadi dalam masyarakat komplek.

Sedangkan dalam bentuk akomondasi terjadi dalam bentuk keterbukaan penguasa,

dan dalam bentuk toleransi antar umat agama.


60

BAB V

PENUTUP

Berdasarkan pengamatan penulis atas pembahasan bab-bab sebelumnya

dapat diambil kesimpulan dan saran sebagai berikut:

A. Kesimpulan

Tsunami yang melanda Aceh pada tanggal 26 Desember 2004 silam,

membawa luka yang mendalam bagi rakyat Aceh, Nasional, dan dunia

Internasional. Bencana tsunami tersebut membuat dunia internasional

mengulurkan tangan memberi bantuan pada pemerintah Indonesia, melalui Badan

Rehabilitasi dan Rekontruksi (BRR) Aceh dan berbagai lembaga bantuan lainnya.

Salah satu bantuan yang di bagun adalah Komplek Buddha Tzu Chi yang di bagun

oleh Yayasan Buddha Tzu Chi, Komplek tersebut terletak di Gampong Panteriek

Kecamatan Lueng Bata, Kota Banda Aceh.

Gampong Panteriek yang sekarang bertambah penduduknya, paska rumah

bantuan bagi korban tsunami selesai dan ditempati bagi penduduk yang berbagai

latar belakang agama dan budaya. Bertambahnya penduduk yang yang berbagai

latar belakang kepercayaan, masyarakat pendatang yang menetap di komplek

yang sudah menjadi penduduk setempat harus beradaptasi dan berinteraksi

kembali sesama mereka dan juga terhadap masyarakat Gampong Panteriek yang

lebih dulu tinggal ditempat tersebut.

Berbagai latar belakang ras, etnis, suku, budaya, dan agama yang menetap

di Gampong Panteriek khususnya Komplek Buddha Tzu Chi harus beradaptasi


61

dan berinteraksi. Interaksi sosial merupakan inti dari proses sosial, yang

merupakan hubungan timbale balik antara berbagai bidang kehidupan yang

mencakup bidang politik, ekonomi, sosial, hukum, pendidikan, dan agama.

Proses interaksi sosial didasarkan berbagai faktor, di antaranya adalah

faktor imitasi, sugesti, indentifikasi dan simpati. Interaksi sosial paling kurang

memiliki empat bentuk, yaitu kerjasama (cooperation), persaingan (competition),

pertentangan dan pertikaian (conflict) dan akomodasi (accomondation).

Akomondasi adalah bentuk interaksi yang terjadi akibat proses penyelesaian

konflik yang mengalami jalan buntu sehingga semua pandangan dan sikap

akomondasi dalam suatu wadah untuk sementara menunggu jalan keluar baru.

Pola interaksi sosial antar umat agama pada masyarakat komplek Buddha

Tzu Chi selama ini terjalin dengan baik, hal ini dengan adanya kerjasama antar

umat agama yang dalam partisipasi dalam kegiatan Gampong seperti gorong

royong, berkunjung rumah orang meninggal, ikut berpastisipasi dalam pesta

perkawinan dan sunatan. Ini disebabkan umat muslim dan non muslim tidak yang

tinggal di Gampong Panteriek khususnya dalam komplek Buddha Tzu Chi tidak

memandang agama sebagai penghalang dalam berinteraksi antar sesama

masyarakat Komplek.

Pola interaksi sosial antar umat agama yang terjadi dengan masyarakat

muslim dengan masyarakat non muslim yang tinggal dalam Komplek Buddha Tzu

Chi yang berdasarkan aturan-aturan yang belaku dalam perintah Gampong dan

juga aturan adat yang berlaku di masyarakat Aceh.


62

Faktor pendorong terjadinya interaksi antar umat agama di Komplek

Buddha Tzu Chi berdasarkan kerjasama antar masyarakat muslim dengan non

muslim sehingga terjadinya interaksi sosial dalam lingkungan masyarakat dengan

baik, terciptanya interaksi yang baik juga akan membantu terjadinya toleransi

antar umat agama yang sangat aman damai di Kota Banda Aceh.

Sedang faktor penghabat yang terjadi di Komplek Buddha Tzu Chi di

akibatkan masyarakat muslim masih kurang keperdulian terhadap non muslim,

begitu juga non muslim masih kurang keterbukaan dan pergaulan dengan

masyarakat setempat yang mengakibatkan terhambatnya proses interaksi antar

sesamanya.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, penulis memberikan saran yang kiranya

bermanfaat dalam hubungan interaksi masyarakat muslim dengan non muslim.

Saran-saran tersebut antara lain:

1. Interaksi sosial antar umat agama di masyarakat komplek Buddha Tzu Chi

Gampong Panteriek hendaknya selalu saling menjaga keharmonisan antar

agama baik itu dengan masyarakat komplek dengan masyarakat disekitar

Gampong Panteriek, supaya kedepan anak-anak mereka yang tinggal bersama

mereka bisa meneruskan sikap toleransi antar agama.

2. Masyarakat komplek lebih banyak lagi berbaur dengan sesamanya dan juga

dengan warga gampong yang lebih dulu menetap di gampong tersebut supaya

kehidupan antar sesama akan lebih baik.


63

3. Kepada masyarakat Komplek Buddha Tzu Chi diharapkan terus menjaga

interaksi sosial antar umat agama, supaya dapat memberi contoh dan

bertoleransi dalam beragama.

4. Diharapkan dari pemerintah Kota Banda Aceh diharapkan bisa ikut serta lebih

jauh lagi dalam menjaga kerukunan antar umat agama yang ada di Komplek

Buddha Tzu Chi.

5. Kepada pemerintah Gampong Panteriek terutama Keuchik dan jajaran

perangkap Gampong Panteriek supaya terus menjaga masyarakat komplek

kenyamanan dan keamanan dalam kehidupan antar umat agama.


DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Mustafa. Sosiologi Hukum Dalam Masyarakat. Jakarta: CV Rajaawali,


1987.
Ahmadi, Abu. Psikologi Sosial Jakarta: Rineka Cipta, 1991.

Abdul Wahab, M. Husein, dkk.,Pembinaan Kerukunan Hidup Umat Beragama:


Refleksi Cendikiawan Menuju Kesadaran dan Kesatuan Umat, Banda
Aceh: Ar-Raniry, 2004.

Asrori, Muhammad, Ali. Psikologi Remaja: Perkembangan Peserta Didik.


Jakarta: Bumi Aksara, 2010.

Bimo Walgito, Psikologi Sosial Suatu Pengantar.Yogyakarta: CV Andi Offset,


2003.
Bonner, Dalam Gerungan. Psikologi Sosial, Bandung: Fresco, 2009.

Bungi, Burhan,Sosiologi Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup,


2009.

Badan Pusat Statistik Kota Banda Aceh, Statistik Daerah Kota Banda Aceh,
Banda Aceh: BPS Kota Banda Aceh, 2014.

Badan Statistik Kota Banda Aceh, Banda Aceh dalam Angka 2013, Banda Aceh :
BPS Kota Banda Aceh, 2014.

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Bahasa,


Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 2008.

Data Laporan Bulanan Penduduk Kecamatan Lueng Bata tahun 2015, kantor
Keuchik Panteriek Kota Banda Aceh.

Elly M. Setiadi, kama A. Hakam, Ridwan Effendi, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar,
Jakarta : Kencana Prenata Media Group, 2010.

Ghalih,Sofyan, Islam dan Interaksi Sosial htt://iain-s.blogspot.com/2013/04islam-


dan-interaksi-sosial.html.

Hidayat, muarif, Pengertian pola interaksi http://id.shvoong.com/social-


sciences/education/2261303-pengertian-pola-interaksi/ (diakses pada
tanggal 31 April 2015 pukul 10.18 WIB).

Haryanto, Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial, diposkan pada 19 Februari 2011, http://


belajarpsikologi.com/tag/teori -interaksi-sosial/(diakses pada tanggal 29
April 2015 pukul 11.18 WIB).
Herimanto, Winarno. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, Jakarta: Bumi Aksara, 2010.

Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi, Jakarta: Lembaga Fakultas Ekonomi


Universitas Indonesia, 2004.

Kartini Kartono, Pengantar Riset Sosial, Bandung Manda maju, 1990.

M. Husein A. Wahab, Fuad, M. Hum, dkk, Pembinaan Kerukunan Hidup Umat


Beragama: Refleksi Cendikiawan Menuju Kesadaran dan Kesatuan Umat,
Banda Aceh: Ar-Rijal, 2004.

Muhammad, Nurdinah, Taslim HM. Yasin, H.M. Husein A. Wahab, Antropologi


Agama, (Banda Aceh: Ar-Raniry Press, IAIN Ar-Raniry Darussalam, 2007.

M. Nasir Ali, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, Jakarta : Mutiara, 1979.

Mahmudah, Siti, Psikologi Sosial, Malang: UIN Malik Press, 2010.

Narwarko Dwi. J dan Suryanto, Bangong, Sosiologi Pengantar dan Terapan,


Jakarta: Kencana, 2011.

Soekanto, Soejono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada,


2004.

Shihab, Quraish, Wawasan Al-Qur’an, Bandung: Mizan,1996.

Zakiah Darajat, Peranan Agama Dalam Kesehatan Mental Jakarta: Gunung


Agung, 1980.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

1. Identitas Diri : SRI AHMAT HELMISYAH


Tempat / Tgl Lahir : Banda Aceh, 04 Februari 1992
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Pekerjaan / Nim : Mahasiswa / 321103020
Agama : Islam
Kebangsaan / Suku : Indonesia / Aceh
Status : Belum Kawin
Alamat : Komplek Buddha Tzu Chi Cinta Kasih Barat
Barat 10 No. 21. Gampong Panteriek Kec.
Lueng Bata, Kota Banda Aceh

2. Orang Tua / Wali


Nama Ayah : Ilyas Sani
Pekerjaan : Wiraswata
Nama Ibu : Alm. Cut Kasnila
Pekerjaan :-

3. Riwayat Pendidikan
a. SD I Suak Berembang Manggeng- ABDYA : Tahun Lulus 2005
b. SMPN 8 Darussalam- Banda Aceh : Tahun Lulus 2008
c. SMAN 5 Darussalam- Banda Aceh : Tahun Lulus 2011
d. UIN Ar-Raniry Darussalam Banda Aceh : Tahun Lulus 2016

4. Pengalaman Organisasi
a. Anggota Palang Merah Remaja (PMR) SMPN 8 Darussalam (2007)
b. OSIS SMAN 5 Darussalam bagian HuMas (2009)
c. Anggota Pramuka SMAN 5 Darussalam (2009)
d. Anggota Ikatan Remaja Muhammadiyah (IRM) PC Meraxa (2007)
e. Ketua Ikatan Remaja Muhammadiyah (IRM) PC Kuta Alam (2007-2008)
f. Ketua Bidang Pengkaderan Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) Kota Banda
Aceh (2008-2009)
g. Sekretaris Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) Kota Banda Aceh (2010)
h. Ketua Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) Kota Banda Aceh (2010-2011)
i. Anggota Bidang Pengkaderan Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) Prov. Aceh
(2011-2012)
j. Anggota Bidang Advokasi Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) Prov. Aceh
(2012-2014)
k. Ketua Bidang Organisasi Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) Prov. Aceh (2014-
2016)
l. Anggota Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas (Bemaf) Ushuluddin dan Filsafat
bagian HuMas (2013)
m. Wakil Ketua UKM Taekwondo UIN Ar-Raniry (2013/2014)
n. Sekretaris UKM Taekwondo UIN Ar-Raniry (2014/2015)
o. Anggota Bidang Pengkaderan Pemuda Muhammadiyah (2015- 2018)
p. Sekretaris Umum HAPKIDO Aceh (2016-2021)

Demikianlah riwayat hidup tersebut dibuat dengan sebenarnagar dapat di pergunakan


dimana kiranya ada diperlukan.

Banda Aceh, 13 Januari 2016

Sri Ahmat Helmisyah


NIM. 3 2 1 1 0 3 0 2 0
1

Paska tsunami yang melanda sebagian besar wilayah Provinsi Aceh pada

26 Desember 2004 silam, bermunculan banyak komplek perumahan penduduk

sebagai dampak dari relokasi yang dilakukan oleh pemerintah melalui Badan

Rehabilitasi dan Rekontsruksi Aceh (BRR) dan berbagai lembaga bantuan

internasional lainnya. Relokasi tersebut dilakukan karena sebahagian besar desa

yang berada di sepanjang pesisir pantai barat dan timur Aceh rusak bahkan hilang

di terjang gelombang tsunami. Masyarakat yang telah kehilangan kampung

halaman dan tempat tinggalnya kemudian direlokasi ke daerah baru yang jauh dari

pantai.

Perkampungan di daerah yang terkena dampak tsunami sebagian tidak

layak lagi dihuni bahkan tidak dapat di jadikan tempat pemukiman penduduk

sehingga mengharuskan penduduknya pindah dan membentuk pemukiman baru di

daerah yang telah dialokasikan oleh pemerintah dan didanai oleh berbagai

lembaga donor internasional yang bersimpati terhadap musibah tsunami Aceh.

Relokasi dan pengelompokan pemukiman baru dilakukan berdasarkan kampung,

namun ada juga yang berdasarkan etnis, agama, bahkan dicampur tanpa

memandang agama dan etnis. Kelompok-kelompok pemukiman baru inilah yang

sekarang dikenal dengan komplek-komplek perumahan pasca tsunami karena

bentuk rumah yang diseragamkan.

Salah satu komplek relokasi warga korban tsunami adalah Komplek

Budha Tzu Chi yang terletak di Gampong Panteriek Kecamatan Lueng Bata.

Komplek perumahan ini merupakan bantuan dari Yayasan Buddha Tzu Chi yang

berasal dari negara Taiwan yang di salurkan melalui cabang Yayasan Buddha Tzu
2

Chi Indonesia. Bantuan rumah yang dibagun oleh Yayasan Buddha Tzu Chi

berjumlah 750 rumah terdiri dari dua blok timur dan barat atau yang lebih dikenal

oleh masyarakat setempat dengan nama jalan Cinta Kasih Timur dan Cinta Kasih

Barat. Dalam dua jalan tersebut masing-masing mempunyai 12 lorong dan dalam

satu lorong tedapat 40 rumah hunian.

Paska relokasi, bertambahnya penduduk yang baru di Gampong Panteriek,

tentunya membawa perubahan sosial terhadap penduduk asli setempat dan juga

dinamika sosial bagi sesama masyarakat komplek itu sendiri yang memiliki latar

belakang yang berbeda terutama dari segi agama dan kebiasaan mereka lakukan

menurut ajaran yang dipercayai. Masyarakat komplek yang sudah menjadi

penduduk setempat harus beradaptasi dan berinteraksi kembali dengan sesama

masyarakat pendatang.

Di tempat tinggal masyarakat pendatang sekarang, tentu banyak tantangan

kehidupan interaksi sosial antara umat beragama yang mengharuskan mereka

beradaptasi dan berinteraksi untuk menemukan corak baru kehidupan

bermasyarakat yang harmonis. Persoalan ini menarik untuk diteliti, terutama

melihat bagaimana Pola Interaksi Sosial antar Umat Agama di Komplek

Buddha Tzu Chi Kecamatan Lueng Kota Bata Banda Aceh, dan bagaimana

mereka menyusaikan diri ketika mereka tinggal di wilayah baru.


3

A. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis menemukan beberapa

permasalahan penting yang dapat dirangkum dalam bentuk pertanyaan inti berikut

ini:

1. Bagaimana pola interaksi sosial antar umat agama di Komplek Buddha Tzu

Chi Kecamatan Lueng Bata Kota Banda Aceh?

2. Faktor-faktor apa saja yang mendorong terjalinnya interaksi sosial antara umat

agama di Komplek Buddha Tzu Chi Kecamatan Lueng Bata Kota Banda Aceh?

3. Faktor-faktor apa saja yang menghambat terjalinnya interaksi sosial antar

umat agama di Komplek Buddha Tzu Chi Kecamatan Lueng Bata Kota Banda

Aceh?

B. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pokok masalah di atas maka penulisan skripsi ini bertujuan:

1. Untuk mengetahui pola interaksi sosial antar umat agama di komplek Buddha

Tzu Chi Kecamatan Lueng Bata Kota Banda Aceh.

2. Untuk mengetahuai faktor yang mendorong interaksi sosial antar umat agama

di Komplek Buddha Tzu Chi Kecamatan Lueng Bata Kota Banda Aceh.

3. Untuk mengetahui faktor yang menghambat interaksi sosial antar umat agama

di Komplek Buddha Tzu Chi Kecamatan Lueng Bata Kota Banda Aceh.
4

C. Me tode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian lapangan

(field research) yaitu penelitian yang dilakukan dalam kancah sebenarnya, dengan

mengamati secara langsung realitas yang terjadi ditempat kejadian, khususnya

realitas menyangkut pola interaksi sosial yang terjadi di masyarakat.1

Fokus kajian penelitian ini ada pada pelaksanaan dari interaksi antar umat

agama sehingga dapat mengungkapkan relasi yang ada di antara perbedaan paham

dalam isu-isu kontenporer saat ini.

2. Sumber Data

a. Sumber Primer

Data primer didapat langsung dari objek, yaitu warga Komplek Buddha

Tsu Chi kecamatan Lueng Bata, baik melalui wawancara maupun data lainya

yang sesuai keperluaan penelitian.

Data sekunder merupakan buku-buku bacaan, majalah, jurnal, dan yang

lainnya yang dapat dijadikan referensi dan dianggap berkaitan dengan judul

penelitian dan tujuan dari penelitian.

3. Teknik Pengumpulan Data

1
Kartini Kartono, Pengantar Riset Sosial, (Bandung Manda Maju 1990), 32.
5

Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang akan dilakukan

adalah:

a. Teknik observasi yaitu pengamatan langsung ke tempat penelitian tersebut.

b. Teknik wawancara yaitu melakukan tanya jawab yang mendalam secara

langsung kepada respondennya.

c. Teknik dokumentasi yaitu mengumpulkan data-data yang sudah terbukti

kebenaran dari wawancara yang ada.

d. Teknik Kepustakaan yaitu mengumpulkan data-data yang ada dibuku yang

relevansi dengan penelitian.

4. Metode Analisis Data

Dalam penelitian ini penulis mengunakan metode deskriptif, yaitu suatu

metode penelitian yang menguraikan sifat atau karakteristik dari suatu fenomena

tertentu, di mana data dikumpulkan terlebih dahulu untuk kemudian dianalisa.

Untuk mengetahui pola interaksi sosial antar umat agama, peneliti

menganalisa data dengan jalan menggunakan studi lapangan yang seksama

melalui wawancara bebas terpimpin sebagai metode pokok dan observasi

partisipasi sebagai pelengkap. Tujuan yang telah digariskan di atas akan dapat

dicapai melalui analisa yang akan ditempuh dengan cara menghubungkan data

yang diperoleh satu sama lain, kemudian disusun kategori-kategori tertentu,

dibandingkan serta dicari saling hubungannya. Dengan cara ini diharapkan akan

ditemukan konsep-konsep dan kesimpulan-kesimpulan yang menjelaskan data.


6

Penelitian ini juga mengunakan metode komperaktif, yaitu metode yang

berupaya membandingkan data temuan di lapangan dan menghubungkannya

dengan teori pola interaksi sosial antara umat agama dengan melihat secara

langsung dinamika masyarakat muslim dan non muslim yang berada di Komplek

Buddha Tzu Chi.

D. ISI

Pada tahapan ini penulis ingin menganalisa pola interaksi sosial antar

agama yang terjadi di Komplek Buddha Tzu Chi Gampong Panteriek. Maka dari

ini penulis mencoba melihat masalah ini dari tiga sisi yaitu: sisi pola interaksi

sosial antar umat agama di Komplek Buddha Tzu Chi, sisi pendorong, dan sisi

penghambat terjadinya interaksi, yang terjadi di Komplek Buddha Tzu Chi

Gampong Panteriek Kecamatan Lueng Bata Kota Banda Aceh.

1. Pola Interaksi Sosial Antar Umat Agama

Pertama, pola interaksi sosial antar umat agama yang terjadi di Komplek

Buddha Tzu Chi, dalam bentuk kerjasama yang sesama ini terjadi. Kerja sama

antar umat agama membawa perubahan pada masyarakat setempat. Ini dirasakan

oleh masyarakat dengan adanya ke akraban antara non muslim dengan muslim

ketika melakukan kerjasama yaitu gotong royong dan tolong menolong antar

sesama masyarakat yang tinggal di Komplek Buddha Tzu Chi. Dengan kita lihat

kerjasama yang terjalin selama ini di dalam masyarakat Komplek Buddha Tzu Chi

membawa perubahan kearah positif bagi tempat tersebut.


7

Kerjasama antar muslim dengan non muslim yang terjadi tidak jauh

dengan aturan-aturan yang berlaku di Gampong Panteriek baik aturan adat

gampong maupun aturan-aturan yang berlaku dari pemerintah Gampong

Panteriek.

Dengan kita melihat kerjasama dalam budaya gotong royong dan tolong

menolong yang terjalin selama ini di dalam masyarakat Komplek Buddha Tzu Chi,

ini akan membawa perubahan ke arah yang positif bagi masyarakat setempat. Jika

budaya interaksi dalam bentuk kerjasama terus di jaga, akan terjadi toleransi antar

umat agama di Komplek Buddha Tzu Chi.

Kedua, sikap keterbukaan baik dari Pemerintah maupun antar masyarakat

Komplek Buddha Tzu Chi sangat penting dalam kehidupan antar umat agama.

Sikap keterbukaan yang sudah diterapkan di Komplek Buddha Tzu Chi. Hal ini

akan membantu masyarakat non muslim mengurus hal-hal yang diperlukan baik

itu surat menyurat dan informasi-informasi yang berguna bagi masyarakat

tersebut.

Selanjutnya, sikap interaksi sosial antar umat agama di Komplek Buddha

Tzu Chi baik dalam bentuk asimilasi maupun dalam bentuk akomodasi terus di

budayakan di dalam masyarakat Gampong Panteriek khususnya masyarakat

Komplek Buddha Tzu Chi, yang banyak terdapat non muslim ini akan terwujut

kerukunan antar umat beragama yang lebih baik lagi.

2. Faktor Pendorong

Pertama, faktor pendorong yang terjadi di Komplek Buddha Tzu Chi, tidak

jauh dengan faktor asimilasi dan akomodasi yang di jelas kandi atas. Partisipasi
8

masnyarakat non muslim untuk menghujutkan rasa aman pada ke hidupan

masyarakat muslim setempat, dengan ikut mendorong proses interaksi sosial antar

sesama masyarakat yang tinggal di Komplek Buddha Tzu Chi.

Peran masyarakat muslim dan non muslim untuk mendorong interaksi

sosial terus berperan aktif bekerjasama baik dalam segi membantu tetangga

terkenak musibah, pesta, bahkan dari segi bantuan dana dan tenaga.

Kedua, faktor pendorong yang terjadi di Kompek Buddha Tzu Chi, juga di

sebabkan dorongan dari perangkat Gampong Panteriek baik dari luar maupun dari

dalam Gampong Panteriek. Apalagi dorongan masyarakat komplek itu sendiri.

Seperti kepala lorong yang menginggatkan masyarakatnya untuk ikut aktif

berpartisipasi dalam hal kerjasama dalam bentuk gotong royong maupun dalam

bentuk tolong menolong, meskipun masyarakat ada juga tidak ikut serta dalam

kegiatan gampong ataupun dalam komplek, hal ini juga di akibutkan kesibukan

dan pekerjaan di tempat lain.

Selanjutnya, peran masyarakat setempat yang saling megingatkan antar

sesamanya baik antar sesama muslim maupun non muslim untuk ikut

berpartisipasi dalam kegiatan Gampong Panteriek.

3. Faktor Penghambat

Pertama, penghalang yang terjadi di dalam Komplek Buddha Tzu Chi

masih banyak terjadi, hal ini di akibatkan masih kurang responnya masyarakat

dalam kegiatan yang di selengarakan. Pada hal ini momen panting terjadinya

proses interaksi sosial antar umat agama di Komplek Buddha Tzu Chi.
9

Kurang pergaualan antara masyarakat muslim dengan non muslim juga

akan menghambat terjadinya interaksi masyarakat kedua pihak, masih ada

memandang sikap perbedaan dalam bentuk etnis, suku, dan agama.

Kedua, faktor penghalang terjadinya pola interaksi sosial antar umat

agama juga disebabkan faktor kesibukan masing-masing, kebanyakan muslim dan

non muslim banyak menekuni pekerjaan swasta ataupun usaha dangang.

Kebanyakan para non muslim seperti masyarakat etnis China ke banyakan mereka

bekerja sebagai perdangang dan bengkel di daerah penanyong akibanya sebagian

masyarkat tersebut bisa ikut berpastisipasi dalam kegiatan gampong. Pada hal dari

sinilah terjadinya hubungan interaksi antar muslim dengan non muslim.

Jadi, setelah penulis melihat pola interaksi sosial antar umat agama yang

terjadi di Komplek Buddha Tzu Chi. Penulis menarik kesimpulan dari analisis ini,

bahwa yang terjadi proses interaksi di Komplek Buddha Tzu Chi, dalam bentuk

asosiatif, dalam pergertian kerjasama yang terjadi dalam masyarakat komplek.

Sedangkan dalam bentuk akomondasi terjadi dalam bentuk keterbukaan penguasa,

dan dalam bentuk toleransi antar umat agama.

E. Kesimpulan

F. Tsunami yang melanda Aceh pada tanggal 26 Desember 2004 silam,

membawa luka yang mendalam bagi rakyat Aceh, Nasional, dan dunia

Internasional. Bencana tsunami tersebut membuat dunia internasional

mengulurkan tangan memberi bantuan pada pemerintah Indonesia, melalui

Badan Rehabilitasi dan Rekontruksi (BRR) Aceh dan berbagai lembaga

bantuan lainnya. Salah satu bantuan yang di bagun adalah Komplek


10

Buddha Tzu Chi yang di bagun oleh Yayasan Buddha Tzu Chi, Komplek

tersebut terletak di Gampong Panteriek Kecamatan Lueng Bata, Kota

Banda Aceh.

G. Gampong Panteriek yang sekarang bertambah penduduknya, paska rumah

bantuan bagi korban tsunami selesai dan ditempati bagi penduduk yang

berbagai latar belakang agama dan budaya. Bertambahnya penduduk yang

yang berbagai latar belakang kepercayaan, masyarakat pendatang yang

menetap di komplek yang sudah menjadi penduduk setempat harus

beradaptasi dan berinteraksi kembali sesama mereka dan juga terhadap

masyarakat Gampong Panteriek yang lebih dulu tinggal ditempat tersebut.

H. Berbagai latar belakang ras, etnis, suku, budaya, dan agama yang menetap

di Gampong Panteriek khususnya Komplek Buddha Tzu Chi harus

beradaptasi dan berinteraksi. Interaksi sosial merupakan inti dari proses

sosial, yang merupakan hubungan timbale balik antara berbagai bidang

kehidupan yang mencakup bidang politik, ekonomi, sosial, hukum,

pendidikan, dan agama.

I. Proses interaksi sosial didasarkan berbagai faktor, di antaranya adalah

faktor imitasi, sugesti, indentifikasi dan simpati. Interaksi sosial paling

kurang memiliki empat bentuk, yaitu kerjasama (cooperation), persaingan

(competition), pertentangan dan pertikaian (conflict) dan akomodasi

(accomondation). Akomondasi adalah bentuk interaksi yang terjadi akibat

proses penyelesaian konflik yang mengalami jalan buntu sehingga semua


11

pandangan dan sikap akomondasi dalam suatu wadah untuk sementara

menunggu jalan keluar baru.

J. Pola interaksi sosial antar umat agama pada masyarakat komplek Buddha

Tzu Chi selama ini terjalin dengan baik, hal ini dengan adanya kerjasama

antar umat agama yang dalam partisipasi dalam kegiatan Gampong seperti

gorong royong, berkunjung rumah orang meninggal, ikut berpastisipasi

dalam pesta perkawinan dan sunatan. Ini disebabkan umat muslim dan non

muslim tidak yang tinggal di Gampong Panteriek khususnya dalam

komplek Buddha Tzu Chi tidak memandang agama sebagai penghalang

dalam berinteraksi antar sesama masyarakat Komplek.

K. Pola interaksi sosial antar umat agama yang terjadi dengan masyarakat

muslim dengan masyarakat non muslim yang tinggal dalam Komplek

Buddha Tzu Chi yang berdasarkan aturan-aturan yang belaku dalam

perintah Gampong dan juga aturan adat yang berlaku di masyarakat Aceh.

L. Faktor pendorong terjadinya interaksi antar umat agama di Komplek

Buddha Tzu Chi berdasarkan kerjasama antar masyarakat muslim dengan

non muslim sehingga terjadinya interaksi sosial dalam lingkungan

masyarakat dengan baik, terciptanya interaksi yang baik juga akan

membantu terjadinya toleransi antar umat agama yang sangat aman damai

di Kota Banda Aceh.

M. Sedang faktor penghabat yang terjadi di Komplek Buddha Tzu Chi di

akibatkan masyarakat muslim masih kurang keperdulian terhadap non

muslim, begitu juga non muslim masih kurang keterbukaan dan pergaulan
12

dengan masyarakat setempat yang mengakibatkan terhambatnya proses

interaksi antar sesamanya.


Assalamualaikum Wr. Wb
POLA INTERAKSI SOSIAL
ANTAR UMAT AGAMA
DI KOMPLEK BUDDHA TZU
CHI KECAMATAN LUENG
BATA KOTA BANDA ACEH
Latar Belakang
pada paska tsunami yang terjadi di Aceh pada tanggal 26
Desember 2004 silam, tentunya membawa luka bagi rakyat Aceh,
Nasional, dan bahkan dunia internasional ikut berduka.
Dengan adanya tsunami yang terjadi di Aceh. Banyak lembaga
bantuan nasional dan internasional memberi bantuan ke Aceh,
melalui BRR Aceh. Salah bantuan yang diberikan adalah di
bangunya Komplek Buddha Tzu Chi yang diGampong Panteriek
Kecamatan Lueng Bata Kota Banda Aceh.
Bantuan ini dibiayai oleh Yayasan Buddha Tzu Chi dari negara
taiwan.
Rumah bantuan tersebut tidak hanya diberikan bagi umat muslim
saja, tapi bagi masyarakat non muslim juga mendapatkan rumah
bantuan tersebut.
paska relokasi tentunya masyarakat Komplek Buddha Tzu Chi
harus beradaptasi dan berinteraksi dengan masyarakat yang
berbagai latar belakang suku, ras, etnis, budaya, dan agama.
Persoalan ini menaei di teliti terutama melihat bagaimana pola
interaksi sosial antar umat agama di Komplek Buddha Tzu Chi
Kecamatan Lueng Bata Kota Banda Aceh.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana pola interaksi sosial antar umat agama di Komplek
Buddha Tzu Chi kecamatan Lueng Bata Kota Banda Aceh.
2. Faktor- faktor apa saja yang mendorong terjadinya interaksi
sosial antar umat agama di Komplek Buddha Tzu Chi Kecamatan
Lueng Bata Kota Banda Aceh.
3. Faktor-Faktor apa saja yang penghambat terjadinya interaksi
sosial antar umat agama di Komplek Buddha Tzu Chi Kecamatan
Lueng Bata Kota Banda Aceh.
Tujuan Penelitian

1. untuk mengetahui pola interaksi sosial antar umat agama di


Komplek Budha Tzu Chi Kecamatan Lueng Bata.
2. untuk mengetahui pendodrong interaksi sosial antar umat
agama di Komplek Budha Tzu Chi Kecamatan Lueng.
3. untuk mengetahui penghambat interaksi sosial antar umat
agama di Komplek Buddha Tzu Chi.
Metode Penelitian

metode penelitian ini bersifat lapangan dan untuk mengumpulkan


data dilakukan dengan cara observasi dan wawancara beberapa
responden yang sesuai dengan pembahasan.
Skripsi ni terdiri dari lima bab yang bab pertama dimulai dari
pendahuluan.
Bab kedua dimulai dari gambaran umam daerah penelitian.
Bab ketiga tiori interaksi sosial.
Bab keempat adalah hasil penelitian lapangan.
Dan bab kelima kesimpulan dan penutup.
Hasil Temuan Penelitian

Pola interaksi sosial antar umat agama yang terjadi di Komplek


Buddha Tzu Chi, berupa hubungan saling bekerjasama, gotong
royong, tolong menolong, saling menghormati dan menghargai
antar agama.
Faktor Pendorong

Faktor pendorong terjadi interaksi sosial antar umat agama


diakibatkan peran perangkat gampong dari tingkat Keuchik,
Keplor, tokoh masyarakat, dan juga masyarakat komplek yang
saling menjaga keharmonisan antar agama.
Faktor Penghambat

Faktor penghambat diakibatkan masih kurangnya respon sebagian


masyarakat Panteriek dalam kerja sama.
dan juga faktor kesibukan dan lainnya juga menghambat dalam
berinteraksi antar sesama masyarakat Komplek
Penutup
Jadi proses terjadinya interaksi sosial antar umat agama di
komplek Budha Tzu Chi berjalan dengan baik, hal ini dapat dilihat
dari proses kerjasama dan partisipasi masyarakat dalam kegiatan
gampong dan juga masyarakat koplek mematuhi aturan-aturan
yang berlaku dalam gampong.

Anda mungkin juga menyukai