Konsep Cinta Perspektif Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 89

KONSEP CINTA PERSPEKTIF IBNU QAYYIM

AL-JAUZIYYAH

SKRIPSI

Diajukan Oleh:
MARDHIAH
NIM. 140301008
Mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Filsafat
Prodi Aqidah dan Filsafat Islam

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY
DARUSSALAM-BANDA ACEH
2019 M/1440 H
PERNYATAAN KEASLIAN

Dengan ini saya:


Nama : Mardhiah
NIM : 140301008
Jenjang : Strata Satu (S1)
Prodi : Aqidah dan Filsafat Islam

Menyatakan bahwa naskah Skripsi ini secara keseluruhan adalah


hasil penelitian saya sendiri, kecuali bagian-bagian yang dirujuk
sumbernya.

ii
SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Ar-Raniry


Sebagai Salah Satu Beban Studi Untuk Memperoleh Gelar Sarjana
(S1) Dalam Ilmu Ushuluddin dan Filsafat Prodi Aqidah dan
Filsafat Islam

Diajukan Oleh:

Mardhiah

Mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan


Filsafat Prodi Aqidah dan Filsafat Islam
NIM. 140301008

Disetujui Oleh:

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. Faisal Muhammad Nur, Lc., M.A Happy Saputra, S.Ag., M.Fil.I
NIP. 197612282011011003 NIP. 197808072011011005

iii
Telah Diuji oleh Panitia Ujian Munaqasyah Skripsi
Fakultas Ushluddin dan Filsafat UIN Ar-Raniry dan Diyatakan
Lulus
Serta Diterima Sebagai Salah Satu Beban Studi Program Strata
Satu (SI)
Dalam Ilmu Ushuluddin dan Filsafat
Prodi Aqidah dan Filsafat Islam

Pada Hari/Tanggal : Jum’at, 25 Januari 2019 M


19 Jumadil Awal 1440 H

di
Darussalam - Banda Aceh
Panitia Sidang Munaqasyah Skripsi

Ketua, Sekretaris,

Dr. Faisal M.Nur, Lc., M.A Happy Saputra, S.Ag.,M.Fil.I


NIP.197612282011011003 NIP.197808072011011005

Anggota I, Anggota II,

Dr. Ernita Dewi, M.Hum Dr. Nurkhalis, S.Ag., SE., M.Ag


NIP. 19730723200032002 NIP.197303262005011003

Mengetahui,
Dekan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat
UIN Ar-Raniry Darussalam Banda Aceh

Drs. Fuadi, M.Hum


NIP. 196502041995031002

iv
ABSTRAK
Nama/NIM : Mardhiah/140301008
Judul Skripsi : Konsep Cinta Perspektif Ibnu Qayyim
al-Jauziyyah
Tebal Halaman : 79 Halaman
Pembimbing I : Dr. Faisal Muhammad Nur, Lc., M.A
Pembimbing II : Happy Saputra, S.Ag., M.Fil.I

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsep cinta


perspektifn Ibnu Qayyim al-Jauziyyah. Keharusan untuk mencintai
Allah SWT. dengan cara tunduk dan taat kepada-Nya menjadi
kewajiban bagi setiap hamba. Cinta merupakan sarana untuk bisa
bersatu dan dekat dengan Allah. Allah adalah segala-galanya, tidak
ada Tuhan selain-Nya. Cinta yang murni ialah cinta yang diyakini
dari Allah dan untuk Allah. Akan tetapi, dalam kehidupan saat ini,
orang-orang banyak yang salah memaknai akan cinta itu, sehingga
banyak dari mereka terjerumus ke dalam cinta yang tercela.
Adapun yang menjadi masalah dalam skripsi ini, yaitu
bagaimana konsep cinta, tanda-tanda dan bukti cinta menurut Ibnu
Qayyim al-Jauziyyah. Metode penelitian yang digunakan metode
kualitatif dengan penelitian kepustakaan (Library Research) serta
metode deskriptif-analitis dan historis.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa cinta menurut
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah merupakan sebuah amalan hati yang
akan terwujud dalam amalan, di mana luapan hati dan gejolaknya
saat dirundung keinginan untuk bertemu dengan sang kekasih. Ibnu
Qayyim membagi cinta ke dalam lima macam, yaitu
Maḥabbahtullah (Cinta kepada Allah), Maḥabbah ma yuhibbullah
(Cinta karena sesuatu yang dicintai Allah), al-Ḥubb lillāh wa fīllāh
(Cinta untuk Allah dan karena Allah), al-Maḥabbah ma’allāh
(Cinta terhadap hal-hal lain yang bersamaan dengan cinta kepada
Allah), ini adalah cinta yang disekutukan, dan juga al-Maḥabbah
al-Tabi’iyah (cinta yang selaras dengan tabiat), menurutnya, kelima
macam ini harus dibedakan. Selanjutnya Ibnu Qayyim membagi
tanda-tanda dan bukti cinta kedalam 20 tanda-tanda. Adapun
kesimpulannya, Ibnu Qayyim ingin memberikan pemahaman
bahwa cinta yang sebenarnya tidak bertentangan antara akal dan
nafsu karena cinta merupakan fitrah setiap manusia.

iv
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadiran Allah swt. yang telah


mencurahkan rahmat dan nikmat-Nya kepada penulis, sehingga
penulis telah dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Shalawat
dan salam penulis sampaikan kepada Rasulullah saw. yang telah
membawa umatnya ke jalan yang benar dan telah bersusah payah
menyampaikan risalah ilahi kepada umat manusia.
Dalam penulisan skripsi yang berjudul Konsep Cinta Ibnu
Qayyim al-Jauziyyah penulis banyak sekali menemukan kesulitan
dan hambatan, baik tentang cara penyusunannya maupun dalam
mendapatkan sumber-sumber literaturnya, hal ini disebabkan
keterbatasan ilmu dan pengalaman penulis, namun dengan adanya
bantuan dan dorongan semangat dari berbagai pihak kesulitan dan
hambatan itu dapat diatasi. Oleh karenanya sudah sepantasnya
penulis mengucapkan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada
Bapak Dr. Faisal Muhammad Nur, Lc., M.A selaku pembimbing
utama yang mengarahkan judul yang akan penulis teliti, dan Bapak
Happy Saputra, S.Ag., M.Fil.I selaku pembimbing kedua yang
telah banyak memberikan arahan kepada penulis, sehingga
penulisan skripsi ini dapat dilaksanakan dengan baik dan atas
bantuan keduanya penulis ucapkan terima kasih, semoga amal
baiknya diterima di sisi Allah.
Ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya juga penulis
sampaikan kepada seluruh keluarga, terutama kepada Ayahanda
dan Ibunda, tercinta yang senantiasa memberikan semangat dan
do’a kepada penulis dari awal hingga sekarang, atas jasa-jasa
Ayahanda dan Ibunda dan seluruh anggota keluarga yang tidak
terhingga itu penulis tidak sanggup membalasnya, kecuali penulis
serahkan kepada Allah Swt semata. Juga ucapan terima kasih

v
penulis sedalam-dalamnya kepada Kakek, Nenek, Bunda yang
telah bersusah payah mendidik penulis hingga saat ini, dan ucapan
terima kasih penulis kepada Abang-abang, adik-adik serta kawan-
kawan seperjuangan Lisa Ulfa, Tasya Khairunnisa, Syarifah
Maulina, Candra Tati Dewi, Yulia Herimawar dan sahabat-sahabat
dari saya yang telah banyak sekali memberikan bantuan.
Tidak lupa pula penulis ucapkan terima kasih kepada
Bapak Dekan, Wakil Dekan, Ketua Prodi, Dosen-dosen dan seluruh
karyawan/karyawati Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Ar-
Raniry serta pihak-pihak yang telah memberikan bantuan untuk
kepentingan belajar di UIN Ar-Raniry. Akhirnya kepada Allah Swt
penulis serahkan diri semoga diberikan taufik dan hidayah-Nya.
Amin.

Banda Aceh, 10 Januari 2019


Penulis,

Mardhiah

vi
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................. i


PERNYATAAN KEASLIAN................................................. ii
LEMBARAN PENGESAHAN .............................................. iii
ABSTRAK .............................................................................. iv
KATA PENGANTAR ............................................................ v
DAFTAR ISI ........................................................................... vii

BAB I PENDAHULUAN
A. LatarBelakangMasalah......................................... 1
B. RumusanMasalah.................................................. 7
C. TujuanPenelitian................................................... 7
D. ManfaatPenelitian................................................. 7
E. TinjauanPustaka.................................................... 8
F. LandasanTeori....................................................... 11
G. MetodePenelitian.................................................. 12
H. SistematikaPembahasan........................................ 14
BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG CINTA
A. PengertianCinta..................................................... 16
B. Dasar-dasarCinta................................................... 20
C. Sebab-sebabTimbulnyaCinta................................ 26
D. Tingkatan-tingkatanCinta..................................... 26
E. PandanganUlamatentangCinta.............................. 30
BAB III CINTA DALAM PANDANGAN IBNU QAYYIM
AL-JAUZIYYAH
A. BiografiIbnuQayyim al-Jauziyyah........................ 38
1. RiwayatHidup................................................ 38
2. LatarBelakangKehidupanIbnuQayyim
al-Jauziyyah................................................... 40
3. Guru-guru ...................................................... 41
4. Murid-murid .................................................. 42
5. Apresiasi Kalangan Ulama terhadap
Ibnu Qayyimal-Jauziyyah.............................. 44
6. Karya-karya .................................................. 44
7. Wafat ............................................................. 46
B. Konsep Cinta ........................................................ 47
C. Tanda-tandadanBuktiCinta................................... 58
vii
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................... 74
B. Saran .................................................................... 75
DAFTAR PUSTAKA ............................................................. 76
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

viii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Dunia ini dijadikan Allah atas dasar rasa cinta, begitu juga
halnya dengan agama. Agama itu sendiri berdiri atas dasar cinta
dan karena cinta pula, Allah menurunkan agama. Juga karena cinta,
Allah menurunkan din yang bersifat jaza, yaitu berisi tentang
pemberian balasan kepada orang-orang yang baik dan orang-orang
yang buruk sesuai dengan kebaikan dan kejelekan mereka.1 Agama
seorang hamba adalah untuk Allah. Jika manusia menerima agama
disertai dengan kecintaan dan kerelaannya, Allah amat suka.
Karena agama diartikan pula dengan sikap merendahkan diri
(tunduk dan taat) kepada Allah. Semua itu dapat dilakukan atas
dasar rasa cinta.
Cinta merupakan salah satu pilar utama spiritualisme Islam
(tasawuf dan irfan). Cinta adalah anugerah Ilahi, bukan sesuatu
yang bisa diperoleh manusia dengan ikhtiarnya. Dengan kata lain,
meski pendahuluan-pendahuluan cinta bisa diperoleh manusia
berkat usahanya, namun cinta Ilahi yang merupakan produknya
adalah anugerah yang bersifat hudhuri (pengetahuan kehadiran).2
Cinta seakan diciptakan untuk menjadi inspirasi kehidupan seorang
anak manusia. Fase-fase jatuh cinta akan selalu menjadi masa-masa
terindah dalam kehidupan manusia. Fase-fase terluka karena cinta,
setelah melewati proses perjalanan waktu, dari rasa yang
menyakitkan menjelma menjadi sesuatu yang indah. Sisi buruk
akan menular dengan sendirinya, sedangkan sisi-sisi keindahannya
akan memperkuat eksistensinya. Tidak sedikit pula orang yang

1
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Terapi Penyakit Hati, Terjemahan Salim
Bazemool, (Penerbit: Qisthi Press, 2012), hlm. 321.
2
Muhsin Labib, Jatuh Cinta: Puncak Pengalaman Mistis, (Jakarta:
Lentera, 2004), hlm. 25.
1
“mabuk” ketika diterpa oleh angin dan pesona cinta membuatnya
kehilangan seluruh tekanan-tekanan kesadarannya, serta lupa
dengan fungsi akal, selain itu nuraninya pun tidak lagi sanggup
membedakan antara yang benar dan yang salah.3
Allah Swt berfirman dalam surat Ali Imran ayat 31-32:
ِ ِ ِ
ُ‫قُ ْل إ ْن ُكْنتُ ْم ُُتبُّ ْو َن اهللَ فَا تَّبِ ُع ْوِِن ُُْيبِْب ُك ُم اهللَ َويَ ْغف ْر لَ ُك ْم ذُنُ ْوبَ ُك ْم َواهلل‬
.‫ب الْ َك ِف ِريْ َن‬
ُّ ‫الر ُس ْو َل فَِإ ْن تَ َولَّواْ فَِإ َّن اهللَ ََل ُُِي‬ ِ ‫ أ‬.‫َغ ُفور َّرِحيم‬
َّ ‫َطْي عُواْ اهللَ َو‬ ٌ ْ ٌْ
Katakanlah, "Jika kalian (benar-benar) mencintai Allah,
ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni
dosa-dosa kalian," Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. Katakanlah,"Taatilah Allah dan Rasul-Nya; jika
kalian berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang kafir."4

Ajaran cinta dan kasih sayang dalam Alquran sangat ideal


sekiranya dapat diimplementasikan dalam pola sikap dan perilaku
sehari-hari dalam masyarakat di manapun. Cinta kepada Allah Swt
hendaklah menjiwai cinta kepada yang lain. Hanya cinta dan kasih
sayang yang tulus yang dijiwai oleh iman kepada Allah Swt
benturan dan masalah dalam masyarakat dapat dicegah dan
dikurangi, karena pada dasarnya sumber segala keburukan adalah
rasa benci yang dibiarkan dalam diri manusia.5
Cinta adalah kehidupan manusia, cinta menampakkan diri
dalam berbagai bentuk, mulai cinta pada dirinya sendiri, istri, anak,
harta dan Tuhannya. Bentuk cinta melekat pada diri manusia.
3
Fia Runi Risnanti, “Cinta menurut Rabi'ah al-Adawiyah dan Ibnu
Qayyim al-Jauziyyah: Studi Komparasi”, (Skripsi Jurusan Aqidah dan Filsafat,
Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta: 2010), hlm.
1.
4
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, (Surabaya:
Mekar Surabaya, 2004), hlm. 67.
5
Muhammad Asyhari, Tafsir Cinta: Tebarkan Kebajikan dengan Spirit
al-Qur’an, (Bandung: Mizan Media Utama, 2006), hlm. 220.
2
Potensi dan frekuensi berubah menurut situasi dan kondisi yang
mempengaruhinya. Cinta memegang peranan penting dalam
kehidupan manusia, sebab cinta merupakan landasan hubungan
yang erat di masyarakat dan hubungan manusiawi yang akrab.
Demikian pula cinta adalah pengikat yang kokoh antara manusia
dengan Tuhannya, sehingga manusia menyembah Tuhannya
dengan ikhlas, mengikuti perintah-Nya dan berpegang teguh pada
syariat-Nya. Apabila cinta seseorang telah tumbuh, berarti cinta itu
mengandung hakekat yang menuntut dirinya kepada kebenaran,
kebajikan dan pengorbanan.6
Menurut para sufi, cinta adalah salah satu konsep yang sulit
sekali untuk dipahami. Cinta hanya dapat dihayati dan tidak dapat
disifati. Setiap orang mampu merasakan cinta, namun mustahil
untuk mendefinisikannya. Ibnu „Arabi berkata,
Jika seorang mengaku bisa mendefinisikan cinta, jelaslah ia
masih belum mengenalnya. Jika ada orang yang
mengatakan „aku kenyang dengan cinta‟, ketahuilah, ia
masih buta tentang cinta, karena tak seorang pun
dikenyangkan oleh cinta.7
Dalam dada sufi terdapat kata-kata yang menggoncangkan,
“Tiada Tuhan selain cinta”. Bagi para sufi, Tuhan adalah cinta dan
cinta adalah Tuhan. Seperti yang dikatakan Ibnu „Arabi
sebagaimana dikutip oleh Reynold A. Nicholson, bahwa Islam itu
adalah agama cinta, sebagaimana Rasul Muhammad adalah yang
dikasihi Allah.8
Kaum sufi selalu berusaha mensucikan diri guna lebih
mendekatkan diri pada Ilahi. Berbagai tingkatan (maqam) dilalui,
untuk mencapai tingkatan tertinggi, yaitu ma`rifatullah. Dengan

6
M Munandar Sulaiman, Ilmu Budaya Dasar, (Bandung: ERISCO,
1995), hlm. 49.
7
Hamka Abbas, http://hakamabbas.blogspot.com/2014/01/pandangan-
sufi-tentang-cinta.html.
8
Reynold A. Nicholson, Mistik dalam Islam, (Jakarta: Bumi Aksara
2000), hlm. 86.
3
berbagai macam usaha pensucian diri, maka bertambahlah
cerahnya mata batin dalam melihat kemakhlukan diri serta
kesadarannya yang tinggi akan kasih sayang Ilahi yang selalu
dirasakannya tiada pernah henti.
Bagi seorang mukmin, cinta memiliki kedudukan dan rasa
yang tiada tara, seorang mukmin tidak akan merasakan manisnya
iman, sehingga ia tidak merasakan hangatnya cinta. Ia harus
memiliki cinta sebagai syarat kesempurnaan iman. Jelmaan cinta
tersebut adalah hadirnya agama kita Islam. Agama rahmatan
lil`alamin yang menyerukan cinta, baik cinta kepada Allah, cinta
kepada Rasul, cinta kepada agama, cinta kepada aqidah, dan cinta
kepada sesama makhluk.9
Sesungguhnya maḥabbah adalah rasa kasih yang bersih,
pembangkit gairah atau emosi pada kecintaannya, ketinggiannya
dan kemuliaannya bergantung pada yang dicintai, dan
kebutuhannya adalah kebutuhan yang tidak dapat diceraikan.10
Cinta adalah hakikat Tuhan yang wujud dalam alam. Ia
menampakkan dirinya berupa surah dalam diri manusia. Setiap
manusia yang menempuh jalan menuju Tuhan mesti membersihkan
diri dari sifat keduniawian. Sifat ketuhanan akan masuk dalam diri
yang telah bebas dari sifat keduniawiannya dan telah mampu
menampakkan sifat-sifat ketuhanannya dalam dirinya.11
Berkenaan dengan mahabbah, Suhrawardi pernah
mengatakan, sesungguhnya mahabbah (cinta) adalah suatu mata
rantai keselarasan yang mengikat sang pecinta kepada kekasihnya,
suatu ketertarikan kepada kekasih, yang menarik sang pecinta
kepadanya, dan melenyapkan suatu dari wujudnya, sehingga
9
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Penawar Hati yang Sakit, Terjemahan
Ahmad Turmudzi, (Jakarta: Gema Insani Press, 2003), hlm. 12.
10
Muhammad Solihin, Tasawuf Tematik: Membedah Tema-tema
Penting, (Bandung: Pustaka Setia, 2003), hlm. 33.
11
William C. Chittick, Jalan Cinta Sang Sufi: Ajaran-ajaran Spiritual
Jalaluddin Rumi, Terjemahan M Sadat Ismail dan Achmad Nidjam,
(Yogyakarta: Qalam, 2000), hlm. 298.
4
pertama-tama ia menguasai seluruh sifat dalam dirinya, kemudian
menangkap Zatnya dalam genggaman qudrah (Allah).12
Pengetahuan secara spesifik tentang mahabbah adalah
segala sesuatu yang berkaitan dengan zat Allah dan sifat-sifat-Nya,
baik yang kontra terhadap kekurangan dan pengokohan bagi
keparipurnaan sebagai keharusan (wajib), sesuai dengan ajaran
kitab dan sunnah, serta konsesus (ijma‟) ummat. Andaikata sampai
terjadi perbedaan arti hakekat mahabbah, maka mahabbah tidak
memiliki pengertian selain kecondongan terhadap sesuatu yang
lezat dan berkenaan.13
Perjalanan Rabi`ah yang penuh liku mengantarkan menjadi
perempuan sufi yang hidupnya hanya untuk Allah. Cinta Rabi`ah
yang khas adalah kepada khaliqnya. Menurut D. Zawawi Imran,
adalah cinta kreatif hasil pergumulan imannya dengan pengalaman
hidupnya yang kaya, serta hasil penghayatan yang dalam terhadap
hakikat hidup dan kesemestaan. Menurut Rabi`ah, cintalah yang
mendorongnya ingin selalu dekat dengan Allah dan cinta itu
pulalah yang membuat ia sedih dan menangis karena takut terpisah
dari yang dicintainya. Pendek kata, Allah baginya merupakan zat
yang dicintai, bukan zat yang ditakuti.14
Ibnu Qayyim, seorang sufi dan ulama yang terkenal, tetap
mengakui adanya cinta makhluk sehingga konsepnya tidak totalitas
masuk pada tingkatan cinta Allah seperti Rabi`ah. Ia memposisikan
cinta secara seimbang antara cinta makhluk dan cinta Allah, karena
beliau memandang bahwa cinta makhluk merupakan fitrah sebagai
wujud cintanya Allah pada makhluk sebagai manifestasi cinta
kepada Allah, sehingga nantinya lahir cinta yang paling bening,

12
Rosihon Anwar dan Mukhtar Solihin, Ilmu Tasawuf, (Bandung:
Pustaka Setia, 2000), hlm. 74.
13
Abu Hamid al-Ghazali, Taman Jiwa Kaum Sufi, Terjemahan Ahsin,
(Surabaya: Risalah Gusti, 1995), hlm. 59.
14
Asmaran As, Pengantar Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2002), hlm. 276.
5
jernih dan spiritual, karena cinta dan kerinduannya kepada Allah,
karena cinta senantiasa terkait dengan amaliyah yang tergantung
kepada keikhlasan kalbu.
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah merupakan sosok ulama Islam
yang terhitung sebagai ulama jajaran kelas atas, beliau adalah
seorang mujahid murni, ahli hadits yang mumpuni, ahli tafsir yang
mengetahui seluk beluk ilmu tafsir dan dan seorang ahli fiqh yang
dapat mengambil kesimpulan dari sebuah permasalahan, dengan
karyanya yang membahas tentang cinta dalam bukunya, Penawar
Hati yang Sakit, mengatakan bahwa setiap yang hidup mesti
memiliki cinta, kemauan dan perilaku. Setiap yang bergerak, maka
dasar yang menggerakkannya adalah cinta dan kemauan. Semua
yang wujud ini tidak akan harmonis, kecuali bila digerakkan oleh
rasa cinta terhadap yang menjadikannya sendiri.15
Di dunia akademisi saat ini, mahasiswa pada umumnya
hanya mengetahui Ibnu Qayyim al-Jauziyyah sebagai murid Ibnu
Taimiyah, dan mewarisi corak pemikiran yang tidak jauh berbeda
dengan sang guru, baik itu di bidang tafsir, hadis, fiqh dan lain
sebagainya. Namun sangat sedikit yang mengenalnya sebagai
seorang sufi yang juga membahas konsep cinta, tentu saja
konsepnya berbeda dengan konsep cinta yang diutarakan oleh
tokoh-tokoh sebelumnya. Sejauh ini belum ditemukan tulisan
tentang konsep cinta yang dibahas oleh Ibnu Qayyim al-Jauziyyah.
Maka dari itu, penulis sangat tertarik membahas tentang konsep
yang diutarakan oleh Ibnu Qayyim al-Jauziyyah.
Tidak bisa dipungkiri bahwa pembahasan mengenai konsep
cinta banyak sekali yang membahasnya, namun pembahasan
mengenai konsep cinta tentang tokoh tersebut, sejauh ini penulis
belum menemukan yang khusus membahasnya. Oleh karena itu,
peneliti merasa tertarik dan tertantang untuk mengkaji pembahasan

15
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Penawar Hati, hlm. 247.
6
konsep cinta yang dibangun oleh sang tokoh tersebut. Karena
dengan cinta manusia bisa menjalani kehidupan.
B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat diajukan
pertanyaan dalam rumusan sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep cinta dalam pandangan Ibnu Qayyim al-
Jauziyyah?
2. Bagaimana tanda-tanda dan bukti cinta menurut Ibnu Qayyim
al-Jauziyyah?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian
adalah:
1. Untuk mengetahui lebih dalam mengenai konsep cinta yang
ditawarkan Ibnu Qayyim al-Jauziyyah.
2. Untuk mengetahui bagaimana tanda-tanda dan bukti cinta
menurut Ibnu Qayyim al-Jauziyyah.
D. Manfaat Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat manfaat, baik secara teoritis
maupun praktis. Secara teoritis adalah memberikan informasi
khazanah intelektual kepada diri sendiri maupun masyarakat luas
mengenai konsep cinta yang ditawarkan oleh Ibnu Qayyim al-
Jauziyyah. Adapun secara praktis adalah memberi informasi
bahwa Cinta merupakan dasar kehidupan bagi ummat manusia.
Manfaat dari penelitian ini juga dapat berdampak positif pada
lembaga akademisi agar lebih membenahi dan meningkatkan
pemahaman bagi para pelajar agar lebih giat mengamati, meneliti
serta menggali sesuatu yang memiliki dampak positif pada
mahasiswa maupun pada masyarakat, serta mendapatkan
pengetauhan yang seluas-luasnya mengenai konsep cinta yang

7
ditawarkan oleh Ibnu Qayyim al-Jauziyyah. Dengan adanya
penelitian ini diharapkan dapat membangun kembali kesadaran
mahasiswa melalui bimbingan akademik sehingga dapat mendidik
dan melahirkan intelektual muda yang mempunyai kesadaran serta
kasih sayang yang menebarkan cinta terhadap sesama.
Selain itu, penelitian ini juga bermanfaat bagi pembaca
sehingga pembaca dapat memahami makna cinta yang ditawarkan
oleh Ibnu Qayyim al-Jauziyyah dan dapat mengaplikasikannya
dalam kehidupan sehari-hari.
E. Tinjauan Pustaka
Penelitian mengenai konsep cinta sudah banyak dikaji oleh
para peneliti atau penulis-penulis sebelumnya. Tidak dapat
dipungkiri bahwa terdapat sejumlah literatur yang telah mengkaji
tentang konsep cinta. Dari telaahan yang dilakukan, terlihat bahwa
kajian sebelumnya masih bersifat terpisah dan sangat parsial,
belum ditemukan karya tulis yang secara spesifik membahas
tentang konsep cinta dalam perspektif Ibnu Qayyim al-Jauziyyah.
Di antara tulisan yang membahas tentang Cinta adalah
Abdurrasyid Ridha dalam bukunya yang berjudul Memasuki
Makna Cinta, di mana dalam buku tersebut, pembaca diajak
manusia melihat cinta dalam Alqur`an dengan menggunakan
metode sosial, sambil melihat konsep cinta dalam pandangan Erich
Fromm misalnya, sehingga melalui pendekatan itu pembaca diajak
untuk melihat syarat-syarat dan penerapan praktis prinsip cinta
dalam berbagai aspek kehidupan.16
Ibnu al-Dabbagh dalam bukunya yang berjudul Mari Jatuh
Cinta Lagi: Kitab Para Perindu Allah, mengutarakan bahwa jalan
untuk menyempurnakan jiwa adalah cinta. Cinta berpengaruh
positif terhadap jiwa berupa kelembutan, kebeningan, kehalusan,

16
Abdurrasyid Ridha, Memasuki Makna Cinta, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2000).
8
dan sifat-sifat penyempurna jiwa lainnya. Dengan itu semua, jiwa
bisa “melongok” alam metafisika dan melihat rahasia-rahasia alam
gaib.17
Selanjutnya, Syaikh Abdul Qadir Isa dalam Hakekat
Tasawuf menjelaskan bahwa cinta tidak memiliki batasan yang
jelas, kecuali cinta itu sendiri. Definisi cinta adalah wujudnya.
Sebab, definisi adalah milik ilmu pengetahuan. Sementara cinta
adalah perasaan yang memenuhi hati orang-orang yang mencintai.
Makna cinta mudah untuk digambarkan, sedangkan makna cinta
sejati tidak terlihat kecuali mengalaminya. Cinta sejati tidak dapat
diingkari oleh agama ataupun syariat semenjak intinya di “tangan”
Tuhan. Cinta bagi Jalaluddin Rumi adalah ibarat lautan luas dan
dalam. Cintalah yang semestinya menjadi pilar utama bagi
bangunan hubungan antar manusia, antar bangsa, antar
kebudayaan, dan antar sistem yang berbeda.18
Di dalam skipsi yang ditulis oleh Mira Fajriani membahas
tentang “Konsep Mahabbah dalam pemikiran Tasawuf Jalaluddin
Rumi”, pada tahun 2016. Mahasiswa Program Studi Ilmu Aqidah.
Jalaluddin Rumi berpendapat bahwa untuk memahami kehidupan
dan asal-usul ketuhanan dirinya, manusia dapat melakukannya
melalui jalan cinta, tidak semata-mata melalui jalan pengetahuan.
Cinta (maḥabbah) adalah asas penciptaan alam semesta dan
kehidupan. Cinta adalah keinginan yang kuat untuk mencapai
sesuatu. Jalaluddin Rumi malah menyamakan cinta dengan
pengetahuan intuitif. Secara teologis, cinta diberi makna keimanan,
yang hasilnya ialah ḥaqq al-yaqin, keyakinan yang penuh kepada
yang Ḥaqq. Cinta adalah penggerak kehidupan dan perputaran
alam semesta. Cinta yang sejati dan mendalam, kata Jalaluddin
Rumi dapat membawa seseorang mengenal hakikat sesuatu secara

17
Ibnu al-Dabbah, Mari Jatuh Cinta Lagi (Kitab Para Perindu Allah),
Cet. Ke-1, Terjemahan Abad Badruzaman, (Jakarta: Zaman, 2011).
18
Abdul Qadir Isa, Hakekat Tasawuf, (Jakarta: Qisthi Press, 2005).
9
mendalam, yaitu hakikat kehidupan yang tersembunyi di balik
bentuk-bentuk formal kehidupan. Karena cinta dapat membawa
kepada kebenaran yang tinggi, Jalaluddin Rumi juga berpendapat
bahwa cinta merupakan sarana manusia terpenting dalam
mentransendensikan dirinya, terbang tinggi menuju yang Satu,
yaitu Allah Swt.19
Adapun kajian tentang Ibnu Qayyim al-Jauziyah juga
sudah pernah dilakukan. Jalaluddin Rakhmat dalam bukunya yang
berjudul Reformasi Sufistik dijelaskan bahwa salah satu jalan untuk
mengantar manusia kepada nilai-nilai Keislaman makna manusia
harus mengembalikan nilai-nilai kehidupannya ke dalam dimensi
spiritualitas, dan salah satu tokoh yang dibahas adalah Ibnu
Qayyim al-Jauziyah.20
Muhammad Sa‟id Mursi dalam karyanya yang berjudul
Tokoh-tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah, dijelaskan bahwa
tokoh-tokoh besar Islam sangat berpengaruh dalam perkembangan
serta kemajuan Islam, ada beberapa tokoh-tokoh Islam, dan salah
satu tokoh yang dibahas adalah Ibnu Qayyim al-Jauziyah.21
M. Hasan al-Jamal, Biografi 10 Imam Besar, dalam
karyanya dijelaskan bahwa ada beberapa imam besar di dalam
Islam yang memiliki disiplin ilmu yang berbeda-beda, ada dalam
dimensi Fiqih, pemikiran, Tasawuf dan lain-lain, salah satu tokoh
yang dibahas adalah Ibnu Qayyim al-Jauziyyah.22
Dari paparan di atas menunjukkan bahwa belum dijumpai
tulisan-tulisan yang menjelaskan tentang konsep cinta Ibnu Qayyim

19
Jalaluddin Rumi, Masnāwī: Senandung Cinta Abadi, Terjemahan
Abdul Hadi W. M., (Yogyakarta: Rausyan Fikr Institute, 2013).
20
Jalaluddin Rakhmat, Reformasi Sufistik, Cet. Ke-1, (Bandung: Pustaka
Hidayah, 1998).
21
Muhammad Sa‟id Mursi: Tokoh-tokoh Besar Islam Sepanjang
Sejarah, Cet. Ke-1, Terjemahan Khairul Amru Harahap, (Jakarta: Pustaka al-
Kausar, 2007).
22
M. Hasan al-Jamal, Biografi 10 Imam Besar, (Jakarta: Pustaka al-
Kautsar).
10
al-Jauziyyah secara komprehensif. Oleh karena itu, penulis sangat
tertarik dan tertantang untuk membahas judul ini, sehingga tulisan
ini layak dijadikan sebagai tugas akhir.
F. Landasan Teori
Cinta pada dasarnya merupakan sebuah sikap operasional,
bahkan ia sering dikaitkan dengan makhafah (takut terhadap Allah,
seraya pemurnian diri terhadap Allah) dan dengan ma`rifah (gnosis
atau penetahuan terhadap Allah). Satu dari ketiga tersebut di atas
merupakan rinsip metodologi spiritual, bahkan ketiganya
merupakan unsur utama dalam perkembangan spiritual. Makhafah,
sebagai upaya pemurnian diri, mendahului Mahabbah yang
merupakan perluasannya. Sedang ma`rifah sebagai upaya
penyatuan diri merupakan puncaknya.23
Jadi, makna yang terkandung oleh suatu obyek dan unsur
pokok yang dimaksud disini adalah Mahabbah itu sendiri.
Mahabbah adalah cinta yang luhur, suci, dan tanpa syarat kepada
Allah.24 Cinta yang tanpa pamrih yang ada di dalamnya hanya ada
keikhlasan yang tulus.
Hakekat cinta sebenarnya adalah kehidupan spiritual.
Cinta berasal dari Allah dan untuk Allah, cinta kepada selain-Nya
hanyalah dimensi cinta kepada-Nya yang merupakan manifestasi
dari konsep cinta tersebut. Kerancuan dalam memahami masalah
cinta akan membuat timpang keyakinan seseorang, sebab ia akan
mencampur adukkan antara cinta mutlak dengan cinta nisbi.25 Cinta
merupakan energi yang menggerakkan alam semesta, getaran cinta
telah menjadikan hidup menjadi indah dan penuh pesona, karena
energi cinta telah menggerakkan kehidupan.

23
Ensiklopedi Islam Ringkas CYRIL. hlm. 243.
24
Amatullah Armstrong, Khasanah Dunia Sufi Kunci Memasuki
Dunia Tasawuf, Cet. Ke-6, (Bandung: Mizan, 1996), hlm. 165.
25
Mahmud bin Asyarif, Nilai Cinta dalam al-Qur`an, Terjemahan As`ad
Yasin, (Solo: Pustaka Mantiq, 1995), hlm. 7.
11
Dalam tasawuf, mahabbah yang dimakud adalah cinta
kepada Allah. Ini adalah cinta yang tertinggi, menurut para ahli
tasawuf.26Al-Junaid menyebut Mahabbah sebagai suatu
kecenderungan hati, yaitu hati seorang cenderung kepada Allah,
dan kepada sesuatu yang datang dari-Nya tanpa usaha.27
Cinta itu (ibarat) sebatang pohon yang harum (baik)
akarnya teduh di bumi dan cabangnya menjulang ke langit dan
buahnya tampak di hati, di lidah di beberapa anggota badan.
Pengaruh-pengaruh yang melimpah-ruah daripadanya itu
menunjukkan kepada hati dan anggota-anggota badan atas cinta,
kecuali ia cinta uantuk menyaksikan dan bertemu dengan-Nya.
Maka yang demikian itu banyak: di antanya cinta (senang)
untuk bertemu kepada yang dicintai, dengan cara tersingkap dan
menyaksikan di surga Darul al-salam. Maka tidak bisa
tergambarkan, hati yang mencintai pada Yang dicintai, kecuai ia
cinta untuk menyaksikan dan bertemu dengan-Nya.28
Perkataan Mahabbah atau cinta, oleh para sufi sering juga
diartikan sebagai bentuk penyerahan diri kepada yang dicintai dan
mengosongkan diri dari segal-galanya dari diri yang dicintai. Harun
Nasution menjelaskan pengertian Mahabbah sebagai berikut:
a) Memeluk kepatuhan kepada Tuhan dan membenci sikap
melawan kepada- Nya.
b) Menyerahkan seluruh diri kepada yang dikasihi.
c) Mengosongkan hati dari segala-galanya kecuali dari diri yang
dikasihi.29

26
Sukatno CR, Otto (ed.), Mahabbah Cinta Rabi`ah al-`Adawiyah,
(Yogyakarta: Bentang, 1997), hlm. 48.
27
Sukatno CR, Otto (ed.), Mahabbah Cinta Rabi`ah al-`Adawiyah, hlm.
49.
28
Imam al-Ghazali, Ihya ‘Ulumiddin: Terjemahan Ihya ‘Ulumiddin,
Jilid VIII, Terjemahan Moh Zuhri, dkk, (Semarang: Asy-Syifa), hlm. 627.
29
Harun Nasution, Filsafat dan Mistisisme dalam Islam, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1973), hlm. 70.
12
G. Metode Penelitian
Dalam penyusunan dan penyesaian karya ilmiah ini penulis
menggunakan metode penelitian kualitatif dan juga menggunakan
jenis penelitian keperpustakaan (library research).30 Dalam arti
semua data berasal dari bahan–bahan tertulis yang berkaitan
dengan masalah yang dikajibaik dari buku-buku, artikel,
ensiklopedia, kamus dan lain sebagainya yang dipandang ada
relevansinya dengan apa yang dikaji oleh penulis. Dalam hal ini,
penulis tidak hanya membaca dan mencatat atau buku-buku
semata, tetapi juga melakukan kegiatan yang berkenaan dengan
metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat serta
mengolah bahan penelitian.31
1. Sumber Data
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan sumber data
primer dan sekunder. Sumber data primer adalah referensi yang
menyediakan data dasar untuk sebuah penelitian32 berupa karya
tokoh tentang tema yang dibahas. Adapun data primer yang
digunakan peneliti adalah buku Raudhah al-Muhibbin wa Nuzhat
al-Musytaqim, Madarij al-Salikin baina Manazili Iyyaka Na’budu
wa Iyyakana Nasta’in dan al-Da’ wad Dawa. Sedangkan sumber
sekunder dalam penelitian ini adalah karya ilmiah yang ada
hubungannya dengan penelitian ini, seperti Hakekat Tasawuf
karangan Syaikh „Abdul Qadir Isa dan tulisan-tulisan lain yang
berkaitan dengan tema penelitian penulis.

30
Noeng Muhadjir, Metode Keilmuan (Paradigma Kualitatif, Kuantitatif
dan Mixed), Cet. Ke- 5, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 2007), hlm.10.
31
Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, (Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 2004), hlm. 3.
32
Tim IAIN Ar-Raniry, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi,
Tesis dan Disertasi), (Banda Aceh: Ar-Raniry Press, 2004), hlm. 20.
13
2. Analisis Data
Setelah pengelolahan data dilakukan dengan membaca
buku-buku yang berhubungan dengan judul, maka penulis
menganalisis data melalui penelaah keperpustakaan dengan
membaca dan mencatat dengan interpretasi yang tepat berkenaan
dengan judul karya ilmiah ini. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini ialah metode deskriptif-analitis, tidak hanya terbatas
pada pengumpulan data penyusunan data namun juga meliput:
usaha klasifikasi data, analisa data tentang arti data yang diperoleh
sehingga dapat menghasilkan gambaran yang utuh dan
menyeluruh.33 Penelitian ini merupakan kajian tokoh dan sejarah
maka penulis menggunakan analisis historis.
Dari analisa di atas penulis dapat memecahkan masalah
penelitian. Berdasarkan analisa dan penafsiran yang dibuat, perlu
ditarik kesimpulan-kesimpulan yang berguna serta implikasi-
implikasi dan saran-saran untuk kebijakan selanjutnya.34
3. Teknis Penulisan
Dalam menyelesaikan karya ilmiah ini, penulis berpedoman
pada buku Panduan Skripsi Fakultas Ushuluddin dan Filsafat
Universitas Islam Negeri Ar-Raniry, Banda Aceh, 2017.
H. Sistematika Pembahasan
Dalam skripsi ini, penulis menempatkan pembagian bab
yang akan dibahas. Adapun penjelasan setiap bab beserta alasan
penulis dalam menempatkan bab pada skripsi ini akan diuraikan
sebagai berikut:
Bab satu, merupakan pendahuluan, dalam bab ini akan
diuraikan secara argumentatif tentang pentingnya kajian yang
dilakukan. Bagian ini mencakup latar belakang masalah, rumusan
33
Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, Cet. Ke-
4, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), hlm. 18-19.
34
M. Nasir Budiman, dkk, Panduan Karya Tulis Ilmiah: Skripsi, Tesis,
Disertasi, (Banda Aceh: Ar-Raniry Press, 2004), hlm. 405-406.
14
masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kajian pustaka, kerangka
teori, metode penelitian serta sistematika pembahasan. Dengan
demikian, akan ada arah yang jelas sehingga kesalahpahaman tidak
terjadi dan penyimpangan dari pokok masalah dan tujuan penelitian
dapat dihindari.
Bab dua, penulis membahas tentang landasan teori yang
meliputi pengertian cinta, dasar-dasar cinta, macam-macam cinta
dan pandangan ulama tentang cinta.
Bab tiga, penulis menempatkan penjelasan mengenai
biografi yang terdiri dari riwayat hidup guru-guru dan karya-karya
dari tokoh yang akan diteliti. Juga membahas tentang konsep cinta
dalam hal ini penulis mencoba menjelaskan mengenai apa itu cinta
dan pengertiannya, ajaran-ajaran cintanya, konsep dari cinta
tersebut yang sampai pada cinta kepada Allah yang disebut cinta
Ilahi dan juga tanda-tanda cinta yang di utarakan oleh tokoh.
Bab empat, merupakan penutup dari penulisan skripsi ini.
Bab ini berisi kesimpulan dan saran-saran yang sekiranya dapat
memberikan masukan yang berguna.

15
BAB II
GAMBARAN UMUM TENTANG CINTA

A. Pengertian Cinta
Secara etimologi, kata cinta berarti kasih sayang. Lawan
kata cinta adalah benci.1 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
cinta berarti perasaan sayang sekali atau menyukai.2 Cinta dalam
bahasa sanskerta itu pertimbangan dan pemikiran , istilah cinta bara
artinya hanyut dalam pikiran, orang yang terpesona dalam pikiran.
Kata cinta dibawa oleh orang portugis yang artinya tali, makanya
kalau orang putus cinta berarti talinya putus. Pengertian cinta
adalah kecenderungan jiwa kepada sesuatu yang dilihat, dikira dan
dirasa baik. Cinta seorang hamba kepada Allah adalah bentuk
pengagungan kepada-Nya, yang terwajahkan dalam perilaku
ketaatan, kebaktian dan rasa tunduk yang tulus dalam menjalankan
amal ibadah kepada Allah.3
Dalam kitab Lisan al-‘Arab cinta dapat dibagi menjadi
beberapa pengertian maḥabbah mempunyai arti, yaitu kecintaan,
ḥubbu yang artinya yang dicintai dan muḥibbun adalah orang yang
mencintai.4
Kebiasaan manusia pada apa yang mereka pahami secara
mendalam atau sering terlintas di dalam hati mereka, baik sebagai
bentuk pengaguman terhadapnya, curahan perhatian padanya,
ataupun karena begitu menyukainya. Kata cinta berpadu pada kata

1
Misbah Em Majidy dan Nik Abdul Aziz Nik Mat, Kisah Cinta dalam
al-Qur’an: Mengenal Cinta Meraih Allah, (Selangor: Anbakri Publika, 2008),
hlm. 1.
2
Fikri Aditya, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Jakarta: As Agensy,
2006), hlm. 85.
3
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Pendakian Menuju Allah: Penjabaran
Kongkrit, Terjemahan Kathur Suhardi, (Jakarta: Pustaka al-Kausar, 1998), hlm.
423.
4
Ibn Manẓūr, Lisān al-‘Arab (Beirut: Dar Sader, 1990), hlm. 290-291.
16
(hubb). Sementara manusia setidaknya memberi nama untuk cinta
hingga hampir mencapai enam puluh nama. Berikut perinciannya:
Al-Mahabbah, al-Alaqah, al-Hawa, al-Shabwah, al-
Shababah, al-Syaghaf, al-Miqah, al-Wajd, al-Kalaf, al-Tatayyum,
al-‘Isyq, al-Jawa, al-Danaf, al-Syajw, al-Syauq, al-Khilabah, al-
Balabil, al-Tabarih, al-Sadam, al-Ghamarat, al-Wahal, al-Syajan,
al-La’ij, al-Ikti’ab, al-Washab, al-Huzn, al-Kamad, al-Ladz’, al-
Huraq, al-Suhd, al-Araq, al-Lahf, al-Hanin, al-Istikanah, al-
Tayalah, al-Lau’ah, al-Futun, al-Junun, al-Laman, al-Khabal, al-
Rasis, al-Da’al-Mukhamir, al-Wudd, al-Khullah, al-Hilm, al-
Gharam, al-Huyam, al-Tadliyah, al-Walah, al-Ta’abbud. Ada pula
beberapa nama lain selain yang tercantum di sini yang dianggap
sebagai padanan bagi kata “cinta” tapi sebenarnya kata-kata itu
bukanlah termasuk nama bagi “cinta”, melainkan hanya penyebab
munculnya dan prinsip-prinsipnya saja.5
Dalam pandangan tasawuf, cinta adalah pijakan bagi
kemuliaan ḥal (keadaan), sama seperti taubat yang merupakan
dasar bagi kemuliaan maqām (tingkatan). Karena cinta pada
dasarnya adalah anugerah yang menjadi dasar pijakan bagi segenap
hal. Cinta adalah suatu mata rantai keselarasan yang mengikat Sang
Pencipta kepada kekasihnya, suatu ketertarikan kepada kekasih,
yang menarik Sang Pencipta kepadanya, dan melenyapkan sesuatu
dari wujudnya, sehingga pertama-tama ia menguasai seluruh sifat
pada dirinya, kemudian menangkap zatnya dalam genggaman
Qudrah (Allah).6
Adapun secara terminologi, ada banyak ungkapan tentang
pengertian cinta, tergantung dari pengaruh dan kesaksiannya, serta
ungkapan-ungkapan lain yang diperlukan tentang cinta. Cinta

5
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Raudhatul Muhibbin: Taman Orang-orang
yang Jatuh Cinta dan Memendam Rindu, Terjemahan Fuad Syaifudin Nur
(Jakarta: Qisthi Press, 2011), hlm. 23-24.
6
Damanhuri, Akhlak Tasawuf, (Banda Aceh: PeNA, 2010), hlm. 91.
17
merupakan tempat persinggahan yang menjadi ajang perlombaan di
antara orang-orang yang suka berlomba, menjadi sasaran orang-
orang yang beramal dan menjadi curahan orang-orang yang
mencintai. Dengan sepoi anginnya, orang-orang yang beribadah
merasakan ketenangan. Cinta merupakan santapan hati, makanan
ruh dan kesenangannya. Cinta merupakan kehidupan, sehingga
orang yang tidak memilikinya seperti berada di tengah lautan yang
gelap gulita. Cinta adalah obat penyembuh, siapa yang tidak
memilikinya maka hatinya diendapi berbagai macam penyakit.
Cinta adalah pohon yang baik atau subur, menghunjam ke
bumi dan cabangnya menjulang ke angkasa. Buahnya tampak di
hati, ucapan dan perbuatan. Seperti asap sebagai bukti adanya api,
dan buah sebagai bukti adanya pohon, cinta juga mesti
termanifestasikan dalam serangkaian tanda.7
Cinta kepada Allah merupakan hakikat cinta. Ia dapat
difahami sebagai cinta yang qudus. Hakikat kecintaan adalah di
saat seseorang yang mencintai kekasihnya tanpa ada alasan yang
menjadikan dirinya cinta, dan tanpa mengharapakan balasan dari
orang yang ia cintai. Cinta ini adalah cinta qudus. Seperti kecintaan
dan kerinduan kepada Allah dijadikan satu simbol yang disukai
oleh para sufi untuk menyatakan rasa kedekatannya dengan Allah.8
Cinta kepada Allah akan mengangkat perasaan manusia ke
tingkat yang tinggi. Sebab, pemilik perasaan tersebut akan
mengubahnya menjadi lemah lembut, riḍa dan tenteram. Para sufi
telah melepaskan cinta dari ketamakan dan syahwat. Mereka ikhlas
dalam mencintai Allah. Cinta mereka tidak memilki alasan. Rindu
mereka tidak ada obatnya, kecuali riḍa Tuhan mereka.9 Bahkan

7
Adnan Mustofa Kamal, Rahasia Cinta Pesona Ilahi, (Jakarta: Rebitha
Press, 2008), hlm. 25.
8
Margaret Smith, Rabi’ah: Pengulatan Spiritual Perempuan,
Terjemahan Jamilah Baraja, (Surabaya: Rasalah Gusti, 1999), hlm. 137.
9
Abdul Qadir Isa, Hakekat Tasawuf, Terjemahan Khairul Amru
Harahap dan Afrizal Lubis, (Jakarta: Qisti Press, 2005), hlm. 304-305.
18
sangat merindui bertemu dengan Tuhannya. Hamka menyebutkan
di dalam kitabnya, pertemuan dengan Allah itu ada yang
memahaminya dalam arti menghadap Allah di hari Akhir untuk
diperiksa dan diminta pertanggung jawaban atas perbuatan-
perbuatan yang dilakukan.10
Cinta kepada Allah merupakan tujuan yang paling utama
dari segala maqam, dan puncak yang paling tinggi dari segala
tingkatan. Tidak ada maqam setelah cinta, kecuali dia adalah buah
dan konsekuensinya, seperti kerinduan, rasa suka, ridha dan
seterusnya. Tidak ada maqam sebelum cinta, kecuali dia adalah
mukadimahnya, seperti taubat, sabar, zuhud dan lain-lain
Cinta tidak memiliki batasan yang jelas, kecuali cinta itu
sendiri. Definisi-definisi justru menambah ketidakjelasannya.
Definisi cinta adalah wujudnya. Sebab, definisi adalah milik ilmu
pengetahuan. Sementara cinta adalah perasaan yang memenuhi hati
orang-orang yang mencintai, yang ada di dalamnya hanyalah
perasaan yang menggebu-gebu. Semua yang dikatakan tentang
cinta hanyalah sekedar keterangan tentang pengaruhnya, ungkapan
tentang buahnya dan penjelasan tentang sebab-sebabnya.11
B. Dasar-dasar Cinta
Cinta adalah salah satu pokok kehidupan, dengan cintalah
manusia dapat menjalankan hidup sebagaimana mestinya. Di dalam
al-Qur‟an dan al-Sunnah kata cinta juga disebutkan dengan
berbagai sinonim atau persamaan kata. Ada beberapa dalil yang
dapat digunakan sebagai dasar cinta, di antaranya ialah:
1. Dalil dalam al-Qur‟an

10
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian
al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati, 2001), hlm. 443.
11
Syaikh Abdul Qadir Isa, Hakekat Tasawuf, hlm. 277.
19
Al-Qur‟an adalah kitab Allah Swt yang diturunkan kepada
Nabi Muhammad Saw dan dengan membacanya dihitungkan
ibadah. Al-Qur‟an adalah kitab Allah Swt yang merupakan tali
yang kuat. Al-Qur‟an adalah pengingat yang bijaksana dan jalan
yang lurus. Ia adalah kitab yang tidak tercampur dengan hawa
nafsu, tidak susah diucapkan dengan lisan, tidak membuat ulama
kenyang dengan membacanya, tidak menciptakan banyaknya
penolakan dan keajaiban-keajaibannya tidak pernah putus.12
Al-Qur‟an merupakan dasar pedoman bagi umat Islam, di
mana dalam al-Qur‟an diatur segala urusan, baik permasalahan di
dunia maupun akhirat. Dasar-dasar kebahagiaan dapat diperoleh
melalui al-Qur‟an, karena al-Qur‟an dan sunnah Nabi Muhammad
Saw telah menguraikan dengan cukup signifikan sebab-sebab dan
sarana-sarana yang merealisasikan kebahagiaan dalam hidup.
Barangsiapa yang mengetahui sebab-sebab ini serta
mempraktikkannya dan konsisten mengamalkannya, maka dirinya
akan meraih kebahagiaan dan kesuksesan hidup, baik di dunia
maupun di akhirat. Sedangkan barangsiapa yang tidak
mengimplikasinya adalah kehancuran, kenistaan serta akan
membuat murka Allah Swt atas dirinya.13
Dalil yang menunjukkan cinta Allah Swt terhadap hamba-
Nya dan cinta hamba kepada Tuhannya sangatlah banyak,
sebagaimana Allah Swt berfirman dalam surat al-Maidah ayat 54:14
‫ف يَأِِْت اللَّوُ بَِق ْوٍم ُُِيبُّ ُه ْم‬
َ ‫ين َآمنُوا َم ْن يَ ْرتَ َّد ِمْن ُك ْم َع ْن ِدينِ ِو فَ َس ْو‬ ِ َّ
َ ‫يَاأيُّ َها الذ‬
‫اى ُدو َن ِِف َسبِ ِيل اللَّ ِو َوال‬ ِ ‫وُُِيبُّونَو أ َِذلٍَّة علَى الْمؤِمنِني أ َِعَّزةٍ علَى الْ َكافِ ِرين ُُي‬
َ َ َ َ ُْ َ ُ َ
ِ ِ ِ ِ ِ ْ َ‫ك ف‬ ِ
.‫يم‬ٌ ‫ض ُل اللَّو يُ ْؤتيو َم ْن يَ َشاءُ َواللَّوُ َواس ٌع َعل‬ َ ‫ََيَافُو َن لَ ْوَم َة الئِ ٍم َذل‬
12
M. Abdul Qadir Abu Faris, Menyucikan Jiwa, Cet. Ke-1, Terjemahan
Habiburrahman Saryuzi, (Depok: Gema Insani, 2005), hlm. 80.
13
Muhammad Amin al-Syubrawy, Hakikat Bahagia dan Sengsara, Cet.
Ke-1, (Jakarta: Cendekia Setra Muslim, 2004), hlm. 69.
14
Syaikh Abdul Qadir Isa, Hakekat Tasawuf, hlm. 279.
20
Wahai orang-orang yang beriman! Barang siapa di antara
kamu yang murtad (keluar) dari agamanya, maka kelak
Allah akan mendatangkan suatu kaum, Dia mencintai
mereka dan merekapun mencintai-Nya, dan bersikap lemah-
lembut terhadap orang-orang yang beriman, tetapi bersikap
keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan
Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka
mencela. Itulah karunia Allah yang diberikan-Nya kepada
siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas
(pemberian-Nya), Maha Mengetahui15
Setelah melarang menjadikan orang-orang Yahudi dan
Nasrani sebagai auliya‟ dengan makna yang dikemukakan di atas,
kini diuraikannya sanksi yang dapat timbul akibat pelanggaran-
pelanggaran tersebut, yakni kemurtadan. Karena itu, ayat ini
memperingatkan: Hai orang-orang yang beriman, siapa yang
mengangkat non-muslim sebagai auliya‟, maka itu dapat
menjadikan dia murtad, keluar dari agam Islam dan barangsiapa di
antara kamu murtad dari agamanya walau dalam bentuk rahasia,
dengan memusuhi para wali Allah dan mencintai musuh-musuh-
Nya, maka kelak walau tidak segera Allah akan mendatangkan
suatu kaum yang bertolak belakang keadaannya dengan mereka itu
sehingga Allah mencintai mereka dengan melimpahkan aneka
karunia-Nya dan merekapun mencintai-Nya, sehingga selalu
berupaya mendekat kepada-Nya dengan amal-amal kebajikan.
Mereka bersikap lemah lembut terhadap orang-orang mukmin, dan
bersikap tegas, kuat pendirian dan tidak bertoleransi dalam hal-hal
yang prinsipil terhadap orang-orang kafir. Mereka terus-menerus
berjihad di jalan Allah, tanpa pamrih dan tanpa jemu dan mereka
tidak takut kepada satu celaan apapun dari pencela, walaupun
celaan itu sangat buruk. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada

15
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, (Surabaya:
Mekar Surabaya, 2004), hlm. 155-156.
21
siapa yang dikehendaki-Nya, karena itu berlomba-lombalah meraih
anugerah itu dan Allah Mahaluas anugerah-Nya lagi
Mahamengetahui.16

Firman Allah dalam (QS. al-Baqarah (2): 165):

‫ب اهللِ َوالَّ ِذيْ َن‬ ِّ ‫َند ًادا ُُِيبُّ ْونَ ُه ْم َك ُح‬


َ ‫ون اهللِ أ‬
ِ ‫َّخ ُذ ِمن د‬
ُ
ِ ‫َّاس من يَّت‬
َ ِ ‫َوم َن الن‬
ِ
‫َن الْ ُق َّوَة لِ ِلو‬
َّ ‫اب أ‬ ِ ِ َّ ِِ
َ ‫َش ُّد ُحبِّا للو َولَ ْو يََرى الذ‬
َ ‫ين ظَلَ ُمواْ إ ْذيََرْو َن الْ َع َذ‬ َ ‫ءَ َامنُواْ أ‬
ِ ‫َن اهلل َش ِديْ ُد الْع َذ‬ ِ
.‫اب‬ َ َ َّ ‫ََجْي ًعا َوأ‬
Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah
Tuhan selain Allah sebagai tandingan, yang mereka
mencintai seperti mencintai Allah. Adapun orang-orang
yang beriman sangat besar cintanya kepada Allah. sekiranya
orang-orang yang berbuat zalim itu melihat, ketika mereka
melihat azab (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu
semuanya milik Allah dan bahwa Allah sangat berat azab-
Nya (niscaya mereka menyesal).17
Pada ayat ini Allah Swt memulai uraiannya dengan
berfirman: di antara manusia ada orang-orang yang menyembah
apa yang dianggapnya tandingan-tandingan selain Allah; baik
berupa berhala, bintang, maupun manusia biasa yang telah tiada,
atau pemimpin-pemimpin mereka. Padahal tandingan-tandingan
tersebut adalah makhluk-makhluk ciptaan-Nya juga. Bahkan,
manusia-manusia itu bukan hanya menyembahnya, tetapi mereka
mencintainya, yakni taat kepadanya, serta bersedia berkorban
untuknya sebagaimana layaknya mereka mencintai Allah. Keadaan
mereka berbeda dengan orang-orang yang beriman. Adapun orang-
orang yang beriman cinta mereka kepada Allah sangat kuat, yakni

16
M Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian
al-Qur’an, Jilid 3, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. 128-129.
17
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 31.
22
lebih mantap daripada cinta kaum musyrikin terhadap tuhan-tuhan
atau sembahan-sembahan mereka. Ini disebabkan karena orang-
orang yang beriman mencintai-Nya tanpa pamrih.
Cinta mereka lahir dari bukti-bukti yang mereka yakini
serta pengetahuan tentang sifat-sifat-Nya Yang Maha Indah.
Kekuatan cinta orang beriman dibandingkan dengan cinta orang
kafir, karena orang beriman taat dan tetap cinta kepada Allah serta
memohon bantuan-Nya, baik dalam keadaan sulit maupun senang,
sedangkan orang-orang musyrik tidak lagi mengarah kepada
berhala-berhala jika mereka menghadapi kesulitan. Orang-orang
mukmin tidak melupakan Allah Swt dalam keadaan apapun, senang
atau susah, sedang orang-orang kafir baru mengingat Allah ketika
mereka mengalami kesulitan. Kalau kesulitannya telah teratasi
mereka kembali lupa, seakan-akan mereka tidak pernah bermohon
kepada-Nya.18
Firman Allah dalam al-Qur‟an (QS. Ali Imran (3): 31):

ِ ِ ِ
ُ‫قُ ْل إ ْن ُكْنتُ ْم ُُتبُّ ْو َن اهللَ فَا تَّبِ ُع ْوِِن ُُْيبِْب ُك ُم اهللَ َويَ ْغف ْر لَ ُك ْم ذُنُ ْوبَ ُك ْم َواهلل‬
.‫َغ ُف ْوٌر َّرِحْي ٌم‬
Katakanlah (Muhammad),“Jika kamu mencintai Allah,
ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni
dosa-dosamu”. Allah Maha Pengampun, Maha
19
Penyayang.
Katakalah wahai Nabi agung Muhammad Saw kepada
mereka yang merasa mencintai Allah, jika kamu mencintai Allah,
ikutilah aku, yakni laksanakan apa yang diperintahkan Allah
melalui aku, yaitu beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan
bertakwa kepada-Nya. Jika itu kamu laksanakan, maka kamu telah
memasuki ke pintu gerbang meraih cinta Allah, dan jika

18
M Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Jilid 1, hlm. 375-376.
19
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 67.
23
memelihara kesinambungan, ketaatan kepada-Nya serta
meningkatkan pengamalan kewajiban dengan melaksanakan
sunnah-sunnah Nabi Saw niscaya Allah akan mencintai kamu dan
mengampuni dosa-dosa kamu. Semua itu karena Allah Maha
Pengampun terhadap siapapun yang mengikuti rasul lagi Maha
Penyayang.20
Ajaran cinta dan kasih sayang dalam al-Quran sangat ideal
sekiranya dapat diimplementasikan dalam pola sikap dan perilaku
sehari-hari dalam masyarakat di manapun. Cinta kepada Allah
hendaklah menjiwai cinta kepada yang lain. Hanya cinta dan kasih
sayang yang tulus yang dijiwai oleh iman kepada Allah, benturan
dan masalah dalam masyarakat dapat dicegah dan dikurangi,
karena pada dasarnya sumber segala keburukan adalah rasa benci
yang dibiarkan dalam diri manusia.21

2. Dalil dalam al-Sunnah


Sunnah menurut istilah syara‟ adalah sesuatu yang datang
dari Rasulullah Saw, baik berupa perkataan, perbuatan, ataupun
pengakuan.22 Cinta juga sangat banyak dibahas dalam sunnah, di
antaranya adalah:

‫ َحدَّثَنَا‬:‫ال‬ َ َ‫ ق‬،‫اب الثَّ َق ِف ُّي‬


ِ ‫ حدَّثَنَا َعْب ُد الوَّى‬:‫ال‬
َ َ َ َ‫ ق‬،‫َحدَّثَنَا ُُمَ َّم ُد بْ ُن املُثَ ََّّن‬
‫صلَّى‬ ِ ٍ ِ‫س ب ِن مال‬ ِ
ِّ ِ‫ َع ِن الن‬،ُ‫ك َرض َي اللَّوُ َعْنو‬
َ ‫َِّب‬ َ ْ ِ َ‫ َع ْن أَن‬،َ‫ َع ْن أَِِب قالَبَة‬،‫وب‬ ُ ُّ‫أَي‬
‫ أَ ْن يَ ُكو َن‬:‫ان‬ِ َ‫ث من ُك َّن فِ ِيو وج َد حالَوَة ا ِإلمي‬ َ َ‫اهللُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم ق‬
َ َ ََ ْ َ ٌ َ‫ " ثَال‬:‫ال‬

20
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Jilid 2, hlm. 69.
21
Muhammad Asyhari, Tafsir Cinta: Tebarkan Kebajikan dengan Spirit
al-Quran, (Bandung: Mizan Media Utama, 2006), hlm. 220.
22
Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqih, (Semarang: Dina Utama,
1994), hlm. 40.
24
‫ َوأَ ْن‬،‫ب امل ْرءَ الَ ُُِيبُّوُ إَِّال لِلَّ ِو‬ َّ ‫ َوأَ ْن ُُِي‬،‫اُهَا‬ُ ‫ب إِلَْي ِو ِِمَّا ِس َو‬
َّ ‫َح‬
َ ‫اللَّوُ َوَر ُسولُوُ أ‬
َ
".‫ف ِِف النَّا ِر‬ َ ‫ود ِِف ال ُك ْف ِر َك َما يَكَْرهُ أَ ْن يُ ْق َذ‬
َ ُ‫يَكَْرَه أَ ْن يَع‬
Muhammad bin al-Mutsanna menyampaikan kepada kami
dari Abdul Wahhab al-Tsaqafi, dari Ayyub, dari Abu
Qilabah, dari Anas bin Malik bahwa Nabi Saw bersabda:
“Ada tiga hal yang apabila ada pada diri seseorang, dia akan
mendapatkan manisnya iman: (1) lebih mencintai Allah dan
Rasul-Nya daripada semua hal selain keduanya; (2) ketika
mencintai seseorang, dia hanya mencintainya karena Allah;
(3) dia benci kembali kepada kekufuran sebagaimana dia
benci bila dilempar ke neraka”.23
Rasulullah Saw menjadikan cinta kedapa Allah dan Rasul-
Nya sebagai salah satu syarat iman, sebagaimana dijelaskan dalam
hadisnya.

‫الع ِزي ِز بْ ِن‬ ِ ِ ِ


َ ‫ َع ْن َعْبد‬،َ‫ َحدَّثَنَا ابْ ُن عُلَيَّة‬:‫ال‬ َ َ‫ ق‬،‫يم‬ َ ‫وب بْ ُن إبْ َراى‬ ُ ‫َحدَّثَنَا يَ ْع ُق‬
ِ ٍ ‫ص َهْي‬
،‫آد ُم‬
َ ‫وحدَّثَنَا‬َ ‫ ح‬،‫صلَّى اهللُ َعلَْيو َو َسلَّ َم‬ ِّ ِ‫ َع ِن الن‬،‫س‬
َ ‫َِّب‬ ٍ َ‫ َع ْن أَن‬،‫ب‬ ُ
ِ‫ال النَِِّب صلَّى اهلل علَيو‬ ٍ َ‫ َع ْن أَن‬،‫ َع ْن قَتَ َاد َة‬،ُ‫ َحدَّثَنَا ُش ْعبَة‬:‫ال‬
َْ ُ َ ُّ َ َ‫ ق‬:‫ال‬ َ َ‫ ق‬،‫س‬ َ َ‫ق‬
ِ ‫ب إِلَْي ِو ِم ْن َوالِ ِدهِ َوَولَ ِدهِ َوالن‬
‫َّاس‬ َ ‫ َح ََّّت أَ ُكو َن أ‬،‫َح ُد ُك ْم‬
َّ ‫َح‬ ِ
َ ‫ الَ يُ ْؤم ُن أ‬.‫َو َسلَّ َم‬
.‫ني‬ ِ ْ‫أ‬
َ ‫ََجَع‬
Ya‟qub bin Ibrahim menyampaikan kepada kami dari Ibnu
Ulayyah, dari Abdul Aziz bin Shuhaib, dari Anas, dari Nabi
Saw: di dalam sanad lain disebutkan: Adam menyampaikan
kepada kami dari Syu‟bah, dari Qatadah, dari Anas bahwa
Nabi Saw bersabda, “Tidak beriman seseorang dari kalian

23
Abu Abdullah Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Shahih Bukhari,
Terjemahan Masyhar Muhammad Suhadi, Cet. 1, (Jakarta: Almahira, 2011),
hlm. 7.
25
hingga aku lebih dicintainya daripada orang tua, anak, dan
dari manusia seluruhnya”.24
Rasulullah Saw menganjurkan para sahabatnya untuk
mencintai Allah. Sebab, dalam cinta terdapat pengaruh yang besar
dan maqam yang tinggi. Beliau juga menunjukkan kepada nikmat
dan karunia Allah yang banyak. Kemudian menjelaskan bahwa
cinta mereka kepada Allah menuntut mereka untuk juga mencintai
kekasih Allah yang mulia, sebagaimana halnya cinta mereka
kepada Rasulullah Saw akan mengantarkan mereka menuju cinta
kepada Allah.25

C. Tingkatan-tingkatan Cinta

Setiap manusia memiliki tingkatan-tingkatan yang berbeda


sesuai dengan kadar imannya masing-masing. Tingkatan-tingkatan
cinta sangatlah banyak, di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Alaqah, disebut alaqah (hubungan atau kaitan), karena adanya


hubungan antara hati dengan sang kekasih.
2. Iradah (kehendak), yaitu kecenderungan hati kepada yang
dicintai dan dicarinya.
3. Shababah, yaitu tumpahnya hati kepada kekasih yang tidak
terbendung, seperti tumpahnya air ke tempat curahan.
4. Gharam (cinta yang menyala), yaitu cinta yang benar-benar
merasuk ke dalam hati dan tidak dipisahkan darinya.
5. Widad (kasih), merupakan sifat cinta dan intinya. Al-Wadud
merupakan sifat Allah. Ada dua makna tentang sifat ini: Allah
yang dicintai, dan Allah yang mencintai hamba, seperti sifat-
Nya al-Ghafur, yang berarti memberi ampun dan menerima
ampunan serta taubat.

24
Abu Abdullah Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Shahih Bukhari,
hlm. 7.
25
Abdul Qadir Isa, Hakikat Tasawuf, hlm. 281.
26
6. Syaghaf (cinta yang mendalam), artinya sampainya cinta ke
hati yang paling dalam, seperti cintanya al-Aziz terhadap Nabi
Yusuf As.
7. Isyq, yaitu cinta yang memuncak dan berlebih-lebihan,
sehingga dikhawatirkan akan menimbulkan dampak terhadap
orangnya.
8. Tatayyum, atau penghambaan dan merendahkan diri.
Taimullah artinya hamba Allah. Yutmu artinya kesendirian.
Mutayyam artinya orang yang menyendiri dengan cintanya.
9. Ta’abbud, ini setingkat tatayyum. Yang disebut hamba ialah
yang dirinya telah dikuasai sang kekasih dan tak ada sesuatu
pun yang menyisa bagi dirinya. Semua yang ada pada dirinya
menjadi milik kekasihnya, zhahir maupun batin. Inilah yang
disebut hakikat ubudiyah. Siapa yabg sempurna ta’abbud-nya,
maka sempurna pula tingkatannya. Jika martabat anak Adam
sudah mencapai kesempurnaan ini, maka Allah
menempatkannya pada kedudukan yang mulia. Ibnu Taimiyah
berkata, “Saya mencapai martabat ini berkat kesempurnaan
ubudiyah kepada Allah dan kesempurnaan ampunan Allah.”
Hakikat ubudiyah ialah cinta yang sempurna, merendahkan diri
kepada kekasih dan tunduk kepadanya. Bangsa Arab berkata,
“Thariqun ma’bad”, artinya jalan yang sudah ditundukkan dan
halus karena sering dilewati.
10. Khallah, yaitu cinta yang sudah merasuk ke dalam ruh dan hati
orang yang mencintai, sehingga di dalamnya tidak ada lagi
tempat bagi selain kekasihnya. Rasullullah Saw bersabda,
“Sesungguhnya Allah menjadikan aku sebagai kekasih,
sebagaimana Dia menjadikan Ibrahim sebagai kekasih.”

Inilah rahasia di balik sikap Ibrahim al-Khalil yang


menyembelih putranya dan belahan hatinya. Sebab ketika Kekasih
meminta putra beliau, maka beliau langsung menyerahkannya.

27
Kekasih akan cemburu terhadap kekasihnya jika di dalam hatinya
ada tempat bagi selain dirinya. Maka Allah memerintahkan
Ibrahim untuk membunuh putranya yang tercinta, agar di dalam
hati beliau tidak ada cinta yang lain. Pengarang Manazilus Sa’irin
berkata, “Cinta adalah keterkaitan hati antara hasrat dan
kejinakan.”
Artinya, cinta adalah keterkaitan hati dengan kekasih,
dengan suatu kaitan yang disertai dengan hasrat orang yang
mencintai dan kejinakannya dengan kekasih serta pengesaan
keterkaitan itu, sehingga tidak ada tempat di dalamnya bagi selain
kekasih. Cinta merupakan lembah kefanaan yang pertama dan
merupakan rambu-rambu yang menggugah kewaspadaan. Cinta
merupakan tanda orang-orang yang berjalan kepada Allah,
petunjuk jalah dan penghubung antara hamba dan Allah.26
Kaum sufi melihat bahwa rahasia kehidupan terletak dalam
dua huruf, yaitu ha dan ba (hubb/cinta). Sebuah syair mengatakan:
Sebaik-baik keadaan manusia adalah sifat shiddiq
dan sesempurna-sempurna sifat orang adalah ha dan ba
taklif akan terasa mudah dan nikmat apabila dibarengi
dengan cinta,
kalau bukan karena Engkau, wahai rahasia kehidupan
maka hidup dan wujudku tidak akan menjadi baik
dan aku tidak akan berdendang dalam shalatku
tidak pula dalam ruku‟ dan sujudku.

Jika cinta telah menghiasi hati, maka dia akan


mengeluarkan semua kepahitan dari kehidupan dunia yang fana ini,
pemiliknya akan hidup dengan baik dan nikmat, dan kecemasan
tidak akan memiliki jalan lagi untuk memasuki hidupnya.
Seorang Sufi pernah berjalan melewati seorang laki-laki
yang menangis di atas kubur. Lalu dia bertanya kepada laki-laki

26
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Madārij al-Sālikīn Pendakian Menuju
Allah: Penjabaran Kongkrit, hlm. 433-434.
28
tersebut tentang apa yang menyebabkannya menangis. Laki-laki
tersebut menjawab, “Sesungguhnya aku mempunyai seorang
kekasih yang telah meninggal.” Sufi itu pun berkata, “Engkau telah
menzalimi dirimu sendiri dengan rasa cintamu kepada kekasihmu
yang telah mati. Jika engkau mencintai Kekasih yang tidak akan
mati (Allah), maka engkau tidak akan tersiksa karena berpisah
dengannya.”
Pada kehidupan kita sekarang ini, baik sekali contoh orang
yang menganggap murah kematiannya ketika dia berputus asa
untuk bisa bertemu dengan kekasihnya, atau ketika apa yang dicita-
citakan, seperti harta yang berlimpah, tidak bisa dicapai. Akhirnya,
dia bunuh diri dengan membakar tubuhnya atau keburukan dirinya
ke dalam jurang. Semua itu sering kita dengar dalam kisah para
pecinta yang jelas dan merugi. Seorang penyair berkata,
Jika engkau ingin hidup dengan nyawa
Maka jangan engkau mengambil sesuatu yang kau takutkan
akan menghilang
Di manakah posisi mereka dari kekasih-kekasih Allah dan
Rasul-Nya yang mencintai Allah, serta Ridha kepada-Nya sebagai
Tuhan, Muhammad Saw sebagai rasul dan Islam sebagai agama?
Di antara mereka ada yang mencintai kematian dan
menyambut kedatangannya, karena setelah itu dia akan bertemu
dengan orang-orang yang dicintainya. Ketika Bilal r.a. menghadapi
sakaratul maut, dia berkata, “Besok aku akan bertemu dengan
orang-orang yang aku cintai, yaitu Muhammad dan para
sahabatnya.”
Di antara mereka ada yang mengorbankan diri dan darahnya
dikarenakan jihad, supaya dapat memperoleh Ridha Allah dan
bertemu dengan-Nya. Terdapat perbedaan yang besar antara orang
yang mengorbankan dirinya di jalan Allah dan orang yang
mengorbankan dirinya karena kehilangan sesuatu yang tidak ada
nilainya.
29
Engkau akan terbunuh karena sesuatu yang kau cintai
maka pilihlah untuk dirimu di dunia Siapa yang kau pilih27

D. Pandangan Ulama tentang Cinta


Para ulama berpendapat, bahwa cinta merupakan suatu hal
yang dirasakan oleh seseorang yang sedang mencintai, cinta tidak
dapat diartikan atau difenisikan, tetapi dia adalah suatu sifat yang
ada dan tertanam dalam diri setiap manusia. Walaupun demikian,
setiap ulama memberikan definisi cinta sesuai hasil perasaan yang
dialaminya. Adapun pandangan ulama mengenai cinta, di antaranya
adalah:
Syaikh Ibnu Arabi al-Hatimi berkata, “Orang-orang yang
berbeda pendapat dalam mendefinisikan cinta tidak ada seorangpun
yang aku dapatkan bisa mendefinisikannya dengan definisi yang
sebenarnya. Bahkan hal itu tidak mungkin terjadi. Orang yang
mendefinisikannya tidak mendefinisikannya, kecuali dengan hasil-
hasilnya, pengaruh-pengaruhnya dan konsekuensi-konsekuensinya.
Apalagi cinta itu telah menjadi sifat Allah. Hal yang paling baik
yang pernah aku dengar tentang cinta adalah yang diriwayatkan
oleh lebih dari satu orang kepada kami dari Abu Abbas al-Shanhaji,
bahwa beliau telah ditanya tentang mahabbah (cinta). Beliau
berkata, “cemburu merupakan salah satu sifat cinta. Dan cemburu
menyebabkan ketertutupan. Oleh karena itu, dia tidak dapat
didefinisikan.”
Ibnu Dibbagh berkata bahwa sesungguhnya cinta tidak
dapat diungkapkan hakikatnya, kecuali oleh orang-orang yang
merasakannya. Barangsiapa merasakannya, maka cinta itu akan
menguasai pikirannya dan dapat membuatnya lupa akan apa yang
sedang dia alami. Dan ini merupakan perkara yang tidak mungkin
diungkapkan. Perumpamaannya adalah seperti orang yang mabuk

27
Syaikh „Abdul Qadir Isa, Hakekat Tasawuf, hlm. 287-289.
30
berat. Jika dia ditanya tentang hakikat mabuk yang dialaminya,
maka dia tidak akan dapat mengungkapkannya dalam keadaan
seperti itu. Sebab, mabuknya tersebut tidak menguasai akalnya.
Adapun perbedaan antara dua jenis makhluk ini adalah bahwa
mabuk yang disebabkan oleh minuman keras merupakan sesuatu
yang insidental dan bisa dihilangkan. Orang yang mabuk bisa
menjelaskan keadaannya ketika dia sudah sadar. Sementara mabuk
cinta merupakan sesuatu yang esensial dan tidak dapat dielakkan.
Orang yang mengalaminya tidak mungkin sadar darinya, sehingga
dia dapat menjelaskan hakikatnya. Seorang penyair berkata,
Orang yang mabuk karena khamar akan sadar
dan orang yang mabuk karena cinta akan mabuk selamanya
Oleh karena itu, ketika Junaid ditanya tentang cinta,
jawabnya adalah banjirnya air mata dari kedua matanya dan
berdebarnya hati karena kegelisahan dan kerinduan. Kemudian dia
menjelaskan apa yang telah dia dapatkan dari pengaruh cinta
tersebut.
Abu Bakar al-Kattani berkata, “Permasalahan cinta pernah
didiskusikan di Mekkah yang dimuliakan Allah pada musim Haji.
Para Syaikh berbicara tentangnya. Junaid adalah yang paling muda
di antara mereka. Mereka berkata kepada Junaid, “Berikan
pendapatmu, Wahai orang Irak.” Junaid menundukkan kepalanya
dan menetes air matanya. Lalu berkata, “Seorang yang pergi dari
dirinya sendiri, terus-menerus mengingat Tuhannya, melaksanakan
semua hak-hak-Nya, melihat-Nya dengan mata hatinya, cahaya
keagungan-Nya membakar hatinya, kesucian minumannya berasal
dari gelas kelembutan-Nya. Dan yang Mahakuasa telah
menyiapkan kegaiban untuknya. Jika dia berbicara, maka hanya
demi Allah. Jika dia mengatakan sesuatu, maka hanya dari Allah.
Jika dia bergerak, maka hanya atas perintah Allah. Dan jika dia
diam, maka dia bersama Allah. Oleh karena itu, dia karena Allah,
untuk Allah dan bersama Allah.” Mendengar perkataannya ini para
31
Syaikh menangis dan berkata, “Tidak ada lagi selain ini. Semoga
Allah membalasmu, wahai mahkota ahli makrifat.”28
Rasa cinta merupakan fitrah dalam jiwa yang suci.
Keberadaan cinta akan mendorong jiwa untuk mengetahui
hakikatnya dan membuatnya rindu untuk mengenal penciptanya.
Cinta akan semakin bertambah jika iman seseorang
bertambah. Semakin sempurna jiwa seseorang, maka cintanya akan
semakin bertambah, dan semakin besar cinta yang dimilikinya,
maka kebahagiaan dan kenikmatan yang dirasakannya akan
semakin banyak.
Cinta kepada Allah akan mengangkat perasaan manusia ke
tingkat yang tinggi. Sebab, pemilik perasaan tersebut akan
mengubahnya menjadi lemah lembut, ridha dan tenteram.
Para sufi telah melepaskan cinta dari ketamakan dan
syahwat. Mereka ikhlas dalam mencintai Allah. Cinta mereka tidak
memiliki alasan. Rindu mereka tidak ada obatnya, kecuali ridha
Tuhan mereka. Rabi‟ah al-Adawiah berkata,
Mereka semua menyembah-Nya karena takut neraka
Dan menganggap keselamatan sebagai keutamaan besar
Atau agar tinggal di surge sehingga mereka bisa mandi
Di kolam dan minum Salsabila (minuman penghuni surga)
Aku tidak memiliki pendapat tentang surga dan neraka
Aku tidak mengharapkan sesuatu pun sebagai ganti cintaku
Artinya , Rabi‟ah al-Adawiah melihat hidup hanya untuk
mencintai Allah, melaksanakan perintah-perintah-Nya dan
menjauhi larangan-larangan-Nya. Sebab, orang yang mencintai
akan tunduk dan taat kepada yang dicintainya. Sebagian muhibbin
berkata,
Seandainya Engkau manis dan hidup ini pahit
Seandainya Engkau ridha dan semua manusia marah
Seandainya antara aku dan Engkau ramai

28
Syaikh „Abdul Qadir Isa, Hakekat Tasawuf, hlm. 277-279.
32
Dan antara aku dan orang lain terbengkalai
Jika cinta-Mu tulus, maka segala sesuatu akan mudah
Dan semua yang ada di atas debu adalah debu
Kaum sufi telah mengenal jalan cinta. Maka mereka pun
berjalan di jalan tersebut.29
Jalaluddin Rumi adalah seorang ahli tasawuf dan penyair
sufi Persia terbesar sepanjang sejarah. Cinta menurut Jalaluddin
Rumi adalah lenyapnya kedirian, yaitu kesatuan sempurna antara
kekasih Tuhan dengan Tuhannya, dan hanya cinta yang dapat
membawa seseorang pelaku sufi (salik) berhasil dalam perjalanan
mereka mencapai diri yang tinggi, sebab cinta merupakan cara
unggul mencapai pengetahuan tentang hakikat segala sesuatu.
Dalam pandangan Jalaluddin Rumi, cinta sebagai dimensi
pengalaman rohani, bukan dalam pengertian teoritis sepenuhnya
“mengendalikan” keadaan batin dan “psikologis” sufi. Ia tidak
dapat diterangkan dengan kata-kata, tapi hanya dapat dipahami
melalui pengalaman.30
Al-Hasan al-Bashri berkata, “Barangsiapa mengetahui
Tuhannya, maka dia mencitai-Nya. “Barangsiapa mencintai selain
Allah bukan dari sisi hubungannya kepada Allah, maka hal itu
karena kebodohannya dan keterbatasan pengetahuannya kepada-
Nya. Adapun mencintai Rasulullah, maka hal itu hanya berpijak
kepada cinta Allah, demikian juga cinta para ulama dan orang-
orang yang bertawakal, karena apa yang dicintai oleh yang dicintai
pastilah suatu yang dicintai, bahkan apa yang dilakukan oleh yang
dicintai adalah dicintai, utusan yang dicintai adalah dicintai. Semua
itu kepada cinta asal, tidak ada yang dicintai secara hakiki di

29
Syaikh „Abdul Qadir Isa, Hakekat Tasawuf, hlm. 292-293.
30
Abdul Mun‟im al-Hifniy, Tokoh-tokoh Sufi, (Banda Aceh: Majelis
Ulama Daerah Istimewa Aceh, 2000), hlm. 291.
33
kalangan para pemilik bashirah kecuali Allah, tidak ada yang
berhak dicintai kecuali Dia.31
Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah memberi pandangannya
tentang cinta, di antaranya mahabbah (cinta) merupakan tempat
persinggahan yang menjadi ajang perlombaan di antara orang-
orang yang suka berlomba, menjadi sasaran orang-orang yang
beramal dan menjadi curahan orang-orang yang mencintai. Dengan
sepoi anginnya, orang-orang yang beribadah merasakan
ketenangan. Cinta merupakan santapan hati, makanan ruh dan
kesenangannya. Cinta merupakan kehidupan, sehingga orang yang
tidak memilikinya seperti berada di tengah lautan yang gelap gulita.
Cinta adalah obat penyembuh, siapa yang tidak memilikinya maka
hatinya diendapi berbagai macam penyakit.
Cinta adalah kelezatan, siapa yang tidak memilikinya maka
seluruh hidupnya diwarnai kegelisahan dan penderitaan. Cinta
adalah ruh iman dan amal, kedudukan dan keadaan, yang jika cinta
ini tidak ada di sana, maka tak ubahnya jasad yang tidak memiliki
ruh. Cinta membawakan beban orang-orang yang mengadakan
perjalanan saat menuju ke suatu negeri, yang tentu saja mereka
akan keberatan jika beban itu dibawa sendiri. Cinta mengantarkan
mereka ke tempat persinggahan yang selainnya tak bisa
mengantarkan mereka ke tujuan. Cinta adalah kendaraan yang
membawa mereka kepada sang kekasih. Cinta adalah jalan mereka
yang lurus, yang mengantar mereka ke tempat persinggahan
pertama yang terdekat. Demi Allah, pemilik cinta telah pergi
membawa kemuliaan dunia dan akhirat, sehingga akhirnya
senantiasa bersama sang kekasih. Allah telah menetapkan bahwa
seseorang itu bersama orang yang paling dicintainya. Sungguh ini

31
Ibnu Qudamah al-Maqdisi, Mukhtashar Minhaj al-Qashidin: Meraih
Kebahagiaan Hakiki Sesuai Tuntunan Ilahi, Terjemahan. Izzudin Karimi,
(Jakarta: Darul Haq, 2000), hlm. 624.
34
merupakan kenikmatan tiada tara yang diberikan kepada orang-
orang yang memiliki cinta.32
Bagi Rabi‟ah cinta kepada Allah merupakan satu-satunya
pendorong dalam segala aktivitasnya, bukan lagi karena takut siksa
neraka atau nikmat surga, hal ini terungkap dalam syair-syairnya.
Tiada lain semuanya karena berlandaskan cinta dan yang dicintai.
Karena kecintaan itulah menyebabkan dirinya senantiasa rindu dan
pasrah kepada Allah. Sepanjang hidupnya Rabi‟ah tidak pernah
berhasrat untuk menikah dan meminta uluran tangan sesamanya. Di
dalam jiwanya tidak ada ruang kosong yang tersisa untuk diisi
dengan rasa cinta kepada makhluk maupun benci terhadapnya.33
Cinta Rabi‟ah hanya kepada Allah semata, tiada cinta selain cinta
kepada-Nya.
Abdullah al-Qursyi berkata, “Engkau menyerahkan seluruh
dirimu kepada siapa yang engkau cintai, sehingga sedikitpun
engkau tidak berkuasa terhadap dirimu sendiri” itulah cinta.
Engkau harus menghapuskan selain yang engkau cintai dari hati.
Ini merupakan perkataan Abdullah al-Syibli. Kesempurnaan cinta
menuntut yang demikian. Engkau cemburu terhadap kekasih, jika
dia dicintai orang lain sepertimu. Artinya, engkau menganggap
dirimu hina untuk mencintainya, karena ada juga yang
mencintainya seperti cintamu. Perkataan Ibnu Atha‟, “Engkau tidak
mencela dirimu terus-menerus untuk mendapatkan keridhaan
kekasih, namun engkau tidak ridha terhadap perbuatan dan
keadaanmu karena kekasih”. Cinta adalah kehendak yang dahan-
dahannya ditanamkan di dalam hati, lalu membuahkan kesesuaian
dan ketaatan. Abu Ya‟qub al-Susi berkata‟ “Orang yang mencintai
lupa bagiannya karena sang kekasih dan dia lupa kebutuhan
32
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Madārij al-Sālikīn, hlm. 421.
33
Abdul Halim, “Cinta Ilahi, Studi Perbandingan antara al-Ghazali dan
Rabi‟ah al-Adawiyah” Tesis, Kerjasama Program Pasca Sarjana IAIN Syarif
Hidayatullah dengan Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia, (Jakarta:
1995), 72.
35
dirinya”. Yahya bin Mu‟adz berkata, ”Cinta adalah sesuatu yang
tidak berkurang karena pengabaian dan tidak bertambah karena
kebaikan”.34

34
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Madārij al-Sālikīn, hlm. 424-425.
36
BAB III
CINTA DALAM PANDANGAN IBNU QAYYIM
AL-JAUZIYYAH

A. Biografi Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah


1. Riwayat Hidup
Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah memiliki nama lengkap
Abu Abdillah Syamsuddin Muhammad ibn Abi Ayyub ibn Sa‟d ibn
Jabir Makki Zainuddin al-Zar‟i al-Dimasyqi al-Hanbali. Semua
literatur biografi sepakat menyatakan bahwa Imam Ibnu Qayyim
lahir pada tanggal 7 Shafar tahun 691 H.1 Beliau lahir di Damaskus
dan bermazhab Hanbali. Beliau lebih dikenal dengan sebutan Ibnu
Qayyim al-Jauziyyah, baik di kalangan al-hal al-ilmi (ulama)
dahulu maupun sekarang. Semua kitab biografi tokoh juga telah
menyepakati bahwa beliau lebih dikenal dengan julukan Ibnu
Qayyim al-Jauziyyah, putra laki-laki dari pemilik kepala sekolah
al-Jauziyyah. Qayyim al-Jauziyyah adalah julukan yang diberikan
kepada ayah beliau karena pendiri sekolah al-Jauziyyah di
Damaskus.2
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah memiliki dua orang putra, yaitu
Syarafuddin Abdullah dan Burhanuddin Ibrahim ibn Syamsuddin.
Syarafuddin Abdullah lahir pada tahun 723 H. Anak ini sangat
cerdas dan berhasil menghafal kitab suci al-Quran. Ia
menggantikan ayahnya mengajar di Shadriyyah. Wafat pada tahun
756 H, tepat lima tahun setelah mendiang ayahnya. Sedangkan
Burhanuddin Ibrahim ibn Syamsuddin lahir pada tahun 716 H. Ia
banyak belajar ilmu pengetahuan dari ayahnya sendiri, dan juga
dari Madrasah Shadriyyah. Ia dipercaya untuk menjadi mufti dan
populer menjadi ulama yang ahli ilmu nahwu. Ia telah memberi

1
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Raudhatul Muhibbin: Taman Orang-orang
yang Jatuh Cinta dan Memendam Rindu, Terjemahan. Fuad Syaifudin Nur,
(Jakarta: Qisthi Press, 2011), hlm. 3.
2
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Berbicara tentang Tuhan, Terjemahan. M.
Romli dan Heri, (Jakarta: Mustaqiim, 2001), hlm. 17-18.

37
komentar (syarh) kitab Alfiyyah Ibni Mālik. Kitab syarh-nya adalah
Irsyād al-Sālik Ila Hilli Alfiyyah Ibni Mālik. Ia wafat tahun 767 H.3
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah lahir dalam kalangan yang
memiliki sarat keilmuan murni. Ayah beliau bernama al-Shaleh al-
Abid al-Nasik Abu Ayyub al-Zura'i, merupakan seorang direktur
Madrasah al-Jauziyyah di Damaskus untuk beberapa periode, oleh
karena latar belakang tersebut beliau dikenal dengan sebutan
"Qayyim al-Jauziyyah", yang kemudian anak cucunya juga dikenal
dengan nama tersebut, sehingga semua dari anggota keluarga
mereka akhirnya dipanggil dengan sebutan "Qayyim al-Jauziyyah".
Inilah rahasia penamaan imam besar umat Islam yang diberi nama
oleh para ulama klasik dengan nama Ibnu Qayyim al-Jauziyyah,
sementara ulama kontemporer mayoritas menyebutkannya Ibnu
Qayyim, sebenarnya awal penamaan ini dipakai hanya untuk
menyingkatkan karena terlalu panjang, yang ternyata sebutan ini
pada akhirnya justru lebih populer di kalangan para ulama dan
penuntut ilmu.4
Pada umumnya ulama kontemporer menyebut beliau
dengan julukan Ibnu Qayyim untuk sekedar menyingkat dan lebih
mudah untuk menyebutnya. Sehingga julukan inilah yang
memasyarakat di kalangan ulama dan murid-murid beliau di masa
mendatang.5
Ibnu Qayyim adalah seorang imam brilian, ulama yang luas
ilmunya, ahli tafsir, pakar hadis, tabib bagi hati dan segala
penyakitnya. Ahli kejiwaan beserta segenap masalahnya. Pemilik
segudang karya luar biasa dan bermanfaat.6

3
Salahuddin Ali Abdul Mawjud, The Biography of Imam Ibn al-
Qayyim, (Maktaba Darussalam: Riyadh, 2006), hlm. 28.
4
M. Hasan al-Jamal, Biografi, hlm. 227-228.
5
Ibnu Qayyim, Berbicara, hlm. 245.
6
Syarif Abdul Aziz, Cobaan Para Ulama: 29 Kisah Ulama Besar
dalam Menghadapi Ujian Dakwah, Terjemahan. Ganna Prayadharikasi Armaidi,
Cet. Ke-1, (Jakarta: Pustaka al-Kausar, 2012), hlm. 267.
38
2. Latar Belakang Kehidupan Ibnu Qayyim al-Jauziyyah
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah adalah seorang cendekiawan
muslim yang memiliki profil ulama yang produktif. Selama
hidupnya telah berhasil membuat karya besar dalam berbagai
bidang disiplin ilmu. Beliau adalah pakar tafsir, ushuluddin, hadis
(beserta arti dan fikihnya), istinbath (pengambilan hukum), fiqih,
ushul fiqih, bahasa Arab, ilmu mantiq, sosiologi, kimia, astronomi,
filsafat dan ahli dalam bidang tasawuf.
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah merupakan tokoh sekolah al-
Jauziyyah, khatib pertama pada Masjid Agung yang didirikan oleh
Najmuddin bin Khalikhan. Selain itu, beliau juga mengajar di
Madrasah tersebut, selain mengajar di Madrasah al-Shadriyyah
beliau juga mengajar di beberapa tempat lainnya, di mana
Damaskus pada saat itu dipenuhi oleh majelis dan halaqah ilmu,
baik itu di masjid-masjid maupun di sekolah serta pusat lainnya.7
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah merupakan seorang ulama yang
dilahirkan dalam kalangan yang bermazhab Hanbali. Selain itu,
beliau juga seorang imam besar dan ulama pilih tanding, pembela
sunnah dan pemberantas bid‟ah. Ibnu Qayyim tumbuh di sebuah
keluarga yang kental dengan keilmuan, kewira‟ian dan keshalihan,
ayahnya merupakan seorang Syeikh terpandang wira‟i yang ahli
dalam ibadah dan ahli dalam ilmu faraid. Adiknya Zainuddin Abu
Faraj, seorang imam yang diikuti, keponakannya yang bernama
Imanuddin Abu Fida salah seorang ulama yang terpandang, beliau
memiliki sebagian besar literatur pamannya, yaitu Syamsuddin
Ibnu Qayyim.8
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah memiliki kerinduan dan cinta
yang memenuhi seluruh hatinya, ia memakmurkan hatinya dengan
ketergantungan kepada Allah Swt, baik dalam kondisi sepi maupun
ramai, dengan berzikir sehingga ibadahnya menduduki posisi

7
M. Hasan al-Jamal, Biografi, hlm. 238-239.
8
Nurul Ilmi, “Konsep Bahagia dalam Perspektif Ibnu Qayyim al-
Jauziyyah” (Skripsi Jurusan Ilmu Aqidah, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, UIN
Ar-Raniry, 2015), hlm. 53.
39
sebagai pengobatan dan penyembuhan serta olahraga bagi jiwa.
Bagi Ibnu Qayyim fenomena dunia yang menipu sudah sirna
setelah nyata bahwa hakikat nya adalah sirna. Maka dengan segala
kesungguhannya, beliau berjalan menuju Allah Swt, karena sangat
berambisi untuk memperoleh balasan yang telah disediakan.9
Ibnu Qayyim bekerja sebagai imam di al-Jauziyyah,
mengajar di Madrasah Shadriyyah dan beberapa tempat lain,
memberi fatwa dan seorang penulis yang sangat produktif. Ibnu
Qayyim memiliki hubungan yang sangat erat dengan seorang filsuf
Islam, yaitu Ibnu Taimiyah, di mana beliau adalah guru Ibnu
Qayyim al-Jauziyyah. Beliau mulai berguru kepada Ibnu Taimiyah
pada tahun 712 H, yaitu sejak Syaikh al-Islam Ibnu Taimiyah
kembali ke Mesir, Damaskus dan menetap di sana sampai beliau
meninggal, Ibnu Qayyim terus bermulazamah dengannya
sepanjang masa tersebut atau selama 16 tahun dan juga banyak
belajar ilmu dari gurunya.10
Ibnu Qayyim merupakan seorang tokoh tasawuf, di mana
bisa dibuktikan dengan melihat akhlak yang mulia, memiliki peran
lemah lembut dalam pergaulan, mempunyai semangat tinggi,
wawasan luas, termasuk orang besar dalam sisi karakteristik,
kebaikan, keilmuan, keutamaan, tahajjud dan ibadah. Selain itu,
juga bisa dilihat dari kezuhudan dan ibadahnya, beliau memiliki
kemampuan untuk memakmurkan hatinya dengan keyakinan
kepada Allah Swt, kembali dan bersimpuh. Di samping itu, Ibnu
Qayyim memiliki kekayaan yang cukup besar, serta kedudukan
yang cukup tinggi di antara para ulama yang komitmen.11

9
M. Hasan al-Jamal, Biografi, hlm. 229-230.
10
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Menyelamatkan Hati dari Tipu Daya
Setan, Terjemahan. Hawin Murtadho, Cet. Ke-I, (Bairut: Darul Kitab al-Araby),
hlm. xiii.
11
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Menyelamatkan Hati, hlm. x.
40
3. Guru-guru
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah merupakan salah seorang ulama
yang gemar menuntut ilmu, dan beliau memiliki guru yang sangat
banyak. Di antara guru-guru yang paling berperngaruh pada
pembentukan pemikiran Ibnu Qayyim adalah sebagai berikut:
a. Ibnu Abd al-Daim al-Maqdisi (wafat tahun 718 H).
b. Ibnu Taimiyah (wafat tahun 738 H).
c. Badr ibn Jama‟ah al-Kinani al-Syafi‟i (wafat tahun 733 H).
d. Al-Muzzi, penulis kitab Tahdzib al-Kamal (wafat tahun 734
H).12
e. Ayahnya, Abu Bakr ibn Ayyub al-Zar‟i (Qayyim al-
Jauziyyah), di mana Ibnu al-Qayyim al-Jauziyyah
mempelajari ilmu fara‟id. Ayahnya memiliki ilmu
mendalam tentang fara‟id. Imam al-Harran Ismail ibn
Muhammad al-Farra', guru mazhab Hanbali di Damaskus.
Ibn al-Qayyim belajar padanya ilmu fara‟id sebagai
kelanjutan dari apa yang diperoleh dari ayahnya dan ilmu
fikih.
f. Syarafuddin ibn Taimiyyah, saudara Syaikh al-Islam Ibnu
Taimiyyah. Beliau menguasai berbagai disiplin ilmu.
g. Ibnu Muflih, seorang imam masyhur yang bermazhab
Hanbali. Ibn al-Qayyim al-Jauziyyah (w.1350) berkata
tentang beliau, "Tak seorang pun di bawah kolong langit ini
yang mengetahui mazhab Imam Ahmad selain Ibnu
Muflih." Imam al-Mazi, seorang imam yang bermazhab
Syafi'i. Di samping itu, dia termasuk imam ahli hadits dan
penghafal hadits generasi terakhir.
h. Syaikh al-Islam Ibnu Taimiyah Ahmad ibn al-Halim ibn
Abdussalam al-Numairi.13

12
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Raudhatul Muhibbin, hlm. 3.
13
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Kunci Kebahagiaan, Terjemahan. Abdul
Hayyie al-Kattani, (Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, 2004), hlm. 3.
41
4. Murid-murid
Murid-murid Ibnu Qayyim banyak yang menjadi ulama
terkemuka dan memiliki kedudukan istimewa dalam dunia
keilmuan. Di antara mereka ialah:
a. Al-Hafizh Imaduddin Ibnu Katsir (wafat tahun 774 H).
b. Al-Hafizh Abdurrahman Abu al-Faraj ibn Rajab al-Hanbali
(wafat tahun 795 H).
c. Ibnu Abd al-Huda, penulis kitab al-Sharim al-Manki fi al-
Radd ‘ala al-Subki (wafat tahun 744 H).14
d. Al-Burhan ibn al-Qayyim, seorang ulama nahwu dan fikih
yang mumpuni. Dia belajar dari ayahnya. Beliau telah
berfatwa, mengajar dan namanya dikenal. Metodenya sama
dengan sang ayah. Beliau memiliki keahlian dalam bidang
tata bahasa Arab. Karena itu, beliau menulis komentar atas
kitab Alfiyyah Ibni Mālik. Kitab komentar (syarh) itu, dia
namakan Irsyād al-Sālik Ila Hilli Alfiyyah Ibni Mālik.
e. Ismail 'Imaduddin Abu al-Fida' ibn 'Umar ibn Katsir al-
Dimasyqi al- Syafi'i, seorang imam hafizh yang terkenal. Ia
memiliki karya tulis yang sangat banyak. Karya
monumentalnya adalah Tafsir Ibnu Katsīr dan Al-Bidāyah
wa al-Nihāyah. Wafat pada tahun 774 H.
f. Zainuddin Abu al-Faraj ibn Ahmad ibn Abdurrahman ibn
Rajab al-Baghdadi, yang populer dengan nama Rajab al-
Hanbali. Ia memiliki beberapa karangan yang bermutu
dalam bidang hadis, fiqih, dan sejarah. Seorang ahli ilmu
dan ahli zuhud. Ibnu Rajab senantiasa menyertai gurunya
hingga sang guru wafat. Ibnu Rajab wafat pada tahun 795 H.
g. Syarafuddin Ibnu al-Qayyim al-Jauziyyah. Ia sangat brilian,
mengambil alih pengajaran setelah ayahnya wafat, di
madrasah Shadriyyah.
h. Ali Abdulkafi ibn Ali ibn Tammam al-Subki Taqiyuddin
Abu al-Hasan.

14
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Raudhatul Muhibbin, hlm. 4.
42
i. Muhammad ibn Ahmad ibn 'Usman bin Qayimaz al-Dzahabi
al-Turkmani al-Syafi'i. Ia adalah seorang imam, hafizh yang
memiliki banyak karangan dalam hadits dan lain-lain.
j. Muhammad Syamsuddin Abu Abdullah ibn Ahmad ibn
Abdul Hadi al-Hanbali. Beliau adalah seorang hafizh yang
kritis. Memiliki banyak karya, selalu mengisi waktu
luangnya dengan hal-hal yang bermanfaat. Wafat pada tahun
797 H.
k. Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad ibn Abdul Qadir ibn
Muhyiddin ibn Abdurrahman an-Nablisi. Ia membacakan
sebagian besar karya-karya gurunya, di hadapan Ibn al-
Qayyim al-Jauziyyah. Mendapat julukan Al-Jannah (kebun)
karena banyaknya ilmu yang dimiliki. Ia mempunyai
beberapa karangan kitab, di antaranya, kitab Mukhtasar
Thabaqāt al- Hanabilah. Wafat pada tahun 797 H.
l. Muhammad ibn al-Khudhari al-Ghazi al-Syafi'i. Nasabnya
sampai kepada Zubair ibn Awwam r.a.
m. Al-Fairuzabadi. Nama lengkapnya adalah Muhammad ibn
Ya'qub al-Fairuzabadi al-Syafi'i. Ia pengarang sebuah kamus
dan karangan-karangan lain yang baik.15
5. Apresiasi Kalangan Ulama terhadap Ibnu Qayyim
Ibnu Katsir menyatakan, bahwa Ibnu Qayyim banyak
mendengar hadis, sibuk dengan ilmu, sangat menguasai berbagai
macam ilmu, khususnya tafsir, hadis, dan ilmu ushul. Ibnu Hajar
menyatakan, Ibnu Qayyim adalah sosok yang pemberani, luas ilmu,
banyak mengetahui perbedaan pendapat dan mazhab salaf. Al-
Syaukani menyatakan, Ibnu Qayyim sangat menguasai berbagai
macam ilmu, unggul dalam pengetahuan, sangat terkenal dan
memiliki pengetahuan yang mendalam tentang mazhab salaf.16

15
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Kunci Kebahagiaan, hlm. 5.
16
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Raudhatul Muhibbin, hlm. 4.
43
6. Karya-karya
Sepanjang hidupnya, Imam Ibnu Qayyim telah menulis
sekitar 98 kitab, di antaranya:
a. Dalam bidang ilmu fiqih dan ushul fiqih:
1) I’lam al-Muwaqqi’īn ‘an-Arabbi al-‘Alamīn
2) Al-Thuruq al-Hukmiyah fī al-Siyāsah al-Syari’ah
3) Ighāsat al-Lahfan fī Makā’id al-Syaithān
4) Tuhfah al-Maulūd fī Ahkam al-Maulūd
5) Aḥkam Ahli al-Dzimmah
6) Al-Furūsiyah
b. Dalam bidang ilmu kalam:
1) Al-Kāfiyah al-Syāfiah fī al-Inthishār li al-Farq al-Nājiyah
2) Al-Syifa al-‘Aqil fī Masāil al-Qadhā wa al-Qadr wa al-
Hikmah
c. Dalam bidang hadis dan sirah:
1) Tahdzib Sunan Abi Daud wa Idhah ‘Ilaihi wa Musykilatihi
2) Zad al-Ma’ād fī Hadyi Khair al-Ibād
d. Dalam bidang akidah:
1) Ijtimā’ al-Juyusy al-Islāmiyah ‘alā Ghazwi al-Mu’atilah wa
al-Jahmiyah
2) Al-Shawāqi’ al-Mursalah ‘alā al-Jahmiyah wa al-
Mu’athilah
3) Syifa’ al-‘Alil fī Masā’il al-Qadha wa al-Qadar wa al-
Hikmah wa at-Ta’lil
4) Hidāyah al-Hayāri min al-Yahud wa al-Nashāra
5) Had al-Arwāh ila Bilād al-Afrah
6) Al-Rūh
e. Dalam bidang akhlak dan tasawuf:
1) Madārij al-Sālikīn Baina Manāzil Iyyāka Na’budu wa
Iyyāka Nasta’īn
2) Udah al-Shābirīn wa Dzakhirah al-Syā’irīn
3) Al-Da’ wa al-Dawa’
4) Al-Wabil al-Shayyib min al-Kalim al-Thayib
5) Raudhah al-Muhibbīn wa Nuzhah al-Musytaqīn
44
f. Dalam bidang-bidang ilmu yang lain:
1) Al-Tibyān fī al-Aqsām al-Quran
2) Badai’i al-Fawā’id
3) Jala’ al-Afhām fī Shalati wa al-Salam ‘ala Khair al-Anām
4) Raudhah al-Muhibbīn wa Nuzhah al-Musytaqin
5) Thariq al-Hijratain wa Bāb al-Sa’adatain
6) Miftāh Dar al-Sa’adah.17
7. Wafat
Semua literatur biografi sepakat menyatakan bahwa Imam
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah wafat pada malam Kamis, tanggal 13
Rajab tahun 751 H, tetap ketika tiba waktu shalat Isya. Kitab-kitab
sejarah menjelaskan, bahwa jenazah Imam Ibnu Qayyim baru
dishalatkan keesokan harinya setelah shalat zhuhur di dalam Masjid
al-Umawi dan kemudian dishalatkan lagi di Masjid Jarrah. Dengan
diiringi begitu banyak pelayat yang hadir, jenazah Ibnu Qayyim
kemudian dikebumikan di komplek pemakaman Bab al-Shaghir.18
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah menghadap Allah Swt setelah
menjalani kehidupan yang penuh dengan prestasi cemerlang,
tepatnya saat adzan Isya‟ malam Kamis tanggal 13 Rajab 751 H
dalam usia 60 tahun. Ibnu Qayyim dishalatkan keesokan harinya
pada hari Jum‟at setelah salat Zuhur di Masjid Agung al-Umawi,
lalu Masjid (Jami‟) Agung Jirah di dekat kuburan di mana beliau
disemayamkan, ribuan pelayat berdesakan untuk mengantar
kepergian Ibnu Qayyim al-Jauziyyah di peristirahatan yang
terakhir.19
B. Konsep Cinta
Cinta merupakan anugerah terbesar yang diberikan Tuhan
terhadap manusia. Karena cinta merupakan kekuatan yang tidak
dapat dinilai, namun bisa dirasakan. Cinta itu timbul dari hati dan
jiwa. Ia tidak dapat dipaksakan kehadirannya juga tidak dapat
17
Ibnu Qayyim, Zadul Ma’ad Bekal Perjalanan Akhirat, hlm. 26.
18
Ibnu Qayyim, Raudhatul Muhibbin, hlm. 4-5.
19
M. Hasan al-Jamal, Biografi, hlm. 245.
45
dipaksakan untuk kepergiannya. Ia akan hadir dengan
kesendiriannya.
Manusia diciptakan memiliki hati sehingga bisa mencintai.
Namun, pada saat yang sama, ia juga tak bisa terlepas dari hawa
nafsu. Hampir mustahil bagi manusia untuk membebaskan diri
sepenuhnya dari hawa nafsu. Oleh karena itu, Allah Swt
melengkapi akal dan hati dengan fitrah (potensi untuk mengenal-
Nya) agar manusia tidak dikendalikan hawa nafsu. Dengan fitrah,
selain bisa mengenal Allah, manusia dapat menjalankan perintah-
Nya dan menjauhi larangan-Nya.
Jika kekuasaan berada di tangan akal, maka nafsu pasti akan
menyerah tunduk padanya serta akan menjadikan salah satu
pelayan dan pengikutnya. Tapi sebaliknya, jika kekuasaan berada
di tangan hawa nafsu, maka akal akan menjadi tawanan baginya
yang berada di bawah kekuasaannya. Namun, karena manusia tidak
mungkin sepenuhnya melepaskan diri dari hawa nafsunya selama ia
masih hidup, karena nafsu memang bagian dari dirinya,maka ia
tidak dituntut menghilangkan hawa nafsunya secara keseluruhan.
Akan tetapi, yang diperintahkan pada manusia adalah untuk dapat
mengarahkan hawa nafsunya dari segala bentuk kenikmatan yang
merusak, menuju daerah aman yang menyelamatkan.20
Oleh karena itu, Ibnu Qayyim al-Jauziyyah membahas
mengenai permasalahan cinta karena semangat “perdamaian”
antara hawa nafsu dan akal. Karena, jika kedua hal itu telah
berdamai, maka setiap hamba pasti akan mudah untuk memerangi
nafsu yang sudah bergandengan tangan dengan setan.21
Cinta mengandung bermacam-macam perbedaan dalam
kadar dan sifatnya. Namun, yang paling banyak disebut di
dalamnya adalah mengenai hak Allah, yang terkhusus bagi-Nya.
Semua dianggap tidak baik, kecuali bila diperuntukkan bagi dia

20
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Raudhatul Muhibbin, hlm. 15-16.
21
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Raudhatul Muhibbin, hlm. 17.
46
sendiri, begitu pula dengan inabah (kembali kepada Allah).22
Bermacam-macam sifat cinta, ada cinta yang terpuji ada juga cinta
yang tercela.
Cinta yang terpuji adalah cinta kepada Allah Yang Esa,
mencintai apa yang dicintai dan disukai Allah. Cinta ini membawa
kepada kebahagiaan. Seseorang tidak akan selamat dari siksa,
kecuali dengan cinta itu. Sedangkan cinta yang tercela adalah cinta
yang disekutukan yang membawa kepada kesengsaraan. Seseorang
tidak akan abadi dalam siksa, kecuali orang yang mempunyai cinta
yang tercela. Orang yang mempunyai cinta tercela, yang juga
mencintai Allah dan menyembah-Nya, maka tidak ada sebutan lain
bagi mereka kecuali musyrik. Karena itu, mereka patut masuk
neraka. Siapa yang memasukinya dengan dosa dosa syirik tersebut,
maka akan kekal di neraka, kecuali dengan ampunan dari Allah.
Yang dibahas dalam al-Quran meliputi cinta kewajiban dan
larangan mencintai selain Allah.
Asal pokok dakwah seluruh Rasul dari awal sampai akhir
tidak lain adalah mengajak untuk beribadah kepada Allah Swt,
tiada Tuhan selain bagi mereka. Dakwah yang berisi kesempurnaan
cinta kepada Allah semata, kesempurnaan patut dan tunduk,
merendahkan diri di hadapan-Nya, mengagungkan dan memuliaka-
Nya, semua itu diaktualisasikan dalam bentuk ketaatan dan
ketakwaan.23
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah berbicara tentang cinta sebagai
sesuatu yang fitri dalam diri manusia. Cinta tidak mungkin
disembunyikan, tetapi harus diungkapkan. Cinta kepada harta tidak
mungkin dikekang, tetapi mesti diungkapkan melalui usaha dan
kerja yang halal. Cinta kepada kekuasaan juga tidak mungkin
dihilangkan, namun mesti diungkapkan melalui sikap adil. Cinta
kepada lawan jenispun tidak bisa dikesampingkan, tetapi harus
diungkapkan melalui pernikahan yang halal. Ibnu Qayyim

22
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Terapi Penyakit Hati, Terjemahan. Salim
Bazemool, (Penerbit: Qisthi Press, 2012), hlm. 302.
23
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Terapi Penyakit Hati, hlm. 306.
47
menjelaskan bagaimana cara mengungkapkan cinta dan
mengendalikan hawa nafsu dengan fitrah sesuai petunjuk-Nya.
Sehingga, cinta itu tidak terlarang dan akan membawa manusia
kepada puncak cinta tertinggi, yaitu cinta kepada Allah dan Rasul-
Nya.
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah juga mengatakan bahwa jika
kamu tidak pernah mencintai dan tidak mengerti tentang cinta,
maka kamu tidak pernah bahagia. Jika kamu tidak pernah
mencintai dan tidak mengerti tentang cinta, maka makanlah jerami
padi karena lebih jauh lagi bisa dikatakan bahwa cinta mendasari
iman. Perilaku takwa seorang mukmin yaitu perilaku yang
bernuansa cinta karena ada faktor kepatuhan kepada kekasih, cinta
adalah buhulnya iman, di mana orang tidak akan masuk tanpa cinta.
Seorang hamba tidak akan sejahtera maupun selamat dari azab
Allah tanpa cinta. Maka hendaklah hamba itu berperilaku atas dasar
cinta.
Cinta tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata. Ibnu Qayyim
tetap mengakui adanya cinta makhluk sehingga konsepnya tidak
totalitas masuk pada tingkatan cinta Allah seperti Rabi`ah. Karena
beliau memandang bahwa cinta makhluk merupakan fitrah sebagai
wujud cintanya Allah pada makhluk sebagai manifestasi cinta
kepada Allah, sehingga nantinya lahir cinta yang paling bening,
jernih, spiritual, dan yang paling tinggi karena cinta dan
kerinduannya kepada Allah Swt cinta senantiasa terkait dengan
amaliyah yang tergantung kepada keikhlasan hati setiap hamba.
Ibnu Qayyim membagi cinta kepada lima macam. Kelima
macam ini ditinjau melalui firman Allah Swt dalam al-Qur‟an.
Menurutnya, kelima macam ini harus dibedakan. Hal ini karena,
orang yang tidak membedakannya pasti akan tersesat karenanya.
1. Maḥabbahtullah (cinta kepada Allah). Hal ini belum cukup
untuk menyelamatkan seseorang dari azab Allah dan
memperoleh pahala-Nya. Hal ini karena kaum musyrikin,
penyembah salib, bangsa Yahudi, dan selain mereka juga

48
mencintai Allah. Sebagaimana firman Allah dalam surat al-
Taubah: 30.

‫ك قَ ْوُُلُ ْم‬ ِ ِ ‫ت النَّصرى الْم ِسيح ابن‬ ِ َ‫ت الْي هود عزي ر ابن اهللِ وقَال‬ ِ
َ ‫اهلل ذَل‬ ُ ْ ُ ْ َ ََ َ ُ ْ ٌْ َُ ُ ْ ُ َ َ‫َوقَال‬
‫ََّن يُ ْؤ فِ ُك ْو َن‬
َّ ‫ض ِهئُ ْو َن قَ ْو َل الَّ ِذيْ َن َك َف ُرواْ ِمن قَ ْب ُل قَتَ لَ ُه ُم اهللُ أ‬ ِ
َ ُ‫بِأَفْ َواه ِه ْم ي‬
Dan orang-orang Yahudi berkata, “Uzair putra Allah,” dan
orang-orang Nasrani berkata: “al-Masih putra Allah.” Itulah
ucapan yang keluar dari mulut mereka. Mereka meniru
ucapan orang-orang kafir yang terdahulu. Allah melaknat
mereka, bagaimana mereka sampai berpaling?24
Orang musyrikin juga percaya Allah dan cinta kepada
Allah, akan tetapi mereka tidak beramal dengan ajaran yang dibawa
oleh Nabi Allah. Mencintai Allah saja tidak cukup tanpa amal
perbuatan yang membuktikan kecintaan kepada-Nya. Sebagaimana
halnya sebagian umat Islam yang mengakui mencintai Allah dan
percaya kepada Allah, tetapi dalam waktu yang sama tidak
melakukan amalan yang diperintahkan Allah.25
Salah satu di antara beberapa konsekuensi dan keniscayaan
dari sebuah cinta sejati, ketika cinta semakin kuat mengarahkan
pada satu tujuan tertentu, maka tak akan ada tempat lagi bagi yang
lain. Sebuah ungkapan berbunyi: “Di dalam hati tidak ada tempat
untuk dua kekasih sebagaimana halnya di langit tidak ada tempat
untuk dua Tuhan.”26
Mencintai Allah itu harus diistimewakan lebih daripada
mencintai yang lain, baik dalam kadar, kapasitas, sifat dan
permukaan atas cinta tersebut. Maka yang wajib dari semua itu
ialah Allah harus menjadi yang paling dicintai oleh hamba-Nya,
bahkan lebih dicintai daripada anak dan orang tuanya, bahkan dari
pada pendengaran, penglihatan, dan jiwa yang melekat pada
tubuhnya sendiri. Allah-lah yang paling berhak disembah, paling

24
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 258.
25
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Madārij al-Sālikīn, hlm. 126.
26
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Raudhatul Muhibbin, hlm. 317.
49
berhak dicintai daripada yang lain. Sesuatu dicintai bisa dari sudut
lain bukan dari arahnya dan bisa dicintai bersamaan dengan cinta
kepada yang lain. Tetapi tiada sesuatu yang dapat dicintai dari
segala arah, kecuali Allah sendiri, sebagai yang tunggal.
Menuhankan itu tidak akan mungkin baik, kecuali hanya kepada-
Nya.27
Orang yang mencintai Allah akan selalu taat dan
meninggalkan kemalasan dan godaan hawa nafsu. Sebab, orang
yang mencintai Allah, tidak akan berbuat maksiat kepada-Nya.
Oleh karena itu, Ibnu Mubarak berkata:
Kamu berbuat maksiat kepada Tuhan
Sementara engkau mengatakan cinta kepada-Nya
Ini sungguh suatu hal yang aneh
Sekiranya cintamu itu sungguh-sungguh
Pasti engkau akan menaati-Nya
Sesungguhnya orang yang cinta
Pasti taat kepada yang dicinta
Seorang penyair sufi berkata:
Aku meninggalkan apa yang aku sukai demi apa yang
Engkau sukai
Lalu aku ridha terhadap apa-apa yang Engkau ridhai
Meskipun nafsuku marah 28
2. Maḥabbah ma yuhibbullah (mencintai perkara yang dicintai
Allah). Perkara inilah yang memasukkan pelakunya ke
dalam Islam dan mengeluarkannya dari kekufuran. 29
Firman Allah dalam surat al-Nisa‟: 114.
ٍ ٍ ِ‫ََّّلخي ر ِِف َكثِ ٍْي ِّمن ََّّْنو هم إََِّّل من أَمرب‬
‫ْي‬ ْ ِ‫ص َدقَة أ َْو َم ْع ُرْوف أ َْو إ‬
َ ْ َ‫صلَ َح ب‬ َ ََ ْ َ ْ ُ َ ْ ََْ
‫َجًرا َع ِظْي ًما‬ ِ ِ َ ‫اهلل فَسو‬ ِ ‫َّاس ومن ي ْفعل َذلِك ابتِغَاء مرض‬
ِ ‫ات‬
ْ ‫ف نُ ْؤتْيه أ‬ َْ َ ْ َ َ ْ َ ْ َ َ َ َ ِ ‫الن‬

27
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Terapi Penyakit Hati, hlm. 306.
28
Abdul Qadir Isa, Hakikat Tasawuf, hlm. 284-285.
29
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Madārij al-Sālikīn, hlm. 127.
50
Tidak ada kebaikan dari banyak pembicaraan rahasia
mereka, kecuali pembicaraan rahasia dari orang yang
menyuruh (orang) bersedekah, atau berbuat kebaikan, atau
mengadakan perdamaian di antara manusia. Barangsiapa
berbuat kebaikan karena mencari keriḍaan Allah, maka
kelak kami akan memberinya pahala yang besar.30

Pernyataan Ibnu Qayyim di atas berkenaan dengan apa yang


dimaksud dalam ayat di atas. Hal ini bisa dilihat pada teori umum
Ibnu Qayyim, yaitu mencintai apa yang dicintai Allah akan
memasukkan seseorang ke dalam Islam dan melepaskan seseorang
dari kekufuran. Lantas apa yang akan memasukkan seseorang ke
dalam Islam dan melepaskannya dari kekufuran tidak lain adalah
sebagaimana yang diisyaratkan oleh ayat tersebut, yaitu
bersedekah. Bukankah dengan sedekah seseorang akan
mendapatkan kebaikan yang sangat banyak dari Allah. Kemudian
berbuat kebaikan, dengan setiap kebaikan akan Allah balas dengan
kebaikan-kebaikan lainnya, dan Allah itu baik dan mencintai
kebaikan dan segala sesuatu yang baik. Seterusnya dengan
mendamaikan antara manusia dengan persengketaan.
Allah mengisyaratkan bahwa mereka akan mendapatkan
pahala yang besar dengan perbuatan-perbuatan tersebut. Mungkin
inilah yang dimaksudkan oleh Ibnu Qayyim bahwa Allah akan
memasukkannya ke dalam Islam dengan memberinya pahala yang
besar dan mengeluarkannya dari kekufuran dengan mengampuni
seluruh dosanya, dengan berbuat sesuatu yang Allah sampaikan di
dalam ayat tersebut.
Cinta demi Allah dan cinta bersama Allah adalah
kesempurnaan cinta kepa-Nya dan merupakan tuntutan dari cinta
kepada-Nya, dan bukan dari semua yang memutuskan hubungan
hamba dengan-Nya. Karena sesungguhnya mencintai kekasih
selalu menuntut adanya cinta terhadap semua hal yang bisa

30
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 126-127.
51
mendorong cinta kepada sang kekasih serta bisa mengantarkan
kepada keridhaannya dan kedekatan dengannya.31
3. Al-Ḥubb lillāh wa fīllāh (mencintai karena Allah dan dalam
ketaatan kepada-Nya). Hal ini merupakan syarat dari
mencintai perkara yang dicintai-Nya. Sesungguhnya,
mencintai sesuatu yang dicintai tidak akan tegak, melainkan
dengan mencintai karena Allah dan dalam ketaatan kepada-
Nya.32 Firman-Nya dalam surat Ali Imran: 31-32.

ِ ِ ِ
ُ‫قُ ْل إ ْن ُكْنتُ ْم ُُتبُّ ْو َن اهللَ فَا تَّبِ ُع ْوَِّن ُُْيبِْب ُك ُم اهللَ َويَ ْغف ْر لَ ُك ْم ذُنُ ْوبَ ُك ْم َواهلل‬
.‫ب الْ َك ِف ِريْ َن‬
ُّ ‫الر ُس ْو َل فَِإ ْن تَ َولَّواْ فَِإ َّن اهللَ ََّل ُُِي‬ ِ ‫ أ‬.‫َغ ُفور َّرِحيم‬
َّ ‫َطْي عُواْ اهللَ َو‬ ٌ ْ ٌْ
Katakanlah (Muhammad), “Jika kamu mencintai Allah,
ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni
dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.
Katakanlah (Muhammad), “Taatilah Allah dan Rasul. Jika
kamu berpaling, ketahuilah bahwa Allah tidak menyukai
orang-orang kafir.”33

Ayat di atas mengisyaratkan bahwa orang yang mencintai


Allah akan mentaati-Nya dan Rasul-Nya. Kecintaan kepada
Rasulullah sekaligus menjadikan seorang hamba itu cinta kepada
Allah. Ketaatan kepada Rasulullah yang didasari ketaatan kepada-
Nya, dan Allah akan mengampuni dosa-dosa mereka. Sungguh
Allah Maha besar ampunan-Nya, tetapi juga mereka berpaling,
sudah tentunya Allah akan memberi balasan yang setimpal kepada
orang-orang kafir.

4. Al-Maḥabbah ma’allāh (mencintai selain Allah dan


bersama Allah). Ini adalah kecintaan yang mengandung
syirik. Karena cinta seperti itu adalah cintanya orang-orang

31
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Raudhatul Muhibbin, hlm. 323.
32
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Madārij al-Sālikīn, hlm. 443.
33
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 67.
52
musyrik kepada sesembahan mereka, 34Sebagaimana firman
Allah dalam surah al-Baqarah: 165.

‫ب اهللِ َوالَّ ِذيْ َن‬ ِّ ‫َند ًادا ُُِيبُّ ْونَ ُه ْم َك ُح‬


َ ‫ون اهللِ أ‬
ِ ‫َّخ ُذ ِمن د‬
ُ
ِ ‫َّاس من يَّت‬
َ ِ ‫َوم َن الن‬
ِ
‫َن الْ ُق َّوةَ لِ ِله‬
َّ ‫اب أ‬ ِ ِ َّ ِِ
َ ‫َش ُّد ُحبِّا لله َولَ ْو يََرى الذ‬
َ ‫ين ظَلَ ُمواْ إ ْذيََرْو َن الْ َع َذ‬ َ ‫ءَ َامنُواْ أ‬
ِ ‫َن اهلل َش ِديْ ُد الْع َذ‬ ِ
.‫اب‬ َ َ َّ ‫ََجْي ًعا َوأ‬
Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah
Tuhan selain Allah sebagai tandingan, yang mereka
mencintai seperti mencintai Allah. Adapun orang-orang
yang beriman sangat besar cintanya kepada Allah. sekiranya
orang-orang yang berbuat zalim itu melihat, ketika mereka
melihat azab (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu
semuanya milik Allah dan bahwa Allah sangat berat azab-
Nya (niscaya mereka menyesal).35
Ayat di atas menerangkan, ada sebagian orang yang
menyekutukan Allah dengan sesuatu yang lain dan mencintainya
seperti mencintai Allah. Tetapi orang yang beriman lebih cinta
kepada Allah dari pada orang-orang musyrik, bahkan mereka amat
cinta kepada Allah. Adapun orang-orang yang menyekutukan
Allah, mereka mencintai Allah setelah mereka cinta pada yang
disekutukan pada-Nya. Hal ini melemah kemurnian cinta mereka
kepada Allah. Manusia diciptakan oleh Allah untuk memurnikan
cinta mereka hanya kedapa-Nya.36
Barang siapa yang mencintai sesuatu bersama Allah, bukan
sebagai sarana kepada-Nya, dan bukan dalam ketaatan kepada-Nya,
maka dia telah menjadikan sesuatu tersebut sebagai tandingan bagi
Allah. Seperti inilah kecintaan kaum musyrikin. Mereka inilah
orang yang kufur kepada Allah dan mendapat azab yang besar di
akhirat kelak. Ini adalah antara cinta yang dijelaskan Ibnu Qayyim,

34
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Raudhatul Muhibbin, hlm. 323.
35
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, (Surabaya:
Mekar Surabaya, 2004), hlm. 31
36
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Terapi Penyakit Hati, hlm. 286.
53
cinta yang paling dahsyat mendapat siksaan dari-Nya seperti yang
dijelaskan dalam ayat al-Qur‟an.37
Orang yang mencintai Allah dan tidak akan mencintai
sesuatu kecuali kepada-Nya, akan terputuslah segala sesuatu yang
bertentangan dengan rasa cintanya kepada Allah. Rasa cinta yang
benar itu dituntutkan untuk mengesahkan yang Mahacinta dan tidak
menyekutukan rasa cinta kepada-Nya dengan hal lain. Dia akan
cemburu karena merasa disekutukan dengan yang lain. Dia akan
marah dan murka. Bagi yang demikian dianggap sebagai pendusta
dalam cintanya. Ia dikatakan sebagai orang yang tidak mampu
untuk mencegah dan menyingkrkan semua kekuatan cinta selain
kepada-Nya. Bagaimana dengan al-habib al-a’la (cinta yang
tertinggi), kecintaan yang tidak patut disembahkan selain untuk-
Nya. Semua rasa cinta kepada selain Dia, maka pelakunya disiksa
dengan beberapa hukuman. Untuk itulah, Allah tidak mengampuni
orang yang menyekutukan-Nya dalam keadaan kecintaan ini dan
Dia mengampuni dosa lain bagi yang dikehendaki-Nya.38
Pada hakikatnya, syirik yang benar-benar tidak akan
diampuni oleh Allah adalah syirik yang menyangkut cinta seperti
ini. Bahkan orang-orang musyrik tidak pernah menganggap tuhan-
tuhan serta patung-patung mereka menjadi sekutu bagi Allah dalam
penciptaan langit dan bumi. Tetapi syirik yang mereka lakukan
adalah dengan mencintai patung-patung itu „bersama‟ kecintaan
mereka kepada Allah. Mereka lalu berpaling dari Allah menuju
sesembahan itu, dan kemudian mereka membesar-besarkan
pemujaan yang mereka lakukan hingga akhirnya mereka pun
menuhankan patung-patung yang mereka sembah itu sambil
berkata “Semua ini hanyalah tuhan-tuhan kecil yang akan
mendekatkan kami kepada Tuhan yang Mahabesar.”39
5. Al-Maḥabbah al-Tabi’iyah (cinta yang selaras dengan
tabiat). Cinta ini bentuknya berupa kecenderungan

37
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Madārij al-Sālikīn, hlm. 443.
38
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Terapi Penyakit Hati, hlm. 276.
39
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Raudhatul Muhibbin, hlm. 323.
54
seseorang terhadap perkara yang sesuai dengan tabiatnya
seperti seseorang yang haus mencintai air, seseorang suami
dan ayah mencintai istri dan anak dan sebagainya.
Kecintaan jenis ini tidaklah tercela selama kecintaan
tersebut tidak melalaikan dari mengingat Allah (ibadah) dan
menghalang kesibukan hamba dalam mencintai Allah.
Dalam surat al-Munafiqun: 9, Allah mengingatkan kepada
manusia untuk tidak sekali-kali lupa untuk mengingat-Nya
hanya karena memiliki harta benda dan anak.

ِ ‫يأَيُّها الَّ ِذين ءامنُواْ ََّل تُْل ِه ُكم أَموالُ ُكم وََّل أَولَ ُد ُكم عن ِذ ْك ِر‬
‫اهلل َوَمن يَ ْف َع ْل‬ ْ َ ْ ْ َ ْ َْ ْ َ َ َْ َ َ
ِ ِ
.‫اْلَس ُرْو َن‬
ْ ‫ك ُه ُم‬ َ ِ‫ك فَأُلَئ‬
َ ‫َذل‬
Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah harta
bendamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari
mengingat Allah. Dan barang siapa berbuat demikian, maka
mereka itulah orang-orang yang rugi.40
Sesuatu yang dicintai tidak bisa terdiri lebih dari satu.
Karena adalah mustahil jika di dalam satu hati terdapat dua wujud
objek yang dicintai, sebagaimana adalah mustahil pula bila di luar
hati terdapat dua wujud yang berdiri sendiri-sendiri dengan dua
jiwa, yang masing-masing wujud tidak membutuhkan yang lain
dalam semua sisi. Demikian pula, adalah mustahil jika alam
semesta memiliki dua Tuhan yang berdiri sendiri-sendiri.
Bukankah wujud yang layak dicintai hanyalah Tuhan yang
Mahabenar serta tidak membutuhkan semua yang selain Dia?
Sementara semua yang selain Dia adalah fakir dan selalu
membutuhkan Dia. Sedang sesuatu yang dicintai oleh seseorang
hamba demi Allah, tentu saja bisa berbilang. Karena cinta hamba
kepada sesuatu tidak secara serta-merta dapat mengganggu
cintanya kepada Allah serta tidak membuatnya menyekutukan
Allah dalam cinta.

40
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 811.
55
Semasa hidupnya, Rasulullah Saw selalu mencintai istri-
istrinya. Beliau juga mencintai Abu Bakar dan mencintai Umar bin
Khathtab sebagimana beliau juga mencintai para sahabat beliau
dengan bentuk cinta yang bertingkat-tingkat. Namun seiring
dengan itu, segenap cinta Rasulullah tetaplah hanya untuk Allah
sebagaimana segenap kekuatan cinta beliau juga selalu diarahkan
hanya kepada-Nya.41
Ada perbedaan antara mencintai Allah (Mahabbatullah)
sebagai dasar, mencintai karena Allah (al-Mahabbah lillah) sebagai
ikutan, dan mencintai bersama Allah (al-Mahabbah Ma’allah)
sebagai sebuah kemusyrikan.42
Cinta adalah kelezatan, siapa yang tidak memilikinya maka
seluruh hidupnya diwarnai kegelisahan dan penderitaan. Cinta
adalah ruh iman dan amal, kedudukan dan keadaan, yang jika cintai
ini tidak ada di sana, maka tak ubahnya jasad yang tidak memiliki
ruh. Cinta membawakan beban orang-orang yang mengadakan
perjalanan saat menuju ke suatu negeri, yang tentu saja mereka
akan keberatan jika beban itu dibawa sendiri. Cinta mengantarkan
mereka ketempat persinggahan yang selainnya tak bisa
menghantarkan mereka ke tujuan. Cinta adalah kendaraan yang
membawa mereka kepada sang kekasih. Cinta adalah Jalan mereka
yang lurus, yang mengantar mereka ke tempat persinggahan
pertama yang terdekat. demi Allah, pemilik cinta telah pergi
membawa kemuliaan dunia dan akhirat, sehingga akhirnya
senantiasa bersama sang kekasih. Allah telah menetapkan bahwa
seseorang itu bersama orang yang paling dicintainya. Sungguh ini
merupakan kenikmatan tiada tara yang diberikan kepada orang-
orang yang memiliki cinta.43
Dari penjelassan diatas dapat disimpulkan bahwa
bagaimanapun bentuk cinta haruslah didasarkan atas cinta kepada
Allah Swt., bagaimana cinta kita tujuannya hanya satu, yakni

41
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Raudhatul Muhibbin, hlm. 322-323.
42
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Raudhatul Muhibbin, hlm. 324.
43
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Pendakian Menuju Allah, hlm. 421.
56
mengharap cinta dan Ridha dari Allah semata. Sehingga kita
terselamat dari kesyirikan yang bisa membawa ummat manusia
kepada perbuatan yang hina, terkutuk dan murka dari Allah Swt.
C. Tanda-tanda dan Bukti Cinta
Sebelum membahas tanda-tanda dan bukti cinta, Ibnu
Qayyim al-Jauziyyah terlebih dahulu membahas macam-macam
jiwa dan apa-apa yang disukainya. Ibnu Qayyim al-Jauziyyah
membagi jiwa menjadi tiga jenis:
1. Jiwa samawi yang tinggi.
Hal-hal yang disukai jiwa jenis ini adalah berbagai perkara
yang berhubungan dengan penetahuan, upaya untuk meraih
keutamaan dan kesempurnaan yang mungkin dicapai manusia, serta
menjahui semua perbuatan yang hina. Jiwa jenis ini menyenangi
semua perkara yang dapat mendekatkannya kepada sang Kekasih
Yang Mahatinggi (al-Rafiq al-A’la). Itulah santapan, makanan dan
obat baginya. Sementara kesibukannya dengan hal-hal selain itu
akan menjadi penyakit.
2. Jiwa buas yang emosional
Hal-hal yang disukai jiwa jenis ini adalah segala perbuatan
yang menjerumus kepada kemaksaan, kewewenang-wenangan,
menyombongkan diri di dunia, takabur dan berbagai upaya merebut
kekuasaan atas manusia dengan cara yang batil. Semua itulah
kenikmatan dan kesenangan yang inginkannya.
3. Jiwa hewani yang penuh syahwat.
Hal-hal yang disukai jiwa jenis ini adalah segala hal yang
mengarah kepada makana, minuman, dan persetubuhan.44
Di dunia ini, cinta selalu berputar disekitar tiga jenis jiwa
ini. Jiwa jenis yang mana pun yang muncul, pasti ia akan
mendapatkan apa yang dianggap cocok dengan tabiatnya dan pasti
dianggap sebagai sesuatu yang baik dan disenanginya, tanpa pernah
memedulikan cercaan atau makian yang diarahkan kepadanya.
Tiap-tiap jenis dari ketiga jenis jiwa ini juga selalu melihat bahwa

44
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Raudhatul Muhibbin, hlm. 285-286.
57
apa yang sedang mereka alami itulah yang harus diprioritaskan, dan
bahwa menyubukkan diri dengan urusan lain atau melayani sesuatu
yang lain dianggap sebagai sebuah kealpaan dan tindakan yang
menyia-nyiakan sesuatu yang mestinya dapat diraih.
Namun jiwa samawi mempunyai kecocokan tabiat dengan
para malaikat, karena selalu cenderung untuk meniru sifat, akhlak,
dan amal para malaikat. Itulah sebabnya mengapa kemudian para
malaikat menjadi pelindung bagi jenis jiwa yang satu ini baik di
dunia maupun di akhirat.45 Jenis jiwa yang kedua ini (jiwa buas
yang emosional) mempunyai kecocokan tabiat dengan setan.
Karena orang-orang yang memiliki jiwa jenis ini kedua ini selalu
condong kepada sifat, akhlak dan tindakan setan.46
Orang-orang mempunyai jenis jiwa yang ketiga adalah
seperti binatang, Jiwa mereka bersifat duniawi dan rendah karena
sama sekali tidak pernah memedulikan dan menginginkan apa pun
selain nafsu syahwat semata. Adapun tanda-tanda cinta yang
berlaku pada tiap-tiap jenis jiwa manusia bergantung kepada apa
yang dicintai dan didambakannya. Di antara tanda-tanda itu ada
yang langsung bisa diketahui dari jenis jiwa yang manakah
“asalnya”.
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah menguraikan beberapa tanda
cinta yang dapat menunjukkan jenis jiwa yang menjadi mata air
kemunculannya.

b. Tanda cinta yang pertama: Ketagihan dan tidak pernah


jemu memandang sesuatu
Mata adalah pintu hati. Oleh sebab itu, mata akan
mengungkapkan semuayang tersimpan di hati dan akan
menyibakkan rahasia yang tersembunyi di dalamnya. Dalam
masalah ini, mata rupanya lebih petah menyampaikan rahasia hati
dibandingkan lidah.karena petunjuk yang disampaikan mata terjadi
secara serta merta (refleks), tanpa adanya rekayasa dari orang yang

45
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Raudhatul Muhibbin, hlm. 286.
46
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Raudhatul Muhibbin, hlm. 288.
58
mengalaminya, sementara yang disampaikan lidah selalu bersifat
lisan dan akan muncul menurut keinginan orang yang
bersangkutan.
Itulah sebabnya, anda selalu melihat pandangan seorang
pecinta selalu tercurah kepada orang yang dicintainya, apapun yang
dilakukan kekasihnya itu dan kemanapun perginya.
Bahkan di mata seorang pecinta, kekasihnya itu ibarat
petung dirinya sendiri, sebagaimana di dalam hatinya selalu
bersemayam sosok dan rupa kekasihnya itu. Demikianlah yang
dikatakan di dalam sebuah syair:
Sungguh ajaib betapa ingatanku kepadanya terus tertuju
Kutanyakan tentang dia pada siapapun padahal dia
bersamaku
Mataku terus mencari padahal dia melekat di hitam mataku
Dan hatiku merindunya padahal dia melesak di tulang
rusukku
Pandangan seorang pecinta memang selalu terpaku pada
orang yang dicintai.47
Mata adalah pintu gerbang jiwa. Melalui tatapan mata,
rahasia jiwa dapat diungkapkan dan pesan jiwa beserta kedalaman
isinya dapat diisingkap. Tatapan orang yang jatuh cinta tak akan
berpaling dari orang yang dicintainya. Tatapannya mengarah
mengikuti gerak mata sang pujaan menapakkan kedua kakinya.48
Mungkin orang bisa berkata salah dengan perkataannya, namun
gerak-gerik mata tidak dapat melakukan kesalahan. Karena mata
akan mengikuti isyarat langsung dari hati.
c. Tanda cinta yang kedua: Kelalu menundukkan pandangan
jika sang kekasih sedang memandangnya.
Setiap kali seorang pecinta dipandang oleh kekasihnya, dia
pasti akan langsung menundukkan pandangannya dan terus

47
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Raudhatul Muhibbin, hlm. 289-290.
48
Ibnu Hazm al-Andalusi, Risalah Cinta: Kitab Klasik Legendaris
tentang Seni Mencinta, (Mizan, 2009), hlm. 37.
59
memandang ke bawah. Hal itu terjadi karena dia perasaan segan
yang dimilikinya terhadap orang yang dicintainya, munculnya
perasaan malu terhadap sang kekasih, dan penghormatan kepada
sang kekasih yang selalu tersemat di dalam hatinya.
Oleh karena itu, para raja selalu menganggap lancang lawan
bicaranya yang berbicara sambil mengarahkan pandangan kepada
mereka. Karena yang mereka anggap sopan ialah dengan
memandang ke arah bawah.
Berkenaan dengan hal ini, Allah Swt berfirman tentang
kesempurnaan adab Rasulullah pada malam Isra‟49 dalam (QS. An-
Najm (53): 17):

‫ص ُر َوَماطَغَى‬
َ َ‫غ الْب‬
َ ‫َم َازا‬
Penglihatannya (Muhammad Saw) tidak berpaling dari yang
dilihatnya itu dan tidak (pula) melampaui batas.50
d. Tanda cinta yang ketiga: Banyak mengingat,
membicarakan, dan menyebut nama orang yang dicintai.
Siapapun yang sedang mencintai sesuatu, pasti akan selalu
mengingat sesuatu yang dicintainya itu, baik berzikir “mengingat”
dengan hati maupun berzikir “menyebut” dengan lidah. Oleh
karena itu Allah Swt memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk
selalu mengingat-Nya, dalam kondisi yang seperti apapun serta
memerintahkan mereka agar mengingat-Nya, Khususnya agar
mereka mengingat-Nya dalam kondisi yang paling menakutkan
bagi mereka.
Allah Swt berfirman (QS. al-Anfal (8): 45):

.‫يَأَيُّ َها الَّ ِذيْ َن ءَ َامنُواْ لَِقيتُ ْم فِئَةً فَاثْبُتُواْ َواذْ ُك ُرواْ اهللَ َكثِْي ًرا لَّ َعلَّ ُك ْم تُ ْفلِ ُح ْو َن‬
Wahai orang-orang yang beriman! apabila kalian
memerangi pasukan (musuh), maka berteguh hatilah kalian

49
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Raudhatul Muhibbin, hlm. 290.
50
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 764.
60
dan sebutlah (nama) Allah banyak-banyak (berzikir dan
berdo‟a) agar kamu beruntung.51
Orang yang jatuh cinta biasanya memang akan merasakan
bangga jika bisa menyebut sosok yang dicintai ketika dirinya
sedang berada dalam puncak ketakutan atau ketika sedang
berhadapan dengan musuh.
Didalam salah satu firman Tuhan yang tercantum di dalam
atsar disebutkan : “ sesungguhnya hamba-Ku (yang sejati) adalah
setiap hamba-Ku yang mengingat-Ku (menyebut nama-Ku) ketika
ia sedang berhadapan dengan tandingannya.”
Tanda cinta yang sejati adalah menyebut orang yang
dicintai baik di saat senang maupun susah. Seorang pecinta pernah
berkata tentang kekasih nya:
“Senang dan susah mengingatkan aku akan kau baik ketika
muncul yang kutakutkan, kuharapkan, atau sedang terjadi.”
Di antara zikir (ingatan) yang menunjukkan cinta sejati
adalah terbesitnya ingatan akan sang kekasih di dalam hati dan
tersebutnya nama sang kekasih di lidah seorang pecinta ketika ia
baru saja bangun dari tidurnya. dan seiring dengan itu, nama sang
kekasih juga menjadi nama yang terakhir diingat dan disebutkan
oleh sang kekasih sebelum ia tidur.52

e. Tanda cinta yang keempat: Tunduk kepada perintah orang


yang dicintai dan lebih mengutamakan perintah itu dari
pada kepentingan diri sendiri.
Bahkan bukan hanya sampai pada tingkat “mengutamakan
perintah kekasih dari pada kepentingan sendiri”, namun salah satu
tanda cinta adalah ketika kehendak seorang pecinta menyatu
dengan kehendak kekasihnya.
Penyatuan seperti itulah penyatuan yang benar, bukan
penyatuan sepertiyang dikatakan saudara kita yang beragama
Nasrani yang merupakan sebuah bentuk pembangkangan terhadap

51
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 247.
52
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Raudhatul Muhibbin, hlm. 291.
61
Allah. Karena penyatuan memang hanya dapat terjadi pada
kawasan “kehendak”, selain itu, penyatuan kehendak seperti ini
juga merupakan salah satu tanda cinta yang sejati karena di dalam
penyatuan seperti ini, kehendak seseorang kekasih dan kehendak
orang yang dicintai menjadi satu. Sebab memang seseorang tidak
dapat disebut sebagai pecinta sejati jika ia mampunyai kehendak
yang berbeda dengan kehendak kekasih yang dicintainya. Bahkan
seseorang baru dapat disebut sebagai pecinta sejati ketika ia
menjadi orang yang menginginkan keinginan kekasihnya dan tidak
menginginkan keinginannya sendiri, sebab ketika seseorang
menjadi sosok yang menginginkan keinginan orang lain, dia tentu
tidak akan menjadi sosok yang menginginkan keinginannya sendiri.
Jadi, dapat dikatakan bahwa para pecinta terbagi menjadi
tiga golongan:
1) Para pecinta yang mempunyai keinginan tertentu dari orang
yang dicintai.
2) Para pecinta yang menginginkan orang yang dicintai.
3) Para pecinta yang memiliki keinginan seperti keinginan
orang yang dicintainya.
Golongan yang ketiga inilah golongan yang memiliki cinta
paling lubur, dan zuhud yang dilakukan dengan cara seperti itu
akan menjadi zuhud yang paling tinggi tingkatannya. Karena
dengan hanya menginginkan keinginan sang kekasilah seseorang
akan dapat berzuhud (menjauhi) segala bentuk keinginan yang
bertentangan dengan kehendak kekasih yang dicintaiinya. Itulah
yang membuat jarak antara zuhud seperti ini dengan zuhud
terhadap dunia menjadi lebih jauh dari pada jarak antara langit dan
bumi.
Sementara itu, zuhud dapat dibagi menjadi 5 macam, yaitu:
a) Zuhud terhadap kehidupan dunia
b) Zuhud terhadap hawa nafsu
c) Zuhud terhadap kedudukan dan kekuasaan
d) Zuhud terhadap semua hal selain sang kekasih , dan,

62
e) Zuhud terhadap semua bentuk keinginan yang bertentangan
dengan keinginan kekasih yang dicintai.53
f) Tanda cinta yang kelima: Ketidak sabaran kekasih untuk
jauh dari orang yang dicintai.
Bahkan bukan hanya sampai pada tingkat “tidak sabar jauh
dari kekasih”, seorang pecinta sejati akan memiliki kesabaran yang
mewujud dalam bentuk ketaatan kepada kekasihnya, selalu sabar
untuk tidak bermaksiat kepada kekasihnya, dan selalu sabar
memikul ketetapan hukum yang ditentukan oleh kekasihnya.
Itulah kesabaran sejati seorang pecinta yang sesungguhnya,
sebuah kesabaran yang membuatnya tidak pernah rela jauh dari
kekasihnya dan sibuk dengan yang selain kekasihnya.
Hal ini dapat berlaku sedemikian karena siapa pun yang
sanggup bersabar untuk berjauhan dengan kekasihnya, pasti
kesabarannya itu akan mengakibatkan dirinya akan kehilangan apa
yang didambakannya.
Seorang pecinta telah menggubah syair di bawah ini :
Betapa indahnya sebuah kesabaran, karena aku
Tak pernah sanggup untuk tak melihat wajahmu
Jika satu hari atau satu detik bersama dirimu harus
Ditukar dengan dunia, tentulah ia lebih mahal harganya.54
f. Tanda cinta yang keenam: Selalu siap mendengarkan
perkataan sang kekasih dan selalu mencurahkan
pendengarannya untuk kekasihnya.
Kondisi ini terjadi ketika seorang pecinta mencurahkan
segenap pendengaran dan hatinya untuk senantiasa mendengar
perkataan kekasihnya. Kalaupun kemudian seorang pecinta tampak
memberi perhatian kepada sesuatu yang lain, maka sebenarnya
tindakan itu adalah sebuah perhatian semu yang pasti akan
langsung dapat diketahui oleh mereka yang memiliki ketajaman
pandangan.

53
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Raudhatul Muhibbin, hlm. 292-293.
54
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Raudhatul Muhibbin, hlm. 294.
63
Bahkan ketika seorang pecinta sedikit bicara, maka
pembicaraan yang paling disukainya adalah pembicaraan tentang
kekasihnya. Terlebih lagi ketika sang pecinta mendengar ucapan
kekasihnya yang disampaikan oleh orang lain kepadanya, maka ia
pasti akan memposisikan dirinya sebagaimana layak orang sedang
berhadapan dengan kekasihnya secara langsung. Demikianlah yang
dikatakanoleh seseorang: “ bagi para pecinta, tidak ada sesuatu pun
yang lebih disukai dibandingkan mendengarkan perkataan sosok
yang dicintainya, karena memang hal yang seperti itulah yang
mereka damba.55

g. Tanda cinta yang ketujuh: Mencintai rumah dan tempat


tinggal sang kekasih
Inilah Sebuah Rahasia yang telah menyebabkan begitu
banyak hati yang mencintai Ka’bah al-Bait al-Haram, sampai-
sampai para pecinta ka’bah itu rela meninggalkan kampung
halaman dan orang-orang yang dicintainya demi mendatangi Bait
Suci itu.56
h. Tanda cinta yang kedelapan: Bersegera mendatangi sosok
yang dicintai
Orang yang sedang jatuh cinta pasti selalu bersegera ketika
mendatangi sosok yang dicintai, mendorong semua orang untuk
bergerak mendekati kekasihnya, berusaha mendekatkan jarak demi
mencapai kekasihnya. Berusaha sekuat tenaga untuk dapat
berdekatan dan bersanding dengan kekasihnya, siap memutuskan
hubungan dengan siapapun yang memotong (menghalangi)
jalannya menuju kekasihnya. Siap menyingkirkan segala bentuk
kesibukan yang dapat membuat dirinya tidak sempat lagi
memerhatikan kekasihnya, selalu meninggalkan yang lain demi
kasihnya. Selalu memandang rendah segala hal yang dapat memicu
kemarahan kekasihnya meskipun sesuatu itu terlebih baik, dan

55
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Raudhatul Muhibbin, hlm. 294.
56
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Raudhatul Muhibbin, hlm. 297.
64
selalu menyukai apapun yang dapat mendekatkan nya dengan sang
kekasih Walaupun sesuatu itu amat berat.57
i. Tanda cinta yang kesembilan: Mencintai segala hal yang
dicintai oleh sang kekasih
Tanda kesembilan dari orang yang mabuk cinta adalah
mencintai segala sesuatu yang dicintai oleh kekasihnya, termasuk
pula mencintai tetangga kekasihnya, pelayannya, ataupun yang
berhubungan dengan sang kekasih, hatta tingkat-polahnya, hasil
kerjanya, bejana miliknya, makanannya serta pakaiannya. Seorang
Pujangga berkata:
kucintai semua Bani alam disebabkan cintanya
Dan demi cintai dia pula kucintai pula semua pamannya
yang gila.58
j. Tanda cinta yang kesepuluh: Ketika menyambangi sang
kekasih maka jalan yang dilalui terasa pendek
Tanda kesepuluh dari orang yang sedang mabuk cinta
adalah munculnya perasaan bahwa ketika sedang mendatangi sang
kekasih, jalan yang dilaluinya menjadi terasa pendek seakan-akan
perjalanan yang jauh itu telah dipendekkan untuknya. Dan
sebaliknya, semua jalan yang dapat memisahkan sang pencinta dari
sang kekasih menjadi terasa sangat jauh walaupun sebenarnya jarak
jalan itu pendek.
Seorang pujangga berkata:
Setiap kali ku sambangi Laila kekasihku
Kulihat bumi di lipat sehingga jarak jauh jadi dekat
Penyair lain berkata:
Jalan terasa dekat ketika kukunjungi kalian
dan terasa jauh saat aku kembali pulang59

57
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Raudhatul Muhibbin, hlm. 298.
58
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Raudhatul Muhibbin, hlm. 299.
59
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Raudhatul Muhibbin, hlm. 299-300.
65
k. Tanda cinta yang kesebelas: Munculnya perasaan gundah
Ketika menyambangi sang kekasih atau Ketika sang kekasih
Menyambanginya
Keadaan serupa ini dialami orang yang sedang jatuh cinta
jika dia berpisah dengan kekasihnya.
Seorang penyair berkata:
Dia menyambangi ku maka muncullah kegundahanku
karena kesedihan ku berada di dalam tangannya
kegembiraanku sirna ketika dia pergi meninggalkanku
karena dia menguasai semua keterasingan ku
sebagaimana yang diketahui, orang yang jatuh cinta tidak
akan merasakan kegembiraan dan kesenangan kecuali dengan
keberadaan kekasihnya. Oleh sebab itu, perpisahan dengan sang
kekasih akan menjadi siksaan baginya baik pada saat itu maupun
disaat nanti.60
l. Carilah cinta yang kedua belas: Sikap canggung dan gelisah
ketika harus berhadapan dengan sang kekasih atau Ketika
sedang mendengar namanya disebutkan
Kondisi seperti ini akan semakin menjadi-jadi ketika
seorang pecinta Harus melihat atau berjumpa dengan kekasihnya
secara mendadak.
Seorang penyair berkata:
Dan ketika aku harus menjumpainya secara tiba-tiba
aku pun terkejut luar biasa sehingga aku tak bisa bicara
aku tak sanggup sampaikan pendapatku yang sudah
kusiapkan
dan baru kemudian ku sebutkan setelah Kasih ku pergi
Boleh jadi, seseorang yang sedang jatuh cinta juga akan
gemetar ketika dia tiba-tiba mendengar nama kekasihnya.
Dikatakan di dalam sebuah syair:
Seseorang menyerukan nama ketika kami masih di Mina
maka hatinya pun bergetar tanpa dia tahu sebabnya
seseorang yang lain kemudian Memanggil nama Layla

60
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Raudhatul Muhibbin, hlm. 300.
66
ketika Layla pergi seakan ada burung terbang dari dalam
hati61
m. Tanda cinta yang ketiga belas: Cemburu kepada sosok yang
dicintai
Cemburu kepada kekasih adalah ketika seorang pecinta
membenci sesuatu yang dibenci oleh kekasihnya. Kecemburuan
sang pencinta juga akan bangkit jika kasihnya ditentang dirampas
haknya, atau urusannya disia-siakan. Itulah kecemburuan yang
sesungguhnya dari seseorang yang sedang jatuh cinta, dan semua
aspek dalam agama didirikan diatas semangat kecemburuan seperti
ini.62
Seseorang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya pasti akan
cemburu kepada Allah dan Rasul-Nya dengan kadar yang selaras
dengan besar cintanya dan pengagungnya. Jika hati orang yang
bersangkutan tidak memiliki kecemburuan kedapa Allah dan
Rasul-Nya, maka hati orang tersebut pasti akan kosong dari rasa
cinta, walaupun orang itu mengaku bahwa dirinya termasuk orang-
orang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya.
Sungguh telah berdusta seseorang yang mengaku bahwa dia
mencintai seseorang kekasih, tapi di saat yang sama dia sama sekali
tidak merasa cemburu ketika melihat kekasihnya disakiti, dibuat
marah, haknya dirampas, dan perintahnya diremehkan. Alih-alih
merasa cemburu, hatinya justru tetap dingin. Jadi bagaimana
mungkin seseorang mengaku mencintai Allah, sementara dia tidak
cemburu ketika larangan-larangan Allah dilanggar dan hak-hak-
Nya diabaikan?.
Seburuk-buruk orang yang cemburu adalah jika cemburu
kepada kekasihnya dengan dorongan hawa nafsu dan bisikan setan
dalam dirinya. Lalu dia cemburu kepada kekasihnya secara
berlebihan dan dengan melakukan kemaksiatan terhadap Allah.
Jika rasa cemburu lenyap dari dalam hati, maka berarti cinta juga

61
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Raudhatul Muhibbin, hlm. 300-301.
62
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Raudhatul Muhibbin, hlm. 301.
67
pergi, atau bahkan bisa jadi ketaatan terhadap agama juga akan
hilang, meskipun mungkin pada diri orang yang bersangkutan
masih dapat terlihat sisa-sisa dari kecemburuan ini.
Kecemburuan inilah yang menjadi dasar jihad dan
pelaksanaan amar ma’ruf nahi mungkar, dan kecemburuan ini pula
yang menjadikan pendorong atas semua itu. Jika kecemburuan itu
sudah lenyap dari dalam hati, maka seseorang tidak akan mau
berjihad dan melaksanakan amar ma’ruf nahi mungkar. Karena
hanya dengan kecemburuan kepada Tuhanlah seseorang dapat
melakukan semua itu. Itulah sebabnya mengapa Allah menjadikan
jihad sebagai tanda cinta kepada-Nya. 63
Fiman Allah (QS. al-Maidah (5): 54):
‫ف يَأْتِى اهللُ بَِق ْوٍم ُُِيبُ ُه ْم‬َ ‫يَأَيُّ َهاالَّ ِذيْ َن ءَ َامنُ ْوا َمن يَ ْرتَ َّد ِمْن ُك ْم َعن ِديْنِ ِه فَ َس ْو‬
‫ْي أ َِعَّزةٍ َعلَى الْ َك ِف ِريْ َن ُُيَ ِه ُد ْو َن ِِف َسبِْي ِل اهلل َوََّل‬ ِِ ٍِ ِ
َ ْ ‫َوُُيبُّ ْونَهُ أَذلَّة َعلَى الْ ُم ْؤمن‬
.‫ض ُل اهللِ يُ ْؤتِْي ِه َمن يَ َشاءُ َواهللُ َو ِس ٌع َعلِْيم‬ْ َ‫ك ف‬
ِ
َ ‫ََيَافُ ْو َن لَ ْوَمةَ ََّلئِ ٍم ذَل‬
Wahai orang-orang yang beriman! Barang siapa di antara
kamu yang murtad (keluar) dari agamanya, maka kelak
Allah akan mendatangkan suatu kaum, Dia mencintai
mereka dan merekapun mencintai-Nya, dan bersikap lemah-
lembut terhadap orang-orang yang beriman, tetapi bersikap
keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan
Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka
mencela. Itulah karunia Allah yang diberikan-Nya kepada
siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Mahaluas
(pemberian-Nya), Maha Mengetahui.64
n. Tanda cinta yang keempat belas: Rela berkorban untuk
mendapatkan keridhaan orang yang dicintai
Orang yang sedang dimabuk cinta pasti rela berkorban
dengan sepenuh kesanggupannya demi keridaan kekasihnya,

63
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Raudhatul Muhibbin, hlm. 301.
64
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 155-156.
68
termasuk mengorbankan hal-hal yang tidak mungkin dilakukan
tanpa adanya perasaan cinta.
Berkenaan dengan maslah ini, seseorang pecinta dapa
berada pada tiga kondisi, yaitu:
Pada kondisi pertama, seseorang pecinta yang bersangkutan
akan berkorban secara terpaksa dan terasa sulit. Tetapi hal ini
hanya akan terasa di saat-saat awal saja, sebab ketika cinta sudah
semakin kuat. Maka pada kondisi kedua, orang yang bersangkutan
akan berkorban dengan penuh kerelaan tanpa adanya paksaan sama
sekali. Bahkan ketika cinta sudah tertanam di dalam hati secara
mantap, maka pengotbanan sang pecinta yang bersangkutan akan
menjadi tuntutan dan tanda ketundukan. Seakan-akan pengorbanan
itu merupakan sesuatu yang memang hadir diambil olehnya dari
kekasih yang dicintai, kalau perlu dia siap mengorbankan
nyawanya demi sosok yang dicintainya, sebagaimana halnya
pengorbanan para sahabat ketika mereka melindungi Rasulullah
Saw dengan jiwa dan raga mereka sendiri sehingga mereka rela
gugur berkalang tanah dikeliling beliau. Inilah kondisi yang
ketiga.65

o. Tanda cinta yang kelima belas: Menyenangi apapun yang


menyenangkan bagi orang yang dicintainya
Tanda ke-15 dari orang yang sedang dimabuk cinta adalah
selalu menyenangi segala hal yang menyenangkan bagi kasihnya.
Jika sesuatu itu adalah sesuatu yang tidak disukainya, maka sesuatu
itu akan dianggap sebagai obat pahit yang tidak menyenangkan.
Secara naluriah dia tidak menyukai obat pahit itu, namun dia harus
tetap menyukai obat tersebut karena di dalamnya terkandung
kesembuhan dari penyakit. Demikianlah halnya keadaan seseorang
yang sedang jatuh cinta dengan kekasih yang dicintainya. Seorang
pecinta pasti selalu menangis segala sesuatu yang disenangi
kekasihnya, meskipun Sebenarnya dia tidak menyukai sesuatu itu.
Sedangkan orang yang bersikukuh dengan sesuatu yang

65
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Raudhatul Muhibbin, hlm. 304.
69
disenanginya walaupun sesuatu itu tidak disukai kekasihnya, maka
itu cintanya kepada kekasihnya itu pasti Bukan cinta yang sejati.
Alih-alih, Cinta seperti itu adalah cinta invalid yang baru dapat
sembuh setelah orang tersebut dapat mencintai sesuatu yang
disukai oleh kekasihnya. Jika cinta semacam ini dapat men terjadi
pada cinta antar sesama manusia satu sama lain, maka zat Yang
Mahamencintai tentu lebih pantas untuk dicintai dengan tulus
seperti itu.
Ahmad bin al-Husain pernah menggubah sebuah syair yang
berbunyi:
Wahai kau yang susah bagiku untuk berpisah denganmu
perasaanku tentang segalanya hilang jika kau tiada
jika memang senang mu adalah apa yang diucap para
pendengki
maka Apalah arti luka jika derita membuatku Rela.66
p. Tanda cinta yang keenam belas: Suka menyendiri dan
menjauhi keramaian
Tanda selanjutnya dari seorang yang dimabukkan cinta
adalah suka menyendiri dan menjauhi orang banyak. Bahkan
seakan-akan cinta telah memaksa orang tersebut untuk melakukan
hal itu, sehingga tidak ada yang lebih terasa manis bagi seorang
pecinta sejati selain dari Kesendirian dan keterangannya dari orang
lain. Dan ketika dia berhasil berjumpa dengan sosok yang
dicintainya, maka dia tidak akan suka jika ada orang ketiga yang
mengusiknya. Rahasia inilah yang menyebabkan Rasulullah Saw
memerintahkan kita untuk menghalau seseorang yang melintas di
depan orang yang sedang melakukan shalat. Bahkan beliau
memerintah agar orang yang melanggarnya untuk dihukum mati.
Selain itu, Rasulullah Saw juga menyampaikan kepada kita bahwa
seandainya seseorang mengetahui betapa besarnya dosa melintas
didepan seseorang yang sedang shalat, tentulah akan jauh lebih

66
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Raudhatul Muhibbin, hlm. 304.
70
baik baginya untuk berhenti selama 40 tahun daripada harus lewat
di depan orang yang sedang shalat itu.67
q. Tanda cinta yang ketujuh belas: Tunduk dan patuh kepada
sosok yang dicintai
Tanda ketujuh belas dari orang yang dimabuk cinta adalah
ketundukan dan kepatuhan Nya kepada sang kekasih. Karena cinta
memang didirikan diatas ketundukan. Seseorang yang terhormat
tidak akan menjadi hina disebabkan kedudukannya di hadapan
kekasihnya karena keterbukaan seperti itu memang tidak pernah
dianggap sebagai sebuah kekurangan kekurangan ataupun aib.
Justru banyak orang yang menunjukkan diri karena cinta pada
akhirnya akan menjadi orang yang mulia.
Demikianlah yang dikatakan di dalam sebuah syair:
Jika engkau menghendaki kekasih tapi kau enggan
tunduk padanya maka ucapkan selamat tinggal padanya
tunduklah kepada dia yang kau cintai agar kau Mulia
karena betapa banyak kemuliaan yang diraih lewat
ketundukan68
r. Tanda cinta yang kedelapan belas: Helaan nafas yang
panjang dan lebih sering frekuensinya
Helaan nafas seperti ini ada dua macam, yaitu:
1) Helaan nafas yang disebabkan oleh perasaan duka dan
sedih, seperti yang dikatakan oleh seorang penyair:
Tarikan nafas para pencinta menunjukkan kepada kita
akar dari rasa sakit karena cinta yang mereka tutupi
2) Helaan nafas yang disebabkan oleh perasaan gembira
dan senang.
Hal yang menyebabkan munculnya kedua keadaan yang
saling berbeda ini adalah karena adanya penyempitan dan
pengembungan hati atau jantung disebabkan Pembuluh darah yang
mengalirkan darah ke dalamnya. Sehingga hal itu akan
menimbulkan helaan nafas panjang yang akan menekan paru-paru

67
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Raudhatul Muhibbin, hlm. 308.
68
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Raudhatul Muhibbin, hlm. 309.
71
dan sekaligus memaksa paru-paru untuk mengeluarkannya lagi
dalam bentuk helaan nafas panjang.
Sedangkan helaan nafas yang menunjukkan ketenangan
muncul ketika hati atau jantung mengembang kembali setelah
sebelumnya tertekan. Pada saat itu ia akan mendorong udara yang
melingkupinya dan akan mencari jalan keluar.69
3) Tanda cinta yang kesembilan belas: Menghindari hal-
hal yang dapat merenggangkan hubungan dengan sang
kekasih atau dapat membuatnya marah
Tanda selanjutnya dari seorang yang sedang dimabukkan
cinta adalah selalu menghindari hal-hal yang dapat merenggangkan
hubungan dengan sang kekasih atau dapat membuatnya marah. Dan
seiring dengan itu, sang pecinta juga akan selalu melakukan apapun
yang bisa mendekatkannya dengan sosok yang dicintainya serta
dapat mendatangkan pujian dari kekasihnya Jika dia sudah
melihatnya.70
4) Tanda cinta kedua puluh: Adanya kecocokan antara
orang yang mencintai (pecinta) dan sosok yang
dicintainya
Tanda selanjutnya dari seorang yang dimabuk cinta adalah
adanya kesesuaian antara dia dengan orang yang dicintainya.
Terlebih lagi Jika cinta itu tumbuh karena adanya kecocokan antara
kedua belah pihak. Bukankah Sering kita temui para pecinta yang
jatuh sakit karena orang yang dicintainya sedang sakit atau seorang
pencinta yang melakukan sesuatu seperti yang dilakukan oleh
kekasihnya, padahal masing-masing pihak tidak pernah menyadari
semua itu. Bahkan terkadang seorang pecinta akan mengucapkan
suatu perkataan yang sama persis dengan ucapan yang dilontarkan
oleh kekasihnya.71

69
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Raudhatul Muhibbin, hlm. 310.
70
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Raudhatul Muhibbin, hlm. 310.
71
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Raudhatul Muhibbin, hlm. 312.
72
Diantara tanda cinta, hendaklah ia lebih mengutamakan apa
yang dicintai oleh Allah Ta‟ala, atas segala yang ia cintai sendiri,
baik dari segi lahirnya maupun batinnya. Ia membiasakan
kepayahan beramal (bekerja), menjauhkan mengikuti hawa nafsu
dan berpaling dari halusnya malas. Ia senantiasa tekun menta‟ati
Allah, mendekatkan diri kepada-Nya dengan ibadah-ibadah sunnah
dan mencari pada sisi-Nya akan keistimewaan derajat.
Sebagaimana orang yang mencintai itu, mencari-cari keistimewaan
dekat hati kekasihnya.72 Cintailah sesuatu karena mengharap ridha
Allah semata. Mencintai Allah akan membawa manusia kepada
keselamatan dunia dan akhirat nanti.

72
Imam al-Ghazali, Ihya ‘Ulumiddin: Terjemahan Ihya ‘Ulumiddin,
Jilid VIII, Terjemahan. Moh. Zuhri, Dipl.TAFL., dkk, (Semarang: Asy-Syifa‟),
hlm. 632.
73
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah penulis temukan


tentang konsep cinta Ibnu Qayyim al-Jauziyyah maka dapat
diuraikan kesimpulan sebagai berikut:
Konsep cinta dalam pandangan Ibnu Qayyim al-Jauziyyah
Ada lima macam cinta, di antara kelima tersebut ada pemisahnya:
Maḥabbahtullah (Cinta kepada Allah); Maḥabbah ma yuhibbullah
(Cinta karena sesuatu yang dicintai Allah); Al-Ḥubb lillah wa fillah
(Cinta untuk Allah dan karena Allah); Al-Maḥabbah ma’allāh
(Cinta terhadap hal-hal lain yang bersamaan dengan cinta kepada
Allah), ini adalah cinta yang disekutukan; Al-Maḥabbah al-
Tabi’iyah (cinta yang selaras dengan tabiat). Cinta ini bentuknya
berupa kecenderungan seseorang terhadap perkara yang sesuai
dengan tabiatnya seperti seseorang yang haus mencintai air,
seseorang suami dan ayah mencintai istri dan anak dan sebagainya.
Adapun tanda-tanda cinta menurut Ibnu Qayyim al-
Jauziyyah ada dua puluh tanda: Selalu menundukkan pandangan
jika sang kekasih sedang memandangnya; Banyak mengingat,
membicarakan, dan menyebut nama orang yang dicintai; Tunduk
kepada perintah orang yang dicintai dan lebih mengutamakan
perintah itu dari pada kepentingan diri sendiriKetidak sabaran
kekasih untuk jauh dari orang yang dicintai; Selalu siap
mendengarkan perkataan sang kekasih dan selalu mencurahkan
pendengarannya untuk kekasihnya; Mencintai rumah dan tempat
tinggal sang kekasih; Bersegera mendatangi sosok yang dicintai;
Mencintai segala hal yang dicintai oleh sang kekasih; Ketika
menyambangi sang kekasih maka jalan yang dilalui terasa pendek;
Munculnya perasaan gundah Ketika menyambangi sang kekasih
atau Ketika sang kekasih Menyambanginya; Sikap canggung dan
gelisah ketika harus berhadapan dengan sang kekasih atau Ketika
74
sedang mendengar namanya disebutkan; Cemburu kepada sosok
yang dicintai; Rela berkorban untuk mendapatkan keridhaan orang
yang dicintai; Menyenangi apapun yang menyenangkan bagi orang
yang dicintainya; Suka menyendiri dan menjauhi keramaian;
Tunduk dan patuh kepada sosok yang dicintai; Helaan nafas yang
panjang dan lebih sering frekuensinya; Menghindari hal-hal yang
dapat merenggangkan hubungan dengan sang kekasih atau dapat
membuatnya marah; Adanya kecocokan antara orang yang
mencintai (pecinta) dan sosok yang dicintainya.
B. Saran
Dengan adanya penelitian tentang konsep Cinta menurut
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah ini, semoga dapat menjadi landasan bagi
peneliti-peneliti yang lainnya untuk mengkaji lebih mendalam
tentang konsep Cinta menurut Ibnu Qayyim al-Jauziyyah. Konsep
ini sangat menarik untuk dikaji. Dan mengandung banyak pelajaran
yang bermanfaat dalam kehidupan, serta bisa membuat seseorang
sadar bahwa betapa pentingnya mencintai Allah. dan diambil
manfaatnya oleh para pembaca serta diamalkan dalam kehidupan
sehari-hari.
Tema seputar cinta sudah banyak dikaji sebelumnya, namun
menurut tokoh Ibnu Qayyim al-Jauziyyah masih terbilang jarang,
dimana beliau karya yang fenomenal, yaitu Raudhah al-Muhibbin
wa Nuzhat al-Musytaqin yang mungkin sudah tidak asing lagi di
telinga pembaca, yang di mana di dalamnya terdapat banyak
hikmah. Oleh sebab itu penulis menyarankan agar ada penelitian
lain yang menkaji dan mempelajari tentang konsep ini dalam
persfektif yang berbeda dan lebih sempurna.
Penulis menyadari bahwa kajian ini masih terbilang singkat
dengan segala keterbatasan dari penulis. Namun setidaknya penulis
berharap kajian ini bisa menjadi awal untuk kajian-kajian
selanjutnya tentang cinta dalam perspektif Ibnu Qayyim al-
Jauziyyah dalam lingkup yang lebih besar dan serius.

75
DAFRAT PUSTAKA

Al-Qur’an al-Karim
Aditya, Fikri. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Jakarta: As
Agensy, 2006.
al-Andalusi, Ibnu Hazm. Risalah Cinta: Kitab Klasik Legendaris
tentang Seni Mencintai. Mizan. 2009.
Anwar, Rosihon. Mukhtar Solihin. Ilmu Tasawuf. Bandung:
Pustaka Setia, 2000.
Armstrong, Amatullah. Khasanah Dunia Sufi Kunci Memasuki
Dunia Tasawuf. Bandung: Mizan, 1996.
As, Asmaran. Pengantar Tasawuf. Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2002.
Asyarif, bin Mahmud. Nilai Cinta dalam al-Qur`an. Terjemahan
As`ad Yasin. Solo: Pustaka Mantiq, 1995.
Asyhari, Muhammad. Tafsir Cinta: Tebarkan Kebajikan dengan
Spirit al-Quran. Bandung: Mizan Media Utama, 2006.
Aziz, Syarif Abdul. Cobaan Para Ulama: 29 Kisah Ulama Besar
dalam Menghadapi Ujian Dakwah. Cet. Ke-1. Terjemahan
Ganna Prayadharikasi Armaidi. Jakarta: Pustaka al Kausar,
2012.
al-Bukhari, Abu Abdullah Muhammad bin Ismail. Shahih Bukhari,
Terjemahan Masyhar dan Muhammad Suhadi. Cet. Jakarta
Timur: Penerbit Almahira, 2011.
Faris, M. Abdul Qadir Abu. Menyucikan Jiwa. Terjemahan
Habiburrahman Saryuzi. Cet. Ke-1. Depok: Gema Insani,
2005.
al-Ghazali, Imam. Ihya „Ulumiddin: Terjemahan Ihya „Ulumiddin,
Jilid VIII. Terjemahan Moh Zuhari. Semarang: Asy-Syifa.
al-Hifniy, Abdul Mun’im. Tokoh-tokoh Sufi. Banda Aceh: Majelis
Ulama Daerah Istimewa Aceh, 2000.

76
al-Dabbagh, Ibnu. Mari Jatuh Cinta Lagi (Kitab Para Perindu
Allah). Cet. Ke-1. Terjemahan Abad Badruzaman. Jakarta:
Zaman, 2011.
Damanhuri. Akhlak Tasawuf. Banda Aceh: PeNA, 2010.
al-Ghazali, Abu Hamid. Taman Jiwa Kaum Sufi. Terjemahan
Ahsin. Surabaya: Risalah Gusti, 1995.
Budiman, M. Nasir., dkk. Panduan Karya Tulis Ilmiah: Skripsi,
Tesis, Disertasi. Banda Aceh: Ar-Raniry Press. 2004.
Chittick, William C.. Jalan Cinta Sang Sufi: Ajaran-ajaran
Spiritual Jalaluddin Rumi. Terjemahan M. Sadat Ismail dan
Achmad Nidjam. Yogyakarta: Qalam, 2000.
Isa, Abdul Qadir. Hakekat Tasawuf. Jakarta: Qisthi Press, 2005.
al-Jamal, M. Hasan. Biografi 10 Imam Besar. Jakarta: Pustaka al-
Kautsar.
al-Jauziyyah, Ibnu Qayyim. Berbicara tentang Tuhan. Terjemahan
M. Romli dan Heri. Jakarta: Mustaqiim, 2001.
______. Kunci Kebahagiaan. Terjemahan Abdul Hayyie al-
Kattani. Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, 2004.
______. Madārij al-Sālikīn, Pendakian Menuju Allah: Penjabaran
Kongkrit “Iyyaka Na‟budu wa Iyyaka Nasta‟in. Terjemahan
Kathur Suhardi. Jakarta: Pustaka al-Kausar, 1998.
______. Menyelamatkan Hati dari Tipu Daya Setan. Cet. Ke-I.
Terjemahan Hawin Murtadho. Beirut: Darul Kitab al-
Araby.
______. Penawar Hati Yang Sakit. Terjemahan Ahmad Turmudzi.
Jakarta: Gema Insani Press, 2003.
______. Raudhatul Muhibbin: Taman Orang-orang yang Jatuh
Cinta dan Memendam Rindu. Terjemahan Fuad Syaifuddin
Nur. Jakarta: Qishti Press, 2011.
______. Terapi Penyakit Hati. Terjemahan Salim Bazemool.
Jakarta: Qisthi Press, 2012.
Kamal, Adnan Mustofa. Rahasia Cinta Pesona Ilahi. Jakarta:
Rebitha Press, 2008.
77
Khallaf, Abdul Wahhab. Ilmu Ushul Fiqih. Semarang: Dina Utama,
1994.
Labib, Muhsin. Jatuh Cinta: Puncak Pengalaman Mistis. Jakarta:
Lentera, 2004.
al-Maqdisi, Ibnu Qudamah. Mukhtashar Minhaj al-Qashidin:
Meraih Kebahagiaan Hakiki Sesuai Tuntutan Ilahi.
Terjemahan Izzudin Karimi. Jakarta: Darul Haq. 2000.
Mursi, Muhammad Sa’id. Tokoh-tokoh Besar Islam Sepanjang
Sejarah. Terjemahan Khairul Amru Harahap. Cet. Ke-1.
Jakarta:Pustaka al-Kausar, 2007.
Manẓūr, Ibnu. Lisan al-„Arab. Beirut: Dar Sader, 1990.
Mawjud, Salahuddin Ali Abdul. The Biography Of Imam Ibn al
Qayyim. Riyadh: Maktaba Darussalam, 2006.
Muhadjir, Noeng. Metode Keilmuan (Paradigma Kualitatif,
Kuantitatif dan Mixed).Yogyakarta: Rake Sarasin, 2007.
Nasution, Harun. Filsafat dan Mistisisme dalam Islam Jakarta:
Bulan Bintang, 1973.
Nicholson, Reynold A. Mistik dalam Islam. Jakarta: Bumi Aksara
2000.
Nik Mat, Misbah Em Majidy dan Nik Abdul Aziz. Kisah Cinta
dalam al-Qur‟an: Mengenal Cinta Meraih Allah. Selangor:
Anbakri Publika, 2008.
Rakhmat, Jalaluddin. Reformasi Sufistik. Cet Ke-1. Bandung:
Pustaka Hidayah, 1998.
Ridha, Abdurrasyid. Memasuki Makna Cinta. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2000.
Rumi, Jalaluddin. Masnāwī: Senandung Cinta Abadi. Terjemahan
Abdul Hadi W.M. Yogyakarta: Rausyan Fikr Institute,
2013.
Smith, Margaret. Rabi‟ah: Pengulatan Spiritual Perempuan.
Terjemahan Jamilah Baraja. Surabaya: Rasalah Gusti, 1999.
Shihab, M. Quraish. Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan
Keserasian al-Qur‟an. Jakarta: Lentera Hati, 2001.
78
Solihin, Muhammad. Tasawuf Tematik: Membedah Tema-tema
Penting. Bandung: Pustaka Setia, 2003.
Sukatno CR, Otto (ed.). Mahabbah Cinta Rabi`ah al-`Adawiyah.
Yogyakarta: Bentang, 1997.
Sukmadinata, Nana Syaodih. Metode Penelitian Pendidikan.
Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008.
Sulaiman, M. Munandar. Ilmu Budaya Dasar. Bandung: ERISCO,
1995.
al-Syubrawy, Muhammad Amin. Hakikat Bahagia dan Sengsara.
Cet. Ke-1. Jakarta: Cendekia Setra Muslim, 2004.
Tim IAIN Ar-Raniry. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi,
Tesis dan Disertasi). Banda Aceh: Ar-Raniry Press, 2004.
Zed, Mestika. Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia, 2004.

Skripsi dan Tesis:


Halim, Abdul. “Cinta Illahi, Studi Perbandingan antara Al
Ghazali dan Rabi‟ah al-Adawiyah”. Tesis Kerjasama
Program Pasca Sarjana IAIN Syarif Hidayatullah dengan
Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia, Jakarta:
1995.
Ilmi, Nurul. “Konsep Bahagia dalam Perspektif Ibnu Qayyim
al-Jauziyyah”. Skripsi Jurusan Ilmu Aqidah Fakultas
Ushuluddin dan Filsafat UIN Ar-Raniry Banda Aceh, 2015.
Risnanti, Fia Runi. “Cinta menurut Rabi'ah al-Adawiyah dan Ibnu
Qayyim al-Jauziyah (Studi Komparasi)”. Skripsi Jurusan
Aqidah dan Filsafat Fakultas Ushuluddin dan Filsafat,
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2010.
Web Site:
HamkaAbbas,http://hakamabbas.blogspot.com/2014/01/pandangan
-sufi-tentang-cinta.html.
Ensiklopedi Islam Ringkas CYRIL

79
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Identitas Diri:
Nama : Mardhiah
NIM : 140301008
Tempat/Tanggal Lahir : Jangka Alue.U/27 Mei 1996
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Perkawinan : Belum Kawin
Agama : Islam
Kewargaan Negara/ Suku : Indonesia/Aceh
Alamat Sekarang : Jl. Mata Ie, Perumahan Bukit
Permai, Gue Gajah, Darul Imarah,
Aceh Besar.
Data Orang Tua/Wali:
Ayah : Zulkifli
Pekerjaan : Petani
Ibu : Roswani
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Riwayat Pendidikan:
SD/MIN Sederajat : MIN 1 Jangka
SMP/MTs Sederajat : MTsN 1 Lhokseumawe
SMA/MAN Sederajat : MAN 1 Lhokseumawe
Akademi S-1 : Fakultas Ushuluddin dan Filsafat
UIN Ar-Raniry Banda Aceh

Pengalaman Organisasi
a. Sekretaris Umum HMP AFI (Himpunan Mahasiswa Prodi
Aqidah dan Filsafat Islam) Periode 2016-2017
b. Ketua Umum SEMA-FUF (Sekretarian Eksekutif Mahasiswa
Fakultas Ushuluddin dan Filsafat) Periode 2017-2019
c. Bendahara Umum HMI (Himpunan Mahasiswa Islam Fakultas
Ushuluddin dan Filsafat) Periode 2017-2018

Darussalam, 10 Januari 2019


Penulis.,

Anda mungkin juga menyukai