6876 28621 1 PB
6876 28621 1 PB
6876 28621 1 PB
The Effect of Different Density of Tiger Shrimp on IMTA Concept (Integrated Multitrophic Aquaculture) in
Water Media Aquaculture
Asriani Atika Dewi, Sri Rejeki*, Titik Susilowati, Lestari Lakhsmi Widowati, Restiana Wisnu Ariyati
Departemen Akuakultur
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro
Jl. Prof. Soedarto, SH, Tembalang, Semarang, Jawa Tengah – 50275, Telp/Fax. +6224 7474698
*Corresponding author Email: [email protected]
ABSTRAK
Budidaya udang windu dengan sistem IMTA yaitu mengkombinasikan dua atau tiga komoditas budidaya,
dimana limbah nutrisi/pakan dari hewan tingkat tinggi dikonsumsi oleh hewan tingkat rendah. Budidaya sistem
IMTA saat ini belum banyak diketahui nilai C/N dalam memenuhi persyaratan yang optimal. Bakteri heterotrof di
perairan akan tumbuh dengan baik apabila rasio C/N bernilai 10 atau lebih. Oleh karena itu, perlu dilakukan
analisis rasio C/N dalam air pada budidaya dengan sistem IMTA (Integrated Multitrophic Aquaculture). Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kepadatan udang windu terhadap rasio C/N dalam air dan mengetahui
kepadatan udang windu yang optimal untuk menghasilkan rasio C/N pada lingkungan budidaya. Udang windu
dengan stadia PL-30 (0,92±0,84 cm) dibudidayakan pada sistem IMTA dengan menggunakan ikan nila dengan
kepadatan 20 ekor/m3 (0,69±0,3 cm), rumput laut dengan kepadatan 100 g/m2 dan kerang hijau dengan kepadatan
90 g/m2 (3,32±0,79 cm). Pakan udang windu yang digunakan memiliki kandungan protein 40% dengan metode
pemberian pakan secara fix feeding rate. Pakan ikan nila yang digunakan memiliki kandungan protein 30% dengan
metode pemberian pakan yang diberikan secara ad satiation. Wadah yang digunakan adalah menggunakan bak
fiber dengan ukuran panjang 1 m2 dan lebar 1 m2 dan kedalaman air 0,7 m2. Media yang digunakan untuk membuat
sebuah ekosistem yang menyerupai ekosistem tambak ditambahkan substrat berupa pasir berlumpur. Substrat
berupa lumpur berpasir mengacu pada penelitian. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak
Lengkap (RAL) 4 perlakuan dan 3 ulangan. Kepadatan yang digunakan yaitu perlakuan A (tanpa udang), B (60),
C (80), dan D (100). Data yang diamati adalah rasio C/N, laju pertumbuhan spesifik (SGR) dan kelulushidupan
(SR). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepadatan udang windu yang berbeda pada sistem IMTA berpengaruh
(P<0,05) terhadap kelulushidupan tetapi tidak berpengaruh terhadap rasio C/N dan laju pertumbuhan spesifik.
Perlakuan kepadatan udang windu 60, 80 dan 100 ekor mempunyai hasil rasio C/N yang baik dalam persyaratan
rasio C/N air.
Kata Kunci : IMTA, Kepadatan, Rasio C/N, Udang windu.
ABSTRACT
Tiger shrimp cultured with the IMTA concept that combines two or three comodities, while aquaculture
waste/feed from higher animals is consumed by lower animals. Cultured with the IMTA concept hasn't widely
known the C/N ratio to fill the optimal requirements. Heterotrophic bacteria in the transfer will grow well with
the C/N ratio of 10 or more. Therefore, need to analyze the C/N ratio water in aquaculture with the IMTA concept
148
A. A. Dewi, S. Rejeki, T. Susilowati, L.i L. Widowati, R. W. Ariyati/Jurnal Sains Akuakultul Tropis:
4(2020)2:148-155 eISSN:2621-0525
(Integrated Multitrophic Aquaculture). The purpose of this study was to test the effect of density on the C/N ratio
in water and to know the optimal density of tiger shrimps to produce best C/N ratio in the aquaculture environment.
Tiger shrimp with PL-30 (0.092±0.84 g) stage was cultivated on the IMTA concept by using tilapia with a density
of 20 fish/m3 (0.69±0.83g), seaweed with a density of 100 g/m2 and green mussels with a density of 90 g/m2
(3.32±0.79 g). Tiger shrimp feed used contains 40% protein with feeding method using fix feeding rate method.
The tilapia food used contains 30% protein with the feeding method using ad satiation method. The tank used
fiber tub with size 1 m2 length and 1 m2 width and depth of water was 0.7 m2. The media used to make the
ecosystem added to the pond ecosystem was a substrate of muddy sand. The experimental design was used
Completely Randomized Design (RAL) 4 treatments and 3 replications. The density were A (without shrimp), B
(60), C (80), and D (100). Data were observed were the C/N ratio, specific growth rate (SGR), and survival rate
(SR). The results showed that difference density of tiger shrimp with the IMTA concept gave significant effect
(P<0.05) on SR and was not significantly (P>0.05) on C/N ratio and SGR. The treatment of tiger shrimp, 60, 80
and 100 shrimp densities have a good C/N ratio results in the water C/N ratio requirements.
Keywords: IMTA, Density, C/N ratio, Tiger Shrimp.
PENDAHULUAN
Budidaya udang windu dengan sistem IMTA yaitu mengkombinasikan dua atau tiga komoditas budidaya,
dimana limbah nutrisi/pakan dari hewan tingkat tinggi dikonsumsi oleh hewan tingkat rendah. Kombinasi integrasi
ini dapat dilakukan dengan menggabungkan budidaya ikan atau udang dengan rumput laut dan kekerangan, dimana
selain dapat mengkonsumsi limbah nutrisi pakan ikan budidaya, rumput laut dan kekerangan juga dapat menyerap
limbah untuk meningkatkan laju pertumbuhan (Chopin dan Robinson, 2004). Menurut Yuniarsih et al. (2014)
komoditas yang dipilih untuk IMTA disesuaikan dengan fungsinya dalam ekosistem dan merupakan komoditas
dengan nilai ekonomis yang penting. Bila pemilihan spesies budidaya benar, maka sistem IMTA ini akan
mereduksi kandungan organik dan anorganik nitrogen dan karbon dalam air dan tanah.
Usaha budidaya udang diperlukan persyaratan budidaya udang yang harus dipenuhi. Salah satu syarat
penting utuk budidaya udang yaitu kandungan C/N ratio pada perairan. Pada budidaya udang, ikan nila, rumput
laut dan kerang hijau dengan sistem IMTA saat ini belum diketahui nilai C/N dalam memenuhi persyaratan yang
baik. Menurut Avnimelech (1999) bakteri heterotrof di perairan akan tumbuh dengan baik apabila rasio C/N
bernilai 10 atau lebih. Hubungan rasio C/N dengan mekanisme kerja bakteri yaitu mendapatkan makanan melalui
substrat karbon dan nitrogen dalam perbandingan tertentu. Bakteri dapat bekerja secara optimal untuk
menguraikan N-anorganik yang beracun menjadi N-anorganik yang tidak beracun sehingga dapat
mempertahankan kualitas air dan biomass bakteri dapat bermanfaat sebagai sumber protein bagi kultivan.
Sehingga hal ini juga dapat berperan dalam meningkatkan efisiensi pakan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kepadatan udang terhadap rasio C/N dalam air dan
mengetahui kepadatan udang windu yang optimal untuk menghasilkan rasio C/N yang optimal pada lingkungan
budidaya. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei – Juli 2019 di Desa Tambakbulusan, Kecamatan Karangtengah,
Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Meliputi persiapan alat dan media pemeliharaan selama 14 hari dan pelaksanaan
pengumpulan data selama 30 hari.
fix feeding rate. Frekuensi pemberian pakan dan jumlah pakan udang windu mengacu penelitian Lante et al.
(2015), metode pemberian pakan udang windu dilakukan dengan metode fix feeding rate. Pakan ikan nila yang
digunakan dengan kandungan protein 30% dengan metode pemberian pakan yang diberikan secara ad satiation.
Frekuensi pemberian pakan dan jumlah pakan ikan nila mengacu penelitian Mulyani et al., (2014), metode
pemberian pakan ikan nila dilakukan dengan metode ad satiation.
Wadah yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan bak fiber ukuran panjang 1 m2 dan lebar
1 m2 dengan kedalaman air 0,7 m2 mengacu pada penelitian Susilowati et al. (2017) kedalaman air udang windu
yaitu >70 cm. Media yang digunakan untuk membuat sebuah ekosistem yang menyerupai ekosistem tambak
ditambahkan substrat berupa pasir berlumpur. Substrat berupa lumpur berpasir mengacu pada penelitian Sandoval
et al., (2014), Penaeus monodon berkembang biak secara dominan pada substrat pasir berlumpur yang dekat
dengan habitat laut.
Alat yang digunakan dalam penelitian diantaranya adalah botol sampel untuk wadah air sampel yang akan
diuji untuk mengetahui kandungan amoniak, nitrit, nitrat, fosfat, karbon organik dan nitrogen organik, kemudian
timbangan digital yang digunakan untuk menimbang bobot benih udang windu dan rumput laut, dan ikan Nila,
jangka sorong yang digunakan untuk mengukur panjang udang windu dan kerang hijau, selang dan aerator sebagai
penyuplai oksigen. Alat lain yang digunakan adalah refraktometer yang digunakan untuk mengukur salinitas, pH
meter digunakan untuk mengukur pH, water quality checker digunakan untuk mengukur kandungan oksigen yang
terkandung dalam air dan digunakan untuk mengukur suhu air.
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan 3 kali
ulangan. Penelitian ini menggunakan budidaya dengan konsep IMTA (Integrated Multitrophic Aquaculture) yaitu
udang windu, ikan nila, rumput laut dan kerang hijau. Perlakuan yang diterapkan adalah sebagai berikut:
Perlakuan A: tanpa udang windu (kontrol)
Perlakuan B: Udang windu dengan kepadatan 60 gr/m3
Perlakuan C: Udang windu dengan kepadatan 80 gr/m3
Perlakuan D: Udang windu dengan kepadatan 100 gr/m3
Pengumpulan data
Data yang dikumpulkan meliputi Rasio C/N dan pengukuran kualitas air berupa oksigen terlarut, suhu, pH,
salinitas, fosfat, amoniak dan nitrat:
b. Kualitas Air
Pengamatan Pengamatan kualitas air meliputi oksigen terlarut (mg/l), suhu (°C), pH, salinitas (ppt),
kandungan amoniak (mg/l), nitrat (mg/l), dan fosfat (mg/l). Pengamatan kualitas air yang meliputi suhu, pH,
salinitas, dan DO dilakukan setiap hari pada pagi dan sore hari, dengan menggunakan Water Quality Checker.
Pengukuran kandungan karbon organik dan nitrogen organik pada setiap 10 hari sekali selama 30 hari
pemeliharaan ikan.
Analisis Data
Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL). Hasil data rasio C/N,
pertumbuhan bobot mutlak, laju pertumbuhan relatif, laju pertumbuhan spesifik, dan kelulushidupan yang
diperoleh selama penelitian dianalisis secara statistik. Data tersebut diuji dengan uji normalitas, uji homogenitas
dan uji aditivitas. Apabila pada ketiga uji tersebut menunjukkan data terdistribusi normal, bersifat homogen dan
aditif maka dilanjutkan analisis ragam (ANOVA) untuk mengetahui perlakuan yang diterapkan berpengaruh atau
tidaknya terhadap rasio C/N. Data dianalisis ragam (uji F) pada taraf kepercayaan 95%. Jika analisis ragam
diperoleh hasil yang berbeda nyata (P<0,05), maka dilakukan uji wilayah ganda Duncan untuk mengetahui
perbedaan nilai tengah antar perlakuan. Data kualitas air seperti oksigen terlarut (DO), Suhu, pH, salinitas, fosfat,
amoniak dan nitrat dianalisis secara deskriptif.
150
A. A. Dewi, S. Rejeki, T. Susilowati, L.i L. Widowati, R. W. Ariyati/Jurnal Sains Akuakultul Tropis:
4(2020)2:148-155 eISSN:2621-0525
HASIL
a. Rasio C/N Air Media Budidaya
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan didapatkan hasil uji C organik dan N organik yang disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Data C organik dan N organik dalam Media Air Budidaya.
C organik (ppm) N organik (ppm)
Perlakuan Awal Akhir Awal Akhir
A 11,40 35,90 4,55 2,63
B 11,40 39,40 4,55 3,03
C 11,40 37,07 4,55 2,57
D 11,40 25,40 4,55 2,45
Berdasarkan Tabel 1, hasil yang telah diperoleh dari hasil uji kandungan C organik dan N organik paling tinggi pada
perlakuan B (C=39,40 ppm N=3,03 ppm), diikuti perlakuan C (C= 37,07 ppm N=2,57 ppm), perlakuan A (C=35,90 ppm N=
2,63 ppm) dan perlakuan D (C=25,40 ppm N=2,45 ppm).
Berdasarkan penelitian penelitian yang telah dilakukan didapatkan hasil data rasio C/N yang disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Data Rasio C/N dalam Media Air Budidaya
Rasio C/N
Perlakuan Awal Akhir Δ C/N
A 2,51 14,34 11,34
B 2,51 13,20 2,62
C 2,51 14,95 2,63
D 2,51 11,47 5,38
Berdasarkan Tabel 2, hasil yang telah diperoleh pada awal pemeliharaan sebesar 2,51 kemudiaan pada akhir
pemeliharaan didapatkan rasio C/N paling tinggi pada perlakuan C sebesar 14,95 diikuti perlakuan A sebesar
14,29, diikuti oleh perlakuan B sebesar 13,20 dan diikuti oleh perlakuan D sebesar 11,47. Hasil analisis ragam
nilai derajat pembuahan tersaji pada gambar 1.
20,00
14,34±3a
18,00
16,00
14,00
Rasio C/N
12,00
5,38±4,6c
10,00
8,00
6,00
2,62±1,2b 2,63±1,5b
4,00
2,00
0,00
A B C D
Perlakuan
151
A. A. Dewi, S. Rejeki, T. Susilowati, L.i L. Widowati, R. W. Ariyati/Jurnal Sains Akuakultul Tropis:
4(2020)2:148-155 eISSN:2621-0525
Hasil dari uji analisis ragam diketahui bahwa kepadatan udang windu yang berbeda memberikan hasil
berpengaruh nyata bahwa F hitung lebih besar dari F tabel terhadap rasio C/N air dalam media budidaya.
Kualitas air
Kisaran pengukuran kualitas air harian yang dilakukan selama 30 hari penelitian meliputi oksigen terlarut
(DO), Suhu, pH, salinitas, fosfat, amoniak dan nitrat pada pemeliharaan udang windu (P. monodon) disajikan pada
Tabel 3
Tabel 3. Hasil Pengukuran Nilai Kualitas Air pada Media Budidaya Udang Windu
Perlakuan Variabel
DO(mg/l) Suhu(ºC) pH Salinitas(ppt) Fosfat(mg/l) Amoniak(mg/l) Nitrat(mg/l)
A 2,6 – 6,8 25-30 7,4-8,9 23-35 0,29-2,1 0,04-1,18 1,11-3,93
B 3-6,6 25-30 8-8,8 22-30 0,29-0,98 0,1-0,98 1,56-3,93
C 3-6,3 24-30 7,8-8,8 23-31 0,3-0,98 0,1-0,63 1,66-3,93
D 4,2-6,8 25-31 7,8-8,7 21-31 0,45-1,03 0,39-0,48 1,9-4,87
a b c e a a
Kelayakan >4 26-32 7-8,7 10-35 0,1-5 <0,1 0,9-3,5d
Keterangan : a. PERMEN-KP (2016)
b. Rachmansyah et al. (2010)
c. Mariska (2002)
d. Amri (2003)
e. Schimittou (1991)
PEMBAHASAN
1. Rasio C/N Air Media Budidaya
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan bahwa perlakuan padat tebar yang berbeda terdapat
pengaruh nyata dari perlakuan terhadap rasio C/N air. Pada semua perlakuan, rasio C/N air pada akhir penelitian
mengalami penaikan dibandingkan rasio C/N pada awal penelitian. Pada awal penelitian didapatkan rasio 2,51.
pada akhir penelitian, rasio C/N semakin meningkat dengan nilai berkisar antara 11,47-14,95. Nilai tersebut
menujukkan bahwa rasio C/N air media budidaya udang windu yang dibudidayakan dengan sistem Integrated
Multitrophic Aquaculture dengan kepadatan 60, 80 dan 100 masih memenuhi persyaratan budidaya. Menurut
Beristain (2005) bahwa karbon dan nitrogen merupakan kesatuan yang telah ditetapkan sebagai pembentuk
jaringan biomassa bakteri, perbandingan C:N yang optimal yaitu diatas 10 pada kondisi aerobik.
Berdasarkan uji analisis ragam yang telah dilakukan didapatkan hasil bahwa kepadatan udang windu yang
berbeda hasil berpengaruh nyata terhadap rasio C/N air media budidaya. Rasio C/N yang terbaik yaitu pada
perlakuan D yaitu sebesar 5,38±4,6. Rasio C/N yang yang didapat dari semua perlakuan dengan sistem IMTA
yaitu lebih dari 10 yang berarti sel bakteri yang dihasilkan dapat dimanfaatkan oleh udang sebagai sumber protein.
Oleh karena itu, rasio C/N yang dihasilkan akan dapat menghemat pakan (efisiensi pakan). Hal ini diperkuat oleh
Avnimelech (1999) bahwa bakteri dapat bekerja secara optimal untuk menguraikan N-anorganik yang beracun
menjadi N-anorganik yang tidak beracun sehingga dapat mempertahankan kualitas air dan biomass bakteri dapat
bermanfaat sebagai sumber protein bagi kultivan. Sehingga hal ini juga dapat berperan dalam meningkatkan
efisiensi pakan. Hal ini juga diperkuat oleh Martini (2017) yang menyatakan bahwa sistem yang mendukung
pengelolaan limbah dan daur ulang protein pakan berpotensi menawarkan berkelanjutan dan kompatibilitas
lingkungan yang lebih baik bagi komunitas budidaya udang.
Berdasarkan hasil pengamatan selama penelitian berlangsung ditemukan beberapa sisa pakan di dasar
kolam setelah beberapa jam pemberian pakan. Penumpukan sisa pakan yang tidak termanfaatkan dapat
menyebabkan meningkatnya karbon organik. Hal ini diperkuat oleh Suwoyo et al. (2012) yang menyatakn bahwa
pakan udang mengandung protein lebih banyak dibandingan dengan karbohidrat, rasio C:N dari pakan sekitar 9:1.
Hal ini juga diperkuat oleh Avnimelech (2009) yang menyatakan bahwa pada kondisi rasio C:N dilingkungan
tinggi, bakteri heterotrof akan tumbuh dengan pesat dan akan mengasimilasi amoniak (nitrogen anorganik)
menjadi nitrogen organik (protein) dalam bentuk biomassa bakteri yang tidak bersifat toksik.
Berdasarkan hasil yang diperoleh bahwa nilai karbon organik semakin meningkat sejalan dengan aktivitas
budidaya. Nilai karbon organik dapat disebabkan oleh kebutuhan pakan kultivan yang seiring dengan pertumbuhan
biomassanya. Menurut Avnimelech et al., (2001), pemberian pakan yang tinggi akan dapat menyebabkan
peningkatan hasil metabolisme dan dekomposisi bahan-bahan organik pada sedimen tambak. Sehingga
meningkatnya karbon dalam media budidaya merupakan cara yang paling efektif menurunkan nitrogen anorganik.
Menurut Davies (2005), rasio C:N yang tinggi (>15) akan merangsang bakteri heterotrof untuk mengasimilasi
152
A. A. Dewi, S. Rejeki, T. Susilowati, L.i L. Widowati, R. W. Ariyati/Jurnal Sains Akuakultul Tropis:
4(2020)2:148-155 eISSN:2621-0525
2. Kualitas Air
Berdasarkan hasil penelitian nilai kandungan oksigen terlarut pada perlakuan A berkisar antara 2,6-6,8 mg/l,
pada perlakuan B berkisar antara 3-6,6 mg/l, pada perlakuan C berkisar antara 3-6,3 mg/l dan pada perlakuan D
berkisar antara 4,2-6,8 mg/l. Nilai oksigen terlarut pada perlakuan A, B dan C tergolong kurang layak digunakan
untuk budidaya udang windu (P. monodon) karena hasil tersebut kurang dari nilai kelayakan yaitu >4 mg/l. Kadar
oksigen terlarut (DO) yang rendah dapat menyebabkan petumbuhan udang windu kurang optimal. Menurut Boyd
(1998), nilai oksigen terlarut (>4 mg/l) dapat menyebabkan pertumbuhan lambat, nafsu makan turun, dalam
kondisi yang lemah bahkan dapat menyebabkan kematian dan dapat merangsang pertumbuhan bakteri anaerob
didasar kolam. Kandungan DO 5 mg/L sampai dengan saturasi merupakan nilai yang optimal untuk pertumbuhan
kultivan. Menurut Radiarta dan Erlania (2015), oksigen terlarut pada kondisi saturasi dapat dipengaruhi oleh suhu,
salinitas, dan ketinggian perairan dari permukaan laut (altitude), apabila suhu, salinitas, dan altitude semakin tinggi
maka kelarutan oksigen akan semakin berkurang. Kadar oksigen terlarut yang berfluktuasi secara harian dan
musiman bergantung pada percampuran (mixing) dan pergerakan (turbulence) massa air, aktivitas fotosintesis,
respirasi, dan limbah (effluent) yang masuk ke badan air.
Nilai suhu pada perlakuan A berkisar antara 25-30 ºC, pada perlakuan B berkisar antara 25-30 ºC, pada
perlakuan C berkisar antara 24-30 ºC dan pada perlakuan D berkisar antara 25-31. Nilai tersebut tergolong layak
digunakan untuk budidaya udang windu (P. monodon) dikarenakan masih dalam kisaran optimal. Menurut
Pratama et al. (2017), suhu air dapat mempengaruhi sintasan, pertumbuhan, reproduksi, tingkah laku, pergantian
kulit dan metabolisme.
Nilai pH (derajat keasaman) pada perlakuan A berkisar antara 7,4-8,9, pada perlakuan B berkisar antara 8-
8,8, pada perlakuan C berkisar antara 7,8-8,8 dan pada perlakuan D berkisar antara 7,8-8,7. Nilai pH yang
diperoleh selama pemeliharaan tersebut tergolong digunakan untuk pemeliharaan udang windu (P. monodon).
Menurut Supono (2015) ikan dan vertebrata lain akan tumbuh optimal apabila pH air sekitar 6,5-9. Pada pH 4-5
akan ikan akan mengalami stress yang mengakibatkan pertumbuhan lambat dan produktivitas kolam rendah serta
pada pH 10 ikan dan vertebrata lain akan mengalami kematian.
Nilai salinitas pada perlakuan A berkisar antara 23-35 ppt, pada perlakuan B berkisar antara 22-30 ppt, pada
perlakuan C berkisar antara 23-31 dan pada perlakuan D berkisar antara 21-31 ppt. Nilai tersebut tergolong layak
digunakan untuk budidaya udang windu (P. monodon). Menurut Haliman dan Adijaya (2005), salinitas air yang
terlalu tinggi menyebabkan udang kesulitan untuk molting karena kulit cenderung keras.
Nilai fosfat pada perlakuan A berkisar antara 0,29-2,1 mg/l, pada perlakuan B berkisar antara 0,29-0,98
mg/l, pada perlakuan C berkisar antara 0,3-0,98 mg/l dan pada perlakuan D berkisar antara 0,45-1,03 mg/l. Nilai
fosfat tersebut tergolong layak digunakan untuk budidaya udang windu pada sistem IMTA. Menurut Masyaroho
dan Mappiratu (2010), rumput laut membutuhkan nutrien seperti nitrat dan fosfat. Nitrat dibutuhkan oleh rumput
laut untuk pertumbuhan sedangkan fosfat dibutuhkan untuk merangsang pertumbuhan, mempercepat dan
153
A. A. Dewi, S. Rejeki, T. Susilowati, L.i L. Widowati, R. W. Ariyati/Jurnal Sains Akuakultul Tropis:
4(2020)2:148-155 eISSN:2621-0525
memperkuat tanaman.
Nilai kandungan amoniak pada perlakuan A berkisar antara 0,04-1,18 mg/l, pada perlakuan B berkisar
antara 0,98-0,1 mg/l, pada perlakuan C berkisar antara 0,63-0,1 mg/l dan pada perlakuan D berkisar antara 0,39-
0,48 mg/l. Nilai amoniak tinggi diduga dapat menyebabkan rendahnya nilai rasio C/N. Menurut Ismayana et al.
(2012), apabila nilai C/N terlalu rendah maka akan banyak mengandung amoniak yang dihasilkan oleh bakteri
amoniak. Senyawa ini dapat dioksidasi lebih lanjut menjadi nitrit dan nitrat yang diserap oleh tanaman. Oleh
karena itu dalam penelitian ini menggunakan rumput laut dalam sistem IMTA yang dapat berperan dalam
mengurangi nilai amoniak tersebut.
Nilai kandungan nitrat pada perlakuan A berkisar antara 1,11-3,93 mg/l, pada perlakuan B berkisar antara
1,56-3,93 mg/l, pada perlakuan C berkisar antara 1,66-3,93 mg/l dan pada perlakuan D berkisar antara 1,9-4,87
mg/l. Nilai kandungan nitrat masih tergolong kisaran optimum dalam budidaya udang windu. Hal ini tingginya
nilai nitrat tidak bersifat racun terhadap kultivan. Menurut Mustafa dan Admi (2014) nitrat adalah bentuk utama
N di perairan alami dan merupakan nutrien untama bagi pertumbuhan tanaman dan alga akuatik.
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa Perlakuan kepadatan udang
windu yang berbeda pada budidaya dengan sistem IMTA (Integrated Multitrophic Aquaculture) berpengaruh
terhadap rasio C/N (P>0,05) Perendaman larutan teh hijau dengan berbagai dosis memberikan pengaruh nyata
(P<0,05) terhadap derajat pembuahan ikan patin (Pangasius sp.). Perlakuan C dengan dosis 6 gr/L merupakan
dosis terbaik yang dapat digunakan untuk menghilangkan adhesifitas telur ikan patin siam. Hasil menunjukkan
nilai derajat pembuahan sebesar 21,23±0,44 %. Pada perlakuan kepadatan udang windu 60, 80 dan 100 ekor
mempunyai rasio C/N yang baik dalam menghasilkan rasio C/N.
Saran
Saran yang dapat diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan adalah Sebaiknya menggunakan
padat penebaran udang windu 100 ekor/m3 pada budidaya dengan sistem IMTA dan sebaiknya melakukan
penelitian lebih lanjut mengenai perlakuan dengan kultivan lain dalam sistem IMTA yang menghasilkan
keseimbangan rasio C/N.
DAFTAR PUSTAKA
Aliah, R., S., dan S. I., Sachoemar. 2017. Pengembangan Prototipe Teknologi Budidaya Ikan Nila Unggul
Terintegrasi di Lingkungan Perairan Tambak. Jurnal Rekayasa Lingkungan. 10(1): 1-8.
Avnimelech, Y. 1999. Carbon/Nitrogen Ratio As A Control Element in Aquaculture Systems. Journal of
Aquaculture. 176:227-235.
Avnimelech Y, Ritvo G, Meijer LE, Kochba M. 2001. Water Content, Organic Carbon and Dry Bulk Density in
Flooded Sediment. Journal Agricultural Engineering 25:25-23.
Avnimelech, Y. 2009. Biofloc Technology – A Practical Guide Book. The World Aquaculture Society. Baton
Rounge. Lousiana. Unite State. 182 hlm.
Beristain, T.B. 2005. Organic Matter Decomposition in Simulated Aquculture Ponds. Wageningen Institute of
Animal Science. Netherlands. 138 hlm.
Boyd. 1998. Water Quality for Pond Aquaculture Pub. International Center for Aquaculture and Aquatic
Environments. Alabama Agricultural Experiment Station, Auburn University. USA. 37 hlm.
Chopin, T. and Robinson, 2004. Defining the Appropriae Regulatory and Policy Freamework for the Develoment
of Integrated Multi-Trophic Aquaculture Pratices. Journal Aquaculture Association of Canada. 104(3): 4-
10.
Davies, P. S. 2005. The Biological Basis of Waste Water Treatment. Strathkelvin Instrument Ltd. 19 hlm.
Hadisusanto, S. 2006. Distribusi dan Kelimpahan Larva Bentonik Chironmidae (Diptera): Hubungannya dengan
Jeluk dan Nutrien di Waduk Sempor, Kebumen, Jawa Tengah. DISERTASI. Universitas Gajahmada.
Yogyakarta.
154
A. A. Dewi, S. Rejeki, T. Susilowati, L.i L. Widowati, R. W. Ariyati/Jurnal Sains Akuakultul Tropis:
4(2020)2:148-155 eISSN:2621-0525
Haliman, R. W. dan Adijaya, D.S. 2005. Udang Vannamei. Penebaran Swadaya; Jakarta. 75 hlm.
Indrayani, E. Kamiso, H.N., Suwarno, H. dan Rustadi. 2015. Analisis Kandungan Nitrogen, Fosfor dan Karbon
Organik di Danau Sentani Papua. Jurnal Manusia dan Lingkungan. 22(2): 217-225.
Ismayana, A., Nastiti, S. I., Suprihatin, Akhiruddin, M., dan Aris, F. 2012. Faktor Rasio C/N Awal dan Laju Aerasi
pada Proses Co-composting Bagasse dan Blotong. Jurnal Teknologi Indusri Pertanian. 22(3): 173-179.
Mariska, R. 2002. Keberadaan Bakteri Probiotik dan Hubungannya dengan Karakteristik Kimia Air dalam
Kondisi Laboratorium. IPB. Bogor
Martini, N. N. D. 2017. Pengaruh Perbedaan Sistem Budidaya terhadap Laju Pertumbuhan Udang Vaname
(Litopenaeus vannamei). Jurnal IKA. 15(1): 1-20.
Masithah, E. D., Yurika, D. O., dan Abdul M. 2016. Pengaruh Perbedaan Probiotik Komersial terhadap Rasio C:N
dan N:P Media Kultur Bioflok pada Bak Percobaan. Journal of Aquaculture and Fish Health. 5(3):118-125.
Mlangeni, A.N.J.T., Samson S., dan Sosten S.C. 2013. Total Kjeldahl-N, Nitrate-N, C/N Ratio and pH
Improvements in Chimato composts Using Tithonia Diversifolia. Journal of Agricultural Science. 5(10): 1-
9.
Mustafa, A., dan Admi A. 2014. Aplikasi Analisis Jalur dalam Penentuan Pengaruh Kualitas Tanah dan Air
terhadap Produksi Total Tambak di Kabupaten demak, Provinsi Jawa Tengah. Jurnal Kelautan Nasional.
9(2): 65-79.
PERMEN Perikanan dan Kelautan No. 75. 2016. Pedoman Umum Pembesaran Udang Windu (Penaeus monodon)
dan Udang Vaname (Litopenaeus vannamei). 43 hlm
Pratama, A., Wardiyanto dan Supono. 2017. Studi Performa Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) yang
Dipelihara dengan Sistem Semi Intensif pada Kondisi Air Tambak dengan Kelimpahan Plankton yang
Berbeda pada Saat Penebaran. Jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan. 6(1): 643-651.
Radiarta, I. N., dan Erlania. 2015. Indeks kualitas Air dan Sebaran Nutrien Sekitar Buidaya Laut Terintegrasi di
Perairan Teluk Ekas, Nusa Tenggara Barat: Aspek Penting Budidaya Rumput Laut. 10(1): 141-152.
Rachmansyah, Akhmad, M., dan Mudin, P. 2010. Karakteristik, Kesesuaian dan Pengelolaan Lahan Tambak di
Kota Pekalongan Provinsi Jawa Tengah. Jurnal Riset Akuakultur. 5(3): 505-521.
Rejeki, S., Restiana W. A., dan Lestari L.W. 2016. Aplication of Integrated Multi Tropic Aquaculture Concept in
an Abraded Brackish Water Pond. Journal of Technology. 78:(4): 227-232.
Sandoval, L. A., J. L. Florez., A. Taborda dan J. G. Vasquez. 2014. Spatial Distribution and Abundance of The
Giant Tiger Prawn, Penaeus monodon (Fabricius, 1798), in the Gulf of Uraba (Caribean). Jurnal
Bioinvasions. 3(3): 169-173.
Schneider, O., Sereti, V., Eding, E.H. and Verreth, J. A. J. 2005. Analysis of Nutient Flows in Integrated Intensive
Aquaculture Systems. Aquaculture Engineering. 32: 379-401.
Sri-uam, Puchong, Seri d., Sorawit, P., dan Prasert, P. 2016. Integrated Multi-trophic Recirculating Aquaculture
System for Nile Tilapia (Oreochromis niloticus). 8(7): 1-15.
Supono. 2015. Manajemen Lingkungan untuk Akuakultur. Plantaxia; Jogjakarta.
Susilowati, T., Tristiana, Y., dan Fajar, B. 2017. Penggunaan Reservoir terhadap Performa Udang Windu (Penaeus
monodon Fabricus) yang Dibudidayakan Secara Tradisional. Jurnal Saintek Perikanan. 13(1): 52-57.
Suwoyo, H.S., Abdul M., dan Gunarto. 2012 Penggunaan Sumber Karbon Organik pada Budidaya Udang Vaname
(Litopenaeus vannamei) dengan Teknologi Bioflok. Prosiding Indoaqua-Forum Inovasi Teknologi
Akuakultur. 91-103.
Yuniarsih, E., Nirmala, K., dan Radiata, I. N. 2014. Tingkat Penyerapan Nitrogen dan Fosfor pada Budidaya
Rumput Laut Berbasis IMTA (Integrated Multi-Throphic Aquaculture) di Teluk Gerupuk, Lombok, Nusa
Tenggara Barat. Jurnal Riset Akuakultur. 9(3): 487-501.
155