Mata Kuliah Manajemen Lingkungan Akuakultur: Dosen Pengampu Shinta Septiana, S.T., M.Pi

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 4

MATA KULIAH MANAJEMEN LINGKUNGAN AKUAKULTUR

DOSEN PENGAMPU

Shinta Septiana, S.T., M.Pi

DISUSUN OLEH

Dani Ciptaningrum (58224214659)

POLITEKNIK AHLI USAHA PERIKANAN

KAMPUS TEGAL

2024
Integrated Multi-trophic Aquaculture

Konsep IMTA menggabungkan komoditas dengan tingkatan trofik yang berbeda. Sistem
IMTA dapat membantu menjaga keseimbangan ekosistem karena setiap spesies memiliki
fungsi yang berbeda seperti karnivora, herbivora, dan biofilter. Prinsip dari sistem IMTA yaitu
mendaur ulang limbah dari proses budidaya yang dihasilkan oleh spesies utama yaitu udang
dan ikan sebagai sumber energi dan nutrien bagi komoditas lainnya, sehingga menghasilkan
produk yang dapat dipanen dan dapat mengurangi dampak kerusakan lingkungan.Sehingga
konsep IMTA merupakan teknologi bersih yang dapat meminimalisir limbah. Secara ringkas,
keunggulan sistem IMTA yaitu Meningkatkan produktivitas,Menjaga kualitas
lingkungan,Meminimalisir limbah,Menghasilkan keanekaragaman produk ,Meningkatkan
pendapatan petambak ,Produksi perikanan yang berkelanjutan. Penelitian yang dilakuan
oleh Rejeki et al., 2016 sistem IMTA dengan organisme yang dibudidayakan yaitu bandeng
(Chanos chanos), nila (O. niloticus), udang putih (P. vannamei), rumput laut (Gracilaria
verrucosa), dan kerang hijau (Verna viridis) terbukti mampu menjaga kualitas air yang
berdampak terhadap ketersediaan pakan alami yang dapat mendukung laju pertumbuhan
organisme yang dibudidayakan. Penerapan budidaya sistem IMTA identik dengan budidaya
polikultur atau budidaya dengan beberapa jenis organisme pada tingkat trofik berbeda pada
rantai makanan mulai dari produsen, konsumen, hingga filter feeder. Sistem IMTA selain
dapat memberikan keuntungan secara ekologis juga dapat memberikan keuntungan secara
ekonomis. Penelitian yang dilakuan oleh Rejeki et al., 2016 sistem IMTA dengan organisme
yang dibudidayakan yaitu bandeng (Chanos chanos), nila (O. niloticus), udang putih (P.
vannamei), rumput laut (Gracilaria verrucosa), dan kerang hijau (Verna viridis) terbukti
mampu menjaga kualitas air yang berdampak terhadap ketersediaan pakan alami yang
dapat mendukung laju pertumbuhan organisme yang dibudidayakan.

 Implementasi IMTA di Indonesia

Biota yang akan dibudidayakan antara lain ikan baronang (Siganus sp.),
kerapu macan (E. fuscoguttatus), rumput laut (E. cottonii), udang vaname (L.
vannamei), bawal bintang (T. blochii) / bandeng (Chanos-chanos Forskal), dan
teripang (S. hermanii). Penerapan konsep IMTA dengan menggunakan KJABB yang
diintegrasikan dengan teknik biomonitoring merupakan solusi tepat bagi
keberlanjutan produksi akuakultur.Secara teknis, benih ikan dan bawal bintang
berbobot 250 gr ditebar pada KJA bagian bawah dengan kepadatan 25 ekor/m3
dengan luas KJA 86,16 m3 . Pelet diberikan selama proses pemeliharaan dengan
kandungan protein 25-30% sebanyak 5-10% mm/ hari. Penebaran L. vannamei dan
E. fuscoguttatus pada bagian bawah dengan padat tebar 250 ikan/m3 dan 25
ikan/m3 . Parameter kualitas air yang meliputi total bahan organik, amonia, nitrit, dan
fosfat, dan sedimen: ukuran butir sedimen, karbon total, nitrogen total, dan struktur
makrobenthos. Budidaya rumput laut dilakukan dengan metode vertikultur dengan
tali nilon panjang vertikultur 5 m vertikal, berat bibit 250 g dengan jarak 1 cm dan
dimasukkan ke dalam kantong jaring ukuran 30x50 cm.

Metode vertikultur adalah metode budidaya menggunakan tali yang dilakukan


dengan mengikat benih rumput laut dalam posisi vertikal (tegak lurus) dengan tali
yang disusun dalam barisan, juga dapat memanfaatkan kolom air untuk membatasi
transparansi air. Penanaman akan dilakukan di sepanjang sisi luar KJA. selanjutnya,
terkait analisis tingkat penyerapan nitrogen dan fosfor budidaya rumput laut skema
IMTA. Rumput laut jenis K. alvarezii dan E. spinosum dibudidayakan dengan metode
rawai (long line). Waktu pemeliharaan selama 45 hari dengan pengamatan rumput
laut dan kondisi perairan dilaksanakan per 15 hari. Hasil studi menguraikan adanya
perbedaan pada tingkat penyerapan nitrogen dan fosfor pada kedua jenis rumput
laut yang dibudidayakan. Total penyerapan nitrogen K. alvarezii mencapai 86,95 ton
N/ha/tahun atau lebih tinggi 24,6% dibandingkan dengan E. spinosum yang
mencapai 69,78 ton N/ha/tahun. Sedangkan pada tingkat penyerapan fosfor, K.
alvarezii mencapai 20,56 ton P/ha/tahun atau lebih tinggi 136,7% dibandingkan
dengan E. spinosum yang hanya mencapai 8,69 ton P/ha/tahun. Berdasarkan luasan
kawasan potensial budidaya rumput laut di lokasi studi, potensi penyerapan nitrogen
dan fosfor untuk rumput laut K. alvarezii di kawasan ini masing-masing mencapai
27.996,93 ton N/tahun dan 6.619,16 ton P/ tahun. Sedangkan untuk E. spinosum
potensi penyerapan nitrogen dan fosfor masing-masing mencapai 22.470,02 ton
N/tahun dan 2.796,82 ton P/ tahun. Penerapan budidaya rumput laut skema IMTA
secara nyata memberikan keuntungan ekologi dan ekonomi dengan adanya
perbaikan kondisi lingkungan budidaya dan peningkatan biomassa.

Studi kasus selanjutnya, pada komoditas ikan yang diintegrasikan dengan


lemna sistem IMTA yaitu budidaya lele dan nila. Pada sistem ini, biomassa lemna
dapat digunakan untuk pakan tambahan lele sehingga dapat mengurangi biaya
pakan 50%, laju pertumbuhan dapat mencapai 5-6 %/hari, dengan nilai survival rate
(SR) > 95%, dan nilai efisiensi pakan atau feed confersion ratio (FCR) atau 0,7-1,2.
Beban pencemaran dari aktivitas budidaya lele dapat menjadi unsur hara yang
mendukung pertumbuhan lemna dengan laju pertumbuhan >39 %/hari,
menghasilkan produksi 156 g/m2/hari atau 569 ton BB/Ha/tahun. Budidaya lemna
sendiri digunakan sebagai pakan pada budidaya nila, alhasil laju pertumbuhan 1,5-6
%/hari, dengan nilai SR > 95% dan FCR 15-45. IMTA menjadi jawaban pada
permasalahan utama bidang perikanan yang meliputi kebutuhan pakan yang tinggi
dan harga pakan mahal serta sumber daya air yang semakin terbatas. Melalui
konsep ini juga, terjadi peningkatan efisiensi biaya produksi nila hingga 20% dan lele
30%. Lebih lanjut, pada sisi kualitas air dapat mengendalikan masukan limbah
nutrien > 70% pada budidaya ikan dan mengendalikan total suspended solid (TSS) >
85%.

Selanjutnya, untuk studi kasus model IMTA yang dikembangkan merupakan


kombinasi kerapu macan (E. fuscoguttatus), bawal bintang (T. blochii, Lacepede),
dan rumput laut (K. alvarezii). Kajian selama 150 hari ini masa pemeliharaan kerapu
dan bawal bintang mendapatkan nilai pertumbuhan yang baik, rata-rata bobot akhir
kerapu 173,45 ± 36,61 g/ekor; dan bawal bintang 161,27 ± 30,05 g/ekor. Selama tiga
siklus pada pertumbuhan rumput laut menunjukan bahwa siklus 1 (Juni-Juli) dan
siklus 2 (Agustus-September) didapatkan pertumbuhan yang lebih baik jika
dibandingkan siklus ke-3 (Oktober-November). Laju pertumbuhan harian pada biota
uji ketiga ini di sekitar KJA ikan dengan nilai 4,22-6,09%/hari. Nilai ini lebih tinggi
dengan kontrol (jarak 2-3 km dari KJA ikan) yaitu 3,90%-5,53%/hari. Hasil studi
menunjukkan bahwa efektivitas IMTA sejalan dengan peningkatan produktivitas
rumput laut, juga sebagai model pengembangan budidaya laut berwawasan
lingkungan melalui peningkatan produksi, sistem produksi bersih, dan berkelanjutan.

Studi kasus terakhir pada budidaya ikan laut dalam KJA, di mana biota
menghasilkan banyak sisa pakan dan feses. Sisa-sisa pakan dan feses dapat
meningkatkan kandungan nutrient (nitrogen dan fosfat perairan). Pemanfaatan
nutrien tersebut dapat dilakukan melalui budidaya rumput laut di sekitar KJA. Studi
ini menunjukkan bahwa pertumbuhan rumput laut sangat baik yang diintegrasikan
dengan KJA. Laju pertumbuhan spesifik berkisar antara 4,26%-4,68%/hari dan
3,90%-4,20%/hari. Secara umum jika dibandingkan dengan monokultur, melalui
IMTA didapatkan nilai produksi rumput laut mencapai 74%. Model IMTA sangat
relevan dengan Program Ekonomi Biru Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam
mendukung pengembangan perikanan budidaya yang berkelanjutan. Berdasarkan
kajian ini, penerapan konsep akuakultur skema IMTA secara nyata memberikan
keuntungan ekologi dan ekonomi serta berkelanjutan.

REFERENSI
https://jala.tech/id/blog/tips-budidaya/imta-sistem-budidaya-udang-ramah-lingkungan-dan-
berkelanjutan
https://www.kompasiana.com/andreanaliefm/6295c15253e2c36f33425c62/teknologi-imta-
integrated-multi-trophic-aquaculture-sebagai-salah-satu-inovasi-dalam-budidaya-ikan
(Putra, 2023)Putra, A. (2023). IMPLEMENTASI AKUAKULTUR BIRU MELALUI SISTEM
IMTA ( INTEGRATED MULTI-TROPIC AQUACULTURE ) IMPLEMENTATION OF
BLUE AQUACULTURE THROUGH THE IMTA ( INTEGRATED MULTI-TROPHIC
AQUACULTURE ) SYSTEM. 117–122.

Anda mungkin juga menyukai