Penetapan Kadar Karbohidrat Pada Cookies Dengan Metode Luff Schrool
Penetapan Kadar Karbohidrat Pada Cookies Dengan Metode Luff Schrool
Penetapan Kadar Karbohidrat Pada Cookies Dengan Metode Luff Schrool
TUGAS AKHIR
Oleh:
EVI THERESIA SILABAN
162410030
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan berkat
dan kasih karuania-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang
Schrool”.
Tujuan penyusunan Tugas Akhir ini sebagai salah satu persyaratan untuk
Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Tugas Akhir ini disusun
berdasarkan apa yang penulis lakukan pada Praktek Kerja Lapangan (PKL) di
tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, penulis tidak akan dapat
menyelesaikan Tugas Akhir ini sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, penulis
megucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam
1. Ibu Prof. Dr. Masfria, M.S., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Sumatera Utara.
2. Bapak Popi Patilaya, S.Si,. M.Sc. Apt., selaku Ketua Program Studi Diploma
III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., selaku Dosen Pembimbing
iv
Universitas Sumatera Utara
5. Teristimewa kepada orang-orang terkasih yang selalu menjadi bagian inspirasi
6. Sahabat-sahabat seperjuangan yang selalu ada dalam suka dan duka, yaitu:
Hutagalung, terima kasih buat persahabatan yang terjalin selama ini dan terima
kasih buat segala bantuan semangat dan dukungan yang diberikan dalam
Penulis menyadari bahwa penulisan Tugas Akhir ini kurang dari sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis
harapkan demi penyempurnaan Tugas Akhir ini. Semoga Tugas Akhir ini dapat
v
Universitas Sumatera Utara
PENETAPAN KADAR KARBOHIDRAT PADA COOKIES DENGAN
METODE LUFF SCHROORL
ABSTRAK
Latar Belakang: Cookies (kue kering) adalah makanan ringan yang terbuat dari
tepung protein rendah. Proses pembuatan cookies dengan cara dipanggang hingga
keras namun masih renyah dimakan. Cookies yang bermutu harus memenuhi
persyaratan mutu yang telah ditentukan oleh SNI, salah satunya yaitu karbohidrat.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kadar karbohidrat pada
cookies.
Metode: Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah cookies. Penetapan
kadar karbohidrat pada cookies dilakukan dengan metode Luff Schrool.
Penetapan kadar karbohidrat pada cookies dilakukan dengan cara ditimbang lebih
kurang 5 g cookies. Ditambahkan 200 ml larutan HCl 3%. Didihkan selama 3 jam
dengan pendingin tegak. Dinginkan dan netralkan dengan NaOH jenuh.
Ditambahkan sedikit CH3COOH 3% agar suasana larutan agak sedikit asam
kemudian dipindahkan isinya ke dalam labu ukur 500 ml dan terakan hingga garis
tanda, kemudian saring. Dipipet 10 ml saringan ke dalam erlenmeyer 500 ml.
Ditambahkan 25 ml larutan Luff dan beberapa butir batu didih serta 15 ml air
suling. Usahakan agar larutan dapat mendidih dalam waktu 3 menit (gunakan
stopwatch). Didihkan terus selama tepat 10 menit kemudian dengan cepat
dinginkan dalam bak berisi es. Setelah dingin ditambahkan 15 ml larutan KI 20%
dan 25 ml H2SO4 25% perlahan-lahan dan Dititrasi dengan larutan tio 0,1 N yang
ditandai dengan terjadinya perubahan warna analit kemudian dihitung nilai
kadarnya berdasarkan ketentuan SNI 01-2891-1992.
Hasil: Hasil penelitian penetapan kadar karbohidrat pada cookies menunjukkan
bahwa kadar cookies A= 37.58%, cookies B= 36.71%, cookies C= 37.28%, dan
cookies D= 38.38%. Hal ini menunjukkan bahwa cookies memenuhi persyaratan
SNI 2973-2011.
Kesimpulan: Kadar karbohidrat pada keempat cookies memenuhi persyaratan
SNI 2973-2011 dengan syarat mutu cookies minimal 7%.
vi
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
ABSTRAK ...................................................................................................... vi
vii
Universitas Sumatera Utara
3.4.1 Pembuatan Pereaksi .............................................................................. 14
LAMPIRAN .................................................................................................... 21
viii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL
Tabel
vii
PENDAHULUAN
Cookies (kue kering) adalah makanan ringan yang terbuat dari tepung protein
rendah. Proses pembuatan cookies dengan cara dipanggang hingga keras namun
kadar protein rendah yaitu 8-9,5%, sehingga dapat dibuat dengan menggunakan
tepung yang mengandung gluten <1%. Syarat mutu Cookies pada Karbohidrat
biokimia dan fisiologis di dalam tubuh. Bahan makanan juga meliputi komponen
selulosa ) mungkin termasuk dalam kategori ini. Makanan juga dapat mencakup
kontaminan dari jenis tanah yang tidak biasa, atau dari polusi industri. Logam
berat, isotop radioaktif, dan kontaminasi mikroba, semua memiliki potensi efek
meningkat dari tahun ke tahun, sekalipun demikian tiap tahun penduduk yang
tidak cukup makan makin besar jumlahnya, lebih-lebih di negara miskin. Dengan
pengadaan pangan pada masyarakat yang tinggal di daerah yang jauh maupun
2001).
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari penetapan kadar karbohidrat pada cookies dengan metode
Luff Schrool adalah untuk mengetahui apakah penetapan kadar karbohidrat pada
1.3 Manfaat
Manfaat yang diperoleh dari penetapan kadar karbohidrat pada cookies adalah
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Cookies
Cookies adalah kue kering yang manis dan berukuran kecil. Umumnya,
cookies digolongkan berdasarkan jenis adonan dan jenis busanya. Jenis adonan,
cookies ada yang dapat disemprotkan dan ada yang dapat dicetak (Manley, 2000).
Syarat mutu cookies yang berlaku secara umum di Indonesia yaitu berdasarkan
Standar Nasional Indonesia (SNI 01-2973-1992), seperti pada Tabel 2.1 berikut
ini.
(%) Maksimum 5
SNI 01-2973-1992
renyah dan bila dipatahkan, potongannya bertekstur ruang padat. Syarat mutu
cookies di Indonesia mengacu pada syarat mutu biskuit. Berdasarkan kadar gula,
cookies dibedakan menjadi: kue kering manis (kadar gula 25 – 40 persen), kue
kering biasa (kadar gula 20 persen) dan wafer dimana hanya pengisinya yang
yang biasa menemani minum teh, kopi atau minuman dingin oleh masyarakat.
Kira-kira satu kali makan jajan, seseorang cukup 1-2 potong yang mengandung
makan utama, yaitu makan pagi dan makan siang atau makan siang dan makan
tubuh agar tidak menurunkan daya kerja. Jadi dengan memberikan makanan
selingan, tubuh tidak kekurangan kalori sampai waktunya makan utama tiba.
Badan tetap segar dan aktif, tidak lemah. Sebaiknya makanan selingan dibuat
sedemikian rupa sehingga tidak hanya mengandung karbohidrat saja, tetapi juga
makanan kecil dengan rasa manis dan makanan kecil dengan rasa asin. Makanan
kecil dengan rasa manis digolongkan menjadi dua yaitu makanan kecil basah dan
aneka kolak, aneka jajan yang dikukus dan jajan yang direbus.
2. Kue kering manis, yang termasuk kue kering manis antara lain: aneka gorengan
dan aneka kue yang dipanggang baik dalam cetakan ataupun tanpa cetakan
(Almatsier,2001).
adalah gula, lemak, telur dan tepung. Menurut kutipan oleh Matz (1978), bahan
pembentuk cookies dibagi dalam dua golongan yaitu bahan pengikat dan bahan
pelembut. Bahan pengikat antara lain: tepung, air, susu, telur terutama putih telur,
dan produk-produk bahan coklat. Bahan pelembut antara lain: gula, shortening
adonan homogen. Faktor yang harus diperhatikan pada pencampuran antara lain:
jumlah adonan, lama waktu pencampuran adonan, dan kecepatan alat pengaduk
atau mixer yang dipergunakan. Waktu pengadukan yang optimum adalah waktu
secara menyeluruh dalam adonan hingga pada terbentuk flavor, volume dan
tekstur adonan yang baik. Ukuran merupakan faktor yang harus diperhatikan
cokelat. Untuk mencegah lengket pada loyang, digunakan polesan sedikit lemak
terhadap hasil. Faktor yang diperhatikan adalah: suhu dan lama pemanggangan.
antara 180oC – 250oC selama 16 – 20 menit. Oven tidak boleh terlalu panas ketika
adonan yang telah dicetak dimasukkan karena dapat menyebabkan bagian luar
Menurut Whitely (1971), ada dua metode dasar dalam pembuatan adonan
cookies, yaitu metode krim (creaming method) dan metode all-in. metode krim
kemudian ditambah pewarna dan essens, lalu penambahan susu. Metode all-in
2.2 Karbohidrat
Karbohidrat yaitu senyawa organik terdiri dari unsur karbon, hidrogen, dan
atom O. karbohidrat banyak terdapat pada tumbuhan dan binatang yang berperan
struktural & metabolik. sedangkan pada tumbuhan untuk sintesis CO2 + H2O
karbohidrat merupakan sumber energi dan cadangan energi, yang melalui proses
feses dengan cara mengatur peristaltik usus, penghemat protein karena bila
(Irawan,2007).
hidrogen dan oksigen. Sebagai salah satu jenis zat gizi, fungsiutama karbohidrat
akan menghasilkan energi sebesar 4 kkal dan energi hasil proses oksidasi
otot serta juga untuk menjalankan berbagai aktivitas fisik seperti berolahraga atau
1. Monosakarida
gugus cincin. Contoh dari monosakarida yang banyak terdapat di dalam sel tubuh
dikenal juga sebagai gula buah dan merupakan gula dengan rasa yang paling
darah, menyusun 0,065-0,11% darah kita. Glukosa dapat terbentuk dari hidrolisis
pati, glikogen, dan maltosa. Glukosa dapat dioksidasi oleh zat pengoksidasi
lembut seperti pereaksi Tollens sehingga sering disebut sebagai gula pereduksi
(Budiman, 2009).
bebas di alam. Umumnya berikatan dengan glukosa dalam bentuk laktosa, yaitu
gula yang terdapat dalam susu. Galaktosa mempunyai rasa kurang manis jika
dibandingkan dengan glukosa dan kurang larut dalam air. Seperti halnya glukosa,
alam. Fruktosa merupakan gula termanis, terdapat dalam madu dan buah-buahan
bersama glukosa. Fruktosa dapat terbentuk dari hidrolisis suatu disakarida yang
2. Disakarida
Maltosa adalah suatu disakarida dan merupakan hasil dari hidrolisis parsial
Struktur maltose dari struktur maltosa, terlihat bahwa gugus -O- sebagai
dan fruktosa yang dihubungkan oleh ikatan 1,2 –α. Akibatnya, sukrosa dalam air
tidak berada dalam kesetimbangan dengan bentuk aldehid atau keton sehingga
(Irawan,2007).
3. Oligosakarida
usus besar dan khususnya pembentukan gas (gas lambung). Sifatnya yang
perfringens (Irawan,2007).
4. Polisakarida
(Irawan,2007).
Uji karbohidrat yang resmi ditetapkan oleh BSN dalam SNI 01-2891-1992
yaitu analisis total karbohidrat dengan menggunakan metode Luff Schoorl. Pada
Schoorl saat itu menjadi metode yang resmi dipakai di pulau Jawa. Seluruh
10
dengan metode Luff-Schoorl yaitu reduksi Cu2+ menjadi Cu+ oleh monosakarida.
Monosakarida bebas akan mereduksi larutan basa dari garam logam menjadi
+
bentuk oksida atau bentuk bebasnya. Kelebihan Cu ² yang tidak tereduksi
molekuler yang rendah dan pati alami atau modifikasi. Kemampuan mereduksi
dari gugus aldehid dan keton digunakan sebagai landasan dalam mengkuantitasi
gula sederhana yang terbentuk. Faktor utama yang mempengaruhi reaksi adalah
waktu pemanasan dan kekuatan reagen. Penggunaan luas dari metode ini dalam
analisis gula adalah berkat kesabaran para ahli kimia yang memeriksa sifat
empiris dari reaksi dan oleh karena itu dapat menghasilkan reaksi yang
Luff Schoorl, KI 20%, Na2S2O3 0,1 N, NaOH 30%, H2SO4 25%, dan HCl 3%.
bereaksi dengan larutan uji Luff Schoorl dengan mereduksi ion Cu 2+ menjadi ion
Cu+. Setelah proses hidrolisis selesai dilakukan, maka akan ditambahkan NaOH,
yang berfungsi untuk menetralkan larutan sampel ditambahkan HCl. Asam asetat
11
Apabila pH terlalu tinggi, maka hasil titrasi akan menjadi lebih rendah dari
pada sebenarnya, karena pada pH tinggi akan terjadi resiko kesalahan, yaitu
untuk mengikat ion tembaga yang terbentuk dari hasil reduksi monosakarida
dengan tembaga sulfat membentuk buih coklat kehitaman. Langkah terakhir yang
dilakukan dalam metode Luff Schoorl adalah titrasi dengan natrium tiosulfat
(Matz, 1978).
2. Metode Lane-Eynon
pereduksi standar yang dibutuhkan untuk mereduksi pereaksi tembaga basa yang
diketahui volumenya. Titik akhir titrasi ditunjukkan dengan metilen biru yang
warnanya akan hilang, karena kelebihan gula pereduksi di atas jumlah yang
3. Metode Enzimatis
terbentuk dapat ditetapkan jumlahnya dengan salah satu metode penetapan total
gula (Manley,2000).
12
METODE PERCOBAAN
(Pyrex), bola pipet, botol semprot, buret, corong kaca, eksikator, erlenmeyer 250;
500 ml (Pyerx), gelas ukur 100 ml (Pyrex), kertas saring Whatman No.1, klem,
labu Kjeldahl 100 ml, labu ukur 100 ml; 50 ml (Pyrex), magnetik bar, neraca
analitik, pemanas listrik, penangas air, pendingin tegak, pipet tetes, pipet volume
stopwatch, tissue.
3.3 Bahan
95%, C6H8O7, CH3COOH 3%, CuSO4 5H2O, H3BO3 4%, HCl 3%, HCl 0,01 N,
H2SO4 25%, H2SO4 (p), larutan CuSO4.5H2O, larutan kanji 0,5%, larutan standar
NaBH4, larutan standar HCl 5M, larutan standar K, Pb, Cu, Cd, Sn, Fe, Zn, Mn,
Co, Ba, Na, Ni, indikator campuran metil red dan , KI 20%, Na 2CO3 anhidrat,
13
berisi sedikit air kemudian dilarutkan dengan air sebanyak 750 ml. Diaduk dan
homogenkan.
Ditimbang 20 g KI p.a. ke dalam labu ukur 100 ml. Diencerkan dengan air
Dilarutkan 248 g Na2S2O7 1 N dengan air suling bebas CO2 (yang sudah
Sambil diaduk, tambahkan 50 g asam sitrat yang telah dilarutkan dengan 50 ml air
garis tanda garis dengan air suling dan kocok. Dibiarkan semalam dan saring bila
perlu.
14
Ditambahkan 200 ml larutan HCl 3%. Didihkan selama 3 jam dengan pendingin
tegak. Dinginkan dan netralkan dengan NaOH jenuh (dengan indikator universal).
kemudian dipindahkan isinya ke dalam labu ukur 500 ml dan terakan hingga garis
Ditambahkan 25 ml larutan Luff (dengan pipet) dan beberapa butir batu didih
serta 15 ml air suling. Dipanaskan campuran dengan nyala yang tetap. Usahakan
agar larutan dapat mendidih dalam waktu 3 menit (gunakan stopwatch). Didihkan
terus selama tepat 10 menit (dihitung dari saat mulai mendidih dan gunakan
stopwatch) kemudian dengan cepat dinginkan dalam bak berisi es. Setelah dingin,
secepatnya dengan larutan tio 0,1 N (gunakan petunjuk larutan kanji 0,5%),
Perhitungan:
dilihat dalam daftar Luff-Schoorl berapa mg gula yang terkandung untuk ml tio
yang dipergunakan.
1 P
Kadar glukosa
Dimana:
15
FP = faktor pengenceran
Hasil titrasi yang diperoleh dirujuk ke tabel penetapan gula Luff-Schoorl. Daftar
Glukosa, Fruktosa
Na2S2O3 0,1 N Laktosa Maltosa
Gula Inversi
ml mg mg
Mg
1 2,4 3,6 3,9
2 4,8 7,3 7,8
3 7,2 11,0 11,7
4 9,7 14,7 15,6
5 12,2 18,4 19,6
6 14,7 22,1 23,5
7 17,2 25,8 25,5
8 19,8 29,5 31,5
9 22,4 33,2 35,5
10 25,0 37,0 39,5
11 27,6 40,8 43,5
12 30,3 44,6 47,5
13 33,0 48,6 51,6
14 35,7 52,2 55,7
15 38,5 56,0 59,8
16 41,3 59,9 63,9
17 44,2 63,8 68,0
18 47,1 67,7 72,2
19 50,0 71,1 76,5
20 53,0 75,1 80,9
16
17
4.1 Hasil
Kadar karbohirat
No Sampel
(%)
0120 37.58
0121 36.71
0122 37.28
0123 38.38
4.2 Pembahasan
cookies masing-masing sebesar 37.58%, 36.71%, 37.28%, dan 38.38%. Hal ini
minimal 30%.
harus diperhatikan dengan baik, karena pH yang terlalu rendah (terlalu asam) akan
menyebabkan hasil titrasi menjadi lebih tinggi dari sebenarnya, karena terjadi
reaksi oksidasi ion iodide menjadi I2. Sedangkan apabila pH terlalu tinggi (terlalu
basa), maka hasil titrasi akan menjadi lebih rendah dari pada sebenarnya, karena
pada pH tinggi akan terjadi resiko kesalahan, yaitu terjadinya reaksi I2 yang
18
dari biscuit yang dihasilkan karena amilosa dalam bahan akan membentuk ikatan
hydrogen dengan air dalam jumlah yang lebih banyak. Dengan demikian, saat
proses pemanggangan, air akan menguap dan meninggalkan ruang kosong dalam
bahan dan menjadikan biscuit menjadi lebih renyah (Lestari, dkk, 2018).
19
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
20
Almatsier, S. (2001). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka.
Badan Standarisasi Nasional. Cara Uji Makanan dan Minuman. SNI 01-2891-
1992. Jakarta: Dewan Standardisasi Nasional.
Lean, Michael. (2013). Food Science, Nutrition & Health. Yogyakarta: Celeban
Timur UH III.
21
22
1 P
Kadar glukosa
Dimana:
FP = faktor pengenceran
Contoh perhitungan
Vblanko = 22,9 ml
Vtitrasi = 7,45 ml
NNa2S2O3 = 0,1074 N
= 16,5933
1 P
Kadar glukosa ,
= 37,45 %
23
24