Resume Jurnal Uji Teratogenik Dan Karsinogenik

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 4

Judul Jurnal : UJI TERATOGENIK CAMPURAN SERBUK BIJI JINTEN HITAM ( Nigella

sativa L.), BIJI KELABET (Trigonella foenum-graecum L.), DAN GINSENG


(Panax ginseng C. A. Mey.) PADA TIKUS PUTIH GALUR WISTAR
Volume : 9
Tahun : 2012
Penulis : Fransiska Maria Christianty, Lina Winarti Latar
Belakang :
Serbuk biji jinten hitam, biji kelabet, dan ginseng merupakan obat tradisional yang
dikombinasikan dalam bentuk sediaan dalam kapsul dan telah digunakan oleh masyarakat secara luas
sebagai alternatif pengobatan penyakit dan pemeliharaan kesehatan. Jinten hitam dipercaya dapat
menyembuhkan banyak penyakit. Efek penggunaan jinten hitam dapat digunakan sebagai pencegah
muntah, pencahar, pengkelat, pengobatan pasca persalinan,stimulan, emenagoga, galagtoga, dan
diaforetika. Fenugreek (biji kelabet) berkhasiat sebagai stimulant
Tujuan :
Mengetahui apakah campuran tersebut dapat menyebabkan kelainan/cacat bawaan pada suatu janin
tikus yang dikandung serta apakah kelainan atau cacat bawaan tersebut terkait dengan dosis campuran
serbuk yang dipejankan.
Metodologi :

1) Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah campuran serbuk biji jinten hitam,
biji kelabet, dan ginseng dalam kapsul yang diproduksi oleh PT Alomampa Persada dan
diperoleh dari PT Ahad Net. Hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian adalah tikus
putih galur Wistar yang diperoleh dari Laboratorium Biomedik, Fakultas Farmasi, Universitas
Surabaya. Kriteria yang diperlukan adalah tikus putih galur Wistar umur 2 - 3 bulan, sehat,
berat badan lebih kurang 200 g

2) Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL). Percobaan
dibagi menjadi empat kelompok, yang terdiri dari satu kelompok kontrol dan tiga kelompok
perlakuan dengan peringkat dosis yang berbeda

- Perlakuan I : sediaan uji dengan dosis 520 mg/kg BB


- Perlakuan II : sediaan uji dengan dosis 1697,8 mg/kg BB
- Perlakuan III : sediaan uji dengan dosis 5543,3 mg/kg BB Kontrol : larutan PVP 10% dosis
2000 mg/kg BB.
3) Prosedur Pengujian
a) Pemeriksaan Daur Estrus
Hewan uji sebelum dikawinkan, dilakukan pemeriksaan daur estrus untuk mengetahui
keteraturan daur estrus sehingga dapat diketahui kapan tikus betina siap untuk
dikawinkan. Pemeriksaan daur estrus dilakukan dengan metode usap vagina

b) Pengawinan dan Penetapan Masa Bunting


Hewan uji yang memiliki daur estrus teratur, selanjutnya dikawinkan dengan pejantan.
Tikus betina yang sedang berada dalam fase proestrus pada pagi dan sore hari,
dimasukkan dalam satu kandang dengan pejantannya (jam 5-6 sore merupakan waktu
yang paling disenangi). Pagi hari berikutnya, tikus betina dipisahkan dari pejantan, dan
diperiksa apus vaginanya secara mikroskopis. Bila dalam apus vagina terlihat adanya
sperma, berarti telah terjadi perkawinan. Hari ke nol masa bunting hewan uji dihitung
sejak ditemukannya sperma dalam apus vagina.

c) Pemberian Dosis Sediaan Uji Sediaan uji dalam bentuk suspensi diberikan lewat jalur
oral dengan spuit injeksi dan jarum oral. Hewan uji terlebih dahulu ditimbang untuk
menentukan volume sediaan uji yang akan diberikan sesuai dengan peringkat dosisnya.
d) Pemeriksaan dan Pengamatan Masa pengamatan dimulai sejak diakhirinya masa
bunting hewan uji, yakni 12- 14 jam sebelum waktu kelahiran normal (hari ke-20)
melalui bedah caesar. Hewan uji ditimbang dan dianestesi dengan dietil eter, kemudian
induk dibedah sampai terlihat uterus yang berisi janin, uterus dan korpora lutea
dikeluarkan, kemudian uterus dipisahkan dari korpora lutea. Dinding uterus disayat
secara longitudinal untuk mengeluarkan janin

Hasil :

Pemerisaan daur Estrus dan pemejanan sediaan uji


Uji teratogenik digunakan 32 ekor tikus yang sengaja dibuat bunting. Sebelumnya, dilakukan
pengecekan keteraturan daur estrus dari tikus betina. Daur estrus merupakan daur dimana tikus betina
sudah mau menerima pejantan. Jika sudah terjadi perkawinan, tikus jantan dan betina dipisahkan dan
dihitung mulai hari ke-nol. Pemaparan sediaan dilakukan pada waktu organogenesis, yaitu pada hari ke-
7 sampai ke-15 masa kebuntingan. Pada tahap ini, sel secara intensif mengalami diferensiasi, gerakan
morfogenesis dan organisasi. Embrio sangat rentan terhadap teratogen sehingga setiap gangguan dalam
diferensiasi sel selalu mengakibatkan kelainan bawaan.

Biometrika Janin
Biometrika janin meliputi resorpsi awal dan akhir, jumlah total janin, janin hidup, janin mati, bobot janin,
bobot plasenta, dan panjang janin.
a. Resorpsi
Resorpsi awal ditentukan dengan menghitung antara jumlah korpora lutea dengan
jumlah janin. Resorpsi akhir menunjukkan tidak bisa berkembangnya janin pada tempat
implantasi menjadi janin yang normal. Resorpsi akhir merupakan selisih dari tempat implantasi
dengan jumlah janin. Untuk tikus, implantasi yang menunjukkan adanya karakteristik janin tetapi
mengalami autolisis digolongkan sebagai embrio yang mengalami resorpsi akhir.

Data histogram menunjukkan jumlah embrio yang mengalami resorpsi awal lebih
banyak daripada embrio yang mengalami resorpsi akhir. Hal ini menunjukkan bahwa lebih
banyak terjadi kematian embrio sebelum janin terimplantasi pada uterus.

Untuk hasil jumlah embrio teresorpsi, baik resorpsi awal maupun resorpsi akhir
menunjukkan adanya peningkatan apabila dibandingkan dengan kelompok kontrol. Agen yang
bersifat teratogenik dapat menimbulkan kematian di dalam uterus yang diikuti dengan abortus
spontan bahkan terjadi resorpsi. Adanya resorpsi ini didukung oleh pernyataan Brown dan
Chevallier yang menyatakan bahwa kelabet dapat menginduksi terjadinya kontraksi uterus yang
menyebabkan janin mengalami resorpsi. Selain itu diduga kandungan saponin yang terdapat
dalam biji jinten hitam dan ginseng juga turut berperan. Saponin bersifat sebagai antiestrogen
atau dapat disintesis menjadi antiestrogen di dalam tubuh. Salah satu efek antiestrogen dapat
menyebabkan terjadinya atrofi endometrium, sehingga meskipun pada tikus terjadi fertilisasi,
proses implantasi akan terganggu.

b. Jumlah total janin dan janin mati


Hasil uji teratogenik campuran serbuk biji jinten hitam, kelabet, dan ginseng terhadap
parameter jumlah total janin dengan jumlah induk sebanyak delapan ekor tiap kelompok
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara jumlah total janin pada kelompok kontrol
dengan kelompok perlakuan, meskipun hasil uji statistik dengan Anava satu arah menyatakan
bahwa perbedaan tersebut tidak bermakna (sig 0,785). Berdasarkan histogram, jumlah total
janin pada kelompok kontrol justru lebih kecil daripada kelompok perlakuan. Hal ini disebabkan
oleh faktor biologis (faktor internal) hewan coba yang tidak bisa dikendalikan.

Pemberian sediaan uji juga cenderung menyebabkan penurunan jumlah janin hidup dan
peningkatan jumlah kematian janin. Meskipun secara statistik peningkatan jumlah kematian
janin tersebut tidak bermakna, namun prosentase kematian janin pada dosis 5543,5 mg/kg BB
sebesar 11,1% merupakan angka yang cukup besar. Menurut Wilson bahwa dalam kisaran dosis
embriotoksik, peningkatan dosis yang diberikan akan menyebabkan peningkatan terjadinya
respon. Respon dapat berubah, mulai dari penghambatan pertumbuhan fetus menjadi
malformasi, dan akhirnya terjadi kematian di dalam uterus.

Kematian janin berdasarkan kelompok perlakuan didapat hasil bahwa jumlah janin mati
tidak berkaitan dengan perbedaan pada kelompok perlakuan (perbedaan dosis).

c. Bobot janin, bobot plasenta, dan panjang janin


Pada bobot janin didapat hasil yang menunjukkan bahwa berapapun besar dosis sediaan
uji yang diberikan (dalam kisaran 0,5 – 5,5 g/kg BB) tidak menimbulkan efek yang berbeda
secara bermakna. Kemudian terdapat hubungan berbanding lurus antara bobot janin dengan
bobot plasenta, dimana makin besar bobot janin tentunya makin besar pula bobot plasenta. Hal
ini terkait dengan fungsi plasenta sebagai organ dalam pemenuhan nutrisi janin yang
berhubungan langsung dengan janin. Data panjang janin juga dapat dihubungkan dengan bobot
janin bila efek teratogen zat tidak tampak begitu nyata, hasil penelitian menunjukkan bahwa
tidak ada perbedaan yang bermakna terhadap parameter panjang janin, artinya campuran
ketiga serbuk tidak mempengaruhi panjang janin dikarenakan pemejanan pada masa
embriogenesis.

Gross Morfologi
Gross morfologi merupakan pengamatan adanya cacat bentuk luar tubuh janin, yaitu meliputi
kelengkapan tangan dan kaki, ekor, telinga, mata, bibir, celah langit, kongesti, dan kekerdilan yang
dilakukan secara makroskopis terhadap morfologi janin. Pengamatan terhadap morfologi janin
membuktikan bahwa campuran serbuk biji jinten hitam, kelabet, dan gingseng tidak bersifat teratogenik
karena tidak ditemukan adanya cacat (malformasi) pada seluruh janin.

Kesimpulan :
Campuran serbuk biji jinten hitam, kelabet, dan gingseng pada dosis 520 mg/kg BB, 1697.8
mg/kg BB, dan 5543,317 mg/kg BB tidak menimbulkan kelainan atau cacat bawaan pada janin tikus
dikarenakan secara statistic tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada tiap-tiap parameter, hanya
terjadi penurunan bobot janin namun tidak berkaitan dengan perbedaan dosis campuran serbuk
tersebut.

Anda mungkin juga menyukai