Guru Sebagai Model
Guru Sebagai Model
Guru Sebagai Model
Seorang guru yang akan mengembangkan karakter siswa harus menunjukkan bahwa
integritas adalah hal yang paling berharga. Guru terlebih dahulu harus berperan sebagai
model untuk menyatakan kebenaran, menghormati orang lain, menerima dan memenuhi
tanggung jawab, bermain jujur, mengembalikan kepercayaan, dan menjalani kehidupan yang
bermoral. Guru harus berperan sebagai model akan pentingnya keterlibatan dalam sebuah
pencarian kebenaran yang akan berlangsung seumur hidup sehingga dapat melakukan sesuatu
yang benar tidak mudah melakukan sesuatu tindakan yang salah.
Guru sebagai pendidik karakter harus mengajar murid-muridnya sebagai individu-
individu yang dapat membuat keputusan berdasarkan proses dan prinsip penalaran moral.
Dengan cara membantu para siswa untuk mengetahui tentang apa itu nilai-nilai, percaya pada
nilai-nilai sebagai bagian integral dari kehidupannya, dan menjalani kehidupannya sesuai
dengan niali-nilai tersebut. Guru dapat memainkan peran penting dalam membantu siswa
belajar dan menerapkan proses penalaran moral. Pelajaran di dalam kelas dan melalui
interaksi guru-murid di luar kelas harus didasarkan pada kebajikan. Integritas, kejujuran,
kepercayaan, keadilan, rasa hormat, dan tanggung jawab harus menjadi ciri khas guru dalam
hubungannya dengan siswa. Dalam rangka mengembangkan karakter siswa dapat dilakukan
melalui pegembangan sikap saling percaya, memelihara saling percaya dan mengembangkan
rasa hormat di antara siswa, memperlakukan orang lain dengan penuh hormat dan percaya
pada martabat yang melekat pada setiap orang, serta melaksanakan tanggung jawab sebagai
guru dengan cara-cara bertanggung jawab secara moral.
Peranan guru dalam membantu proses internalisasi nilai-nilai positif ke dan di dalam diri siswa
tidak bisa digantikan oleh media pendidikan secanggih apapun. Hal ini karena pendidikan karakter
membutuhkan teladan hidup (living model) yang hanya bisa ditemukan dalam pribadi para guru.
Tanpa peranan guru, pendidikan karakter tidak akan pernah berhasil dengan baik. Pendidikan
karakter mempunyai makna lebih tinggi dari pendidikan moral, karena bukan sekedar mengajarkan
mana yang benar dan mana yang salah.
Lebih dari itu, pendidikan karakter menanamkan kebiasaan (habituation) tentang hal yang baik
sehingga siswa didik menjadi faham (domain kognitif) tentang mana yang baik dan salah, mampu
merasakan (domain afektif) nilai yang baik dan mau melakukannya (domain psikomotor). Proses
pembiasaan itu tidak akan mungkin berjalan dengan baik tanpa bantuan guru dan juga orang tua.
Dengan demikian, untuk menyukseskan “proyek” pendidikan karakter, maka tugas
guru tidak lagi ringan dan semudah membalikkan tangan. Adalah benar jika saat ini guru
dinamakan sebagai profesi. Artinya, guru merupakan orang yang benar-benar pilihan –bukan
orang “buangan”. Tidak semua orang bisa jadi guru. Harus melewati beberapa tahapan
“penting” sehingga orang tersebut dapat lulus seleksi menjadi guru. Dalam praktiknya, pada
saat menjalankan fungsinya, guru dapat memiliki bermacam-macam tugas, seperti mengajar
matematika, fisika, bahasa Inggris, pendidikan agama Islam, kesenian, komputer, dan
sebagainya. Di sisi lain, guru juga memilki tugas sebagai wali kelas, pembimbing kegiatan
ekstrakurikuler. Bahkan, ada juga guru yang merangkap jabatan struktural, seperti kepala
sekolah dan wakil kepala sekolah.
Namun, yang perlu diingat adalah tugas-tugas guru di atas seharusnya tidak hanya
dipandang sebagai formalitas-birokrasi saja, melainkan guru harus menyadari di balik itu
semua menyimpan misi pendidikan karakter yang nyata. Model perilaku dan sikap yang
dimiliki guru dalam menjalankan tugas-tugas di atas, secara langsung akan berdampak pada
pembentukan karakter siswanya. Sekali lagi, memang tugas guru tidak ringan, apalagi jika
seorang guru tersebut menyandang sebagai pendidik yang berkarakter! Ada perbedaan nuansa
antara konsep guru sebagai pengajar dan pendidik. Dalam kata pendidik, guru berperan lebih
sebagai model bagi pembentuk karakter. Kehadiran, sikap, pemikiran, nilai-nilai,
keprihatinan, komitmen, dan visi yang dimilikinya merupakan dimensi penting yang secara
tidak langsung mengajarkan nilai yang membentuk karakter siswa.