Osteoporosis Kel.8 Edit

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 44

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN

DENGAN OSTEOPOROSIS

Dosen Pengampu :
Ns. Eko Arik S,S.Kp.M.Kep.Sp.Kep.J

Disusun Oleh :
1. Alicia Dio Angelina A. (202101004)
2. Andin Septiana Wulandari (202101005)
3. Elsie Finanda (202101020)
4. Maditya Nur Syafinandita (202101037)
5. Maimun Romzahtun (202101038)
6. M. Lukman Hakim (202101044)
7. Mukhibatul Latifah (202101046)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU


KESEHATAN KARYA HUSADA KEDIRI
2023/2024
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................... i


DAFTAR ISI ....................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................ . 3
1.2 Rumusan Masalah .......................................................... 5
1.3 Tujuan ............................................................................. 5
1.3 Manfaat ........................................................................... 6
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Anatomi dan Fisiologi .................................................... 7
2.2 Definisi Osteoporosis ...................................................... 9
2.3 Klasfikasi ....................................................................... 9
2.4 Etiologi Osteoporosis ...................................................... 9
2.5 Manifestasi Klinis Osteoporosis ..................................... 10
2.6 Patofisiologi Osteoporosis .............................................. 10
2.7 Pathway Osteoporosis ..................................................... 12
2.8 Pemeriksaan Penunjang Osteoporosis ............................ 13
2.9 Penatalaksanaan Osteoporosis ........................................ 17
2.10 Komplikasi Osteoporosis ................................................ 19
2.11 Konsep Askep ................................................................. 20
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Kasus Semu ........................................................................ 26
3.2 Pengkajian .......................................................................... 26
3.3 Analisa Data ....................................................................... 31
3.4 Diagnosa Keperawatan ...................................................... 33
3.5 Intervensi Keperawatan ..................................................... 33
3.6 Implementasi Keperawatan ................................................ 37
3.7 Evaluasi .............................................................................. 39
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan ....................................................................... 41
4.2 Saran .................................................................................. 41
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 43

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Osteoporosis merupakan penyakit tulang yang ditandai dengan menurunnya massa
tulang (kepadatan tulang) secara keseluruhan akibat ketidakmampuan tubuh dalam mengatur
kandungan mineral dalam tulang yang akan mengakibatkan penurunan kekuatan tulang
(pengeroposan tulang) (Kemenkes RI, 2016). Menurut WHO pada International Consensus
Development Conference, di Roma, Itali, 1992 Osteoporosis adalah penyakit dengan sifat-
sifat khas berupa massa tulang yang rendah, penurunan kualitas jaringan tulang, yang pada
akhirnya menimbulkan kerapuhan tulang dengan resiko terjadinya patah tulang (Suryati,
2016).
Osteoporosis adalah suatu penyakit tulang siskemik yang ditandai dengan
menurunnya kekuatan tulang, sehingga tulang mudah patah (Internasional Osteoporosis
Foundation (IOF) (2020). Di seluruh dunia, setiap 3 detik terjadi fraktur akibat osteoporosis.
Terdapat 200 juta penderita osteoporosis di seluruh dunia pada tahun 2009. (Tandra,2009
dalam Limbong 2015).
Di seluruh dunia, osteoporosis menyebabkan lebih dari 8,9 juta patah tulang setiap
tahunnya, mengakibatkan patah tulang osteoporosis setiap 3 detik . Diperkirakan osteoporosis
mempengaruhi 200 juta wanita di seluruh dunia. Sepersepuluh wanita berusia 60 tahun,
seperlima wanita berusia 70 tahun, dua perlima wanita berusia 80 tahun, dan dua pertiga
wanita berusia 90 tahun menderita penyakit ini. Di seluruh dunia, satu dari tiga wanita setelah
usia 50 tahun akan mengalami patah tulang osteoporosis. Tulang dan juga otot adalah organ
yang sensitif terhadap hormon. Saat menopause, penghilangan estrogen memiliki efek yang
jauh lebih besar pada wanita dibandingkan pada pria pada usia yang sama. Rasio patah tulang
osteoporosis antara perempuan dan laki-laki adalah sekitar 1,6, sehingga 80% patah tulang
lengan bawah, 75% patah tulang humerus, 70% patah tulang pinggul, dan 58% patah tulang
belakang terjadi pada wanita. Fraktur sebelumnya berhubungan dengan 86% peningkatan
risiko terjadinya fraktur berikutnya. Fraktur kerapuhan adalah penyebab utama morbiditas
penyakit kronis. Misalnya, di Eropa, patah tulang akibat kerapuhan merupakan penyebab
utama keempat setelah penyakit jantung iskemik, demensia, dan kanker paru-paru; namun,
penyakit ini melampaui penyakit paru obstruktif kronik dan stroke iskemik. Setelah
mengalami patah tulang pinggul, 10-20% pasien yang sebelumnya tinggal di komunitas
3
memerlukan perawatan jangka panjang. Secara keseluruhan, patah tulang pinggul
menyebabkan morbiditas terbesar dan angka kematian yang dilaporkan hingga 20-24% pada
tahun pertama setelah patah tulang pinggul .Hilangnya fungsi dan kemandirian di antara para
penyintas sangat besar, dimana 40% tidak dapat berjalan secara mandiri, dan 60%
memerlukan bantuan setahun kemudian (Villiers, 2022).
Pada tahun 2013, prevalensi osteoporosis di Indonesia pada perempuan usia 50-70
tahun dan usia >70 tahun berturut-turut 23% dan 53% (IOF,2013). Menurut Rachman dalam
jurnalnya Wachyu Amelia di tahun 2008, prevalensi osteoporosis di Indonesia untuk umur
kurang dari 70 tahun pada perempuan sebanyak 18-36%, sedangkan pada laki-laki sebanyak
20-27%. Prevalensi osteoporosis untuk umur di atas 70 tahun, pada perempuan sebesar
53,6% dan pada laki-laki sebesar 38%. Satu dari tiga perempuan dan satu dari lima pria di
Indonesia terserang osteoporosis atau keretakan tulang. Dua dari lima orang di Indonesia
terkena penyakit osteoporosis (Rachman,2010 dalam Amelia 2018).
Osteoporosis ini disebut dengan silent disease karena tidak memiliki tanda dan gejala
pada tahap pengeroposan tulang. Namun ketika tulang melemah karena osteoporosis akan
mengalami tanda dan gejala seperti; postur tubuh yang bungkuk,tinggi,badan yang
menyusut,nyeri punggung dan leher tanpa sebab, tulang mudah patah, melemahnya kekuatan
menggenggam, rentan patah tulang,adanya bunyi krepitasi, dan adanya kesulitan berjalan
karena rasa nyeri yang timbul.
Osteoporosis mengakibatkan tulang secara progresif menjadi panas, rapuh dan mudah
patah. Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur. Bisa terjadi fraktur kompresi vertebra
torakalis dan lumbalis, fraktur daerah kolum femoris dan daerah trokhanter, dan frakturcolles
pada pergelangan tangan. Dampak lain yang dapat dialami ketika menderita osteoporosis
yaitu; faktor fisik, faktor psikis atau kejiwaan, faktor ekonomi dan faktor sosial.
Dalam upaya untuk mengatasi masalah osteoporosis yang diderita oleh lansia,
perawat berperan penting dalam penanganan masalah osteoporosis yaitu dengan memberikan
penanganan manajemen nyeri pada penderita osteoporosis, beberapa hal seperti gaya hidup
berikut ini bisa dilakukan untuk mengurangi gejala yang ditimbulkannya, antara lain:
menurunkan berat badan, olahraga secara teratur,kompres hangat atau dingin, menggunakan
obat pereda nyeri. Selain itu peran perawat pada masalah osteoporosis adalah sebagai health
promotion, preventif atau pencegahan penyakit, mengoptimalkan fungsi mental dan
mengatasi gangguan kesehatan yang umum (Maunaturrihmah,2018). Berdasarkan latar
belakang di atas kelompok mengangkat tema Asuhan Keperawatan pada Pasien Osteoporosis

4
untuk dikupas dan dipelajari lebih dalam agar mendapat gambaran yang menyeluruh tentang
penyakit tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
1. Mengapa kasus osteoporosis masih relatif tinggi ?
2. Apakah penyebab dari osteoporosis ?
3. Bagaimana dampak dari osteoporosis ?
4. Bagaimana solusi dari adanya osteoporosis ?
5. Bagaimana asuhan keperawatan osteoporosis ?

1.3 Tujuan
a. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan
diagnosa medis osteoporosis.
b. Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu mengetahui konsep asuhan keperawatan dan penyakit
osteoporosis.
2. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian keperawatan pada pasien dengan
diagnosa medis osteoporosis.
3. Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan
diagnosa medis osteoporosis.
4. Mahasiswa mampu membuat perencanaan keperawatan pada pasien dengan
diagnosa medis osteoporosis.
5. Mahasiswa mampu membuat implementasi keperawatan pada pasien dengan
diagnosa medis osteoporosis.
6. Mahasiswa mampu membuat evaluasi keperawatan pada pasien dengan diagnosa
medis osteoporosis.
7. Mahasiswa mampu membuat dokumentasi keperawatan pada pasien dengan
diagnosa medis osteoporosis.

1.4 Manfaat
Manfaat yang diperoleh dalam penulisan makalah ini meliputi :
1. Manfaat Teoritis
Sebagai bahan awal teori dalam memberikan Asuhan Keperawatan pada Pasien
Osteoporosis.
5
2. Manfaat Praktis
a. Institusi Pendidikan
Sebagai sumber informasi atau kepustakaan dalam rangka untuk meningkatkan
kualitas pengalaman belajar.
b. Mahasiswa
Sebagai sumbar informasi dan data tambahan dalam penelitian selanjutnya terutama
yang berhubungan dengan Osteoporosis.

6
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Anatomi dan Fisiologi

Tulang tersusun atas beberapa jaringan berbeda; tulang atau jaringan oseosa, kartilago,
jaringan ikat padat, epitel, jaringan adiposa, dan jaringan saraf. Seluruh tulang dan
kartilagonya merupakan sistem skeletal. Fungsi sistem skeletal sebagai topangan, proteksi,
gerakan, homeostasis mineral, produksi sel darah dan simpanan trigliserida.
Struktur tulang terdiri atas bagian tulang panjang yang khas adalah diafisis (batang,
epifisis proksimal dan distal ujung, metafisis, kartilago articularis, periostenum, cafitas
medullaris (sumsum) dan endoteum.
Jaringan tulang terdiri dari sel-sel yang sangat terpisah yang dikelilingi banyak matriks
ekstraselular. Empat jenis sel utama pada jaringan tulang adalah sel osteogenik, osteoblast
(sel pembentuk tulang), osteosit (mempertahankan aktivitas harian tulang) dan osteoklast (sel
penghancur tulang). Matriks ekstra selular tulang mengandung banyak garam mineral
(sebagian besar hidroksiapatik dan serat kolagen).
Pada jaringan tulang terdapat jaringan substansia compacta yang terdiri dari osteon
(haversian) dengan sedikit ruang diantaranya. Jaringan ini terletak di atas jaringan substansia
spongiosa pada empifisis dan menyusun sebagian besar jaringan tulang pada diafisis. Secara
fungsional jaringan substantia compacta adalah bentuk tulang paling kuat dan melindungi,
menopang dan menahan tekanan. Sedangkan jaringan substantia spongiosa tidak
mengandung osteon, jaringan ini terdiri dari trabekula yang mengelilingi banyak ruang yang
berisi sumsum tulang merah. Jaringan substantia spongiosa sebagian besar membentuk
struktur tulang pendek, pipih, ireguler dan bagian dalam epifisis tulang panjang. Secara
fungsional trabekula jaringan substantia spongiosa memberi resistensi sepanjang garis-garis

7
tekanan, menopang dan melindungi sum-sum tulang merah, dan membuat tulang lebih ringan
untuk mempermudah gerakan yang lebih mudah.
Tulang panjang didarahi oleh arteri periostea, nutrien, metaphyseal, dan epithyseal; vena
menyertai arterinya. Saraf yang menyertai pembuluh darah dalam tulang yaitu periosteum
kaya akan neuron sensorik.
Proses pembentukan tulang disebut oksifikasi terjadi pada empat situasi utama
1. Pembentukan awal tulang pada embrio dan janin
2. Pembentukan selama masa bayi, kanak-kanak, remaja sampai ukuran dewasa mereka
tercapai
3. Remodeling ( penggantian tulang tua oleh jaringan tulang baru seumur hidup)
4. Perbaikan fraktur/patah tulanh seumur hidup.
Perkembangan tulang mulai selama minggu keenam atau ketujuh pada embrio. Dua jenis
oksifikasi yaitu intramembrannosa dan endokondral, melibatkan penggantian jaringan ikat
yang telah ada dengan tulang. Oksifikasi intramembrannosa menunjukkan pembentukan
secara langsung dalam mesenkim yang tersusun berlapis-lapis seperti lembaran yang
menyerupai membran. Oksifikasi endrokondral menunjukkan pembentukan tulang dalam
kartilago hialin yang berkembang dari mesenkim. Pusat oksifikasi primer tulang panjang
adalah pada diafisis, kartilago berdegenerasi meninggalkan kafitas yang menyatu membentuk
cafitas medullaris. Osteoblas meletakkan tulang kemudian osifikasi terjadi pada epifisis
tempat tulang menggantikan kartilago, kecuali untuk lamina epiphysealis (lempeng
pertumbuhan). Epiphysealis terdiri dari empat zona yaitu zona kartilago istirahat, zona
kartilago proliferatif, zona kartilago hipertrofik dan zona kartilago yang mengalami
klasifikasi karena pembelahan sel pada lamina epiphysealis (lempeng pertumbuhan), panjang
diafisis tulanh bertambah. Ketebalan atau diameter tulang bertambah karena penambahna
jaringan tulang baru oleh osteoblas periosteral disekitar permukaan luar tulang (pertumbuhan
aposisional).
Remodeling tulang merupakan proses yang terus berlangsung saat osteoklast membuat
terowongan kecil pada jaringan tulang lama dan osteoblast membangunnya kembali, pada
resrobsi tulang osteoklast melepas enzim dan asam yang mendegradasi serat-serat kolagen
dan melarutkan garam mineral. Mineral dalam makanan (terutama kalsium dan fosfor) dan
vitamin (A,C,D,K dan B12) yang diperlukan dalam pertumbuhan dan pemeliharaan tulang.

8
2.2 Definisi Osteoporosis
Menurut WHO osteoporosis adalah penyakit skeletal sistemik dengan karakteristik massa
tulang yang rendah dan perubahan mikroasitektur dari jaringan tulang dengan akibat
meningkatnya fragilitas tulang dan meningkatnya terhadap patah tulang. Dimana osteoporosis
merupakan kelainan yang terjadi karena penurunan massa tulang total.
Osteoporosis merupakan gangguan tulang sistemik yang ditandai dengan kekuatan tuang
yang terganggu yang merupakan predisposisi peningkatan risiko patah tulang. Fraktur yang
diakibakan oleh osteoporosis terjadi ketika tulang mengalami gaya yang lebih besar daripada
yang dapat ditahannya.

2.3 Klasifikasi
Klasifikasi osteoporosis dibagi ke dalam 2 kelompok yaitu
1. Osteoporosis Primer
Pada osteoporosis primer terjadi pada wanita postmenopause dan pada laki-laki lanjut
usia
2. Osteoporosis Sekunder
Pada osteoporosis sekunder disebabkan oleh penyakit yang berhubungan dengan
cushing’s desease, hipertiroidisme, hiperparatiroidisme, hipogonadisme, kelainan
hepar, gagal ginjal kronis, kurang gerak, kebiasaan minum alkohol, pemakaian obat-
obatan/kortikostreroid, kelebihan kafein dan merokok.

2.4 Etiologi dan Faktor Resiko Osteoporosis


a. Tidak dapat dimodifikasi
Usia, riwayat osteoporosis pada keluarga, riwayat fraktur, wanita asia, berat badan
rendah
b. Dapat dimodifikasi
1 Kadar estrogen rendah pada wanita (amenore, menopause).
2 kadar testosteron rendah pada pria.
3 Kalsium rendah.
4 Defisiensi vitamin D.
5 Penggunaan medikasi: kortikosteroid, beberapa anti kolvulsan
6 Gaya hidup : tidak beraktivitas, konsumsi alkohol berlebih dan merokok.

9
2.5 Manifestasi Klinis Osteoporosis
Kepadatan tulang berkurang secara perlahan sehingga pada awalnya osteoporosis tidak
menimbulkan gejala.Akan tetapi, semakin lama akan muncul beberapa gejala di antaranya
adalah :
1. Nyeri tulang punggung secara tiba-tiba saat bergerak dan hilang ketika istirahat.
2. Deformitas vertebra progresif menyebabkan penurunan tinggi badan.
3. Terjadi kifosis dorsal progresif menyebabkan tulang rusuk bagian bawah bertumpu
pada crista iliaca dan tekanan ke bawah pada organ dalam menyebabkan perut
kembung.
4. Respirasi terganggu karena keterbatasan ekspansi paru akibat tekanan tulang rusuk
bagian bawah.

2.6 Patofisiologi Osteoporosis


Osteoporosis adalah abnormalitas pada proses pembentukan tulang dimana resorpsi
tulang melebihi formasi tulang menyebabkan hilangnya masa tulang. Mineralisasi tulang
tetap terjadi. Pembentukan tulang di gambarkan dengan keseimbangan fungsi osteoblas dan
osteoklas. Meskipun pertumbuhan terhenti, pembentukan tulang tetap berlanjut. Proses
dinamik ini meliputi resorpsi pada suatu permukaan tulang dan deposisi pembentukan tulang
pada tempat yang berlawanan. Hal ini di pengaruhi oleh beban berat dan gravitasi, sama
halnya dengan masalah seperti penyakit sistematik. Proses seluler di laksanakan oleh sel
tulang spesifik dan modulasi oleh hormon lokal dan sistematik, serta peptida. (Noor, 2016).
Pembentukkan tulang terjadi pada tiap permukaan tulang dan berlanjut sepanjang hidup
jika masa tulang tetap pada dewasa, menunjukkan terjadinya keseimbangan antara formasi
dan resorpsi tulang. Keseimbangan ini di laksanakan oleh osteoblas dan osteoklas pada unit
remodeling tulang. Remodeling di butuhkan untuk menjaga kekuatan tulang ( Noor, 2016 ).
Kondisi osteoporisis merupakan suatu hasil interaksi yang kompleks menahun antara
faktor genetik dan faktor lingkungan. Berbagai faktor terlibat dalam interaksi ini dengan
menghasilkan suatu kondisi penyerapan tulang lebih banyak di bandingkan dengan
pembentukan yang baru. Kondisi ini menyebabkan penurunan masa tulang total. Kondisi
osteoporosis yang tidak mendapatkan penanganan akan memberikan dua masalah penting,
dimana tulang menjadi rapuh dan terjadinya kolaps tulang (terutama area vetebra yang
mendapat tekanan tinggi pada saat berdiri ). Hal ini akan berlanjut pada berbagai kondisi dan
masalah pada pasien dengan osteoporosis ( Noor, 2016 ).

10
2.7 WOC

Kurangnya terkena Penurunan aktivitas Penurunan sekresi


Mengonsumsi alkohol
3 paparan sinar matahari fisik estrogen

Sel osteoblast tidak


Defisiensi vitamin D Imobilisasi Pasca menopause
terbentuk

Kalsium di sums – sum Tulang mengalami Timbunan kalsium di


Terhambatnya osteosit
tulang belakang tidak kelemahan tulang menurun
terbentuk

Pembentukan tulang Terjadi gangguan Osteoklas dan


terganggu Hipokalsemia osteoblast tidak
fungsi tulang
terangsang

Penurunan massa
tulang Terhambatnya osteosit

↑ Rebsorbsi tulang

Penurunan massa
tulang

Osteoporosis

Kurangnya informasi Fraktur


Gangguan keseimbangan,
penurunan aktivitas dan
kekuatan otot menurun
MK : Defisit Pergeseran fragmen
Pengetahuan tulang dan spasme otot

MK : Resiko Jatuh

Gangguan fungsi
Deformitas MK : Nyeri Akut
ekstremitas
MK : Gangguan
Mobilitas Fisik 11
2.8 Pemeriksaan Penunjang Osteoporosis
Osteoporosis memerlukan pemeriksaan laboratorium dan diagnostik. Penapisan awal
sebaiknya dimulai pada usia 50 tahun untuk memaksimalkan manfaat pencegahan fraktur.
1. Dual-energy x-ray absorptiometry (DEXA)

DEXA merupakan metode yang paling akurat untuk mengukur kepadatan mineral
tulang. Penggunaan alat ini sangat cepat dan hanya menggunakan radiasi dengan dosis yang
rendah. Teknik ini menggunakan 2 sinar X yang berbeda yang dapat di gunakan untuk
mengukur kepadatan tulang belakang dan pangkal paha. DEXA dapat mengukur sampai 2%
mineral tulang tiap tahun. Sinar X di pancarkan pada bagian tulang dan jaringan lunak. Sinar
X hanya mampu melewati tulang yang mempunyai kepadatan yang tinggi. DEXA merupakan
metode yang paling akurat untuk mengukur kepadatan mineral tulang.
Cara pemeriksaan terapi DEXA :
1. Pasien berbaring di atas meja empuk
2. Kaki pasien di letakkan di atas X ray
3. Kaki pasien di topang pada kotak embuk untuk meratakan panggul dan tulang bagian
bawah untuk menilai tulang belakang
4. Kaki pasien di pasang pada penyangga yang memutar pinggul ke dalam untuk menilai
pinggul
5. Pasien harus menahan nafas selama beberapa detik saat melakukan rontgen untuk
mengurangi kemungkinan gambar buram
Ada beberapa ketentuan untuk melakukan terapi di antaranya :
a) Pada saat melakukan terapi ini, pasien boleh makan dengan normal namun pasien tidak di
perbolehkan mengkonsumsi suplemen kalsium setidaknya 24 jam sebelum pemeriksaan.
b) Sebaiknya pasien mengenakan pakaian yang longgar dan nyaman lalu hindari pemakaian
yang memiliki resleting, ikat pinggang, atau kancing yang terbuat dari logam.

12
c) Benda seperti kunci, dompet yang berada di area yang di periksa. Pasien mungkin perlu
melepas pakaian dan berganti pakaian yang sudah di sediakan untuk pemeriksaan.
d) Tidak boleh memakai perhiasan.
e) Pada wanita hamil harus memberi tahu dokter

2. CT-Scan

CT-scan dapat merekonstruksi gambar tiga dimensi dan menghitung BMD atau tes
kepadatan mineral tulang dengan suatu objek yang diketahui kepadatannya sebagai
pembanding. CT scan mengevaluasi BMD volumetrik sebenarnya dan tidak terpengaruh
oleh ukuran atau kelainan bentuk individu. CT - Scan juga dapat digunakan untuk
menilai pasien dengan diduga mengalami peningkatan BMD palsu pada DEXA seperti
kasus osteoartritis. Sayangnya CTscan mempunyai radiasi yang lebih tinggi, tidak
konsisten, dan standarnya lebih sedikit rentang referensi dan protokol analisis.Selain itu,
CT kuantitatif perifer memerlukan mesin yang dirancang khusus untuk lokasi tulang
distal (biasanya radius atau tibia).Terdapat lebih banyak teknik dan metode CT yang
digunakan pada populasi dan kondisi khusus, meskipun saat ini terbatas pada beberapa
pusat penelitian (Sheu,2016).
CT Scan dibagi menjadi 2:
1. CT Scan Kontras
Pemeriksaan CT Scan Kontras akan dimulai sekitar 1 jam lebih awal agar zat
kontras dapat mengalir sepenuhnya melalui aliran darah. Dalam prosedur CT
Scan dengan zat kontras, pasien tidak diperkenankan makan atau minum 6-8 jam
sebelum pemeriksaan atau sesuai dengan anjuran dokter. Pemeriksaan CTS can
kontras tidak boleh dilakukan terlalu sering paling cepat 2 hari sekali, jika sangat
diperlukan. CT Scan kontras dapat menimbulkan risiko alergi pada beberapa
orang.

13
2. CT Scan Non Kontras
Proses pemeriksaan CT Scan Non Kontras biasanya akan memerlukan waktu
sekitar 15-30 menit. CT Scan non kontas relatif aman dan sangat kecil
menimbulkan alergi tetapi pada anak-anak dan wanita hamil paparan radiasi
yang tinggi pada prosedur CT Scan dapat menimbulkan masalah kesehatan.
Cara CT scan :
a. Pasien terlentang di atas meja pemeriksaan ( terlentang ) yang di masukkan
ke dalam terowongan di dalam pemindaian CT
b. Meja tersebut kemudian akan bergerak perlahan melalui pemindai
sementara sinar Xray merekam gambar
c. Gerakan apapun yang pasien laukakan saat di dalam pemindai dapat
mempengaruhi gambar
d. Pemeriksaan ini memakan waktu sekitar 10 hingga 20 menit.
Ada beberapa ketentuan untuk melakukan terapi di antaranya :
1. Melakukan puasa dalam beberapa jam sebelum memulai prosedur ct scan
2. Sebaiknya pasien mengenakan pakaian yang longgar dan nyaman lalu
hindari pemakaian yang memiliki resleting, ikat pinggang, atau kancing
yang terbuat dari logam.
3. Benda seperti kunci, dompet yang berada di area yang di periksa. Pasien
mungkin perlu melepas pakaian dan berganti pakaian yang sudah di
sediakan untuk pemeriksaan.
4. Tidak boleh memakai perhiasan.

3. Ultrasound

Alat ultrasound pada umumnya digunakan untuk tes pendahuluan. Jika hasilnya
mengindikasikan kepadatan mineral tulang rendah maka dianjurkan untuk tes menggunakan
DEXA. Ultrasounds menggunakan gelombang suara untuk mengukur kepadatan mineral

14
tulang, biasanya pada telapak kaki Frekuensi yang digunakan pada QUS biasanya terletak
antara 200 kHz dan 1,5 MHz. Sebagian mesin melewatkan gelombang suara melalui udara
dan sebagian lagi melalui air. Ultrasound dalam penggunaannya cepat, mudah dan tidak
menggunakan radiasi seperti sinar-X. Salah satu kelemahan Ultrasounds tidak dapat
menunjukkan kepadatan mineral tulang yang berisiko patah tulang karena osteoporosis.
Penggunaan Ultrasounds juga lebih terbatas dibandingkan DEXA.
Tata cara pemeriksaan :
1. Gel di oleskan ke kulit pasien di area yang akan di periksa untuk mencegah
kantong udara yang dapat menghalangi gelombang suara yang menghasilkan
gambar
2. Mengarahkan alat ke objek yang akan di periksa
3. Membutuhkan waktu selama 15 menit
Persiapan pemeriksaan ultrasounds adalah :
A. Pasien di minta untuk tidak makan dan minum dalam jangka waktu tertentu
sebelum pemeriksaan
B. Pasien di anjurkan minum air dan di larang pergi ke toilet samapi pemindaian
selesai
C. Gunakan pakaian yang longgar
D. Sebaiknya melepas perhiasan selama pemeriksaan (Adreas, 2022)
4. Quantitative computed tomography(QTC)

Adalah suatu model dari CT-scan yang dapat mengukur kepadatan tulang belakang. Salah
satu model dari QTC disebut peripheral QCT (pQCT) yang dapat mengukur kepadatan tulang
anggota badan seperti pergelangan tangan. Pada umumnya pengukuran dengan QCT jarang
dianjurkan karena sangat mahal, menggunakan radiasi dengan dosis tinggi, dan kurang akurat
dibandingkan dengan DEXA, PDEXA, atau DPA (Mesquita, 2016).

15
Cara Quantitative Computed Tomography(QTC) :
1. Pasien terlentang di atas meja pemeriksaan dalam posisi terlentang yang di
masukkan ke dalam terowongan di pemindaian CT
2. Meja tersebut kemudian akan bergerak perlahan melalui pemindai sementara sinar
Xray merekam gambar
3. Gerakan apapun yang pasien laukakan saat di dalam pemindai dapat
mempengaruhi gambar
4. Pemeriksaan ini memakan waktu sekitar 10 hingga 20 menit
Ada beberapa ketentuan untuk melakukan terapi di antaranya :
A. Melakukan puasa dalam beberapa jam sebelum memulai prosedur Quantitative
Computed Tomography(QTC)
B. Sebaiknya pasien mengenakan pakaian yang longgar dan nyaman lalu hindari
pemakaian yang memiliki resleting, ikat pinggang, atau kancing yang terbuat dari
logam.
C. Benda seperti kunci, dompet yang berada di area yang di periksa. Pasien mungkin
perlu melepas pakaian dan berganti pakaian yang sudah di sediakan untuk
pemeriksaan.
D. Tidak boleh memakai perhiasan.

2.9 Penatalaksanaan Osteoporosis


Tujuan utama pengobatan osteoporosis adalah untuk mencegah patah tulang
akibat kerapuhan dan meningkatkan kualitas hidup pasien. Oleh karena itu, kemampuan
untuk menilai risiko patah tulang sangat penting dalam mengidentifikasi pasien yang
memenuhi syarat untuk intervensi.Penatalaksanaan osteoporosis terdiri dari pengobatan
non farmakologi dan farmakologi (Zarco, 2019).
1. Pengobatan Non Farmakologis
Penatalaksanaan lini pertama pada osteoporosis adalah :
A. Modifikasi gaya hidup yang berguna untuk mencegah komplikasi penyakit.
B. Meningkatkan tingkat aktivitas fisik; menyarankan latihan beban, penguatan otot,
dan keseimbangan secara teratur, disesuaikan dengan masing-masing pasien
C. Memastikan asupan kalsium yang cukup menyarankan asupan kalsium harian
yang tepat yang paling baik dicapai melalui diet
D. Vitamin D meningkatkan kemampuan tubuh untuk menyerap kalsium dan
meningkatkan kesehatan tulang. Vitamin D bisa di dapatkan dari sinar matahari,
16
makanan ( minyak ikan, salmon, susu dan sereal )
E. Mengidentifikasi dan memodifikasi faktor risiko jatuh seperti ketajaman
penglihatan, menghindari obat-obatan yang mempengaruhi keseimbangan,
mengurangi ancaman jatuh di lingkungan (alas kaki yang licin, pencahayaan yang
tidak memadai, rintangan)
F. Hindari merokok, dan mengurangi asupan alkohol (Zarco, 2019).
2. Pengobatan Farmakologis
A. Antiresorptif
Antiresorptif merupakan obat paling sering digunakan untuk mengobati
osteoporosis, bekerja dengan mengurangi resorpsi sehingga memperlambat
pergantian tulang. Kelompok antiresorptif ini termasuk bifosfonat, Selective
Estrogen Receptor Modulators (SERM), denosumab, estrogen, dan kalsitonin.
Satu-satunya agen anabolik yang merangsang pembentukan tulang adalah
teriparatide (Connor, 2016).
B. Bisphosphonate
Bisphosphonate merupakan pilihan pertama bagi sebagian besar pasien karena
kemudahannya dan bukti yang cukup dalam mengurangi risiko patah tulang.
Bifosfonat bekerja dengan cara mengurangi pergantian tulang belakang dan
selanjutnya mengurangi risiko patah tulang di semua lokasi. Bifosfonat Oral alen
dronate dan risedronate dapat mengurangi risiko patah tulang belakang dan
pinggul sekitar setengahnya, dan patah tulang nonvertebral sebesar 30%.
Bifosfonat oral berbentuk pil yang diminum melalui oral.Biasanya beredar
dengan merk dagang Risedronat,Alendronat,Ibandronat
Bisphosphonate Injection yaitu suntikan melalui injeksi intravena (IV) yang
bekerja dengan cara mengurangi risiko patah tulang belakang sebesar 70%,
patah tulang pinggul sebesar 40%, dan patah tulang nonvertebral sebesar 30%.
Ibandronate oral dan IV mengurangi risiko patah tulang belakang hingga
setengahnya; Namun, saat ini, informasi mengenai kemanjurannya dalam
mengurangi patah tulang pinggul dan nonvertebral masih kurang. Contoh obat
Forsoban,Zolenic (Villa,2017).
C. Calcitonin
Calcitonin bekerja dengan cara menghambat resorpsi tulang dengan
meningkatkan aktivitas osteoblas dan dipertimbangkan sebagai terapi lini kedua
jika obat lini pertama tidak dapat ditoleransi atau tidak efektif. Studi
17
menunjukkan bahwa calcitonin meningkatkan BMD lumbal dan menurunkan
petanda biologi turnovertulang, namun tidak mencegah fraktur baru tulang
vertebra, non-vertebra, dan panggul. Calcitonin tersedia dalam bentuk injeksi dan
intranasal dengan dosis 100 IU subkutan 2 hari sekali atau 200 IU intranasal
sekali sehari.Contoh obat Osteocal, Kalsitonin salmon nasal spray
D. Strontium Ranelate
Obat ini bekerja dengan cara menghambat fungsi osteoklas dan memicu
diferensiasi dan proliferasi osteoblas melalui Calcium Sensing Receptor (CaSR)
yang menyebabkan peningkatan BMD, meskipun tidak terkait erat dengan
penurunan bermakna risiko fraktur. Obat ini telah disetujui di Eropa untuk terapi
pada pria dan perempuan pasca-menopause dengan osteporosis berat yang tidak
bisa mentoleransi obat lain .Obat ini berbentuk pil dan di berikan secara oral.
Efek samping paling sering adalah kejadian kardiovaskular, tromboembolisme,
infark miokardium, gangguan gastrointestinal, dan gangguan saraf seperti sakit
kepala, kejang, dan gangguan memori. Karena berisiko tinggi pada
kardiovaskular, strontium ranelate dipertimbangkan sebagai terapi lini kedua
untuk osteoporosis, hanya jika obat lain tidak cocok dan tidak ada kontraindiaksi.
Contoh obat Protos

2.10 Komplikasi Osteoporosis


1 Fraktur Patologis
Merupakan komplikasi osteoporosis yang paling serius. Fraktur patologis
terutama di pinggul dan tulang belakang. Fraktur panggul sering terjadi akibat
jatuh pada pasien osteoporosis. Hal ini dapat menyebabkan kecacatan hingga
kematian. Fraktur tulang belakang, seperti fraktur kompresi, dapat menyebabkan
nyeri punggung dan postur kifosis. ( Salari, 2021 )
2 Keterbatasaan Mobilitas
Osteoporosis dapat menyebabkan keterbatasan mobilitas Lebih lanjut, hal
ini dapat menyebabkan peningkatan berat badan yang berkaitan dengan berbagai
penyakit metabolik dan kardiovaskular (Salari, 2021).
3 Depresi
Keterbatasan mobilitas dapat menyebabkan pasien mengalami isolasi dan
kehilangan kemandirian. Kedua faktor tersebut meningkatkan risiko depresi pada
pasien (Salari, 2021).
18
4 Hilang Tinggi Badan dikarenakan beberapa patah tulang pada badan dan tulang
belakang.
5 Hilangnya Mobilitas dan Ketidakstabilan saat Beraktifitas yang disebabkan oleh
kelemahan otot.
6 Hilangnya Harga diri.
7 Perubahan Mood.

2.11 Konsep Asuhan Keperawatan


1. General information
Terdiri dari nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, bahasa, alamat,
pekerjaan, status, pendidikan, golongan darah, tanggal masuk rumah sakit,
keluhan, riwayat kesehatan, alasan masuk rumah sakit.
2. Pola aktivitas dan latihan
Pada penderita osteoporosis cenderung tidak bekerja ataupun sudah pensiun.
Pada penderita osteoporosis kemampuan dalam beraktivitas dibantu oleh orang
lain karena postur tubuhnya yang cenderung membungkuk, skoliosis, lordosis
ataupun kifosis sehingga mengakibatkan terhambat dalam melakukan aktivitas.
Selain itu penderita juga bed rest, selain itu pola latihan untuk penderita
osteoporosis ini biasanya akan mengalami hambatan dalam pergerakan, contoh :
tidak bisa berjalan, sesak saat berjalan. Dan juga pada penderita osteoporosis
dapat mengalami kelelahan, murung, tidak konsentrasi, dan depresi.
3. Pola istirahat dan tidur
Pada penderita osteoporosis jumlah jam tidurnya menjadi terganggu. Biasanya
terdapat gangguan tidur seperti mendengkur, insomnia, susah bangun,dan juga
dapat menggunakan alat bantu pernafasan.
4. Pola nutrisi – metabolik
Pada penderita osteoporosis harus mengkonsumsi makanan yang tinggi kalsium,
protein, mineral,Vit D. Penderita penyakit ini biasanya terjadi pada beberapa
orang yang banyak mengkonsumsi rokok, alkohol, kafein. Pada penderita
osteoporosis dapat terjadi kesulitan menelan dan pasien juga kadang
mengonsusmsi makanan karena kemampuan kekuatan gigi berkurang.
5. Pola eliminasi
Pada penderita osteoporosis biasanya megalami konstipasi, urine keruh,
inkontinensia.
19
6. Pola kognitif dan pola sensori
Pada Penderita osteoporosis dapat dipicu oleh kejang, pusing, sakit kepala,
gangguan penglihatan, gangguan pendengaran.
7. Pola konsep diri
Pada penderita osteoporosis akan kesulitan merawat diri seperti mandi, toileting,
ganti baju, menyikat gigi.
8. Pola mekanisme koping
Pada penderita osteoporosis lebih cenderung menutup sosialisasi dengan orang
lain karena di sebabkan oleh faktor stres karena merasa tidak adil dengan
penyakit ini dan dapat mengalami depresi. Biasanya upaya yang di lakukan
untuk mengurangi stres dengan cara relaksasi.
9. Pola fungsi seksual/reproduksi
Pada penderita osteoporosis ini mengakibatkan gangguan menstruasi, impotensi
10. Pola hubungan peran
Pada penderita osteoporosis akan mengalami keterbatasan sosial dan hanya
mampu mengelilingi rumah. Kurangnya pergerakan dan kurangnya interaksi
dengan keluarga.
11. Pola nilai dan kepercayaan
Pada penderita penyakit ini biasanya menjadi sulit untuk melakukan ibadah
karena tidak bebas untuk melakukan pergerakan pada dirinya atau imobilisasi.
12. Sirkulasi
Pada penderita osteoporosis di temukan tekanan darah yang rendah dan nadi
normal. Ketika penderita mengalami riwayat stroke/kecelakaan maka akan
menyebabkan cidera pada kepala Sehingga memicu terjadinya penyakit
osteoporosis. Dan pada penderita yang mengalami bed rest akan menyebabkan
terjadinya penumpukan sekret di tandai dengan adanya suara tambahan seperti
ronchi. Biasanya pasien bed rest mengalami kesemutan, ekstremitas cenderung
pucat, Proses penyembuhan luka cenderung lambat.
13. Integumen
Pada Penderita osteoporosis akan mengalami dikubitus apabila bed rest terlalu
lama.
14. Pain
Pada penderita osteoporosis ini pasti akan mengalami nyeri dan
ketidaknyamanan di bagian tulang belakang, sendi dan lutut.
20
15. Respirasi
Pada penderita osteoporosis cenderung mengalami bradipnea, jika imobilisasi
lama akan mengalami penumpukan sekret, bersihan gangguan jalan nafas (
bronkopnemonia, pnemonia, Tuberkolosis ).
16. Safety
Pada penderita osteoporosis rentan terjadi alergi ( penggunaan balut bidai),
rentang jatuh, jalan teganggu, sendi kaku.
17. Perencanaan pulang
Pasien penderita osteoporosis mempertimbangkan lama di rawat, kemampuan
ADL, ambulasi, kemampuan self care, mempertahan playout rumah.
2.11.1 Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai
respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosis
keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respons klien individu,
keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan
(PPNI, 2016).
Diagnosa keperawatan akibat dari osteoporosis ini sendiri ada beberapa
factor akibat dari terjadinya osteoporosis ini antara lain mengkonsumsi obat
kortikosteroid jangka lama, perokok atau mengkonsumsi alcohol, kurangnya
asupan kalsium, masa menapouse, kurangnya latihan fisik dan aktivitas, dan
yang sering terjadi karena kurangnya terkena paparan sinar matahari.
Untuk nyeri ini sendiri akibat dari fraktur yang terjadi pada tulang
dikarenakan menurunnya fungsi tulang, resiko jatuh ini akibat dari
keseimbangan tulang yang menurun ini bisa terjadi karena masa manapouse
atau karena kurangnya latihan fisik atau aktivitas, penurunan pengetahuan ini
biasanya akibat dari kurangnya pengetahuan bebarapa faktor penyebab
terjadinya osteoporosis ini, dan diagnosa yang terakhir mobilitas fisik akibat
dari menurunnya fungsi tulang yang menyebabkan keterbatasan dalam
bergerak.
Diagnosa Keperawatan yang biasa muncul pada klien osteoporosis:
1. Nyeri berhubungan dengan fraktur
2. Resiko jatuh berhungan dengan keseimbangan tubuh menurun
3. Penurunan pengetahuan berhubungan dengan penurunan konsep diri
21
4. Mobilitas fisik berhubungan dengan keterbatasan gerak

2.11.2 Intervensi Keperawatan


Perencanaan Keperawatan adalah sebuah proses penyusunan berbagai
intervensi keperawatan yang dibutuhkan untuk mencegah, menurunkan, serta
mengurangi masalah-masalah klien (Syafridayani,2019).
Intervensi Keperawatan yang biasa muncul pada klien osteoporosisi
setelah mengalami pembedahan dengan menggunakan Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia ( PPNI, 2018) :
A. Nyeri berhubungan fraktur
TUJUAN INTERVENSI
Nyeri (I.08066) Manajemen Nyeri ( I. O8238)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan Observasi
selama 1x24 jam, diharapkan : 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
• Kemampuan melakukan aktivitas frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
meningkat 2. Identifikasi skala nyeri
• Keluhan nyeri menurun 3. Identifikasi respon non verbal
• Meringis menurun 4. Identifikasi factor yang memperberat dan
• Gelisah menurun memperingan nyeri
• Kesulitan tidur menurun Terapeutik
5. Berikan teknik non farmakologis untunk
mengurangi rasa nyeri, yaitu senam
osteoporosis
6. Kontrol lingkungan yang memperberat
nyeri (seperti suhu ruangan, pencahayaan,
dan kebissingan)
Edukasi
7. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu
nyeri
8. Jelaskan strategi meredakan nyeri

B. Resiko jatuh berhubungan dengan keseimbangan tubuh menurun


TUJUAN INTERVENSI
Resiko Jatuh (L.14138) Observasi
S Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi faktor jatuh
keperawatan selama 1x24 jam, 2. Identifikasi faktor lingkungan ang meningkatkan
diharapkan : resiko jatuh
• Jatuh dari tempat tidur menurun Terapeutik
• Jatuh saat berdiri menurun 3. Orientasikan ruangan pada pasien dan kelurga
• Jatuh saat duduk menurun 4. Pastikan tempat tidur dan kursi selalu dalam
• Jatuh saat berjalan menurun kondisi terkunci
• Jatuh saat dipindahkan menurun 5. Atur tempat tidur mekanis pada posisi terendah
• Jatuh saat naik tangga menurun 6. Gunakan alat bantu berjalan
Edukasi

22
• Jatuh saat di kamar mandi 7. Anjurkan memanggil perawat jika membutuhkan
menurun bantuan untuk berpindah
• Jatuh saat membungkuk menurun 8. Anjurkan menggunakan alas kaki yang tidak
9.Anjurkan berkonsentrasi untuk menjaga
keseimbangan tubuh

C.Kurang pengetahuan berhubungan dengan penurunan konsep diri


TUJUAN INTERVENSI
TINGKAT PENGETAHUAN EDUKASI KESEHATAN (I.12383)
(L.12111) Observasi
Setelah dilakukan tindakan 1 x 24 1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan meneria
jam, di harapkan informasi
• Perilaku sesuai anjuran meningkat Terapeutik
• Kemampuan menjelaskan tentang 2. Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
penyakitnya meningkat 3. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
• Kemampuan menggambarkan kesepakatan
pengalaman menurun Edukasi
4. Jelaskan faktor resiko yang dapat mempengaruhi
kesehatan
5. Ajarkan perilaku hidup dan sehat

D.Mobilitas fisik berhubungan dengan keterbatasan gerak


TUJUAN INTERVENSI
DUKUNGAN AMBULASI (L.05042) Dukungan ambulasi (I.06171)
Setelah dilakukan tindakan 1x24 jam , di Observasi
harapkan 1. Identifikasi adanya nyeri
• Pergerakan ekstremitas meningkat 2. Identifikasi toleransi fisik
• Nyeri menurun Terapeutik
• Kekuatan otot meningkat 3. Fasilitasi aktifitas ambulasi
• Kelemahan fisik menurun 4. Libatkan keluarga membantu pasien
Edukasi
5. Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
6. Anjurkan melakukan ambulasi diri

2.11.3 Implementasi Keperawatan


Implementasi keperawatan merupakan salah satu tahap pelaksanaan
dalam proses keperawatan. Dalam implementasi terdapat susunan dan tatanan
pelaksanaan yang akan mengatur kegiatan pelaksanaan sesuai dengan
diagnosa keperawatan dan intervensi keperawatan yang sudah ditetapkan.
Implementasi keperawatan ini juga mengacu pada kemampuan perawat baik
secara praktik maupun intelektual (Lingga, 2019).
2.11.4 Evaluasi

23
Proses keperawatan dengan cara melakukan identifikasi sejauh mana
tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak dan perbandingan yang
sistematis dan terencana tentang kesehatan klien dan tujuan yang telah di
tetapkan, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya. Tujuan evaluasi untuk
melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan yang di sesuaikan dengan
kriteria hasil pada tahan perencanaan. Untuk mempermudah mengevaluasi
atau memantau perkembangan pasien di gunakan komponen SOAP adalah :
S : Data Subjektif
Perawat menuliskan keluhan pasien yang masih di rasakan setelah
dilakuka tindakan keperawatan
O : Data Objektif
Data berdasarkan hasil pengukuran atau observasi perawat secara
langsung kepada pasien dan yang di rasakan pasien setelah di
lakukan tindakan keperawatan.
A : Analisa
Merupakan suatu masalah atau diagnosis keperawatan yang masih
terjadi, atau juga dapat dituliskan suatumasalah atau diagnosis baru
yang terjadi akibat perubahan status kesehatan pasien yang telah
teridentifikasi datanya dalam data subjectif dan objektif
P : Planning
Perencanaan keperawatan yang di lanjutkan, di hentikan, di
modifikasi atau di tambahkan dari rencana keperawatan yang telah
di tentukan sebelumnya, tindakan yang telah menunjukkan hasil
yang memuaskan data tidak memerlukan tindakan ulang pada
umumnya di hentikan.

24
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1.Kasus Semu
Ny. S berusia 65 tahun datang ke rumah sakit husada pada tanggal 7
September 2023 pukul 08.00 WIB bersama dengan anaknya dengan keluhan nyeri
hebat di punggung setiap banyak bergerak dan saat bangun tidur. Pasien juga
mengatakan jika pergerakannya terbatas sehingga aktivitas terganggu sejak 1 bulan
yang lalu. Pasien mengatakan tidak tahu apa yang sedang terjadi pada dirinya sendiri
karena merasa sudah menjaga kesehatannya. Selain itu pasien tampak lemah, tampak
pucat, tampak meringis, tampak memegangi punggungnya, pasien tampak gelisah,
akral dingin, berkeringat dingin, pasien tampak sedikit membungkuk. Hasil
pemeriksaan fisik diapatkan hasil TD:140/90 mmHg, N: 90x/mnt, RR: 20x/mnt,
S:36◦C, TB : 145 cm, BB : 45 kg, hasil rontgen dan bmd (Bone Mineral Density) :

3.2 Pengkajian
1. Data Umum Pasien
1. Identitas pasien
Nama : Ny. S
Ruang : Flamboyan
Umur : 65 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku bangsa : Indonesia
Bahasa : Jawa
Alamat : Ds. Pelem
Pekerjaan : Petani

25
Status : Menikah
Pendidikan terakhir : SD
Golongan darah : A+
Tanggal MRS : 7 September 2023
Tanggal pengkajian : 7 September 2023
Diagnosa medis : Osteoporosis
2. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama : nyeri di pinggang
2. Alasan masuk rumah sakit : pasien mengatakan nyeri hebat pada pinggangnya
sejak 1 bulan yang lalu.
3. Riwayat penyakit sekarang : pasien datang kerumah sakit husada pada tanggal 7
September 2023 pukul 08.49 WIB dengan diagnosa osteoporosis. Masuk ruang
flamboyan pada tanggal 7 September 2023 pukul 09.19 WIB dengan keluhan nyeri
hebat di pinggang sejak 1 bulan yang lalu, dengan GCS : 4-5-6, TD : 140/90 mmHg,
N : 90x/mnt, S: 36◦C, RR: 20x/mnt.
P : nyeri hebat terasa pada punggunnya
Q : nyeri terasa seperti ditusuk – tusuk
R : nyeri terasa di punggung
S : skala 7
T : nyeri akan bertambah parah apabila di buat bergerak
4. Upaya yang telah dilakukan : pasien mengatakan di rumah minum obat yang dibeli
di warung.
5. Riwayat kesehatan dahulu : tidak memiliki masalah kesehatan
6. Riwayat kesehatan keluarga : pasien mengatakan tidak memiliki penyakit yang
sama
3. Pola Fungsi Kesehatan
1. Persepsi Terhadap Kesehatan – Menejemen Kesehatan
Pasien menganggap kesehatan itu penting.
2. Pola Aktivitas Dan Latihan
Pada penderita osteoporosis cenderung tidak bekerja ataupun sudah pensiun. Pada
penderita osteoporosis kemampuan dalam beraktivitas dibantu oleh orang lain karena
postur tubuhnya yang cenderung membungkuk, skoliosis, lordosis ataupun kifosis
sehingga mengakibatkan terhambat dalam melakukan aktivitas. Selain itu penderita
juga bed rest, selain itu pola latihan untuk penderita osteoporosis ini biasanya akan
26
mengalami hambatan dalam pergerakan, contoh : tidak bisa berjalan, sesak saat
berjalan. Dan juga pada penderita osteoporosis dapat mengalami kelelahan, murung,
tidak konsentrasi, dan depresi.
3. Pola Istirahat Dan Tidur
Pada penderita osteoporosis jumlah jam tidurnya menjadi terganggu. Biasanya
terdapat gangguan tidur seperti mendengkur, insomnia, susah bangun,dan juga dapat
menggunakan alat bantu pernafasan.
4. Pola Nutrisi – Metabolik
Pada penderita osteoporosis harus mengkonsumsi makanan yang tinggi kalsium,
protein, mineral,vit D. Penderita penyakit ini biasanya terjadi pada beberapa orang
yang banyak mengkonsumsi rokok, alkohol, kafein. Pada penderita osteoporosis
dapat terjadi kesulitan menelan dan pasien juga kadang mengonsusmsi makanan
karena kemampuan kekuatan gigi berkurang.
5. Pola Eliminasi
Pada penderita osteoporosis biasanya megalami urine keruh, inkontinensia.
6. Pemeriksaan Eliminasi Alvi
Pada penderita osteoporosis biasanya megalami konstipasi.
7. Pola Kognitif Dan Persepsi Sensori
Pada Penderita osteoporosis dapat mengalami kejang, pusing, sakit kepala, gangguan
penglihatan, gangguan pendengaran yang merupakan pemicu terjadinya penyakit
osteoporosis.
8. Pola Konsep Diri
Pada penderita osteoporosis akan kesulitan merawat diri seperti mandi, toileting,
ganti baju, menyikat gigi.
9. Pola Mekanisme Koping
Pada penderita osteoporosis lebih cenderung menutup sosialisasi dengan orang lain
karena di sebabkan oleh faktor stres karena merasa tidak adil dengan penyakit ini dan
dapat mengalami depresi. Biasanya upaya yang di lakukan untuk mengurangi stres
dengan cara relaksasi.
10. Pola Fungsi Seksual/Reproduksi
Pada penderita osteoporosis ini mengakibatkan gangguan menstruasi, impotensi
11. Pola Hubungan/Peran
Pada penderita osteoporosis akan mengalami keterbatasan sosial dan hanya mampu
mengelilingi rumah. Kurangnya pergerakan dan kurangnya interaksi dengan
27
keluarga.
12. Pola Nilai Dan Kepercayaan
Pada penderita penyakit ini biasanya menjadi sulit untuk melakukan ibadah karena
tidak bebas untuk melakukan pergerakan pada dirinya atau imobilisasi.
13. Sirkulasi
Pada penderita osteoporosis di temukan tekanan darah yang rendah dan nadi
normal. Ketika penderita mengalami riwayat stroke/kecelakaan maka akan
menyebabkan cidera pada kepala Sehingga memicu terjadinya penyakit
osteoporosis. Dan pada penderita yang mengalami bed rest akan menyebabkan
terjadinya penumpukan sekret di tandai dengan adanya suara tambahan seperti
ronchi. Biasanya pasien bed rest mengalami kesemutan, ekstremitas cenderung
pucat, Proses penyembuhan luka cenderung lambat.
14. Integumen
Pada Penderita osteoporosis akan mengalami dikubitus apabila bed rest terlalu
lama.
15. Pain
Pada penderita osteoporosis ini pasti akan mengalami nyeri dan
ketidaknyamanan di bagian tulang belakang, sendi dan lutut.
16. Respirasi
Pada penderita osteoporosis cenderung mengalami bradipnea, jika imobilisasi
lama akan mengalami penumpukan sekret, bersihan gangguan jalan nafas (
bronkopnemonia, pnemonia, Tuberkolosis ).
17. Safety
Pada penderita osteoporosis rentan terjadi alergi ( penggunaan balut bidai),
rentang jatuh, jalan teganggu, sendi kaku.
18. Perencanaan pulang
Pasien penderita osteoporosis mempertimbangkan lama di rawat, kemampuan
ADL, ambulasi, kemampuan self care, mempertahan playout rumah.
4. Pemeriksaan fisik (Data Objektif)
1. Status kesehatan umum
Keadaan penanmpilan umum :
Kesadaran : kompos mentis GCS : 4-5-6
BB sebelum sakit : 45 kg TB : 145 cm
BB saat ini : 45 kg
28
BB ideal :-
Perkembangan BB : berat badan stabil
Status gizi : tidak ada alergi, napsu makan bagus
Status Hidrasi :-
Tanda – tanda vital :
TD : 140/90 mmHg
N : 90x/mnt
Suhu : 36◦C
RR : 20x/mnt
1.Kepala
I : simetris, karakteristik rambut gelombang, bersih, tidak ada lesi, mata simetris
kanan kiri, mata tampak bersih, tidak ada serumen, tidak tampak kelaianan, tidak
ada secret, bibir tampak lembab.
P : tidak ada benjolan/lesi,
P:-
A:-
2.Leher
I : tidak ada pembesaran kelenjar tyroid
P : nadi karotis teraba, tidak teraba pembesaran kelenjar tiroid
P:-
A:-
3.Thorax (dada)(paru dan jantung)
I : bentuk dada simetris, pola napas normal, tidak terdapat otot bantu napas, tidak
ada pernapasan cuping hidung, RR = 20x/menit
P : tidak ada nyeri tekan dada, akral dingin
P : tidak ada cairan atau udara di paru, suara lapang paru sonor, tidak ada
pembesaran jantung
A : paru-paru vesikuler, suara S1 S2 tunggal regular, TD = 140/90mm/Hg
5.Abdomen
I : bentuk abdomen simetris, tidak ada benjolan, tidak ada bayangan pembulu
darah vena di kulit abdomen
P : tidak ada pembesaran pada hepar, tidak nyeri tekan, tidak acites
P : bunyi abdomen tympani
A : paristaltik usus 10x/menit
29
6.Tulang belakang
I : punggung tampak membungkuk /skoliasis, terlihat deformitas,
P : ada nyeri tekan di punggung, teraba hangat, tidak ada kelainan sendi
costovertebral,
P : tidak ada nyeri pada sendi sakroiliaka
A:-
7.Ekstremitas
I : tangan dan kaki simetris
P : akral teraba dingin, turgor kulit <3 dtk,
P:-
A:-
8.Genetalia dan anus
I : bentuk kelamin normal, alat kelamin bersih, tidak ada lesi tidak ada hemoroid,
suhu rektal = 37,5
P : tidak ada nyeri tekan pada anus
P:-
A:-
9.Pemeriksaan neurologis
I : kesadaran composmentis, GCS 4-5-6 = 15
P:-
P:-
A:-
10.Sistem imunologi
I:-
P:-
P:-
A:-

5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaa Hasil Nilai Normal
1. Laboratorium
H Hemoglobin L 11.2 g/dl 12 – 15 g/dl
H Hematocrit 36,2 % 42 – 54 %
L Leukosit 7,67 ribu/uL 3,60 – 11,00 ribu/uL
K Kalium 3,6 mmol/L 3,5 – 5,2 mmol/L

30
K Kolestrol total 237 mg/dl <200 mg/dl
S Serum kreatinin 0,9 mg/dl 0.6 – 1,3 mg/dl
K Kalsium 7.9 mg/dl 8,5 – 10,9 mg/dl
P Phosphor 2,8 mg/dl 2,4 – 4,1 mg/dl
K Kadar 25 OH vitamin D 8 ng/ml ≥ 30 ng/ml
serum
U Urine Kalsium 23 mg/day 100 – 300 mg/day
P PTH (Parathyroid 300 pg/ml 10 – 65 pg/ml
Hormone)
2. Radiologi
B BMD (Bone Manieral T-score ≤-2,5 T-score ≥ -1,0
Density)
R Rontgen Terlampir -

3.3 Analisa Data


No Data Etiologi Masalah
(DS - DO) Keperawatan
Ds DS : ↓ sekresi esterogen Nyeri Akut
• Pasien mengatakan nyeri
hebat di punggung sejak 1 pasca menopouse
bulan yang lalu
P: nyeri hebat terasa pada penimbunan kalsium di
punggungnya tulang ↓
Q : nyeri terasa seperti ditusuk
-tusuk osteoklas dan osteoblast
R : nyeri terasa di punggung tidak terangsang.
S : skala 7
T : nyeri akan bertambah parah terhambatnya osteosis
apabila di buat bergerak
Do DO : reabsorbsi tulang
• Pasien tampak meringis
• Pasien tampak gelisah penurunan massa tulang
• Pasien tampak memegangi
punggungnya osteoporosis
• Pasien tampak pucat
• Pasien tampak gelisah fraktur
• Akral dingin
• Pasien tampak berkeringat
pergeseran fragmen tulang
dingin
dan spasme otot
TD : 140/90mm/Hg
N : 90x/menit
RR : 20x/menit

Ds DS : mengonsumsi alkohol Resiko Jatuh


• Pasien mengatakan jika
pergerakkannya terbatas
• Pasien mengeluh aktivitas sel osteoblast tidak
terganggu sejak 1 bulan terbentuk

31
yang lalu.
DO :
terambatnya osteosit
• Pasien tampak memegangi
punggungnya pembentukan tulang
• Pasien tampak sedikit terganggu
membungkuk
• Pasien tampak lemah osteoporosis

gangguan keseimbangan,
penurunan aktivitas dan
penurunan kekuatan oto
Ds DS : kurangnya paparan sinar Defisit
• Pasien mengatakan tidak matahari Pengetahuan
tahu apa yang sedang
terjadi pada dirinya sendiri defisiensi vit D
karena merasa sudah
menjaga kesehatannya kalsium di sumsum tulang
belakang tidak terbentuk
DO :
• Pasien tampak gelisah hipokalsemia

↓ massa tulang

osteoporosis

kurangnya informasi
Ds DS : ↓ aktivitas fisik Gangguan
• Pasien mengatakan jika Mobilitas Fisik
pergerakannya terbatas. ↓ imobilisasi
• Pasien mengatakan jika
aktivitasnya terganggu terjadi gangguan fungsi
sejak 1 bulan yang lalu. tulang
Do DO :
• Pasien tampak memegang osteoporosis
punggungnya
• Pasien tampak sedikit fraktur
membungkuk
• Pasien tampak lemah pergeseran fragmen tulang
TD : 140/90mm/Hg dan spasme otot
N : 90x/menit deformitas

gangguan fungsi
ekstremitas

32
3.4 Diagnosa Keperawatan
No. Diagnosa Nama Diagnosa Keperawatan
Keperawatan
D.0077 Nyeri akut b/d pergeseran frakmen tulang, spasme otot
D.0144 Resiko Jatuh b/d gangguan keseimbangan, ↓ aktivitas dan
kekuatan otot
D.0111 Defisit pengetahuan b/d kurang informasi
D. 0054 Gangguan mobilitas fisik b/d deformitas

3.5 Intervensi Keperawatan


No Diagnosa NOC/SLKI NIC/SIKI
Diagnos Keperawatan
a (NANDA/SDK
I)
D.0077 N Nyeri Akut T Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri
L.08066 I I.08238
Setelah dilakukan tindakan Observasi
keperawatan selama 1.Identifikasi lokasi,
1x24 jam, diharapkan : karakteristik, durasi,
1. Kemampuan frekuensi, kualitas,
melakukan aktivitas intensitas nyeri
meningkat 2. Identifikasi skala nyeri
2. Keluhan nyeri 3. Identifikasi respon non
menurun verbal
3. Meringis menurun 4. Identifikasi factor yang
4. Gelisah menurun memperberat dan
memperingan nyeri
Terapeutik
5. Berikan teknik non
farmakologis untunk
mengurangi rasa nyeri,
yaitu senam
osteoporosis
6. Kontrol lingkungan
yang memperberat
nyeri ( seperti suhu
ruangan, pencahayaan,
dan kebissingan)
Edukasi
7. Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
8. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
D.0143 Resiko Jatuh Tingkat Jatuh Pencegahan Jatuh
L.14138 I.14540
Setelah dilakukan tindakan Observasi
keperawatan selama 1. Identifikasi faktor jatuh

33
1x24 jam, diharapkan : 2. Identifikasi faktor
1. Jatuh dari tempat tidur lingkungan ang
menurun meningkatkan resiko
2. jatuh saat berdiri jatuh
menurun Terapeutik
3. Jatuh saat duduk 3. Orientasikan ruangan
menurun pada pasien dan
4. Jatuh saat berjalan kelurga
menurun 4. Pastikan tempat tidur
5. Jatuh saat dipindahkan dan kursi selalu dalam
menurun kondisi terkunci
6. Jatuh saat naik tangga 5. Atur tempat tidur
menurun mekanis pada posisi
7. Jatuh saat di kamar terendah
mandi menurun 6. Gunakan alat bantu
8. Jatuh saat membungkuk berjalan
menurun Edukasi
7. Anjurkan memanggil
perawat jika
membutuhkan bantuan
untuk berpindah
8. Anjurkan menggunakan
alas kaki yang tidak
licin
9. Anjurkan
berkonsentrasi untuk
menjaga
keseimbangan tubuh
D.0111 Defisit Tingkat Pengetahuan Edukasi Kesehatan
Pengetahuan L.12111 I.12383
Setelah dilakukan tindakan Observasi
keperawatan selama 1. Identifikasi kesiapan
1x24 jam, diharapkan : dan kemampuan
1. Perilaku sesuai menerima informasi.
anjuran meningkat 2. Identifikasi faktor-
2. Kemauan faktor yang dapat
menjelaskan meningkatkan dan
pengetahuan tentang menurunkan motivasi
suatu topik meningkat Terapeutik
3. Pertanyaan tentang 3. Sediakan materi dan
masalah yang dihadapi media pendidikan
menurun kesehatan
4. Persepsi yang keliru 4. Jadwalkan pendidikan
terhadap masalah kesehatan sesuai
menurun kesepakatan
5. Perilaku membaik 5. Berikan kesempatan
bertanya.
Edukasi
6. Jelaskan faktor resiko
yang dapat

34
memepengaruhi
kesehatan.

D.0054 Gangguan Mobilitas Fisik Dukungan Mobilisasi


Mobilitas Fisik I.05173
L.05042 Observasi
Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi adanya
keperawatan selama nyeri atau keluhan fisik
1x24 jam, diharapkan : lainnya
1. kekuatan otot 2. Identifikasi toleransi
meningkat fisik melakukan
2. rentang gerak (ROM) pergerakan
meningkat 3. monitor frekuensi
3. nyeri menurun jantung dan tekanan darah
4. Kecemasan menurun sebelum melakukan
5. Gerakan terbatas mobilisasi
menurun 4. Rutin berlatih ROM
6. Kelemahan fisik menjelang mandi / ketika
menurun mandi sehari minimal
1kali latihan
5. Lakukan latihan secara
pasif/dibantu (jika
imobilisasi tempat tidur)
6. Latihan dari bagian
yang sakit
7. Rencanakan setiap
aktivitas dan berikan
istirahat yang cukup
8. Dorong / motivasi klien
untuk mandiri sebisa
mungkin
9. Latih self care ;
menyisir, gosok gigi,
makan, mandi
10. Awasi ketika klien
melakukan self care
11. Ingatkan orang
disekitarnya untuk
observasi klinis jika
muncul nyeri, bengkak,
merah,tegang pada area
sekitar osteoporosis
12. Izinkan klien untuk
mencoba berdiri dari
tempat tidur ke kursi
ataupun sebaliknya masih
dalam jangkauan

35
13. Perhatikan fungsi otot-
otot kuadrisep
14. Perhatikan postur
tubuh dan keseimbangan
klien
Terpeutik
15. Fasilitasi aktivitas
mobilisasi dengan alat
bantu.
16. Fasilitasi melakukan
pergerakan
17. Libatkan keluarga
untuk membantu pasien
dalam meningkatkan
pergerakan
Edukasi
18. Jelaskan tujuan dan
prosedur mobilisasi
19. Anjurkan melakukan
mobilisasi dini
20. Ajarkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakukan.

3.6 Implementasi Keperawatan


Diagnosa Tanggal Jam Tindakan TTD
Keperawatan
Nyeri Akut Kamis, 7 08.00 1. Mengidentifikasi lokasi,
September karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
2023 intensitas nyeri (PQRST)

08.02 2. Mengidentifikasi skala nyeri


08.05 3. Mengidentifikasi respon non verbal

08.10 4. Mengidentifikasi factor yang


memperberat dan memperingan nyeri
08.25 5. Memerikan teknik non farmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri, yaitu
senam osteoporosis
08.30 6. Mengontrol lingkungan yang
memperberat nyeri yaitu suhu ruangan,
pencahayaan, dan kebisingan
7. Menjelaskan penyebab, periode, dan
08.40
pemicu nyeri
08.50 8. Menjelaskan strategi meredakan

36
nyeri : teknik relaksasi napas dalam
Resiko Jatuh 09.00 1. Mengidentifikasi faktor jatuh

09.05 2. Mengidentifikasi faktor lingkungan


yang meningkatkan resiko jatuh
09.10 3. Mengorientasikan ruangan pada
pasien dan kelurga

09.20 4. Memastikan tempat tidur dan kursi


selalu dalam kondisi terkunci
5. Mengatur tempat tidur mekanis pada
09.25 posisi terendah
09.28 6. Menggunakan alat bantu berjalan :
kursi roda
7. Menganjurkan memanggil perawat
09.33
jika membutuhkan bantuan untuk
berpindah
09.35 8. Menganjurkan menggunakan alas
kaki yang tidak licin
09.40
9. Menganjurkan berkonsentrasi untuk
menjaga keseimbangan tubuh
Defisit 09.50 1. Mengidentifikasi kesiapan dan
Pengtahuan kemampuan menerima informasi.

10.00 2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang


dapat meningkatkan dan menurunkan
motivasi
3. Menyediakan materi dan media
10.05
pendidikan kesehatan
4. Menjadwalkan pendidikan kesehatan
10.20 sesuai kesepakatan
10.30 5. Memberikan kesempatan bertanya.

10.45 6. Menjelaskan faktor resiko yang dapat


memepengaruhi kesehatan.

Gangguan 11.00 1. Mengidentifikasi adanya nyeri atau


Mobilisasi keluhan fisik lainnya
Fisik
11.12 2. Mengidentifikasi toleransi fisik
melakukan pergerakan
3. Memonitor frekuensi jantung dan
11.30
tekanan darah sebelum melakukan

37
mobilisasi

11. 45 4. Memonitor kondisi umum selama


melakukan mobilisasi
11.50 5. Memfasilitasi aktivitas mobilisasi
dengan alat bantu.
12.00 6. Mefasilitasi melakukan pergerakan

12. 10 7. Melibatkan keluarga untuk


membantu pasien dalam meningkatkan
pergerakan

12.15 8. Menjelaskan tujuan dan prosedur


mobilisasi
12. 20 9. Menganjurkan melakukan mobilisasi
dini
12.21 10. Mengajarkan mobilisasi sederhana
yang harus dilakukan.

12. 25 11. Mengajarkan berlatih ROM


menjelang mandi / ketika mandi sehari
minimal 1kali latihan.

12. 27 12. Malakukan latihan secara


pasif/dibantu (jika imobilisasi tempat
tidur).
13. Melatih dari bagian yang sakit.
12.30
14. Merencanakan setiap aktivitas dan
12.31 berikan istirahat yang cukup.

12.33 15. Mendorong / motivasi klien untuk


mandiri sebisa mungkin.

12.35 16. Melatih self care ; menyisir, gosok


gigi, makan, mandi.
17. Mengawasi ketika klien melakukan
12.37 self care.
18. Mengingatkan orang disekitarnya
12.38 untuk observasi klinis jika muncul
nyeri, bengkak, merah,tegang pada area
sekitar osteoporosis.
12.40 19. Mengizinkan klien untuk mencoba
berdiri dari tempat tidur ke kursi
ataupun sebaliknya masih dalam

38
jangkauan.
12.45
20. Memperhatikan fungsi otot-otot
kuadrisep.
12.50 21. Memperhatikan postur tubuh dan
keseimbangan klien.

3.7 Evaluasi
Diagnosa Tgl/Jam Evaluasi Ttd
Keperawatan
Nyeri Akut Jum’at 8 S:
September • Pasien mengatakan punggungnya
2023 masih nyeri dengan skala 6
13. 50 O:
• Pasien masih tampak meringis
• Gelisah menurun
• Pasien masih memegangi punggungnya
TD : 130/800mm/Hg
N : 100x/menit
S : 36℃
RR : 21x/menit
A:
Masalah teratasi sebagian
P:
Intervensi 1,2,4,5,6,8 dilanjutkan
Resiko Jatuh 13.53 S:S:
• Pasien mengatakan pergerakkannya masih
terbatas
• Pasien mengatakan aktivitas masih
terganggu
O:
• Pasien masih memegangi punggungnya
TD : 130/80mm/Hg
N : 100x/menit
RR : 21x/menit
A:
Masalah belum teratasi
P:
Intervensi 1-9 dilanjutkan

Defisit 13.55 S:S:


Pengetahuan • Pasien mengatakan sudah mengetahui dan
paham tentang penyakit yang di deritanya.

39
O:
• Gelisah menurun
A:
Masalah teratasi sebagian
P:
Intervensi 1,3,4,5,6 dilanjutkan

Gangguan 13.58 S:
Mobilitas S:
Fisik • Pasien mengatakan jika pergerakannya
masih terbatas.
• Pasien mengatakan jika aktivitasnya
masih terganggu.
O O:
• Pasien masih tampak memegang
punggungnya
• Pasien masih tampak sedikit
membungkuk
• Pasien masih tampak lemah
TD : 130/80mm/Hg
N : 100x/menit
A A:
Masalah belum teratasi
P:
P Intervensi 1- 21 dilanjutkan

40
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Osteoporosis merupakan penyakit tulang yang ditandai dengan menurunnya massa
tulang (kepadatan tulang) yang mengakibatkan penurunan kekuatan tulang. Osteoporosis ini
merupakan penyakit dengan ciri khas penurunan kualitas jaringan tulang yang akibatnya
meningkatkan kerapuhan pada tulang yang bisa berakibat fatal yaitu patah tulang.
Osteoporosis ini ditandai dengan postur tubuh yang bungkuk, tinggi badan yang menyusut,
nyeri punggung, dan leher tanpa sebab, adanya bunyi krepitasi, kesulitan berjalan, rentan
patah, dan sering adanya nyeri yang timbul. Hal yang dilakukan adalah memberikan
penanganan manajemen nyeri pada penderita osteoporosis. Nyeri yang dirasakan para
penderita osteoporosis ini diakibatkan oleh kerusakan jaringan sendi lebih cepat dari
kemampuannya untuk memperbaiki diri dan berikut ini hal yang bisa dilakukan untuk
mengurangi nyeri yang timbul diantara lain menurunkan berat badan, olahraga secara teratur,
kompres air hangat atau dingin, dan menggunakan obat pereda nyeri. Penyebab osteoporosis
ini sendiri adalah penuaan, menopause, gangguan endokrin, inaktivitas fisik maupun efek
samping obat obatan tertentu. Menurut kasus diatas diagnosa keperawatan yang diambil
adalah nyeri akut karena tulang menjadi rapuh akibat dari penurunan fungsi patofisiologis,
resiko jatuh karena keseimbangan tubuh yang menurun akibat dari penurunan masa tulang,
dan gangguan pola tidur karena nyeri yang dirasakan akibat dari penurunan masa tulang.

4.2 Saran
1. Institusi Pendidikan
Diharapkan dapat dijadikan referensi dalam kegiatan pembelajaran dan
sebagai bahan studi kepustakaan di Fakultas Ilmu Keperawatan mengenai Asuhan
Keperawatan Osteoporosis.
2. Profesi Keperawatan
Pemberian pelayanan asuhan keperawatan di ruang perawatan sudah baik,
diharapkan dapat meningkatkan kualitas pelayanan yang lebih optimal dengan lebih
banyak melibatkan keluarga pasien dalam proses keperawatan.
3. Lahan praktik
Bagi lahan praktik Rumah Sakit diharapkan mampu meningkatkan pelayanan
yang lebih baik yang sudah diberikan kepada pasien untuk mendukung kesehatan dan
41
kesembuhan pasien dengan memberikan pelayanan yang optimal pada pasien
osteoporosis.
4. Penulis
Diharapkan penulis selanjutnya lebih aktif lagi dalam memberikan asuhan
keperawatan khususnya pada pasien dengan osteoporosis.

42
DAFTAR PUSTAKA

Andreas A, dkk., eds. Radiologi Diagnostik Grainger & Allison: Buku Teks Pencitraan
Medis. edisi ke-7. Elsevier; 2021. https://www.clinicalkey.com. Diakses 28
Januari 2022.

Coronado-Zarco, R., Olascoaga-Gómez de León, A., García-Lara, A., Quinzaños-Fresnedo,


J., Nava-Bringas, T. I., & Macías-Hernández, S. I. (2019).
Nonpharmacological interventions for osteoporosis treatment: Systematic
review of clinical practice guidelines. Osteoporosis and sarcopenia, 5(3), 69–
77. https://doi.org/10.1016/j.afos.2019.09.005

Kemenkes. (2021). Situasi Osteoporosis di Indonesia. In 2021 (pp. 1–12).


https://pusdatin.kemkes.go.id/article/view/21051100002/situasi-osteoporosis-di-
indonesia.html

(M.Black, 2008)M.Black, J. (2008). MEDICAL SURGICAL NURSING (M. Ianuzzi (ed.);


eighth edi). Tom Wilhelm.
Ningsih, lukman dan nurna. (2009). No Title (AkliaSuslia (ed.)).
Noor, Z. (2014). BUKU AJAR OSTEOPOROSIS Patofisiologi dan Peran Atom Mineral
dalam Manajemen Terapi (A. Susila (ed.)). Ariyanto.
Salari N, Ghasemi H, Mohammadi L, Behzadi M, Rabieenia E. The global prevalence of
osteoporosis in the world : a comprehensive systematic review and meta ‑
analysis. J Orthop Surg Res. 2021

Smeltzer, S. C. (2013). KEPERAWATAN MEDIKAL-BEDAH (E. A. Mardella (ed.); 12th ed.).


Tu KN., Lie JD., Wan CKV., Cameron M., Austel AG., Nguyen JK., Van K., Hyun D.
Osteoporosis: a review of treatment options. P & T. 2018; 43(2):92-104

Zaki, A. (2020). Buku saku Osreoporosis (1st ed.). HAJA Mandiri.

43
44

Anda mungkin juga menyukai