Osteoporosis Kel.8 Edit
Osteoporosis Kel.8 Edit
Osteoporosis Kel.8 Edit
DENGAN OSTEOPOROSIS
Dosen Pengampu :
Ns. Eko Arik S,S.Kp.M.Kep.Sp.Kep.J
Disusun Oleh :
1. Alicia Dio Angelina A. (202101004)
2. Andin Septiana Wulandari (202101005)
3. Elsie Finanda (202101020)
4. Maditya Nur Syafinandita (202101037)
5. Maimun Romzahtun (202101038)
6. M. Lukman Hakim (202101044)
7. Mukhibatul Latifah (202101046)
2
BAB I
PENDAHULUAN
4
untuk dikupas dan dipelajari lebih dalam agar mendapat gambaran yang menyeluruh tentang
penyakit tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
1. Mengapa kasus osteoporosis masih relatif tinggi ?
2. Apakah penyebab dari osteoporosis ?
3. Bagaimana dampak dari osteoporosis ?
4. Bagaimana solusi dari adanya osteoporosis ?
5. Bagaimana asuhan keperawatan osteoporosis ?
1.3 Tujuan
a. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan
diagnosa medis osteoporosis.
b. Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu mengetahui konsep asuhan keperawatan dan penyakit
osteoporosis.
2. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian keperawatan pada pasien dengan
diagnosa medis osteoporosis.
3. Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan
diagnosa medis osteoporosis.
4. Mahasiswa mampu membuat perencanaan keperawatan pada pasien dengan
diagnosa medis osteoporosis.
5. Mahasiswa mampu membuat implementasi keperawatan pada pasien dengan
diagnosa medis osteoporosis.
6. Mahasiswa mampu membuat evaluasi keperawatan pada pasien dengan diagnosa
medis osteoporosis.
7. Mahasiswa mampu membuat dokumentasi keperawatan pada pasien dengan
diagnosa medis osteoporosis.
1.4 Manfaat
Manfaat yang diperoleh dalam penulisan makalah ini meliputi :
1. Manfaat Teoritis
Sebagai bahan awal teori dalam memberikan Asuhan Keperawatan pada Pasien
Osteoporosis.
5
2. Manfaat Praktis
a. Institusi Pendidikan
Sebagai sumber informasi atau kepustakaan dalam rangka untuk meningkatkan
kualitas pengalaman belajar.
b. Mahasiswa
Sebagai sumbar informasi dan data tambahan dalam penelitian selanjutnya terutama
yang berhubungan dengan Osteoporosis.
6
BAB II
PEMBAHASAN
Tulang tersusun atas beberapa jaringan berbeda; tulang atau jaringan oseosa, kartilago,
jaringan ikat padat, epitel, jaringan adiposa, dan jaringan saraf. Seluruh tulang dan
kartilagonya merupakan sistem skeletal. Fungsi sistem skeletal sebagai topangan, proteksi,
gerakan, homeostasis mineral, produksi sel darah dan simpanan trigliserida.
Struktur tulang terdiri atas bagian tulang panjang yang khas adalah diafisis (batang,
epifisis proksimal dan distal ujung, metafisis, kartilago articularis, periostenum, cafitas
medullaris (sumsum) dan endoteum.
Jaringan tulang terdiri dari sel-sel yang sangat terpisah yang dikelilingi banyak matriks
ekstraselular. Empat jenis sel utama pada jaringan tulang adalah sel osteogenik, osteoblast
(sel pembentuk tulang), osteosit (mempertahankan aktivitas harian tulang) dan osteoklast (sel
penghancur tulang). Matriks ekstra selular tulang mengandung banyak garam mineral
(sebagian besar hidroksiapatik dan serat kolagen).
Pada jaringan tulang terdapat jaringan substansia compacta yang terdiri dari osteon
(haversian) dengan sedikit ruang diantaranya. Jaringan ini terletak di atas jaringan substansia
spongiosa pada empifisis dan menyusun sebagian besar jaringan tulang pada diafisis. Secara
fungsional jaringan substantia compacta adalah bentuk tulang paling kuat dan melindungi,
menopang dan menahan tekanan. Sedangkan jaringan substantia spongiosa tidak
mengandung osteon, jaringan ini terdiri dari trabekula yang mengelilingi banyak ruang yang
berisi sumsum tulang merah. Jaringan substantia spongiosa sebagian besar membentuk
struktur tulang pendek, pipih, ireguler dan bagian dalam epifisis tulang panjang. Secara
fungsional trabekula jaringan substantia spongiosa memberi resistensi sepanjang garis-garis
7
tekanan, menopang dan melindungi sum-sum tulang merah, dan membuat tulang lebih ringan
untuk mempermudah gerakan yang lebih mudah.
Tulang panjang didarahi oleh arteri periostea, nutrien, metaphyseal, dan epithyseal; vena
menyertai arterinya. Saraf yang menyertai pembuluh darah dalam tulang yaitu periosteum
kaya akan neuron sensorik.
Proses pembentukan tulang disebut oksifikasi terjadi pada empat situasi utama
1. Pembentukan awal tulang pada embrio dan janin
2. Pembentukan selama masa bayi, kanak-kanak, remaja sampai ukuran dewasa mereka
tercapai
3. Remodeling ( penggantian tulang tua oleh jaringan tulang baru seumur hidup)
4. Perbaikan fraktur/patah tulanh seumur hidup.
Perkembangan tulang mulai selama minggu keenam atau ketujuh pada embrio. Dua jenis
oksifikasi yaitu intramembrannosa dan endokondral, melibatkan penggantian jaringan ikat
yang telah ada dengan tulang. Oksifikasi intramembrannosa menunjukkan pembentukan
secara langsung dalam mesenkim yang tersusun berlapis-lapis seperti lembaran yang
menyerupai membran. Oksifikasi endrokondral menunjukkan pembentukan tulang dalam
kartilago hialin yang berkembang dari mesenkim. Pusat oksifikasi primer tulang panjang
adalah pada diafisis, kartilago berdegenerasi meninggalkan kafitas yang menyatu membentuk
cafitas medullaris. Osteoblas meletakkan tulang kemudian osifikasi terjadi pada epifisis
tempat tulang menggantikan kartilago, kecuali untuk lamina epiphysealis (lempeng
pertumbuhan). Epiphysealis terdiri dari empat zona yaitu zona kartilago istirahat, zona
kartilago proliferatif, zona kartilago hipertrofik dan zona kartilago yang mengalami
klasifikasi karena pembelahan sel pada lamina epiphysealis (lempeng pertumbuhan), panjang
diafisis tulanh bertambah. Ketebalan atau diameter tulang bertambah karena penambahna
jaringan tulang baru oleh osteoblas periosteral disekitar permukaan luar tulang (pertumbuhan
aposisional).
Remodeling tulang merupakan proses yang terus berlangsung saat osteoklast membuat
terowongan kecil pada jaringan tulang lama dan osteoblast membangunnya kembali, pada
resrobsi tulang osteoklast melepas enzim dan asam yang mendegradasi serat-serat kolagen
dan melarutkan garam mineral. Mineral dalam makanan (terutama kalsium dan fosfor) dan
vitamin (A,C,D,K dan B12) yang diperlukan dalam pertumbuhan dan pemeliharaan tulang.
8
2.2 Definisi Osteoporosis
Menurut WHO osteoporosis adalah penyakit skeletal sistemik dengan karakteristik massa
tulang yang rendah dan perubahan mikroasitektur dari jaringan tulang dengan akibat
meningkatnya fragilitas tulang dan meningkatnya terhadap patah tulang. Dimana osteoporosis
merupakan kelainan yang terjadi karena penurunan massa tulang total.
Osteoporosis merupakan gangguan tulang sistemik yang ditandai dengan kekuatan tuang
yang terganggu yang merupakan predisposisi peningkatan risiko patah tulang. Fraktur yang
diakibakan oleh osteoporosis terjadi ketika tulang mengalami gaya yang lebih besar daripada
yang dapat ditahannya.
2.3 Klasifikasi
Klasifikasi osteoporosis dibagi ke dalam 2 kelompok yaitu
1. Osteoporosis Primer
Pada osteoporosis primer terjadi pada wanita postmenopause dan pada laki-laki lanjut
usia
2. Osteoporosis Sekunder
Pada osteoporosis sekunder disebabkan oleh penyakit yang berhubungan dengan
cushing’s desease, hipertiroidisme, hiperparatiroidisme, hipogonadisme, kelainan
hepar, gagal ginjal kronis, kurang gerak, kebiasaan minum alkohol, pemakaian obat-
obatan/kortikostreroid, kelebihan kafein dan merokok.
9
2.5 Manifestasi Klinis Osteoporosis
Kepadatan tulang berkurang secara perlahan sehingga pada awalnya osteoporosis tidak
menimbulkan gejala.Akan tetapi, semakin lama akan muncul beberapa gejala di antaranya
adalah :
1. Nyeri tulang punggung secara tiba-tiba saat bergerak dan hilang ketika istirahat.
2. Deformitas vertebra progresif menyebabkan penurunan tinggi badan.
3. Terjadi kifosis dorsal progresif menyebabkan tulang rusuk bagian bawah bertumpu
pada crista iliaca dan tekanan ke bawah pada organ dalam menyebabkan perut
kembung.
4. Respirasi terganggu karena keterbatasan ekspansi paru akibat tekanan tulang rusuk
bagian bawah.
10
2.7 WOC
Penurunan massa
tulang Terhambatnya osteosit
↑ Rebsorbsi tulang
Penurunan massa
tulang
Osteoporosis
MK : Resiko Jatuh
Gangguan fungsi
Deformitas MK : Nyeri Akut
ekstremitas
MK : Gangguan
Mobilitas Fisik 11
2.8 Pemeriksaan Penunjang Osteoporosis
Osteoporosis memerlukan pemeriksaan laboratorium dan diagnostik. Penapisan awal
sebaiknya dimulai pada usia 50 tahun untuk memaksimalkan manfaat pencegahan fraktur.
1. Dual-energy x-ray absorptiometry (DEXA)
DEXA merupakan metode yang paling akurat untuk mengukur kepadatan mineral
tulang. Penggunaan alat ini sangat cepat dan hanya menggunakan radiasi dengan dosis yang
rendah. Teknik ini menggunakan 2 sinar X yang berbeda yang dapat di gunakan untuk
mengukur kepadatan tulang belakang dan pangkal paha. DEXA dapat mengukur sampai 2%
mineral tulang tiap tahun. Sinar X di pancarkan pada bagian tulang dan jaringan lunak. Sinar
X hanya mampu melewati tulang yang mempunyai kepadatan yang tinggi. DEXA merupakan
metode yang paling akurat untuk mengukur kepadatan mineral tulang.
Cara pemeriksaan terapi DEXA :
1. Pasien berbaring di atas meja empuk
2. Kaki pasien di letakkan di atas X ray
3. Kaki pasien di topang pada kotak embuk untuk meratakan panggul dan tulang bagian
bawah untuk menilai tulang belakang
4. Kaki pasien di pasang pada penyangga yang memutar pinggul ke dalam untuk menilai
pinggul
5. Pasien harus menahan nafas selama beberapa detik saat melakukan rontgen untuk
mengurangi kemungkinan gambar buram
Ada beberapa ketentuan untuk melakukan terapi di antaranya :
a) Pada saat melakukan terapi ini, pasien boleh makan dengan normal namun pasien tidak di
perbolehkan mengkonsumsi suplemen kalsium setidaknya 24 jam sebelum pemeriksaan.
b) Sebaiknya pasien mengenakan pakaian yang longgar dan nyaman lalu hindari pemakaian
yang memiliki resleting, ikat pinggang, atau kancing yang terbuat dari logam.
12
c) Benda seperti kunci, dompet yang berada di area yang di periksa. Pasien mungkin perlu
melepas pakaian dan berganti pakaian yang sudah di sediakan untuk pemeriksaan.
d) Tidak boleh memakai perhiasan.
e) Pada wanita hamil harus memberi tahu dokter
2. CT-Scan
CT-scan dapat merekonstruksi gambar tiga dimensi dan menghitung BMD atau tes
kepadatan mineral tulang dengan suatu objek yang diketahui kepadatannya sebagai
pembanding. CT scan mengevaluasi BMD volumetrik sebenarnya dan tidak terpengaruh
oleh ukuran atau kelainan bentuk individu. CT - Scan juga dapat digunakan untuk
menilai pasien dengan diduga mengalami peningkatan BMD palsu pada DEXA seperti
kasus osteoartritis. Sayangnya CTscan mempunyai radiasi yang lebih tinggi, tidak
konsisten, dan standarnya lebih sedikit rentang referensi dan protokol analisis.Selain itu,
CT kuantitatif perifer memerlukan mesin yang dirancang khusus untuk lokasi tulang
distal (biasanya radius atau tibia).Terdapat lebih banyak teknik dan metode CT yang
digunakan pada populasi dan kondisi khusus, meskipun saat ini terbatas pada beberapa
pusat penelitian (Sheu,2016).
CT Scan dibagi menjadi 2:
1. CT Scan Kontras
Pemeriksaan CT Scan Kontras akan dimulai sekitar 1 jam lebih awal agar zat
kontras dapat mengalir sepenuhnya melalui aliran darah. Dalam prosedur CT
Scan dengan zat kontras, pasien tidak diperkenankan makan atau minum 6-8 jam
sebelum pemeriksaan atau sesuai dengan anjuran dokter. Pemeriksaan CTS can
kontras tidak boleh dilakukan terlalu sering paling cepat 2 hari sekali, jika sangat
diperlukan. CT Scan kontras dapat menimbulkan risiko alergi pada beberapa
orang.
13
2. CT Scan Non Kontras
Proses pemeriksaan CT Scan Non Kontras biasanya akan memerlukan waktu
sekitar 15-30 menit. CT Scan non kontas relatif aman dan sangat kecil
menimbulkan alergi tetapi pada anak-anak dan wanita hamil paparan radiasi
yang tinggi pada prosedur CT Scan dapat menimbulkan masalah kesehatan.
Cara CT scan :
a. Pasien terlentang di atas meja pemeriksaan ( terlentang ) yang di masukkan
ke dalam terowongan di dalam pemindaian CT
b. Meja tersebut kemudian akan bergerak perlahan melalui pemindai
sementara sinar Xray merekam gambar
c. Gerakan apapun yang pasien laukakan saat di dalam pemindai dapat
mempengaruhi gambar
d. Pemeriksaan ini memakan waktu sekitar 10 hingga 20 menit.
Ada beberapa ketentuan untuk melakukan terapi di antaranya :
1. Melakukan puasa dalam beberapa jam sebelum memulai prosedur ct scan
2. Sebaiknya pasien mengenakan pakaian yang longgar dan nyaman lalu
hindari pemakaian yang memiliki resleting, ikat pinggang, atau kancing
yang terbuat dari logam.
3. Benda seperti kunci, dompet yang berada di area yang di periksa. Pasien
mungkin perlu melepas pakaian dan berganti pakaian yang sudah di
sediakan untuk pemeriksaan.
4. Tidak boleh memakai perhiasan.
3. Ultrasound
Alat ultrasound pada umumnya digunakan untuk tes pendahuluan. Jika hasilnya
mengindikasikan kepadatan mineral tulang rendah maka dianjurkan untuk tes menggunakan
DEXA. Ultrasounds menggunakan gelombang suara untuk mengukur kepadatan mineral
14
tulang, biasanya pada telapak kaki Frekuensi yang digunakan pada QUS biasanya terletak
antara 200 kHz dan 1,5 MHz. Sebagian mesin melewatkan gelombang suara melalui udara
dan sebagian lagi melalui air. Ultrasound dalam penggunaannya cepat, mudah dan tidak
menggunakan radiasi seperti sinar-X. Salah satu kelemahan Ultrasounds tidak dapat
menunjukkan kepadatan mineral tulang yang berisiko patah tulang karena osteoporosis.
Penggunaan Ultrasounds juga lebih terbatas dibandingkan DEXA.
Tata cara pemeriksaan :
1. Gel di oleskan ke kulit pasien di area yang akan di periksa untuk mencegah
kantong udara yang dapat menghalangi gelombang suara yang menghasilkan
gambar
2. Mengarahkan alat ke objek yang akan di periksa
3. Membutuhkan waktu selama 15 menit
Persiapan pemeriksaan ultrasounds adalah :
A. Pasien di minta untuk tidak makan dan minum dalam jangka waktu tertentu
sebelum pemeriksaan
B. Pasien di anjurkan minum air dan di larang pergi ke toilet samapi pemindaian
selesai
C. Gunakan pakaian yang longgar
D. Sebaiknya melepas perhiasan selama pemeriksaan (Adreas, 2022)
4. Quantitative computed tomography(QTC)
Adalah suatu model dari CT-scan yang dapat mengukur kepadatan tulang belakang. Salah
satu model dari QTC disebut peripheral QCT (pQCT) yang dapat mengukur kepadatan tulang
anggota badan seperti pergelangan tangan. Pada umumnya pengukuran dengan QCT jarang
dianjurkan karena sangat mahal, menggunakan radiasi dengan dosis tinggi, dan kurang akurat
dibandingkan dengan DEXA, PDEXA, atau DPA (Mesquita, 2016).
15
Cara Quantitative Computed Tomography(QTC) :
1. Pasien terlentang di atas meja pemeriksaan dalam posisi terlentang yang di
masukkan ke dalam terowongan di pemindaian CT
2. Meja tersebut kemudian akan bergerak perlahan melalui pemindai sementara sinar
Xray merekam gambar
3. Gerakan apapun yang pasien laukakan saat di dalam pemindai dapat
mempengaruhi gambar
4. Pemeriksaan ini memakan waktu sekitar 10 hingga 20 menit
Ada beberapa ketentuan untuk melakukan terapi di antaranya :
A. Melakukan puasa dalam beberapa jam sebelum memulai prosedur Quantitative
Computed Tomography(QTC)
B. Sebaiknya pasien mengenakan pakaian yang longgar dan nyaman lalu hindari
pemakaian yang memiliki resleting, ikat pinggang, atau kancing yang terbuat dari
logam.
C. Benda seperti kunci, dompet yang berada di area yang di periksa. Pasien mungkin
perlu melepas pakaian dan berganti pakaian yang sudah di sediakan untuk
pemeriksaan.
D. Tidak boleh memakai perhiasan.
22
• Jatuh saat di kamar mandi 7. Anjurkan memanggil perawat jika membutuhkan
menurun bantuan untuk berpindah
• Jatuh saat membungkuk menurun 8. Anjurkan menggunakan alas kaki yang tidak
9.Anjurkan berkonsentrasi untuk menjaga
keseimbangan tubuh
23
Proses keperawatan dengan cara melakukan identifikasi sejauh mana
tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak dan perbandingan yang
sistematis dan terencana tentang kesehatan klien dan tujuan yang telah di
tetapkan, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya. Tujuan evaluasi untuk
melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan yang di sesuaikan dengan
kriteria hasil pada tahan perencanaan. Untuk mempermudah mengevaluasi
atau memantau perkembangan pasien di gunakan komponen SOAP adalah :
S : Data Subjektif
Perawat menuliskan keluhan pasien yang masih di rasakan setelah
dilakuka tindakan keperawatan
O : Data Objektif
Data berdasarkan hasil pengukuran atau observasi perawat secara
langsung kepada pasien dan yang di rasakan pasien setelah di
lakukan tindakan keperawatan.
A : Analisa
Merupakan suatu masalah atau diagnosis keperawatan yang masih
terjadi, atau juga dapat dituliskan suatumasalah atau diagnosis baru
yang terjadi akibat perubahan status kesehatan pasien yang telah
teridentifikasi datanya dalam data subjectif dan objektif
P : Planning
Perencanaan keperawatan yang di lanjutkan, di hentikan, di
modifikasi atau di tambahkan dari rencana keperawatan yang telah
di tentukan sebelumnya, tindakan yang telah menunjukkan hasil
yang memuaskan data tidak memerlukan tindakan ulang pada
umumnya di hentikan.
24
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1.Kasus Semu
Ny. S berusia 65 tahun datang ke rumah sakit husada pada tanggal 7
September 2023 pukul 08.00 WIB bersama dengan anaknya dengan keluhan nyeri
hebat di punggung setiap banyak bergerak dan saat bangun tidur. Pasien juga
mengatakan jika pergerakannya terbatas sehingga aktivitas terganggu sejak 1 bulan
yang lalu. Pasien mengatakan tidak tahu apa yang sedang terjadi pada dirinya sendiri
karena merasa sudah menjaga kesehatannya. Selain itu pasien tampak lemah, tampak
pucat, tampak meringis, tampak memegangi punggungnya, pasien tampak gelisah,
akral dingin, berkeringat dingin, pasien tampak sedikit membungkuk. Hasil
pemeriksaan fisik diapatkan hasil TD:140/90 mmHg, N: 90x/mnt, RR: 20x/mnt,
S:36◦C, TB : 145 cm, BB : 45 kg, hasil rontgen dan bmd (Bone Mineral Density) :
3.2 Pengkajian
1. Data Umum Pasien
1. Identitas pasien
Nama : Ny. S
Ruang : Flamboyan
Umur : 65 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku bangsa : Indonesia
Bahasa : Jawa
Alamat : Ds. Pelem
Pekerjaan : Petani
25
Status : Menikah
Pendidikan terakhir : SD
Golongan darah : A+
Tanggal MRS : 7 September 2023
Tanggal pengkajian : 7 September 2023
Diagnosa medis : Osteoporosis
2. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama : nyeri di pinggang
2. Alasan masuk rumah sakit : pasien mengatakan nyeri hebat pada pinggangnya
sejak 1 bulan yang lalu.
3. Riwayat penyakit sekarang : pasien datang kerumah sakit husada pada tanggal 7
September 2023 pukul 08.49 WIB dengan diagnosa osteoporosis. Masuk ruang
flamboyan pada tanggal 7 September 2023 pukul 09.19 WIB dengan keluhan nyeri
hebat di pinggang sejak 1 bulan yang lalu, dengan GCS : 4-5-6, TD : 140/90 mmHg,
N : 90x/mnt, S: 36◦C, RR: 20x/mnt.
P : nyeri hebat terasa pada punggunnya
Q : nyeri terasa seperti ditusuk – tusuk
R : nyeri terasa di punggung
S : skala 7
T : nyeri akan bertambah parah apabila di buat bergerak
4. Upaya yang telah dilakukan : pasien mengatakan di rumah minum obat yang dibeli
di warung.
5. Riwayat kesehatan dahulu : tidak memiliki masalah kesehatan
6. Riwayat kesehatan keluarga : pasien mengatakan tidak memiliki penyakit yang
sama
3. Pola Fungsi Kesehatan
1. Persepsi Terhadap Kesehatan – Menejemen Kesehatan
Pasien menganggap kesehatan itu penting.
2. Pola Aktivitas Dan Latihan
Pada penderita osteoporosis cenderung tidak bekerja ataupun sudah pensiun. Pada
penderita osteoporosis kemampuan dalam beraktivitas dibantu oleh orang lain karena
postur tubuhnya yang cenderung membungkuk, skoliosis, lordosis ataupun kifosis
sehingga mengakibatkan terhambat dalam melakukan aktivitas. Selain itu penderita
juga bed rest, selain itu pola latihan untuk penderita osteoporosis ini biasanya akan
26
mengalami hambatan dalam pergerakan, contoh : tidak bisa berjalan, sesak saat
berjalan. Dan juga pada penderita osteoporosis dapat mengalami kelelahan, murung,
tidak konsentrasi, dan depresi.
3. Pola Istirahat Dan Tidur
Pada penderita osteoporosis jumlah jam tidurnya menjadi terganggu. Biasanya
terdapat gangguan tidur seperti mendengkur, insomnia, susah bangun,dan juga dapat
menggunakan alat bantu pernafasan.
4. Pola Nutrisi – Metabolik
Pada penderita osteoporosis harus mengkonsumsi makanan yang tinggi kalsium,
protein, mineral,vit D. Penderita penyakit ini biasanya terjadi pada beberapa orang
yang banyak mengkonsumsi rokok, alkohol, kafein. Pada penderita osteoporosis
dapat terjadi kesulitan menelan dan pasien juga kadang mengonsusmsi makanan
karena kemampuan kekuatan gigi berkurang.
5. Pola Eliminasi
Pada penderita osteoporosis biasanya megalami urine keruh, inkontinensia.
6. Pemeriksaan Eliminasi Alvi
Pada penderita osteoporosis biasanya megalami konstipasi.
7. Pola Kognitif Dan Persepsi Sensori
Pada Penderita osteoporosis dapat mengalami kejang, pusing, sakit kepala, gangguan
penglihatan, gangguan pendengaran yang merupakan pemicu terjadinya penyakit
osteoporosis.
8. Pola Konsep Diri
Pada penderita osteoporosis akan kesulitan merawat diri seperti mandi, toileting,
ganti baju, menyikat gigi.
9. Pola Mekanisme Koping
Pada penderita osteoporosis lebih cenderung menutup sosialisasi dengan orang lain
karena di sebabkan oleh faktor stres karena merasa tidak adil dengan penyakit ini dan
dapat mengalami depresi. Biasanya upaya yang di lakukan untuk mengurangi stres
dengan cara relaksasi.
10. Pola Fungsi Seksual/Reproduksi
Pada penderita osteoporosis ini mengakibatkan gangguan menstruasi, impotensi
11. Pola Hubungan/Peran
Pada penderita osteoporosis akan mengalami keterbatasan sosial dan hanya mampu
mengelilingi rumah. Kurangnya pergerakan dan kurangnya interaksi dengan
27
keluarga.
12. Pola Nilai Dan Kepercayaan
Pada penderita penyakit ini biasanya menjadi sulit untuk melakukan ibadah karena
tidak bebas untuk melakukan pergerakan pada dirinya atau imobilisasi.
13. Sirkulasi
Pada penderita osteoporosis di temukan tekanan darah yang rendah dan nadi
normal. Ketika penderita mengalami riwayat stroke/kecelakaan maka akan
menyebabkan cidera pada kepala Sehingga memicu terjadinya penyakit
osteoporosis. Dan pada penderita yang mengalami bed rest akan menyebabkan
terjadinya penumpukan sekret di tandai dengan adanya suara tambahan seperti
ronchi. Biasanya pasien bed rest mengalami kesemutan, ekstremitas cenderung
pucat, Proses penyembuhan luka cenderung lambat.
14. Integumen
Pada Penderita osteoporosis akan mengalami dikubitus apabila bed rest terlalu
lama.
15. Pain
Pada penderita osteoporosis ini pasti akan mengalami nyeri dan
ketidaknyamanan di bagian tulang belakang, sendi dan lutut.
16. Respirasi
Pada penderita osteoporosis cenderung mengalami bradipnea, jika imobilisasi
lama akan mengalami penumpukan sekret, bersihan gangguan jalan nafas (
bronkopnemonia, pnemonia, Tuberkolosis ).
17. Safety
Pada penderita osteoporosis rentan terjadi alergi ( penggunaan balut bidai),
rentang jatuh, jalan teganggu, sendi kaku.
18. Perencanaan pulang
Pasien penderita osteoporosis mempertimbangkan lama di rawat, kemampuan
ADL, ambulasi, kemampuan self care, mempertahan playout rumah.
4. Pemeriksaan fisik (Data Objektif)
1. Status kesehatan umum
Keadaan penanmpilan umum :
Kesadaran : kompos mentis GCS : 4-5-6
BB sebelum sakit : 45 kg TB : 145 cm
BB saat ini : 45 kg
28
BB ideal :-
Perkembangan BB : berat badan stabil
Status gizi : tidak ada alergi, napsu makan bagus
Status Hidrasi :-
Tanda – tanda vital :
TD : 140/90 mmHg
N : 90x/mnt
Suhu : 36◦C
RR : 20x/mnt
1.Kepala
I : simetris, karakteristik rambut gelombang, bersih, tidak ada lesi, mata simetris
kanan kiri, mata tampak bersih, tidak ada serumen, tidak tampak kelaianan, tidak
ada secret, bibir tampak lembab.
P : tidak ada benjolan/lesi,
P:-
A:-
2.Leher
I : tidak ada pembesaran kelenjar tyroid
P : nadi karotis teraba, tidak teraba pembesaran kelenjar tiroid
P:-
A:-
3.Thorax (dada)(paru dan jantung)
I : bentuk dada simetris, pola napas normal, tidak terdapat otot bantu napas, tidak
ada pernapasan cuping hidung, RR = 20x/menit
P : tidak ada nyeri tekan dada, akral dingin
P : tidak ada cairan atau udara di paru, suara lapang paru sonor, tidak ada
pembesaran jantung
A : paru-paru vesikuler, suara S1 S2 tunggal regular, TD = 140/90mm/Hg
5.Abdomen
I : bentuk abdomen simetris, tidak ada benjolan, tidak ada bayangan pembulu
darah vena di kulit abdomen
P : tidak ada pembesaran pada hepar, tidak nyeri tekan, tidak acites
P : bunyi abdomen tympani
A : paristaltik usus 10x/menit
29
6.Tulang belakang
I : punggung tampak membungkuk /skoliasis, terlihat deformitas,
P : ada nyeri tekan di punggung, teraba hangat, tidak ada kelainan sendi
costovertebral,
P : tidak ada nyeri pada sendi sakroiliaka
A:-
7.Ekstremitas
I : tangan dan kaki simetris
P : akral teraba dingin, turgor kulit <3 dtk,
P:-
A:-
8.Genetalia dan anus
I : bentuk kelamin normal, alat kelamin bersih, tidak ada lesi tidak ada hemoroid,
suhu rektal = 37,5
P : tidak ada nyeri tekan pada anus
P:-
A:-
9.Pemeriksaan neurologis
I : kesadaran composmentis, GCS 4-5-6 = 15
P:-
P:-
A:-
10.Sistem imunologi
I:-
P:-
P:-
A:-
5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaa Hasil Nilai Normal
1. Laboratorium
H Hemoglobin L 11.2 g/dl 12 – 15 g/dl
H Hematocrit 36,2 % 42 – 54 %
L Leukosit 7,67 ribu/uL 3,60 – 11,00 ribu/uL
K Kalium 3,6 mmol/L 3,5 – 5,2 mmol/L
30
K Kolestrol total 237 mg/dl <200 mg/dl
S Serum kreatinin 0,9 mg/dl 0.6 – 1,3 mg/dl
K Kalsium 7.9 mg/dl 8,5 – 10,9 mg/dl
P Phosphor 2,8 mg/dl 2,4 – 4,1 mg/dl
K Kadar 25 OH vitamin D 8 ng/ml ≥ 30 ng/ml
serum
U Urine Kalsium 23 mg/day 100 – 300 mg/day
P PTH (Parathyroid 300 pg/ml 10 – 65 pg/ml
Hormone)
2. Radiologi
B BMD (Bone Manieral T-score ≤-2,5 T-score ≥ -1,0
Density)
R Rontgen Terlampir -
31
yang lalu.
DO :
terambatnya osteosit
• Pasien tampak memegangi
punggungnya pembentukan tulang
• Pasien tampak sedikit terganggu
membungkuk
• Pasien tampak lemah osteoporosis
gangguan keseimbangan,
penurunan aktivitas dan
penurunan kekuatan oto
Ds DS : kurangnya paparan sinar Defisit
• Pasien mengatakan tidak matahari Pengetahuan
tahu apa yang sedang
terjadi pada dirinya sendiri defisiensi vit D
karena merasa sudah
menjaga kesehatannya kalsium di sumsum tulang
belakang tidak terbentuk
DO :
• Pasien tampak gelisah hipokalsemia
↓ massa tulang
osteoporosis
kurangnya informasi
Ds DS : ↓ aktivitas fisik Gangguan
• Pasien mengatakan jika Mobilitas Fisik
pergerakannya terbatas. ↓ imobilisasi
• Pasien mengatakan jika
aktivitasnya terganggu terjadi gangguan fungsi
sejak 1 bulan yang lalu. tulang
Do DO :
• Pasien tampak memegang osteoporosis
punggungnya
• Pasien tampak sedikit fraktur
membungkuk
• Pasien tampak lemah pergeseran fragmen tulang
TD : 140/90mm/Hg dan spasme otot
N : 90x/menit deformitas
gangguan fungsi
ekstremitas
32
3.4 Diagnosa Keperawatan
No. Diagnosa Nama Diagnosa Keperawatan
Keperawatan
D.0077 Nyeri akut b/d pergeseran frakmen tulang, spasme otot
D.0144 Resiko Jatuh b/d gangguan keseimbangan, ↓ aktivitas dan
kekuatan otot
D.0111 Defisit pengetahuan b/d kurang informasi
D. 0054 Gangguan mobilitas fisik b/d deformitas
33
1x24 jam, diharapkan : 2. Identifikasi faktor
1. Jatuh dari tempat tidur lingkungan ang
menurun meningkatkan resiko
2. jatuh saat berdiri jatuh
menurun Terapeutik
3. Jatuh saat duduk 3. Orientasikan ruangan
menurun pada pasien dan
4. Jatuh saat berjalan kelurga
menurun 4. Pastikan tempat tidur
5. Jatuh saat dipindahkan dan kursi selalu dalam
menurun kondisi terkunci
6. Jatuh saat naik tangga 5. Atur tempat tidur
menurun mekanis pada posisi
7. Jatuh saat di kamar terendah
mandi menurun 6. Gunakan alat bantu
8. Jatuh saat membungkuk berjalan
menurun Edukasi
7. Anjurkan memanggil
perawat jika
membutuhkan bantuan
untuk berpindah
8. Anjurkan menggunakan
alas kaki yang tidak
licin
9. Anjurkan
berkonsentrasi untuk
menjaga
keseimbangan tubuh
D.0111 Defisit Tingkat Pengetahuan Edukasi Kesehatan
Pengetahuan L.12111 I.12383
Setelah dilakukan tindakan Observasi
keperawatan selama 1. Identifikasi kesiapan
1x24 jam, diharapkan : dan kemampuan
1. Perilaku sesuai menerima informasi.
anjuran meningkat 2. Identifikasi faktor-
2. Kemauan faktor yang dapat
menjelaskan meningkatkan dan
pengetahuan tentang menurunkan motivasi
suatu topik meningkat Terapeutik
3. Pertanyaan tentang 3. Sediakan materi dan
masalah yang dihadapi media pendidikan
menurun kesehatan
4. Persepsi yang keliru 4. Jadwalkan pendidikan
terhadap masalah kesehatan sesuai
menurun kesepakatan
5. Perilaku membaik 5. Berikan kesempatan
bertanya.
Edukasi
6. Jelaskan faktor resiko
yang dapat
34
memepengaruhi
kesehatan.
35
13. Perhatikan fungsi otot-
otot kuadrisep
14. Perhatikan postur
tubuh dan keseimbangan
klien
Terpeutik
15. Fasilitasi aktivitas
mobilisasi dengan alat
bantu.
16. Fasilitasi melakukan
pergerakan
17. Libatkan keluarga
untuk membantu pasien
dalam meningkatkan
pergerakan
Edukasi
18. Jelaskan tujuan dan
prosedur mobilisasi
19. Anjurkan melakukan
mobilisasi dini
20. Ajarkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakukan.
36
nyeri : teknik relaksasi napas dalam
Resiko Jatuh 09.00 1. Mengidentifikasi faktor jatuh
37
mobilisasi
38
jangkauan.
12.45
20. Memperhatikan fungsi otot-otot
kuadrisep.
12.50 21. Memperhatikan postur tubuh dan
keseimbangan klien.
3.7 Evaluasi
Diagnosa Tgl/Jam Evaluasi Ttd
Keperawatan
Nyeri Akut Jum’at 8 S:
September • Pasien mengatakan punggungnya
2023 masih nyeri dengan skala 6
13. 50 O:
• Pasien masih tampak meringis
• Gelisah menurun
• Pasien masih memegangi punggungnya
TD : 130/800mm/Hg
N : 100x/menit
S : 36℃
RR : 21x/menit
A:
Masalah teratasi sebagian
P:
Intervensi 1,2,4,5,6,8 dilanjutkan
Resiko Jatuh 13.53 S:S:
• Pasien mengatakan pergerakkannya masih
terbatas
• Pasien mengatakan aktivitas masih
terganggu
O:
• Pasien masih memegangi punggungnya
TD : 130/80mm/Hg
N : 100x/menit
RR : 21x/menit
A:
Masalah belum teratasi
P:
Intervensi 1-9 dilanjutkan
39
O:
• Gelisah menurun
A:
Masalah teratasi sebagian
P:
Intervensi 1,3,4,5,6 dilanjutkan
Gangguan 13.58 S:
Mobilitas S:
Fisik • Pasien mengatakan jika pergerakannya
masih terbatas.
• Pasien mengatakan jika aktivitasnya
masih terganggu.
O O:
• Pasien masih tampak memegang
punggungnya
• Pasien masih tampak sedikit
membungkuk
• Pasien masih tampak lemah
TD : 130/80mm/Hg
N : 100x/menit
A A:
Masalah belum teratasi
P:
P Intervensi 1- 21 dilanjutkan
40
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Osteoporosis merupakan penyakit tulang yang ditandai dengan menurunnya massa
tulang (kepadatan tulang) yang mengakibatkan penurunan kekuatan tulang. Osteoporosis ini
merupakan penyakit dengan ciri khas penurunan kualitas jaringan tulang yang akibatnya
meningkatkan kerapuhan pada tulang yang bisa berakibat fatal yaitu patah tulang.
Osteoporosis ini ditandai dengan postur tubuh yang bungkuk, tinggi badan yang menyusut,
nyeri punggung, dan leher tanpa sebab, adanya bunyi krepitasi, kesulitan berjalan, rentan
patah, dan sering adanya nyeri yang timbul. Hal yang dilakukan adalah memberikan
penanganan manajemen nyeri pada penderita osteoporosis. Nyeri yang dirasakan para
penderita osteoporosis ini diakibatkan oleh kerusakan jaringan sendi lebih cepat dari
kemampuannya untuk memperbaiki diri dan berikut ini hal yang bisa dilakukan untuk
mengurangi nyeri yang timbul diantara lain menurunkan berat badan, olahraga secara teratur,
kompres air hangat atau dingin, dan menggunakan obat pereda nyeri. Penyebab osteoporosis
ini sendiri adalah penuaan, menopause, gangguan endokrin, inaktivitas fisik maupun efek
samping obat obatan tertentu. Menurut kasus diatas diagnosa keperawatan yang diambil
adalah nyeri akut karena tulang menjadi rapuh akibat dari penurunan fungsi patofisiologis,
resiko jatuh karena keseimbangan tubuh yang menurun akibat dari penurunan masa tulang,
dan gangguan pola tidur karena nyeri yang dirasakan akibat dari penurunan masa tulang.
4.2 Saran
1. Institusi Pendidikan
Diharapkan dapat dijadikan referensi dalam kegiatan pembelajaran dan
sebagai bahan studi kepustakaan di Fakultas Ilmu Keperawatan mengenai Asuhan
Keperawatan Osteoporosis.
2. Profesi Keperawatan
Pemberian pelayanan asuhan keperawatan di ruang perawatan sudah baik,
diharapkan dapat meningkatkan kualitas pelayanan yang lebih optimal dengan lebih
banyak melibatkan keluarga pasien dalam proses keperawatan.
3. Lahan praktik
Bagi lahan praktik Rumah Sakit diharapkan mampu meningkatkan pelayanan
yang lebih baik yang sudah diberikan kepada pasien untuk mendukung kesehatan dan
41
kesembuhan pasien dengan memberikan pelayanan yang optimal pada pasien
osteoporosis.
4. Penulis
Diharapkan penulis selanjutnya lebih aktif lagi dalam memberikan asuhan
keperawatan khususnya pada pasien dengan osteoporosis.
42
DAFTAR PUSTAKA
Andreas A, dkk., eds. Radiologi Diagnostik Grainger & Allison: Buku Teks Pencitraan
Medis. edisi ke-7. Elsevier; 2021. https://www.clinicalkey.com. Diakses 28
Januari 2022.
43
44