Demam Tifoid - Astri.2016

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

Demam tifoid adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi
dan paratyphi dari genus Salmonella. Bakteri ini adalah gram negatif, bergerak,
tidak berkapsul, tidak membentuk spora, tetapi memiliki fimbria, bersifat aerob
dan anaerob fakultatif. Ukuran antara (2-4) x 0,6 µm. Suhu optimum untuk
tumbuh adalah 37OC dengan PH antara 6-8. Perlu diingat bahwa bakteri ini dapat
hidup sampai beberapa minggu di alam bebas serta di dalam air, es, sampah, dan
debu.1,2,3 Demam tifoid juga dikenal dengan typhus abdominalis atau enteric
fever.3,4
Sebagian besar penyebaran S.typhi diketahui melalui media makanan dan
atau minuman yang terkontaminasi oleh bakteri tersebut pada kotoran atau feses
orang dengan demam tifoid.2,5 Hal tersebut menyebabkan bakteri penyebab
demam tifoid mudah menular dan berkaitan erat dengan tingkat sanitasi
individu.3,4,6 Demam tifoid menyebar melalui dua sumber penularan, yaitu pasien
dengan demam tifoid dan yang terbanyak adalah orang dengan status sebagai
carrier.5,6 Setelah masuk ke dalam tubuh, bakteri ini memiliki masa inkubasi 7-14
hari (rentang 3-60 hari) dengan perjalanan penyakit yang terkadang tidak
teratur.7,8 Demam tifoid umumnya menyerang penderita kelompok umur 12-30
tahun, dimana laki-laki memiliki risiko terjangkit yang sama dengan wanita.10
Data persebaran demam tifoid menunjukkan bahwa penyakit ini masih
menjadi permasalahan utama dunia, terutama pada negara berkembang dan
berpenghasilan menengah kebawah dimana akses terhadap air bersih dan sanitasi
sampai hygiene standar yang tidak memadai. Penelitian yang dilakukan Ochiai,
dkk (2008) terhadap 5 negara di Asia, yaitu Pakistan, India, Indonesia, Vietnam,
dan Cina, menemukan bahwa Indonesia merupakan negara peringkat ketiga
dengan insiden demam tifoid sebesar 180 kasus per 100.000 penduduk per
tahunnya.9 Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan
prevalensi demam tifoid di Indonesia sebesar 1,5%.10
Di Indonesia, demam tifoid masih menjadi salah satu penyakit endemis
utama dimana apabila telah terjadi komplikasi dapat menyebabkan kematian. 10

1
Sejalan dengan hal tersebut, diagnosis awal sangat penting untuk ditegakkan agar
pemberian terapi secara adekuat dapat segera dilaksanakan dan meminimalkan
terjadinya komplikasi.4 Diagnosis demam tifoid ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pada umumnya
penanda klinis penyakit ini berupa tanda kardinal (cardinal sign) seperti demam
lebih dari 7 hari, lidah kotor atau coated (typoid) tongue, bradikardi relatif,
hepato-splenomegali, meteorismus atau perut kembung, sampai gangguan
sensorium, sakit kepala, kelemahan, nausea, nyeri abdomen, anoreksia, muntah,
gangguan gastro intestinal, insomnia, penurunan kesadaran, kesadaran berkabut,
dan feses berdarah.1,3,6
Berdasarkan pemaparan tersebut, pengkajian dan pemahaman terhadap
aspek-aspek penyakit demam tifoid merupakan suatu urgensi yang perlu
mendapatkan perhatian tenaga medis dalam rangka meningkatkan pengalaman
klinis (clinical experiences) penanganan penyakit demam tifoid dan melaksanakan
prinsip penanganan sesuai prosedur penatalaksanaan secara tepat dan
komprehensif. Dalam hal ini, metode pengkajian berdasarkan kasus (case-based)
sebagai pendekatan diharapkan akan mampu memberikan pemahaman lebih
melalui perpaduan metode analisis perbandingan antara kasus dengan aspek
teoritisnya. Hal ini diharapkan dapat mengoptimalkan peran penyedia layanan
kesehatan dalam menurunkan health burden akibat demam tifoid sehingga
berimplikasi pada penurunan angka morbiditas, komorbiditas, disabilitas, dan
mortalitas akibat demam tifoid.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Demam Tifoid


Demam tifoid adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi
dan paratyphi dari genus Salmonella. Bakteri ini adalah gram negatif, bergerak,
tidak berkapsul, tidak membentuk spora, tetapi memiliki fimbria, bersifat aerob
dan anaerob fakultatif. Ukuran antara (2-4) x 0,6 µm. Suhu optimum untuk
tumbuh adalah 37OC dengan PH antara 6-8. Perlu diingat bahwa bakteri ini dapat
hidup sampai beberapa minggu di alam bebas serta di dalam air, es, sampah, dan
debu.1,2,3 Manusia adalah satu – satunya penjamu yang alamiah dan merupakan
reservoir untuk Salmonella typhi.5
Demam tifoid disebut juga sebagai enteric fever atau typus abdominalis.2,4
Istilah enteric fever digunakan untuk mendekripsikan demam tifoid dan demam
paratifoid dimana aspek klinis kedua penyakit ini menunjukkan manifestasi
serupa, perbedaannya terletak pada keparahan gejaladan serotype bakteri
penyebabnya.2,5 Pada demam paratifoid gejala yang timbul lebih ringan dan
penyebabnya adalah bakteri Salmonella enterica serotype paratyphi.11

2.2 Epidemiologi Demam Tifoid


Tifoid terdapat di seluruh dunia, terutama di negara – negara yang sedang
berkembang di daerah tropis. Menurut Riset Kesehatan Dasar Nasional
(Riskesdas) tahun 2007, angka kejadian tifoid nasional yaitu sebesar 1,5% (1.500
per 100.000 penduduk Indonesia).10 Dua belas provinsi mempunyai prevalensi di
atas angka nasional, yaitu Provinsi NAD, Bengkulu, Jawa Barat, Banten, Nusa
Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur,
Sulawasi Selatan, Gorontalo, Papua Barat, dan Papua.10 Angka kesakitan demam
tifoid di Indonesia yang tercatat di buletin WHO tahun 2008 sebesar 81,7 per
100.000.4 Selain itu, berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun 2010 demam
tifoid juga menempati urutan ke-3 dari 10 penyakit terbanyak pada pasien rawat
inap di rumah sakit, yaitu sebanyak 41.081 kasus, dengan angka kematian sebesar
274 orang dan case fatality rate (CFR) sebesar 0,67 %.12 Tidak ada perbedaan
yang nyata insidens tifoid pada pria dengan wanita. Selain itu, demam tifoid di

3
Indonesia juga berkaitan dengan rumah tangga, yaitu adanya anggota keluarga
dengan riwayat terkena demam tifoid, tidak adanya sabun untuk mencuci tangan,
menggunakan piring yang sama untuk makan, dan tidak tersedianya tempat buang
air besar dalam rumah.13

2.3 Patogenesis Demam Tifoid


Seluruh infeksi Salmonella berawal dari masuknya organisme tersebut
melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi. Jumlah organisme yang
infeksius adalah 103–106 koloni yang tertelan oral.11 Setelah bakteri tertelan,
kuman tersebut dapat bertahan terhadap asam lambung. 7 Saat S. typhi telah
sampai di usus halus, mereka akan melakukan penetrasi ke lapisan mukosa usus. 11
Bila respon imunitas humoral mukosa (IgA) usus kurang baik, maka bakteri akan
menembus sel-sel epitel (terutama sel M) dan selanjutnya akan menuju ke lamina
propria. Di lamina propria bakteri berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel
fagosit terutama oleh makrofag.7,11 Bakteri dapat hidup dan berkembang biak di
dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke peyer’s patch ileum distal. S. typhi
kemudian menembus lamina propina, masuk aliran limfe dan mencapai kelenjar
limfe messenterika yang mengalami hipertropi. Setelah melewati kelenjar-kelenjar
limfe ini S. typhi masuk ke aliran darah melalui duktus torasikus. Bakteremia I
terjadi pada tahap ini dan biasanya tidak didapatkan gejala dan kultur darah
biasanya masih memberikan hasil yang negatif.7 Bakteremia pertama ini terjadi 24
– 72 jam setelah infeksi. Bakteri S. typhi lainnya akan mencapai hati melalui
sirkulasi portal dari usus. S. typhi bersarang di peyer’s patch, limpa, hati dan
bagian-bagian lain organ sistem retikuloendotelial.
Di organ-organ ini bakteri meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian
berkembang biak diluar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk kedalam
sirkulasi darah lagi mengakibatkan bakterimia II yang disertai tanda dan gejala
penyakit infeksi sistemik. Di dalam hati, bakteri masuk ke dalam kandung
empedu, berkembang biak, dan bersama cairan empedu diekskresikan secara
intermiten ke lumen usus. Sebagian bakteri dikeluarkan melalui feses dan
sebagian masuk lagi kedalam sirkulasi setelah menembus usus. Proses ini terus
berlangsung berulang kali, karena makropag telah teraktifasi dan hiperaktif saat
fagositosis bakteri terjadi pelepasan mediator inflamasi, yang selanjutnya akan

4
menimbulkan reaksi inflamasi sistemik seperti demam, malaise, mialgia, sakit
kepala, sakit perut, instabilitas vaskuler, gangguan mental dan koagulasi.14,15
Didalam peyer’s patch, makropag yang hiperaktif ini menimbulkan reaksi
hiperplasia jaringan. Dimana makropag akan menginduksi reaksi hipersensitifitas
tipe lambat, yang kemudian akan terjadi hiperplasia jaringan pada minggu
pertama dan nekrosis organ yang terjadi pada minggu kedua. Hal yang lebih berat
terjadi pada minggu ketiga yaitu ulkus. Ulkus ini mudah mengalami pendarahan
dan perforasi yang merupakan komplikasi yang berbahaya. Endotoksin dapat
menempel di reseptor sel endotel kapiler dengan akibat imbulnya komplikasi
seperti gangguan neuropsiatrik, kardiovaskuler, pernapasan, dan gangguan organ
lainnya.15
Walaupun tifoid melibatkan sistemik dan lokal humoral serta selular imun
respon, namun ini tidak dapat mencegah dari kekambuhan atau infeksi berulang.
Karena pada pasien yang tidak mendapatkan penanganan hingga sembuh
sempurna, bakteri dapat tinggal di kantong empedu dan ginjal, sehingga pasien
dapat menjadi karier.14

2.4 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis secara umum bekaitan dengan perjalanan infeksi kuman.
Gejala yang timbul bervariasi Pada minggu pertama muncul tanda infeksi akut
seperti demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah,
konstipasi atau diare, perasaan tidak nyaman di perut, batuk hingga epistaksis.

Beberapa gejala memberikan tanda khas pada penyakit ini antara lain panas
badan, lidah tifoid, bradikardi relatif dan gejala saluran pencernaan. Pada demam
tifoid, pola panas badan yang khas adalah tipe step ladder pattern dimana suhu
meningkat, kemudian turun tetapi tetap di atas suhu awal, kemudian meningkat
lagi lebih tinggi daripada peningkatan pertama, dan begitu seterusnya hingga
kurang lebih 1 minggu, kemudian menetap pada suhu 390C-400C. Gejala ini
timbul sebagai dampak dari sitokin proinflamatori serta berbagai mediator kimia.15

Pada penderita tifoid peningkatan denyut nadi tidak sesuai dengan


peningkatan suhu, dimana seharusnya peningkatan 10C diikuti oleh peningkatan

5
denyut nadi sebanyak 15. Bradikardi relatif adalah keadaan dimana peningkatan
suhu 10C diikuti oleh peningkatan nadi <15. Hal ini dapat disebabkan oleh
endotoksin dari Salmonella yang mengganggu irama jantung sehingga jantung
tidak dapat mengkompensasi kenaikan suhu tubuh.15,16

Dengan infeksi tifoid seringkali menunjukkan adanya lidah tifoid, yang


digambarkan sebagai lidah yang kotor pada pertengahan, sementara hiperemi pada
tepinya, dan tremor apabila dijulurkan. Selain itu akan nampak, gejala saluran
pencernaan (mual, muntah, diare, atau konstipasi) yang biasa muncul bersamaan
dengan gejala panas, akibat invasi kuman salmonella pada dinding usus.

Tabel 2.1 Manifestasi Klinis Demam Tifoid yang Tidak Diobati16

Inkubasi Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3


Sistemik
Demam tipe step Sangat sering Sangat sering
ladder pattern
Demam tinggi akut Sangat Jarang
Menggigil Hampir Semua
Kaku Tidak Sering
Anoreksia Hampir Semua
Diaphoresis Sangat sering
Neurologi
Lemah Hampir Semua Hampir Semua
Insomnia Sangat sering
Delirium Sering Sangat sering
Psikosis Sangat jarang Sering
Katatonia Sangat jarang
Nyeri kepala bagian Sangat sering
frontal
Tanda meningeal Jarang Jarang
Parkinsonisme Sangat jarang
Telinga, Hidung, Tenggorok

6
Lidah berselaput Sangat sering
Nyeri tenggorokan
Paru-paru
Batuk ringan Sering
Batuk bronkitik Sering
Rales Sering
Pneumonia Jarang (Lobar) Jarang Sering (basal)
Kardiovaskuler
Nadidikrotik Jarang Sering
Miokarditis Jarang
Perikarditis Hampir tidak
ada
Tromboplebitis Sangat jarang
Gastrointestinal
Konstipasi Sangat sering Sering
Diare Jarang Sering (peasoup)
Perut kembung Sangat sering
dengan timpani (84%)
Nyeri perut difus Sangat sering
yang ringan
Rasa nyeri tajam Jarang
dikuadran bawah
kanan abdomen
Pendarahan Sangat Jarang Sangat sering
gastrointestinal
Perforasi intestinal Jarang
Hepatosplenomegali Sering
Jaundice Sering
Nyeri Sangat jarang
kandungempedu
Urogenital
Retensi urin Sering

7
Hematuria Jarang
Nyeri ginjal Jarang
Muskuloskeletal
Mialgia Sangat jarang
Atralgia Sangat jarang
Reumatologi
Atritis (sendi besar) Hampir tidak ada
Dermatologi
Rose Spots Jarang
Lain-lain
Abses Hampir tidak ada

Minggu 4 : Pada minggu ini biasanya terjadi fase penyembuhan


ataupun kematian pada kasus yang tidak diobati.

> Minggu ke-4 : 10%-20% mengalami kekambuhan, 3%-4% menjadi


karier kronik.

2.5 Diagnosis
Diagnosis klinis adalah kegiatan anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk
mendapatkan sindrom klinis demam tifoid. Diagnosis klinis adalah diagnosis kerja
yang berarti penderita telah mulai dikelola sesuai dengan manajemen tifoid.
Sindrom klinis adalah kumpulan gejala – gejala tifoid. Di antara gejala klinis yang
sering ditemukan pada tifoid, adalah :
Sesuai dengan kemampuan mendiagnosis dan tingkat perjalanan tifoid saat
diperiksa, maka diagnosis klinis tifoid diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :
1). Suspek Demam Tifoid (Suspect Case)
Dengan anamnesis, pemeriksaan fisik didapatkan gejala demam,
gangguan saluran cerna dan petanda gangguan kesadaran. Pada tahap ini
pasien mengalami demam ≥38°C yang berlangsung minimal 3 hari, dengan
konfirmasi hasil kultur yang positif (darah, sumsum tulang, cairan usus)
S.typhi.1,2

8
2). Demam Tifoid Klinis (Probable Case)
Telah didapatkan gejala klinis yang lengkap atau hampir lengkap, serta
didukung oleh gambaran laboratorium yang menunjukkan tifoid, yaitu
demam ≥38°C yang berlangsung minimal 3 hari, dengan serodiagnosis atau
deteksi antigen yang positif tanpa isolasi S. typhi. 1,2
3). Chronic Carrier
Pada tahap ini terdapat bukti S.typhi pada feses atau urin atau kultur
empedu yang positif selama lebih dari 1 tahun setelah onset demam tifoid
akut.2
Untuk menegakkan diagnosis demam tifoid diperlukan anamnesis,
pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang (laboratorium, mikrobiologi, atau
serologi).2,5 Diagnosis klinis penyakit ini sering tidak tepat, karena gejala klinis
yang khas pada demam tifoid tidak ditemukan atau gejala yang sama dapat juga
ditemukan pada penyakit lain. Di sisi lain, diagnosis klinis demam tifoid sering
kali terlewatkan karena pada penyakit dengan demam beberapa hari tidak
diperkirakan kemungkinan diagnosis demam tifoid. Selain itu, penentuan terhadap
adanya komplikasi atau kondisi penyerta pada penetapan diagnosis akan
membantu menggolongkan pasien dalam kategori penatalaksanaan yang sesuai
dan mencegah perburukan kondisi pasien.
Anamnesis dan pemeriksaan fisik pada kasus demam tifoid dilakukan
berdasarkan gejala dan tanda yang muncul berdasarkan proses perjalanan
penyakitnya. Pada daerah yang endemik tifoid, demam selama seminggu tanpa
penyebab yang pasti, harus dicurigai tifoid, hingga penyebab pasti dari demam
dapat diketahui. Diagnosis definitif dari demam tifoid tergantung dari isolasi
terhadap S.typhi dari darah, sumsum tulang belakang, atau lesi anatomi yang
spesifik.2,5,8 Sedangkan adanya gejala klinis atau deteksi antibodi spesifik hanya
merupakan diagnosis sugestif, bukan definitif. Kultur darah merupakan mainstay
untuk diagnosis sampai saat ini, namun kultur sumsum tulang merupakan gold
standard-nya. 2,5,8

2.6 Pemeriksaan Penunjang


Untuk menegakkan diagnosis demam tifoid diperlukan pemeriksaan fisik
serta pemeriksaan penunjang. Pada daerah yang endemik tifoid, demam selama

9
seminggu tanpa penyebab yang pasti, harus dicurigai tifoid, hingga penyebab pasti
dari demam dapat diketahui. Diagnosis definitif dari demam tifoid tergantung dari
isolasi terhadap S. typhi dari darah, sumsum tulang belakang, atau lesi anatomi
yang spesifik. Kegagalan dalam mengisolasi organisme biasanya terjadi karena
beberapa faktor antara lain terbatasnya sarana laboratoium, penggunaan natibotik,
volume spesismen untuk kultur, dan waktu pengambilan. Pengambilan darah pada
remaja hingga dewasa sekitar 10-15 ml sedangkan untuk anak-anak hingga
preschool diperlukan 2-4 ml. hal ni terkait dengan jumlah atau level baterimia
pada anak-anak lebih tinggi dibandingkan dengan dewasa.17
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan
diagnosis demam tifoid antara lain pemeriksaan darah lengkap, kultur (sumsum
tulang belakang, darah, feses), uji widal, uji tubex, uji typhidot dan uji IgM
dipstick.15
a. Pemeriksaan darah lengkap
Gambaran darah tepi pada permulaan penyakit dapat berbeda dengan
pemeriksaan pada keadaan penyakit yang lanjut. Pada permulaan penyakit,
dapat dijumpai pergeseran hitung jenis sel darah putih ke kiri, sedangkan
pada stadium lanjut terjadi pergeseran darah tepi ke kanan (limfositosis
relatif ). Ciri lain yang sering ditemukan pada gambaran darah tepi adalah
aneosinofilia (menghilangnya eosinophil).18 Namun dapat pula ditemukan
kadar leukosit normal ataupun leukositosis, leukopenia, trombositopenia
ringan dan anemia ringan. Leukositosis dapat ditemui walaupun tanpa
adanya tanda infeksi sekunder. Terjadinya leukopenia akibat depresi dari
sumsum tulang oleh endotoksin dan mediator endogen yang ada.
Sedangkan trombositopenia berhubungan dengan produksi yang menurun
dan destruksi yang meningkat dari sel-sel RES. Berbeda halnya dengan
anemia yang disebabkan oleh produksi hemoglobin serta pendarahan
intestinal yang tidak nyata. Pada demam tifoid juga terjadi peningkatan
laju endap darah, serta sering terjadi peningkatan SGOT dan SGPT.2,5
b. Pemeriksaan kultur darah
Pemeriksaan lain yang rutin dilakukan yaitu kultur orgasnisme. Kultur
darah merupakan gold standard metode diagnostik dan hasilnya positif

10
pada 60-80% dari pasien, bila darah yang tersedia cukup (darah yang
diperlukan 15 mL untuk pasien dewasa). 18 Untuk daerah endemik dimana
sering terjadi penggunaan antibiotik yang tinggi, sensitivitas kultur darah
rendah (hanya 10-20% kuman saja yang terdeteksi).7 Sedangkan kultur dari
sumsum tulang belakang mampu memberikan sensitivitas yang lebih baik,
sekitar 80-95% positif terhadap demam tifoid. 17 Hal ini dilihat dari
perbandingan terhadap mikroorganisme yang terdapat didarah lebih
rendah dibandingkan di sumsum tulang belakang. Kultur darah dan
sumsum tulang harus diambil pada minggu 1 dan sebaiknya sebelum
penggunaan antibiotik.17
c. Uji widal
Uji widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap kuman
S.typhi. Tes serologi widal adalah reaksi antara antigen (suspense
Salmonella yang telah dimatikan) dengan aglutinin yang merupakan
antibodi spesifik terhadap komponen bakteri Salmonella di dalam darah
manusia (saat sakit, karier atau pasca vaksinasi). Prinsip tes adalah
terjadinya reaksi aglutinasi antara antigen dan aglutinin yang dideteksi
yakni aglutinin O dan H.1 Biasanya antibodi antigen dijumpai pada hari 6-
8 dan antibodi terhadap antigen H dijumpai pada hari 10-12 setelah sakit. 18
Pada orang yang telah sembuh, antibodi O masih tetap dapat dijumpai
setelah 4-6 bulan dan antibodi H setelah 10-12 bulan. 19 Karena itu, Widal
bukanlah pemeriksaan untuk menentukan kesembuhan penyakit.19
Diagnosis didasarkan atas kenaikan titer sebanyak 4 kali pada dua
pengambilan berselang beberapa hari atau bila klinis disertai hasil
pemeriksaan titer Widal di atas rata-rata titer orang sehat setempat.
Semakin tinggi titternya berarti semakin besar kemungkinan terinfeksi
kuman tersebut.

d. Uji Tubex
Uji lain yang juga dapat dilakukan yaitu uji tubex. Uji ini merupakan uji
semi kuantitatif kolometrik yang cepat (beberapa menit) dan mudah

11
dilakukan. Pemeriksaan Tubex dapat mendeteksi antibody IgM. Hasil
pemeriksaan yang positif menunjukkan adanya infeksi terhadap
Salmonella. Antigen yang dipakai pada pemeriksaan ini adalah O9 dan
hanya dijumpai pada Salmonella serogroup D.18 Hasil postif uji Tubex ini
menunjukkan terdapat infeksi Salmonella serogroup walau tidak secara
spesifik menunjukkan pada S.typhi. Sedangkan infeksi oleh S.paratyphi
akan menunjukkan hasil yang negatif.15

Tabel 2.2 Interpretasi Hasil Uji Tubex 15


skor Interpretasi
<2 Negative Tidak menunjuk infeksi tifoid aktif
3 Borderline Pengukuran tidak dapat disimpulkan. Ulangi
pengujian, apabila masih meragukan lakukan
pengulangan beberapa hari kemudian
4-5 Positif Menunjukkan infeksi tifoid aktif
>6 Positif Indikasi kuat infeksi tifoid

e. Uji Typhidot
Uji ini dapat mendeteksi antibody IgM dan IgG yang terdapat pada protein
embran luar dari S. typhi. Typhidot yang dapat mendeteksi IgM dan IgG.
Terdeteksinya IgM menunjukkan fase akut demam tifoid, sedangkan
terdeteksinya IgG dan IgM menunjukkan demam tifoid akut pada fase
pertengahan.18 Antibodi IgG dapat menetap selama 2 tahun setelah infeksi,
oleh karena itu, tidak dapat untuk membedakan antara kasus akut dan
kasus dalam masa penyembuhan.18 Hasil positif dari uji typhidot
didapatkan 2-3 hari setelah infeksi dan dapat mengidentifikasi secara
spesifik antibodi IgM dan IgG terhadap antigen S. typhi seberat 50kD yang
terdapat pada strip nitroselullosa.15

f. Uji IgM Dipstik


Tes ini secara khusus mendeteksi antibodi IgM spesifik terhadap S. typhi.
Tidak diperlukan peralatan khusus apapun serta prosesnya cepat, namun
akurasi pemeriksaan lebih baik jika dilakukan 1 minggu setelah timbul
gejala. Uji ini memiliki sensitivitas 77% dan spesifisitas 100%.18

12
2.7 Diagnosis Banding
Beberapa diagnosis banding demam tifoid adalah demam berdarah dengue
(dengue hemorrhagic fever) dan malaria. Pada demam berdarah dengue, pasien
biasanya datang dengan keluhan demam yang berlangsung terus menerus 2-7 hari,
terdapat nyeri tulang belakang dan perasaan lelah, disertai tanda perdarahan
seperti: uji bending positif, petekie (bintik merah pada kulit), epistaksis
(mimisan), atau berak darah berwarna hitam (melena). Tipe demam pada infeksi
virus dengue sedikit berbeda dengan tifoid antara lain adanya demam tinggi
selama 1-3 hari dan kemudian demam turun dan disertai dengan penurunan
trombosit pada hari berikutnya. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan
jumlah trombosit menurun (trombositopenia), kadar hematokrit meningkat
(hemokonsentrasi), SGOT/SGPT meningkat, dan hasil tes serologis positif antigen
virus dengue (NS 1 dan IgM dan IgG). 20

Pada malaria, demam dirasakan dialami 2-7 hari berturut-turut, disertai


keluhan nyeri kepala, otot-otot, seluruh badan, menggigil dan berkeringat dingin.
Adanya riwayat mengenai onset demam yang tiba-tiba (terutama pada fase awal)
dan dapat turun sampai normal atau di bawah normal, dapat disertai adanya
anemia berat namun jarang terjadinya gangguan pencernaan. Pada malaria juga
ditemukan trias malaria, antara lain: periode dingin, dimana pasien merasakan
menggigil dan diikuti dengan peningkatan suhu tubuh; periode panas dimana
penderita muka merah, nadi cepat, panas badan tetap tinggi beberapa jam dan
diikuti keadaan berkeringat; dan periode berkeringat dimana penderita akan
berkeringat banyak dan suhu turun kemudian penderita merasa sehat. Pemeriksaan
darah lengkap khususnya tes darah tepi menunjukkan hasil positif terhadap salah
satu parasit plasmodium yang menginfeksi.21

2.8 Penatalaksanaan

Pada prinsipnya, penatalaksanaan demam tifoid dibagi ke dalam tiga hal


penting yaitu tirah baring dengan tujuan mencegah komplikasi dan mempercepat
penyembuhan, yang kedua adalah diet rendah serat (diet lunak) dan juga terapi
penunjang (simptomatik dan suportif). Pengobatan simtomatik diberikan untuk

13
menekan gejala-gejala yang dijumpai seperti demam, diare, konstipasi, mual,
muntah. Konstipasi bila lebih dari 3 hari perlu dibantu dengan paraffin atau lavase
dengan glistering. Obat bentuk laksan ataupun enema tidak dianjurkan karena
dapat menimbulkan perdarahan maupun perforasi intestinal. Pengobatan suportif
dimaksudkan untuk memperbaiki keadaan penderita, misalnya pemberian cairan,
elektrolit, bila terjadi gangguan keseimbangan cairan, vitamin,dan mineral yang
dibutuhkan oleh tubuh dan antipiretik untuk mempercepat penurunan demam.
Selain terapi antibiotik dan suportif, pasien dengan demam tifoid dianjurkan untuk
istirahat total guna mencegah terjadinya komplikasi. 22

. Hal ketiga adalah pemberian antibiotik untuk menghentikan dan mencegah


penyebaran kuman penyakit. Lebih dari 90% kasus demam tifoid dapat dilakukan
perawatan di rumah dengan pengobatan oral antibiotik. Namun, pada kasus
demam tifoid dengan komplikasi atau dengan kegagalan respon obat diperlukan
perawatan lanjut. Pengobatan demam tifoid saat ini perlu kecermatan memilih
antibiotik akibat adanya strain multidrug-resistant, yang timbul hampir diseluruh
dunia.

Salmonella typhi yang resisten terhadap banyak antibiotik (kelompok MDR)


dapat mengurangi pilihan antibiotik yang akandiberikan. Terdapat 2 kategori
resistensi antibiotic yaitu resisten terhadap antibiotik kelompok chloramphenicol,
ampicillin, dan trimethoprim sulfamethoxazole (kelompok MDR) dan resisten
terhadap antibiotik fluoroquinolone. Nalidixicacid resistant Salmonella typhi
(NARST) merupakan pertanda berkurangnya sensitivitas terhadap
fluoroquinolone.22 Terapi antibiotik yang diberikan untuk demam tifoid tanpa
komplikasi berdasarkan WHO tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 2.3.

Antibiotik golongan fluoroquinolone ada beberapa jenis yang biasa


digunakan :

Tabel 2.3 Terapi antibiotik demam tifoid22

Optimal therapy Alternative effective drugs


Susceptibili Antibiotic Daily Days Antibiotic Daily Days
ty dose dose
mg/k mg/kg
g

14
Fully Fluroquinolone 15 5-7 Chloramphenicol 50-75 14-21
sensitive e.g Ofloxacine Amoxicillin 75-100 14
or TMP-SMX 8-40 14
Ciprofloxacin
Multidrug Fluroquinolone 15 5-7 Azitromycin 8-10 7
resistance or 15-20 7-14 Cefixime 15-20 7-14
Cefixime
Quinolone Azytromycine 8-10 7 Cefixime 20 7-14
resistance or Ceftriaxone 75 7-14

Ciprofloxacin : 2 x 500 mg/ hari selama 6 hari


Ofloxacin ; 2 x 400 mg/ hari selama 7 hari
Pefloxacin : 2 x 400 mg/ hari selama 7 hari
Antibiotik golongan fluoroquinolone merupakan terapi yang efektif untuk
demam tifoid yang disebabkan isolat tidak resisten terhadap fluoroquinolone
dengan angka kesembuhan klinis sebesar 98%, waktu penurunan demam 4 hari,
dan angka kekambuhan dan fecal carrier kurang dari 2%. Namun, fluoroquinolone
tidak diberikan pada anak-anak karena dapat mengakibatkan gangguan
pertumbuhan dan kerusakan sendi. 22

Chloramphenicol sudah sejak lama digunakan dan menjadi terapi standar


pada demam tifoid, diberikan dengan dosis 4 x 500 mg per hari dapat diberikan
secara oral maupun intravena. Dilanjutkan sampai 7 hari bebas panas. Ada
beberapa kekurangan dari chloramphenicol yaitu angka kekambuhan yang tinggi
(5-7%), angka terjadinya carrier juga tinggi, dan toksis pada sumsum tulang.
Azithromycin dan cefixime memiliki angka kesembuhan klinis lebih dari 90%
dengan waktu penurunan demam 5-7 hari, durasi pemberiannya lama (14 hari)
dan angka kekambuhan serta fecal carrier terjadi pada kurang dari 4%.22

Seftriakson merupakan cephalosporin generasi ketiga yang terbukti efektif


untuk demam tifoid hingga saat ini. Dosis anjuran berkisar antara 3-4 gram dalam
dekstrosa 100 cc diberikan selama setengah jam per infus satu kali sehari.
Lamanya pemberian 3-5 hari.15

Azitromisin merupakan salah satu antibiotik golongan macrolide yang


dikatakan mampu menghasilkan konsentrasi dalam jaringan yang tinggi
walaupun konsentrasi dalam darah cenderung rendah. Antibiotika akan

15
terkonsentrasi dalam sel, sehingga dianggap ideal untuk digunakan dalam
pengobatan demam tifoid dimana kuman penyebabnya yaitu Salmonella thypi
yang merupakan kuman intraselular.15

2.9 Komplikasi

a. Komplikasi Intestinal
1. Pendarahan Intestinal
Pada plak peyeri usus yang terinfeksi terutama ileum terminalis dapat
berbentuk luka. Bila luka tersebut menembus lumen usus dan mengenai
pembuluh darah maka terjadi perdarahan. Selanjutnya apabila tukak
menembus dinding usus maka dapat terjadi perforasi. Perdarahan juga
dapat disebabkan oleh gangguan koagulasi darah. Sekitar 25% penderita
dapat mengalami pendarahan minor yang tidak memerlukan transfusi
darah. 3,4
2. Perforasi Usus
Biasanya timbul pada minggu ketiga yang ditandai dengan keluhan nyeri
perut hebat terutama pada daerah kuadran kanan bawah, yang kemudian
menyebar ke seluruh perut disertai dengan tanda-tanda ileus. Tanda-tanda
perforasi lainnya adalah nadi cepat, tekanan darah turun hingga terjadi
syok. Beberapa faktor yang dapat meningkatkan kejadian perforasi usus
adalah umur, lama demam, modalitas pengobatan, dan beratnya
penyakit.3,4

b. Komplikasi Ekstra-Intestinal
1. Komplikasi Hematologik
Komplikasi Hematologik berupa trombositopenia, peningkatan PT dan
PTT, sampai koagulasi intravaskular diseminata.Trombositopenia
kemungkinan terjadi karena menurunnya produksi trombosit pada sumsum
tulang karena proses infeksi atau meningkatnya destruksi trombosit di
sistem retikuloendotelial. Penyebab koagulasi intravaskular diseminata
pada demam tifoid belum jelas, namun sering dikatakan bahwa endotoksin
mengaktifkan beberapa sistem biologik, koagulasi dan fibrinolisis.
Pelepasan kinin, prostaglandin dan histamin menyebabkan vasokonstriksi

16
dan kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan perangsangan
mekanisme koagulasi.3,4
2. Hepatitis Tifosa
Untuk membedakan apakah hepatitis ini oleh karena tifoid, virus, malaria
atau amoeba, maka perlu diperhatikan kelainan fisik, parameter
laboratorium dan histopatologi hati. Pada demam tifoid kenaikan enzim
transaminase tidak relevan dengan kenaikan serum bilirubin. Hal ini
membedakan dengan hepatitis oleh karena virus. 1,3,4
3. Pankreatitis Tifosa
Komplikasi yang jarang terjadi pada demam tifoid. Pemeriksaan enzim
amilase dan lipase serta USG atau CT Scan dapat membantu diagnosis
penyakit ini dengan akurat. Pada umumnya penanganan pankreatitis
diberikan antibiotik intravea seperti ceftriaxone atau quinolon. 1,3,4
4. Miokarditis
Terjadi pada 1-5% penderita demam tifoid dan dijumpai pada pasien yang
sakit berat. 3,4
5. Manifestasi Neuro-Psikiatrik/Tifoid Toksik
Dapat berupa delirium dengan atau tanpa kejang, rigiditas parkinson,
meningismus, meningitis dan psikosis. Terkadang diikuti suatu sindrom
klinis berupa gangguan atau penurunan kesadaran akut, dengan atau tanpa
disadari kelainan neurologis lainnya.3,4

BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : DMW
Jenis Kelamin : Laki-laki

17
Tanggal Lahir : 31 Desember 1957
Umur : 58 Tahun
Alamat : BR Ringdikit Seririt Singaraja
Agama : Hindu
Suku : Bali
Kewarganegaraan : Indonesia
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Status : Menikah
Tanggal MRS : 8 Mei 2015
Tanggal Pemeriksaan : 13 Mei 2015

3.2 Anamnesis
3.2.1 Keluhan Utama
Demam

3.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke UGD RSUP Sanglah tanggal 8 Mei 2016 diantar oleh
keluarga. Demam dikeluhkan pasien sejak 10 hari sebelum dibawa ke rumah sakit.
Demam dirasakan hampir sepanjang hari, dan juga dirasakan semakin meningkat
pada sore hari. Pasien mengatakan demamnya tidak membaik dengan
mengonsumsi obat penurun panas. Dirumah pasien sempat mengukur suhu
tubuhnya dan suhu tertinggi saat itu adalah 38,3 oC. Pasien juga mengeluh lemas
pada seluruh tubuhnya, dan juga nyeri pada persendian sehingga membatasi
aktifitas fisik pasien. Lemas dikatakan tidak membaik dengan istirahat.
Nyeri kepala dirasakan pasien bersamaan dengan demamnya. Nyeri
dirasakan di seluruh bagian kepala. Nyeri dirasakan terus menerus dan tidak
membaik dengan obat penghilang nyeri. Mual dan muntah dialami pasien setiap
setelah makan sampai dua kali dalam sehari. Muntahan pasien berisikan makanan
yang dikonsumsi pasien. Volume tiap sekali muntah kurang lebih setengah gelas.
Pasien juga mengeluh perut kembung. Penurunan nafsu makan dirasakan pasien
sejak timbulnya mual dan muntah. Pasien tidak mengonsumsi obat untuk
meringankan keluhan tersebut. Pasien mengatakan BAB encer selama 5 hari

18
SMRS, dengan frekuensi tiga kali sehari. Tidak ada lendir maupun darah pada
feses, ampas (+). BAK dikatakan normal. Keluhan seperti batuk dan pilek
disangkal.

3.2.3 Riwayat Penyakit Terdahulu


Pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya. Riwayat
penyakit diabetes melitus, hipertensi, penyakit ginjal, asma, penyakit jantung dan
penyakit sistemik lainnya disangkal oleh pasien. Pasien juga tidak memiliki alergi
terhadap makanan atau obat-obatan tertentu.

3.2.4 Riwayat Keluarga


Tidak ada keluarga pasien yang menderita keluhan yang sama. Riwayat
penyakit lain seperti hipertensi, diabetes, penyakit jantung, alergi, dan penyakit
ginjal disangkal oleh pasien dan keluarga pasien.

3.2.5 Riwayat Sosial


Pasien merupakan pengusaha di bidang peternakan yang pekerjaan sehari-
harinya adalah beternak ayam dan mengirim hasil ternaknya ke pembeli, namun
hal tersebut sudah tidak dikerjakan sejak 2 tahun yang lalu. Saat ini pasien
bermata pencaharian sebagai pedagang sembako di rumahnya. Pasien mengatakan
dirinya jarang berolahraga. Pasien memiliki riwayat merokok lebih dari 10 tahun
dan sudah berhenti sejak 5 tahun yang lalu, pasien tidak memiliki kebiasaan
minum minuman beralkohol.

3.3 Pemeriksaan Fisik


Status Present
a. Kesan umum : Tampak sakit sedang
b. Kesadaran : Compos mentis
c. GCS : E4V5M6

19
d. Tekanan darah : 120/80 mmHg
e. Nadi : 66x/menit
f. Laju respirasi : 20x/menit
g. Suhu aksila : 38°C
h. Tinggi Badan : 178 cm
i. Berat Badan : 75 kg
j. BMI : 23,65 kg/m2

Status Generalis
a. Mata : anemis (-/-), ikterus (-/-), refleks pupil (+/+) isokor, edema
palpebra (-/-)
b. THT
- Telinga : bentuk normal, tanda radang (-/-), bekas luka (-)
- Hidung : bentuk normal, tanda radang (-), ekskoriasi (-), kongesti (-)
- Tenggorok : tonsil (T1/T1), faring hiperemis (-),
c. Mulut : sianosis (-), lidah kotor (+)
d. Leher : JVP 0 cmH2O, pembesaran kelenjar (-)
e. Thoraks : simetris (+)
Cor
- Inspeksi : tidak tampak pulsasi iktus kordis
- Palpasi : iktus kordis tidak teraba
- Perkusi : batas atas : ICS II
batas bawah : MCL sinistra ICS V
batas kanan :1 cm lateral PSL dextra ICS V
batas kiri :1 cm MCL sinistra ICS V
- Auskultasi : S1S2 tunggal, regular, murmur (-)

Pulmo
- Inspeksi : simetris pada saat statis dan dinamik
- Palpasi: Vocal fremitus dada N|N
N|N

N| N

20
Vocal fremitus punggung N | N
N | N
N | N
- Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru
- Auskultasi :
Pada kedua lapang paru :
Vesikuler + | + Rhonki - | - Whezing - | -
+ | + - | - - | -
+ | + - | - - | -
f. Abdomen
- Inspeksi : distensi (-)
- Auskultasi : bising usus (+) normal
- Perkusi : ascites (-)
- Palpasi : nyeri tekan (-) ballotment (-)
Hepar tidak teraba
Lien tidak teraba

g. Ekstremitas : hangat + + edema - -


+ + - -

3.4 Pemeriksaan Penunjang


3.4.1 Pemeriksaan Darah Lengkap
9 Mei 2016 Pukul 23: 25 wita
Parameter Hasil Interpretasi Unit Nilai Rujukan
WBC 17,41 Tinggi x103/µL 4,10 – 11,00
NEU 82,63 Tinggi % 47,00 – 80,00
LYM 9,44 Rendah % 13,00 – 40,00

21
MONO 7,22 % 2,00 – 11,00
EOS 0,10 % 0,00 – 5,00
BASO 0,61 % 0,00 – 2,00
RBC 4,41 Rendah x106/µL 4,50 – 5,90
HGB 13,08 Rendah g/dL 13,50– 17,50
HCT 42,76 % 41,00 – 53,00
MCV 97,00 fL 80,00 – 100,00
MCH 29,66 Pg 26,00 – 34,00
MCHC 30,58 Rendah g/dL 31,00 – 36,00
RDW 12,17 % 11,60 – 14,80
PLT 519,30 Tinggi x103/µL 150,0 – 440,0
MPV 5,83 Rendah fL 6,80 – 10,00

3.4.2. Pemeriksaan Kimia Klinik


10 Mei 2016 Pukul 05: 49 wita
Parameter Hasil Interpretasi Unit Nilai Rujukan
SGOT 52,50 Tinggi U/L 11 – 33
SGPT 110,40 Tinggi U/L 11,0 – 50,0
Albumin 3,71 g/dL 3,40 – 4,80
BS Acak 124 mg/dL 70,00 – 140,00
BUN 14 mg/dL 8.00 - 23.00
Creatinin 0,82 mg/Dl 0,70 – 1,20
Natrium 131 Rendah mmol/L 136 – 145
Kalium 4,48 mmol/L 3.50 – 5.10
3.4.3. Imunoserologi
9 Mei 2016 Pukul : 23:25 wita

Parameter Hasil Nilai Rujukan Keterangan

Anti Salmonella Positif: skor Negatif: skor 2-3


Thypi IgM 6 Positif lemah: skor 4
Positif kuat: skor 6-10

3.5 Diagnosis
1. Diagnosis Banding
Observasi febris e.c suspek demam tifoid
dd : -Demam berdarah dengue
-Malaria
2. Diagnosis Kerja (09/05/2016)
Demam Tifoid
3.6. Penatalaksanaan

22
3.6.1 Terapi
Terapi pada pasien ini bersifat simtomatik dan suportif berupa:
− Pemberian cairan secara intravena:
IVFD NaCl dengan 20 tetes/menit
− Antipiretik: Paracetamol tablet 3x500 mg per oral
− Antibiotik: Ceftriaxone 1x3gram IV
− Diet lunak
3.6.2 Planning Diagnosis
Planning diagnosis pada pasien ini diantaranya:
 Blood Culture
3.6.3 Monitoring
Monitoring yang dilakukan terhadap pasien:
 Vital Sign
 Keluhan
 Cairan masuk-cairan keluar

BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Gejala Klinis


4.1.1 Anamnesis
Pada pasien dengan demam tifoid, akan mengalami proses asimptomatik
yang biasanya dimulai dari hari ke 7-14, dengan onset dari bakterimia ditandai
dengan demam dan kelemahan. Pada awal sakit biasanya didapatkan demam yang
samar-samar dan naik turun. Pada kasus tifoid, demam mengalami peningkatan
terutama sore hingga malam hari.1,3,15 Dari hari kehari demam dirasakan semakin
tinggi disertai dengan berbagai gejala seperti sakit kepala, mual, muntah, nyeri ulu
hati, nyeri perut, pegal-pegal, serta insomnia, dan gangguan kesadaran.1,15,16
Pada kasus ini, pasien mengeluhkan mengalami demam sejak 10 hari yang
lalu sebelum dibawa ke UGD RSUP Sanglah dan saat pemeriksaan didapatkan
suhu tubuh pasien yaitu 38,0°C. Panas badan ini dirasakan semakin meningkat
dari hari kehari, dan paling tinggi dirasakan pasien pada sore ke malam hari. Rata

23
– rata suhu pasien sebelum MRS adalah 37,8 oC, suhu tertinggi yang pernah
dimiliki pasien adalah 38,3oC SMRS. Pasien juga mengeluhkan lemas diseluruh
tubuh dan nyeri sendi hingga mengalami kesulitan saat berjalan. Selain itu, pasien
juga mengeluhkan mengalami sakit kepala di seluruh bagian kepala. Terjadi
penurunan nafsu makan dan perut terasa kembung sejak 10 hari yang lalu. Mual
dan muntah dialami pasien setiap setelah makan sampai dua kali dalam sehari.
Muntahan pasien berisikan makanan yang dikonsumsi pasien. Volume tiap sekali
muntah kurang lebih setengah gelas. Pasien mengatakan BAB encer selama 5 hari
SMRS, dengan frekuensi tiga kali sehari. Tidak ada lendir maupun darah pada
feses, ampas (+). BAK dikatakan normal.

4.1.2 Pemeriksaan Fisik


Pada pasien dengan demam tifoid, akan mengalami proses asimptomatik
yang biasanya dimulai dari hari ke 7-14, dengan onset dari bakterimia ditandai
dengan demam dan kelemahan. Pada pasien demam tifoid juga didapatkan tanda
lidah kotor, nyeri tekan pada abdomen, hepatosplenomegali, bradikardi relative,
rose spot, meteorismus, gangguan mental.1,3,15
Pada kasus ini, didapatkan mata pasien didapatkan dalam batas normal.
Pemeriksaan lidah pasien ditemukan lidah kotor. Selain itu didapatkan bradikardi
relative dengan nadi : 66x/menit, dan temperature axilla 38,0oC. Sedangkan
thorak, abdomen dan ekstremitas dalam batas normal.

4.2 Pemeriksaan Penunjang


Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan
diagnosis demam tifoid antara lain pemeriksaan darah lengkap, kultur (sumsum
tulang belakang, darah, feses), uji widal, uji tubex, uji typhidot dan uji thypidot
M.7,18 Pada pemeriksaan darah lengkap sering ditemukan leukopenia namun dapat
pula kadar leukosit normal ataupun leukositosis, eosinofilia, trombositopenia
ringan dan anemia ringan. Pada demam tifoid juga terjadi peningkatan laju endap
darah, serta sering terjadi peningkatan SGOT dan SGPT.Pemeriksaan lain yang
bisa dilakukan yaitu pemeriksaan kultur (darah, urine dan feses) yang tujuannya
untuk menemukan organism penyebab tifoid. Uji widal juga dapat dilakukan,
yang tujuannya untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap kuman S.typhi.

24
Berbagai macam uji lain juga dapat dilakukan seperti Uji Tubex, Uji Typhidot,
Uji IgM Dipstik namun uji ini tidak terlalu umum untuk dilakukan.1,7,18
Pada pasien ini telah dilakukan beberapa kali pemeriksaan laboratorium
pada tanggal 9 Mei 2016 dan memperoleh hasil sebagai berikut. Pemeriksaan
darah lengkap yang dilakukan pasien didapatkan terjadi peningkatan dari leukosit
(leukositosis) dan platelet. Penurunan hemoglobin disertai dengan penurunan
RBC, dan MCHC. Dari pemeriksaan enzim transaminase ditemukan peningkatan
pada setiap pemeriksaan dengan nilai SGOT 52,50 U/L dan SGPT 110,40 U/L
pada pemeriksaan pada tanggal 10 Mei 2016.
Pada pasien ini telah dilakukan pemeriksaan untuk mencari etiologi dari
demam tifoid dengan melaksanakan Uji anti salmonella yang menunjukkan hasil
positif score= 6 dan berarti pasien dinyatakan positif demam tifoid.

4.3 Diagnosis Banding


Berdasarkan data yang kami dapatkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik
yang ditunjang dengan pemeriksaan penunjang sehingga dapat mengarahkan kita
pada diagnosis demam tifoid. Namun, dari data ini masih dapat disusun beberapa
diagnosis banding berupa demam berdarah dengue, dan malaria.
Berdasarkan pustaka, pasien demam berdarah dengue biasanya datang
dengan keluhan demam 2-7 hari, nyeri kepala, nyeri tulang belakang dan perasaan
lelah. Dari pemeriksaan laboratorium akan diperoleh jumlah leukosit yang
normal/menurun, trombositopenia, hematokrit ≥20%, SGOT/SGPT meningkat
dan dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG dan NS-1 untuk mendeteksi pada hari 1
demam. Sedangkan dari pemeriksaan fisik akan diperoleh uji bendung positif dan
adanya pendarahan spontan (petekie, ekimosis, purpura).20
Pada kasus malaria, pasien akan datang dengan keluhan lemas, nyeri sendi,
sakit kepala, anorexia dan trias malaria. Trias malaria antara lain : periode dingin,
dimana pasien merasakan menggigil kemudian membungkus diri dengan selimut
dan diikuti dengan peningkatan suhu tubuh. Periode panas dimana penderita muka
merah, nadi cepat, panas badan tetap tinggi beberapa jam dan diikuti keadaan

25
berkeringat. Terakhir periode berkeringat, penderita akan berkeringat banyak dan
temperature turun dan kemudian penderita merasa sehat.21

4.4 Penatalaksanaan
Adapun penatalaksanaan yang dapat diakukan untuk panderita demam tifoid
antara lain:
1. Penatalaksanaa secara umum
Penderita demam tifoid, dengan gambaran klinis yang jelas sebaiknya
mendapatkan perawatan di rumah sakit atau sarana kesehatan lainnya guna
mengoptimalisasi pengobatan dan mencegah komplikasi, dan observasi
terhadap perjalanan penuyakit, minimalisasi komplikasi. Diet yang
dilakukan untuk penderita demam tifoid adalah cukup kalori dan protein,
serta rendah serat (selulosa). Rendah serat ini bertujuan untuk mencegah
pendarahan dan perforasi.22

2. Terapi antimikroba22
Optimal therapy Alternative effective drugs
Susceptibili Antibiotic Daily Days Antibiotic Daily Days
ty dose dose
mg/k mg/kg
g
Fully Fluroquinolone 15 5-7 Chloramphenicol 50-75 14-21
sensitive e.g Ofloxacine Amoxicillin 75-100 14
or TMP-SMX 8-40 14
Ciprofloxacin
Multidrug Fluroquinolone 15 5-7 Azitromycin 8-10 7
resistance or 15-20 7-14 Cefixime 15-20 7-14
Cefixime
Quinolone Azytromycine 8-10 7 Cefixime 20 7-14
resistance or Ceftriaxone 75 7-14

Pada pasien ini diberikan penanganan seperti:


 Masuk Rumah Sakit (MRS)
 IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
 Parasetamol 3x500 mg
 Ceftriaxone 1 x 3 gr (iv)

26
 Diet cukup kalori dan protein. Rendah serat atau selulosa untuk mencegah
pendarahan dan perforasi biasanya diet cair seperti bubur lunak dan
makanan tim.

BAB V

PENUTUP

5.1 Simpulan

1. Demam tifoid adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri Salmonella


typhi dan paratyphi dari genus Salmonella. Seluruh infeksi Salmonella
berawal dari masuknya organisme tersebut melalui makanan atau
minuman yang telah terkontaminasi. Terdapat periode inkubasi atau
asimptomatik selama 7-14 hari.

2. Pada kasus tifoid, demam mengalami peningkatan terutama sore hingga


malam hari. Dari hari kehari demam dirasakan semakin tinggi disertai
dengan berbagai gejala seperti sakit kepala, mual, muntah, nyeri ulu hati,
nyeri perut, pegal-pegal, serta insomnia, dan gangguan kesadaran. Pada
pasien demam tifoid juga didapatkan tanda lidah kotor, nyeri tekan pada

27
abdomen, hepatosplenomegali, bradikardi relative, rose spot, meteorismus,
gangguan mental.

3. Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk


menegakkan diagnosis demam tifoid antara lain pemeriksaan darah
lengkap, kultur (sumsum tulang belakang, darah, feses), uji widal, uji
tubex, uji typhidot dan uji thypidot M.

5.2 Saran
Pasien dan keluarga perlu mendapatkan edukasi tentang demam tifoid,
terutama tentang penyebaran dan cara pencegahannya. Rute utama penyebaran
demam tifoid adalah melalui air dan makanan yang telah terkontaminasi oleh
kuman Salmonella thyphi, sehingga minuman dan makanan yang dikonsumsi
haruslah higienis. Contohnya seperti air minum yang dimasak hingga mendidih
(100oC) atau pemberian klorin pada penyimpanan air. Proses penyiapan makanan
yang higienis seperti mencuci tangan dengan sabun sebelum menyiapkan
makanan dan sebelum makan dan menghindari makanan mentah. Pasien yang
baru sembuh dari demam tifoid juga perlu menggunakan alat-alat makan yang
terpisah dengan anggota keluarga yang lain dan menerapkan pola hidup yang
higienis dalam hal MCK.

28

Anda mungkin juga menyukai