Demam Tifoid - Astri.2016
Demam Tifoid - Astri.2016
Demam Tifoid - Astri.2016
PENDAHULUAN
Demam tifoid adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi
dan paratyphi dari genus Salmonella. Bakteri ini adalah gram negatif, bergerak,
tidak berkapsul, tidak membentuk spora, tetapi memiliki fimbria, bersifat aerob
dan anaerob fakultatif. Ukuran antara (2-4) x 0,6 µm. Suhu optimum untuk
tumbuh adalah 37OC dengan PH antara 6-8. Perlu diingat bahwa bakteri ini dapat
hidup sampai beberapa minggu di alam bebas serta di dalam air, es, sampah, dan
debu.1,2,3 Demam tifoid juga dikenal dengan typhus abdominalis atau enteric
fever.3,4
Sebagian besar penyebaran S.typhi diketahui melalui media makanan dan
atau minuman yang terkontaminasi oleh bakteri tersebut pada kotoran atau feses
orang dengan demam tifoid.2,5 Hal tersebut menyebabkan bakteri penyebab
demam tifoid mudah menular dan berkaitan erat dengan tingkat sanitasi
individu.3,4,6 Demam tifoid menyebar melalui dua sumber penularan, yaitu pasien
dengan demam tifoid dan yang terbanyak adalah orang dengan status sebagai
carrier.5,6 Setelah masuk ke dalam tubuh, bakteri ini memiliki masa inkubasi 7-14
hari (rentang 3-60 hari) dengan perjalanan penyakit yang terkadang tidak
teratur.7,8 Demam tifoid umumnya menyerang penderita kelompok umur 12-30
tahun, dimana laki-laki memiliki risiko terjangkit yang sama dengan wanita.10
Data persebaran demam tifoid menunjukkan bahwa penyakit ini masih
menjadi permasalahan utama dunia, terutama pada negara berkembang dan
berpenghasilan menengah kebawah dimana akses terhadap air bersih dan sanitasi
sampai hygiene standar yang tidak memadai. Penelitian yang dilakukan Ochiai,
dkk (2008) terhadap 5 negara di Asia, yaitu Pakistan, India, Indonesia, Vietnam,
dan Cina, menemukan bahwa Indonesia merupakan negara peringkat ketiga
dengan insiden demam tifoid sebesar 180 kasus per 100.000 penduduk per
tahunnya.9 Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan
prevalensi demam tifoid di Indonesia sebesar 1,5%.10
Di Indonesia, demam tifoid masih menjadi salah satu penyakit endemis
utama dimana apabila telah terjadi komplikasi dapat menyebabkan kematian. 10
1
Sejalan dengan hal tersebut, diagnosis awal sangat penting untuk ditegakkan agar
pemberian terapi secara adekuat dapat segera dilaksanakan dan meminimalkan
terjadinya komplikasi.4 Diagnosis demam tifoid ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pada umumnya
penanda klinis penyakit ini berupa tanda kardinal (cardinal sign) seperti demam
lebih dari 7 hari, lidah kotor atau coated (typoid) tongue, bradikardi relatif,
hepato-splenomegali, meteorismus atau perut kembung, sampai gangguan
sensorium, sakit kepala, kelemahan, nausea, nyeri abdomen, anoreksia, muntah,
gangguan gastro intestinal, insomnia, penurunan kesadaran, kesadaran berkabut,
dan feses berdarah.1,3,6
Berdasarkan pemaparan tersebut, pengkajian dan pemahaman terhadap
aspek-aspek penyakit demam tifoid merupakan suatu urgensi yang perlu
mendapatkan perhatian tenaga medis dalam rangka meningkatkan pengalaman
klinis (clinical experiences) penanganan penyakit demam tifoid dan melaksanakan
prinsip penanganan sesuai prosedur penatalaksanaan secara tepat dan
komprehensif. Dalam hal ini, metode pengkajian berdasarkan kasus (case-based)
sebagai pendekatan diharapkan akan mampu memberikan pemahaman lebih
melalui perpaduan metode analisis perbandingan antara kasus dengan aspek
teoritisnya. Hal ini diharapkan dapat mengoptimalkan peran penyedia layanan
kesehatan dalam menurunkan health burden akibat demam tifoid sehingga
berimplikasi pada penurunan angka morbiditas, komorbiditas, disabilitas, dan
mortalitas akibat demam tifoid.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Indonesia juga berkaitan dengan rumah tangga, yaitu adanya anggota keluarga
dengan riwayat terkena demam tifoid, tidak adanya sabun untuk mencuci tangan,
menggunakan piring yang sama untuk makan, dan tidak tersedianya tempat buang
air besar dalam rumah.13
4
menimbulkan reaksi inflamasi sistemik seperti demam, malaise, mialgia, sakit
kepala, sakit perut, instabilitas vaskuler, gangguan mental dan koagulasi.14,15
Didalam peyer’s patch, makropag yang hiperaktif ini menimbulkan reaksi
hiperplasia jaringan. Dimana makropag akan menginduksi reaksi hipersensitifitas
tipe lambat, yang kemudian akan terjadi hiperplasia jaringan pada minggu
pertama dan nekrosis organ yang terjadi pada minggu kedua. Hal yang lebih berat
terjadi pada minggu ketiga yaitu ulkus. Ulkus ini mudah mengalami pendarahan
dan perforasi yang merupakan komplikasi yang berbahaya. Endotoksin dapat
menempel di reseptor sel endotel kapiler dengan akibat imbulnya komplikasi
seperti gangguan neuropsiatrik, kardiovaskuler, pernapasan, dan gangguan organ
lainnya.15
Walaupun tifoid melibatkan sistemik dan lokal humoral serta selular imun
respon, namun ini tidak dapat mencegah dari kekambuhan atau infeksi berulang.
Karena pada pasien yang tidak mendapatkan penanganan hingga sembuh
sempurna, bakteri dapat tinggal di kantong empedu dan ginjal, sehingga pasien
dapat menjadi karier.14
Beberapa gejala memberikan tanda khas pada penyakit ini antara lain panas
badan, lidah tifoid, bradikardi relatif dan gejala saluran pencernaan. Pada demam
tifoid, pola panas badan yang khas adalah tipe step ladder pattern dimana suhu
meningkat, kemudian turun tetapi tetap di atas suhu awal, kemudian meningkat
lagi lebih tinggi daripada peningkatan pertama, dan begitu seterusnya hingga
kurang lebih 1 minggu, kemudian menetap pada suhu 390C-400C. Gejala ini
timbul sebagai dampak dari sitokin proinflamatori serta berbagai mediator kimia.15
5
denyut nadi sebanyak 15. Bradikardi relatif adalah keadaan dimana peningkatan
suhu 10C diikuti oleh peningkatan nadi <15. Hal ini dapat disebabkan oleh
endotoksin dari Salmonella yang mengganggu irama jantung sehingga jantung
tidak dapat mengkompensasi kenaikan suhu tubuh.15,16
6
Lidah berselaput Sangat sering
Nyeri tenggorokan
Paru-paru
Batuk ringan Sering
Batuk bronkitik Sering
Rales Sering
Pneumonia Jarang (Lobar) Jarang Sering (basal)
Kardiovaskuler
Nadidikrotik Jarang Sering
Miokarditis Jarang
Perikarditis Hampir tidak
ada
Tromboplebitis Sangat jarang
Gastrointestinal
Konstipasi Sangat sering Sering
Diare Jarang Sering (peasoup)
Perut kembung Sangat sering
dengan timpani (84%)
Nyeri perut difus Sangat sering
yang ringan
Rasa nyeri tajam Jarang
dikuadran bawah
kanan abdomen
Pendarahan Sangat Jarang Sangat sering
gastrointestinal
Perforasi intestinal Jarang
Hepatosplenomegali Sering
Jaundice Sering
Nyeri Sangat jarang
kandungempedu
Urogenital
Retensi urin Sering
7
Hematuria Jarang
Nyeri ginjal Jarang
Muskuloskeletal
Mialgia Sangat jarang
Atralgia Sangat jarang
Reumatologi
Atritis (sendi besar) Hampir tidak ada
Dermatologi
Rose Spots Jarang
Lain-lain
Abses Hampir tidak ada
2.5 Diagnosis
Diagnosis klinis adalah kegiatan anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk
mendapatkan sindrom klinis demam tifoid. Diagnosis klinis adalah diagnosis kerja
yang berarti penderita telah mulai dikelola sesuai dengan manajemen tifoid.
Sindrom klinis adalah kumpulan gejala – gejala tifoid. Di antara gejala klinis yang
sering ditemukan pada tifoid, adalah :
Sesuai dengan kemampuan mendiagnosis dan tingkat perjalanan tifoid saat
diperiksa, maka diagnosis klinis tifoid diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :
1). Suspek Demam Tifoid (Suspect Case)
Dengan anamnesis, pemeriksaan fisik didapatkan gejala demam,
gangguan saluran cerna dan petanda gangguan kesadaran. Pada tahap ini
pasien mengalami demam ≥38°C yang berlangsung minimal 3 hari, dengan
konfirmasi hasil kultur yang positif (darah, sumsum tulang, cairan usus)
S.typhi.1,2
8
2). Demam Tifoid Klinis (Probable Case)
Telah didapatkan gejala klinis yang lengkap atau hampir lengkap, serta
didukung oleh gambaran laboratorium yang menunjukkan tifoid, yaitu
demam ≥38°C yang berlangsung minimal 3 hari, dengan serodiagnosis atau
deteksi antigen yang positif tanpa isolasi S. typhi. 1,2
3). Chronic Carrier
Pada tahap ini terdapat bukti S.typhi pada feses atau urin atau kultur
empedu yang positif selama lebih dari 1 tahun setelah onset demam tifoid
akut.2
Untuk menegakkan diagnosis demam tifoid diperlukan anamnesis,
pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang (laboratorium, mikrobiologi, atau
serologi).2,5 Diagnosis klinis penyakit ini sering tidak tepat, karena gejala klinis
yang khas pada demam tifoid tidak ditemukan atau gejala yang sama dapat juga
ditemukan pada penyakit lain. Di sisi lain, diagnosis klinis demam tifoid sering
kali terlewatkan karena pada penyakit dengan demam beberapa hari tidak
diperkirakan kemungkinan diagnosis demam tifoid. Selain itu, penentuan terhadap
adanya komplikasi atau kondisi penyerta pada penetapan diagnosis akan
membantu menggolongkan pasien dalam kategori penatalaksanaan yang sesuai
dan mencegah perburukan kondisi pasien.
Anamnesis dan pemeriksaan fisik pada kasus demam tifoid dilakukan
berdasarkan gejala dan tanda yang muncul berdasarkan proses perjalanan
penyakitnya. Pada daerah yang endemik tifoid, demam selama seminggu tanpa
penyebab yang pasti, harus dicurigai tifoid, hingga penyebab pasti dari demam
dapat diketahui. Diagnosis definitif dari demam tifoid tergantung dari isolasi
terhadap S.typhi dari darah, sumsum tulang belakang, atau lesi anatomi yang
spesifik.2,5,8 Sedangkan adanya gejala klinis atau deteksi antibodi spesifik hanya
merupakan diagnosis sugestif, bukan definitif. Kultur darah merupakan mainstay
untuk diagnosis sampai saat ini, namun kultur sumsum tulang merupakan gold
standard-nya. 2,5,8
9
seminggu tanpa penyebab yang pasti, harus dicurigai tifoid, hingga penyebab pasti
dari demam dapat diketahui. Diagnosis definitif dari demam tifoid tergantung dari
isolasi terhadap S. typhi dari darah, sumsum tulang belakang, atau lesi anatomi
yang spesifik. Kegagalan dalam mengisolasi organisme biasanya terjadi karena
beberapa faktor antara lain terbatasnya sarana laboratoium, penggunaan natibotik,
volume spesismen untuk kultur, dan waktu pengambilan. Pengambilan darah pada
remaja hingga dewasa sekitar 10-15 ml sedangkan untuk anak-anak hingga
preschool diperlukan 2-4 ml. hal ni terkait dengan jumlah atau level baterimia
pada anak-anak lebih tinggi dibandingkan dengan dewasa.17
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan
diagnosis demam tifoid antara lain pemeriksaan darah lengkap, kultur (sumsum
tulang belakang, darah, feses), uji widal, uji tubex, uji typhidot dan uji IgM
dipstick.15
a. Pemeriksaan darah lengkap
Gambaran darah tepi pada permulaan penyakit dapat berbeda dengan
pemeriksaan pada keadaan penyakit yang lanjut. Pada permulaan penyakit,
dapat dijumpai pergeseran hitung jenis sel darah putih ke kiri, sedangkan
pada stadium lanjut terjadi pergeseran darah tepi ke kanan (limfositosis
relatif ). Ciri lain yang sering ditemukan pada gambaran darah tepi adalah
aneosinofilia (menghilangnya eosinophil).18 Namun dapat pula ditemukan
kadar leukosit normal ataupun leukositosis, leukopenia, trombositopenia
ringan dan anemia ringan. Leukositosis dapat ditemui walaupun tanpa
adanya tanda infeksi sekunder. Terjadinya leukopenia akibat depresi dari
sumsum tulang oleh endotoksin dan mediator endogen yang ada.
Sedangkan trombositopenia berhubungan dengan produksi yang menurun
dan destruksi yang meningkat dari sel-sel RES. Berbeda halnya dengan
anemia yang disebabkan oleh produksi hemoglobin serta pendarahan
intestinal yang tidak nyata. Pada demam tifoid juga terjadi peningkatan
laju endap darah, serta sering terjadi peningkatan SGOT dan SGPT.2,5
b. Pemeriksaan kultur darah
Pemeriksaan lain yang rutin dilakukan yaitu kultur orgasnisme. Kultur
darah merupakan gold standard metode diagnostik dan hasilnya positif
10
pada 60-80% dari pasien, bila darah yang tersedia cukup (darah yang
diperlukan 15 mL untuk pasien dewasa). 18 Untuk daerah endemik dimana
sering terjadi penggunaan antibiotik yang tinggi, sensitivitas kultur darah
rendah (hanya 10-20% kuman saja yang terdeteksi).7 Sedangkan kultur dari
sumsum tulang belakang mampu memberikan sensitivitas yang lebih baik,
sekitar 80-95% positif terhadap demam tifoid. 17 Hal ini dilihat dari
perbandingan terhadap mikroorganisme yang terdapat didarah lebih
rendah dibandingkan di sumsum tulang belakang. Kultur darah dan
sumsum tulang harus diambil pada minggu 1 dan sebaiknya sebelum
penggunaan antibiotik.17
c. Uji widal
Uji widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap kuman
S.typhi. Tes serologi widal adalah reaksi antara antigen (suspense
Salmonella yang telah dimatikan) dengan aglutinin yang merupakan
antibodi spesifik terhadap komponen bakteri Salmonella di dalam darah
manusia (saat sakit, karier atau pasca vaksinasi). Prinsip tes adalah
terjadinya reaksi aglutinasi antara antigen dan aglutinin yang dideteksi
yakni aglutinin O dan H.1 Biasanya antibodi antigen dijumpai pada hari 6-
8 dan antibodi terhadap antigen H dijumpai pada hari 10-12 setelah sakit. 18
Pada orang yang telah sembuh, antibodi O masih tetap dapat dijumpai
setelah 4-6 bulan dan antibodi H setelah 10-12 bulan. 19 Karena itu, Widal
bukanlah pemeriksaan untuk menentukan kesembuhan penyakit.19
Diagnosis didasarkan atas kenaikan titer sebanyak 4 kali pada dua
pengambilan berselang beberapa hari atau bila klinis disertai hasil
pemeriksaan titer Widal di atas rata-rata titer orang sehat setempat.
Semakin tinggi titternya berarti semakin besar kemungkinan terinfeksi
kuman tersebut.
d. Uji Tubex
Uji lain yang juga dapat dilakukan yaitu uji tubex. Uji ini merupakan uji
semi kuantitatif kolometrik yang cepat (beberapa menit) dan mudah
11
dilakukan. Pemeriksaan Tubex dapat mendeteksi antibody IgM. Hasil
pemeriksaan yang positif menunjukkan adanya infeksi terhadap
Salmonella. Antigen yang dipakai pada pemeriksaan ini adalah O9 dan
hanya dijumpai pada Salmonella serogroup D.18 Hasil postif uji Tubex ini
menunjukkan terdapat infeksi Salmonella serogroup walau tidak secara
spesifik menunjukkan pada S.typhi. Sedangkan infeksi oleh S.paratyphi
akan menunjukkan hasil yang negatif.15
e. Uji Typhidot
Uji ini dapat mendeteksi antibody IgM dan IgG yang terdapat pada protein
embran luar dari S. typhi. Typhidot yang dapat mendeteksi IgM dan IgG.
Terdeteksinya IgM menunjukkan fase akut demam tifoid, sedangkan
terdeteksinya IgG dan IgM menunjukkan demam tifoid akut pada fase
pertengahan.18 Antibodi IgG dapat menetap selama 2 tahun setelah infeksi,
oleh karena itu, tidak dapat untuk membedakan antara kasus akut dan
kasus dalam masa penyembuhan.18 Hasil positif dari uji typhidot
didapatkan 2-3 hari setelah infeksi dan dapat mengidentifikasi secara
spesifik antibodi IgM dan IgG terhadap antigen S. typhi seberat 50kD yang
terdapat pada strip nitroselullosa.15
12
2.7 Diagnosis Banding
Beberapa diagnosis banding demam tifoid adalah demam berdarah dengue
(dengue hemorrhagic fever) dan malaria. Pada demam berdarah dengue, pasien
biasanya datang dengan keluhan demam yang berlangsung terus menerus 2-7 hari,
terdapat nyeri tulang belakang dan perasaan lelah, disertai tanda perdarahan
seperti: uji bending positif, petekie (bintik merah pada kulit), epistaksis
(mimisan), atau berak darah berwarna hitam (melena). Tipe demam pada infeksi
virus dengue sedikit berbeda dengan tifoid antara lain adanya demam tinggi
selama 1-3 hari dan kemudian demam turun dan disertai dengan penurunan
trombosit pada hari berikutnya. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan
jumlah trombosit menurun (trombositopenia), kadar hematokrit meningkat
(hemokonsentrasi), SGOT/SGPT meningkat, dan hasil tes serologis positif antigen
virus dengue (NS 1 dan IgM dan IgG). 20
2.8 Penatalaksanaan
13
menekan gejala-gejala yang dijumpai seperti demam, diare, konstipasi, mual,
muntah. Konstipasi bila lebih dari 3 hari perlu dibantu dengan paraffin atau lavase
dengan glistering. Obat bentuk laksan ataupun enema tidak dianjurkan karena
dapat menimbulkan perdarahan maupun perforasi intestinal. Pengobatan suportif
dimaksudkan untuk memperbaiki keadaan penderita, misalnya pemberian cairan,
elektrolit, bila terjadi gangguan keseimbangan cairan, vitamin,dan mineral yang
dibutuhkan oleh tubuh dan antipiretik untuk mempercepat penurunan demam.
Selain terapi antibiotik dan suportif, pasien dengan demam tifoid dianjurkan untuk
istirahat total guna mencegah terjadinya komplikasi. 22
14
Fully Fluroquinolone 15 5-7 Chloramphenicol 50-75 14-21
sensitive e.g Ofloxacine Amoxicillin 75-100 14
or TMP-SMX 8-40 14
Ciprofloxacin
Multidrug Fluroquinolone 15 5-7 Azitromycin 8-10 7
resistance or 15-20 7-14 Cefixime 15-20 7-14
Cefixime
Quinolone Azytromycine 8-10 7 Cefixime 20 7-14
resistance or Ceftriaxone 75 7-14
15
terkonsentrasi dalam sel, sehingga dianggap ideal untuk digunakan dalam
pengobatan demam tifoid dimana kuman penyebabnya yaitu Salmonella thypi
yang merupakan kuman intraselular.15
2.9 Komplikasi
a. Komplikasi Intestinal
1. Pendarahan Intestinal
Pada plak peyeri usus yang terinfeksi terutama ileum terminalis dapat
berbentuk luka. Bila luka tersebut menembus lumen usus dan mengenai
pembuluh darah maka terjadi perdarahan. Selanjutnya apabila tukak
menembus dinding usus maka dapat terjadi perforasi. Perdarahan juga
dapat disebabkan oleh gangguan koagulasi darah. Sekitar 25% penderita
dapat mengalami pendarahan minor yang tidak memerlukan transfusi
darah. 3,4
2. Perforasi Usus
Biasanya timbul pada minggu ketiga yang ditandai dengan keluhan nyeri
perut hebat terutama pada daerah kuadran kanan bawah, yang kemudian
menyebar ke seluruh perut disertai dengan tanda-tanda ileus. Tanda-tanda
perforasi lainnya adalah nadi cepat, tekanan darah turun hingga terjadi
syok. Beberapa faktor yang dapat meningkatkan kejadian perforasi usus
adalah umur, lama demam, modalitas pengobatan, dan beratnya
penyakit.3,4
b. Komplikasi Ekstra-Intestinal
1. Komplikasi Hematologik
Komplikasi Hematologik berupa trombositopenia, peningkatan PT dan
PTT, sampai koagulasi intravaskular diseminata.Trombositopenia
kemungkinan terjadi karena menurunnya produksi trombosit pada sumsum
tulang karena proses infeksi atau meningkatnya destruksi trombosit di
sistem retikuloendotelial. Penyebab koagulasi intravaskular diseminata
pada demam tifoid belum jelas, namun sering dikatakan bahwa endotoksin
mengaktifkan beberapa sistem biologik, koagulasi dan fibrinolisis.
Pelepasan kinin, prostaglandin dan histamin menyebabkan vasokonstriksi
16
dan kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan perangsangan
mekanisme koagulasi.3,4
2. Hepatitis Tifosa
Untuk membedakan apakah hepatitis ini oleh karena tifoid, virus, malaria
atau amoeba, maka perlu diperhatikan kelainan fisik, parameter
laboratorium dan histopatologi hati. Pada demam tifoid kenaikan enzim
transaminase tidak relevan dengan kenaikan serum bilirubin. Hal ini
membedakan dengan hepatitis oleh karena virus. 1,3,4
3. Pankreatitis Tifosa
Komplikasi yang jarang terjadi pada demam tifoid. Pemeriksaan enzim
amilase dan lipase serta USG atau CT Scan dapat membantu diagnosis
penyakit ini dengan akurat. Pada umumnya penanganan pankreatitis
diberikan antibiotik intravea seperti ceftriaxone atau quinolon. 1,3,4
4. Miokarditis
Terjadi pada 1-5% penderita demam tifoid dan dijumpai pada pasien yang
sakit berat. 3,4
5. Manifestasi Neuro-Psikiatrik/Tifoid Toksik
Dapat berupa delirium dengan atau tanpa kejang, rigiditas parkinson,
meningismus, meningitis dan psikosis. Terkadang diikuti suatu sindrom
klinis berupa gangguan atau penurunan kesadaran akut, dengan atau tanpa
disadari kelainan neurologis lainnya.3,4
BAB III
LAPORAN KASUS
17
Tanggal Lahir : 31 Desember 1957
Umur : 58 Tahun
Alamat : BR Ringdikit Seririt Singaraja
Agama : Hindu
Suku : Bali
Kewarganegaraan : Indonesia
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Status : Menikah
Tanggal MRS : 8 Mei 2015
Tanggal Pemeriksaan : 13 Mei 2015
3.2 Anamnesis
3.2.1 Keluhan Utama
Demam
18
SMRS, dengan frekuensi tiga kali sehari. Tidak ada lendir maupun darah pada
feses, ampas (+). BAK dikatakan normal. Keluhan seperti batuk dan pilek
disangkal.
19
d. Tekanan darah : 120/80 mmHg
e. Nadi : 66x/menit
f. Laju respirasi : 20x/menit
g. Suhu aksila : 38°C
h. Tinggi Badan : 178 cm
i. Berat Badan : 75 kg
j. BMI : 23,65 kg/m2
Status Generalis
a. Mata : anemis (-/-), ikterus (-/-), refleks pupil (+/+) isokor, edema
palpebra (-/-)
b. THT
- Telinga : bentuk normal, tanda radang (-/-), bekas luka (-)
- Hidung : bentuk normal, tanda radang (-), ekskoriasi (-), kongesti (-)
- Tenggorok : tonsil (T1/T1), faring hiperemis (-),
c. Mulut : sianosis (-), lidah kotor (+)
d. Leher : JVP 0 cmH2O, pembesaran kelenjar (-)
e. Thoraks : simetris (+)
Cor
- Inspeksi : tidak tampak pulsasi iktus kordis
- Palpasi : iktus kordis tidak teraba
- Perkusi : batas atas : ICS II
batas bawah : MCL sinistra ICS V
batas kanan :1 cm lateral PSL dextra ICS V
batas kiri :1 cm MCL sinistra ICS V
- Auskultasi : S1S2 tunggal, regular, murmur (-)
Pulmo
- Inspeksi : simetris pada saat statis dan dinamik
- Palpasi: Vocal fremitus dada N|N
N|N
N| N
20
Vocal fremitus punggung N | N
N | N
N | N
- Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru
- Auskultasi :
Pada kedua lapang paru :
Vesikuler + | + Rhonki - | - Whezing - | -
+ | + - | - - | -
+ | + - | - - | -
f. Abdomen
- Inspeksi : distensi (-)
- Auskultasi : bising usus (+) normal
- Perkusi : ascites (-)
- Palpasi : nyeri tekan (-) ballotment (-)
Hepar tidak teraba
Lien tidak teraba
21
MONO 7,22 % 2,00 – 11,00
EOS 0,10 % 0,00 – 5,00
BASO 0,61 % 0,00 – 2,00
RBC 4,41 Rendah x106/µL 4,50 – 5,90
HGB 13,08 Rendah g/dL 13,50– 17,50
HCT 42,76 % 41,00 – 53,00
MCV 97,00 fL 80,00 – 100,00
MCH 29,66 Pg 26,00 – 34,00
MCHC 30,58 Rendah g/dL 31,00 – 36,00
RDW 12,17 % 11,60 – 14,80
PLT 519,30 Tinggi x103/µL 150,0 – 440,0
MPV 5,83 Rendah fL 6,80 – 10,00
3.5 Diagnosis
1. Diagnosis Banding
Observasi febris e.c suspek demam tifoid
dd : -Demam berdarah dengue
-Malaria
2. Diagnosis Kerja (09/05/2016)
Demam Tifoid
3.6. Penatalaksanaan
22
3.6.1 Terapi
Terapi pada pasien ini bersifat simtomatik dan suportif berupa:
− Pemberian cairan secara intravena:
IVFD NaCl dengan 20 tetes/menit
− Antipiretik: Paracetamol tablet 3x500 mg per oral
− Antibiotik: Ceftriaxone 1x3gram IV
− Diet lunak
3.6.2 Planning Diagnosis
Planning diagnosis pada pasien ini diantaranya:
Blood Culture
3.6.3 Monitoring
Monitoring yang dilakukan terhadap pasien:
Vital Sign
Keluhan
Cairan masuk-cairan keluar
BAB IV
PEMBAHASAN
23
– rata suhu pasien sebelum MRS adalah 37,8 oC, suhu tertinggi yang pernah
dimiliki pasien adalah 38,3oC SMRS. Pasien juga mengeluhkan lemas diseluruh
tubuh dan nyeri sendi hingga mengalami kesulitan saat berjalan. Selain itu, pasien
juga mengeluhkan mengalami sakit kepala di seluruh bagian kepala. Terjadi
penurunan nafsu makan dan perut terasa kembung sejak 10 hari yang lalu. Mual
dan muntah dialami pasien setiap setelah makan sampai dua kali dalam sehari.
Muntahan pasien berisikan makanan yang dikonsumsi pasien. Volume tiap sekali
muntah kurang lebih setengah gelas. Pasien mengatakan BAB encer selama 5 hari
SMRS, dengan frekuensi tiga kali sehari. Tidak ada lendir maupun darah pada
feses, ampas (+). BAK dikatakan normal.
24
Berbagai macam uji lain juga dapat dilakukan seperti Uji Tubex, Uji Typhidot,
Uji IgM Dipstik namun uji ini tidak terlalu umum untuk dilakukan.1,7,18
Pada pasien ini telah dilakukan beberapa kali pemeriksaan laboratorium
pada tanggal 9 Mei 2016 dan memperoleh hasil sebagai berikut. Pemeriksaan
darah lengkap yang dilakukan pasien didapatkan terjadi peningkatan dari leukosit
(leukositosis) dan platelet. Penurunan hemoglobin disertai dengan penurunan
RBC, dan MCHC. Dari pemeriksaan enzim transaminase ditemukan peningkatan
pada setiap pemeriksaan dengan nilai SGOT 52,50 U/L dan SGPT 110,40 U/L
pada pemeriksaan pada tanggal 10 Mei 2016.
Pada pasien ini telah dilakukan pemeriksaan untuk mencari etiologi dari
demam tifoid dengan melaksanakan Uji anti salmonella yang menunjukkan hasil
positif score= 6 dan berarti pasien dinyatakan positif demam tifoid.
25
berkeringat. Terakhir periode berkeringat, penderita akan berkeringat banyak dan
temperature turun dan kemudian penderita merasa sehat.21
4.4 Penatalaksanaan
Adapun penatalaksanaan yang dapat diakukan untuk panderita demam tifoid
antara lain:
1. Penatalaksanaa secara umum
Penderita demam tifoid, dengan gambaran klinis yang jelas sebaiknya
mendapatkan perawatan di rumah sakit atau sarana kesehatan lainnya guna
mengoptimalisasi pengobatan dan mencegah komplikasi, dan observasi
terhadap perjalanan penuyakit, minimalisasi komplikasi. Diet yang
dilakukan untuk penderita demam tifoid adalah cukup kalori dan protein,
serta rendah serat (selulosa). Rendah serat ini bertujuan untuk mencegah
pendarahan dan perforasi.22
2. Terapi antimikroba22
Optimal therapy Alternative effective drugs
Susceptibili Antibiotic Daily Days Antibiotic Daily Days
ty dose dose
mg/k mg/kg
g
Fully Fluroquinolone 15 5-7 Chloramphenicol 50-75 14-21
sensitive e.g Ofloxacine Amoxicillin 75-100 14
or TMP-SMX 8-40 14
Ciprofloxacin
Multidrug Fluroquinolone 15 5-7 Azitromycin 8-10 7
resistance or 15-20 7-14 Cefixime 15-20 7-14
Cefixime
Quinolone Azytromycine 8-10 7 Cefixime 20 7-14
resistance or Ceftriaxone 75 7-14
26
Diet cukup kalori dan protein. Rendah serat atau selulosa untuk mencegah
pendarahan dan perforasi biasanya diet cair seperti bubur lunak dan
makanan tim.
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
27
abdomen, hepatosplenomegali, bradikardi relative, rose spot, meteorismus,
gangguan mental.
5.2 Saran
Pasien dan keluarga perlu mendapatkan edukasi tentang demam tifoid,
terutama tentang penyebaran dan cara pencegahannya. Rute utama penyebaran
demam tifoid adalah melalui air dan makanan yang telah terkontaminasi oleh
kuman Salmonella thyphi, sehingga minuman dan makanan yang dikonsumsi
haruslah higienis. Contohnya seperti air minum yang dimasak hingga mendidih
(100oC) atau pemberian klorin pada penyimpanan air. Proses penyiapan makanan
yang higienis seperti mencuci tangan dengan sabun sebelum menyiapkan
makanan dan sebelum makan dan menghindari makanan mentah. Pasien yang
baru sembuh dari demam tifoid juga perlu menggunakan alat-alat makan yang
terpisah dengan anggota keluarga yang lain dan menerapkan pola hidup yang
higienis dalam hal MCK.
28