Revisi LP Post Partum SC (Desak PT Ayu Mekayanti)
Revisi LP Post Partum SC (Desak PT Ayu Mekayanti)
Revisi LP Post Partum SC (Desak PT Ayu Mekayanti)
OLEH :
2021
LAPORAN PENDAHULUAN DAN KONSEP DASAR ASUHAN
KEPERAWATAN PADA IBU POST PARTUM
DENGAN SECTIO CAESARIA (SC)
D. Pathway
Sumber : Nurarif Hardhi
(2015)
E. Klasifikasi
Jenis- jenis dari sectio caesaria seperti :
1. Sectio caesaria transperitonealis profunda
Sectio caesaria transperitonealis profunda dengan insisi di segmen bawah
uterus. insisi pada bawah rahim, bisa dengan teknik melintang atau
memanjang. Keunggulan pembedahan ini adalah:
a. Pendarahan luka insisi tidak seberapa banyak.
b. Bahaya peritonitis tidak besar.
c. Perut uterus umumnya kuat sehingga bahaya ruptur uteri dikemudian hari
tidak besar karena pada nifas segmen bawah uterus tidak seberapa
banyak mengalami kontraksi seperti korpus uteri sehingga luka dapat
sembuh lebih sempurna.
2. Sectio caesaria klasik atau sectio caesaria korporal
Pada sectio caesaria klasik ini di buat kepada korpus uteri, pembedahan ini
yang agak mudah dilakukan,hanya di selenggarakan apabila ada halangan
untuk melakukan sectio caesaria transperitonealis profunda. Insisi
memanjang pada segmen atas uterus.
3. Sectio caesaria ekstra peritoneal
Sectio caesaria eksrta peritoneal dahulu di lakukan untuk mengurangi
bahaya injeksi perporal akan tetapi dengan kemajuan pengobatan terhadap
injeksi pembedahan ini sekarang tidak banyak lagi di lakukan. Rongga
peritoneum tak dibuka, dilakukan pada pasien infeksi uterin berat.
4. Sectio caesaria Hysteroctomi
Setelah sectio caesaria, dilakukan hysteroktomy dengan indikasi:
a. Atonia uteri
b. Plasenta accrete
c. Myoma uteri
d. Infeksi intra uteri berat
F. Manifestasi Klinis
Persalinan dengan sectio caesaria memerlukan perawatan yang lebih
komprehensif yaitu perawatan post operatif dan perawatan post partum.
Manifestasi klinis sectio caesaria yaitu :
a. Nyeri akibat luka pembedahan
b. Adanya luka insisi pada bagian abdomen
c. Fundus uterus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus
d. Aliran lokhea sedang dan bebas bekuan yang berlebihan (lokhea tidak
banyak)
e. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 ml
f. Emosi labil atau perubahan emosional dengan mengekspresikan
ketidakmampuan menghadapai situasi baru
g. Terpasang kateter urine
h. Auskultasi bising usus tidak terdengar
i. Pengaruh anastesi dapat menimbulkan mual dan muntah
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari
kadar pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada
pembedahan.
2. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
3. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
4. Urinalisis / kultur urine
5. Pemeriksaan USG
6. Pemeriksaan elektrolit.
H. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka
pemberian cairan perintavena harus cukup banyak dan mengandung
elektrolit agar tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ
tubuh lainnya. Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%, garam
fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan tergantung
kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai
kebutuhan.
b. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus
lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral.Pemberian
minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10
jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.
c. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
1). Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi.
2). Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang
sedini mungkin setelah sadar.
3). Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan
diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
4). Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah
duduk (semifowler)
5). Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan
belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan
sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi.
d. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak
pada penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan
perdarahan.Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi
tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.
e. Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan
berdarah harus dibuka dan diganti.
f. Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu,
tekanan darah, nadi,dan pernafasan.
g. Perawatan payudara
Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu
memutuskan tidak menyusui, pemasangan pembalut payudara yang
mengencangkan payudara tanpa banyak menimbulkan kompesi, biasanya
mengurangi rasa nyeri.
2. Penatalaksanaan Medis
a. Pemberian obat-obatan
1).Antibiotik
2).Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
a) Supositoria : ketopropen sup 2x/24 jam
b) Oral : tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
c) Injeksi : penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila
perlu.
b. Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat
diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C.
8. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala
Pemeriksaan kepala meliputi bentuk kepala, kebersihan kepala,
apakah ada benjolan atau lesi, dan biasanya pada ibu post partum
terdapat chloasma gravidarum.
b. Mata
Pemeriksaan mata meliputi kesimetrisan dan kelengkapan mata,
kelopak mata, konjungtiva anemis atau tidak, ketajaman penglihatan.
Biasanya ada keadaan dimana konjungtiva anemis karena proses
persalinan yang mengalami perdarahan.
c. Hidung
Pemeriksaan hidung meliputi tulang hidung dan posisi septum
nasi, kondisi lubang hidung, apakah ada sekret, perdarahan atau tidak,
serta sumbatan jalan yang mengganggu pernafasan.
d. Telinga
Pemeriksaan telinga meliputi bentuk, kesimetrisan, keadaan
lubang telinga, kebersihan, serta ketajaman telinga.
e. Leher
Pemeriksaan leher meliputi kelenjar tiroid, vena jugularis,
biasanya pada pasien post partum terjadi pembesaran kelenjar tiroid
karena adanya proses menerang yang salah.
f. Dada
1).Jantung
Bunyi jantung I dan II regular atau ireguler, tunggal atau tidak,
intensitas kuat atau tidak, apakah ada bunyi tambahan seperti murmur
dan gallop.
2).Paru-Paru
Bunyi pernafasan vesikuler atau tidak, apakah ada suara
tambahan seperti ronchi dan wheezing. Pergerakan dada simetris,
pernafasan reguler, frekuensi nafas 20x/menit.
3).Payudara
Pemeriksaan meliputi inspeksi warna kemerahan atau tidak, ada
oedema atau tidak, dan pada hari ke-3 postpartum, payudara
membesar karena vaskularisasi dan engorgement (bengkak karena
peningkatan prolaktin pada hari I-III), keras dan nyeri, adanya
hiperpigmentasi areola mamae serta penonjolan dari papila mamae.
Ini menandai permukaan sekresi air susu dan apabila aerola mamae
dipijat, keluarlah cairan kolostrum. Pada payudara yang tidak disusui,
engorgement (bengkak) akan berkurang dalam 2-3 hari, puting mudah
erektil bila dirangsang. Pada ibu yang tidak menyusui akan mengecil
pada 1-2 hari. Palpasi yang dilakukan untuk menilai apakah adanya
benjolan, serta mengkaji adanya nyeri tekan.
g. Abdomen
Pemeriksaan meliputi inspeksi untuk melihat apakah luka bekas
operasi ada tanda-tanda infeksi dan tanda perdarahan, apakah terdapat
striae dan linea,apakah ada terjadinya Diastasis Rectus Abdominis yaitu
pemisahan otot rectus abdominis lebih dari 2,5 cm pada tepat setinggi
umbilikus sebagai akibat pengaruh hormon terhadap linea alba serta
akibat perenggangan mekanis dinding abdomen, cara pemeriksaannya
dengan memasukkan kedua jari kita yaitu jari telunjuk dan jari tengah ke
bagian dari diafragma dari perut ibu. Jika jari masuk dua jari berarti
diastasis rectie ibu normal. Jika lebih dari dua jari berarti abnormal.
Auskultasi dilakukan untuk mendengar peristaltik usus yang normalnya
5-35 kali permenit, palpasi untuk mengetahui kontraksi uterus baik atau
tidak. Intensitas kontraksi uterus meningkat segera setelah bayi lahir
kemudian terjadi respons uterus terhadap penurunan volume intra
uterine kelenjar hipofisis yang mengeluarkan hormone oksitosin,
berguna untuk memperkuat dan mengatur kontraksi uterus dan
mengkrompesi pembuluh darah. Pada 1-2 jam pertama intensitas
kontraksi uterus berkurang jumlahnya dan menjadi tidak teratur karena
pemberian oksitosin dan isapan bayi.
h. Genetalia
Pemeriksaan genetalia untuk melihat apakah terdapat hematoma,
oedema, tanda-tanda infeksi, pemeriksaan pada lokhea meliputi warna,
bau, jumlah, dan konsistensinya.
i. Anus
Pada pemeriksaan anus apakah terdapat hemoroid atau tidak.
j. Integumen
Pemeriksaan integumen meliputi warna, turgor, kelembapan,
suhu tubuh, tekstur, hiperpigmentasi. Penurunan melanin umumnya
setelah persalinan menyebabkan berkurangnya hiperpigmentasi kulit.
k. Ekstremitas
Pada pemeriksaan kaki apakah ada: varises, oedema, reflek
patella, nyeri tekan atau panas pada beti. Adanya tanda homan, caranya
dengan meletakkan 1 tangan pada lutut ibu dan di lakukan tekanan
ringan agar lutut tetap lurus. Bila ibu merasakan nyeri pada betis dengan
tindakan tersebut, tanda Homan (+).
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis mengenai seseorang,
keluarga, atau masyarakat sebagai akibat dari masalah kesehatan atau proses
kehidupan yang aktual atau potensial. Diagnosa keperawatan merupakan dasar
dalam penyusunan rencana tindakan asuhan keperawatan, tujuan dokumentasi
diagnosa keperawatan untuk meunliskan masalah/problem pasien atau
perubahan status kesehatan pasien. (Ali, 2010). Masalah yang mungkin
muncul, sebagai berikut :
D.0077 Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik, luka post operasi
Sectio Caesarea.
D.0029 Menyusui tidak efektif berhubungan dengan ketidakadekuatan suplai
ASI
D.0054 Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri, terpasang alat
invasif
D.0049 Konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas gastrointestinal.
D.0122 Kesiapan Peningkatan menjadi orang tua ditandai dengan
mengekspresikan keinginan untuk meningkatkan peran menjadi orang
tua
D.0142 Risiko infeksi dibuktikan dengan efek prosedur pembedahan Sectio
Caesarea
D.0023 Hipovelemia berhubungan kehilangan cairan aktif
C. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana Intervensi
.
1 2 3
c. Edukasi
1). Jelaskan pentingnya tidur selama
sakit
2). Anjurkan menghindari
makanan/minuman yang
mengganggu tidur
3). Ajarkan relaksasi autogenic atau
cara nonfarmakologis lainnya
c. Kolaborasi
1). Kolaborasi pemberian diuretic jika
perlu
2. Pemantauan Cairan
a. Observasi
1). Monitor frekuensi dan kekuatan
nadi
2). Monitor berat badan
3). Monitor frekuensi nafas
4). Monitor tekanan darah
5). Monitor elastisitas atau turgor kulit
6). Monitor kadar albumin dan protein
total
7). Monitor intake-output cairan
b. Terapeutik
1). Atur interval waktu pemantauan
sesuai dengan kondisi pasien
2). Dokumentasikan hasil pemantauan
c. Edukasi
1). Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
2). Informasikan hasil pemantauan
jika perlu
D. Implementasi
Pelaksanaan/implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan
yang dilakukan oleh perawat untuk membantu pasien dari masalah status
kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang baik yang menggambarkan
kriteria hasil yang diharapkan (Ali, 2010).
E. Evaluasi
Evaluasi dapat di bedakan atas evaluasi proses dan evaluasi hasil.
Evaluasi proses dievaluasi selesai melakukan tindakan, dan evaluasi hasil
berdasarkan rumusan tujuan terutama kriteria hasil.
3 S:
O:
A:
P:
4 S:
O:
A:
P:
5 S:
O:
A:
P:
6 S:
O:
A:
P:
7 S:
O:
A:
P:
8 S:
O:
A:
P:
9 S:
O:
A:
P:
DAFTAR PUSTAKA
PPNI. (2016). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI