Proposal Arwan

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 31

PROPOSAL

KARAKTERISTIK BETON RINGAN

DENGAN BAHAN PENGISI STYROFOAM

DI SUSUN OLEH : ARWAN PANDO

NPM : 112001055

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BUTON

PASARWAJO

2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan dalam bidang konstruksi di era modern menunjukkan

perkembangan yang sangat pesat, diantaranya dalam pembangunan perumahan,

kantor, rumah sakit dan sebagainya. Beton sebagai bahan bangunan sudah lama

digunakan dan diterapkan secara luas oleh masyarakat sebab memiliki keunggulan-

keunggulan dibanding material struktur lainnya yakni memiliki kekuatan yang baik,

tahan api, tahan terhadap perubahan cuaca, serta relatif mudah dalam pengerjaan.

Namun beton memiliki salah satu kelemahan yaitu berat jenisnya cukup tinggi

sehingga beban mati pada suatu struktur menjadi besar. Oleh karena itu, inovasi

teknologi beton selalu dituntut guna menjawab tantangan akan kebutuhan,

diantaranya bersifat ramah lingkungan dan memiliki berat jenis yang rendah (beton

ringan). Beton ringan pada umumnya memiliki berat jenis kurang dari 1900 kg/m3.

Dalam proses pembuatan beton ringan tentunya dibutuhkan material campuran

yang memiliki berat jenis rendah. Salah satu bahan alternatif yang dapat digunakan

adalah Styrofoam. Styrofoam merupakan salah satu bahan material yang memiliki

berat jenis yang rendah. Selain harganya yang relatif murah, styrofoam atau expanded

polystyrene yang terbuat dari polisterin atau yang lebih dikenal dengan gabus putih

kerap menjadi limbah industri maupun limbah rumah tangga yang menjadi masalah
lingkungan karena sifatnya yang tidak dapat membusuk dan susah terurai di alam.

Dengan digunakannya styrofoam pada campuran beton, maka secara total berat

beton akan lebih ringan serta nilai guna styrofoam akan bertambah, namun hal ini

akan berpengaruh pada kekuatan beton tersebut seiring dengan penambahan

styrofoam pada campuran beton.

Berdasarkan hal tersebut diatas, maka dilakukan penelitian yang bersifat

eksperimental terhadap “KARAKTERISTIK BETON RINGAN DENGAN BAHAN

PENGISI STYROFOAM” untuk mengevaluasi seberapa besar pengaruh styrofoam

dalam campuran beton. Adapun karakteristik yang dimaksud adalah perilaku mekanik

beton yang mencakup kuat tekan, kuat tarik belah, kuat lentur, serta modulus

elastisitas dengan perbandingan styrofoam terhadap volume beton yang bervariasi

yaitu 10%, 30%, dan 50%.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan diatas, maka

dirumuskanlah permasalahan penelitian ini sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaruh penambahan volume styrofoam yang bervariasi

(10%, 30%, 50%) terhadap kuat tekan, kuat tarik, kuat lentur, serta

modulus elastisitas pada beton.

2. Bagaimana perilaku mekanik (kuat tekan, kuat tarik, kuat lentur, dan
modulus elastisitas) dari beton normal dan beton dengan styrofoam.

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penilitian ini adalah:

1. Untuk mengevaluasi pengaruh penambahan volume styrofoam yang

bervariasi (10%, 30%, 50%) terhadap kuat tekan, kuat tarik, kuat lentur,

serta modulus elastisitas pada beton.

2. Untuk membandingkan perilaku mekanik (kuat tekan, kuat tarik, kuat

lentur, serta modulus elastisitas) antara beton normal dengan beton

ringan styrofoam.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penilitian ini adalah:

1. Memberi informasi mengenai perilaku mekanik beton dengan tambahan

styrofoam.

2. Dapat dijadikan bahan referensi mengenai persentase styrofoam yang

baik digunakan dalam campuran beton.


1.5. Ruang Lingkup/ Batasan Masalah

Dalam penelitian yang dilakukan, ada beberapa lingkup masalah yang dibatasi

untuk mencapai maksud dan tujuan yaitu :

1. Perhitungan mix design dengan metode Development Of Environment

(DOE).

2. Ditentukan target mutu beton normal adalah f’c = 25 MPa.

3. Variasi perbandingan styrofoam terhadap volume beton yaitu 10%, 30%,

dan 50%.

4. Kuat tekan (f’c) beton normal dan beton styrofoam dengan spesimen

silinder 10 x 20 cm2 pada umur 7, 14, dan 28 hari.

5. Kuat tarik belah (fct) beton normal dan beton styrofoam dengan spesimen

silinder 10 x 20 cm2 pada umur 28 hari.

6. Kuat lentur (fr) beton normal dan beton styrofoam dengan spesimen

balok 10 x 10 x 40 cm3 pada umur 28 hari.

7. Pengujian modulus elastisitas pada umur 28 hari.

8. Jumlah sampel yang digunakan tiap kali pengujian sebanyak 3 buah dan
total sampel sebanyak 36 buah, hal ini telah memenuhi standar SNI

2847-2013 tentang jumlah minimal sampel yang dibuat.

9. Styrofoam yang digunakan berdiameter 3 mm-5mm.

10. Pemeriksaan, pembuatan, dan pengujian benda uji dilakukan di

Laboratorium Struktur dan Bahan, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik,

Universitas Hasanuddin di Gowa.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian dan Sifat Beton

Beton adalah suatu campuran yang terdiri dari pasir, kerikil, batu pecah

atau agregat – agregat lain yang dicampur menjadi satu dengan suatu pasta yang

terbuat dari semen dan air sehingga membentuk suatu massa mirip batuan. Beton

adalah material yang rumit. Beton dapat dibuat dengan mudah bahkan oleh mereka

yang tidak punya pengertian sama sekali tentang beton teknologi, tetapi pengertian

yang salah dari kesederhanaan ini sering menghasilkan persoalan dari produk,

antara lain reputasi jelek dari beton sebagai materi bangunan (Paul 2007:1).

Nilai kuat tekan beton relatif lebih tinggi dibandingkan kuat tariknya, dan

beton merupakan bahan bersifat getas. Nilai kuat tariknya hanya berkisar 9%-15%

dari kuat tariknya (Nawy 1998:41). Sehingga umumnya beton diperkuat dengan

penambahan tulangan baja dengan asumsi bahwa kedua material bekerjasama dalam

menahan gaya yang bekerja dimana tulangan baja menahan gaya tarik dan beton

hanya menerima gaya tekan.

Beberapa faktor yang mempengaruhi kekuatan beton yaitu bahan-bahan

campuran beton, cara-cara persiapan, perawatan dan keadaan pada saat dilakukan

percobaan. Setiap bahan campuran beton tersebut mempunyai variasi sifat yang

dipengaruhi oleh beberapa faktor alami yang tidak dapat dihindarkan, namun
dengan mengetahui sifat-sifat bahan baku, maka dapat diketahui kebutuhan dari

masing-masing bahan baku dan beberapa kekuatan yang dicapainya. Sesuai dengan

tingkat mutu beton yang hendak dicapai, maka perbandingan campuran beton harus

ditentukan agar beton yang dihasilkan dapat memberikan hal-hal sebagai berikut :

1. Kemudahan dalam pengerjaan (workability).

Yang dimaksud dengan workability adalah bahwa bahan-bahan beton setelah

diaduk bersama, menghasilkan adukan yang bersifat sedemikian rupa sehingga

adukan mudah diangkut, dituang/dicetak, dan dipadatkan menurut tujuan

pekerjaannya tanpa terjadi perubahan yang menimbulkan kesukaran atau penurunan

mutu. Sifat mampu dikerjakan/workability dari beton sangat tergantung pada sifat

bahan, perbandingan campuran, dan cara pengadukan serta jumlah seluruh air bebas.

Dengan kata lain, sifat dapat/mudah dikerjakan suatu adukan beton dipengaruhi oleh

a. Konsistensi normal semen

b. Mobilitas, setelah aliran dimulai (sebaliknya adalah sifat kekasaran atau

perlawanan terhadap gerak)

c. Kohesi atau perlawanan terhadap pemisahan bahan-bahan


d. Sifat saling lekat (ada hubungannya dengan kohesi), berarti bahan penyusunnya

tidak akan terpisah-pisah sehingga memudahkan pengerjaan pengerjaan yang perlu

dilakukan.

Jadi sifat dapat dikerjakan pada beton ini merupakan ukuran dari tingkat

kemudahan adukan untuk diaduk, diangkut, dituang/dicetak, dan dari produk, antara

lain reputasi jelek dari beton sebagai materi bangunan (Paul 2007:1).

Nilai kuat tekan beton relatif lebih tinggi dibandingkan kuat tariknya, dan beton

merupakan bahan bersifat getas. Nilai kuat tariknya hanya berkisar 9%-15% dari kuat

tariknya (Nawy 1998:41). Sehingga umumnya beton diperkuat dengan penambahan

tulangan baja dengan asumsi bahwa kedua material bekerjasama dalam menahan

gaya yang bekerja dimana tulangan baja menahan gaya tarik dan beton hanya

menerima gaya tekan.

Beberapa faktor yang mempengaruhi kekuatan beton yaitu bahan-bahan

campuran beton, cara-cara persiapan, perawatan dan keadaan pada saat dilakukan

percobaan. Setiap bahan campuran beton tersebut mempunyai variasi sifat yang

dipengaruhi oleh beberapa faktor alami yang tidak dapat dihindarkan, namun dengan

mengetahui sifat-sifat bahan baku, maka dapat diketahui kebutuhan dari masing-

masing bahan baku dan beberapa kekuatan yang dicapainya.Sesuai dengan tingkat

mutu beton yang hendak dicapai, maka perbandingan campuran beton harus

ditentukan agar beton yang dihasilkan dapat memberikan hal-hal sebagai berikut :
1. Kemudahan dalam pengerjaan (workability).

Yang dimaksud dengan workability adalah bahwa bahan-bahan beton setelah

diaduk bersama, menghasilkan adukan yang bersifat sedemikian rupa sehingga

adukan mudah diangkut, dituang/dicetak, dan dipadatkan menurut tujuan

pekerjaannya tanpa terjadi perubahan yang menimbulkan kesukaran atau penurunan

mutu. Sifat mampu dikerjakan/workability dari beton sangat tergantung pada sifat

bahan, perbandingan campuran, dan cara pengadukan serta jumlah seluruh air bebas.

Dengan kata lain, sifat dapat/mudah dikerjakan suatu adukan beton dipengaruhi oleh

a. Konsistensi normal semen

b. Mobilitas, setelah aliran dimulai (sebaliknya adalah sifat kekasaran atau

perlawanan terhadap gerak)

c. Kohesi atau perlawanan terhadap pemisahan bahan-bahan

d. Sifat saling lekat (ada hubungannya dengan kohesi), berarti bahan penyusunnya

tidak akan terpisah-pisah sehingga memudahkan pengerjaan pengerjaan yang perlu

dilakukan.

Jadi sifat dapat dikerjakan pada beton ini merupakan ukuran dari tingkat

kemudahan adukan untuk diaduk, diangkut, dituang/dicetak, dan dipadatkan.

Perbandingan bahan-bahan ataupun sifat bahan-bahan itu secara bersama-sama


mempengaruhi sifat dapat dikerjakan beton segar. Unsur-unsur yang mempengaruhi

sifat mudah dikerjakan pada beton antara lain :

1. Banyaknya air yang dipakai dalam campuran beton

2. Penambahan semen ke dalam adukan beton

3. Gradasi campuran agregat kasar dan agregat halus

4. Pemakaian butir-butir agregat yang bulat akan mempermudah cara pengerjaan

beton

5. Cara pemadatan beton dan/atau jenis alat yang digunakan

2. Ketahanan terhadap kondisi lingkungan khusus (tahan lama dan kedap air).

a. Sifat Tahan Lama (durability)

Sifat tahan lama pada beton, merupakan sifat dimana beton tahan terhadap

pengaruh luar selama dalam pemakaian. Sifat tahan lama pada beton dapat dibedakan

dalam beberapa hal, antara lain sebagai berikut :

• Tahan terhadap pengaruh cuaca; pengaruh cuaca yang dimaksud adalah

pengaruh yang berupa hujan dan pembekuan pada musim dingin, serta

pengembangan dan penyusutan yang diakibatkan oleh basah dan kering silih

berganti.

• Tahan terhadap pengaruh zat kimia; daya perusak kimiawi oleh bahan-bahan

seperti air laut; rawa-rawa dan air limbah, zat-zat kimia hasil industri dan air
limbahnya, buangan air kotor kota yang berisi kotoran manusia, gula dan

sebagainya perlu diperhatikan terhadap keawetan beton.

• Tahan terhadap erosi; beton dapat mengalami kikisan yang diakibatkan oleh

adanya orang yang berjalan kaki dan lalu lintas di atasnya, gerakan ombak laut,

atau oleh partikel-partikel yang terbawaoleh angin dan atau air.

b. Sifat Kedap Air

Beton mempunyai kecenderungan mengandung rongga-rongga yang

diakibatkan oleh adanya gelembung udara yang terbentuk selama atau sesudah

pencetakan selesai, atau ruangan yang saat mengerjakan (selesai dikerjakan)

mengandung air. Air ini menggunakan ruangan -ruangan, dan jika air menguap maka

akan meninggalkan rongga-rongga udara. Rongga udara ini merupakan peluang untuk

masuknya air dari luar ke dalam beton. Semakin banyak rongga ini, maka

kemungkinan masuknya air makin besar, dan kemungkinan terbentuknya pipa kapiler

makin besar. Sifat kedap air pada beton terutama didapat jika didalam beton itu tidak

terdapat pipa kapiler yang menerus, karena melalui pipa kapiler inilah air akan

menembus beton. Jika saluran-saluran kapiler tersebut tidak ditutup kembali, sifat

beton tersebut tidak kedap air. Rongga kapiler ini dapat menyempit jika hidrasi semen

sempurna, karena volume yang terjadi ± 2,1 kali sebesar volume semen kering

semula.

3. Memenuhi kekuatan yang hendak di capai.


Secara umum hal ini dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu faktor air semen (fas) dan

kepadatan. Beton dengan fas kecil sampai dengan jumlah air yang cukup untuk

hidrasi semen secara sempurna, dan dapat dipadatkan secara sempurna pula, akan

memiliki kekuatan yang optimal. Untuk mencapai kepadatan dan hidrasi sempurna

ini, ada beberapa hal yang mempengaruhi, antara lain sebagai berikut (Wuryati

Samekto 2001:42):

a. Keadaan selama terjadinya pengerasan. Selama semen mengeras, harus

selalu cukup air supaya campuran beton tidak mengering sebelum proses

pengerasan selesai.

b. Karena pengerasan semen makan waktu, maka perlu waktu yang cukup.

Biasanya waktu 4 minggu yang dipakai sebagai pedoman umum bagi waktu

pengerasan semen/beton.

2.2 Beton Ringan

Beton normal merupakan bahan yang cukup berat, dengan berat sendiri

mencapai 2400 kg/m3. Untuk mengurangi beban mati pada suatu struktur beton maka

telah banyak dipakai jenis beton ringan. Menurut Standar Nasional Indonesia 03-

2847 tahun 2002, beton dapat digolongkan sebagai beton ringan jika beratnya kurang

dari 1900 kg/m3. Dalam membuat beton ringan tentunya dibutuhkan material yang

memiliki berat jenis yang ringan pula. Pada umumnya berat jenis yang lebih ringan

dapat dicapai jika berat beton diperkecil yang berpengaruh pada menurunnya
kekuatan beton tersebut. Pembuatan beton ringan pada prinsipnya adalah membuat

rongga di dalam beton. Semakin banyak rongga udara dalam beton semakin ringan

beton yang dihasilkan. Ada 3 macam cara membuat rongga udara dalam beton, yaitu

a. Yang paling sederhana yaitu dengan memberikan agregat ringan. Agregat itu bisa

berupa batu apung, batu alwa, atau abu terbang (fly ash) yang dijadikan batu.

Adapun spesifikasi agregat ringan yang digunakan dalam pembuatan beton dengan

pertimbangan utama adalah ringannya bobot dan tinggi kekuatan yang meliputi :

persyaratan komposisi kimia, dan sifat fisik agregat sesuai standar SNI 03-2461-

2002.

b. Menghilangkan agregat halus (agregat halus disaring, contohnya debu/abu

terbangnya dibersihkan).

c. Meniupkan atau mengisi udara di dalam beton. Cara ketiga ini terbagi lagi menjadi

secara mekanis dan secara kimiawi. Bahan campuran antara lain pasir kwarsa,

semen, kapur, sedikit gypsum, air, dan dicampur alumunium pasta sebagai bahan

pengembang secara kimiawi. Secara umum kandungan udara mempengaruhi

kekuatan beton. Kekuatan beton berkurang 5.5% dari kuat tekan setiap pemasukan

udara 1% dari volume campuran. Beton dengan bahan pengisi udara mempunyai

kekuatan 10% lebih kecil daripada beton tanpa pemasukan udara pada kadar

semen dan workabilitas yang sama (Murdock & Book, 1999). Pada beton dengan

kekuatan menengah dan tinggi, tiap 1% peningkatan kandungan udara akan

mengurangi kekuatan tekan beton sektar 5% tanpa perubahan air semen (Mehta,
1986). Pada penelitian ini material tambahan yang digunakan adalah styrofoam.

Styorofoam pada penelitian ini berfungsi sebagai pembentuk rongga pada beton

sehingga peneliti tidak terfokus padadurabilitas styrofoam. Namun secara umum

beton ringan memiliki standar yang berhubungan dengan durabilitas yakni

“Freezing and Thawing Test for Concrete, Method A” berdasarkan JIS A1148. Hal

ini berhubungan dengan faktor lingkungan (cuaca) khususnya di daerah dingin.

Pengujian dilakukan dengan melakukan perendaman dalam air. Pada kasus ini,

beton dengan agregat ringan yang dibasahi terlebih dahulu, hingga memiliki

kandungan air sebesar 25-30%. Namun hasil pengujian ini tidak bisa menunjukkan

secara akurat tentang ketahanan beton ringan sebab dapat dipengaruhi oleh

beberapa kondisi diantaranya, durasi siklus “freezing and thawing” pada cuaca,

temperatur minimum, dan perubahan temperatur secara drastis.

2.3 Material Penyusun Beton Ringan Styrofoam

Pada umumnya, beton mengandung rongga udara sekitar 1% - 4%, pasta semen

(semen dan air) sekitar 25% - 40%, dan agregat (agregat halus dan agregat kasar)

sekitar 60% - 75% . Pencampuran bahan – bahan tersebut menghasilkan suatu adukan

yang mudah dicetak sesuai dengan bentuk yang diinginkan, karena adanya hidrasi

semen oleh air maka adukan tersebut akan mengeras dan mempunyai kekuatan untuk

memikul beban.
Penggunaan material lain yang memiliki berat jenis ringan dalam campuran

beton akan mengurangi berat beton secara keseluruhan. Adapun material penyusun

beton ringan yang digunakan pada penelitian ini yakni Semen PCC, agregat kasar dan

halus, air, serta styrofoam dengan perbandingan variasi yang berbeda-beda yakni

10%, 30%, dan 50% terhadap volume beton keseluruhan.

2.3.1 Semen Portland Komposit

Gambar 2.1 Semen PCC


Semen adalah suatu jenis bahan yang memiliki sifat adhesi (adhesive) dan

kohesif (cohesive) yang memungkinkan melekatnya fragmen-fragmen mineral

menjadi suatu massa yang padat.

Semen portland komposit merupakan bahan pengikat hidrolis hasil

penggilingan bersama-sama terak semen portland dan gipsum dengan satu atau lebih

bahan anorganik. Bahan anorganik tersebut antara lain terak tanur tinggi (blast

furnace slag), pozolan, senyawa silikat, batu kapur, dengan kadar total bahan

anorganik 6-35% dari massa semen portland komposit. Semen portland komposit

dikategorikan sebagai semen ramah lingkungan dan digunakan untuk hampir semua

jenis konstruksi.

Keunggulan dari PCC (Portland Composite Cement) yaitu lebih mudah dikerja,

suhu beton lebih rendah sehingga tidak mudah retak, permukaan acian dan beton

lebih halus, lebih kedap air, mempunyai kekuatan yang lebih tinggi dibanding OPC

(Ordinary Portland Cement). Hasil pengujian kimia dan pengujian fisika dapat dilihat

pada Tabel 2.1.

2.3.2 Agregat

Mengingat bahwa agregat menempati 70-75% dari total volume beton maka

kualitas agregat sangat berpengaruh terhadap kualitas beton. Dengan agregat yang

baik, beton dapat dikerjakan (workable), kuat, tahan lama (durable), dan ekonomis.

Agregat yang digunakan dalam campuran beton dapat berupa agregat alam atau
agregat buatan (artificial aggregates). Secara umum, agregat dapat dibedakan

berdasarkan ukurannya, yaitu agregat kasar dan agregat halus. Agregat yang baik

dalam pembuatan beton harus memenuhi persyaratan, yaitu (PBI, 1971) :

1. Harus bersifat kekal, berbutir tajam dan kuat.

2. Tidak mengandung lumpur lebih dari 5 % untuk agregat halus dan 1 % untuk

agregat kasar.

3. Tidak mengandung bahan-bahan organic dan zat-zat yang reaktif alkali, dan

4. Harus terdiri dari butir-butir yang keras dan tidak berpori.

a. Agregat halus

Gambar 2.2 Pasir sungai

Dalam penelitian ini digunakan agregat halus yang berasal dari Sungai

Jeneberang, Sulawesi Selatan. Agregat halus dapat berupa pasir alam, pasir olahan

atau gabungan dari kedua pasir tersebut. Ukurannya bervariasi antara No. 4 dan No.
100 saringan standar Amerika. Agregat halus dapat digolongkan menjadi 3 jenis

(Wuryati Samekto 2001:16):

1. Pasir Galian

Pasir galian dapat diperoleh langsung dari permukaan tanah atau dengan cara

menggali dari dalam tanah. Pada umumnya pasir jenis ini tajam, bersudut, berpori,

dan bebas dari kandungan garam yang membahayakan.

2. Pasir Sungai

Pasir sungai diperoleh langsung dari dasar sungai. Pasir sungai pada umumnya

berbutir halus dan berbentuk bulat, karena akibat proses gesekan yang terjadi

sehingga daya lekat antar butir menjadi agak kurang baik.

3. Pasir Laut

Pasir laut adalah pasir yang dipeoleh dari pantai. Bentuk butiran halus dan

bulat, karena proses gesekan. Pasir jenis ini banyak mengandung garam, oleh karena

itu kurang baik untuk bahan bangunan. Garam yang ada dalam pasir ini menyerap

kandungan air dalam udara, sehingga mengakibatkan pasir selalu agak basah, dan

juga menyebabkan pengembangan setelah bangunan selesai dibangun. Agregat halus

yang baik harus bebas bahan organik, lempung, partikel yang lebih kecil dari saringan

No. 100 atau bahan-bahan lain yang dapat merusak campuran beton. (Edward G.

Nawy hal : 14 ) Agregat halus merupakan pasir alam sebagai hasil disintegrasi
‘alami’ batuan atau pasir yang dihasilkan oleh industri pemecah batu dan mempunyai

ukuran butir terbesar 5,0 mm. (SK SNI 03-2847-2002).

b. Agregat kasar

Gambar 2.3 Batu pecah (chipping)

Dalam penelitian ini digunakan agregat kasar yang berasal dari Sungai

Jeneberang, Sulawesi Selatan dengan ukuran diameter maksimum 20 mm. Agregat

kasar diperoleh dari alam dan juga dari proses memecah batu alam. Agregat alami

dapat diklasifikasikan ke dalam sejarah terbentuknya peristiwa geologi, yaitu agregat

beku, agregat sediment dan agregat metamorf, yang kemudian dibagi menjadi

kelompok-kelompok yang lebih kecil. Agregat pecahan diperoleh dengan memecah

batu menjadi berukuran butiran sesuai yang diinginkan dengan cara meledakan,

memecah, menyaring dan seterusnya. Agregat disebut agregat kasar apabila

ukurannya sudah melebihi ¼ in ( 6 mm ). Sifat agregat kasar mempengaruhi kekuatan


akhir beton keras dan daya tahannya terhadap disintegrasi beton, cuaca, dan efek-efek

perusak lainnya. Agregat kasar mineral ini harus bersih dari bahan-bahan organik,

dan harus mempunyai ikatan yang baik dengan gel semen. (Nawy 1998 : 13).

2.3. Air

Air adalah bahan dasar pembuatan beton. Berfungsi untuk membuat semen

bereaksi dan sebagai bahan pelumas antara butir-butir agregat. Pada umumnya air

minum dapat dipakai untuk campuran beton. Air yang mengandung senyawa-

senyawa yang berbahaya, yang tercemar garam, minyak, gula atau bahan kimia

lainnya, bila dipakai untuk campuran beton akan sangat menurunkan kekuatannya

dan dapat juga mengubah sifat-sifat semen. Selain itu air yang demikian dapat

mengurangi afinitas antara agregat dengan pasta semen dan mungkin pula

mempengaruhi kemudahan pengerjaaan. (Nawy 1998 : 12). Air yang diperlukan

dipengaruhi faktor-faktor di bawah ini :

1. Ukuran agregat maksimum : diameter membesar, maka kebutuhan air menurun.

2. Bentuk butir : bentuk bulat, maka kebutuhan air menurun (batu pecah perlu

banyak air).

3. Gradasi agregat : gradasi baik, maka kebutuhan air menurun untuk kelecakan

yang sama.

4. Kotoran dalam agregat : makin banyak silt, tanah liat dan lumpur, maka

kebutuhan air meningkat.


5. Jumlah agregat halus (dibandingkan agregat kasar) : agregat halus lebih sedikit,

maka kebutuhan air menurun. (Paul Nugraha 2007:74).

Adapun air yang digunakan pada penelitian ini adalah air PDAM yang berada

di Laboratorium Struktur dan Bahan Teknik Sipil Universitas Hasanuddin, Gowa.

2.4 Styrofoam

Styrofoam yang memiliki nama lain polystyrene, begitu banyak digunakan oleh

manusia dalam kehidupannya sehari hari. Begitu Styrofoam diciptakan pun langsung

marak digunakan di Indonesia. Styrofoam pada umumnya digunakan sebagai

pembungkus barang elektronik dan makanan karena sifatnya yang tidak mudah bocor,

praktis dan ringan.

Polystyrene ini dihasilkan dari styrene (C6H5CH9CH2) yang mempunyai

gugus phenyl yang tersusun secara tidak teratur sepanjang garis karbon dari molekul.

Styrofoam ini memiliki berat jenis sampai 1050 kg/m3, kuat tarik sampai 40 MN/m2,

dan modulus lentur sampai 3 GN/m2, modulus geser sampai 0,99 GN/m2, angka

poison 0,33 (Dharmagiri, I.B, dkk, 2008). Dalam bentuk butiran (granular) expanded

polystyrene mempunyai berat satuan sangat kecil yaitu 13-22 kg/m3. Sehingga

expanded polystyrene dalam campuran beton sangat cocok digunakan untuk

mendapatkan berat jenis beton yang ringan. Penggunaan styrofoam dalam beton dapat

dianggap sebagai rongga udara.


Namun keuntungan menggunakan styrofoam dibandingkan dengan rongga

udara dalam beton berongga adalah styrofoam mempunyai kuat tarik. Kerapatan atau

berat jenis beton dengan campuran styrofoam dapat diatur dengan mengontrol jumlah

campuran styrofoam dalam beton (Dharmagiri, I.B, dkk, 2008).

Pada penelitian ini digunakan expanded polystyrene yang memiliki ukuran

butiran sebesar 3 mm – 5 mm. Persentase penggunaan expanded polystyrene pada

campuran beton bervariasi yaitu sebesar 10%, 30%, dan 50 % dari volume beton.

Penetapan persentase expanded polystyrene yang bervariasi dimaksudkan untuk

mengetahui perilaku mekanik beton (kuat tekan, kuat tarik belah, serta kuat lentur)

terbaik dalam campuran beton.

Pada penelitian ini tidak dilakukan treatment khusus pada styrofoam sesuai

dengan standar pengujian beton ringan sebelum dapat digunakan/dicampur dengan

beton, sebab peneliti ingin menerapkan secara langsung di lapangan tentang

penggunaan styrofoam dalam campuran beton. Styrofoam ini diperoleh dari pabrik

P.T Kemasan Cipta Nusantara Makassar yang merupakan salah satu produsen

kemasan dari styrofoam yang berada di wilayah Makassar, Sulawesi Selatan.

2.5 Kekuatan Beton

Sifat-sifat utama beton yang berhubungan dengan kepentingan praktisnya

adalah mengenai kekuatan, karakteristik, tegangan-regangan, penyusutan dan

deformasi, respon terhadap suhu, daya serap air, dan ketahanannya. Diantara sifat-
sifat beton yang paling mendapat perhatian adalah kekuatan beton, karena hal

tersebut yang merupakan gambaran umum mengenai kualitas beton. Faktor-faktor

yang mempengaruhi kekuatan beton dari material penyusunnya ditentukan oleh faktor

air semen, porositas dan faktor-faktor intrinsik lainnya seperti kekuatan agregat,

kekuatan pasta semen, kekuatan ikatan/lekatan antara semen dengan agregat.

2.6 Kuat Tekan

Kuat Tekan merupakan suatu parameter yang menunjukkan besarnya beban

persatuan luas yang menyebabkan benda uji hancur oleh gaya tekan tertentu. Dapat

ditulis dengan persamaan (SNI 1974-2011)

Dimana :

f’c = Kuat Tekan Beton (N/mm2)

P = Beban Maksimum (N)

A = Luas Penampang yang Menerima Beban (mm2)

Kuat tekan menjadi parameter untuk menentukan mutu dan kualitas beton yang

ditentukan oleh agregat, perbandingan semen, dan perbandingan jumlah air.

Pembuatan beton akan berhasil jika dalam pencapaian kuat tekan beton telah sesuai

dengan yang telah direncanakan dalam mix design. Adapun hal-hal yang

mempengaruhi kuat tekan beton yaitu :


1. FAS atau faktor air semen, hubungan fas dengan kuat tekan beton adalah semakin

rendah nilai fas maka semakin tinggi nilai kuat tekan beton. Tetapi pada

kenyataannya pada suatu nilai fas tertentu semakin rendah nilai fas maka kuat

tekan beton akan rendah. Hal ini terjadi karena jika fas rendah menyebabkan

adukan beton sulit dipadatkan. Dengan demikian ada suatu nilai optimal yang

menghasilkan kuat tekan beton yang maksimal.

2. Umur beton, kekuatan beton akan bertambah sesuai dengan umur beton tersebut.

Kecepatan bertambahnya kekuatan beton dipengaruhi oleh fas dan suhu

perawatan. Semakin tinggi fas, maka semakin lambat kenaikan kekuatan betonnya,

dan semakin tinggi suhu perawatan maka semakin cepat kenaikan kekuatan

betonnya.

3. Jenis Semen, kualitas pada jenis-jenis semen memiliki laju kenaikan kekuatan

yang berbeda.

4. Efisiensi dari perawatan (curing), kehilangan kekuatan sampai 40% dapat terjadi

bila terjadi pengeringan terjadi sebelum waktunya. Perawatan adalah hal yang

sangat penting pada pekerjaan dilapangan dan pada pembuatan benda uji.

5. Sifat agregat, dalam hal ini kekerasan permukaan, gradasi, dan ukuran maksimum

agregat berpengaruh terhadap kekuatan beton.


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Struktur dan Bahan, Jurusan Teknik

Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin, Gowa. Jenis penelitian ini adalah

penelitian eksperimen di laboratorium berupa pengujian karakteristik beton ringan

dengan bahan pengisi Styrofoam. Waktu penelitian direncanakan kurang lebih 3

bulan yakni mulai bulan April – Juli 2015.

3.2 Desain dan Jumlah Benda Uji

Desain benda uji adalah sebagai berikut:

1. Jenis benda uji terbagi menjadi 2 bentuk yaitu : -Silinder ukuran 10 x 20 cm2

untuk pengujian kuat tekan, modulus elastisitas, dan tarik belah. Balok ukuran

10 x 10 x 40 cm3 untuk pengujian kuat lentur.

2. Variasi persentase Styrofoam : 10%, 30%, dan 50%.

3. Styrofoam yang digunakan berukuran 3-5 mm.

3.3 Persiapan Bahan dan Alat Penelitian

Bahan Penelitian terdiri dari :

1. Semen PCC merk Tonasa.


2. Agregat halus (pasir) asal Sungai Jeneberang, Sulawesi Selatan.

3. Agregat kasar (chipping) asal Sungai Jeneberang, Sulawesi Selatan.

4. Styrofoam berukuran 3-5 mm.

5. Air yang digunakan untuk campuran dan curing benda uji adalah air

PDAM Laboratorium Struktur dan Bahan Teknik Sipil Fakultas Teknik

Universitas Hasanuddin, Gowa. Alat Penelitian :

1. Universal Testing Machine kapasitas 1000 KN.

2. Mesin Pencampur bahan (mixer/molen).

3. Cetakan berbentuk silinder 10 x 20 m2

4. Cetakan berbentuk balok 10 x 10 x 40 m3

5. Compressometer

6. Slump test

7. Timbangan

8. Bak Perendaman

9. Mistar

10. Alat Penggetar

11. Data Logger

3.4 Metode Pengecoran


Langkah-langkah pembuatan benda uji adalah 5. Air yang digunakan untuk

campuran dan curing benda uji adalah air PDAM Laboratorium Struktur dan Bahan

Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin, Gowa.

Alat Penelitian :

1. Universal Testing Machine kapasitas 1000 KN.

2. Mesin Pencampur bahan (mixer/molen).

3. Cetakan berbentuk silinder 10 x 20 m2

4. Cetakan berbentuk balok 10 x 10 x 40 m3

5. Compressometer

6. Slump test

7. Timbangan

8. Bak Perendaman

9. Mistar

10. Alat Penggetar

11. Data Logger

3.5 Metode Pengecoran

Langkah-langkah pembuatan benda uji adalah sebagai berikut :

1. Alat-alat yang akan digunakan dibersihkan terlebih dahulu, kemudian menimbang

bahan-bahan yang akan digunakan sesuai dengan komposisi hasil mix design.
2. Menyiapkan molen yang bagian dalamnya sudah dilembabkan. Kemudian

pertama-tama tuangkan agregat kasar, agregat halus, dan semen. Aduk hingga

ketiga bahan tersebut tercampur merata.

3. Setelah ketiga bahan tersebut tercampur rata, masukkan air sedikit demi sedikit

(untuk beton normal), dan styrofoam (untuk beton styrofoam) secara bergantian

sesuai dengan variasi yang telah ditentukan.

4. Setelah tercampur rata, dilakukan uji slump untuk mengukur tingkat workability

adukan.

5. Apabila nilai slump telah memenuhi spesifikasi, selanjutnya adukan beton

Dituangkan ke dalam cetakan silinder dan balok, dan digetarkan agar campuran

beton menjadi padat.

6. Diamkan selama 24 jam.

7. Setelah 24 jam, cetakan dibuka kemudian dilakukan perawatan beton.

3.6 Metode Perawatan Benda Uji

Perawatan benda uji dilakukan dengan cara direndam dalam bak perendaman.

Benda uji diangkat dari bak 1 hari sebelum sampel di uji. Hal ini dimaksudkan agar

pada waktu di uji, sampel dalam keadaan tidak basah. Pengujian dilakukan pada saat

sampel berumur 7, 14, dan 28 hari. Hal ini berarti benda uji diangkat dari bak pada

saat berumur 6, 13, dan 27 hari.

3.7 Pengujian Benda Uji


1. Uji Kuat Tekan Silinder

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui kuat tekan beton yang telah

mengeras dengan benda uji berbentuk silinder. Pembebanan dilakukan sampai

silinder beton hancur dan dicatat besarnya beban maksimum P yang selanjutnya

digunakan untuk menentukan tegangan tekan beton (f’c)

2. Uji Kuat Tarik Belah Silinder

Pengujian ini dilakukan dengan memberikan tegangan tarik pada beton secara

tidak langsung. Benda uji yang digunakan berupa silinder yang direbahkan dan

ditekan sehingga terjadi tegangan tarik pada beton. Langkah-langkah pengujian sam

seperti pengujian kuat tekan, hanya saja pada pengujian ini ditambahkan suatu

lempengan plat besi agar dapat membagi beban merata pada panjang silinder. Beban

maksimum P selanjutnya digunakan untuk menentukan tegangan tarik belah beton

(ft).

3. Uji Kuat Lentur Balok

Pengujian lentur dilakukan untuk menetukan besarnya kekuatan lentur beton

dengan benda uji balok berukuran 10 x 10 x 40 cm3. Pembebanan dapat dilakukan

pada ½ bentang atau 1/3 bentang untuk mendapatkan lentur murni tanpa gaya geser.

Besarnya beban P yang dicatat pada pengujian ini adalah beban pada saat benda uji

patah. Selanjutnya digunakan untuk menentukan kuat lentur balok.


4. Modulus Elastisitas

Pengujian modulus elastisitas dilakukan untuk menentukan besarnya

perbandingan tegangan pada satu satuan regangan dengan benda uji silinder

berukuran diameter 10 x 20 cm2. Pengujian ini dilakukan pada benda uji yang sama

dengan pengujian kuat tekan beton umur 28 hari menggunakan alat Compressometer.

Anda mungkin juga menyukai